bab ii tinjauan pustaka a. ii.pdf · 2020. 7. 9. · 14 bab ii tinjauan pustaka a. financial...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Financial Technology
A.1 Sejarah dan Perkembangan Financial Technology
Awal mula dari munculnya Fintech pada era 1980, banyak perbankan di dunia yang
memanfaatkan sistem pencatatan data yang dapat diakses melalui sistem komputer. Pada tahun
1982 e-trade membawa fintech ke arah yang lebih maju yaitu denggan cara memperbolehkan
sistem perbankan secara elektonik untuk para calon investor. Pada tahun 1998 para perbankan
di dunia mulai mengenalkan online banking kepada para nasabah.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah mencatat
bahwasanya dari tahun 2014 sudah 88 juta orang pengguna sampai 132,7 juta orang Indonesia
telah terhubung ke internet, dikarenakan perkembangan infrastruktur dan kemudahan
mendapatkan smartphone atau perangkat genggam. Teknologi beserta sistim informasi terus
melahirkan inovasi khususnya pada teknologi financial agar memenuhi kebutuhan masyarakat
termasuk akses layanan finansial dan pemprosesan transaksi.1
Peer to peer lending pertama kali diperkenalkan oleh Zopa di Inggris pada tahun 2005.
Peer to peer lending menjadi wadah berinvestasi dan peminjaman dana bagi masyarakat. Di
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 tahun 2016 menjelaskan bahwa Peer
to peer lending merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjiian pinjam
meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan
menggunaakan jaringan internet2.
1Tri Inda Fadhila Rahma. 2018. Persepsi masyarakat kota medan terhadap penggunaan financial technology
(fintech), dalam jurnal.uinsu.ac.id. hal.644 2 Darman. 2019. Financial Technology (Fintech):Karakteristik dan Kualitas Pinjaman Pada Peer To Peer Lending
di Indonesia. http://journal.sbm.itb.ac.id. Hal:131.
15
Berikut lima alasan Financial Technology digemari di Indonesia :
a. Proces online biasanya lebih mudah dan sangat capat. Gsnerasi millenial lahir di era internet
begitu menginginkan solusi yang cepat bagi permasalahan mereka sehari-hari Financial
Technology yang notabenenya dapat memudahkan persoalan para kaum millenals.
b. Pelaku Financial Technology Indonesa melihat kesukesan bisnis berbasis tecknologi digital,
contohnya seperti ojek online. Mereka kemudian merasa sangat terinspirasi sehingga
membaangun usaha digital di bidang keuanggan.
c. Penggunaaan software, teknologi, dan juga Big Data oleh Financial Technology. Usaha
Financial Technology juga menggunakan dokumen dari media sosial. Aktivitas media sosial
dapat dijadikan salah satu dari analisis risiko.
d. Usaha Financial Technology diaanggap lebih fleksibel dibandingkan dengan binis
konvensional yang memiliki image lebih kaku.
e. Kebutuhan melakukan transaksi keungan secara online karena meluasnya penggunaan internet.
A.2 Pengertian Financial Techmology
Perkembanggan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat di eradigital saat
ini telah mempengaruhi pola perilaku manusia dalam mengakses beragam informasi serta
berbagai fitur layanan elektronik. Salah satu perkembaangan teknologi yang menjadi bahan
kajian terkini di Indonesia adalah Financial Technology atau Fintech dalam lembaga
keuangan3. Fintech sebagai terobosan baru yang dapat memberikan kemudahan akses bagi
seluruh lapisan masyarakat, oleh sebab itu pada dasrnya Fintech dapat diterima dengan sangat
baik oleh masyarakawat Indonesia.
Di Indonesia istilah fintech dikenal dengan sebutan yang lain yaitu Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbsasis Teknologi Informasi. Mengenaai fintech sudah diatur dalam
3 Imanuel Aditya Wulanata Chrismastianto. 2017. Analisis SWOT Implementasi Teknologi Finansial Terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.20, Edisi 1, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pelita Harapan Tanggerang, 2017, hlm. 133.
16
Peraturin OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. Pada Pasal 1 Angka 3 POJK 77/POJK.01/2016 menyebutkan bahwa:
“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan
layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam dalam mata uang rupiah secara
langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet”.
Bank Indonesia memberikan sebutan perihal Technology Financial.
“pasal 1 Angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial menyatakan bahwa”:
“Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang
menghasilkan produk layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan
keandalan sistem pembayaran”4.
Konsep fintech tersebut wujud dari perkembangan teknologi yang dipadukan dengan
bidang financial pada lembaga perbankan. Fintech merupakaan solusi dibidang keuangan di
Indonesia. Fintech sebagai layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah berkembang
dapat memfasilitasi masyarakat untuk melakukan proses transaksi keuangaan yang lebih
praktis, aman, serta modern.
A.3 Pengertian Peer to Peer Landing
Secara teortis, Peer_to_peer lending atau disingkat “P2P Lending” merupakan
kegiatan pinjam-meminjam antar perseorangan yang dilaksanakan secara online melalui
platform website dari berbgai perusahan peer lending. Hadirnya P2P Lending menjanjikan
solusi bagi orang yang sedang membutuhkan pinjaman dengan proses cepst dan mudah.
Peer to peer Lending merupkan salah satu sistem yang ada pada perusahaan Fintech yang
mempertemukan dengan langsung antara (investor/lender) dengan (borrower). tetapi peminjam dana
juga akan diuntungkan, karena dapat mengajukan pinjaman atau kredit dengan syarat dan proses
4 Muliaman D Hadad. Financial Technology (Fintech) di Indoensia, Kuliah Umum tentang Fintech-IBS, OJK,
Jakarta, 2017. Hlm. 3.
17
yang lebih mudah cepat, serta tanpa agunan, bila dibandingkan dengan lembaga keuangan
konvensional lain, seperti bank5.
Berdasarkan POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT) timbul karena perjanjian pinjam meminjam uang.
Pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah:
“suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama”.
Subyek di dalam perikaatan perjanjian pinjm-meminjam uang adalah pemberi pinjman
(Kreditur) dan penerima pinjaman (Debitur). Sementara objek dalam perikatan perjanjan
pinjam meminjm uang adalah semua barang-barang yang habis bila dipakai dengan syarat
barang tersebut harus tidak bertentangan dengan undang.-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum sedangkan dalam Perjanjian pinjam meminjam uang online atau dikenal juga dengan
nama Peer to Peer Lending (P2P Lending) pada dasarnya sama seperti perjanjian pinjam
meminjam uang yang dilakukan dengan cara konvensional. Yang membedakanya yaitu para
pihak tidak bertemu secara langsung, serta para pihak tidak perlu saling mengenal dikarenakan
terdapat penyelenggara yang akan mempertemukan para pihak dan pelaksanan perjanjian
dilakukan secara online6
Lahirnya perjanjian pinjam-meminjam uang secara online dimulai karena adanya
penawran yang dilaakukan oleh penyelenggra layanan pinjam meminjam uang berbasais
Teknologi Informasi dan selanjutnya dilanjutkan dengan penerimaan yang dilakukan oleh
nasabah atau calon peminjam. Penawaran dan penerimaan dalam perjanjan ini tentu saja
5 Merine Gararita Sitompul,2018, Urgensi Legalitas Financial Technologi (Fintech): Peer to Peer (P2P) Lending
Di Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja VIL 1 NO 2,hlm 70. 6Ernama, Budiharto, Hendro,2017 “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No. 3, hlm.5
18
memiliki mekanisme yang beda dari perikatan pinjam meminjam yang dilakukan secara
konvensional, hal ini dapat dilihat dari proses terjadinya pinjaman online.7.
B. Tinjauan perjanjian Pinjam-Meminjam
Berdasarkan Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pinjam-
meminjam diartikan: 8
“Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama
menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat
bahwa pihak kedua akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah
dan keadaan yang sama”.
Bahwa maksud dari Pasal 1754 KUHPer pinjam meminjam diartikan adanya suatu
perjanjian antara kedua belah pihak. Pihak pertama memberikan barang kepada pihak kedua
dan pihak kedua memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang yang telah dipinjam kepada
pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Menurut Pasal 1313 menyebutkan bahwa9:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
kepada satu orang atau lebih lainnya”.
Pengikatan ini seperti yang telah diuraikan dalam Bab IV buku III Kitab Undang-
undang Hukum Perdata oleh pasal 1320 Kitab Undang-undang hukum perdata dirumuskan
dalam bentuk:10
1. Kesepkatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang;
7 Ibid,.hlm 6. 8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 10 Ibid. Hal.274
19
C. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pinjam-Meminjam
Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian utang-piutang atau pinjam-meminjam yaitu:
a) Kreditur
Pihak Kreditur atau juga sering disebut dengan pihak yang memberi pinjaman utang (pihak
yang berpiutang). Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaaran Utang.
“ pada Pasal 1 angka 2 telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kreditur adalah
orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan”.
b) Debitur
Pihak Debitur atau yang sering disebut dengan pihak yang menerima pinjaman utang (pihak
yang berutang). Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 1 angka 3 telah dijelaaskan bahwa yang
dimaksud dengan Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
D. Hubungan Antara Debitur Dan Kreditur
Berdasarkan makna perikatan utang piutang yakni merupakan perjanjan yang telah
dilaksanakan antara kedua belah pihak. Pihak pertama sebagai Kreditur memberikan pinjaman
utang kepada pihak kedua sebagai Debitur atau penerima pinjaman utang, objek dari hal
tersebut berupa uang dengan mencantumkan jangka waktu dan mewajibkan kepada pihak
kedua selaku Debitur agar mengembalikan utang tersebut kepada pihak pertama selaku
Kreditur dalam jumlah dan bentuk yang sama sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak.
Makna diatas disimpulkan bahwa setelah terjadinya kesepkatan antara seorang Debitur
dan seorang Kreditur tersebut. maka berdasarkan asas “pacta sunt servanda” memiiki makna
bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku mengikat sebagai undang.undang bagi
20
mereka yang membuaatnya. Degan demikian setelah terjadi kesepaakatan antara kedua belah
pihak dan setelah kedua belah pihak menandatangani perikatan tersebut, kedua belah pihak
terikat dengan perikatan yang telah diselenggarakan tersebut, sehinga harus mentaati peraturan
yang berlaku serta beriktikad baik dalam menjalankan suatu perjanjian.
21
E. Hak Dan Kewajiban Konsumen
E.1 Hak Konsumen Menurut John F. Kennedy
John F. Kennedy merupakan mantan Presiden Amerika Serikat, mengemukaakan
bahwa terdapat 4 (empat) hak konsumen yang harus dilindungi diantaranya: 11
1) Hak Memperoleh Keamanan (the right to safety);
2) Hak Memilih (the right to choose)
3) Hak Mendapat Informasi (the right to be informed)
4) Hak Untuk di Dengar (the right to be heard)
E.2 Hak Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Hak-Hak Konsumen sebagai berikut: 12
a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang
dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk di dengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakannya.
e. Hak untuk mendapatkan Advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.
11 Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Kencana PRENADA MEDIA GROUP. Hal. 47-48 12 Gunawan Widjaya & Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Hal. 29
22
h. .Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
i. Hak-Hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya
Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
terdapat tiga (3) macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya:13
1) Hak manusia karena kodratnya;
Merupakan hak yang diperoleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup, hak memilih agama,
dsb. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya, hak ini disebut Hak Asasi Manusia (HAM).
2) Hak yang lahir dari hukum;
Hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini disebut sebagai hak Hukum.
Contohnya hak untuk mendapatkan jaminan keamanan dan keslamatan bagi konsumen.
3) Hak yang lahir dari hubungan kontraktual;
Diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
barang atau jasa.
Bahwa untuk dapat menjamin suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan
nyaman dan aman serta tidak membahayakan konsumen, maka diberikan hak bagi konsumen
untuk memilih barang dan/atau jasa yang dikehendaki berdasarkan atas keterbukaan informasi
yang jelas, benar dan jujur. Apabila terdapat penyimpangan yang dapat merugikan konsumen,
maka konsumen berhak memperoleh Advokasi, didengar, pembinaan, perlakuan yang adil,
kompensasi, sampai dengan ganti rugi.14
13. M. Syamsudin. 2013. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha. https://bpkn.go.id. Hal:5 14 Ibid. Hal. 30
23
E.3 Kewajiban Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Adapun kewajiban Konsumen terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Meliputi:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dengan adanya kewajiban konsumen sebagaimana disebutkan diatas, dimaksudkan
agar para konsumen dapat memperoleh hasil yang sangat optimal atas perlindungan dan/atau
kepastian hukum.
F. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha
F.1 Hak Pelaku Usaha
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
menerarangkan bahwa:
“pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi”.15
Pada Pasal 6 Undang-Undan Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan
atas hak-hak yang telah diberikan kepada konsumen, pelaku usaha diberikan hak16:
a. Untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;
15 Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 16 Zulham. op.cit. Hal. 53.
24
c. Untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d. Untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
F.2 Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku Usaha memiliki kewajiban yang telah diatur didalam Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hak tersebut sebagai konsekuensi dari
hak konsumen yang telah disebutkan pada Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999, oleh sebab itu pelaku
usaha dibebankan kewajiban-kewajuban diantaranya: 17
a. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standart mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau
jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian;
17 Zulham. op.cit. Hal. 51.
25
Bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi. Dapat diartikan bahwa hak bagi konsumen adalah kewaajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha. Pengaturan di Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih
spesifik dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dikarenakan di dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha
dengan itikad baik. Pelaku usaha juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif
tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha. Kewaajiban pelaku usaha sangat erat
kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.18
Kewajiban-kewajiban tersebut merupaakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain
yang “ditargetkan” untuk mewujudkan budaya tanggung jawab kepada pelaku usaha.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang mengatur tentang kegiatan peer to peer
lending di indonesia, diatur 2 hal yaitu: 19
1. Bahwa penyelenggara adalah “badan hukum indonesia yang menyediakan, mengelola, dan
mengoperasikan layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi;
2. Bahwa penyelenggara harus berbadan hukum perseroan terbatas atau koperasi.
Penyelenggara peer to peer lending sebagai badan usaha yang melakukan kegiatan usaha
di Indonesia dan harus tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Kewajiban-kewajiban tersebut merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain
yang “ditargetkan” untuk mewujuudkan budaya tanggung jawab kepada pelaku usaha.
G. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
G.1 Pengertian Tindak Pidana
Pengertian Tindak Pidana yang dikemukakan oleh bebarapa para sarjana yaitu:
18. Ibid. Hal:10 19Adi Setiadi Saputra. 2019. Perlindungan terhadap pemberi pinjaman selaku konsumen dan tanggung jawab
penyelenggara peer to peer lending dalam kegiatan peer to peer lending di indonesia. Journal. Unpar.ac.id
26
a. D. Simons
menurut teori ini tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan secara
sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya
dan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum 20.
b. J. Bauman
Perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan
kesalahan21.
c. Wiryono Prodjodikoro
Tindak pidana adalah suatu perbuaatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana22.
d. Pompe
Definisi menurut Pompe, dalam hukum positif strafbaarfeit adalah feit (tindakan) yang
diancam pidana dalam ketentuan undang-undang. dan didalam teori ini menyatakan bahwa
sifat melawan hukum dan kesalahan bukanlah syarat mutlak untuk adanya tindak pidana23.
e. Moeljatno
menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuaatan yang diancamam dengan pidana,
barang siapa melanggar larangan tersebut.
Dalam memberikan definisi mengenai pengertian tindak pidana para pakar hukum
terbagi menjadi dua aliran yaitu aliran monistis dan aliran dualistis, pandangan monistis dalam
pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya criminal act dan criminal responbility.
Sedangkan pandangan dualistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada
perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana hanya mencakup criminal act
tidak mencakup criminal responbility 24. Sedangkan pandangan dualistis keseluruhan syarat
20Tongat. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan. Malang. UMM Press.
Hal. 94-97 21 Ibid. 22 Ibid. 23 Ibid. 24 Ibid
27
untuk adanya pidana tidak melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak
pidana hanya mencakup criminal act tidak mencakup criminal responbility 25.
G.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana
Beberapa unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa sarjana yang menganut aliran
monistis dan aliran dualistis26:
Menurut D. Simons penganut aliran monistis untuk adanya suatu tindak pidana harus
adanya unsur-unsur sebagai berikut:
a) Perbuatan manusia
b) Diancam dengan pidana
c) Melawan hukum
d) Dilakukan dengan kesalahan
e) Oleh orang yang bertanggung jawab
Sedangkan menurut Moeljatno penganut aliran dualistis tindak pidana harus memenuhi
unsur sebagai berikut:
a) Adanya perbuatan (manusia)
b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
c) Bersifat melawan hukum (syarat materiil).
Unsur Rumusan Tindak Pidana di dalam Undang-Undang
a) Unsur Sifat Melawan Hukum
Menurut ajaran Wederrechtelijk dalam arti formiil yaitu suatu perbuatan di pandang
bersifat Wederrechtelijk apabila perbuaatan tersebut telah memnuhi semua unsur delik yang
terdapat dalam rumusan delik menurut undang-undang. sedangkan suatu perbuatan dapat di
25 Ibid 26 Ibid
28
pandaang sebagai Wederrechtelijk dalam arti materiil, suatu perbuatan tersebut horus dithinjau
menrut asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis.27
Berdasakan redaksi rumusanya, sifat melawan hukumnya (wederrehtelijkheid)
perbuatan, dapat terletak pada perbuhatannya itu sendiri (misal pada pasal: 167(1), 179, 180,
254(2), 255(2), 333(1), 334(1), 335(1), 448) dan dapat terletak pada maksud dari melakukan
perbuatan (misalnya pasal: 362, 368(1), 369(1), 378, 390).28
b) Unsur Kesalahan
Kesalahan (schuld) merupakan unsur subjektif dari tindak pidana. Kesalahan memiliki
dua segi yaitu: segi psikologis dan segi yuridis. Ditinjau dari psikologis kesalahan harus dicari
dalam batin pelaku, yaitu adanya hubungan batin dengan perbuatan yang dilakukan sehingga
ia dapat dipertangungjawabkan perbuatannya.29
H. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Elektronik
H.1 Tindak Pidana Pengancaman Lewat Media Elektronik
Tindak pidana pengancaaman di dalam UU ITE diatur dalam
Pasal Pasal 29 yang berbunyi 30:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.”
Pasal tercebut menjelaskan bahwasanya setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa
hak mengirimkan atau menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau untuk menakut-nakuti seseorang secara pribadi maka dapat dikenakan UU ITE Pasal 29.
Dari Pasal 29 UU ITE terdapat sejumlah unsur yang terbagi menjadi dua bagian yaitu:
27http://repositori.uin-alauddin.ac.id/11733/1/NUREDAH%20%2010400114165.pdf diakses pada tanggal 16
januari 2020 pkl. 20.18 wib. 28 Ibid. 29 Ibid 30Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
29
1) Unsur Subyektif, kesalahan pelaku dalam rumusan ketentuan undang-undang disebut “dengan
sengaja”.
2) Unsur Obyektif yaitu perilaku atau tindakan yang melawan hukum.
a) Unsur “Tanpa Hak”
Melihat letak unsur sengaja mendahului unsur perbuatan dan tanpa hak, maka tidak diragukan
lagi, bahwa pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan mendistribusikan, atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik. Kehendak ini termasuk juga pengetahuan yang harus
sudah terbentuk sebelum berbuat, karena demikian sifat kesengajaan. Orang hanya dapat
menghendaki segala sesuatu yang sudah diketahuinya. Disamping itu sengaja juga harus
ditujukan pada unsur tanpa hak, yang artinya bahwa pelaku sebelum mendistribusikan
informasi elektronik atau dokumen elektronik tersebut, telah mengetahui atau menyadari
bahwa Ia tidak berhak melakukannya.
b) Unsur “Mendistribusikan”
Mendistribusikan yaitu menyalurkan, membagikan, mengirimkan kepada beberapa orang atau
beberapa tempat31. Dalam konteks tindak pidana pengancaman dengan menggunakan sarana
teknologi informasion menurut UU ITE, oleh sebab itu perbuatan mendistribusikan diartikan
sebagai perbuatan dalam bentuk dan cara apapun yang sifatnya menyalurkan, membagikan,
mengirimkan, memberikan, menyebarkan informasi elektronik kepada orang lain atau tempat
lain dalam melakukan transaksi elektronik dengan menggunakan teknologi informasi.
c) Unsur “Mengirimkan”
Istilah Mengrimkan menurut KBBI yaitu menyampaikan, (mengantarkan dan sebagainya)
dengan perantaraan32 . Dalam hal ini menyampaikan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik.
Informasi elektronik yang dikirim adalah merupaakan data atau sekumpulan data elektronik
31 Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa, Edisi keempat,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 336. 32 https://kbbi.web.id/kirim diakses 22 Desember 2019.
30
seperti tulisan, suara, gambar, gambar bergerak bersuara maupun tidak, peta, rancangan, foto,
Electronic Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronik maill) telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, anda, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang mampu memahaminya.
d) Objeknya
Objek yang dimaksud adalah Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang mempunyai
Muaatan Pemerasan dan/atau pengancaman. Dengan menggunakan penafsiran gramatikal dan
menerapkanya pada objek tindak pidana maka dapat dimaknai, Dukomen elektonik adaalah
surat tertulis atau yang terdapat serta disimpan secara elektronik, isinya dapat dipakai sebagai
bukti berupa tulisan suara gamhar, peta, rancanggan, foto. Electronic Data Interchage (EDI),
surat elektronik (electronic mail) telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya huruf tanda, angka
kode akses. simbol atau perforasi yang sudah diolah.
SMS dikategorikan sebogai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE. Pasal 1 angka 1 UU
ITE berbunyi sebagai berikut:
“Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya”.
Pasal 1 angka 4 UU ITE berbunyi sebagai berikut:
“Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau
Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan,
foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol yang memiliki makna atau arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.
Tindakan atau perbuatan mendistribusikan, membuat dapat diaksesnya informaasi
Elekronik dan/atau Documen Electronik baru dapat dipidana atau timbul sifat melawan
Hukumnya perbuatan. apabila isi informasi Dokumen Elektonik tersebut mengandung muatan
31
pengancaman, Tindak pidana pokoknya adalah ancaman kekerasan, sementara saranaya
dengan memanfatkan atau menggunakan sistem atau jaringan teknologi ITE. yang memiliki
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sementara dalam rumusan
Pasal 29 menghenai obyeknya, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elekronik yang
dimaksud adalah berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Kekerasan yaitu perbuatan dengan menggunakan kekutan fisik yang besar atau cukup
besar, yang mengakibatkan orang yang dipaksa tidak berdaya secara fisik. Sementara pada
ancaman kekerasan wujud nyata kekerasan belum dilakukan. Namun telah menimbulkan rasa
cemas serta takut jika perbuatan benar-benar akan terjadi. Karena itu ketidakberdaayaan akibat
dari ancaman kekerasan bersifat psikis. Karena sifatnya kekerasan yang berupa perbuaatan
fisik yang dilakukan langsung pada orang yang dipaksa, maka perbuatan semacam ini tidak
mungkin bias dilakukan dengan cara memanfatkan teknologi informasi. Ancaman kekerasan
pada seseorang bisa dilakukan dengan cara mendistribusikan Informasi Elektronik. Misalnya
dengan mengirimkan e-mail pada alamat seseorang atau mengirim SMS pada nomor hand
phone seseorang.
Maka dalam hal ini SMS yang berisi ancaman tersebut dapat ditafsirkan dengan
menggunaakan penafsiran hukum ekstensif yang diperluas yaitu sebagai informasi elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menokut-nakuti yang ditujukan secara pribadi
sebagaaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Dengan demikian, SMS dapat digolongkan sebagai informasi elektronk
dan/atau data elektronik yang berisi ancaman kekersan atau menaakut-nakuti yang ditunjukan
secara pribadi.
32
H.2 Tindak Pidana Mendistribusikan Informasi Melalui Media Elektronik
Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran diatur pada Pasal 27 ayat (3) jo 45
ayat (1) dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)”.33
Unsur-Unsur yang terdapat pada Pasal tersebut :
Unsur Subjektif:
1. Kesalahan: Dengan sengaja
Unsur-Unsur Objektif:
1. Melawan Hukum: Tanpa Hak
2. Perbuatan: mendistribusikan; dan/atau mentransmisikan; dan/atau,
membuat dapat diaksesnya;
a. Informasi Elektronik; dan/atau
b. Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Unsur-unsur tersebut sama dengan unsur pada ayat (1) maupun ayat (2), kecuali unsur
mengenai keadaan yang menyertai objek tindak pidana. Unsur melawan hukum dicantumkan
dalam rumusan tindak pidana dikarenakan bahwa sifat melawan hukum adalah unsur tindak
pidana.
H.3 Tindak Pidana Pengancaman Dalam KUHP
Diatur di dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
berbunyi: 34
33 Adami Chazawi, Ardi Ferdian, 2015, Tindak Pidana Informasi & Transaksi Elektronik, Malang: Media Nusa
Creative, Hal. 70. 34 R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Politea. Bogor. Hal. 257
33
(1)” Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hak, memaksa orang dengan ancaman akan menista dengan lisan atau
menista dengan tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, supaya orang itu
memberikan suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu
sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan
piutang, dihukum karena mengancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun”.
(2)”Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu”.
Adapun unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 369 KUHP yaitu:
Unsur Ojektif, memaksa orang dengan ancaman:
1) Menista;
2) Menista dengan lisan atau menista dengan tulisan;
3) Membuka rahasia;
Unsur Subjektif;
1) Barang siapa;
2) Dengan maksud;
3) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
4) Dengan melawan hukum;
5) Agar Orang Itu:
a. memberikan kepadanya suatu barang miliknya atau milik orang lain;
b. menghapuskan utang;
c. membuat utanng;
Pasal 39 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa kejahatan yang bersifat delik aduan.
Perbuatan dapat dituntut atas dasar pengaduan dari orang yang terkena kejahatan. Sedangkan
di dalam Pasal 368 KUHP ayat (2) tentang pemarasan merupakan kejahatan “biasa” yang tidak
perlu adanya pengaduan. Dengan demikian dalam Pasal 368 ayat (2) ini penegak hukum dapat
bertindak tanpa adanya pengaduan oleh yang terkena kejahatan.
Selain itu, jika seseorang melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan tidak
melakukan atau membiaarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan ancaman
34
kekerasan, dapat dikenakan Pasal 335 KUHP tentang perbuhatan tidak menyenagkan atas
pengaduan korban. Sesuai ketentuan ini, ancaman kekersan (meskipun belum terjadi
kekerasan) pun dapat dikenakan Pasal 335 KUHP jika unsur adanya paksaan terpenuhi, dalam
KUHP terdapat di BAB XVIII Kejahatan terhadap kemerdekaan orang.
Unsur-unsur Pasal 335 yaitu:
1) sesara melawan hukum;
2) memaksa orang melakukan atau tidak melakukan;
3) memakaai kekarasan;
4) terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.35
H .4 Tindak Pidana Penghinaan
Penghinaan terdapat pada Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berbunyi:
“(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.36
“(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah”.37
“(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”.38
Apabila unsur-unsur penghinaan atau Pencemaran Nama Baik ini hanya diucapkan
(menista dengan lisan), maka perbuaatan tersebut dapat digolongkan dalam Pasal 310 ayat (1)
KUHP. Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang
disiarkan, dan dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka pelaku dapat
dijerat atau dikenakan sanksi hukum Pasal 310 ayat (2) KUHP.39
35 Ibid. Hal.238. 36 Ibid. Hal. 37 Ibid. Hal. 38 bid. Hal. 39http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/996-pencemaran-nama-baik melalui-sosial-media.
Diakses pada tanggal 17 januari 2020. Pkl.09.54 wib.
35
Berdasarkan rumusan pasal 310 ayat (1) KUHP, bahwa seseorang dapat dipidana maka
orang tersebut harus melakukan penghinaan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan
suatu hal. Tuduhan tersebut dibuat agar supaya tersiar dan diketahui oleh khalayak umum. Hal
yang dituduhkan tersebut tidak harus berupa perbuatan-perbuatan yang bersifat jahat, tetapi
bentuk dari tuduhan tersebut bisa terhadap semua hal yang dapat merusak kehormaatan atau
nama baik seseorang. Contohnya yaitu: menuduh bahwa seseorang telah melakukan
perselingkuhan.40
Kehormatan merupakan perasaan pribadi atau harga diri. Sedangkan nama baik adalah
kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang berhubungan dengan
kedudukannya di dalam masyarakat.
Pada pasal 310 ayat (1) dan (2) tidak mensyaratkan bahwa perbuatan tersebut harus
dilakukan di muka umum. Namun, hal yang harus dibuktikan adalah bahwa pelaku mempunyai
maksud agar supaya apa yang dituduhkan itu diketahui oleh khalayak umum. Dengan
pembahasan seperti itu, maka juga tidak perlu dibuktikan apakah tuduhan sudah benar-benar
diketahui oleh khalayak umum atau belum. Tetapi hal yang harus dibuktikan yaitu apakah
pelaku mempunyai maksud itu. Jika hal tersebut dilakukan demi kepentingan umum dan untuk
membela harga diri, maka pelaku tidak dapat dipidana namun haruss dibuktikan terlebih
dahulu.
Penghinaan dapat ditelusuri dari kata ‘menghina” berarti “menyerang kehormatan dan
nama baik seseorang”. Korban penghinaan tersebut biasanya merasa malu sedangkan
kehormatan di sini hanya menyangkut nama baik seseorang dan bukan kehormatan dalam
pengertian seksualitas.41 Perbuatan menyerang (aaranden) tidaklah bersifat fisik, melainkan
terhadap apa yang diserang atau objeknya yaitu perasaan mengenai kehormatan dan nama baik
40 Tongat. Hukum Pidana Materiil Tinjauan atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Penerbit Djambatan. Jakarta. 2003. Hlm.158 41 Reydi Vridell Awawangi. 2014. Pencemaran Nama Baik dalam Kuhp dan Menurut UU.NO.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. https://media.neliti.com. Hal:118
36
seseorang. Objek yang di serang adalah rasa atau perasaan harga diri mengenai kehormatan
dan rasa atau peraasaan harga diri mengenai nama baik.
H.5 Tindak Pidana Penyebaran Nama Baik Melalui Media Elektronik
Terdapat pada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
No.19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No.
11 Tahun 2008 yaitu: 42
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Ketentuan yang mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah Pasal
310 dan 311 yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Unsur-unsur obyektif
1) Mendistribusikan;
2) Mentransmisikan;
3) Membuat dapat diaksesnya;
Unsur Subyektif
1) berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan “dengan sengaja”.
Penafsran pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinan yang
terdapat di dalam KUHP. Di dalam UU ITE tidak terdapat pengartian tentang pencemaran
nama baik. Merujuk pada pasal 310 ayat (1) KUHP. Pencemaran nama baik diartikan sebagai
perhuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal dengan maksud agar diketahui oleh khalayak umum. Frasa “penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik” yang tidak ada penjelasannya dalam UU ITE , membuktikan bahwa
pasal 27 ayat 3 UU ITE merupakan (lex spesialis) dari penghinaan (bleediging) Bab XVI Buku
42Pasal 27ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No.19 Tahun 2016 perubahan atas
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008.
37
II KUHP. Seperti hal nya terdapat pada pasal 310 ayat (3) KUHP bahwa tidak dapat dipidana
apaabila dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Dua
keadaan inilah yang menyebabkan pelaku berhak mendistribusikan, menstramisikan informasi
elektronik meskipun isinya bersifat perihal penghinaan.43
1. Unsur kesengajaan dan tanpa hak
Menurut keterangan Menteri Komunikasi dan Informasi pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, unsur dengan sengaja diartikan “pelaku harus menghendaki perbuatan
mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan mengetahui bahwasanya informasi dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Sedangkan unsur tanpa hak
diartikan bertentangan dengan hak atau tanpa kewenangan atau tanpa hak.
2. Unsur mendistribusikan, menstransmisikan, membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau
Dokumen Elektronik.
Karakteristik Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik dapat
dikenali dengan mencermati beberapa hal, diantanya: 44
a. Perbuatan dilakukan dengan memanfatkan teknologi informasi;
b. Objek tindak pidananya berupa dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik;
c. Objek tindak pidana tersebut didistribusikan atau ditransmisikan, melalui jaringan dan dapat
atau telah diakses oleh orang lain;
d. Isi dokunen elektranik dan/atau informasi elektronik tersebut bertujuan untuk menyerang
kehormatan seseorang;
e. Perbuatan tersebut telah melanggar kepentigan hukum orang lain;
43 Adami Chazawi.Ardi Ferdian. Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik. Media Nusa Creative.
Malang. 2015. Hal:69-75 44http://e-journal.uajy.ac.id/4921/1/AtvenVemanda%20NPM%20090510007.JURNAL.pdf diakses pada tanggal.
22 Januari 2020.pkl. 14.30 wib.
38
Apabila pencemaran nama baik telah mencakupi ciri-ciri diatas maka dapat dikatakan
sebagai cybercrime. Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik tidak bisa
dilepaskan dari peran teknologi informasi sebagai sarana di dalam melaksanakan tindak pidana.
Pemanfaatan teknologi informasi memicu konsekuensi adanya perubahan objek tindak pidna
yang mula berupa nama baik atau kehormatan seseorang berubah menjadi dokumen elektronik
dan/atau informasi elektronik yang mempunyai muatan pencemaran. Perbedaan objek tindak
pidana tersebut, menimbulkan perubahan cara pengungkapan tindak pidana pencemaran nama
baik melalui media elektronik. Pengungkapan tindak pidana pencemaran nama baik melalui
media elektronek harus dilaksanakan dengan cara atau metode khusus yang mendasarkan
kepada teori telematika karena tindak pidana yang terjadi dilakukan dengan menggunakan
metode tertentu yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.45
I. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum
I. 1 Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindugan hukum merupaakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
menciptakan tujuan-tujuan hukum, yaitu: keadilaan, kemanfatan dan kepastian hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan pada subyek hukum sesuai
dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
represif (pemaksan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaknai dengan perlindugan hukum
yaitu perilaku untuk menjaga dan melindungi subyek hukum berdasarkan peraturan perundang’
undangan yang berlaku46.
45 Ibid. Hal. 24 46 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Buku Satu, Balai Pustaka Utama, Jakarta, 1989,hlm.874
39
a. Satjipto Raharjo
Definisi Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia
yang telah dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat
agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum47.
b. Muktie, A. Fadjar
Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, didalam hal ini hanya
perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum terkait pula dengan
adanya hak48.
c. Philipus M. Hadjon
Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang dapat melindungi
suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan
perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu hal yang dapat mengakibatkan tidak
terpenuhinya hak-hak tersebut49.
d. Soedikno Mertokusumo
perlindunggan hukum yaitu Suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum
berdsarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disertai dengan sanksi-
sanksi bila di antara salah satu pihak ada yang melakukan wanprestasi50.
I.2 Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut pendapat dari Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi
2 hal yaitu: 51
a) Perlindugan Hukum Preventif
47Andika, pengertian perlindungan hukum,dalam http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-
menurut-para-ahli/ diakses pada tanggal 21 Desember 2019. 48 Ibid. 49 Ibid. 50 Soedikno Mertokusumo, Mengenal hukum (Suatu Pengantar), Liberty,Yogyakarta,1991, 51Radhy Alfian Santara, 2017, Tinjauan umum perlindungan hukum bagi pengguna bus,
http://repository.unpas.ac.id/27342/4/Bab%202.pdf diakses Tanggal 28 Februari 2020,pukul. 04.38.
40
Merupakan bentuk perlindungan hukum yang mana rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemeritah mendapat bentuk
yang defintif.
b) Perlindungan Hukum Represif
Bentuk perlindungan hukum yang lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.
I. 3 Perlindungan Hukum Peer To Peer Lending
Perlindugan Hukum terkait Peer to Peer Landing Otoritas Jasa Keuangan Sendiri Sudah
Mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yaitu :
1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan. Prinsip dasar dalam perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
menurut POJK ini adalah “menerapkan prinsip-prinsip diantaranya:
1. Transpiransi;
2. perlakuan yang adil;
3. keandalan;
4. kerahasiaan dan keamanan data atau informasi Konsumen
5. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa untuk konsumen secara
Sederhna, cepat, dan pasti dengan biaya terjangkau.
2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/ POJK.01/2016 tentang-Layanan-Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi-Informasi.
Sebagai langkah awal OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/ POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK Peer to Peer Lending)
salah satu nya mengatur tentang jenis Fintech yang sedang berkembang di Indonesia saat ini
yaitu Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). OJK melihat adanya urgensi munculnya ketentan
yang mengatur perihal Fintech pinjam--meminjam, jika diperhatikan budaya pinjam
meminjam (utang) di kalangan masyarakat Indonesia yang masih kuat. Selain itu juga,
41
perusaaan Fintech dengan skema Peer-to-Peer Lending merupakan lingkup kewenangan dari
pihak Otoritas Jasa Keuangan. Sebab, perusahaan Fintech memberikan pelayanan pada jasa
keuangan. Namun, perusahaan tersebut belum memiliki landasan hukum kelembagaan dalam
menjalankan kegiaatan usahanya pada sektor keuangan.
Peraturan perundang-undangan pada point perlindungaan mencakup, Mitigsi Risiko,
Tata Kelola Sistem Teknologi Informasi Penyelenggaran Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi, Edukaasi dan Perlindungan Pengguna Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Prinsip dan Teknis Pengenalan Nasabah,
Larangan dalam Penyelenggaran Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi serta Laparan Berkala kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan.
3) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 18/ SEOJK.02/2017 Setelah berlakunya POJK
nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan ketentuan tentang pelaksanaan tata
kelola dan manajemen risiko Teknologi Informasi pada sistem pinjam meminjam uang berbasis
teknologi dalam SEOJK Nomor : 18/ SEOJK.02/2017 mulai berlaku pada tanggal yang telah
ditetapkan 18 April 2017.
4) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangaan No.014/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan
Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen.