chapter ii.skinner
DESCRIPTION
n n ,m .TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon
sehingga teori Skinner ini disebut S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons).
Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap
stimulus bersangkutan.
b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
observeable behaviour.
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak
Universitas Sumatera Utara
-
perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam
tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang
bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan
perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala
budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan
terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada
dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan
seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat
dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu
:
1. Tahu (Know)
Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan,
mengatakan.
2. Pemahaman (Comprehension)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi),
menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang
dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode,
prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan
rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-
kasus yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
-
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan,
meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 1993).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat,
tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport (1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
Universitas Sumatera Utara
-
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Universitas Sumatera Utara
-
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil
atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi
Universitas Sumatera Utara
-
sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang
tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula
mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah
sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).
2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang
memungkinkan (Notoatmodjo, 1993).
Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Universitas Sumatera Utara
-
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.2. Determinan Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua,
yakni :
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat
given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003).
Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan.
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap,
dan lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi.
Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia katakan dan
lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok
referensi seperti guru, kepala suku, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Sumber-sumber daya.
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif.
4. kebudayaan
Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut
kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan
dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap
perilaku.
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri
individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar
dirinya atau disebut dengan factor eksternal yaitu faktor lingkungan.
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia
hidup dan beraktivitas.
2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah
perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program
Universitas Sumatera Utara
-
baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami
perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
2.3. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model) Health Belief Model (HBM) menurut Rosenstock pertama kali dikembangkan
pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli psikologi sosial dalam usaha untuk
menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program
pencegahan penyakit atau dalam deteksi dini suatu penyakit. Hochbaum (1958) dan
Rosenstock (1960, 1966, 1974) dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan
dalam perilaku kesehatan menggunakan pendekatan Model Keyakinan Kesehatan
(Health Belief Model). Dalam perkembangan, model ini digunakan antara lain untuk
menganalisis faktor-faktor yang menjadi prediktor dan respons seseorang terhadap
gejala penyakit. Pada tahun 1974, Becker memperluas model tersebut dalam usaha
untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan,
khususnya kepatuhan (compliance) dengan regimen pengobatan. HBM juga
merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan
penyakit (preventive health behaviour).
Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor pendorong dan faktor
penghambat dari masyarakat untuk dating memeriksakan diri pada program skrining
TBC yang disediakan secara cuma-cuma di daerah tersebut dengan menggunakan
mobile X-ray unit. Diteliti 1200 orang dewasa dan dinilai kesediaan mereka untuk
menjalani pemeriksaan X-ray, yang mencakup keyakinan mereka bahwa mereka
Universitas Sumatera Utara
-
rentan terhadap penyakit TBC, serta keyakinan mereka bahwa ada manfaat menjalani
deteksi dini.
Dalam studi ini, Hochbaum mendapatkan korelasi dengan derajat kemaknaan
yang tinggi antara tindakan menjalani skrining dengan hal-hal berikut :
Persepsi mereka tentang kerentanan terhadap penyakit.
Persepsi mereka tentang manfaat yang akan diperoleh bila menjalani suatu
tindakan tertentu.
Dari dua faktor tersebut di atas, ternyata bahwa persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit merupakan variabel yang lebih kuat dibandingkan dengan persepsi
tentang manfaat yang diperoleh. Hochbaum juga berpendapat bahwa kesediaan untuk
melakukan deteksi dini penyakit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, khususnya
oleh cues to action seperti kegiatan yang secara fisik terlihat, atau publikasi melalui
media masa.
2.3.1. Komponen Model Keyakinan Kesehatan
Komponen utama HBM terdiri dari :
a. Merasa adanya kerentanan (perceived susceptibility) yaitu seseorang akan
bertindak untuk mencegah dan mengobati penyakitnya, apabila ia telah
merasakan bahwa ia maupun keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.
b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) adalah tindakan individu
untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh
keseriusan penyakit tersebut terhadap individu maupun masyarakat. Penyakit
Universitas Sumatera Utara
-
polio misalnya akan dirasakan lebih serius jika dibandingkan dengan flu. Oleh
karena itu, tindakan untuk pencegahan polio akan lebih serius dilakukan jika
dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap flu.
c. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits), apabila seseorang merasakan
dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat/serius, ia akan
melakukan suatu tindakan tertentu.
d. Adanya rintangan (perceived barriers) ialah hambatan-hambatan yang
mungkin dijumpai dalam melakukan tindakan tertentu.
e. Isyarat/Pendorong untuk bertindak (cues to action) yaitu untuk mendapat
tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan
keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat/stimulus dari luar untuk
memicu perilaku yang diharapkan. Faktor-faktor luar tersebut misalnya pesan-
pesan dari media massa, nasihat, atau anjuran dari anggota keluarga maupun
dari orang lain.
Secara jelas Model Keyakinan Kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :
2.4. Narkoba atau Napza
2.4.1. Definisi Narkoba
Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat
berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba,
bahan-bahan serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA (Narkotika,
Universitas Sumatera Utara
-
Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).
Narkoba adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat.
Bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan
penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal). Napza
adalah istilah kedokteran untuk kelompok zat yang jika masuk ke dalam tubuh
menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh pada kerja otak
(psikoaktif). Termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur
undangundang dan peraturan hukum lain maupun yang tidak tetapi sering
disalahgunakan, seperti alkohol, heroin, ganja, kokain dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, zat
yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit
Asa Mandiri, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Redaksi Penerbit
Asa Mandiri, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat adiktif lainnya adalah bahan
lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan
cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman
yang mengandung etanol (Darmono, 2006).
2.4.2. Jenis dan Penggolongan Narkoba Menurut Undang-Undang
Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa zat yang termasuk
dalam golongannya :
1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem saraf pusat
(otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran
dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan
(ketagihan). Zat yang termasuk golongan ini antara lain : morfin, putaw
(heroin), ganja, kokain, opium, codein, metadon. Metadon adalah opioida
sintetik yang mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada
morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon dipakai untuk methadone
maintenance program, yaitu untuk mengobati ketergantungan terhadap
morfin atau heroin dan opiat lainnya.
2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol (dibagi
dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol
dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan).
Universitas Sumatera Utara
-
Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran
fisik pemakai serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat
mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi,
dorongan seksual, dan nafsu makan.
Menurut keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol
dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan alkoholnya yaitu
:
Golongan A yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 1% sampai dengan 5%. Contoh minuman keras
ini adalah bir, green sand, dan lain-lain.
Golongan B yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%. Contohnya adalah
anggur Malaga, dan lain-lain.
Golongan C yaitu minuman keras yang mengandung kadar alkohol
antara 20% sampai dengan 50%. Yang termasuk jenis ini adalah
brandy, vodka, wine, rhum, champagne, whiski, dan lain-lain
(Joewana, 2005).
Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya bila kadar
alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan hamper semua akan mengalami
gangguan koordinasi bila kadar alkohol dalam darah 0,10%.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada
sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan khas pada
aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau
bahan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini menurut Karsono
(2004) antara lain : psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine),
inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat, solvent, butyl nitrites
(pengharum ruangan). Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon,
diazepam, bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil KB,
dan obat antidepresi.
4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika,
bekerja pada system saraf pusat dan dapat menimbulkan
ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain : nikotin, LSD (Lysergic acid diethylamide), psilosin, psilosibin,
meskalin, dan lain-lain.
2.4.3. Pengguna Napza Suntik (Penasun)
Istilah penasun berasal dari pengguna Napza suntik yang umumnya disebut
IDU (Injecting Drug User) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang
(narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah.
Penyuntikan narkoba telah menjadi hal yang umum sejak akhir abad 20, dan
melibatkan sekitar 5-10 juta orang di 125 negara. Di seluruh dunia, Napza yang
umum dipakai melalui suntikan adalah heroin, amfetamin, dan kokain walaupun
Universitas Sumatera Utara
-
banyak Napza yang lain yang juga disuntikkan, khususnya termasuk obat penenang
dan obat farmasi lainnya (Lubis, 2009).
2.4.4. Napza Suntik
Secara umum Napza suntik adalah penyalahgunaan narkotika yang cara
mengkonsumsinya adalah dengan memasukkan obat-obatan berbahaya ke dalam
tubuh melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang dipakai adalah termasuk dalam
jenis narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin. Pada kadar yang lebih
rendah dikenal dengan sebutan putaw dan ini adalah jenis yang paling banyak
dikonsumsi oleh para pengguna Napza suntik (Lubis, 2009).
2.4.5. Cara Penyalahgunaan Narkoba
Cara penyalahgunaan narkoba biasanya disesuaikan dengan bentuk dan jenis
dari narkoba itu sendiri, sebagaimana diketahui bahwa narkoba terdiri dari berbagai
jenis dan bentuk, ada yang berbentuk tablet, serbuk, cair. Putaw dan heroin
merupakan jenis narkoba yang berbentuk serbuk berwarna putih. Bahan berbahaya
sejenis ini dikonsumsi dengan berbagai cara dan alat, berikut merupakan cara
penyalahgunaan dari heroin dan putaw :
a. Serbuk heroin atau putaw dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan
tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot
menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke
dalam urat nadi tangan.
b. Serbuk putaw atau heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil,
kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi
serbuk putaw tersebut dibakar. Setelah berasap, asap tersebut dihirup
Universitas Sumatera Utara
-
dengan menggunakan bong atau sejenis pipa yang terbuat dari plastik atau
kaca yang dirancang khusus untuk menggunakan putaw. Jika tidak tersedia
pipa kaca, sebagian konsumen memakai uang kertas yang masih kuat dan
keras. Ada juga yang memakai langsung menyedot serbuk tersebut melalui
mulut atau hidung (Utami, Sanjaya, dan Nazlatunihayah, 2006).
2.4.6. Efek yang Timbul Akibat Penggunaan Heroin
Menurut National Institute Drug Abuse (NIDA), (Japardi, 2002), efek heroin
dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term), yaitu :
2.4.7. Penyalahguna Narkotika
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika (pasal 1 ayat 14), yang dimaksud dengan Penyalahguna Narkotika adalah
orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter
(Joewana, 2005).
Seorang penyalahguna narkotika mempunyai masalah-masalah langsung yang
berhubungan dengan obat-obatan dan alkohol dalam hidup mereka. Masalah-masalah
tersebut dapat muncul secara fisik, mental, emosional, dan/atau bahkan spiritual.
1. Gelisah 2. Depresi pernafasan 3. Fungsi mental berkabut 4. Mual dan muntah 5. Menekan nyeri 6. Abortus spontan
1. Adiksi 2. HIV, Hepatitis 3. Kolaps vena 4. Infeksi bakteri 5. Penyakit paru
(pneumonia, TBC)
Efek Jangka Panjang Efek Segera
Universitas Sumatera Utara
-
Ada beberapa ciri yang mudah dilihat pada seseorang yang sudah terlibat
dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras menurut Karsono (2004), antara
lain :
1. Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan sekolah,
keluarga, dan teman-teman. Misalnya bertindak kasar, tidak sopan, mudah
curiga dan penuh rahasia terhadap orang lain.
2. Suka marah yang tidak terkendali.
3. Pembangkangan terhadap disiplin yang tiba-tiba, baik di rumah maupun di
sekolah.
4. Mencuri uang di rumah, sekolah, atau took untuk membeli narkoba atau
minuman keras.
5. Mencuri barang berharga yang berada di dalam rumah untuk dijual guna
pembelian narkoba dan minuman keras.
6. Selalu menggunakan kacamata gelap pada saat tidak tepat untuk
menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.
7. Suka mengasingkan diri atau bersembunyi di kamar mandi atau di tempat-
tempat yang janggal, seperti di gudang dan di bawah tangga dalam waktu
lama serta berulang kali.
8. Penurunan tingkat kehadiran di kelas dan prestasi belajar di sekolah secara
drastis (sering membolos).
9. Lebih banyak menyendiri, sering bengong, dan berhalusinasi.
10. Sering menipu karena kehabisan uang jajan.
Universitas Sumatera Utara
-
11. Berat badan turun drastis, karena nafsu makan yang tidak menentu.
12. Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan senang mengenakan
kemeja lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan di lengan.
13. Sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal keluarga atau
teman-temannya.
2.4.8 Dukungan orang tua dan keluarga
Keberadaan orang tua merupakan pendidik utama bagi putra-putrinya
sekaligus menjadi figur untuk menjadi panutan, teladan, dan yang dihormati. Sebagai
orang tua tentunya akan mengharapkan anaknya berlaku dan bertindak dalam
kehidupan sehari-harinya, terutama di lingkungan teman-teman hadir sebagai sosok
seorang anak yang selalu bertindak dan berpikir positif untuk selalu menghindari
perbuatan negatif, termasuk menjauhi penggunaan obat-obat terlarang dan minuman
keras (Karsono, 2004).
Keluarga mempunyai peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang.
Keluarga adalah unit social paling kecil dalam masyarakat yang perannya sangat
besar, terlebih pada tahap awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi
perkembangan kepribadian selanjutnya. Adakalanya orang tua bersikap sebagai
patokan, sebagai contoh atau model dasar agar ditiru dan kemudian akan meresap
dalam dirinya menjadi bagian dari kebiasaannya bersikap dan bertingkah laku atau
bagian dari kepribadiannya. Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi
pula hubungan antar saudara menjadi faktor yang penting terhadap perilaku. Agar
terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif dari orang tua
Universitas Sumatera Utara
-
untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antar semua pihak
dalam keluarga (Gunarsa, 1991).
2.4.9. Dukungan Teman Sebaya
Lingkungan pergaulan untuk anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena
di lingkungan pergaulan seseorang bisa terpengaruh cirri kepribadiannya. Karena
lingkungan pergaulan yang sewajarnya menjadi perhatian, agar bias menjadi
lingkungan yang baik dan bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis
pada anak dan remaja (Gunarsa, 1991). Dalam rangka melepaskan keterikatan dengan
orang tua, remaja membutuhkan teman untuk bersosialisasi. Agar dapat diterima
dalam suatu kelompok yang akan dimasukinya, remaja harus mengikuti kebiasaan
kelompok tersebut. Bila dalam kelompok tersebut penggunaan narkoba merupakan
suatu kebiasaan, ia juga akan ikut menggunakan narkoba untuk mempermudah
interaksi sosialnya (vehicle of social interaction) (Joewana, 2005).
2.4.10. Dukungan Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, tempat
bermain, dan sebagainya. Faktor lingkungan rumah yang kondusif terhadap perilaku
akibat penggunaan narkoba antara lain komunikasi orang tua dan anak yang kurang
efektif, orang tua yang terlalu sibuk, hubungan ayah dan ibu tidak harmonis, atau
adanya anggota keluarga lain yang sudah terlebih dahulu menggunakan narkoba.
Lingkungan sekolah yang kondusif terhadap perilaku akibat penggunaan narkoba
antara lain sekolah yang kurang disiplin, banyak jam pelajaran kosong, tidak ada
Universitas Sumatera Utara
-
fasilitas untuk menyalurkan hobi dan kreativitas siswa (Joewana, 2005). Lingkungan
sosial yang tidak menentu akibat perubahan sosial yang cepat juga merupakan faktor
yang kondusif terhadap perilaku akibat penggunaan narkoba. Lingkungan sosial
dengan berbagai ciri khususnya memegang peran penting dalam munculnya corak
dan gambaran kepribadian. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari
kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Dalam kondisi seperti ini, sangat
mudah timbulnya sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat, seperti
individualis, kompetitif, dan materialistis (Gunarsa, 1991).
2.5. Program Harm Reduction
Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak
digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui
perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
Harm reduction bila diartikan secara kata perkata yaitu, harm = kerugian, kejahatan,
kerusakan, kesalahan sedangkan reduction = penurunan, pengurangan. Sehingga
Harm Reduction berarti pengurangan/penurunan kerugian/kerusakan.
Harm Reduction adalah pendekatan kesehatan secara umum untuk mengatasi
akibat buruk penggunaan Napza suntik. Tingginya angka penularan HIV dan penyakit
lain yang ditularkan melalui darah pada kalangan penasun meningkatkan pentingnya
kebutuhan untuk melakukan upaya khusus dalam pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS.
Harm Reduction mempunyai beberapa kegiatan yaitu :
1. Program penjangkauan dan pendampingan
Universitas Sumatera Utara
-
2. Program komunikasi, informasi, dan edukasi
3. Program penilaian pengurangan resiko
4. Program konseling dan tes HIV secara sukarela
5. Program penyucihamaan
6. Program penggunaan jarum suntik steril
7. Program pemusnahan peralatan suntik bekas pakai
8. Program layanan terapi ketergantungan Napza
9. Program terapi substitusi
10. Program perawatan dan pengobatan HIV
11. Program pendidikan sebaya
12. Program layanan kesehatan dasar (Lubis, 2009).
2.6. Program Terapi Rumatan Metadon
2.6.1. Terapi Metadon
Terapi substitusi yang menggantikan narkotika jenis heroin yang
menggunakan jarum suntik, menjadi metadon yang berbentuk cair yang
pemakaiannya dilakukan dengan cara diminum (BNN, 2006).
2.6.2. Tujuan Terapi Metadon
Menurut buku saku metadon, penggunaan metadon bertujuan untuk
mengurangi penggunaan narkoba yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran
HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi
psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi tindak kriminal
Universitas Sumatera Utara
-
karena tingkat kecanduan yang dapat menyebabkan seorang pengguna menghalalkan
berbagai macam cara untuk mendapatkan narkoba misalnya dengan mencuri atau
merampok dapat ditekan, selain itu metadon juga bertujuan untuk mengurangi
dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba itu sendiri (Preston, 2006).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 567 Tahun 2006 mengenai
Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif (NAPZA) menyatakan bahwa tujuan dari Terapi Rumatan Metadon adalah :
1. Menghentikan penggunaan Napza
2. Meningkatkan kesehatan pengguna Napza dengan menyediakan dan
memberikan terapi ketergantungan Napza serta perawatan kesehatan
umum.
3. Memberi ruang untuk menangani berbagai masalah lain di dalam
hidupnya dan menciptakan jeda waktu dari siklus harian membeli dan
menggunakan Napza.
4. Meningkatkan kualitas hidup pengguna Napza suntik baik secara
psikologis, medis, maupun sosial.
5. Menurunkan angka kematian karena overdose dan menurunkan angka
kriminalitas.
2.6.3. Manfaat Terapi Metadon
Harm Reduction terdiri dari beberapa kegiatan yang salah satunya adalah
program terapi substitusi. Salah satu program terapi substitusi ini adalah program
terapi metadon. Berdasarkan hasil uji coba Program Terapi Rumatan Metadon di RS
Universitas Sumatera Utara
-
Sanglah dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), diperoleh hasil yang positif
yaitu perbaikan kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan
lingkungan, penurunan angka kriminalitas, penurunan depresi dan perbaikan kembali
ke aktivitas sebagai anggota masyarakat (Depkes, 2007).
Berbagai macam manfaat dari metadon diantaranya metadon dapat
mengembalikan kehidupan pengguna sehingga mendekati kehidupan normal, pasien
yang menggunakan metadon dapat selalu terjangkau oleh petugas karena pemakaian
metadon yang digunakan secara oral atau diminum langsung di depan petugas, pasien
berhenti/mengurangi menggunakan heroin, pasien berhenti/mengurangi
menggunakan jarum suntik sehingga penyebaran HIV/AIDS, Hepatitis (B,C,D) dan
Malaria dapat berkurang, kesehatan fisik, dan status gizi meningkat karena pola hidup
yang teratur, metadon dapat membuat hubungan antara pasien dan keluarga menjadi
lebih baik dan stabil, masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan dengan
heroin atau putaw, harga dari metadon tidak mahal atau murah dibandingkan dengan
heroin dan putaw, metadon bersifat legal sehingga pasien tidak merasa takut
tertangkap oleh polisi, dan metadon juga dapat diikuti dan disertai konseling,
perawatan medis, dan pertolongan lain (Preston, 2006).
2.6.4. Farmakologi dan Farmakokinetik Metadon
Metadon mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforian karena
bekerja pada reseptor opioid mu (), mirip dengan agonis opioid mu () yang lain
misalnya morfin. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan secara
oral diserap dengan baik. Metadon juga dapat dikonsumsi melalui parenteral dan
Universitas Sumatera Utara
-
rektal, meski cara yang terakhir tidak lazim. Efek metadon secara kualitatif mirip
dengan efek morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai
analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. Efek lainnya adalah menurunkan
tekanan darah, konstriksi pupil, dan efek pada saluran cerna yaitu memperlambat
pengosongan lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter
pilorik, dan meningkatkan tonus sfingter oddi yang berakibat spasme saluran empedu.
Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual muntah, konstipasi,
mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur,
ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan dan penambahan
berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah
menggunakan heroin.
Bioavailibilitas metadon oral tidak memperlihatkan perubahan yang berarti
pada orang yang distabilisasi dengan metadon, atau yang sudah menggunakannya
secara kronis. Metadon dipecah dihati melalui sistem enzim sitokrom P450. Sekitar
10 % metadon yang dikonsumsi secara oral akan diekskresi utuh. Sisanya akan
dimetabolisme dan metabolit inaktifnya dibuang melalui urin dan tinja. Metadon juga
dibuang melalui keringat dan liur.
Onset efek metadon terjadi sekitar 30 menit setelah obat diminum.
Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam setelah metadon diminum. Rerata waktu
paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah
penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam
darah tidak terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai.
Universitas Sumatera Utara
-
Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh.
Metadon dapat diketemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain seperti ginjal, limpa,
hati, serta paru. Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada
dalam darah. Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam
badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon.
2.6.5. Komponen Dalam Program Terapi Rumatan
Beberapa komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai berikut :
1. Pemberian metadon
2. Konseling, meliputi : konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan
minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di
rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti konseling
tersebut jika dianggap perlu oleh tim.
Konseling dapat dirancang untuk mencakup :
a. Isu hukum.
b. Keterampilan hidup.
c. Mengatasi stress.
d. Mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental lain yang terdapat
bersama.
e. Isu tentang penyalahgunaan fisik, seksual, emosional.
f. Menjadi orang tua dan konseling keluarga.
g. Pendidikan tentang pengurangan dampak buruk.
Universitas Sumatera Utara
-
h. Berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan
pencegahan kambuh.
i. Perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS.
j. Isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon dan aspek yang
terkait dengannya.
k. Pemberi layanan konseling harus seorang konselor profesional yang
terlatih.
3. Pertemuan keluarga (PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit).
4. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program)
(KepMenKes, 2006).
2.6.6. Efek Metadon
Efek metadon terhadap setiap orang berbeda-beda, namun ada afek lain yaitu :
1. Efek terhadap obat yang akan menyebabkan perubahan mood yang tidak
begitu kuat, tetapi masa kerjanya lebih panjang dibandingkan heroin,
dapat mengontrol emosi, metadon juga dapat menyebabkan
mengantuk/tidur, dapat juga menyebabkan mual/muntah, pernafasan
terlalu kerap dan dalam, reflex batuk berkurang dan metadon dapat
mengurangi segala bentuk sakit fisik.
2. Efek metadon terhadap sistem otonom dapat menyebabkan pupil mata
mengecil, konstipasi (buang air besar jarang), mata, hidung, dan mulut
kering dan dapat membuat kesulitan dalam mengeluarkan kencing.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Metadon juga menyebabkan pelepasan histamine (suatu zat kimia) yang
biasanya dikeluarkan pada saat terjadinya alergi, yang akan menimbulkan
produksi keringat meningkat, kulit merah-merah, tubuh terasa gatal, dan
penyempitan jalan udara pernafasan.
4. Efek lain dari metadon juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan
frekuensi atau tidak adanya menstruasi, penurunan rangsangan seksual,
penurunan tenaga (lesu), rasa berat pada tangan dan kaki dan keinginan
untuk memakan makanan yang manis-manis (Preston, 2006).
2.6.7. Kelemahan Metadon
Kelemahan dari metadon karena sifatnya yang sama dengan heroin, maka
penyalahgunaan dapat terjadi. Metadon harus diminum di depan petugas setiap
harinya, oleh karena pasien dapat kemungkinan lari dari terapi. Tidak bisa begitu saja
bepergian atau berlibur (Preston, 2006).
2.6.8. Pelayanan Metadon
Pelayanan metadon memiliki prosedur yang harus diikuti oleh seluruh
pengguna metadon. Prosedur itu antara lain :
Pendaftaran pasien, dimana petugas administrasi menerima pembayaran
retribusi kemudian memberikan karcis retribusi dan mencatat di buku
penerimaan retribusi, setelah itu petugas mencatat data pasien di status
pasien lalu mencatat kembali ke buku register dan membuat kartu status
pasien.
Universitas Sumatera Utara
-
Pencatatan identitas, dimana pekerja sosial/perawat melakukan pencatatan
lengkap identitas pasien pada status pasien.
Penilaian klinis yang dilakukan oleh dokter dengan membuat rencana
terapi dan menerangkan keadaan pasien kemudian memberikan resep
metadon dan obat lain bila diperlukan, dokter mencatat setiap rencana
pemberian metadon dan terapi lainnya ke status pasien dan dokter berhak
memberikan Take Home Dose dengan persyaratan yang berlaku. Adapun
penilaian yang dilakukan oleh perawat dengan memberikan KIE kepada
pasien baru dan membuat tagihan pembayaran metadon, dan yang
dilakukan oleh pasien adalah menyerahkan fotokopi KTP dan pas foto 34
sebanyak 1 lembar.
Pembayaran metadon yang dilakukan oleh petugas kasir adalah menerima
pembayaran metadon dari pasien dan memberikan bukti pembayaran
kepada pasien
Pemberian metadon yang dilakukan oleh petugas farmasi dengan menerima
bukti pembayaran metadon kemudian petugas menyiapkan, memberikan,
dan menyaksikan pasien minum metadon, kemudian petugas mencatat
pemberian metadon dan menandatangani bukti pemberian metadon. Dan
yang dilakukan oleh perawat adalah menanyakan keluhan pasien sebelum
minum metadon, menyaksikan, dan memastikan pasien minum metadon,
kemudian mencatat pemberian metadon dan mengingatkan pasien untuk
datang kembali sesuai jadwal. Pada pemberian metadon yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
-
oleh pasien adalah minum metadon di depan petugas dan menandatangani
bukti pemberian metadon (Dinkes, 2006).
2.6.9. Pemberian dosis awal metadon
Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama.
Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg. Pasien
harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-
tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat
berat maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan.
Estimasi yang terlalu tinggi tentang toleransi pasien terhadap opiat dapat
membawa pasien kepada risiko toksik akibat dosis tunggal. Dan juga pasti
meningkatkan risiko yang lebih sering terjadi yaitu keadaan toksik akibat akumulasi
metadon sebab metadon dieliminasi lambat sebab waktu paruhnya panjang. Estimasi
toleransi pasien terhadap metadon yang terlalu rendah menyebabkan risiko pasien
untuk menggunakan opiat yang ilegal bertambah besar akibat kadar metadon dalam
darah kurang, dan akan memperpanjang gejala putus zat maupun periode stabilisasi.
Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi
100cc. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh asisten
apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter .Pasien harus segera
menelan metadon tersebut di hadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan
memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta pasien
menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
-
metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai
bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu (KepMenKes, 2006).
2.6.10. Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon
Fase stabilisasi bertujuan untuk menaikkan perlahan-lahan dosis dari dosis
awal sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini risiko intoksikasi dan overdosis
cukup tinggi pada 10-14 hari pertama. Dosis yang direkomendasikan digunakan
dalam fase stabilisasi adalah dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini
bertujuan untuk melihat efek dari dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan dosis
tiap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih menggunakan heroin
maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Kadar metadon dalam darah akan terus
meningkat selama 5 hari setelah dosis awal atau penambahan dosis. Waktu paruh
metadon cukup panjang yaitu 24 jam, sehingga bila dilakukan penambahan dosis
setiap hari akan berbahaya akibat akumulasi dosis. Karena itu, penambahan dosis
dilakukan setiap 3-5 hari.
Sangat penting untuk diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara
besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang penasun dengan dosis metadon
yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama fase stabilisasi pasien
harus datang setiap hari di klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara
cermat oleh profesional medis terhadap efek metadon (untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya overdosis dan penilaian selanjutnya).
Pasien yang mengikuti program terapi metadon yang secara konsisten
menggunakan benzodiazepin, kokain, atau amfetamin mempunyai risiko yang
Universitas Sumatera Utara
-
signifikan terhadap komplikasi dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Sebagai
tambahan, dapat disebutkan bahwa kombinasi alkohol, sedativa dan opiat berjangka
kerja pendek (misalnya oksikodon dan hidromorfon) secara nyata meningkatkan
risiko kematian akibat overdosis (KepMenKes, 2006).
2.6.11. Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon
Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus
dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien.
Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi pertimbangan penyesuaian
dosis. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik
dalam bidang pekerjaan, emosi dan kehidupan sosial (KepMenKes, 2006).
2.6.12. Pemeriksaan Urin
Tes urin terhadap penggunaan obat (Urine Drug Screen) merupakan
pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam urin. Dalam hal
terapi metadon, UDS dapat berguna pada keadaan berikut :
1. Untuk tujuan diagnostik, yaitu untuk memastikan apakah pasien pernah
atau tidak menggunakan opiat atau zat adiktif lain sebelumnya.
2. Jika pasien mendesak untuk membawa take home doses, maka tes urin
dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu
pengambilan keputusan.
3. Hasil tes urin yang positif terhadap heroin menjadi pertimbangan untuk
meningkatkan dosis metadon. Apabila pasien masih menggunakan heroin
maka dosis metadon perlu ditingkatkan (KepMenKes, 2006).
Universitas Sumatera Utara
-
2.6.13. Fase Penghentian Metadon
Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan. Penghentian metadon
dapat dilakukan pada keadaan berikut :
1. Pasien sudah dalam keadaan stabil.
2. Minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin.
3. Pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan
rumah (stable working and housing).
2.6.14. Kambuh (slip atau relapse)
Menurut Somar (2001), kambuh atau relapse akan narkoba adalah suatu
tantangan yang tak terpisahkan dari proses panjang menuju kesembuhan penuh.
Seseorang dalam pemulihan dinyatakan dalam keadaan relapse ketika dia mulai
minum atau memakai lagi. Perilakunya bisa menjadi tidak terkontrol atau mungkin
ada suatu usaha untuk mengontrolnya. Slip, di sisi lain, istilah yang kita gunakan di
sini adalah menggunakan minuman pertama (drugs) atau kedua dan meminta
pertolongan sebelum ke tahap yang lebih jauh.
Tergelincir dan kambuh dalam sejarah penanggulangan narkoba bukanlah
cerita baru. Rasa rindu dan ketagihan atau kecanduan (sugesti) meninggalkan trauma
psikologis yang cukup mendalam. Penyakit narkoba memiliki sifat yang khusus
karena selalu meninggalkan trauma yang sangat mendalam yaitu rasa ketagihan
mental maupun fisik (Somar, 2001).
Universitas Sumatera Utara
-
2.7. Kerangka Konsep
Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan perilaku penasun dalam
mengikuti terapi metadon. Dari skema di atas dapat dilihat bahwa faktor internal
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama memakai Napza) dan
faktor eksternal (peran keluarga, peran petugas kesehatan, peran LSM pendamping,
peran teman sebaya, sumber informasi) akan mempengaruhi pengetahuan dan sikap
terhadap terapi metadon dan tujuannya. Sedangkan pengetahuan dan sikap terhadap
terapi metadon dan tujuannya saling mempengaruhi untuk menentukan tindakan di
dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.
Faktor Internal Penasun
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Lama memakai Napza
Faktor Eksternal Penasun
Peran keluarga
Peran petugas kesehatan
Peran LSM pendamping
Peran teman sebaya
Sumber informasi
Sikap terhadap :
Dampak penyalahgunaan Napza
Terapi metadon
Kerentanan yang dirasakan
Keseriusan yang dirasakan
Manfaat yang dirasakan
Pengetahuan terhadap :
Napza dan dampaknya
Terapi metadon
Tujuan dan efek samping
metadon
Tindakan Di dalam mengikuti
program terapi rumatan
metadon
Universitas Sumatera Utara