copd + ht2.doc

60
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DUSTIRA / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI Nama Penderita : Ny. Romlah Ruangan : XV No.Cat.Med : 03045883 Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 69 tahun Agama : Islam Jabatan/Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat Keluarga : Kp.Sadarmanah Rt 05 Rw 02, Cimahi Dikirim oleh : UGD RS Dustira Tgl. Dirawat : 24 Januari 2008 Jam : 12.00 WIB Tgl. Diperiksa (Co. ass): 24 Januari 2008 Diagnosis : Chronic obstructive pulmonary disease + Hipertensi stage I A. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Heteroanamnesa) KELUHAN UTAMA : Sesak nafas ANAMNESIS KHUSUS: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas disertai nafas yang berbunyi mengi. Keluhan sesak didahului adanya batuk berdahak kental berwarna kuning tanpa disertai darah yang berlangsung terus-menerus selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas badan yang tidak begitu tinggi tanpa disertai keringat malam yang tidak berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan rasa berat di tengkuk. Buang air kecil dan air besar pada penderita tidak ada keluhan baik frekuensi, jumlah, maupun konsistensinya. 1

Upload: felixchandra

Post on 16-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: COPD + HT2.doc

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DUSTIRA / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD

YANI

CIMAHI

Nama Penderita : Ny. Romlah Ruangan : XV No.Cat.Med :

03045883

Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 69 tahun Agama

: Islam

Jabatan/Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat Keluarga : Kp.Sadarmanah Rt 05 Rw 02, Cimahi

Dikirim oleh : UGD RS Dustira Tgl. Dirawat : 24 Januari 2008 Jam :

12.00 WIB

Tgl. Diperiksa (Co. ass): 24 Januari 2008

Diagnosis : Chronic obstructive pulmonary disease + Hipertensi stage I

A. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Heteroanamnesa)

KELUHAN UTAMA: Sesak nafas

ANAMNESIS KHUSUS:

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu

yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas

disertai nafas yang berbunyi mengi. Keluhan sesak didahului adanya batuk

berdahak kental berwarna kuning tanpa disertai darah yang berlangsung terus-

menerus selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas

badan yang tidak begitu tinggi tanpa disertai keringat malam yang tidak

berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan

rasa berat di tengkuk.

Buang air kecil dan air besar pada penderita tidak ada keluhan baik

frekuensi, jumlah, maupun konsistensinya.

Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang

lebih 5 tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga

sampai empat kali dalam seminggu. Sesak nafas sering timbul apabila penderita

berada di tempat yang penuh asap rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap

yang dihasilkan dari polusi pabrik. Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca

dan makanan terutama makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut.

1

Page 2: COPD + HT2.doc

Keluhan juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa

disertai nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.

Keluhan sesak nafas tidak berkurang dengan mengubah posisi tidur miring

ke kiri maupun ke kanan. Keluhan sesak nafas tidak timbul secara tiba-tiba yang

disertai nyeri dada yang hebat. Keluhan terbangun dari tidur pada malam hari

karena sesak nafas tidak ada. Keluhan sesak nafas tidak disertai bengkak pada

kedua tungkai. Keluhan juga tidak didahului bengkak pada kelopak mata pada saat

bangun di pagi hari dan menghilang atau berkurang pada siang harinya. Keluhan

juga tidak didahului dengan gejala banyak buang air kecil, banyak minum, dan

banyak makan.

Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi obat dengan

nama salbutamol dan penderita merasa lebih baik.

Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak

agak kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian disusul dengan

sesak nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin terutama saat

musim hujan datang. Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi

obat dengan nama salbutamol dan obat sirup (penderita lupa nama obatnya) dan

keluhan hilang untuk sementara. Penderita merasa keluhan bertambah semakin

berat dalam 1 minggu terakhir terutama keluahan sesak nafas yang dirasakannya

sehingga penderita memeriksakan diri ke RS Dustira.

Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu dan

kontrol teratur.

Riwayat penyakit jantung pada penderita tidak ada

Riwayat penyakit kencing manis penderita tidak ada

Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung

penderita.

Riwayat penyakit darah tinggi pada keluarga penderita terdapat pada ayah

kandungnya.

Riwayat penyakit jantung pada keluarga tidak ada.

Riwayat penyakit kencing manis pada keluarga penderita tidak ada

Riwayat merokok pada penderita tidak ada.

Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok

setiap hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga

bersama. Riwayat merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah

kandungnya, namun setelah ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-

2

Page 3: COPD + HT2.doc

batuk, beberapa lama kemudian dia memutuskan untuk tidak merokok lagi

atas saran dari dokternya.

Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,

penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar

200 m

Penderita dirawat di RS Dustira untuk pertama kalinya tanggal 24 januari 2008 di

ruang XV dan diberi pengobatan oleh dokter ruangan yaitu:

Drip Aminophylin dalam cairan infus dextrose 5 %

Obat yang di nebul (nama tidak diketahui)

Glyceril guaicolate 1x1

OBH sirup 3x1

Ciprofloxacin 2x1

Noperten 1x1

Aptor 1x1

(penderita memperlihatkan sejumlah obatnya)

3

Page 4: COPD + HT2.doc

4

Page 5: COPD + HT2.doc

a. Keluhan keadaaan umum

Panas badan : Tidak ada

Tidur : Ada (Sulit karena

batuk)

Edema : Tidak ada

Ikterus : Tidak ada

Haus : Tidak ada

Nafsu makan : Ada (menurun)

Berat badan : Ada (menurun)

b. Keluhan organ kepala

Penglihatan : Tidak ada

Hidung : Tidak ada

Lidah : Tidak ada

Gangguan menelan : Tidak ada

Pendengaran : Tidak ada

Mulut : Tidak ada

Gigi : Tidak ada

Suara : Tidak ada

c. Keluhan organ di leher

Rasa sesak di leher : Tidak ada

Pembesaran kelenjar : Tidak ada

Kaku kuduk : Tidak ada

d. Keluhan organ di thorax

Sesak napas : Ada

Nyeri dada : Ada

Napas berbunyi : Ada

Batuk : Ada

Jantung berdebar : Ada

f. Keluhan organ di perut

Nyeri lokal : Tidak ada

Nyeri tekan : Tidak ada

Nyeri seluruh perut : Tidak ada

Nyeri berhubungan dengan ;

Makanan : Tidak ada

b.a.b : Tidak ada

haid : Tidak ada

Perasaan tumor perut : Tidak ada

Muntah-muntah : Tidak ada

Diare : Tidak ada

Obstipasi : Tidak ada

Tenesmi ad ani : Tidak ada

Perubahan dlm b.a.b : Tidak ada

Perubahan dlm b.a.k : Tidak ada

Perubahan dlm haid : Tidak ada

g. Keluhan tangan dan kaki

Rasa kaku : Tidak ada

Rasa lelah : Ada

Nyeri otot/sendi : Tidak ada

Kesemutan/baal-baal: Tidak ada

Patah tulang : Tidak ada

Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada

Nyeri tekan : Tidak ada

Luka/bekas luka : Tidak ada

Bengkak : Tidak ada

ANAMNESA TAMBAHAN

a. Gizi : kualitas : Kurang

kwantitas : Kurang

b. Penyakit menular : Tidak ada

c. Penyakit turunan : Asma (Ayah)

Hipertensi (Ayah)

d. Ketagihan : Tidak ada

e. Penyakit venerik : Tidak ada

h. Keluhan-keluhan lain

Kulit : Tidak ada

Ketiak : Tidak ada

Keluhan kel. limfe : Tidak ada

Keluhan kel. Endokrin ;

Haid : Tidak ada

D.M : Tidak ada

Tiroid : Tidak ada

lain-lain : Tidak ada

5

Page 6: COPD + HT2.doc

6

Page 7: COPD + HT2.doc

B. STATUS PRAESEN

I. KESAN UMUM

a. Keadaan Umum

Kesadarannya : Composmentis

Watak : Kooperatif

Kesan sakitnya : Tampak Sakit sedang

Pergerakan : Terbatas

Tidur : Terlentang dengan tiga bantal

Tinggi badan : 150 cm

Berat Badan : 30 kg

Bentuk badan : Astenikus

Keadaan gizi : Kurang

Gizi kulit : Kurang

Gizi otot : Kurang

Umur yang ditaksir : Sesuai

Kulit : Turgor kulit kembali lambat, sianosis (-)

b. Keadaan sirkulasi

Tekanan darah kanan : 160/90 mmHg

Tekanan darah kiri : 160/90 mmHg

Nadi kanan : 100x/menit, regular, equal, isi cukup

Nadi kiri : 100x/menit, regular, equal, isi cukup

Suhu : 37.8C

Sianosis : Ada

Keringat dingin : Ada

c. Keadaan pernafasan

Tipe : Thorako-abdominal

Frekwensi : 40 x/ menit

Corak : Cepat, dangkal

Hawa/bau napas : Tidak ada kelainan

Bunyi nafas : Mengi (+)

PEMERIKSAAN KHUSUS

7

Page 8: COPD + HT2.doc

a. Kepala

1. Tengkorak

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada kelainan

2. Muka

Inspeksi : Simetris, Sianosis (-)

Palpasi : Tidak ada kelainan

3. Mata

Letak : Simetris

Kelopak Mata : Tidak ada kelainan

Kornea : Tidak ada kelainan

Refleks Kornea : + / +

Pupil : Bulat, isokor

Reaksi Konvergensi : + / +

Sklera : Ikterik - / -

Konjungtiva : Anemis - / -

Iris : Tidak ada kelainan

Pergerakan : Normal ke segala arah

Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Telinga

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : Tidak ada kelainan

Pendengaran : Tidak ada kelainan

5. Hidung

Inspeksi : Pernafasan cuping hidung tidak ada

Sumbatan : Tidak ada

Ingus : Tidak ada

6. Bibir

Sianosis : Ada

Kheilitis : Tidak ada

Stomatitis angularis : Tidak ada

Rhagaden : Tidak ada

Perleche : Tidak ada

7. Gigi dan gusi

8

Page 9: COPD + HT2.doc

8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 X :

tanggal

8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 O : karies

8. Lidah

- Besar : Normal

- Bentuk : Tidak ada kelainan

- Pergerakan : Tidak ada kelainan

- Permukaan : Basah, bersih

- Frenulum linguae : sianosis (+)

9. Rongga Mulut

- Hiperemis : Tidak ada

- Lichen : Tidak ada

- Aphtea : Tidak ada

- Bercak : Tidak ada

9. Rongga leher

- Selaput lendir : Tidak ada kelainan

- Dinding belakang pharynx : Hiperemis

- Tonsil : T2 – T2 tenang

b. Leher

- Inspeksi

Otot leher : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan

Trachea : Tidak terlihat deviasi

Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran

Pembesaran vena : Ada

Pulsasi vena leher : Tidak ada

Tekanan vena jugular : 5 + 3 cm H2O (meningkat)

Hepatojugular reflux : (-)

- Palpasi

· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar

· Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

· Tumor : Tidak ada

· Otot leher : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan

· Kaku kuduk : Tidak ada

c. Ketiak

9

Page 10: COPD + HT2.doc

- Inspeksi :

· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan

· Tumor : Tidak ada

- Palpasi :

· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran

· Tumor : Tidak ada

d. Pemeriksaan thorax

Thorax depan

1. Inspeksi

- Bentuk umum : Simetris, Barrel chest (+)

- Ø frontal & sagital : Ø frontal = Ø sagital

- Sela iga : Kanan & kiri melebar

- Sudut epigastrium : > 90

- Pergerakan : Simetris

- Muskulatur : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan

- Kulit : Sianosis (-)

- Tumor : Tidak ada

- Ictus cordis : Tidak terlihat

- Pulsasi lain : Tidak ada

- Pelebaran vena : venektasi tidak ada

2. P alpasi

- Kulit : Tidak ada kelainan

- Muskulatur : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan

- Mammae : Tidak ada kelainan

- Sela iga : Kanan & kiri melebar

- Paru kanan kiri

Pergerakan : Simetris, kanan = kiri

Vocal fremitus : melemah, kanan = kiri

- Ictus cordis

· Lokalisasi : ICS V ,2 jari medial Linea Midclavicularis sinistra

· Intensitas : Tidak kuat angkat

· Pelebaran : Tidak ada

· Thrill : Tidak ada

3. Perkusi

- Paru kanan kiri

10

Page 11: COPD + HT2.doc

· Suara perkusi : Hipersonor , kanan = kiri

· Batas paru hepar : ICS VI

· Peranjakan : < 1 sela iga

- Jantung

Batas atas : ICS II

Batas kanan : Linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS V, 2 jari medial linea midclavicularis sinistra

4. Auskultasi

- Paru-paru Kanan Kiri

Suara pernafasan pokok : Vesikuler melemah , kanan = kiri

Suara tambahan : Wheezing ekspirasi +/+, ekspirasi

memanjang

Rhonchi + / +

Vocal resonansi : melemah , kanan = kiri

- Jantung

· Irama : Regular

· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2

T1 > T2 A1 < A2 A2 > P2

· Bunyi jantung tambahan : Tidak ada

· Bising jantung : Tidak ada

· Bising gesek jantung : Tidak ada

Thorax belakang

1. Inspeksi

- Bentuk : Simetris

- Pergerakan : Simetris

- Kulit : Tidak ada kelainan, Sianosis (-)

- Muskulatur : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan

2. Palpasi

- Muskulatur : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan

- Sela iga : Kanan & kiri melebar

- Vocal fremitus : Melemah , kanan = kiri

3. Perkusi kanan kiri

- Batas bawah : vertebra Th. X vertebra Th. XI

- Peranjakan : < 1 sela iga

4. Auskultasi kanan kiri

11

Page 12: COPD + HT2.doc

- Suara pernapasan : Vesikuler melemah , kanan = kiri

- Suara tambahan : Wheezing ekspirasi + / +, ekspirasi memanjang

Rhonchi + / +

- Vocal resonansi : Melemah, kanan = kiri

e. Abdomen

1. Inspeksi

Bentuk : Datar

Kulit : Tidak ada kelainan

Otot dinding perut : Tidak ada kelainan

Pergerakan waktu nafas : Tidak ada kelainan

Pergerakan usus : Tidak terlihat

Pulsasi : Tidak ada

2. Palpasi

- Dinding perut : Lembut

- Nyeri tekan lokal : Tidak ada

- Nyeri tekan difus : Tidak ada

- Nyeri lepas : Tidak ada

- Defance muskulair : Tidak ada

- Hepar : Teraba

· Besar : 2 cm BAC, 1 cm BPX

· Konsistensi : kenyal 2cm BAC 1cm BPX

· Permukaan : Rata

· Tepi : Tajam

· Nyeri tekan : -

- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube terisi

· Pembesaran : -

· Kosistensi : -

· Permukaan : -

· Insisura : -

· Nyeri tekan : -

- Tumor/massa : Tidak teraba

- Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -

3. Perkusi

Suara perkusi : Tympani

Ascites

12

Page 13: COPD + HT2.doc

Pekak samping : Tidak ada

Pekak pindah : Tidak ada

Fluid wave : Tidak ada

4. Auskultasi

- Bising usus : (+) Normal

- Bruit : Tidak ada

- Lain – lain : Tidak ada kelainan

f. CVA(Costo vertebral angel) : Nyeri ketok - / -

g. Lipat paha

1. Inspeksi

- Tumor : Tidak ada

- Kel. Getah bening : Tidak terlihat pembesaran

- Hernia : Tidak ada

2. Palpasi

- Tumor : Tidak ada

- Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran

- Hernia : Tidak ada

- Pulsasi A. Femoralis : Ada

3. Auskultasi

- A. Femoralis : Tidak ada kelainan

h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Sacrum : Tidak dilakukan pemeriksaan

j. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

k. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah

1. Inspeksi

- Bentuk : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Pergerakan : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Kulit : Sianosis tidak ada Sianosis tidak ada

- Otot – otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Edema : Tidak ada Tidak ada

- Clubbing finger : - / - -

- Palmar eritem : Tidak ada -

- Liver nail : Tidak ada -

2. Palpas i

13

Page 14: COPD + HT2.doc

Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada

Tumor : Tidak ada Tidak ada

Edema (pitting/non pitting): Tidak ada Tidak ada

Pulsasi arteri : A. Brachial (+) A. Dorsum pedis (+)

l. Sendi-sendi

Inspeksi

- Kelainan bentuk : Tidak ada

- Tanda radang : Tidak ada

- Lain-lain : Tidak ada kelainan

Palpasi

- Nyeri tekan : Tidak ada

- Fluktuasi : Tidak ada

- Lain-lain : Tidak ada kelainan

m. Neurologik

Refleks fisiologis

KPR : + / +

APR : + / +

Refleks patologis : - / -

Rangsang meningen : Tidak ada

Sensorik : + / +

14

Page 15: COPD + HT2.doc

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a. DARAH

- Hb : 12.0 gr/dl

- Leukosit : 10.900/mm3

- Eritrosit : 4.05 juta/mm³

- Hitung Jenis

· Basofil : 0 %

· Eosinofil : 5 %

· Neutrofil Batang : 2.5 %

· Neutrofil Segmen : 55 %

· Limfosit : 27 %

· Monosit : 10.5 %

- LED

· Jam I : 40 mm

· Jam II : 75 mm

- Trombosit : 233.000/mm3

b. URINE

Warna : Kuning jernih

Kekeruhan :Jernih

Bau : Amoniak

Berat Jenis : 1,025

Reaksi : Asam

Albumin : -

Reduksi : -

Urobilin : +

Bilirubin : -

Sediment :

Eritrosit : 2 – 5/LPB

Leukosit : 0 – 2/LPB

Kristal : -

Bakteri : -

15

Page 16: COPD + HT2.doc

RESUME

Seorang wanita berumur 69 tahun,sudah menikah,datang dengan ke RS

Dustira dengan keluhan utama sesak nafas

Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu

yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas

disertai nafas yang berbunyi mengi. Keluhan sesak didahului adanya batuk berdahak

kental berwarna kuning tanpa disertai darah yang berlangsung terus-menerus

selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas badan

yang tidak begitu tinggi tanpa disertai keringat malam yang tidak berhubungan

dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan rasa berat di

tengkuk.

Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang lebih

5 tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga sampai

empat kali dalam seminggu. Sesak nafas sering timbul apabila penderita berada di

tempat yang penuh asap rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap yang

dihasilkan dari polusi pabrik. Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca dan

makanan terutama makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut. Keluhan

juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa disertai nyeri

dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.

Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi obat dengan

nama salbutamol dan penderita merasa lebih baik.

Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak

tidak begitu banyak, agak kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian

disusul dengan sesak nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin

terutama saat musim hujan datang. Penderita sering berobat ke klinik dekat

rumahnya dan diberi obat dengan nama salbutamol dan obat sirup (penderita lupa

nama obatnya) dan keluhan hilang untuk sementara. Penderita merasa keluhan

bertambah semakin berat dalam 1 minggu terakhir terutama keluahan sesak nafas

yang dirasakannya sehingga penderita memeriksakan diri ke RS Dustira.

Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung

penderita.

Riwayat penyakit darah tinggi pada keluarga penderita terdapat pada ayah

kandungnya.

16

Page 17: COPD + HT2.doc

Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok

setiap hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga

bersama. Riwayat merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah

kandungnya, namun setelah ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-

batuk, beberapa lama kemudian dia memutuskan untuk tidak merokok lagi

atas saran dari dokternya.

Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,

penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar

200 m

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Keadaan umum : Kesadaran : Composmentis

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Vital sign : Tekanan darah : 160/90 mmHg

Nadi : 100x/menit, regular, equal, isi cukup

Pernapasan : 40 x / menit, suara mengi (+)

Suhu : 37.8 oC

Sianosis : Ada

Keringat dingin : Ada

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Kepala Muka : Sianosis (-)

Mata : Sklera : ikterik -/-

Konjungtiva : anemis -/-

Mulut : Bibir Sianosis (+)

Lidah : Basah bersih, Frenulum linguae sianosis (+)

Leher JVP : 5 + 3 cmH2O (meningkat), Hepatojugular reflux (-)

Pelebaran vena ada

Retraksi otot-otot pernafasan tambahan ada

Thorak : Bentuk dan gerak simetris, Barrel chest (+)

Muskulatur : retraksi otot-otot pernafasan tambahan ada

Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerak simetris

sela iga kanan & kiri melebar

Palpasi : vocal fremitus melemah paru kanan = paru kiri

sela iga kanan & kiri melebar

Perkusi : hipersonor paru kanan = paru kiri

Auskultasi : VBS melemah kanan = kiri, wheezing ekspirasi +/+,

ekspirasi memanjang, rhonchi +/+

17

Page 18: COPD + HT2.doc

Jantung : BJ I & II irreguler, murmur (-), BJ tambahan (-)

Abdomen

Bentuk : Datar

Dinding perut : Lembut

Nyeri tekan : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Hepar : Teraba

· Besar : 2 cm BAC, 1 cm BPX

· Konsistensi : kenyal 2cm BAC 1cm BPX

· Permukaan : Rata

· Tepi : Tajam

· Nyeri tekan : -

- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube terisi

Ren : Tidak teraba

CVA : Nyeri ketok tidak ada

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah

- Kulit : Sianosis (-) Sianosis (-)

- Clubbing finger : - / - -

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

Darah

- Hb : 12.0 gr/dl

- Leukosit : 10.900/mm3

- Eritrosit : 4.05 juta/mm³

- Trombosit : 233.000/mm3

- Hitung Jenis

· Basofil : 0 %

· Eosinofil : 5 %

· Neutrofil Batang : 2.5 %

· Neutrofil Segmen : 55 %

· Limfosit : 27 %

· Monosit : 10.5 %

- LED

· Jam I : 40 mm

· Jam II : 75 mm

18

Page 19: COPD + HT2.doc

Urine : dalam batas normal

DIAGNOSIS

Chronic Obstructive Pulmonary Disease + Hipertensi stage I

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Chronic Obstructive Pulmonary Disease + Hipertensi stage I

Corpulmonal Chronic + Hipertensi stage I

USUL PEMERIKSAAN

• Tes Spirometri

• Analisis Gas Darah

• Foto thorax PA

• Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi

• EKG

PENGOBATAN

Istirahat

Banyak minum 2-3 L/ hari

Hindari faktor-faktor noxious agents: asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik

O2 1-3 L/ menit

Nebulizer Ipratropium Br 250 umg + Salbutamol 5 mg tiap 6 jam

Ambroxol tab 3 x 1

Levofloxacin 500 mg 1 x 1 selama 7 hari

Amlodipin 1 x 5 mg

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : ad malam

19

Page 20: COPD + HT2.doc

DISKUSI

A. Diskusi keluhan utama

"Sesak nafas"

Keluhan sesak nafas yang bisa difikirkan adalah gangguan dari organ-organ yang

dapat menimbulkan manifestasi sesak nafas diantaranya adalah gangguan pada

paru, jantung, ginjal, psikis, dan kelainan metabolik karena ketoacidosis diabetik.

Diskusi Anamnesis khusus

“Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu yang

lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas disertai

nafas yang berbunyi mengi.”

Sesak nafas disebabkan oleh karena adanya obstruksi partial pada saluran nafas

yang kecil dengan ditandai adanya bunyi mengi. Percabangan trakeobronkial

melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara

keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang

dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi.

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi

hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang.

“Keluhan sesak didahului adanya batuk berdahak kental berwarna kuning tanpa

disertai darah yang berlangsung terus-menerus selama kurang lebih 4 bulan

terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas badan yang tidak begitu tinggi tanpa

disertai keringat malam yang tidak berhubungan dengan aktivitas.”

Ini menunjukkan adanya progresivitas dalam perkembangan COPD yang biasanya

dicetus oleh adanya infeksi yang mengakibatkan bronkhitis kronis menjadi relaps.

Keluhan batuk juga bukan disebabkan oleh infeksi TBC.

" Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan rasa berat di tengkuk."

Keluhan tersebut menggambarkan manifestasi dari hipertensi.

"Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang lebih 5

tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga sampai empat

kali dalam seminggu."

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa penderita memang memiliki penyakit

sesak sejak masih anak-anak. Sesak bisa oleh karena asma ataupun emfisema

yang sudah didapat sejak kecil.

“Sesak nafas sering timbul apabila penderita berada di tempat yang penuh asap

rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap yang dihasilkan dari polusi pabrik”

20

Page 21: COPD + HT2.doc

Keluhan menggambarkan suatu kondisi COPD yang emfisematous yang terpapar

zat-zat polutan berbahaya yang dapat mencetus terjadinya sesak pada emfisema.

“Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca dan makanan terutama

makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut”

Keluhan menggambarkan bahwa penderita memiliki faktor alergen saat terjadinya

sesak yang sering terdapat pada kasus asma

“Keluhan juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa

disertai nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.”

Keluhan sesak bukan disebabkan adanya suatu ischemi pada jantung yang sering

terjadi pada angina maupun infark miocard akut.

" Keluhan sesak nafas tidak berkurang dengan mengubah posisi tidur miring ke kiri

maupun ke kanan."

Keluhan sesak bukan disebabkan oleh efusi pleura maupun cardiomiopaty.

“Keluhan sesak nafas tidak timbul secara tiba-tiba yang disertai nyeri dada yang

hebat.”

Keluhan bukan disebabkan oleh pneumothorax maupun infark miocard akut.

“Keluhan terbangun dari tidur pada malam hari karena sesak nafas tidak ada.”

Keluhan bukan disebabkan oleh gagal jantung kiri yang sering bermanifest sebagai

paroxysmal nocturnal dyspnea.

“Keluhan sesak nafas tidak disertai bengkak pada kedua tungkai.”

Keluhan bukan disebabkan oleh gagal jantung kanan yang sering disebabkan oleh

corpulmonal.

“Keluhan juga tidak didahului bengkak pada kelopak mata pada saat bangun di

pagi hari dan menghilang atau berkurang pada siang harinya.”

Keluhan bukan disebabkan oleh kelainan ginjal terutama pada sindrom nefrotik

yang sering bermanifest sesak nafas.

“Keluhan juga tidak didahului dengan gejala banyak buang air kecil, banyak

minum, dan banyak makan.”

Penderita tidak memiliki gejala diabetes melitus yang biasanya disertai

ketoasidosis yang dapat menimbulkan asidosis metabolik dan bermanifest sesak

nafas.

21

Page 22: COPD + HT2.doc

“Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak agak

kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian disusul dengan sesak

nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin terutama saat musim

hujan datang.”

Gejala menandakan bahwa penderita memiliki bronkhitis kronis sejak 20 tahun

yang lalu yang sering dipicu oleh musim dingin terutama saat musim hujan yang

dapat menurunkan kondisi tubuhnya.

“Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok setiap

hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga bersama. Riwayat

merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah kandungnya, namun setelah

ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-batuk, beberapa lama kemudian dia

memutuskan untuk tidak merokok lagi atas saran dari dokternya.”

Ini ditanyakan untuk mengetahui apakah ada faktor pencetus terjadinya sesak

terutama pada COPD. Terlihat bahwa penderita sudah lama terpapar zat-zat

berbahaya yang dapat menimbulkan obstruksi pernafasan.

Pada ayah penderita juga memiliki gejala-gejala yang sama akibat terpaparnya zat

tersebut.

“Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung penderita.”

Ayah kandung penderita memiliki genetik untuk penyakit sesak bisa berupa asma

bronkhial ataupun berupa emfisema oleh karena defisiensi a1-antiprotease.

“Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu dan control

secara teratur”

Penderita memang memiliki penyakit hipertensi sudah cukup lama.

“Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,

penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.”

Penderita memiliki alergi makanan yang dapat mencetuskan asmanya.

“Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar 200 m.”

Tempat tinggal penderita dekat dengan polusi pabrik yang berbahaya yang dapat

mencetuskan terjadinya sesak dan batuk.

B. Diskusi Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Kesan sakit : bervariasi dan yang ringan, sedang sampai berat, dapat dilihat dari tanda -

tanda vital.

Kesadaran :

· Sakit ringan : composmentis

· Sakit berat : penurunan kesadaran

22

Page 23: COPD + HT2.doc

-Tekanan darah : 160/90 mmHg, menurut JNC VII termasuk klasifikasi hipertensi stage I

Klasifikasi tekanan darah Sistolic (mmHg) Diastolic (mmHg)

Normal < 120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi satge II >160 >100

-Nadi : 100x/ menit. Sebagai respon jantung untuk meningkatkan cardiac output

oleh karena kekurangan oksigen dalam sirkulasi

-Respirasi : 40x/menit. Sebagai respon paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen

-Suhu : 37.8 0C, tergolong subfebris oleh karena adanya peningkatan aktivitas

pernafasan dan reaksi inflamasi akibat infeksi sekunder

a. Kepala

Bibir dan frenulum linguae sianosis oleh karena peningkatan eritropoiesis sebagai

kompensasi kurangnya O2 dalam jaringan dan sirkulasi yang diakibatkan oleh obstruksi

saluran nafas

Leher terdapat retraksi otot bantu pernafasan oleh karena usaha untuk meningkatkan

pernafasan akibat sesak yang berat

b. Thorax

Bentuk dada barrel chest, sela iga melebar, batas paru hati bertambah, peranjakan yang

kurang, perkusi hipersonor, suara paru yang melemah adalah gambaran COPD dengan

emfisematous yang lama. Di thorax juga terdapat retraksi otot bantu pernafasan sebagai

bentuk usaha paru untuk meningkatkan pernafasan. Terdapatnya suara-suara pernafasan

tambahan menandakan adanya obstruksi partial pada saluran nafas.

c. Abdomen

Terabanya hepar pada penderita ini adalah normal karena kondisi pasien yang kurus dengan

hiperinflasi paru yang mendorong hepar lebih ke bawah

C. Diskusi Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah

- Kadar hemoglobin penderita normal

- Eritrosit dalam batas normal.

- Leukosit pada penderita mengalami peningkatan yang merupakan suatu proses infeksi

- Pada hitung jenis terdapat peningkatan eosinofil, seri granulosit terutama netrofil,seri

monosit terutama limfosit dan monosit sebagai suatu gambaran proses alergi dan inflamasi.

D. Diskusi Differential Diagnosis

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, maka differential diagnosis pada penderita ini adalah :

Chronic obstructive pulmonary disase + Hipertensi stage I

23

Page 24: COPD + HT2.doc

Corpulmonal chronic + Hipertensi stage I

E. Diskusi Diagnosis

Diagnosa pada penderita ini adalah Chronic obstructive pulmonary disase + Hipertensi stage

I dengan pertimbangan :

- Penderita sering mengalami sesak nafas sejak umur 5 tahun. Serangan sering dicetuskan

oleh alergi dan terpaparnya zat berbahaya seperti asap rokok, asap kendaraan, dan asap

pabrik.

- Mengalami batuk lama yang berdahak dan diikuti oleh sesak nafas sejak 20 tahun yang lalu

dan berlangsung lebih dari 3 bulan

- Riwayat asma pada keluarga

- Riwayat terpapar asap rokok selama 30 tahun oleh suaminya yang merokok setiap hari

F. Diskusi Usul Pemeriksaan

Pemeriksaan ditujukan untuk menegakan diagnosis dan menyingkirkan DD, meliputi:

• Tes Spirometri

• Analisis Gas Darah

• Foto thorax PA

• Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi

• EKG

Tes Spirometri

Pemeriksaan ini untuk mengetahui fungsi paru apakah masih baik atau tidak untuk

mngetahui seberapa parah yang dilihat dalam klasifikasi Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease 2006. Dengan melihat FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya

eksaserbasi parah.

Analisis Gas Darah

- PaO2 < 8.0 kPa dan atau SaO2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6.7 kPa, saat

bernafas dalam ruangan, mengindikasikan adanya gagal nafas

- PaO2 < 6.7 kPa, PaCO2 > 9.3 kPa dan pH < 7.30, memberi kesan episode yang

mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitorinh ketat dan penanganan intensif.

Foto thorax PA

Dilakukan untuk melihat gambaran bronchitis dan emfisema serta adanya komplikasi seperti

pneumoni.

Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi

Untuk mengetahui bakteri jenis apa yang menginfeksi dan antibiotik apa yang cocok untuk

pengobatannya.

EKG

24

Page 25: COPD + HT2.doc

Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan akibat

corpulmonal, aritmia, dan iskemia

G. Diskusi Terapi

- Istirahat & nutrien yang cukup

Dengan istirahat pasien akan lebih relax dan terpantau kesehatannya, mengurangi reiko

infeksi yang didapat dari luar, serta tidak membuat penyakit jadi bertambah berat.

Pemberian Nutrisi yang baik akan meningkatkan ketahanan tubuh pasien.

- Menghindani rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit.

Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi

harus dihindari, karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/memperburuk

perjalanan penyakit

- O2 1-3 L/ menit

Pada penderita dengan hipoksemi, yaitu Pa 02 < 55 mmHg pemberian oksigen

konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan

psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola tidur. Hipoksemi dapat

mencetuskan dekompensatio kordis pada penderita PPOK terutama pada saat adanya

infeksi saluran napas.

- Bronkodilator

Obat yang dipakai disini adalah Ipratropium

Salbutamol.

Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi

saluran napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan

bronkodilator utama yaitu golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan

golongan xanthin; ke tiga obat ini mempunyai cara kerja yang berbeda dalam

mengatasi obstruksi saluran napas. Dalam otot saluran napas persarafan langsung

simpatometik hanya sedikit; meskipun banyak terdapat adenoreseptor beta dalam

otot polos bronkus, reseptor ini terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis

menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase,

yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan

bronkodilatasi.

Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada asma

aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi; tetapi

peranan vagus yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah

asetilkolin yang dapat menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat antagonis

kompetitif dan asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot polos bronkus

sehingga timbul bronkodilatasi.

25

Page 26: COPD + HT2.doc

Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme yang belum

diketahui dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya

bronkodilator, adalah:

-Blokade reseptor adenosin

-Rangsangan pelepasan katekolamin endogen

-Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor

-Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos dan penghambatan

penglepasan mediator dan sel mast.

- Antibiotik (Levofloxacin)

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama pada

keadaan eksaserbasi., Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi diikuti

oleh infeksi bakteri. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan makin

memburuk.Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam

penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotika dapat mengurangi lama dan

beratnya eksaserbasi.Perubahan warna sputum dapat merupakan indikasi infeksi

bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin, quinolon,

eritromisin dan kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila

antibiotika tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan

mikroorganisme.

- Amlodipin

Merupakan golongan Ca-channel blocker yang baik untuk hipertensi dan tidak

menimbulkan batuk dan sesak nafas.

26

Page 27: COPD + HT2.doc

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan

ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas. Penyakit dengan kelainan tersebut antara lain

adalah asma bronkial, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan sindrom obstruksi pasca Tb

(SOPT). Meskipun semuanya memberikan kelainan berupa obstruksi saluran napas, tetapi

mekanisme terjadinya kelainan itu berbeda pada masing-masing penyakit.

Gangguan obstruksi yang terjadi menimbulkan dampak buruk terhadap penderita karena

menimbulkan gangguan oksigenisasi dengan segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang

terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi

akut penyakitnya.

Pemberian bronkodilator yang bertujuan mengatasi obstruksi yang terjadi, merupakan

suatu tindakan yang bersifat simptomatis, karena pengobatan ini tidak mengobati etiologi

obstruksi,

walaupun demikian pengobatan ini perlu dilakukan untuk mengatasi gejala serta

menghindari perburukan penyakit dan komplikasi.

Terdapat berbagai golongan bronkodilator dan cara pemberian yang berbeda. Pemilihan

bronkodilator yang tepat dan cara pemberian yang akurat perlu dilakukan agar diperoleh efek

pengobatan yang optimal dengan efek samping yang minimal.

PPOK

PPOK merupakan suatu kelainan penyempitan saluran napas, dan berhubungan dengan

kelainan respon inflamasi yang berlangsung secara kronik. Gejala klinis dari PPOK adalah batuk

kronik terutama pada penderita perokok dan terpapar gas/partikel polutan, produksi sputum yang

27

Page 28: COPD + HT2.doc

meningkat, sesak napas (karakteristik pada PPOK adalah membutuhkan usaha atau tenaga lebih

untuk bernapas, terengah-engah, persisten dan progresif, serta jika sudah berat menggunakan

otot-otot bantu napas).

Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan spirometri, terutama setelah pemberian

bronkodilatator.

Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah:

- Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas

- Faktor exposure : merokok, status sosioekonomi, hipereaktivitas saluran napas, pekerjaan,

polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren, dll.

Gambaran klinis sistemik PPOK dapat berupa penurunan berat badan, disfungsi otot-otot

skelet dan kelainan sistemik yang bersifat potensial. Penurunan berat badan akibat adanya

ketidaksesuaian intake kalori, oleh karena pada pasien PPOK terjadi peningkatan metabolisme

basal. Peningkatan metabolisme basal ini akibat adanya inflamasi sistemik, hipoksia jaringan dan

pemakaian obat-obatan pada pasien PPOK (misalnya beta-2 agonis).

Adanya disfungsi otot skelet dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita

karena akan membatasi kapasitas latihan dai pasien PPOK. Disfungsi ini terjadi akibat perubahan

gaya hidup pasien PPOK (aktivitas fisik yang menurun karena pasien mudah sesak), kelainan

nutrisi, hipoksia jaringan, apoptosis otot skelet, stres oksidatif, rokok, kepekaan individu,

perubahan hormon, perubahan elektrolit, kelaiana regulasi nitrit oksida, dan obat-obatan.

Gambaran sistemik dari PPOK antara lain dapat meningkatkan prevalensi depresi dan

prevalensi osteoporosis. Osteoporosis dapat terjadi pada penderita PPOK karena adanya

malnutrisi, perubahan pola hidup, prokok, terapi steroid dan inflamasi sistemik.

PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk

berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari

PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin

lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada

hubungannya dengan alergi.

28

Page 29: COPD + HT2.doc

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK

dibagi atas 4 derajat:

1. PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal paru VEP1/KVP < 70%

2. PPOK Sedang: VEP1/KVP < 70%, atau 50% =< VEP1 < 80% prediksi

3. PPOK Berat: VEP1/KVP < 70%, atau 30%=<VEP1<50% prediksi

4. PPOK Sangat Berat: VEP1/KVP < 70% atau VEP1<30% atau VEP1<50% disertai gagal napas

kronik

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru,

dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD. Agaknya ada hubungan etiologik

dan sekuensial antara bronkitis kronik dan emfisema, tetapi tampaknya tak ada hubungan antara

kedua penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi,

patogenesis dan pengobatan.

Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan

mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan

sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-

turut. Definisi ini tidak mencakup penyakit-penyakit seperti bronkiektasis dan tuberkulosis yang

juga menyebabkan batuk kronik dan pembentukan sputum. Sputum yang terbentuk pada bronkitis

kronik dapat mukoid atau mukopurulen.

29

Page 30: COPD + HT2.doc

Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh

pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar.

Emfisema dapat didiagnosis secara tepat dengan menggunakan CT scan resolusi tinggi.

Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang

trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai

penyempitan jalan napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme.

Perhatikan perbedaan mendasar dari definisi penyakit-penyakit yang disebutkan di atas:

bronkitis kronik didefinisikan menurut gejala klinisnya, emfisema paru menurut patologi

anatominya, sedangkan asma menurut patofisiologi klinisnya. Meskipun setiap penyakit dapat

timbul dalam bentuknya yang murni, tetapi bronkitis kronik biasanya timbul bersama-sama

emfisema pada pasien yang sama. Asma lebih mudah dibedakan dari bronchitis kronik dan

emfisema berdasarkan riwayat serangan mengi paroksismal, yang dimulai pada masa kanak-

kanak dan berhubungan dengan alergi, tetapi kadang-kadang pasien bronkitis kronik dapat

mempunyai gambaran asmatik dari penyakitnya.

Asma

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan

napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis napas

pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan

yang menunjukkan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang

menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.

Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus;

ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Penyempitan jalan napas disebabkan oleh

bronkospasme edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental.

Asma dapat dibagi dalam tiga kategori. Asma ekstrinsik, atau alergik, ditemukan pada

sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya

dimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopik

termasuk hay fever, ekzema, dermatitis, dan asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan

individu terhadap alergen (biasanya protein) dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus

binatang spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau

coklat. Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat

mengakibatkan serangan asma. Sebaliknya, pada asma intrinsik, atau idiopatik, ditandai dengan

sering tidak ditemukannya faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor nonspesifik (seperti flu biasa,

latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik lebih sering timbul

sesudah usia 40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan

30

Page 31: COPD + HT2.doc

trakeobronkial. Makin lama serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan

ini berlanjut menjadi bronkitis kronik dan kadang-kadang emfisema. Banyak pasien menderita

asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen asma ekshinsik dan intrinsik. Sebagian

besar pasien asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran; anak yang menderita asma

ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.

Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul

dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh

mengerahkan tenaga untuk bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis yang telah

dijelaskan, bahwa kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial

melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari

bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan

berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal

tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi

memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar.

Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk

produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan. Pengobatan terdiri atas pemberian

bronkodilator, desensitisasi spesifik yang lama, menghindari alergen yang sudah dikenal, dan

kadang-kadang obat kortikosteroid. Selang waktu antara dua serangan biasanya bebas dari

kesulitan bernapas. Asma dapat dibedakan dari bronchitis kronik dan emfisema karena sifatnya

yang intermiten dan berdasarkan kenyataan bahwa emfisema destruktif jarang terjadi. Serangan

asma yang berlangsung terus menerus selami berhari-hari dan tak dapat ditanggulangi dengan

cara pengobatan biasa dikenal dengan nama status asmatikus.

Bronkitis Kronik dan Emfisema

Meskipun bronkitis, kronik dan emfisema merupakan dua proses yang berbeda, tapi kedua

penyakit ini sering ditemukan bersama-sama pada penderita COPD. Diperkirakan 16,2 juta orang

Amerika menderita bronkitis kronik dan emfisema atau keduanya, yang bertanggung jawab dalam

menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden COPD meningkat 450% sejak tahun

1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak keempat. COPD menyerang pria

dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria adalah perokok berat; tetapi

insiden pada wanita meningkat 600% sejak tahun 1950, dan diperkirakan akibat perilaku

merokok mereka.

Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus

dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema

31

Page 32: COPD + HT2.doc

mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk

produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya memengaruhi

bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi

utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industri. Polusi udara yang

terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas

silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya

sendiri melemah.

Emfisima dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa bentuk

morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting swhubungan dengan COPD.

Emfiseema sentrilobular (CLE), secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius

dan duktus alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang membesar, bergabung dan akhirnya

cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula duktus

alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. CLE seringkali lebih berat

menyerang bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata. CLE lebih banyak

ditemukan pada pria dibandingkan wanita, biasanya berhubungan dengan bronkitis kronik, dan

jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.

Emfisema panlobular (PLE) atau emfisema panasinar, merupakan bentuk morfologik

yang lebih jarang, alveolus yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran

serta kerusakan secara merata; mengenai bagian asinus yang sentral maupun yang perifer.

Bersamaan dengan penyakit yang makin parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit

menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa lembar jaringan, yang biasanya berupa

pembuluh-pembuluh darah. PLE mempunyai gambaran khas yaitu: tersebar merata di seluruh

paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. PLE, tapi tidak CLE, juga

ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer. Jenis emfisema ini ditandai dengan

peningkatan resistensi jalan napas yang berlangsung lambat tanpa adanya bronkitis kronik, mula

timbulnya dini dan biasanya memperlihatkan gejala-gejala pada usia antara 30 dan 40 tahun. Di

Inggris tercatat kurang dari 6% penderita COPD dengan emfisema primer, dan angka

kekerapannya sama baik pada wanita maupun pria. Penyebab emfisema bentuk ini tidak

diketahui, tetapi telah diketahui adanya bentuk familial yang berkaitan dengan defisiensi enzim

alfa1-antiprotease.

Alfa1-antiprotease diperkirakan sangat penting sebagai perlindungan terhadap protease

yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam

patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu

proses fagositosis berlangsung dan mampu memecah elastin dan makromolekul lain pada

jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease,

32

Page 33: COPD + HT2.doc

yang menghambat aktivitas protease. Penemuan ini berdasarkan studi pada sekelompok kecil

pasien dengan defisiensi alfa1-antiprotease herediter.* Pemetaan genetik telah memperlihatkan

bahwa sebagian besar anggota populasi normal dengan kadar alfa1-antiprotease normal memiliki

dua gen M dan disebut sebagai tipe MM. Dua gen yang paling sering berkaitan dengan ernfisema

adalah gen S dan gen Z. Homozigot SS atau ZZ pada individu-individu memiliki kadar serum

alfa1-antiprotease yang mendekati nol atau sangat rendah dan mempunyai kemungkinan 70%

sampai 80% untuk menderita emfisema tipe primer (panlobular atau emfisematosa). Individu

dengan heterozigot MS atau MZ dengan satu gen yang abnormal mempunyai serum alfa1-

antiprotease dalam kadar sedang, dan diperkirakan mempunyai predisposisi yang tinggi terhadap

emfisema, biasanya dalam bentuk bronkitis (sentrilobular). Pada orang-orang dalam kelompok

terakhir, merokok dapat mengakibatkan respons peradangan sehingga menyebabkan pelepasan

enzim proteolitik (protease), sementara, bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat

alfa1-antiprotease. Keadaan heterozigot sering ditemui pada populasi, dengan perhitungan

insidensnya 5% hingga 14%.

PLE, walaupun merupakan ciri khas emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan

emfisema akibat usia tua dan bronkitis kronik. Kerusakan serabut elastik dan serabut retikular

paru yang disertai dengan menghilangnya kemampuan mengembangkan paru secara elastis

diduga akan mengakibatkan peregangan paru yang progresif pada proses penuaan. Tetapi,

emfisema senilis bukan merupakan emfisema sejati, karena sebagian besar pasien yang sudah tua

ini tak mengalami gangguan fungsi paru yang berarti. PLE yang menyertai bronkitis kronik

dianggap sebagai tahap akhir dari CLE progresif, karena kedua gambaran morfologis tersebut

dapat timbul pada paru yang sama.

33

Page 34: COPD + HT2.doc

Jika toraks pasien emfisema dibuka selama pembedahan atau otopsi, paru tampak sangat

membesar; paru ini tetap terisi udara dan tidak kolaps. Warnanya lebih putih daripada paru

normal, dan terasa menggelembung serta halus seakan-akan berbulu. Seringkali terlihat bleb yaitu

rongga subpleura yang terisi udara, serta bula yaitu rongga parenkim yang terisi udara dengan

diameter lebih dari 1 cm. Selain itu, rongga udara juga mengalami dilatasi merata. PLE dan CLE

seringkali ditandai oleh bula, tetapi bula ini dapat juga timbul tanpa adanya PLE atau CLE.

Biasanya bula timbul karena adanya penyumbatan pada katup pengatur bronkiolus. Selama

inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat

penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus; tersebut

kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Hilangnya

elastisitas dinding bronkiolus pada emfisema juga dapat menyebabkan kolaps prematur. Dengan

demikian udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena, berakibat distensi berlebihan serta

penggabungan beberapa alveolus. Ini disebabkan karena fragmentasi jaringan elastis

interalveolar, disertai rusaknya sekat interalveolar yang sudah menipis, sehingga akhirnya

terbentuk bula. Pada emfisema dapat timbul satu atau banyak bula yang dapat ataupun tidak

saling berhubungan. Bleb yang terbentuk akibat ruptura alveoli dapat pecah ke dalam rongga

pleura sehingga mengakibatkan pneumotoraks spontan (kolaps paru). Perubahan-perubahan lain

yang sering ditemukan pada paru penderita COPD adalah pengurangan jaringan kapiler dan bukti

histologik adanya bronkiolitis kronik (terserangnya bronkiolus kecil).

Diagram aliran yang dilukiskan pada Gambar di atas memperlihatkan patogenesis COPD

dan tipe morfologik emfisema yang ditimbulkannya. Diagram ini memperkuat fakta bahwa,

walaupun genetik mungkin merupakan suatu faktor predisposisi emfisema paru, dan merokok

serta polusi udara merupakan faktor utama pada patogenesis emfisema jenis bronkitis, tetapi

sebenarnya ada interaksi antara kedua faktor tersebut. Misalnya, seseorang dengan faktor

predisposisi genetik mungkin akan menderita emfisema jika terpajan polusi udara. Meskipun

dilatasi rongga udara senilis tak dianggap, sebagai emfisema sejati, tetapi mungkin hilangnya

elastisitas normal parenkim paru yang dihubungkan dengan usia merupakan faktor yang

menentukan timbulnya emfisema sejati.

Perjalanan klinis penderita COPD terbentang mulai dari apa yang dikenal sebagai pink

puffers sampai blue bloaters. Tanda klinis utama pada pink puffer (berkaitan dengan PLE primer)

34

Page 35: COPD + HT2.doc

adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti. Biasanya

dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada

penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan

tubuhnya tampak kurus; tak berotot. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat

berlanjut menjadi bronkitis kronik sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak

rendah dan bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan (karena itu disebut

pink=merah muda), sedangkan kor pulmonale (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonar dan

penyakit paru) jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir. Gangguan

keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal; sehingga dengan hiperventilasi, penderita pink

puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal sampai penyakit ini

mencapai tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total TLC dan

volume residu RV sangat meningkat.

Pada keadaan COPD ekstrem yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloater (bronkitis

tanpa bukti-bukti emfisema obstruktif yang jelas). Pasien ini biasanya menderita batuk produktif

dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun

sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu pasien

melakukan kegiatan fisik. Pasien-pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk

bernapas; mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio ventilasi/perfusi

juga tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang ginjal untuk memproduksi

eritropoietin, yang akan merangsang peningkatan pembentukan sel-sel darah merah, sehingga.

terjadi polisiternia sekunder. Kadar hemoglobin (Hb) dapat mencapai 20 g/100 ml atau lebih, dan

sianosis mudah tampak karena Hb tereduksi mudah mencapai kadar 5 g/100 ml walaupun hanya

sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb tereduksi (oleh karena itu dinamakan

blue bloaters). Pasien-pasien ini tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat sehingga mereka

tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk tubuh normal. TLC

mungkin normal, dan diafragma berada dalam posisi normal. Kematian biasanya terjadi akibat

kor pulmonale (yang timbul dini) atau akibat kegagalan pernapasan. Pada otopsi sering

(meskipun tak selalu) ditemukan emfisema. Emfisema cenderung berbentuk sentrilobular,

meskipun dapat pula berbentuk panlobular.

Perjalanan klinis COPD yang khas adalah berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30

tahun dengan "batuk merokok," atau "batuk pagi" disertai pembentukan sedikit sputum mukoid.

Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari biasanya pada pasien-pasien ini.

Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini

tak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya serangan bronkitis akut

makin sering timbul, terutama pada musim dingin, dan kemampuan kerja pasien berkurang,

35

Page 36: COPD + HT2.doc

sehingga waktu mencapai usia 50-60-an, pasien mungkin harus berhenti bekerja. Pada pasien

dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan klinis tampaknya tidak begitu lama, yaitu

tanpa riwayat batuk produktif; dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat pasien

menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkapnia, hipoksemia, dan kor pulmonale, prognosisnya

buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan gagal

napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan penyebab kematian yang

lazim.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada penyakit paru obstruksi bertujuan untuk menghilangkan atau

mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin dan secepatnya agar oksigenisasi dapat

kembali normal; keadaan ini dipertahankan dan diusahakan menghindari perburukan penyakit

atau timbulnya obstruksi kembali pada kasus dengan obstruksi yang reversibel. Dasar-dasar

penatalaksanaan ini pada PPOK adalah:

1) Usaha mencegah perburukan penyakit

2) Mobilisasi lendir

3) Mengatasi bronkospasme

4) Memberantas infeksi

5) Penanganan terhadap komplikasi

6) Fisioterapi, terapi inhalasi dan rehabilitasi.

Pada asma dan PPOK, suatu serangan akut atau eksaserbasi akut memerlukan

penatalaksanaan yang tepat agar obstruksi yang terjadi dapat diatasi seoptimal mungkin sehingga

risiko komplikasi dan perburukan penyakit dapat dihindari sedapat mungkin. Pada obstruksi

kronik yang terdapat pada PPOK dan SOPT penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat

proses perburukan faal paru dengan menghindari eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang

memperburuk penyakit. Pada penderita PPOK penurunan faal paru lebih besar dibandingkan

orang normal. Penelitian di RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa nilai volume ekspirasi

paksa detik pertama (VEP1) pada penderita PPOK menurun sebesar 52 ml setiap tahunnya.

Penatalaksanaan penyakit paru obstruksi secara umum terdiri dari:

I. Penatalaksanaan umum

II. Pemberian obat-obatan

III. Terapi oksigen

IV. Rehabilitasi

36

Page 37: COPD + HT2.doc

PENATALAKSANAAN UMUM

Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adaIah:

1) Pendidikan terhadap penderita dan keluarga.

Mereka hendaklah mengetahui penyakitnya, yang meliputi berat penyakit, faktor-faktor

yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Perlu peranan

aktif penderita untuk usaha pencegahan dan pengobatan.

2) Menghindani rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi.

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita

harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari,

karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/memperburuk perjalanan penyakit.

3) Menghindari infeksi

Infeksi saluran napas sedapat mungkin dihindan oleh karena dapat menimbulkan suatu

eksaserbasi akut penyakit.

4) Lingkungan sehat

Perubahan cuaca yang mendadak, udara terlalu panas atau dingin dapat meningkatkan

produksi sputum dan obstruksi saluran napas. Tempat ketinggian dengan kadar oksigen rendah

dapat menurunkan tekanan oksigen dalam arteri. Pada penderita PPOK terjadinya hipertensi

pulmonal dan kor pulmonale dapat diperlambat bila penderita pindah dari dataran tinggi ke

tempat di permukaan laut.

5) Mencukupkan kebutuhan cairan

Hal ini penting untuk mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan. Pada keadaan

dekompesasi kordis, pemakaian kortikosteroid dan hiponatremi memperbesar kemungkinan

terjadinya kelebihan cairan.

6) Nutrien yang cukup

37

Page 38: COPD + HT2.doc

Pemberian makanan yang cukup perlu dipertahankan oleh karena penderita sering

mengalami anoreksia oleh karena sesak napas, dan pemakaian obat-obatan yang menimbulkan

rasa mual.

PEMBERIAN OBAT-OBATAN

1) Bronkodilator

Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi saluran

napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan bronkodilator utama yaitu

golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan golongan xanthin; ke tiga obat ini

mempunyai cara kerja yang berbeda dalam mengatasi obstruksi saluran napas. Dalam otot saluran

napas persarafan langsung simpatometik hanya sedikit; meskipun banyak terdapat adenoreseptor

beta dalam otot polos bronkus, reseptor ini terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis

menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase, yaitu

substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan

bronkodilatasi.

Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada asma

aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi; tetapi peranan vagus

yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah asetilkolin yang dapat

menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat antagonis kompetitif dan asetilkolin dan

dapat menimbulkan relaksasi otot polos bronkus sehingga timbul bronkodilatasi.

Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme yang belum diketahui

dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya bronkodilator, adalah:

-Blokade reseptor adenosin

-Rangsangan pelepasan katekolamin endogen

-Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor

-Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos dan penghambatan penglepasan mediator

dan sel mast.

Pada gambar di bawah dapat dilihat skema cara kerja obat-obat bronkodilator untuk

menimbulkan bronkodilatasi.

Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan efedrin selain memberikan efek

bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan palpitasi; pemakaian obat-obat yang selektif

terhadap reseptor beta mengurangi efek samping ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap

selektif antara lain adalah terbutalin, feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol. Di

38

Page 39: COPD + HT2.doc

samping bersifat sebagai bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi lendir.

Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka gejala akan

berkurang. Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan. Pada penderita asma obat ini

mungkin bisa mengurangi timbulnya serangan asma malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4

mg mempunyai manfaat yang sama dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih

minima1.

Antikolinergik seperti ipratropium bromide merupakan bronkodilator utama pada PPOK,

kanena pada PPOK obstruksi saluran napas yang terjadi lebih dominan disebabkan oleh kom

ponen vagal. Kombinasi obat antikolinergik dengan golongan bronkodilator lain seperti agonis

beta-2 dan xanthin memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik, sehingga dosis dapat

diturunkan sehingga efek samping juga menjadi sedikit.

Pada penderita asma akut pemberian antikolinergik tidak direkomendasikan oleh karena

efeknya lebih rendah dibandingkan golongan agonis beta-2; tetapi penambahan obat

antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Pada asma kronik antikolinergik cukup

aman,bronkodilatasi terjadi melalui blokade reseptor muskaninik non spesifik. Meskipun efeknya

kurang dari agonis beta-2 tapi penambahan obat ini memberikan efek tambahan terutama pada

penderita asma yang lebih tua.

Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain bersifat

bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot diafragma. Pada

penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat golongan xanthin ini dipengaruhi oleh

faktor uimur, merokok, gagal jantung, infeksi bakteri dan penggunaan obat simetidin dan

eitromisin. Oleh karena itu penggunaan obat xanthin pada PPOK membutuhkan pemantauan yang

ketat.

Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan oleh kanena cara ini

memberikan berbagai keuntungan yaitu:

-Obat bekerja langsung pada saluran napas

-Onset kerja yang cepat

-Dosis obat yang kecil

-Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam

darah rendah

39

Page 40: COPD + HT2.doc

40

Page 41: COPD + HT2.doc

2) Ekspektorans dan mukolitik

Pemberian cairan yang cukup dapat mengencerkan sekret, tetapi pada beberapa keadaan

seperti gagal jantung perlu dilakukan pembatasan cairan. Obat yang menekan batuk seperti

kodein tidak dianjurkan karena dapat mengganggu pembersihan sekret dan menyebabkan

gangguan pertukaran udara; di samping itu obat ini dapat menekan pusat napas. Tetapi bila batuk

sangat mengganggu seperti batuk yang menetap, iritasi saluran napas dan gangguan tidur obat ini

dapat diberikan. Ekspektorans dan mukolitik lain seperti bromheksin, dan karboksi metil sistein

diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistem selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek

anti oksidans yang melindungi saluran napas dan kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

3) Antibiotika

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama pada keadaan

eksaserbasi., Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi diikuti oleh infeksi bakteri.

Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan makin memburuk.Penanganan infeksi yang

cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotika dapat

mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi.Perubahan warna sputum dapat merupakan indikasi

infeksi bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin dan

kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotika tidak memberikan

perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.

4) Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid pada suatu serangan akut baik pada asma maupun PPOK

memberikan perbaikan penyakit yang nyata. Steroid dapat diberikan intravena selama beberapa

hari, dilanjutkan dengan prednison oral 60 mg selama 4-7 hari, kemudian diturunkan bertahap

selama 7-10 hari. Pemberian dosis tinggi kurang dari 7 hari dapat dihentikan tanpa turun

bertahap. Pada penderita dengan hipereaktivitas bronkus pemberian kortikosteroid inhalasi

menunjukkan perbaikan fungsi paru dari gejala penyakit. Pemberian kortikosteroid jangka lama

memperlambat progresivitas penyakit.

41

Page 42: COPD + HT2.doc

TERAPI OKSIGEN

Pada penderita dengan hipoksemi, yaitu Pa 02 < 55 mmHg pemberian oksigen konsentrasi

rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot,

toleransi beban kerja dan pola tidur. Hipoksemi dapat mencetuskan dekompensatio kordis pada

penderita PPOK terutama pada saat adanya infeksi saluran napas.

Gejala gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala mungkin merupakan petunjuk perlunya oksigen

tambahan. Pada penderita dengan infeksi saluran napas akut dan dekompensasi kordis pemberian

Inspiratory Positive Pressure Breathing (IPPB) bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan

atelektasis.

ANTIOKSIDAN

Pemakaian antioksidan yang direkomendasikan oleh Internasional dan nasional guideline

adalah N-acetylcysteine (NAC). NAC selain sebagai agen mukolitik, juga berperan sebagai

antioksidan dan anti-inflamasi, serta imunomodulator. NAC sebagai agen mukolitik bekerja

dengan cara menghancurkan/memecah jembatan disulfida dari makromolekul mukoprotein yang

terdapat dalam sekresi bronkial, sehingga mukus menjadi lebih encer, serta bekerja dengan cara

memperbaiki kerja silia saluran napas. Dengan adanya kerja silia yang membaik ini, maka akan

sedikit mukus yang melekat pada epitel dan menyebabkan penetrasi antibiotika ke dalam jaringan

akan meningkat, dan hal ini akan mengurangi kolonisasi bakteri. Efek ini dikenal sebagai anti

adherens bacteria dari NAC.

NAC sebagai antioksidan akan menjadi prekursor glutation (antioksidan) karena NAC

mudah untuk berpenetrasi kedalam sel dan diasetilasi menjadi sistein. Sistein ini berperan

terhadap sintesis glutation. Selain berperan secara tidak langsung sebagai antioksidan, peranan

NAC secara langsung sebagai antioksidan adalah membawa gugus tiol (gugus SH) bebas yang

dapat berinteraksi dengan gugus elektrofilik ROS.

Peranan NAC sebagai anti-inflamasi yaitu menghambat pelepasan sitokin pro-inflamasi,

dan sebagai imunomodulator dengan cara meningkatkan fungsi sel-sel imunitas seperti limfosit

dan makrofag terhadap radikal bebas dan bakteri atau benda asing.

Uji klinis NAC pada PPOK yang melibatkan 1392 pasien membuktikan bahwa pemberian NAC

dapat mengurangi viskositas ekspektorasi, memudahkan ekspektorasi, dan mengurangi derajat

keparahan batuk.

42

Page 43: COPD + HT2.doc

REHABILITASI

Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan pekerjaan. Fisioterapi

bertujuan memobilisasi dahak dan mengendalikan kondisi fisik penderita ke tingkat yang optimal.

Berbagai cara fisioterapi dapat dilakukan yaitu latihan relaksasi, latihan napas, perkusi dinding

dada, drainase postural dan program uji latih. Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan

penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi

pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuan fisiknya. Secara umum rehabilitasi ini bertujuan agar penderita dapat mengurus diri

sendiri dan melakukan aktivitas yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan penderita.

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis dari PPOK mencakup pemeriksaan anamnesis [pola hidup-riwayat

merokok, riwayat penyakit keluarga, keluhan yang dialami, dsb], pemeriksaan fisik [pada saluran

napas dan jantung], dan pemeriksaan penunjang [pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, dan

test fungsi paru].

43

Page 44: COPD + HT2.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. E. R. Mc Fadden,Jr. .HARRISON’S PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE, edisi 16. New york

: McGraw-Hill Companies Inc,2005

2. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi

IV.2006

3. Sabatine, Marc S, The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine, 1st

ed., 2004

4. Holgate ST. Bronchoconstriction. In: Bronchodilator Therapy. ed. Clark Till. Auckland: Adis Press Limited, 1984

5. http:// www. newenglandjournal .com.updated

44