Download - 140448322-Tumor-Kulit
KARSINOMA SEL BASAL
PENDAHULUANPada dekade ini, banyak terjadi peningkatan kasus kanker kulit oleh karena adanya eksposure karsinogen berupa peningkatan radiasi Ultra violet (UV) terutama UVB akibat adanya lubang ozon di atmosfer.Adanya eksposure ini menyebabkan terjadinya kerusakan DNA, sehingga sistem apoptosis gagal mengantisipasinya, yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya kanker tersebut. Kondisi ini menyebabkan mulai didapatkannya perubahan prekanker pada usia yang lebih muda.Kanker kulit secara umum digolongkan menjadi kanker kulit Melanoma dan kanker kulit Non Melanoma (Karsinoma Sel Basal dan Karsinoma Sel Skuamosa). Karsinoma Sel Basal merupakan tumor ganas lokal yang destruktif, biasanya tidak bermetastase dan merupakan tumor ganas kulit yang terbanyak tumbuh sebagai benjolan kecil yang selanjutnya mengalami ulserasi sentral (ulkus rodens) dengan pinggir yang menonjol.Sering mengenai orang-orang yang terpapar sinar matahari serta timbul pada usia pertengahan hingga tua. Lokasi biasanya mengenai kepala dan leher.Pada paper ini akan difokuskan lebih mendalam mengenai karsinoma sel basal.1,2,3,4
DEFENISIKarsinoma Sel Basal adalah suatu tumor kulit yang bersifat ganas, berasal dari sel pluripotensial di lapisan dasar epidermis, atau dari selubung akar folikel rambut.Beberapa sinonim dari karsinoma sel basal dikenal antara lain : Basal cell epithelioma (BCE),Basalioma,Ulkus rodens,Ulkus jacob,Dan Tumor Komprecher.1,2,3
PATOFISIOLOGI Tumor ini disangka berasal dari sel epidermal pluripotensial atau dari lapisan sel basal dari kulit. Pajanan UV terutama spectrum UVB (290-320 nm) yang menginduksi mutasi gen tumor supresor menyebabkan kerusakan dari DNA dan menyebabkan mutagenesis dari sel tumor yang baru. Sel. mutasi yang terutama diinduksi sinar UV pada tumor suppressor gene TP53. Gen ini terletak di kromosom 17 lengan pendek (17p). Bisa juga terjadi karena mutasi gen pada pita 9q22. KSB diakibatkan kelainan inhibisi gen yang mengkode protein untuk kaskade proses pertumbuhan sel dan adneksanya sejak fetus. Homolog gen ini ialah Sonic Hedgehog (SHH), Patched (PTCH), dan Smoothened (SMO), tiga ini yang paling banyak pada manusia. Pada sebagian besar KSB terdapat abnormalitas gen PTCH atau SMO.1,2,4,5,6
ETIOLOGIInsiden karsinoma sel basal berbanding lurus dengan usia pasien dan berbanding terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis.Ada juga korelasi langsung keadaan ini dengan lama total pajanan terhadap sinar matahari seumur hidup pasien.Sekitar 80% dari kanker sel basal terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari seperti wajah,kepala dan leher. Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogenik adalah sinar yang panjang gelombangnya berkisar antara 280-320 nm , spektrum inilah yang membakar dan membuat kulit menjadi coklat.Penyebab lain karsinoma sel basal adalah riwayat pengobatan radiologi sebelumnya untuk menyembuhkan penyakit kulit lain,kontak dengan arsen,dan gangguan genetik yang jarang (xeroderma pigmentosum dan sindrom karsinoma sek basal nevoid).Sinar ultravioled panjang (UVA) yang dipancarkan oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari juga merusak epidermis dan dianggap sebagai karsinogenik.2,3
GEJALA KLINISTumor ini umumnya ditemukan didaerah berambut ,bersifat infasif ,jarang mempunyai
metastasis.Dapat merusak jaringan di sekitarnya serta cenderung untuk residif .Bentuk klinis yang banyak ditemukan ialah :1.Bentuk NodulusBentuk ini paling sering ditemukan . Pada tahap permulaan sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti kulit normal atau menyerupai kutil.Gambaran klinis yang khas berupa gambaran keganasan dini seperti : Tidak berambut,bewarna coklat hitam ,tidak berkilat.Bila sudah berdiameter ± 0,5 cm sering ditemukan pada bagian pinggir berbentuk papular ,meninggi ,anular ,di bagian tengah cekung.Pada perabaan terasa keras dan berbatas tegas .Dapat melekat didasarnya bila berkembang lebih lanjut . Dengan trauma ringan atau bila krustanya diangkat mudah terjadi perdarahan. 2.Bentuk Kista
Bentuk ini agak jarang ditemukan ,Permukaanya licin ,menonjol di permukaan kulit berupa nodus atau nodulusPada perabaan keras dan mudah digerakkan dari dasarnya.Telangiektasis dapat ditemukan pada tepi tumor.
3.Bentuk superfisialBentuk ini menyerupai penyakit bowen,lupus eritematosus,psoriasis atau dermatomikosis.Ditemukan dibadan serta umumnya multipel.Biasanya terdapat faktor-faktor etiologi berupa faktor arsen atau sindrom nevoid basal sel karsinoma.Ukuranya dapat berupa plakat dengan eritema,skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi.Warnanya dapat hitam berbintik-bintik atau hematogen yang kadang-kadang menyerupai melanoma maligna.
4.Bentuk morfeaSecara klinis menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-tanda berupa kelainan yang datar ,berbatas tegas tumbuh nya lambat berwarna kekuningan ,pada perabaan pinggirnya keras.Karsinoma sel basal umumnya tumbuh lambat ,kadang-kadang dapat berkembang cepat.Jaringan yang paling banyak rusak ialah pada bagian permukaann .Ulserasi dapat dapat terjadi yang menjalar kearah samping maupun kearah dasar meliputi otot.1,2,3,4,5,6
DIAGNOSADiagnosis seringkali bisa ditegakkan melalui gejala-gejalanya. Sebagai prosedur standar untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan biopsi kulit.Karakteristik sel KSB ialah memiliki nukleus besar, oval, uniform, serta nonanaplastik dengan sitoplasma yang sedikit. Nukleus ini terlihat mirip sel-sel basal epidermis (besar-besar dan oval) namun sel-sel KSB memiliki lebih banyak jembatan intersel.Stroma jaringan penujang yang mengelilingi pulau-pulau tumor tersusun secara paralel dan sering memperlihatkan fibroblas muda di sela-sela sel tumor. Stroma pulau-pulau tumor tersebut sering terlihat retraksi secara artifisial, serta kadang-kadang terlihat berlendir. Secara histologis, KSB dibagi menjadi dua kategori; dengan diferensiasi dan tanpa diferensiasi. KSB dengan diferensiasi yang rendah atau tidak ada diferensiasi sama sekali akan muncul sebagai tipe klinis KSB superfisial, pigmentasi, superfisial, sklerosis, serta infiltratif (subtipe histologis). KSB dengan diferensiasi secara histologis agak sulit dibedakan dengan adneksa kulit yang normal, misalnya KSB keratotik mirip dengan rambut, KSB dengan diferensiasi sebasea mirip dengan kelenjar sebasea yang normal saja, atau KSB adenoid mirip dengan kelenjar-kelenjar tubular, yang paling sering kita temui, yakni KSB nodular, di bawah mikroskop akan terlihat sebagai tipe yang berdiferensiasi.Secara ringkas, hubungan tipe klinis dan tipe histologis KSB yakni KSB noduloulseratif (ulkus roden) terdiri dari pulau-pulau tumor yang bulat atau oval dalam dermis, kadang sampai ke perlekatan epidermal dan memperlihatkan retraksi artifisial stroma. KSB mikronodular mirip dengan noduloulseratif namun ukuran pulau-pulau tumornya relatif lebih kecil daripada tipe noduloulseratif (<15 sel per lapang pandang). KSB pigmentasi terdiri dari pulau-pulau tumor yang besar, bulat, atau oval berisi melanin dalam jumlah banyak di dalam melanosit dan melanofag. KSB kista secara histologis akan memperlihatkan pulau-pulau tumor yang besar, bulat, atau oval di dalam dermis disertai musin di bagian tengah pulau tersebut. KSB morfeaform atau sklerosis terdiri dari jejaring sel tumor basaloid yang memanjang, mengakibatkan jaringan stroma akan terlihat bertumpuk-tumpuk. KSB superfisial terdiri dari tunas-tunas sel basofilik di dalam papil dan sering terlihat superfisial di dermis, namun mereka melekat ke epidermis.2,3,5,6,7
DIAGNOSA BANDING1.Keratosis aktinik2.Penyakit Bowen3.Papul fibrosa pada wajah4.Keratocanthoma5.Nevi (melanocytic)6.Hiperplasia sebasea7.Keratosis seboroik
PENATALAKSANAANPenatalaksanaan KSB dapat digolongkan kedalam 2 kelompok :1.Pembedahan : eksisi dengan bedah skalpel , diangkat melalui pengorekan lalu dibakar dengan jarum listrik( kuretase dan elektrodesikasi) Terapi yang menjadi primadona tentunya ialah dioperasi saja agar lesi lekas hilang, pasien tidak terlalu repot, dan kekambuhannya relatif sangat rendah. Modalitas operasi ini ialah electrodesiccation dan curettage, bedah
eksisi, bedah mikro kimiawi (Mohs) terkontrol, serta bedah beku. Ada satu lagi, yakni radiasi ionisasi, meskipun bukan prosedur bedah, namun termasuk dalam pertimbangan tindakan yang interventif.Elektrodesikasi dan kuret dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan hingga 95% untuk KSB nodular dan superfisial. Namun kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Karenanya, sebaiknya prosedur ini tidak dilakukan untuk daerah hidung dan untuk tumor di bawah daerah pilosebasea. Prosedur ini juga tidak terlalu cocok untuk KSB infiltratif, mikronodular, morefeaform, dan KSB yang rekuren. Sebenarnya bisa juga dilakukan kuret tanpa elektrodesikasi, hasilnya akan lebih baik secara kosmetik, namun lebih sering menimbulkan jaringan parut berwarna putih. Kalau ingin lebih kosmetis lagi, bisa juga kuret saja namun ditambah laser YAG (erbium) yang bertujuan membuat tepi bekas lesi akan mengalami ablasi. Sayangnya, dua prosedur yang terdengar menarik itu tidak digunakan luas oleh para ahli.Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel. Dengan ukuran nomor 15 atau 10, skalpel digunakan untuk insisi hingga ke subkutis. Nah, umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik. Sayangnya, harus dikerjakan oleh tenaga yang memang sangat ahli, selain itu tidak terlalu cocok untuk tumor dengan tepi lesi yang benar-benar tidak jelas, misalnya pada KSB infiltratif, mikronodular, dan morfeaform. Lebih-lebih tidak efektif lagi untuk KSB yang berulang.Untuk lesi-lesi sulit yang tersebut di atas, misalnya KSB infiltratif, mikronodular, morfeaform, dan yang berulang, pilihan prosedur bedah yang tepat ialah bedah Mohs. Sebenarnya prosedur bedah ini relatif sama dengan kuret dan elektrodesikasi, namun sesudah dilakukan kuretase dan elektrodesikasi, sebagian jaringan epidermis diambil lagi setebal kira-kira 1mm untuk diperiksa di bawah mikroskop, kemudian jika masih ada tumornya, tentu akan dikuret dan desikasi lagi sampai tuntas. Kedengaran sangat komprehensif, namun pada kenyataannya prosedur ini sangat makan waktu, cepat membuat lelah, sangat butuh ketelitian tinggi, dan anestesi pun mau tak mau harus diberikan secara lebih kepada pasien. Wajar saja kalau tarifnya pun berbeda dengan ’prosedur biasa’.Bedah beku dilakukan untuk tumor yang memang sudah jelas-jelas timbul di permukaan kulit. Prosedur ini sangat praktis, namun tetap membutuhkan keahlian tersendiri, terutama untuk membasmi sel-sel tumor di tepi lesi dan infiltrasinya di dalam kulit. Seperti biasa, N2 disemprotkan pada lesi hingga temperatur mencapai -600C dan lesi tumor akan mati perlahan-lahan. Tidak perlu anestesi, namun akan sedikit membuat rasa sakit pada pasien.Terakhir, kalau memang keadaan benar-benar tidak memungkinkan untuk operasi di daerah lesi, misalnya ada tumor di wajah, dapat dilakukan radiasi ionisasi dengan sinar X 4Gy (400rad), hanya tumor di wajah yang bisa dilakukan prosedur seperti ini. Prinsipnya sama seperti radiasi ionisasi secara umum, yakni membelokkan energi elektron sel. Sayangnya, sama juga dengan terapi radiasi lainnya, mau tak mau pasien harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mendapat terapi. 2.Tanpa pembedahan : radioterapi, imiquimod atau 5-Fluoro Urasil Topikal.
Meski hampir semua KSB akan sembuh dengan mudah melalui prosedur operatif, kadang kita memerlukan
terapi topikal untuk kasus yang berulang, multipel, atau untuk penelitian jangka panjang. 5-fluorourasil
dioleskan dua kali sehari selama dua hingga dua belas pekan untuk KSB yang bersifat superfisial. Pasalnya,
obat ini memang tidak mampu menembus hingga ke lapisan dermis secara efektif, bahkan jika dioleskan
banyak-banyak di lesi, tetap saja tidak mampu penetrasi dalam, malah hanya membuat kulit menjadi iritasi
dan tidak nyaman.
Ada juga krim Imiquimod tiga kali perminggu atau interferon alfa-2b 1,5 juta IU intralesi tiga kali seminggu selama tiga pekan yang kini sedang tren digunakan untuk KSB. Keduanya mampu mengobati KSB tipe superfisial bahkan tipe nodular .2,3,4,5,6,7
Dari beberapa, cara pengobatan, eksisi dengan bedah skalpel memberikan hasil paling baik secara kosmetik.
PROGNOSISPrognosis cukup baik, bila diobati dengan baik (angka kesembuhan 97%).Pengobatan pada KSB primer biasanya memberikan angka kesembuhan sekitar 95%; sedangkan pada KSB rekuren sekitar 92%. Dijumpai angka kekambuhan 5 tahun pada metode kuretase dan elektrodesikasi sebesar 7,7%; bedah mosh 1%.
1. PENDAHULUAN
Kejadian keganasan pada kulit semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 di Amerika
Serikat didapatkan lebih dari 1.000.000 kasus baru keganasan kulit dalam berbagai stadium klinis.
Peningkatan angka kematian dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 mencapai lebih dari 10.000 pasien.
Kematian terjadi akibat keganasan primer pada kulit maupun komplikasi yang timbul dari keganasan
tersebut.1
Secara garis besar keganasan pada kulit dibagi menjadi 2, yaitu keganasan melanoma dan non
melanoma. Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor ganas yang berasal dari melanocyt yang
berfungsi menghasilkan Melanin, di mana dapat terjadi pada kulit (Cutaneus Melanoma) maupun pada
mukosa (Mucosal Melanoma). Melanocyt sendiri pada kulit terdapat pada lapisan ektodermal kulit, yang
berada di stratum basalis epidermis. Melanoma maligna muncul dari melanocyte yang berubah sifat menjadi
ganas.2
Angka kejadian Melanoma Maligna bervariasi di dunia. Di Amerika Serikat, angka kejadian mencapai
15 per 100.000 orang atau mencapai 4% dari seluruh keganasan yang terjadi. Sedangkan di Australia, angka
kejadian mencapai 45 per 100.000 orang dan di China angka kejadian < 1 per 100.000 orang. Di Indonesia,
berdasarkan statistik WHO April 2011, angka kejadian 1,4 per 100.000. 1,2
Studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa Melanoma Maligna memiliki kekhasan dalam umur,
jenis kelamin, ras dan lokasi penyakit. Berdasarkan umur, rata – rata usia penderita adalah 55 tahun.
Melanoma Maligna sendiri lebih banyak diderita kaum pria (1,2:1). Berdasarkan penelitian oleh WHO, ras
Kaukasian memiliki resiko terkena Melanoma Maligna lebih tinggi dibandingkan ras lain (ras Mongoloid, ras
Negrito, ras Latin). Lokasi yang sering terkena penyakit ini adalah daerah tubuh yang terpapar langsung sinar
UV yang berasal dari matahari.
2. FAKTOR RESIKO
Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui beberapa faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya
Melanoma Maligna.1,3
1. Paparan Sinar Ultra Violet
Paparan Ultra Violet B (panjang gelombang 290-320 nm) yang berasal dari matahari merupakan
faktor karsinogenik paling berpotensi. Seseorang dengan kulit putih dan jumlah rambut tipis
menyebabkan sinar UV langsung terpapar pada kulit. Paparan UV menginduksi terjadinya
melanoma dengan merusak DNA dari Melanocyte sehingga berubah sifat dan meningkatkan
produksi radikal bebas dalam kulit.
2. Atypical Nevi
Melanoma dapat terjadi dari Atypical Nevi atau Dysplastic Nevi yang berubah sifat menjadi
ganas. Gambaran atypical nevi memiliki ciri khas bentuk yang asimetris dan warna coklat atau
lebih muda. Pada penelitian oleh Tucker (1997), seseorang dengan Nevi > 5 buah memiliki resiko
mengalami 10 kali lipat mengalami Melanoma Maligna.
3. Riwayat Keluarga
Menurut Clark et al (1978), 10% dari penderita Melanoma Maligna merupakan Familial
Melanoma. Apabila salah seorang anggota keluarga mengalami Melanoma, Keturunan
pertamanya sering didapatkan Atypical Nevi yang juga merupakan faktor resiko melanoma
maligna.
4. Perubahan Genetika
Perubahan genetika yang menyebabkan terjadinya Melanoma Maligna erat berkaitan dengan
faktor keturunan atau riwayat dalam keluarga. Menurut Serrano et al (1993) yang didukung
penelitian Masback et al (2002), adanya gen CDKN2A merupakan tanda khas mutasi genetika
yang terjadi pada penderita dengan Melanoma Maligna. CDKN2A sendiri mengkode kromosom
protein p16, di mana p16 memiliki peranan vital dalam menghambat siklus sel.
Selain perubahan genetika oleh CDKN2A, Melanoma Maligna juga dapat berhubungan dengan
perubahan kromosom 9p21 yang terjadi pada Familial Melanoma.
3. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI
Melanoma Maligna secara histopatologi diklasifikasikan menjadi 4 tipe, antara lain:2
1. Superficial Spreading Melanoma
Jenis ini merupakan jenis Melanoma yang paling sering terjadi yaitu 70% dari kejadian
Melanoma. Umumnya muncul dari nevus atau dari kulit yang masih normal sebelumnya.
Gambarannya berupa plak dengan ukuran 0,5 – 3 cm dengan tepi ireguler dan meninggi.
Permukaan sering berwarna kecoklatan. Meluas secara radial. Lesi ini sering regresi spontan dan
meluas ke dalam. Predileksinya berbeda pada pria dan wanita. Pria sering pada badan dan leher
sedangkan wanita sering pada tungkai bawah.
2. Nodular Melanoma
Jenis ini merupakan Melanoma yang paling sering di Indonesia, kejadiannya terbanyak kedua
setelah Superficial Spreading Melanoma. Umumnya muncul dari kulit normal sebelumnya dan
jarang dari nevus.
Gambarannya berupa setengah bola atau polipoid dengan tepi simetris. Sering berwarna kebiruan.
Meluas secara vertikal, sering menyebabkan ulserasi, perdarahan dan muncul lesi satelit.
Predileksi paling banyak di punggung.
3. Lentigo Melanoma Maligna
Jenis ini jarang ditemukan.
Gambarannya berupa lesi berbenjol dengan permukaan tengah lebih gelap dibanding tepi disertai
hiperkeratotik pada ujung lesi, dengan tepi tak rata. Meluas secara radial. Melanoma jenis ini
sering ditemukan pada daerah yang sering terpapar langsung sinar matahari.
4. Acral Lentigenous Melanoma
Melanoma paling jarang terjadi dan memiliki nama Palmar Plantar Subungual Melanoma karena
predileksinya. Muncul dari kulit normal.
Gambarannya berupa nodul yang kadang disertai ulserasi pada tengah benjolan. Histopatologinya
dikenali berdasarkan lokasinya yang khas.
4. STADIUM KLINIS
Terdapat beberapa klasifikasi klinis pada Melanoma Maligna. Klasifikasi klinis ini penting untuk
menentukan penatalaksanaan pada Melanoma dan nilai prognosis. Klasifikasi yang paling sering digunakan
adalah sistem TNM (AJCC,2002). Selain system TNM, klasifikasi lain berdasarkan kedalaman seperti Clark’s
Level dan Breslow’s Thickness juga sering digunakan dalam penentuan prognosis dari Melanoma Maligna. 1,2,3,4
(DIKUTIP DARI TMN ATLAS STAGING ONCOANATOMY 2008)
Clark’s Level
Level I : Melanoma terdapat pada epidermis, membrane basalis utuh
Level II: Melanoma menembus membrane basalis sampai papilare dermis
Level III : Melanoma menembus sampai perbatasan papilare dan retikulare dermis
Level IV : Melanoma mencapai stratum retikularie dermis
Level V: Melanoma menembus jaringan subcutan
Breslow’s Thickness
I : Melanoma menginvasi sampai kedalaman 0,76 mm
II : Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara 0,76 – 1,5 mm
III : Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara1,5 – 4 mm
IIV : Melanoma menginvasi sampai kedalaman lebih dari 4 mm
5. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan suatu diagnosis Melanoma Maligna, perlu melakukan pemeriksaan meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang akhirnya sekaligus untuk menentukan
klasifikasi klinis.
1. Anamnesis
Pada Melanoma perlu untuk mengetahui awal dari benjolan apakah ada atau tidak ada
sebelumnya, bentuk dan ukuran benjolan dan kecepatan pertumbuhan. Perlu ditanyakan juga rasa
nyeri dan perdarahan pada benjolan. Selain mengenai perjalanan penyakit sendiri, perlu dicari
faktor resiko terjadinya Melanoma. Mulai dari riwayat keluarga, pekerjaan sehari – hari sampai
dengan kebiasaan sehari – hari. 1,5
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya suatu lesi kehitaman yang berubah sifat menjadi suatu Melanoma, memiliki gambaran
perubahan sebagai berikut: 5
Pemeriksaan tidak hanya dilakukan pada bagian yang tampak mengalami perubahan sifat, tetapi
perlu juga mencari kemungkinan tempat lain yang juga mengalami Melanoma Maligna.
Selain mencari gambaran Melanoma, penting untuk mencari ada tidaknya Limfonodi regional
yang teraba membesar pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini penting pada penentuan
staging keganasan ini.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Melanoma, juga memiliki peranan dalam
menentukan staging dari Melanoma itu sendiri. Yang harus dilakukan saat melakukan
pemeriksaan penunjang meliputi2,3
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk persiapan tindakan yang akan dilakukan. Selain
pemeriksaan darah rutin, pada pasien dengan Melanoma perlu diperiksa status nutrisi pasien
dan kadar LDH. Keduanya berhubungan sebagai faktor prediktif terhadap prognosis pasien.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan dilakukan untuk mencari adanya keterlibatan organ paru dan hati dalam proses
keganasan. Pemeriksaan yang sering dilakukan meliputi pemeriksaan Ro Thorax dan USG
Abdomen untuk mencari gambaran metastasis. Pemeriksaan PET (Positron Emission
Tomography) pada negara maju sudah sering dilakukan untuk mencari limfonodi yang terlibat
secara langsung dan lesi satelit pada Melanoma.
c. Pemeriksaan Sitologi Biopsi
Eksisi biopsi komplit lebih dipilih dan harus mencakup 1 – 2 mm jaringan sehat. Eksisi
dilakukan untuk mendapatkan staging dari Melanoma yang diderita pasien. Apabila
Melanoma terlalu luas, Incisi biopsi dilakukan untuk memastikan pasien menderita
Melanoma.
Selain biopsi pada Melanoma perlu dilakukan pengambilan limfonodi regional yang teraba
membesar, untuk menentukan keterlibatan limfonodi dalam metastase.
6. PENATALAKSANAAN
Saat pertama kali menemukan suatu lesi berpigmen yang dicurigai sebagai Melanoma, perlu tata
laksana bertahap untuk mencapai prognosis yang lebih baik. Berikut adalah algoritme tata laksana Melanoma
sesuai dengan NCCN: 1,5,7
PEMBEDAHAN
EKSISI LUAS DARI LESI PRIMER
Setelah melakukan pengambilan lesi baik secara eksisi pada lesi yang kecil maupun incisi pada lesi
yang besar, diketahui hasil histopatologi suatu Melanoma Maligna disertai ada maupun tidaknya gambaran
pembesaran Limfonodi, eksisi luas dilakukan sampai daerah bebas tumor. Berdasarkan penelitian oleh
Veronesi et al (1988), eksisi pada Melanoma dengan ketebalan 1 mm (Breslow 2) dilakukan hingga 1 – 3 cm
dari tepi Melanoma Maligna yang tampak pada kulit. Penelitian lain oleh Barch et al (1993), Melanoma
dengan ketebalan > 4 mm (Breslow 4) perlu dilakukan eksisi luas hingga 4 cm dari tepi lesi. Kedua penelitian
menunjukkan angka rekurensi Melanoma yang sangat rendah disertai meningkatnya angka harapan hidup
pada penderita Melanoma. Namun, kelemahan pada penelitian ini adalah tidak memperhitungkan ada tidaknya
Limfonodi yang terlibat. 6,7
MANAJEMEN LIMFONODI REGIONAL
Keterlibatan Limfonodi pada Melanoma Maligna dimulai pada Melanoma Stage III (AJCC, 2002).
Hal ini menandakan adanya penyebaran dari sel ganas ke tempat jauh. Penelitian terakhir merujuk pada
hubungan ketebalan dari Melanoma Maligna terhadap kemungkinan keterlibatan Limfonodi regional. Pada
pasien dengan Melanoma ketebalan < 1 mm, kurang dari 5%, ada keterlibatan dari Limfonodi regional,
sehingga direkomendasikan untuk tidak dilakukan Limfadenektomi. Pada Melanoma dengan ketebalan 1 – 4
mm, 20 – 25% terjadi keterlibatan Limfonodi, sehingga perlu dilakukan limfadenektomi selektif dan apabila
positif dilakukan lifadenektomi total. Untuk Melanoma dengan ketebalan > 4 mm, angka keterlibatan
Limfonodi mencapai 96% sehingga perlu dilakukan limfadenektomi selektif, dilanjutkan limfadenektomi
total. 1,2,3,7
NON PEMBEDAHAN
Setelah dilakukan semua langkah pembedahan, survival rate dapat ditingkatkan dengan melanjutkan
terapi menggunakan terapi sistemik dengan tujuan utama mencegah metastasis ke organ jauh. Sampai saat ini
didapatkan 2 terapi sistemik yaitu kemoterapi dan immunotherapy dengan Interferon Alfa dan Vaksin
Melanoma.
KEMOTERAPI
Dacarbazine merupakan agent kemoterapi sering diberikan pada penderita Melanoma Maligna. Selain
Dacarbazine, agen kemoterapi berbahan dasar Platinum juga sering dipakai baik sebagai agen tunggal maupun
dikombinasikan dengan Dacarbazine. Namun, banyak penelitian menyebutkan bahwa kemoterapi gagal
meningkatkan survival rate sehingga saat ini sudah tidak banyak digunakan.
INTERFERON ALFA
Oleh Legha (1997), lebih dari 15% pasien dengan Melanoma memberikan respon baik untuk
mengurangi kejadian metastasis. Interferon memiliki respon anti tumor dengan menghambat proliferasi dari
Melanoma, meningkatkan fagositosis anti tumor dan mengubah permukaan dari sel tumor sehingga mudah
ditangkap oleh anti tumor dan menurunkan angka metastasis. Namun, dosis pemberian dari Interferon masih
diteliti, dikarenakan tidak ada persamaan pada setiap obyek penelitian dan memiliki efek toksik bila diberikan
dalam jangka waktu panjang. 2,8
VAKSIN MELANOMA
Adanya kesulitan dalam mengendalikan dalam mengendalikan pertumbuhan Melanoma dan efek
samping kemoterapi yang diberikan, memberi tempat untuk percobaan pemberian Vaksin Melanoma pada
penderita Melanoma Maligna stadium lanjut. Vaksin ini berasal dari sel ganas dari Melanoma yang diubah
sifatnya secara biomolekuler menjadi alat melawan Melanoma itu sendiri. Vaksin ini akan meningkatkan
aktivitas dari Antigen Presenting Cell yang membuat sel imun dengan mudah mengenali Melanocyt yang akan
berubah sifat menjadi ganas. Namun dari penelitian Demmiere et al (2006), kurang dari 10% penderita
merespon baik terhadap pemberian vaksin ini dan vaksin ini belum terbukti bisa menghambat metastasis
Melanoma ke organ jauh. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. 9
PROGNOSIS
Prognosis penderita dengan melanoma bergantung pada stadium klinis dari Melanoma itu
sendiri. Penderita Melanoma stage 1, angka 5 years survival mencapai lebih dari 90%. Melanoma stage
2 mencapai 45 – 77%, stage 3 antara 27 – 70%. Bila telah didapatkan metastasis (stage 4) 5 years
survival kurang dari 20%.7,9
PENDAHULUAN
Kanker kulit merupakan kanker terbanyak di Amerika Serikat dengan angka kejadian 40% dari
seluruh kanker.Angka ini cenderung meningkat dengan perubahan lingkungan hidup dan terutama
peningkatan paparan sinar ultra violet matahari.Mayoritas kanker kulit adalah karsinoma sel basal (BCC),
karsinoma sel skuamosa (SCC), dan Melanoma (ketiga jenis ini merupakan 95% dari seluruh kanker kulit).
Karsinoma sel Skuamosa (SCC) adalah neoplasma kulit pada keratinosit.
FAKTOR ETIOLOGI
Sebagian besar tumor kulit terjadi sebagai akibat kerusakan multikausal jangka panjang dari
epidermis.Faktor yang paling dikenal adalah cahaya matahari.Terutama pada orang yang banyak terpapar
cahaya matahari, seperti para pelaut, petani, dan orang yang banyak pergi ke daerah tropik, pada umur lanjut
terjadi didaerah kulit yang terbuka (muka, kepala, punggung tangan) perubahan-perubahan aktinik.Dari
spektrum cahaya matahari terutama bagian ultraviolet yang memberi kerusakan terbesar.Terutama
pembakaran oleh cahaya matahari dalam hal ini merupakan faktor penting.
Penderita yang mempunyai kulit dengan sedikit pigmen, lebih cepat menderita pembakaran oleh
cahaya matahari, sehingga mempunyai risiko terbesar. Faktor lain adalah mekanisme reparasi molekul DNA
dalam inti sel. Jika mekanisme ini (sering familial) sedikit banyak terganggu maka kemungkinan terjadinya
tumor kulit lebih besar. Kemungkinan reparasi yang mengalami defek ekstrem kita dapati pada penyakit kulit
familial resesif xeroderma pigmentosum dengan terjadinya banyak tumor maligna mulai umur muda.Juga
pada melanoma dipikirkan kemungkinan korelasi dengan pengaruh cahaya matahari, ditambah dengan
pertahanan imunologik kulit terhadap sinar ultraviolet terhambat. Akhirnya diketahui juga bahwa radiasi
sebelumnya, pembentukan sikatriks yang luas dan proses inflamasi kronik (misalnya sikatrises luka bakar,
ulkus kruris, fistula), mempunyai peran juga.
Kontak dengan zat-zat toksik, sering sebagai akibat dari pekerjaan, dapat menyebabkan timbulnya
tumor kulit.Ter misalnya sering dipakai dalam onkologik eksperimental.'untuk menimbulkan tumor.Karena
pengaruh terapi dengan arsenikum, dahulu sering digunakan, terjadi keratosis yang cukup karakteristik, yang
dapat berkembang menjadi tumor maligna.
KANKER KULIT
Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan kelompok Non Melanoma. Kelompok Non
Melanoma dibedakan atas Karsinoma Sel Basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma adneksa kulit.
Faktor-faktor yang berperanan dalam mekanisme karsinogenesis keganasan pada kulit diantaranya:
sinar matahari: merupakan faktor utama terjadinya kanker. Sembilan puluh persen kanker pada
bagian tubuh yang terkena sinar matahari
karsinogen: arsenik, radiasi, batubara, obat immunosupresi
trauma dan inflamasi kronik : osteomielitis, dermatitis, lupus eritematosus
faktor herediter: xeroferma pigmentosum, sindroma basal cell nevus
infeksi: HPV tipe 5,8,16,18
onkogen: mutasi anti-oncogene p53
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell dengan karakteristik
anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis
Patogenesis karsinoma set skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu : adanya peran paparan sinar
ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula
peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar,
yang disebut sebagai Marjolin ulcer.
Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma
pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar
matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi,
dsb.
Insidens tertinggi pada usia 50 - 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-laki lebih
banyak dari wanita. Lesi dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit kulit putih
hal ini diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (Coal tar, arsen, hidrokarbon polisiklik).
Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik, jaringan parut dan dapat pula terjadi dari
fistel yang tidak sembuh-sembuh
Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah,
ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
Klasifikasi Histopatologi
Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu
Gx : Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa
G1 : Diferensiasi baik
G2 : Diferensiasi sedang
G3 : Diferensiasi buruk
G4 : Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
Stadium Klinis
Klasifikasi TNM
T - :Tumor Primer
Tx :Tumor primer tidak dapat diperiksa
T0 :Tidak ditemukan tumor primer
Tis:Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm
T2 :Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm
T3 :Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm
T4 :Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet atau tulang
N -:Kelenjar getah bening regional
NX:Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa
N0: Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening
N1:Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional
M -: Metastasis jauh
MX: Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0: Tidak ada metastasis jauh
M1: Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium 0 Tis NO MO
Stadium I T1 NO MO
Stadium II T2,T3 NO MO
Stadium III T4 NO MO
Tiap T N1 MO
Stadium IV Tiap T Tiap N M1
Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, dapat berbenjol-
benjol, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah
dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu
diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi:
-Lesi < 2 cm dilakukan biopsi eksisional (sekaligus merupakan terapi)
-Lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional
Prosedur Terapi
Terapi untuk SCC hampir sama dengan.basalioma. Jenis tindakan tergantung dari ukuran lesi, lokasi
anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatotogi dan riwayat terapi.
Prinsip terapi yaitu eksisi radikal/ luas untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan defek dengan baik.
Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Tindakan eksisi luas
harus dengan batas aman 1 - 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant.
Untuk lesi di daerah cantus, nasolabiat fold, peri orbital dan periaurikular, dianjurkan untuk Mohs
micrographic surgery (MMS). Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan
belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi.
Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau
MMS. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb.
Peranan ultraviolet dalam pertumbuhan SCC
Faktor yang mempengaruhi pathogenesis SCC adalah paparan ultraviolet, mutasi genetic,
imunosupresi, dan infeksi virus. Ultraviolet memediasi perkembangan SCC melalui beberapa mekanisme.
Paparan UVB mempengaruhi kemampuan dan densitas antigen sel langerhans dan interferon ß. Paparan
Ultraviolet menyebabkan terjadinya mutasi tumor supresor gen p53 dengan memproduksi pyrimidine DNA
yang dianggap sebagai mutasi akibat ultraviolet. Fungsi normal protein p53 adalah untuk menginduksi
ekspresi beberapa protein untuk regulasi siklus sel dan menginduksi apoptosis. Di epidermis, p53 mudah
diinduksi oleh ultraviolet dan aktivasi nya menyebabkan berhentinya siklus sel pada fase G1, dimana pada
fase tersebut terjadi perbaikan DNA yang rusak, induksi ultraviolet pada p53 di epidermis tersebut juga
menyebabkan matinya p53 yang seharusnya berfungsi untuk mengatur apoptosis sel apabila terjadi gangguan
pada DNA dan fungsi seharusnya P53 untuk mengeliminasi sel yang mengalami kerusakan DNA yang tidak
dapat diperbaiki akibat ultraviolet tersebut.
Apabila fungsi p53 ini hilang akibat mutasi karena ultraviolet, terjadi pembelahan secara kontinu pada
sel mutan dan terjadi akumulasi mutasi tambahan. Pada keadaan ini ultraviolet berperan sebagai inisiator dan
promotor.
Jawaban Permasalahan
Peranan lingkungan ( ultraviolet) dalam pertumbuhan SCC
Melalui mekanisme pathogenesis terrpaparnya kulit (di epiermis terdapat sel langerhans dan
interferon ß) oleh ultraviolet B menyebabkan terjadinya mutasi gen p53 yang menyebabkan gangguan fungsi
apoptosis dan eliminasi sel mutan sehingga proses siklus sel berlanjut dengan keadaan DNA mutan yang tidak
dapat diperbaiki.proses ini berlanjut terus secara kontinu.
Tumor kulit dapat dibagi menjadi:
Tumor jinak
Tumor Ganas
1. Tumor Jinak (Benign tumor ) Cysts (Epidermal, Dermoid, Trichilemmal)
Kista epidermal
Jenis yang paling umum dari kista kulit dan dapat terjadi di mana saja di tubuh sebagai nodul tunggal
dan tegas. Kista epidermal memiliki epidermis yang benar-benar matang berisi lapisan granular.
Kista dermoid
Timbul pada saat lahir dan dapat hasil dari epitel terperangkap selama penutupan garis tengah pada
perkembangan janin. Kista dermoid yang paling sering ditemukan di garis tengah wajah (misalnya, hidung
atau dahi) dan juga umum di alis. Kista dermoid memiliki epitel skuamosa, kelenjar ekrin, unit pilosebaceous,
dan kadang-kadang, tulang, gigi, atau jaringan saraf. Ahli bedah sering menyebut kista sebagai kista sebasea
karena seperti memuat sebum, bagaimanapun juga ini adalah sebuah ironi karena sebenarnya substansi
tersebut adalah keratin.
Kista Trichilemmal (pilar)
Terjadi lebih sering pada wanita dan biasanya di kulit kepala. Ketika pecah, kista ini memiliki bau yang
kuat yang khas. Dinding kista Trichilemmal tidak mengandung lapisan granular tetapi memiliki lapisan luar
yang khas menyerupai selubung akar luar folikel rambut (trichilemmoma).
Pada pemeriksaan, sulit untuk membedakan satu jenis kista dari yang lain. Mereka semua nodul subkutan,
dinding tipis berisi pusat putih, krem. Pemeriksaan histologi diperlukan untuk membedakan. Dinding kista ini
terdiri dari lapisan lapisan basal epidermis berorientasi dengan lapisan superfisialis dan profunda lebih dewasa
(yang mengatakan, dengan kulit mendorong Pusat kista). Sel Desquamated (keratin) berkumpul di tengah dan
membentuk substansi kental kista. Kista biasanya asimptomatis, dan menghilang sampai kista tersebut ruptur
dan menyebabkan inflamasi lokal. Daerah tersebut menjadi terinfeksi dan membentuk abses. Insisi dan
drainase disarankan untuk infeksi kista akut.
Nevi (Acquired, Congenital)
Nevus adalah tumor yang paling sering dijumpai, merupakan tumor yang berasal dari sel-sel melanosit. Nevus
umumnya muncul saat lahir atau segera setelah lahir, terbanyak pada dewasa muda.
Jenis-jenis nevus :
Junctional nevi
Sel-sel nevus terdapat diantara lapisan epidermis dan dermis.
Intradermal nevi
Sel-sel nevus terdapat di lapisan dermis.
Compound nevi
Sel-sel nevus terdapat diantara lapisan epidermis dan dermis, serta di lapisan dermis.
Nevi melanositik acquired diklasifikasikan sebagai junctional, senyawa, atau kulit, tergantung pada lokasi sel
nevus. Klasifikasi ini tidak mewakili berbagai jenis Nevi tetapi tahap yang agak berbeda dalam pematangan
Nevi. Awalnya, sel-sel nevus terakumulasi di dalam epidermis (junctional), beberapa bermigrasi ke dermis
(compound), dan akhirnya sisanya benar-benar dalam dermis (dermal).
Nevi Congenital lebih jarang terjadi, hanya 1% dari bayi yang baru lahir. Lesi ini lebih besar dan mungkin
berisi rambut. Secara histologi, menyerupai nevus acquired. Lesi kongenital raksasa (nevus berbulu raksasa)
biasanya terjadi di dada dan punggung. Selain itu, nevi kongenital berlanjut menjadi melanoma maligna dari 1
- 5% dari kasus. Eksisi nevus adalah pengobatan pilihan, tetapi sering cedera yang begitu besar sehingga
penutupan luka dengan cangkok kulit autologus tidak mungkin karena kurangnya donor yang memadai.
Excisions serial untuk beberapa tahun dengan penutupan primer atau pencangkokan kulit dan perluasan
jaringan di kulit sekitarnya yang normal adalah mode saat terapi. Pada umumnya tidak memerlukan terapi,
kecuali bila pasien menginginkan nevus diangkat atau dokter mencurigai metaplasia ke arah keganasan.
Keratosis (seboroik, solar)
Keratosis seboroik merupakan suatu tumor jinak yang berasal dari hiperplasia epidermis. Biasanya terjadi di
dada, punggung, dan perut pada lansia.
Gejala klinis : sering multiple, diameter jarang lebih dari 3 cm, berbatas tegas sedikit meninggi, warna
kecoklatan, permukaan seperti beludru sampai verukos, konsistensi lunak.
Diagnosa : berdasarkan gejala klinis, dengan kaca pembesar ditemukan tanda khas berupa sutura-sutura halus
pada permukaannya. Bisa juga dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Soft-Tissue Tumors (Acrochordons, Dermatofibromas, Lipomas)
Acrochordons (skin tags) adalah massa berdaging, pedunkulata terletak di ketiak, batang dan kelopak mata.
Mereka terdiri dari epidermis hiperplastik batang jaringan ikat fibrosa. Lesi ini biasanya kecil dan selalu
jinak.2
Dermatofibroma berupa nodul soliter atau multiple yang keras, tidak nyeri. Biasanya terdapat di ekstremitas.
Ukuran kira-kira 1-2 cm, warna merah tau kecoklatan, bisa juga biru kehitaman karena deposisi hemosiderin.
Dimple sign (+), yaitu bila kulit sekitar lesi dicubit maka benjolan akan melekuk ke dalam. Dermatofibromas
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Ketika lesi membesar 2 - 3 cm, biopsi eksisi dianjurkan untuk
menilai terhadap keganasan.
Lipoma adalah tumor jinak jaringan lemak yang dikelilingi kapsul fibrosa tipis. sebagian besar ditemukan di
bagasi tetapi dapat muncul di mana saja. Etiologi lipoma belum diketahui pasti, akan tetapi kecenderungan
mendapat lipoma dapat diturunkan. Beberapa lipoma dapat terjadi akibat trauma tumpul. Kadang-kadang
dapat tumbuh hingga ukuran besar. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan sel-sel tumor lobulated
mengandung lemak yang normal. Eksisi dilakukan untuk diagnosis dan untuk mengembalikan kontur kulit
normal.
Vascular Tumors
Hemangiomas (Capillary, Cavernous)
Hemangioma adalah neoplasma jinak pembuluh darah dengan ciri proliferasi endotel yang meningkat pesat
pada waktu bayi (1 tahun pertama), dan dapat mengalami involusi secara perlahan pada masa anak-anak
melalui proses kematian sel secara progresif atau terjadinya fibrosis (sampai usia 6 – 7 tahun).
Patogenesis
Merupakan suatu tipe angiogenesis murni, yaitu meningkatnya faktor angiogenesis dan berkurangnya faktor
supresi sel-sel. Hemangioma yang berproliferasi terdiri atas kumpulan sel-sel endotel yang membelah dengan
cepat. Saat mengalami involusi, aktivitas endotel berkurang, dan sel-selnya menjadi lebih rata dan matur.
Bekas hemangioma yang telah involusi berupa kulit yang agak tipis, pigmen bisa berkurang, atau ada bagian
yang sedikit lebih gelap, dengan permukaan yang tidak terlalu rata.
Lesi papular dengan batas yang tegas, sebagian besar terletak di bahu, wajah, dan kulit kepala. hemangioma
memiliki konsistensi kenyal. Secara histologi, hemangioma kapiler terdiri dari sel endotel terlihat terutama
pada pembuluh darah janin. Lesi mengandung sebuah gua yang besar, ruang diisi darah yang dibatasi oleh sel-
sel endotel tampak normal.
Pengobatan akut terbatas pada lesi yang mengganggu fungsi, seperti penglihatan, makan, dan buang air kecil,
atau yang menyebabkan masalah sistemik, seperti trombositopenia dan gagal jantung-output tinggi.
Pertumbuhan lesi yang cepat membesar dapat dihentikan dengan obat prednison atau interferon alfa-2a.
Hemangioma yang tetap setelah awal masa remaja umumnya tidak akan sulit, karena eksisi bedah dianjurkan.
Neural Tumors (Neurofibromas, Neurilemomas, Granular Cell Tumors)Neurofibroma merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan ditandai dengan pigmentasi
kulit (bercak cafe au lait) dan tumor –tumor pada sistem saraf berupa perubahan-perubahan pada kulit, tulang,
otot, serta sistem endokrin. Kelainan ini dibedakan dalam dua tipe, dimana kasus terbanyak (85%) adalah
neurofibroma tipe 1.
Gejala klinis :
Bercak cafe au lait yang multiple.
Axillary freckling (Crowe’s sign)
Neurofibromas
Bercak pseudoatrofik warna merah-biru.
Manifestasi pada mata : nodula Lisch pada iris
Manifestasi sistemik : pada sistem saraf, tulang, dan endokrin.
Penatalaksanaan
Untuk tumor-tumor yang mengganggu fungsi atau mudah infeksi/trauma dapat dilakukan bedah eksisi.
Pemeriksaan fisik lengkap secara periodik untuk mendeteksi kelainan-kelainan sistemik.
Konseling genetik dan edukasi.
Neurilemomas adalah tumor soliter yang ditemukan di sepanjang saraf perifer kepala dan ekstremitas. Berupa
nodul diskrit yang mungkin menyakitkan atau secara lokal memancarkan sepanjang distribusi saraf.
Mikroskopis, tumor mengandung sel Schwann dengan inti palisading dikemas dalam baris.
Tumor sel granular biasanya lesi soliter dari kulit atau, lebih umum, pada lidah. terdiri dari sel granular berasal
dari sel Schwann yang sering menyusup otot lurik sekitarnya.
2. Tumor Ganas (Malignant Tumors)
Yang paling sering ditemukan Kanker kulit yang timbul dari sel-sel pada lapisan epidermal dan dalam
urutan frekuensi,
Karsinoma sel basal (Basal sel karsinoma)
Karsinoma sel skuamosa (Skuamous sel karsinoma), dan
Melanoma maligna.
Keganasan yang timbul dari sel-sel dermis atau struktur adneksa jarang ditemukan. Pengaruh lingkungan dan
penyakit bersamaan dikaitkan dengan peningkatan kejadian keganasan epidermis. Faktor-faktor ini telah
dipelajari secara ekstensif dan beberapa bentuk terbaik dari pemahaman tentang penyebab kanker.
Basal Cell Carcinoma
Karsinoma sel basal mengandung sel-sel yang menyerupai sel-sel basal epidermis. Merupakan jenis
yang paling sering ditemukan pada kanker kulit dan dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan morfologi
dan histologis. Jenis nodulocystic atau noduloulcerative sebesar 70% dari karsinoma sel basal.
Karsinoma sel basal biasanya lambat tumbuh, dan pasien sering mengabaikan lesi ini selama bertahun-
tahun. Metastasis dan kematian dari penyakit ini sangat jarang, tetapi lesi ini dapat menyebabkan
kerusakan lokal yang luas. Sebagian kecil (kurang dari 2 mm), lesi nodular dapat diobati oleh ahli
dermatologi dengan kuretase dan electrodesiccation atau penguapan laser. Sebuah kelemahan dari
prosedur ini adalah bahwa tidak ada spesimen patologis diperoleh untuk mengkonfirmasikan diagnosis
atau mengevaluasi margin tumor. Tumor yang lebih besar, lesi yang menyerang tulang atau struktur di
sekitarnya, dan tipe histologis lebih agresif (morpheaform, infiltrasi, dan basosquamous) paling baik
diobati dengan eksisi bedah dengan 2 – 4 mm margin jaringan normal.
Kejadian BCC meningkat menurut usia dan lebih sering terjadi pada orangtua. Lebih dari 90 % dari
BCC yang terdeteksi terdapat pada pasien yang berusia 60 tahun atau lebih.
Gambaran klinik basal cell karsinoma bervariasi. Terdapat 5 tipe dan 3 sindroma klinik, yaitu:
1. Tipe Nodular-Ulseratif (Ulkus Rosdens)
Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2-4 mm, translusen, warna pucat seperti lilin (Waxy-
nodule). Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan pembuluh darah superficial melebar
(telangiektasis).
Permukaan nodus mula-mula rata tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan ditengahnya
dan pinggir lesi menyerupai bintil-bintil seperti mutiara (pearly border). Nodus mudah berdarah pada
trauma ringan dan mengadakan erosi spontan yang kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian
sentral lesi.
Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah, berbatas tegas, dasar irreguler dan
ditutupi oleh krusta. Pada palpasi teraba adanya indurasi disekitar lesi terutama pada lesi yang
mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas tegas, tidak sakit atau gatal. Dengan trauma
ringan atau bila krusta diatasnya diangkat, mudah berdarah.
2. Tipe Pigmented
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, pada jenis ini berwarna coklat atau
berbintik-bintik atau homogeni (hitam merata) kadang-kadang menyerupai melanoma. Banyak
dijumpai pada orang dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah tropis.
3. Tipe Morphea-Like atau Fibrosing
Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya berbentuk plakat yang berwarna
kekuningan dengan tepi yang tidak jelas, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada permukaannya
tampak beberapa folikel rambut yang mencekung sehingga memberikan gambaran seperti sikatriks.
Kadang-kadang tetutup krusta yang melekat erat. Jarang mengalami ulserasi. Tapi ini
cenderung invasive kearah dalam. Tepi ini menyerupai morphea atau skleroderma.
4. Tepi Superficial
Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi yang yang meninggi. Lesi dapat
meluas secara lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya multiple, terutama dijumpai pada badan,
kadang-kadang pada leher dan kepala.
5. Tipe Fibroepitelial
Berupa satu atau beberapa nodul keras dan sering bertangkai pendek, permukaannya halus dan
sedikit kemerahan. Terutama dijumpai dipunggung.Tipe ini sangat jarang ditemukan.
Sindrom klinik yang merupakan bagian penting dari Basal Cell Karsinoma, yaitu:
Sindrom Karsinoma Sel Basal Nevoid
Dikenal sebagai sindrom Gorlin Goltz. Merupakan suatu sindrom yang diturunkan secara autosomal
dan terdiri dari:
Kelainan kulit : Berupa nodul kecil yang multiple yang terdapat pada masa kanak-kanak atau
akhir pubertas, terutama dijumpai pada muka dan badan.
Selama stadium nevoid, ukuran dan jumlah nodul bertambah. Sering setelah umur dewasa,
lesinya mengalami ulserasi dan kedalam stadium neoplastik dimana terjadi invasi, destruksi
dan mutilasi. Kematian dapat terjadi karena invasi ke otak terdapat cekungan (pit’s) pada
telapak tangan dan kaki.
Kelainan tulang : Berupa kista pada rahang, kelainan pada tulang iga dan tulang belakang
(skoliosis,spina bifida)
Kelainan mata: berupa katarak, buta congenital.
Sindrom Linear and Generalized Follicular Basal Cell nevi
Merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan pada lesi yang linear, berupa nodul yang disertai
komedo dan kista epidermal, tersusun seperti garis dan unilateral, akibat kerusakan folikel rambut
akibat pertumbuhan tumor.
Sindrom Bazex : atrophoderma dengan multiple karsinoma sel basal
Disamping itu ada juga tipe-tipe klinis yang jarang dijumpai, yaitu: Fibroepitelioma, giant pore
KSB,wild fire KSB, angiomatous KSB, Lipoma like KSB, giant exophytic KSB, hiperkeratotic KSB
dan intra oral KSB.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (gejala klinis) dan pemeriksaan
histopatologis. Dari anamnesis terdapat kelainan kulit terutama dimuka yang sudah berlangsung lama
berupa benjolan kecil, tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lambat menjadi besar dan mudah berdarah.
Tidak ada rasa gatal/sakit. Pada pemeriksaan fisik terlihat papul/ulkus dapat berwarna seperti warna
kulit atau hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologi yaitu dengan
dilakukannya biopsi.
Banyak metode pengobatan Basal Cell Carcinoma, yaitu:
a. Bedah Eksisi
Bedah eksisi atau bedah scalpel pada Basal Cell Carcinoma dini memberikan tingkat kesembuhan
yang tinggi.
b. Radioterapi
Penyinaran lokal diberikan lapangan radiasi meliputi tumor dengan 1-2 cm jaringan sehat
disekelilingnya. Penyinaran dilakukan dengan dosis 200 cGy perfrasaksi, 5 fraksi dalam 1 minggu
dengan total dosis 4000 cGy
c. Kuretasi dan elektrodesikasi
Dilakukan pada tingkat yang dini, cara yang terbaik dengan cara memotong dan koagulasi dibantu
dengan curettage. Jika hendak mengambil spesipik jaringan untuk pemeriksaan histopatologis,
dilakukan dengan elektro section (pure cutting). Terlebih dahulu diberi marker 3 – 5 mm diluar tumor.
d. Bedah Beku (Cryosurgery)
Bedah beku adalah Suatu metode pengobatan dengan menggunakan bahan yang dapat menurunkan
suhu tubuh jaringan tubuh dari puluhan sampai ratusan derajat celcius dibawah nol (Subzero).
e. Bedah Mikrografi Moh’s
Evaluasi Histopatologi pada tepi irisan mendekati 100 % dibandingkan dengan tekhnik seksi vertikal
tradisional. Dengan analisa tepi irisan yang lengkap dapat diketahui dan ditelusuri semua fokus-fokus
tumor yang masih tertinggal. Reseksi hanya pada daerah tumor, sehingga dapat menghemat jaringan
atau meminimalkan jaringan yang hilang.
f. Terapi Fotodinamik
Fotodinamik terapi (PDT) dilakukan dengan aplikasi topikal dari asam 5- aminolaevulinic prodrug
(ALA) atau Aminolaevulinic (MAL).
g. Imiquimod
Imiquimod merupakan modifikasi respon imun, mengikat reseptor permukaan sel toll 7 dan atau 8.
Ikatan ini mengaktifkan produksi sitokin pro inflamasi dan selanjutnya kematian sel T sitotoksik sel
diperantarai.
Prognosis umumnya baik dengan five year survival rate mencapai 99 %. Basal Cell Carcinoma
mempunyai rekurensi tinggi, terutama bila pengobatan tidak adekuat. Biasanya rekurensi terjadi 4
bulan pertama sampai 12 bulan setelah pengobatan
Squamous Cell CarcinomaMerupakan keganasan yang berasal dari lapisan sel skuamosa berkeratin pada permukaan kulit. Keganasan kulit terbanyak kedua setelah karsinoma sel basal. Faktor resiko :
Radiasi UV
Pajanan zat kimia : beberapa pestisida, tar, bahan bakar minyak, parafin, arsen Infeksi virus : HPV, herpes simpleks Radiasi Ulkus marjolin : terjadi pada luka kronik, dimana perubahan seluler terjadi karena inflamasi
kronik. Gangguan imunitas : imunosupresan, AIDS Genetik : kulit putih, albino, xeroderma pigmentosum.
Patofisiologi Karsinoma sel skuamosa umumnya muncul di daerah yang terpajan sinar matahari. Inflamasi dan indurasi yang terjadi menandai perubahan lesi prekanker menjadi karsinoma sel skuamosa. Klasifikasi Tipe karsinoma sel skuamosa :
Verukosa : tumbuh lambat, eksofitik, jarang bermetastasis. Ulseratif : tumbuh cepat, invasif lokal.
Penatalaksanaan Eksisi dengan tepi yang sehat sejauh kurang lebih 20 mm. Pembedahan Mohs : eksisi horizontal Terapi adjuvan radioterapi dilakukan pada karsinoma sel skuamosa dengan faktor resiko
tinggi. Prognosis Sebanyak 5 – 10% karsinoma sel skuamosa bermetastasis. Karsinoma sel skuamosa yang terjadi dari ulkus marjolin atau xeroderma pigmentosum memiliki kemungkinan metastasis lebih tinggi.
Melanoma maligna
Lebih dari 90% melanoma terjadi di kulit, tetapi melanoma juga dapat terjadi pada sel
berpigmen di retina (ocular melanoma) dan membran mukosa seperti pada nasofaring, vulva, dan anal
canal. Kira-kira 2% dari kasus melanoma disertai metastasis kelenjar limfe nodus regional atau
metastasis jauh tanpa diketahui tumor primernya.
Etiologi
a) Sinar Ultraviolet
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan faktor resiko
utama terjadinya melanoma. Radiasi UVB paling berbahaya (panjang gelombang : 290-320
nm), tetapi UVA (320-400 nm) juga dapat bersifat karsinogenik. Resiko terjadinya melanoma
akan meningkat seiring dengan terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma lebih sering
dijumpai pada penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator.
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang paling relevan
untuk melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang diperlukan untuk meningkatkan
resiko melanoma masih belum diketahui. Kerentanan genetik untuk radiasi UV sangat
bervariasi antar individu dan ini tidak sepenuhnya berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu
faktor genetik lain yang berperan perlu diperhatikan.
b) Jenis dan Tipe Kulit
Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari mempunyai peran penting
dalam terjadinya melanoma.
Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada jenis kulit putih,
sedangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang ditemui melanoma maligna.
c) Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil, terus berkembang di masa
dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada usia 40-50 tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi
oleh jenis kelamin. Pada anak perempuan, nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan
pada anak laki-laki sering ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi
distribusi pada melanoma belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma,
jauh lebih besar daripada resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar matahari.4
Benign moles, disebut juga melanocytic nevi :
- Ukuran kecil (< 6 mm)
- Bulat
- Hanya satu warna coklat atau coklat tua
- Simetris
Pasien dengan melanocytic nevi >25 meningkatkan resiko terkena melanoma.
Atypical nevi atau dysplastic nevi :
- Lebih besar (>6 mm)
- Asimetris
- Biasanya berwarna coklat namun dapat bervariasi.
Bila terdapat 1 tanda klinis dari atypical nevi memiliki kemungkinan terkena melanoma sebesar
6%.
d) Faktor Biologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya keganasan ini,
Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna dengan merokok
konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain. Keadaan lainnya yang mempengaruhi
adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan
juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian melanoma maligna. 4,6
Trauma mekanis dari protesa dan infeksi rongga mulut merupakan faktor kausatif yang
mungkin menyebabkan melanoma rongga mulut. 1
e) Faktor Genotip
Riwayat keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya
melanoma terhadap seseorang. Kira-kira sebesar 10% melanoma terjadi pada pasien dengan
riwayat melanoma pada keluarga. Beberapa penelitian mengatakan adanya faktor autosomal
dominan, pada kasus sering terlihat pada kromosom 1p atau 9p. Mutasi gen yang ditemukan
di keluarga dengan kecenderungan terjadi melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi
prevalensinya rendah di populasi umum dan pada kelompok risiko tinggi ditemukan mutasi
cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDNK2A mengungkapkan alasan mengapa melanoma dapat menurun
pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan dengan melanoma mempunyai kontribusi
yang rendah dan biasa di populasi umum, dimana sebagian besar tidak akan menyebabkan
melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik, CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan
Cyclin-dependent kinase 4 CDK4, telah diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat
melanoma.
Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada menemukan bahwa
pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari) memegang peranan penting
sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi keluarga tertentu.
Patofisiologi
Secara sederhana, pertumbuhan radial menunjukkan kecenderungan awal dari suatu melanoma
untuk tumbuh horizontal di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal yang dangkal, seringkali ini
terjadi untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini, sel-sel melanoma tidak memiliki
kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak ada bukti angiogenesis. Dengan berjalannya waktu, pola
pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa
yang meluas dan kurang pematangan selular.
Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:2,6
1. Superficial spreading melanoma (SSM)
Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia (70%). Subtipe ini paling sering
terlihat pada individu usia 30-50 tahun. Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo),
berupa plak archiformis berukuran
0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari
bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan Lesi ini meluas
secara radial. Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan
tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat mengalami regresi
spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di
tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai buckshot
(pagetoid) melanosit pada epidermis.
Superficial spreading melanoma pada kulit.
2. Nodular melanoma (NM)
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih agresif. Terjadi paling
sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome
shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman.
Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi beberapa minggu sampai bulan, subtipe
ini bertanggung jawab untuk kebanyakan melanoma yang dalam. Dapat mengalami ulserasi dan
mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma ringan. Metastase dapat secara limfogen dan
hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan radial.2,6
Nodular melanoma pada kulit.
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)
Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini secara vertikal, terjadi
sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada
individu yang lebih tua dengan rata-rata umur 65 tahun.
Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan tepi tidak teratur, telah
terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan pigmentasi makula dari coklat tua sampai kehitaman,
namun pada beberapa area dapat tampak hipopigmentasi. Invasi pada dermal berkembang menjadi
lentigo maligna melanoma yang ditandai nodul biru-kehitaman dalam lesi in situ.2,6
Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang predominan dan meluas sepanjang
struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan
wanita 1: 2-3.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)
Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan membran mukosa. Biasanya
berawal dari pigmentasi hitam, makula batas tidak teratur, yang kemudian berkembang menjadi
papula yang invasif. Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang.
Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa penebalan lesi.2,6
Acral lentiginous melanoma
Diagnosis
1. The ABCDE checklist from the American Cancer Society's
Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi, C untuk variasi warna, D untuk
diameter yang lebih besar dari 6 mm, dan E untuk elevasi, pembesaran) mudah diingat dan digunakan
untuk mendiagnosa melanoma, meskipun tidak mencerminkan perubahan yang terjadi pada lesi
berpigmen.2,4,6
A: Asimetry
Bentuk tumor yang tidak simetris
B: Border irregularity
Garis batas yang tidak teratur
C: Colour variation
D: Diameter
Diameter tumor lebih besar dari 6 mm
E: Evolution
Terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh penderita dan keluarganya.
Pemeriksaan Penunjang
a) Biopsi
Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi pada lesi. Biopsi eksisi dilakukan jika
tidak memacu perkembangan terhadap metastase lesi. Tindakan biopsi eksisi dilakukan dengan mengambil
marginal jaringan normal secukupnya yang dapat dilakukan jika lesi berukuran kecil, namun pada lesi yang
cukup besar dengan keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat memadai.
b) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan preparat didapat. Pada pemeriksaan
mikroskopis didapat gambaran histopatologis berupa sel-sel yang ganas, dan tersusun rapat yang mempunyai
variasi dalam bentuk dan ukuran.
Penatalaksanaan
1. Eksisi Bedah
Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.
2. Elective Lymph Node Dessectio (ELND)
Biasanya ELND dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar
lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan
terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan intraoperatif lymphatic mapping.
3. Interferon α
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm atau
menyebar ke limfe nodus regional (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya
yang masih tinggi.
4. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif
dacarbazine (DTIC= Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Decarbazine).
5. Terapi Radiasi
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastase ke tulang dan susunan
saraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak begitu memuaskan.