case anak tifoid

38
PRESENTASI KASUS Demam Tifoid Pembimbing : Dr. Arifianto, Sp.A Disusun oleh : Farah Farhana Maren (1102010094) SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PASAR REBO JAKARTA

Upload: farah-farhana-maren

Post on 17-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ghi

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS Demam Tifoid

Pembimbing :Dr. Arifianto, Sp.A

Disusun oleh :Farah Farhana Maren(1102010094)

SMF ILMU KESEHATAN ANAKRSUD PASAR REBO JAKARTAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSISTATUS PASIENI. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama: An. M AUmur :4 thnBB/TB: 17 kg/87 cmJenis Kelamin : PerempuanAgama: IslamAlamat: Jln. Trikora 4 Rt.11/ Rw.07 , kelurahan : keramat jati.Masuk RS: 07 Februari 2015Tgl.Pemeriksaan: 08 Februari 2015No. RM: 2013-477586

B. Identitas Orang TuaAyahIbuNama:Tn. JNy. LAgama :ISLAMISLAMPekerjaan :wiraswasta ibu rumah tangga Hub. dengan orang tua : Anak kandung

II. ANAMNESIS Alloanamnesa dengan orang tua pasien A. Keluhan utama Demam sejak 8 hari smrsB. Keluhan tambahanMual , Muntah 2 kali , belum BAB 3 hari dan perut kembung, serta tak nafsu makan.C. Riwayat penyakit sekarang Os datang dengan keluhan demam yang dirasa makin lama maikn tinggi sejak 8 hari smrs. Demam tidak berkurang walaupun sudah diberi obat penurun panas seperti paracetamol. Keluhan ini juga disertai belum BAB sejak 3 hari smrs dan mual dan muntah sebanyak 2 kali dalam 1 hari selama 2 hari smrs.muntah Os berisi air dan makanan saja. Os juga tidak nafsu makan sejak 1 hari smrs. Os hanya makan 3-4 suap nasi tim . keluhan seperti sakit kepala (-) , keluhan kejang (-) , batuk(-), pilek (-), sesak nafas (-), gusi berdarah (-) dan mimisan (-). Gangguan Bak , seperti kencing berpasir, nyeri saat berkemih dan kencing berbusa disangkal .Os belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.D. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi -Difteri - Penyakit Jantung -

Cacingan - Diare -Penyakit Ginjal -

Demam berdarah -Kejang 2x , saat umur 1,5 th & 2,5 thPenyakit Darah -

Demam Typhoid- Kecelakaan - Radang Paru -

Otitis - Morbili - Tuberkulosis -

E. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

F. Riwayat kehamilan dan kelahiran Riwayat Antenatal:Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke bidan Puskesmas sesuai dengan jadwal pemeriksaan.Riwayat Natal:Spontan/tidak spontan: SpontanNilai APGAR: Ibu tidak tahuBerat badan lahir: 3500 grPanjang badan lahir: ibu tidak tahuLingkar kepala: Ibu tidak tahuPenolong: bidanTempat: puskesmasRiwayat Neonatal: Setelah lahir pasien langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif. G. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Gangguan perkembangan mental : Tidak ada Psikomotor Tengkurap: 6 bulan (Normal: 6-9 bulan) Duduk : 8 bulan (Normal: 6-9 bulan) Berdiri : 9 bulan (Normal: 9-12 bulan) Berjalan: 12 bulan (Normal: 12-18 bulan) Bicara: 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)1. Riwayat imunisasi dasarImunisasi dilakukan di Puskesmas1. Lahir: Hepatitis B (HB) 01. 1 Bulan: BCG, Polio 11. 2 Bulan: DPT/HB 1, Polio 21. 3 Bulan: DPT/HB 2, Polio 31. 4 Bulan: DPT/HB 3, Polio 41. 9 Bulan: Campak

1. Riwayat riwayat sosial ekonomi dan lingkunganPenghasilan orang tua mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sumber air di dalam rumah cukup memadai dan air bersih. Lingkungan rumah bersih, ada jarak antara rumah dengan rumah tetangga. Di lingkungan rumah tidak ada yang sakit seperti ini.1. Riwayat makan 0, 1,2 bulan: asi 3 7 bulan : asi, bubur sereal milna 8 bulan: asi , nasi lembek 1 tahun- 1,5 tahun : asi , nasi dan mulai belajar makan jajanan (ciki- pop ice)III.PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum: Sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda VitalTekanan Darah: 110/70 mmHg Nadi: 108 x/menitFrekuensi napas: 20 x/menitSuhu : 380CStatus GeneralisKepala : Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabutMata : Palpebra edema -/-, Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-Telinga: Bentuk normal, sekret (-)Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)Mulut: gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-)Bibir: Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)Lidah: Bercak- bercak putih pada lidah (+), tremor (-)Tenggorokan: Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (+)Leher:Trakea terletak ditengah, KGB tidak membesar, kel. tiroid tidak teraba membesarToraks Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihatPalpasi: Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra ICS 5Perkusi: Batas pinggang jantung linea parastrenalis sinistra ICS 3Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra ICS 4Batas jantung kiri linea mid clavicula sinistra ICS 5Auskultasi : Bunyi jantung 1& 2 normal reguler, murmur (-) gallop (-)

Paru Inspeksi: Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-) Palpasi: fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis dan dinamis Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen Inspeksi : Abdomen datarPalpasi: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, undulasi (-)Perkusi: Timpani di seluruh regio abdomenAuskultasi: Bising usus (+) normal

Genitalia : Edema pada daeran kemaluan (-)Extremitas : Akral hangat, edema pada ekstremitas atas dan bawah (-)Kulit: Pucat (-),cyanosis (-)

STATUS GIZIAntropometris:Berat Badan (BB):17kg (P50-75 CDC 2000)BB/TB: 17/16 x 100 % = 106,25 %BB/U: 17/15 x 100 % =113,33%TB/U: 95/97 x 100 % = 97,93%Simpulan status gizi : Gizi baikIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium07/02/15SatuanNilai normal

Hematologi

Hemoglobin 13,2gr/dl13,2-17,3

Hematokrit 40%40-52

Leukosit 8,4910^3/UL3,80-10,60

Eritrosit5,2Juta/UL4,4-5,9

Trombosit 299Ribu/UL150-440

Kimia klinik

Natrium (Na)140Mmol/L135-147

Kalium (K)4,2Mmol/L3,5-5,0

Clorida (Cl)105Mmol/L98-108

* uji widal : salmonela paratypi : 1/160V. RESUME Os datang dengan keluhan demam sudah 8 hari smrs, dengan demam yang makin lama makin tinggi. Demam disertai mual dan muntah 2 kali dalam sehari 2 hari smrs .muntah Os berisi air dan makanan saja. Os juga tidak nafsu makan sejak 1 hari smrs. Os hanya makan 3-4 suap nasi tim . os juga tidak Bab sudah 3 hari. Hasil pemeriksaan fisik : suhu tubuh : 380C, dengan adanya ditemukan gambaran lidah kotor pada pemeriksaan mulut.VI. DIAGNOSA KERJADemam TifoidDIAGNOSA BANDINGISKDemam Dengue1. PEMERIKSAAN ANJURANUrinalisaKultur feses1. PENATALAKSANAANMedikamentosaInj. Sanmol 170 mgRantin 2 x 1Inj. Ceftriaxone 1 x 1 grMycrolac supp 1 (extra)Non- medikamentosa Tirah baring Diet lunak ( Nasi tim )X. PROGNOSISAd vitam: bonamAd fungtionam: bonamAd sanationam : bonam

XI. FOLLOW UP07-02-201508-02-201509-02-2015

S : Demam (+), belum BAB 3 hr. Mual +, muntah 3 kali S : demam belum berkurang , BAB belum 4 hr, mual +, muntah -S: Demam berkurang, sudah Bab, mual -, muntah -

O:Ttv : s: 38,7STATUS GENERALIS: DBN*gambaran lidah kotor +

O: s: 38Generalis : dbnGambaran lidah kotor +O: s: 36,7, tadi malam masih 37,8Generalis : dbn

A:Demam tyfoid

A:Demam tyfoidA:Demam tyfoid

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi

Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi sistemik terutama mengenai sistem retikuloendotelial, jaringan limfoid intestinal, dan kantung empedu, yang disebabkan oleh kuman basil gram negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi.Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyo, 2008).Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum (Sudoyo, dkk. 2006).B. Etiologi dan predisposisi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. Bakteri Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :1. Antigen dinding sel (o) merupakan polisakarida dan bersifat spesifik grup 2. Antigen flagella (H) yg merupakan kompnen protein berada dlm flagella,bersifat spesifik spesies.3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida,berada di kapsul.Berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektifitas vaksin. Endotoksin merupakan bagian terluar dinding sel terdiri dari :a. antigen O yg sdh dilepaskan b. lipopolisakaridac. lipid A. Ke tiga antigen tadi di tubuh akan membentuk antibodi aglutinin.4. Outer Membran Protein :a. Antigen ini merupakan bagian dari dinding sel terluar b. Fungsinya sebagai barier fisik yg mengendalikan masuknya zat dan cairan ke dlm membran sitoplasma c. Sebagai reseptor untuk bakteriofag & bakteriosid

C. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S. Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang simtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melaui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

D. Penegakan Diagnosis1. AnamnesisGejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Mas tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,sedangkan yang terlamasampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :a. DemamPada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada kahir minggu ketiga b. Gangguan saluran pencernaanPada mulut terdapat nafas berbau tak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal, bahkan dapat terjadi diare. c. Gangguan kesadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma dan gelisah.

2. Pemeriksaan FisikPada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 540 hari dengan rata-rata antara 1040 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik penjamu, serta lama sakit di rumahnya. Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama. Setelah itu demam akan bertahan tinggi. Pada minggu ke-4, demam turun perlahan secara lisis. Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.Pada minggu pertama, gejala klinisnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.Dalam minggu ke-2, gejala telah lebih jelas, yaitu berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis.

3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu (Prasetyo., Ismoedijanto, 2010) : a. Pemeriksaan darah tepiPada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai perkiraan yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.b. Identifikasi kuman mekakui isolasi / biakanDiagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi(1) jumlah darah yang diambil(2) perbandingan volume darah dari media empedu(3) waktu pengambilan darah. Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan. 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1mL.Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.4,9 Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.6 Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang. Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderitac. Identifikasi kuman melalui uji serologis Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.. Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit) Berikut adalah macam-macam uji serologis yang dapat membantu menegakan diagnosis demam tifoid :1) Uji WidalUji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedurpenapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan. Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%.14 Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi).3 Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Antigen OAntigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C selama 25 jam, alkohol dan asam yang ence1.a. Antigen HAntigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau asam.b. Antigen ViAntigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosisn dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak biladipanaskan selama 1 jam pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.c. OuterMembrane Protein (OMP)Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa.2) Tes TUBEXTes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.4 Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.3) Metode Enzim Immuniassay (EIA) DOTUji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik. Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien. 4) Metode Enzime-Linked Immunirbent Assay (ELISA)Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%.18 Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel. urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi antigen. Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.5) DIPSTIKUji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%.20 Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.21 Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid.22 Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

d. Identifikasi kuman secara molekulerMetode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah. Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%). Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak 10 dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian

4. Gold Standart DiagnosisDiagnosis pasti demam tifoid ditegakkan dengan ditemukannya kuman Salmonella typhi dari biakan darah, urin, tinja, sumsum tulang atau dari aspirat duodenum. Tetapi pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga secara klinik tidak menjadi patokan untuk memberikan terapi. Dengan demikian secara praktis diagnosis klinis demam tifoid telah dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan darah tepi, dan pemeriksaan serologis. Macam-macam spesimen yang digunakan untuk kultur :a. Kultur & Identifikasi S.typhi dalam darah 1) Baku emas (mahal, waktu lama)2) Waktu pengambilan: mg I demam 3) Prosedur pem isolasi kuman, identifikasi dgn biokimia, tes serologik 4) (-) palsu : waktu tdk tepat, pemakaian antimikroba, spesimen sedikit b. Kultur Kultur & Identifikasi S.typhi dalam tinja 1) Waktu pengambilan: mg II & III demam 2) Spesimen : tinja segar, tdk tercampur urin, wadah steril, px < 2 jam3) Prosedur pem isolasi kuman, identifikasi dgn biokimia, tes serologik 4) Hasil (+) mendukung dx jika gejala klinis (+) c. Kultur & Identifikasi S.typhi dalam urin 1) Waktu pengambilan: mg II & III demam 2) Spesimen : urin porsi tengah, pagi, wadah steril 3) Prosedur pem isolasi kuman, identifikasi dgn biokimia, tes serologik

E. Panatalaksanaan1. MedikamentosaIndikasi rawat Klinis ringan dapat dirawat jalan dengan control poli teratur. Jika klinis disertai hiperpireksia, muntah-muntah, intake tidak adekuat, dehidrasi, keadaan umum lemah, maka harus di rawat inapkan.PerawatanPenderita harus tirah baring 5-7 hari bebas panas, kemudian secara bertahap mulai mobilisasi. DietPemberian diet tahap awal pada penderita demam tifoid harus mengutamakan lunak, mudah dicerna, tidak merangsang, bebas serat, dan tidak menimbulkan gas. Pemberian makan dalam porsi kecil tetapi sering. Biasanya disajikan dalam bentuk bubur saring. MedikamentosaObat terpilih untuk penderita demam tifoid adalah kloramphenikol dengan dosis 50-100 mg/kgBb/ hari maksimal 2 gr/hari. Obat diberikan sampai 7 hari bebas panas, minimal diberikan selama 10 hari. Bila dalam 10 hari pemberian kloramphenikol panas tidak turun maka obat diganti ampicilin 200mg/kgBb/hari diberkan secara Iv selama 10-14 hari. Demikian juga bila ditemukan Hb