case fraktur
DESCRIPTION
tibia fibulaTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
FRAKTUR TERBUKA 1/3 DISTAL TIBIA FIBULA DEKSTRA
Disusun oleh:
Shabrina Herdiana Putri
030.08.222
Pembimbing:
dr.Moch.Nagieb, Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSUD KOJA JAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2013
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.M
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Sunter
Pekerjaan : Pensiunan
MRS : 2 Maret 2013
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis ( Tanggal 4 Maret 2013)
Keluhan Utama:
Luka terbuka pada tungkai kanan setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas.
Keluhan tambahan:
Nyeri pada tungkai kanan bawah.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 4 jam SMRS pasien tertabrak motor yang sedang melaju kencang dari
samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Kemudian pasien jatuh ke
kanan dengan posisi lengan dan tungkai kanan jatuh ke aspal. Saat kejadian
pasien memakai helm dan kepala tidak terbentur. Pasien sadar penuh saat dan
setelah terjadinya kecelakaan. Mual, muntah, dan pusing tidak ada. Pasien
mendengar bunyi “krek” pada kakinya saat tertabrak. Terdapat dua luka
terbuka dan perdarahan pada tungkai kanan bawahnya yang disertai nyeri
hebat di tungkai kanan bawahnya. Kemudian pasien ditolong oleh orang-orang
2
di sekitar tempat kejadian dengan cara digotong oleh 3 orang dan dibawa ke
rumah sakit terdekat dengan angkutan umum.
± 3 jam SMRS pasien sampai ke RS Ariya Medika dan telah diberi
tindakan resusitasi cairan, ATS, antibiotik (sopirom), analgetik (ketopain), dan
imobilisasi dengan spalk. Kemudian pasien meminta pindah ke RSUD Koja
dengan alasan lebih dekat dari rumah.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat Hipertensi (+), riwayat DM dan penyakit lainnya disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
Pernafasan : 22x/menit
Nadi : 84x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Suhu : 37ºC
Status generalis :
Kepala : Normocephali, deformitas (-), luka (-), nyeri tekan (-), hematom (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher : Tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax : Jejas (-), luka (-), nyeri tekan (-)
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan simetris antara kanan dan kiri
3
Palpasi : vocal fremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea
midklavikularis kiri
Perkusi : Batas kanan: sela iga V linea parasternalis kanan. Batas
kiri : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikularis kiri. Batas atas :
sela iga II linea parasternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-),luka (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak
teraba membesar, ballottement ginjal (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-
Bawah : lihat status lokalis
Status lokalis : Regio cruris dextra
Look
- Tampak deformitas, tampak tulang menonjol keluar di sisi kanan dan kiri
distal tungkai bawah
4
- Tampak luka terbuka di sisi kanan dan kiri distal tungkai bawah bagian
distal ± 1cm
- Tampak oedem di tungkai bawah kanan disertai hemotom di sekitar luka
- Tungkai atas tidak ada jejas, jari-jari jumlah lengkap, tidak ada luka di
pedis kanan.
Feel
- Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), CRT <2”, pulsasi a.dorsalis pedis ++
Move
- Aktif : terbatas karena nyeri.
- Pasif: ROM tidak dilakukan
- Kekuatan motorik :
o Tungkai atas : tvd
o Tungkai bawah : tvd
o Ankle joint : tvd
o Jari-jari : 5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 6 Maret 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 9,8 g/dl 13,7 – 17,5
Leukosit 7700 /uL 4100 - 10900
Hematokrit 28 % 41 – 53
Trombosit 195000/uL 140000 – 440000
5
Hemostasis
Masa Pembekuan 10 menit 5-15
Masa Pendarahan 3 menit 1-6
Fungsi Hati
SGOT 20 U/L 10 – 35
SGPT 29 U/L 9 – 43
Fungsi Ginjal
Ureum 35 mg/dl 20 – 40
Creatinin 0,9 mg/dl 0,7 – 1,5
Fungsi Jantung
Troponin I 0,005 mg/ml < 0,02 mg/ml
2. Pemeriksaan radiologi
Rontgen cruris dextra AP lateral
Kesan: fraktur oblique os tibia fibula 1/3 distal (dextra)
6
V. RESUME
Pasien diantar ke IGD RSUD Koja dengan luka terbuka dan nyeri pada
tungkai kanan bawah setelah tertabrak motor yang sedang melaju kencang dari
samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Pasien jatuh ke kanan dengan
posisi lengan dan tungkai kanan jatuh ke aspal. Pasien mendengar bunyi “krek”
pada kakinya saat tertabrak.
Pada pemeriksaan fisik tampak luka terbuka di sisi kanan dan kiri distal
tungkai kanan bawah ± 1cm dan tampak deformitas yaitu tulang menonjol di sisi
kanan dan kiri distal tungkai bawah, dan tampak tungkai bawah kanan oedem
disertai hematom di sekitar luka terbuka. Tungkai bawah kanan teraba hangat,
nyeri tekan, CRT<2 detik, pulsasi a.dorsalis pedis ++. Tungkai bawah kanan tidak
dapat digerakkan karena nyeri, tungkai atas kanan dan jari-jari masih dapat
digerakkan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 9,8 g/dl.
Pada pemeriksaan rontgen cruris dextra terdapat gambaran fraktur oblique os tibia
fibula 1/3 distal.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur terbuka 1/3 distal tibia fibula dekstra grade I.
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm/ 24 ja,
- Hypobac 2 x 200mg
- Cefipime 2 x 1 gr
- Ketorolac 2 x 30 mg
Operatif:
- Debridement
- Open Reduction Internal Fixation dengan plate dan screw
7
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauna
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.
2.2 Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dibagi menjadi:
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar.
- Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
- Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak.
2. Menurut etiologis
- Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
- Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi
atau osteoporosis.
- Fraktur stres
Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus
pada suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau
9
metatarsal pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau
baris-berbaris.
3. Menurut komplit tidaknya garis fraktur
- Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
- Fraktur tidak komplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang, seperti:
Hairline fracture
Greenstick fracture
Buckle fracture
4. Menurut garis fraktur
- Transversal
- Oblik
- Spiral
- Kominutif
- Kupu-kupu
- Segmental
- Depresi
5. Menurut bergeser atau tidak bergesernya fragmen-fragmen fraktur
- Fraktur undisplaced:
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
- Fraktur displaced:
Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
2.3 Fraktur tibia dan fibula
1. Frekuensi
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur
tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan
10
11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di
ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan
yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen
frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga
ditemukan fraktur terbuka.
2. Mekanisme Injuri
Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada kecelakaan
mobil dan sepeda motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang hebat yang
menyebabkan garis fraktur transversal atau oblik, kadang-kadang dengan fragmen
komunitif. Tenaga rotasi dapat juga terjadi pada olahragawan seperti pemain bola.
3. Gambaran klinis
Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena
kompartment otot merupakan sistem yang tertutup, sehingga pembengkakan
sering menekan pembuluh darah dan dapat terjadi sindrom kompartment dengan
gangguan vaskularisasi kaki.
4. Mortalitas dan Morbiditas
Ancaman kehilangan anggota gerak bawah dapat terjadi sebagai akibat
dari trauma jaringan lunak berat, gangguan neurovaskular, cedera arteri popliteal,
sindrom kompartemen, atau infeksi seperti gangren atau osteomyelitis. Cedera
arteri popliteal adalah cedera serius yang mengancam ekstremitas bawah dan
biasanya sering terabaikan.
Nervus perineus communis menyilang di samping collum dari fibula.
Saraf ini rentan terhadap cedera dari patah collum fibula, tekanan splint, atau
selama perbaikan bedah. Hal ini dapat mengakibatkan drop foot dan kelainan
sensibilitas.
Delayed union, nonunion, dan arthritis dapat terjadi. Di antara tulang
panjang, tibia adalah yang paling umum dari fraktur nonunion.
11
5. Diagnosis
- Anamnesis
Mekanisme trauma dan kejadian yang menyertainya meliputi waktu
terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan. Riwayat trauma atau patah tulang
sebelumnya, riwayat penyakit tulang, osteoporosis atau penyakit penyebab
osteoporosis sebelumnya. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak
dan krepitasi.
- Pemeriksaan Fisik
Lokalis:
Ditemukan tanda-tanda klinis patah tulang
Inspeksi:
Ekspresi wajah karena kesakitan
Deformitas yang berupa pembengkokan, terputar, pemendekan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
Gerak-gerak yang abnormal
Keadaan vaskularisasi
Palpasi:
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
tidak dilakukan karena dapat menambah trauma
Temperatur
Nyeri tekan dan nyeri sumbu
Palpasi arteri di sebelah distal fraktur
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
Sensibilitas
Pergerakan:
Fungsiolaesa. Seberapa jauh gangguan fungsi, gerak yang tidak mampu
dilakukan, ruang lingkup gerak sendi (ROM).
2. Pemeriksaan penunjang
12
Dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto Roentgen.
6. Penatalaksanaan
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia.
Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan
dikoreksi. Pemendekan kurang 2cm tidak akan jadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian
pemendekan sebaiknya dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang
stabil, cukup diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan
lutut posisi fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah
fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips menjadi kering betul yang
biasanya membutuhkan waktu 2 hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani.
Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam
gips biasanya dapat dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada
fraktur yang tidak dislokasi diinstruksikan untuk menopang berat badan dan
berjalan. Makin cepat fraktur dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips
tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang
tidak stabil karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh
karena itu diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna
atau eksterna. Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan
traksi kalkaneus terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips
sepanjang tungkai dan jari hingga paha. Metode terapi alternatif lain pada fraktur
shaft tibia tertutup adalah dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.
Fraktur biasanya merupakan akibat dari suatu trauma. Oleh karena itu
penting untuk memeriksa jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan
sirkulasi (circulation). Bila tidak didapatkan permasalahan lagi baru lakukan
anamnesis dan pemariksaan fisik yang lengkap.
Penatalaksanaan fraktur:
13
1. Terapi konservatif:
a. Proteksi saja, missal mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misal pemasangan gibs pada fraktur
incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs, misalnya pada fraktur
suprakondiler, fraktur Smith, fraktur Colles. Reposisi dapat
menggunakan anestesi lokal atau umum.
2. Terapi operatif:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti fiksasi eksterna.
Pada fraktur tertutup diusahakan untuk melakukan reposisi tertutup.
Sedang untuk fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi.
7. Komplikasi
Shock hipovolemik
Infeksi
Embolisasi
Deformitas permanen
8. Fraktur Terbuka
Klasifikasi menurut Gustilo, Merkow, dan Templeman (1990):
I. Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan
dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek, atau
sedikit kominutif.
14
Gustilo type I open fracture
II. Laserasi kulit melebihi 1 cm panjangnya tetapi tidak ada kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari
jaringan dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.
Gustilo type II open fracture
III. Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit,
dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi
dalam tiga subtipe:
Tipe III a, jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat
segmental atau kominutif yang hebat.
15
Tipe III b, fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang
terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.
Tipe III c, fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memeperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.
Penanggulangan Fraktur Terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan
setelah operasi
4. Segera dilakukan debridemen dan irigasi yang baik
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada
kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang
lepas.
16
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
Reduksi terbuka
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh
ahli bedah yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi
harus dilakukan secepatnya (dalam satu minggu). Alat-alat yang
digunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw,
screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin
Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett,
dan protesis.
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
menggunakan bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek
tulang atau pada fraktur nonunion. Operasi dilakukan dengan cara
membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan
penglihatan langsung.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, dan
mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi
Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,
olekranon, patela
Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius
dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak
stabil.
Bila terdapat intraposisi jaringan di antara kedua fragmen.
Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.
Bila terdapat fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan
reduksi tertutup, misalnya fraktur monteggia dan fraktur bennet.
Fraktur terbuka
17
Bila terdapat kontraindikasi pada mobilisasi eksterna sedangkan
diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orangtua.
Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskular misalnya fraktur leher femur pada orangtua
Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada
anak-anak
Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah
Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur
vertebra tulang belakang yang disertai paraplegia.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan menggunakan
kanselosa screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain. Indikasi:
Fraktur terbuka grade II dan grade III
Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
Fraktur dengan infeksi
Fraktur yang miskin jaringan ikat
Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes
melitus.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobatai dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini
tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk
mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit
dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu
18
diperhatikan adalah penutupan kulit tidak dipaksakan sehingga kulit
menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah
tindakan operasi.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan
pemberian toksoid tapi bagi yang belum dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Patah Tulang dan Dislokasi.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta, 1997 : 1138.
2. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang
Lamumpatue : Ujung pandang,1998 :327.
3. Mark E Baratz, MD. Tibia and Fibula Fracture. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.
4. Lung-fung, TSE. Management of Open Fractures. Available at
http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf. Accessed on
March, 18th 2013.
5. Koval Kenneth J., Zuckerman Joseph D. Handbook of Fractures. 3 rd Edition.
Lippincott William & Wilkins Press. 2006.
20