Download - Askep Abortus Imminen Detra
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ABORTUS IMMINENS
Oleh:
I MADE DWISAPUTRA
NIM. 14.901.0901
PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN ABORTUS IMMINENS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada sebelum usia 16
minggu dan 28 minggu dan memiliki berat badan 400-1000 gram, akan tetapi
karena semakin tinggi berat badan anak waktu lahir makin besar kemungkinan
untuk dapat hidup (Sofian dalam Nanda dan Nic-Noc, 2013).
Abortus imminens adalah keguguran tingkat permulaan. Keguguran belum
terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan dengan cara tirah baring, tidak
berhubungan badan, (Nuratif dan Kusuma dalam Nanda dan Nic-Noc, 2013).
Abortus imminens adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang
dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer,
Arif M, 1999)
2. Epidemologi
Data dari beberapa negara memperkirakan bahwa antara 10 %dan 15%
yang terdiagnosis secara klinis berakhir dengan abortus. Abortus lebih sering
terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat pada usia 35 tahun.
Frekuensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas: 6%
kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus; angka ini menjadi
16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5
juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-
750.000 janin yang mengalami abortus spontan (Derek Liewollyn&Jones,
2002).
3. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab (Sofian dalam Nanda dan Nic-
Noc, 2013) :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang
menyebabkan kelainan ini adalah :
a. Kelainan kromosom
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan
temabakau dan alkohol
2. Kelainan genetalia ibu
a. Anomali kongenital (hipoplasia uteri)
b. Kelainan letak dari uterus (retrofleksi uteri fiksata)
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum
yang sudah dibuahi.
3. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun
4. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat,
keracunan, alkohol, penyakit paru berat.
5. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk
abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan
bawaan uterus.
6. Antagonis rhesus
Darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga menjadi
anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus.
5. Gambaran Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri
pingang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri
terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium,
ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau
lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,
cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
6. Komplikasi (Nanda dan Nic-Noc, 2013)
1. Perdarahan.
2. Perforasi sering terjadi diwaktu dilatasi dan kuretase yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli.
3. Syok karena perdarahan banyak dan sepsis
4. Infeksi dan tetanus
5. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat
terjadi kelainan pembekuan darah.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin
sudah mati
2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup
3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
Data laboratorium
1. Tes urine
2. Hemoglobin dan hematokrit
3. Menghitung trombosit
4. Kultur darah dan urine
Diagnosa Banding
a. Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan kelainan
serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi
yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak disertai
rasa mulas.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
c. Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan masih
berlangsung.
d. Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk memastikan
kondisi janin.
8. Penatalaksanaan
Penanganan abortus imminens meliputi :
Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat
progestasional sintetik peroral atau secara intramuscular. Walaupun bukti
efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami keluhan
sebagai berikut:
a) Tidak enak badan.
b) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat
dan suhu meningkat.
c) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.
d) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-flek
darah atau perdarahan terus-menerus.
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi (Mitayani, 2009) :
Lama kehamilan
Kapan terjadinya perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
mempengaruhi
Karakterstik darah; merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan
lendir
Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam,
mulas serta pusing
e) Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
f) Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.
g) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat
dan suhu meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut;
a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi servik, trauma jaringan dan kontraksi
uterus
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular dalam
jumlah berlebih
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
d. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan
janin
e. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri
berhubungan
dengan
dilatasi
servik,
trauma
jaringan dan
kontraksi
uterus
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan pasien
dapat bertoleransi
terhadap nyeri yang
dialami dengan
kriteria hasil;
Ibu dapat
mendemonstrasik
an teknik
1. Kaji nyeri
yang dialami
(PORST). Kaji
kontraksi
uterus
hemoragi atau
nyeri tekan
abdomen.
2. Kaji stres
psikologis
1. Membantu
dalam
mendiagnosis
dan menentukan
tindakan yang
akan dilakukan.
2. Ansietas sebagai
respon terhadap
relaksasi.
Mampu
mengontrol nyeri
dan mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri.
Tanda-tanda vital
dalam batas
normal.
Ibu tidak
meringis
Skala nyeri < 2
ibu /pasangan
dan respon
emosiol
terhadap
kejadian.
3. Berikan
lingkungan
yang tenang
dan aktivitas
untuk
menurunkan
rasa nyeri.
4. Instruksikan
untuk
menggunakan
metode
relaksasi,
misalnya;
nafas dalam,
distraksi, dan
situasi darurat
dapat
memperberat
ketidaknyamana
n karena
ketegangan,
ketakutan, dan
nyeri.
3. Lingkungan
yang nyaman
dapat membantu
klien untuk
tenang.
4. Dapat membantu
dalam
menurunkan
tingkat ansietas
karenanya
mereduksi
ketidaknyamana
n.
jelaskan
prosedur.
Kolaborasi
5. Berikan
narkotik atau
sedatif berikut
obat-obat
praoperatif
bila prosedur
pembedahan
diindikasikan.
5. Meningkatkan
kenyamanan,
menurunkan
resiko
komplikasi
pembedahan.
2 Kurang
volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan
vascular
dalam
jumlah
berlebih
Setelah diberikan
asuhan
keperwawatan
diharapkan pasien
dapat
mendemonstrasikan
kestabilan/ perbaikan
keseimbangan cairan
dengan criteria hasil:
Tanda-tanda vital
stabil
Pengisian kafilari
1. Kaji tanda
vital dan CRT
klien.
2. Evaluasi,
laporkan, serta
catat jumlah
darah.
3. Lakukan tirah
1. Untuk
mendapatkan
informasi awal
tentang tindakan
yang akan
dilakukan.
2. Perkiraan
kehilangan darah
membantu
membedakan
diagnosis.
3. Perdarahan dapat
refil <2 detik
Pengeluaran dan
berat jenis urine
adekuat secara
individual
baring,
instruksikan
untuk
menghindari
valsava
manuver dan
koitus.
4. Posisikan
dengan tepat,
terlentang
dengan
panggul
ditinggikan
atau posisi
semifowler.
5. Pantau
masukan/kelua
berhenti dengan
reduksi aktivitas.
Peningkatan
tekanan
abdomen atau
orgasme dapat
merangsang
perdarahan.
4. Menjamin
keadekuatan
darah yang
tersedia untuk
otak, peninggian
panggul
menghindari
kompresi vena
kava. Posisi
semifowler
memungkinkan
janin bertindak
sebagai tampon.
5. Membantu
menentukan
ran cairan.
Kolaborasi:
6. Pasang Kateter
7. Berikan
larutan
intravena,
plasma, darah
lengkap.
luasnya
kehilangan
cairan.
6. Haluaran kurang
dari 30ml/jam
menandakan
penurunan
perfusi ginjal dan
kemungkinan
terjadinya
nekrosis tubuler.
7. Meningkatkan
volume darah
sirkulasi dan
mengatasi gejala
syok.
3 Perubahan
perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
hipovolemia
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
pasien dapat
menunjukkan
perubahan perfusi
jaringan kembali
1. Perhatikan
status fisiologi
ibu, staus
sirkulasi dan
volume darah.
2. Auskultasi dan
1. Kejadian
perdarahan
berisiko merusak
hasil kehamilan.
2. Mengkaji
normal dengan
criteria hasil:
Tanda vital
dalam batas
normal
DJJ dalam
batas normal
laporkan DJJ.
Catat
bradikardi atau
takikardi.
Catat
perubahan
pada aktivitas
janin.
3. Catat
kehilangan
darah ibu
karena adanya
kontraksi
uterus.
4. Anjurkan tirah
baring pada
posisi miring.
berlanjutnya
hipoksia janin,
pada awalnya
janin berespon
pada penurunan
kadar oksigen
dengan takikardi
dan peningkatan
gerakan. Bila
tetap defisit,
bradikardi dan
penurunan
aktivitas terjadi.
3. Kehilangan
darah ibu secara
berlebihan
menurunkan
perfusi plasenta.
4. Meningkatkan
ketersediaan
oksigen untuk
janin. Hb janin
Kolaborasi;
5. Ganti
kehilangan
darah ibu
lebih cepat
daripada Hb
dewasa dan
jumlah eritrosit
janin lebih besar
dari dewasa,
sehingga
kapasitas
oksigen yang
dibawa janin
meningkat.
5. Mempertahankan
volume sirkulasi
yang adekuat
untuk transpor
oksigen.
4 Ketakutan
berhubungan
dengan
ancaman
kematian
pada diri
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan takut
teratasi dengan
criteria hasil:
Ibu mendiskusikan
1. Diskusikan
tentang situasi
dan
pemahaman
tentang situasi
dengan ibu
1. Memberi
informasi
tentang reaksi
individu
terhadap apa
yang terjadi.
sendiri dan
janin
takut mengenai
diri janin dan masa
depan kehamilan.
dan pasangan.
2. Pantau respon
verbal dan
nonverbal ibu
dan pasangan.
3. Dengarkan
masalah ibu
dengan
seksama.
4. Berikan
informasi
dalam bentuk
verbal dan
tertulis serta
beri
kesempatan
klien untuk
mengajukan
2. Menandai
tingkat rasa takut
yang sedang
dialami ibu atau
pasangan.
3. Meningkatkan
rasa kontrol
terhadap situasi
dan memberikan
kesempatan pada
ibu untuk
mengembangkan
solusi sendiri.
4. Pengetahuan
akan membantu
ibu untuk
mengatasi apa
yang sedang
terjadi dengan
lebih efektif.
Jawaban yang
jujur dapat
pertanyaan.
5. Libatkan ibu
dalam
perencanaan
dan
berpartisipasi
dalam
perawatan
sebanyak
mungkin.
6. Jelaskan
prosedur dan
arti gejala
meningkatkan
pemahaman
dengan lebih
baik serta
menurunkan rasa
takut.
5. Menjadi mampu
melakukan
sesuatu untuk
membantu
mengontrol
situasi sehingga
dapat
menurunkan rasa
takut.
6. Pengetahuan
dapat membantu
menurunkan rasa
takut dan
meningkatkan
rasa kontrol
terhadap situasi.
5 Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terjadi
infeksi
berhubungan
dengan
penahanan
hasil
konsepsi,
tindakan
invasif
asuhan keperawatan
diharapkan pasien
tidak menunjukkan
tidak tejadi infeksi
dengan criteria hasil:
Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
(kalor, rubor,
dolor, tumor,
fungsiolesia).
Tanda vital dalam
batas normal
kondisi faktor
resiko yang
ada
sebelumnya.
2. Kaji terhadap
tanda dan
gejala infeksi
(misalnya
peningkatan
suhu, nadi,
jumlah sel
darah putih,
atau bau/
warna secret
ibu; seperti DM
dan hemoragi
menimbulkan
potensial resiko
infeksi atau
penyembuhan
luka yang buruk.
Adanya proses
infeksi dapat
meningkatkan
resiko
kontaminasi
janin
2. Pecah ketuban
terjadi 24 jam
sebelum
pembedahan
dapat
mengakibatkan
korioamnionitis
sebelum
intervensi bedah
dan dapat
vagina.
Kolaborasi
3. Lakukan
persiapan kulit
praoperatif,
scrub sesuai
protocol.
4. Dapatkan
kultur darah
vagina dan
plasenta sesuai
indikasi.
5. Berikan
antibiotik
spectrum luas
parenteral
pada
praoperasi.
mengubah
penyembuhan
luka.
3. Menurunkan
resiko
kontaminan kulit
memasuki insisi,
menurunkan
resiko infeksi
pasca operasi.
4. Mengidentifikasi
organisme yang
menginfeksi dan
tingkat
keterlibatan.
5. Antibiotik
profilaktik dapat
dipesankan
untuk mencegah
terjadinya proses
infeksi sebagai
pengobatan pada
infeksi yang
teridentifikasi.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Diagnosa I : Klien dapat bertoleransi dengan rasa sakit yang dialami
(Tanda-tanda vital dalam batas normal, Ibu tidak meringis,
Skala nyeri < 3)
Diagnosa II : Menunjukan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan.
(Tanda vital stabil, CRT<2 detik, haluaran urin adekuat).
Diagnosa III : Menunjukan perubahan perfusi jaringan kembali normal
(Tanda vital dalam batas normal).
Diagnosa IV : Menunjukan penurunan rasa cemas yang
dialami klien.
Diagnosa V : Tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi (kalor, rubor,
dolor, tumor, fungsiolesia), tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
Liewellynijones, Derek. 2001. Dasar – dasar Obstiteri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Nuratif, A.H & Kusuma, H. 2013. Nanda dan Nic-Noc Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional Jilid 1 Edisi Revisi. Yogjakarta.
nersumjcomunity.files.wordpress.com/2009/03/abortus-makalah.doc