chronic renal failure

39
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global. 1 Di Negara Barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan sebagian besar tidak menyadari hal ini. 2 Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang. 2 Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini

Upload: christine-nathalia-hutagalung

Post on 08-Jul-2016

1 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penyakit Gagal ginjal kronik

TRANSCRIPT

Page 1: Chronic Renal Failure

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin

meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global.1

Di Negara Barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka pertumbuhan

dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan

prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi

pengganti ginjal. Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami

peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD

dan sebagian besar tidak menyadari hal ini.2

Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD

meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen. Beberapa

faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus,

hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang menderita sakit

ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang

(NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.2

Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan

penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal,

penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum waktunya.2

CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,

pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap

pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat

membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki

kualitas hidup penderita.2

Page 2: Chronic Renal Failure

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 45 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Sungai gelam

MRS : 10 April 2016

2.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang semakin memberat sejak 1

minggu SMRS. Keluhan akan semakin memberat dalam posisi tidur, dan berkurang bila

pasien duduk atau miring ke sebelah kiri. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh

aktivitas.

± 2 minggu sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua kakinya bengkak.

Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan. Bengkak pada kedua kaki tidak

disertai oleh rasa nyeri maupun kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien

lebih lemah bila digunakan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang dengan

beristirahat.

Pasien juga mengeluh muntah sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Muntah dengan frekuensi 5 kali/hari. Volume tiap kali muntah ± 1 gelas belimbing

(220 cc), berisi makanan yang pasien makan sebelumnya. Muntah selalu didahului

rasa mual, yang muncul beberapa saat setelah pasien makan atau minum sesuatu. Nafsu

makan dikatakan pasien menurun.

Pasien mengaku BAK kurang lancar, sedikit-sedikit, berwarna kuning pekat, buih

(-), darah (-), saat BAK pasien tidak nyeri. BAB tidak ada keluhan. Keluhan ini sudah

dirasakan selama ± 4 bulan. Demam (-), nyeri pada pinggang yang menjalar ke depan

(-), badan lemah.

Page 3: Chronic Renal Failure

Pasien memiliki penyakit darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu. Pasien tidak

mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin. Riwayat DM (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit maag (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

◦ Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)

◦ Riwayat hipertensi (-)

◦ Riwayat DM (-)

◦ Riwayat penyakit jantung (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Tampak Sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis, GCS: 15

3. Tanda Vital : TD = 150/100 mmHg

N= 84 x/mnt, regular

RR = 20 x/mnt

T = 36,5ºC

4. Kulit

Warna : Sawo matang

Eflorensensi : (-)

Pigmentasi : Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Jaringan parut/koloid : (-)

Pertumbuhan rambut : Normal

Turgor : baik

5. Kepala dan leher

Rambut : warna hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Kepala : Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Skera ikterik (-/-), edema pelpebra

(-/-), Pupil Isokor kanan dan kiri.

Page 4: Chronic Renal Failure

Hidung : Nafas cuping hidung (-), Hiperemis (-), sekret (-), deviasi septum

(-)

Telinga : nyeri tekan (-), sekret (-), fungsi pendengaran baik

Mulut : Bentuk normal, bibir sianosis (-), Mukosa anemis (-)

Tenggorokan : Faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kel.Tyroid (-), JVP (5-2)

cmH2O, Kaku kuduk (-).

6. Thoraks :

Paru

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, Torakoabdominal, retraksi dinding dada

(-)

Palpasi : fremitus taktil bagian basal paru kiri menurun, tidak ada nyeri

tekan sela iga

Perkusi : Sonor, redup pada bagian basal kiri

Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru, Ronkhi basah (+),

Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V di linea midklavikula sinistra

sekitar 1 jari kearah medial, luas ± 1 jari, tidak kuat angkat.

Perkusi :

o Batas Atas : ICS II linea parasternalis sinistra

o Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra sekitar 1 jari

ke arah medial.

o Batas kanan : ICS IV Linea parasternal dextra

o Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler normal, irama jantung teratur,

murmur (-), gallop (-)

7. Abdomen

Inspeksi : tampak membesar, warna kulit normal, distensi (-), gerakan

dinding abdomen normal

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Page 5: Chronic Renal Failure

Palpasi : Supel, nyeri tekan regio epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik

(-), distensi abdomen (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

ballotemen ginjal tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada medial abdomen, redup pada lateral, shifting

dullness (+), nyeri ketok CVA (-/-)

8. Genitalia dan anus : Tidak ada keluhan

9. Ekstremitas

Superior : Akral dingin, edema (+/+), pucat, CRT >2 detik

Inferior : Akral dingin, pitting edema (+/+), pucat, CRT >2 detik

2.4. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Darah rutin

Parameter Result Unit Remark Reference

Range

WBC 10,7 103/mm3 Meningkat 3,5-10,0

RBC 3,41 106/mm3 Menurun 3,80-5,80

HGB 5,2 g/dL Rendah 11,0-16,5

HCT 15,2 % Menurun 35,0-50

PLT 154 103/mm3 150,00-390,00

MCV 73,6 fL Menurun 80-97

MCH 25,1 Pg Menurun 26,5-33,5

MCHC 30,20 g/dL Menurun 31,5-35,0

b. Urine rutin

- Warna : kuning pekat

- Berat jenis : 1010

- pH : 6,5 (7,35)

- Protein : (++)

- Glukosa : (-)

- Sedimen urine :

o Leukosit : 45-50 /LPB (<6/LPB)

Page 6: Chronic Renal Failure

o Eritrosit : 5-6 /LPB (3/LPB)

o Epitel : 3-4 /LPB

c. Kimia darah

‐ Faal ginjal :

o Ureum : 212,9 mg/dl (15-39 mg/dl)

o Kreatinin : 16,3 mg/dl (L: 0,9-1,3 ; P: 0,6-1,1 mg/dl)

LFG=(140−45 ) x 50

72 x 16,3x 0,85=3,44 ml /menit (menurun)

d. Elektrolit

‐ Natrium (Na) : 126,43 mmol/L

‐ Kalium (K) : 5,4 mmol/L

‐ Kalsium (Ca) : 0,69 mmol/L

‐ Chlorida (Cl) : 91,68 mmol/L

2.5. Diagnosis kerja

Primer : CKD grade V dengan overload

Sekunder : hipertensi tidak terkontrol, anemia

Diagnosis Banding

CKD grade V + DM tipe II

CKD grade V + PNC bilateral

2.6. Tatalaksana

- Oksigen nasal canul 2-4L/menit

- IVFD RL 10 tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr (PO)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

Page 7: Chronic Renal Failure

- Aspar K 1x1 tab (PO)

- Transfusi PRC sampai Hb ≥8

2.7. Pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasien ini:

- Analisis gas darah

- Kadar albumin serum

- Rontgen thorax

- USG abdomen

2.8. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

2.9. Follow up

Tgl S O A P

11

April

2016

Sesak (+),

Mual (+),

muntah (+),

transfusi PRC

1 kolf

Compos mentis

TD : 150/100 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Temperatur : 36,5 oC

Konjunctiva anemis:

+/+

Akral dingin, CRT>2

detik

Edema (+)

CKD grade V

+ overload

- IVFD RL 10

tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr

(PO)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

- Aspar K 1x1 tab (PO)

stop

- Transfusi PRC sampai

Hb ≥8

- Anjuran : HD cito

12

April

2016

Keluhan :

sesak

berkurang,

lidah pedih dan

tremor, kaki

masih

Compos mentis

TD : 140/90mmHg

Nadi : 60x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Temperatur : 37,0 oC

CKD grade V

dengan

overload

- IVFD RL 10

tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr

(PO)

Page 8: Chronic Renal Failure

bengkak,

transfusi PRC

kolf ke 2

Konjunctiva anemis:

+/+, edema (+), ascites

(+)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

- Transfusi PRC sampai

Hb ≥8

- Anjuran : HD cito

13

April

2016

Keluhan :

demam pada

sore hari, lidah

pedih, tangan

tremor,

transfusi PRC

kolf ke 3

Compos mentis

TD : 150/100

Nadi : 96 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Temperatur : 36,0 oC

Konjunctiva anemis +/+

, edema (+)

Hb: 7,0 gr/dl; Ht:

20,6%; ureum: 273,3

mg/dl; kreatinin: 16,4

mg/dl

CKD grade V

dengan

overload

- IVFD RL 10

tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr

(PO)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

- Transfusi PRC sampai

Hb ≥8

- Anjuran : cek CTBT,

pasang CDL, HD

besok, HD cito

14

April

2016

Keluhan:

tremor lidah

dan tangan,

bengkak di

kaki, tangan,

wajah, sudah

pasang CDL,

transfusi PRC

kolf ke 4

Compos mentis

TD : 140/110

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20

x/menit

Temperatur : 36,5 oC

CKD grade V

dengan

overload

- IVFD RL 10

tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr

(PO)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

15

April

2016

Keluhan:

Post HD,

muntah ±5x,

isi muntahan

compos mentis

TD : 140/100

Nadi : 104 x/menit

Pernapasan : 20x/menit

CKD grade V

dengan

overload

- IVFD RL 10

tetes/menit

- Inj Lasix 3x1 amp (IV)

- Amlodipin 1x10 gr

Page 9: Chronic Renal Failure

makanan yang

dimakan, nyeri

ulu hati,

demam (+),

bengkak kaki

dan tangan

masih ada

Temperatur : 36,5 oC (PO)

- As. Folat 3x1tab (PO)

- BicNat 3x1 tab (PO)

- B-Comp 3x1 tab (PO)

- Anjuran : cek darah

rutin lagi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Page 10: Chronic Renal Failure

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum. Ginjal mempunyai lapisan luar,

korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimalis dan distalis dan duktus

kolektivus, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung bagian-bagian tubulus yang

lurus, lengkung (ansa) Henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.5,6

Gambar 2.1 anatomi dan fisiologi ginjal

Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron. Tiap nefron terdiri atas

glomerolus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal.

Glomerolus bersama kapsula Bowman juga disebut badan Malpigi.5,6

Fisiologi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel

dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh : 3,7

1. Ultrafiltrasi glomerolus

2. Reabsorbsi tubulus terhadap solute dan air

3. Sekresi tubulus terhadap zat-zat organic dan non-organik

Fungsi Ekskresi 3,7

Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 mOsmol dengan mengubah-ubah

ekskresi air

Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekskresi

Na+

Mempertahankan kosentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang

normal

Page 11: Chronic Renal Failure

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan

membentuk kembali HCO3-

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,

asam urat dan kreatinin

Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat

Fungsi Non-ekskresi (Endokrin) 3,7

Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah

oleh sumsum tulang.

Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya

Degenerasi insulin

Menghasilkan prostaglandin

3.2 Chronic Kidney Disease

Definisi

Penyakit ginjal kronik (Chronic kidney disease) adalah suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif

dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan

klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transpantasi ginjal.1,2

CKD didefinisikan sebagai nilai laju filtrasi glomerulus (GFR) yang berada di bawah

batas normal selama > 3 bulan.8

Kriteria penyakit ginjal kronik

1. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

structural dan fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi:

kelainan patologis

terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih

dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.1,2

Page 12: Chronic Renal Failure

Klasifikasi

Klasifikasi CKD didasarkan atas 2 hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan atas dasar

diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut.1,2

Creatinin clearance test (ml/mnt) = (140-umur) x BB

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*Pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.1 klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2)

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat

Gagal ginjal

≥ 90

60-89

30-59

15-29

< 15 atau dialysis

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus/juta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap

tahunnya. Di Malaysia diperkirakan 1800 kasus baru /18 juta penduduk/tahun. Di negara

berkembang lainnya 40-60 kasus/juta penduduk/tahun.1

Insiden gagal ginjal kronis yang perlu mendapat terapi penggantian ginjal adalah 65-

100/1.000.000 populasi/tahun dan 500/1.000.000 pasien menjalani terapi gagal ginjal stadium

akhir (ESRF).8

Etiologi

Banyak penyakit dapat menyebabkan gagal ginjal kronis, termasuk glomerulonefritis

(30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%), penyakit ginjal polikistik (10%),

diabetes mellitus (10%), hipertensi/penyakit renovaskular (10%), uropati osbtruktif, dan

penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui (20%).8

Tabel 2.2 Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis etiologi 1

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

Page 13: Chronic Renal Failure

Penyakit pada transplantasi

sistemik, obat, neoplasma)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

penyakit tubulointestinal (pielonefritis, batu,

obstruksi, keracunan obat)

penyakit kistik (ginjal polikistik)

Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/takrolimus), penyakit

glomerular, transplantasi glomerulopathy

Patofisiologi

Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,

tapi dalam perkembangan selanjutnya proses terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa

ginjal mengakibatkan hipertropi struktur dan fungsional nefron masih tersisa suapaya upaya

kompensasi, yang diperentarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal

ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses

maladaptasi berupa sklerotik nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan

fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi

terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerotik dan progresivitas tersebut. Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,9

Tinjauan mengenai perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan

melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) sebagai

presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah

(BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.3

Terdapat 3 stadium, yaitu :

Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik.

Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada

ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang

teliti.3

Stadium II : Insufisiensi ginjal

Page 14: Chronic Renal Failure

Apabila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari

normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan

kosentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan

(bandingkan grafik BUN pada makanan rendah protein dengan makanan yang normal kadar

proteinnya).pada stadium ini. kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar

normal. Azotemia biasanya ringan (kecuali bila pasien mengalami stress akibat infeksi, gagal

jantung atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala

nokturia dan poliuria (akibat gangguan kemampuan pemekatan).Poliuria biasanya bersifat

sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. 3

Stadium III : Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia

Terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar

200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan

kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini, kreatinin serum

dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap GFR

yang mengalami sedikit penurunan. Pasien mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah,

karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam

tubuh, pasien biasanya menjadi oligurik. 3

Penegakan diagnosa

A. Manifestasi klinis 1,8,10

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari misalnya DM, infeksi traktus urinarius,

hipertensi, hiperurikemia, lupus eritematosus sistemik (SLE)

b. Sindrom uremia terdiri dari letargi, lemah, anoreksia, mual, muntah, nokturia,

kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai

koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

klorida)

B. Pemeriksaan fisik 2,10,11

a. Anemis

b. Kulit kering

c. Edema tungkai atau palpebra

d. Tanda bendungan paru

C. Pemeriksaan Penunjang

Page 15: Chronic Renal Failure

Gambaran laboratorium 1,8

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin plasma dan

penurunan LGF. Kadar kreatinin saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan

fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimia darah meliputi: penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar

asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic.

d. Kelainan urinalisis meliputi hematuri, proteinuria, leukosuria, cast, isostenuria.

Gambaran radiologis 1

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak

b. Pielografi intravena, jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter

glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap

ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi

d. USG ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,

adanya hidronefrosis, atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal 1

Biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran

ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa

ditegakkan. Tujuannya untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan

mengevaluasi hasil terapi yang telah di berikan.

Kontraindikasi dilakukan biopsy ginjal pada keadaan dimana ukuran ginjal yang

sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang takterkendali, infeksi perinefrik, gangguan

pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.

Penatalaksanaan

Perencanaan tatalaksana penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan derajatnya:1,2,8

Tabel 2.3 rencana terapi berdasarkan derajat gagal ginjal kronik

Derajat LFG (ml/mn/1,73 m2 Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan fungsi ginjal,

Page 16: Chronic Renal Failure

2

3

4

5

60-89

30-59

15-29

< 15

memperkecil resiko kardiovaskuler

Menghambat perburukan fungi ginjal

Evaluasi dan terapi komplikasi

Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal

A. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya

penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Sebaiknya bila LGF sudah

menurun sampai 20-30% dari normal, terapai terhadap penyakit dasar sudah tidak bermanfaat

lagi.

B. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang

tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau

peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

C. Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama penyebab peburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi

glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah

Nonfarmakologis

Pengaturan asupan protein

Pada pasien non dialysis Protein diberikan 0,6-0,75/kgBB ideal/hari sesuai dengan

CCT dan toleransi pasien

Pasien hemodialisis 1-1,2 gr/kgBB ideal/hari

Pasien peritoneal dialysis 1,3 gr/kgBB ideal/hari

Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBB/hari

Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang

sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total

Garam (NaCl) : 2-3 gr/hari

Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari

Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari, pasien HD: 17 mg/hari

Kalsium : 1400-1600 mg/hari

Besi : 10-18 mg/hari

Magnesium : 200-300 mg/hari

Page 17: Chronic Renal Failure

Asam folat pasien HD : 5 mg

Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Table 2.4 Pembatasan asupan protein dan fosfat pada CKD

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari

60

25-60

5-25

< 60 (sindrom

nefrotik)

Tidak dianjurkan

0,6-0,8/kg/hari, termasuk

≥0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi

0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥ 0,3

gr/kg/hari protein nilai biologi

tinggi atau tambah 0,3 g asam

amino esensial atau asam keton

0,8 gr/kg/hr (+1 gr protein/g

proteinuria atau 0,3 g/kg

tambahan asam amino asensial

atau asam keton

Tidak dibatasi

≤10 g

≤10 g

≤ 9 g

Farmakologi

Kontrol tekanan darah

Pemakaian obat antihipertensi selain untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga

sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan

mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertropi glomerulus. Obat antihipertensi

yang digunakan yaitu penghambat enzim converting angiotensin /ACE inhibitor

(antihipertensi dan antiproteinuri).

Pada pasien DM dilakukan kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan

obat-obat sulfonylurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1

0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk Dm tipe 2 adalah 6%.

Kontrol hiperfosfatemi :kalsium karbonat atau kalsium asetat

Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20—22 mEq/l

Koreksi hiperkalemi

Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin

D. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Page 18: Chronic Renal Failure

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting

karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan pengendalian terhadap

penyakit kardiovaskular yaitu: pengendalian DM, hipertensi, dislipedemia, anemia,

hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan elektrolit.

E. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Beberapa komplikasi yang biasa terjadi pada penyakit ginjal kronik seperti anemia,

osteodistrofi renal dan hiperfosfatemia. Anemia biasanya terjadi pada 80-90% pasien

penyakit ginjal kronik. Hal ini terjadi karena penurunan kadar eritopoitin. Selain itu juga

anemianya juga bisa disebabkan karena defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarah

saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asal

folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut dan kronik.

Penatalaksanaan anemia ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain yang

ditemukan. Pemberian eritropoitin, pemberian tranfusi darah bisa dilakukan untuk

mengoreksi anemia.

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi yang juga sering terjadi pada pasien

penyakit ginjal kronik. Penatalaksaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan membatasi asupan

fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan untuk menghambat absorbsi fosfat di saluran

cerna, dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan mengatasi

hiperfosfatemia. Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari. Pengikat fosta yang bisa dberikan

berupa garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium. Garam kalsium yang

banyak dipakai yaitu kaslium karbonat dan kalsium asetat. Pembatasan asupan cairan dan

elektrolit sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencegah edem dan komplikasi

kardiovaskular, Air yang masuk dianjurkan 500-800 ml/hari. Elektrolit yang harus dibatasi

pemberiannya kalium dan natrium. Kadar kalium darah 3,5 -5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium

dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.

F. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal pada stadium 5 yaitu pada

LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,

peritonealdialisis atau transplantasi ginjal.\

Komplikasi

Tabel 2.5 Komplikasi penyakit ginjal kronik 1

Page 19: Chronic Renal Failure

Derajat Penjelasan LGF Komplikasi

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan

LFG normal

Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ ringan

Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG

↓ berat

Gagal ginjal

≥ 90

60-89

30-59

15-29

< 15

Tekanan darah mulai

meningkat

Hiperfosfatemia

Hipokalsemia

Anemia

Hiperparatiroid

Hipertensi

Hiperhomosistinemia

Malnutrisi

Asidosis metabolic

Cenderung hiperkalemia

Dislipidemia

Gagal jantung

Uremia

3.3 Hemodialisa

Pada gagal ginjal terminal, akses pembuluh darah dicapai dengan membuat fistula

antara arteri dengan vena atau dengan menggunakan saluran lumen ganda pada vena

jugularis, subclavia, atau femoralis.8

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal

buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan

dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial)

dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang bebas

Page 20: Chronic Renal Failure

pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen.

Gambar 2.2 Prinsip Hemodialisa

Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan kosentrasi karena zat

terlarut berpindah dari kosentrasi tinggi ke arah kosentrasi rendah sampai kosentrasi terlarut

sama di kedua kompartemen.12

Pada umumnya indikasi dialysis pada gagal ginjal kronik adalah bila laju filtrasi

glomerulus (GFR) kurang dari 5 mL/menit ( normalnya GFR mencapai 125 mL/menit)

dianggap baru perlu bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :12

1. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

2. Serum kalium > 6 meq/L

3. Ureum darah >200 mg/dL

4. pH darah < 7,1

5. anuria berkepanjangan ( >5 hari)

6. fluid overload

Tabel 2.6 Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia 1

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis

DM

Obstruksi dan infeksi

Hipertensi

Sebab lain

46,93%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

Kontraindikasi Relatif Terapi Dialisis antara lain:12

1. malignansi stadium lanjut ( kecuali multiple myeloma)

2. penyakit Alzeima’s

3. multi infak dementia

4. sindrom hepatorenal

5. sirosis hati tingkat lanjut dengan ensefalopati

6. hipotensi

7. penyakit terminal

Page 21: Chronic Renal Failure

8. organic brain syndrome

Efek samping HD yang dapat terjadi antara lain : 12

1. sakit punggung

2. nyeri dada

3. sakit kepala

4. hipotensi

5. gatal dikulit

6. rasa kram dikaki

7. mual dan muntah

8. demam dan menggigil (jarang)

9. komplikasi berat yang jarang terjadi: reaksi alergi, banyak sel-sel darah merah pecah,

adanya gelembung udara yang menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen yang

rendah dalam darah.

BAB 1V

PEMBAHASAN

The National Kidney Foundation-Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative (NKF-

K/DOQI) mendefinisikan CKD sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan

atau lebih, berupa kelainan struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan

laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi kelainan patologis atau petanda (marker)

kerusakan ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi darah maupun urin, atau kelainan

dalam tes pencitraan; atau (2) LFG < 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Berdasarkan derajat penyakit, yang ditentukan dari

nilai laju filtrasi glomerulus, maka NKF-K/DOQI merekomendasikan klasifikasi CKD

menjadi 5 stadium. Menurut klasifikasi ini, CKD stage V ditegakkan bila nilai LFG < 15

ml/menit/1,73 m2.

Gejala klinik yang ditunjukkan oleh penderita CKD meliputi: (1) sesuai dengan

penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus

urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya. (2)

gejala-gejala Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

Page 22: Chronic Renal Failure

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. (3) Gejala komplikasinya antara lain,

hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

Pada kasus ini, pasien perempuan, 45 tahun, mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu

SMRS, yang bertambah berat bila pasien berbaring, namun sedikit membaik bila pasien

duduk stau miring ke sebelah kiri. Pasien mengeluh kedua kakinya bengkak secara

bersamaan. Pasien juga mengalami muntah yang didahului rasa mual, muncul beberapa saat

setelah pasien makan atau minum sesuatu. Pasien juga merasa badannya lemah.

Dari anamnesis kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik

pada pasien ini adalah adanya penyakit hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi ini akan

menyebabkan terganggunya aliran darah ke ginjal yang akan menyebabkan terjadinya

gangguan ginjal yang irreversibel.

Setelah itu gejala-gejala uremia sudah dirasakan oleh pasien ini seperti sesak, mual,

lemas, tidak nafsu makan dan kencing yang sedikit. Uremia ini terjadi sebagai akibat sudah

terjadinya penurunan fungsi ginjal terutama nefron yang akan menyebabkan gangguan klinis

dan metabolik akibat penimbunan substansia nitrogen dan ion anorganik lainnya di dalam

tubuh.

Dari pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah pasien cukup tinggi yaitu 170/110

mmHg, dan pada perkusi thorax didapatkan redup, auskultasi thorax didapatkan ronkhi, pada

abdomen didapatkan asites, keadaan anemia yang dilihat dari warna konjuctiva yang pucat.

Anemia itu terjadi akibat penurunan produksi eritropoetin di dalam tubuh akibat kerusakan

ginjal. Selain itu asupan zat besi dan asam folat yang sedikit. Akibat tidak adanya nafsu

makan pada kebanyakan pasien gagal ginjal kronik. Selain itu keadaan uremia bisa

menyebabkan terjadi penekanan sum-sum tulang dalam proses pembentukan sel darah merah.

Anemia ini biasanya terjadi pada 80-90% pasien gagal ginjal kronik.

Sementara itu dari hasil dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosa gagal

ginjal kronik yaitu hasil pemeriksaan darah rutin yang memberikan data terjadinya penurunan

kadar Hb (5,2 gr/dl), lalu hasil faal ginjal yang memberikan data nilai ureum 212,9 mg/dl,

kreatinin 16,3 mg/dl. Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa

analisis gas darah, kadar albumin serum, rontgen thorax, USG abdomen.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien ini

didiagnosis dengan CKD Stage V karena secara klinis dijumpai 3 gejala/tanda klasik

Page 23: Chronic Renal Failure

CKD yaitu edema, anemia, dan hipertensi, ditambah penurunan fungsi ginjal yang

ditandai dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2.

Penatalaksanaan CKD meliputi: (1) terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, (2)

pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid tersebut antara lain

gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius,

obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya),

(3) memperlambat perburukan fungsi ginjal (restriksi protein dan terapi farmakologis),(4)

pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular (pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit), (5) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia

osteodistrofi renal, pembatasan cairan dan elektrolit) dan (6) terapi pengganti ginjal

berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Terapi pengganti ginjal merupakan terapi definitif pada CKD stadium V. Terapi

pengganti ginjal tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, dan transplantasi

ginjal. Hemodialisis emergensi adalah salah satu pilihan hemodialisis yang dikerjakan

pada pasien-pasien CKD dengan LFG <15 ml/menit/1,73 m2 dan atau bila ditemukan salah

satu dari keadaan berikut: (1) adanya keadaan umum yang buruk dan kondisi klinis

yang nyata, (2) serum kalium > 6 meq/L, (3) ureum darah > 200 mg/dL,(4) pH darah <

7,1, (5) anuria berkepanjangan (> 5 hari), (6) serta adanya bukti fluid overload.

Pada kasus ini, karena pasien menderita CKD stage V, maka telah terjadi kegagalan

fungsi ginjal yang didukung dengan GFR 3,44 mL/min/1,73 m2. Sehingga penatalaksanaan

utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Hemodialisis

emergensi dipilih pada pasien ini karena dijumpai fluid overload. Selanjutnya pasien

menjalani Hemodialisis regular 2x seminggu.

Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang

disesuaikan dengan keadaan klinis pasien, meliputi: IVFD RL 10 tpm, amlodipine

1x10gr , inj Lasix 3x1amp, asam folat 3 x 1 tab, BicNat 3x1 tab , b-comp 3x1 tab, transfusi

PRC hingga Hb ≥ 8 gr/dL, diet tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari, dan terapi non farmakologi

()oksigen, tirah baring dan pengaturan diet makanan. Adapun dasar pemberian terapi

tambahan tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.

Pemberian obat dieuretik (inj lasix) pada pasien ini berguna untuk mengurangi oedema

pada tungkainya dan bisa juga untuk menurunkan tekanan darah. Lalu pemberian biknat

untuk mengurangi kadar ureum dalam darah dan untuk menjaga pH darah agar tetap dalam

Page 24: Chronic Renal Failure

batas normal. Pemberian asam folat untuk membantu mengurangi anemia. Pemberian

amlodipine untuk mengontol tekanan darah pada pasien dan juga untuk mengurangi risiko

penyakit kardiovaskuler. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD berupa diet rendah

garam dan pemberian obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan atau Angiotensin

Receptor Blocker (ARB). Nutrisi bagi pasien ini perlu diperhitungkan, pemberian diet Protein

diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari. Jumlah kalori yang diberikan sekitar 30-35 kkal/kgBB/hari

BAB V

KESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik (Chronic kidney disease) adalah suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif

dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal.

Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal

yang tetap, berupa dialisis maupun transpantasi ginjal.

Banyak penyakit dapat menyebabkan gagal ginjal kronis, termasuk glomerulonefritis

(30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%), penyakit ginjal polikistik (10%),

diabetes mellitus (10%), hipertensi/penyakit renovaskular (10%), uropati osbtruktif, dan

penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui (20%).

Gejala pada penyakit ginjal kronik yaitu sesuai dengan penyakit yang mendasari,

sindrom uremia terdiri dari letargi, lemah, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan

volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai koma dan gejala

Page 25: Chronic Renal Failure

komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis

metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

Pada CKD terdapat Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin plasma dan penurunan LGF, kelainan biokimia darah dan kelainan urinalisis.

Perencanaan tatalaksana penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Gagal ginjal kronik. Dalam Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata

Mk, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Balai

penerbit FK-UI; 2006. hal. 570-3

2. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A. Panduan

Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Interna

Publishing; 2009. Hal 157-9

3. Lorraine MW. Gagal ginjal kronik. Dalam Sylvia AP, Lorraine MW,editor.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit

EGC; 2006. Hal 912-45

4. Juariani A. Dukungan Sosial Pada Paisen Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan

Hemodialisa. FK USU.

5. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007.

6. Lorraine MW. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam Sylvia AP,

Lorraine MW,editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta : Penerbit EGC; 2006. Hal 867-91

7. Guton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2006.

Page 26: Chronic Renal Failure

8. Davey Patrick. At a glance medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2006. Hal 258-9

9. Silbernagl S dan Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007.

Hal.110-3

10. Gleadle Jonathan. At a Glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit

Erlangga; 2007. Hal 146-7

11. Mark HS. Buku ajar Diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995

12. Rahardjo P, Susalit E, Suhardjono. Hemodialisa. Dalam Sudoyo AW, Setiohadi B,

Alwi I, Simadibrata Mk, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4.

Jakarta: Balai penerbit FK-UI; 2006. hal. 579-80