Download - LapTutSken1_Kel1_Blok14
LAPORAN TUTORIALSKENARIO 1
“PERUT TERASA PENUH”
Disusun Oleh: Kelompok Tutorial 1
BLOK DIGESTIVEFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM
2009
KONTRIBUTOR
Kelompok Tutorial 1
1. Aldy Valentino Maehca Rendak
2. Ardin Diah Mayanti
3. Arzia Pramadi Rahman
4. Aten Aswari Putra
5. Bq. Devi Silfiana Dewi
6. Bq. Karinda Eka Mardina
7. D. D. Sangkuane
8. Diah Rahmawati
9. Diah Citra Pravitasari
10. Enda Atiyah Cahyani
11. Honesty Tri Juniarti
Tutor :
dr. I Gusti ngurah Ommy Agustriadi, SpPD
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan hidayahNyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Pertama sebagai suatu
laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIV
semester 5 ini. Skenario 1, di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem
gastrointestinal. Dengan gejala yang dialami pasien pada skenario kami melakukan
pendekatan diagnosis sehingga menemukan kelainan, membahas bagaimana kelainan
tersebut muncul sehingga menimbulkan gejala dan mengarahkannya kepada suatu
diagnosa untuk kemudian menetapkan tatalaksana bagi kelainan tersebut.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan laporan tutorial ini.
Kami berharap laporan tutorial ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, 17 Oktober 2009
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
Kontributor........................................................................................................ i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
Skenario I............................................................................................................ iv
Learning Objective............................................................................................ v
Concept Map...................................................................................................... vi
Ulkus Peptikum.................................................................................................. 1
Gastroesofageal Refluks (GERD)..................................................................... 7
Gastritis Kronis.................................................................................................. 15
Gatric Carcinoma (Ca. Lambung).......................................................................... 28
Pankreatitis Kronis............................................................................................ 22
..............................................................................................................................
Kolesistitis Kronis.............................................................................................. 27
Dyspepsia............................................................................................................ 29
Daftar pustaka.................................................................................................... 39
iii
SKENARIO 1
Seorang wanita, 50 tahub dating ke poli penyakit dalam RSU Propinsi NTB
dengan keluhan: perut terasa penuh. Keluhan sudah dirasakan penderita sejak 3 tahun
belakangan ini, terutama bila penderita makan makanan pedas, berbumbu, serta
bersantan. Kadang kala juga disertai nyeri ulu hati, mual tapi tidak sampai muntah.
Keluhan kadang kala membaik dengan minum Promag, tapi jika keluhan masih ada
setelah minum obat penderita ke dokter umum, dan penderita diberi obat 2 macam:
kunyah satu dan ditelan satu. Riwayat merokok, alkohol, kencing manis disangkal. Dia
ingin agar dokter memberinya obat yang sangat ampuh yang bisa menyembuhkannya.
Pemeriksaan fisik:
T= 120/70, Nadi 80x/m, Rr 18x/m, Temp 37°C
Nyeri tekan epigastrium
Lain-lain dalam batas normal
iv
LEARNING OBJECTIVE
1. Differensial Diagnosa meliputi
Gastritis Kronis
GERD
Ulkus Peptikum
Ca. Lambung
Pankreatitis Kronis
Koleksistitis Kronis
(Faktor resiko, Etiologi, Patogenesis, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Diagnosis,
Tatalaksana, Komplikasi, Prognosis)
2. Penyakit degeneratif yang berkaitan dengan skenario
3. Penjelasan mengani obat pada skenario
4. Penjelasan riwayat yang berkaitan dengan skenario, seperti: riwayat merokok,
konsumsi alkohol, dan riwayat diabetes melitus.
v
MAPPING CONCEPT
vi
Konsumsi Promag
Riwayat paparan sebelumnya (makanan,
rokok, alkohol)
Kadang membaik,
kadang tidak membaik
Penegakkan Diagnosis
KU: nyeri berkemih
Wanita, 50 tahun
AnamnesaPemeriksaan FisikPemeriksaan
Differential Diagnoses
ULKUS PEPTIKUM
Ulkus merupakan disrupsi atau gangguan dari integritas mukosa gaster dan atau
duodenum yang menyebabkan defek, kerusakan, atau rongga pada permukaan luminal
yang dapat mencapai muskulasis mukosa. Biasanya gangguan ini bersifat kronik, dan
ulkus gaster lebih sering terjadi dibandingkan dengan ulkus duodenum.
Epidemiologi
Penyakit ini sangat umum ditemui di Amerika Serikat (AS), dengan 4 juta
individu (kasus baru dengan kekambuhan) tiap tahunnya. Angka prevalensi di AS sekitar
12%pada pria dan 10% pada wanita. Terlebih lagi, diestemasikan sekitar 15.000 kematian
per tahun disebabkan oleh komplikasi dari ulkus peptikum.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dari ulkus peptikum biasanya multifaktorial. Terdapat beberapa
penyebab utama dari ulkus peptikum, yaitu: infeksi bakeri Helicobacter pylori,
pemakaian Non-Steriod Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs), dan stress atau tekanan
karena penyakit berat. Selain itu terdapat beberapa penyebab lainnya yang jarang ditemui
antara lain adalah: hipersekresi asam lambung (misalnya pada Zollinger-Ellison’s
Syndrome), infeksi virus (misalnya ctomegalovirus), insufisiensi vascular, radiasi,
kemoterapi, genetik, dan idiopatik. Kekambuhan paling sering aterjadi karena infeksi H.
pylori dan pemakaian NSAIDs. Beberapa faktor resiko terjadinya penyakit ini antara lain
adalah merokok, dan alkohol.
Sebenarnya ulkus peptikum terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor
agresif dan faktor defensif yang terdapat pada lambung. Dimana faktor agresif
merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung
(asam lambung, pepsin, garam empedu, dll), sedangkan faktor defensif merupakan
faktor-faktor yang melindungi mukosa lambung dari faktor agresif yang dapat
menyebabkan iritasi pada mukosa lambung tersebut (mukus, bikarbonat, dll).
1. Infeksi Helicobacter pylori
1
Bakteri H. pyori berbentuk spiral dan memiliki flagelum yang
dipergunakannya untuk bergerak ke bagian mukus yang mamiliki keasaman yang
lebih netralagar terhindar dari asal lambung. Selain itu, terdapat pedestal yang
digunakan untuk melekat pada permukaan epitel mukosa lambung. Bakteri ini juga
mengeluarkan urease untuk menghidrolisis urea menjadi amonia dan karbon dioksida,
dimana amonia yang dihasilkan menciptakan suasana netral bagi bakteri tersebut.
Disamping itu, terdapat protein anti-asam yang diproduksinya sehingga ia dapat lebih
tahan terhadap asam lambung.
Terdapat beberapa strain dari bakteri H. pylori. Beberapa strain dapat
mensekresikan Vacuolating toxin A (Vac A) yang cenderung akan menyebabkan
terjadinya ulkus peptikum. Strain yang tidak mensekresikan Vac A kamungkinan
besar akan menyebabkan gastritis. Namun, strain yang memiliki Patogenicity Island
(PAI) mengandug beberapa gen yang mengkode gen CAGA protein,CAGA protein
ini meningkatkan resiko terjadinya kanker gaster (adenocarcinoma).
Saat bakteri H. pylori memasuki lambung, ia akan mengambil tempat di
antara lapisan mukus dengan epitel gaster. Cell mediated immunity merespon
hadirnya bakteri ini dalam gaster. Selain itu, sel-sel mukosa akan melepaskan sitokin
proinflamasi (interleukin 6, 8, 10; tumor necrosis factor α; interferon γ), yang
kemudian menarik sel-sel inflamasi untuk memfagosit bakteri tersebut. Disamping
itu, sel-sel epitel gaster juga mengekspresikan MHC II, mempresentasikan antigen
yang meningkatkan proses inflamasi. Pada infeksi H. pylori, dilaporkan bahwa terjadi
peningkatan leukotrein, khususnya leukotrein B4 yang disintesis oleh neutrofil.
Leukotrein ini bersifat sitotoksik terhadap epitel gaster, sehinga akan memperparah
kerusakan yang terjadi pada mukosa gaster.
Lokasi infeksi dari bakteri H. pylori dapat terjadi di corpus ataupun di antral.
Jika infeksi terjadi di corpus akan terjadi inhibisi sel parietal yang kamudian akan
menyebabkan penurunan produksi asam lambung, dan jika kondisi ini terus berlanjut
akan menyebabkan hilangnya sel parietal dan terjadi penuruan asam lambung secara
permanen. Penurunan asam lambung ini menyebabkan peningkatan sekresi gastrin
oleh sel G untuk meningkatkan sekresi asam lambung, namun tidak terdapat sel
parietal untuk mensekresikan asam lambung. Karena itu, gastrin justru menyebabkan
2
terjadinya metaplasia yang menjadi faktor resiko terjadinya adenocarcinoma, karena
gastrin juga memiliki efek untuk menyebabkan pertumbuhan jaringan. Jika infeksi
terjadi di bagian antral, akan mempengaruhi sel G untuk mensekresikan gastrin,
gastrin ini kemudian akan menyebabkan sel parietal untuk mensekresikan asam
lambung, sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang berlebih.
Jika infeksi berakhir, infiltrasi neutrofil akan berakhir, yang akan diikuti
dengan berkurangnya jumlah sel radang kronis.
2. NSAIDs
Terdapat dua mekanisme utama terjadinya ulkus peptikum karena NSAID,
yaitu: 1) secara langsung atau dengan iritasi topikal di epitelium gaster, misalnya
Aspirin yang memiliki efek iritasi terbesar pada mukosa gaster, dan 2) inhibisi
sistemik dari sintesis prostaglandin endogenous dari mukosa, dimana cara ke-dua
merupakan mekanisme yang lebih dominan. Cara ke-dua menghambat COX untuk
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin, dimana prostaglandin ini
berfungsi untuk menjaga keutuhan mukosa lambung, homeostasis platelet, dan
menjaga fungsi ginjal. Terdapat dua macam COX, COX1 dapat ditemui hampir di
seluruh jaringan tubuh, namun COX2 jarang ditemukan dan biasanya muncul pada
inflamasi (misalnya athritis).
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dapat timbul pada ulus peptikum antara lain adalah:
Nyeri epigastrik yang ringan, atau komplikasi upper gastrointestinal yang
mengancam nyawa.
Nyeri atau tidak nyaman pada abdomen (biasanya di bagian epigastrik), rasa
kembung atau perut terasa penuh, atau kram.
- Nyeri pada left upper quadrant, mengindikasikan ulkus gaster.
- Nyeri pada right upper quadrant, mengindikasikan ulkus duodenum.
Nyeri pada malam hari yang dapat membangunkan pasien dari tidur (khususnya
antara pukul 12 – 3 dini hari).
Penurunan berat badan karena muntah, ataupun anoreksia.
3
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesi, perlu ditanyakan keluhan utama yang dialami pasien. Keluhan
utama yang biasanya disampaikan pada ulkus peptikum adalah nyeri pada ulu hati yang
merupakan regio epigastrik. Keluhan ini perlu digali karakteristiknya dalam riwayat
penyakit sekarang. Dalam anamnesis dapat juga ditanyakan mengenai riwaya paparan
etiologi-etiologi, faktor resiko, dan manifestasi klinis yang sebelumnya telah dibahas.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda yang khas pada saat pemeriksaan fisik adalah adanya nyeri tekan
pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan pada left upper quadrant yang
mengindikasikan ulkus gaster, serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang
mengindikasikan ulkus duodenum. Penurunan berat badan juga dapat menjadi salah satu
informasi yang mendukung diagnosis ke arau ulkus peptikum, namun masih kurang
sesifik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Sekresi asam lambung
b. Konsentrasi gastrin serum puasa
c. Hematokrit dan Hemoglobin yang rendah
d. Tes untuk H. pylori
i. Endoscopy
1) Histologis
2) Kultur
3) Biopsi
ii. Non-Endoscopy
1) Antibodi, dari serum ataupun whole blood
2) Carbon-13 Urea Breath Test
3) Stool Antigen
2. Esofagogastroduodenoscopy (endoscopy):
a. Inspeksi
4
b. Biopsi
c. Visualisasi: erosi, ulkus dan perdarahan.
3. Barium meal, kontras tunggal ataupun ganda.
Tatalaksana
Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
1. Non-Medikamentosa
Lifestyle remodeling, berhenti merokok, hentikan pemakaian NSAIDs, dan
pengaturan diet.
Pembedahan: gasrectomy parsial, antrectomy.
2. Medikamentosa
Tipe Obat Contoh Dosis
Menekan sekresi asam
Antasid Mylanta, Maalox, Tums,
Gaviscon
100-140 mEq/L, 1 dan 3
jam setelah makan dan
sebelum tidur
Antahonis reseptor H2 Cimetidine
Ranitidine
Famotidine
Nizatidine
400 mg 2xsehari
300 mg sebelum tidur
40 mg sebelum tidur
300 mg sebelum tidur
Proton Pump Inhibitors Omeprazole
Lansoprazole
Rabeprazole
Pantoprazole
Esomeprazole
20 mg/hari
30 mg/hari
20 mg/hari
40 mg/ hari
20 mg/ hari
Melindungi mukosa
Sucralfate Sucralfate 1 g 4x sehari
5
Analog prostaglandin Misoprostol 200 μg 4x sehari
Bismuth Bismuth subsalicylate
(BSS)
2 tablet 4x sehari
Komplikasi
Ulkus peptikum dapat menimbulkan beberapa komplikasi, beberapa diantaranya
adalah penjalaran inflamasi sampai ke pakreas yang dapat menyebabkan pankreatitis,
selain itu dapat terjadi perforasi gaster yang dapat menyebabkan peritonitis.
6
GASTROESOFAGEAL REFLUKS (GERD)
Definisi
Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke esofagus
atau lebih proksimal.Isi lambung tersebut bisa berupa asam lambung, udara maupun
makanan.RGE ini bisa murni akibat gangguan secara fungsional tanpa adanya kelainan
lain. Bisa juga akibat adanya gangguan struktural yang terdapat pada esofagus maupun
gaster yang mempengaruhi penutupan sfingter esofagus bawah (SEB), seperti kelainan
anatomi kongenital, tumor, komplikasi operasi, tertelan zat korosif dan lain-lain.
Prevalensi
Prevalens RGE yang pasti belum dapat ditentukan sampai saat ini.Walaupun ada laporan
yang menyatakan bahwa prevalens RGE adalah 2 dibanding 1000 kelahiran hidup. Angka
ini sangat mungkin jauh lebih kecil dari angka sebenarnya akibat masih kurangnya
penelitian mengenai refluks gastroesofagus ini terutama pada anak besar dan remaja.
Angka prevalens penderita RGE di tiap-tiap negara juga sangat bervariasi. Dikatakan
bahwa Inggris menempati urutan tertinggi jika dibandingkan negara-negara Barat lainnya
termasuk Amerika Serikat, tetapi sayangnya angka pastinya tidak disebutkan. Laporan di
Amerika Serikat hanya menyatakan bahwa kira–kira 7 % dari orang kulit putih pernah
mengalami gejala RGE.
Etiologi
1. Tekanan lambung lebih tinggi dari pada tekanan esofagus.
a. Obstruksi
i. Stenosis pilorus
ii. Tumor abdomen
iii. Makan terlalu banyak
b. Peningkatan peristalsis
7
i. Gastroenteritis
c. Peningkatan tekanan abdomen
i. Obesitas.
ii. Memakai pakaian terlalu ketat
iii. Pemanjangan waktu pengosongan lambung
2. Tekanan lambung sama dengan tekanan esofagus.
a. Gangguan faal
a) SEB longgar
i. Chalasia
ii. Adult-ringed esophagus
iii. Obat–obat asma
iv. Merokok
v. Pemakaian pipa nasogastrik
b. Hiatal hernia
a) Sebagian isi lambung memasuki rongga dada dan menyebabkan posisi
lambung tidak normal.
3. Faktor–faktor lain yang mempengaruhi
a. Penyakit gastrointestinal lain ( penyakit Crohn )
b. Eradikasi Helicobacter pylori
c. Faktor genetik
d. Reaksi respon imun berlebihan
e. Obat–obat yang mempengaruhi asam lambung; NSAIDs, calcium channel
blockers, dan lain–lain.
Patofisiologi
Esofagus merupakan saluran makanan berbentuk pipa yang terdiri dari otot dengan
panjang saluran lebih kurang 9.5 inci dan dilapisi epitel picak. Batas saluran esopagus ini
dimulai dari pangkal faring di bagian atas hingga pada lambung di bagian bawah dengan
satu sfingter yang tertutup rapat. Fungsi utamanya adalah untuk membawa makanan yang
ditelan dari mulut hingga lambung, melalui sfingter pada bagian vestibula esofagus yang
8
terletak di antara ampula esofagus dan kardia lambung, dihubungkan oleh membran
freniko-esofagus di bawah diafragma. Sfingter tersebut harus sering membuka dan
menutup setiap harinya untuk memasukkan makanan ke lambung, untuk mengeluarkan
udara dan memungkinkan terjadinya regurgitasi bahan-bahan dari lambung yang tidak
diperlukan. Pada orang dewasa , episode terjadinya refluks cukup jelas dan timbul hampir
lima kali dalam jam pertama setelah makan, dan frekuensinya berkurang hingga nol kali
pada masa satu sampai dua jam setelah makan. Dikatakan Gastroesophageal reflux
disease (GERD) jika kejadian refluks meningkat baik dari frekuensi dan lamanya, jika
terjadi regurgitasi bahan-bahan refluks dan kehilangan kalori, atau bahan-bahan refluks
merusak mukosa esofagus dan menyebabkan esofagitis.
Relaksasi sementara yang berlebihan pada sfingter esofagus bawah (LES, Lower
Esophageal Spincter) atau pada beberapa kasus, LES yang inkompeten.
Kerusakan mukosa esofagus karena kontak yang lama dengan asam, pepsin,
garam empedu.
Hiatus hemia dapat menyebabkan ¯ tonus LES dan bertindak sebagai penampung
isi lambung yang mengalami refluks.
Manifestasi Klinis
Riwayat perjalanan penyakit dan gejala klinis sangat berperan dalam
mendiagnosa RGE. Umumnya untuk mendiagnosa RGE harus dilakukan pemeriksaan
yang invasif dan relatif sulit dilakukan pada fasilitas yang kurang memadai.Dengan
mengamati gejala klinis yang timbul maka pemeriksaan penunjang untuk diagnosa dapat
sangat selektif dilakukan pada penderita yang diduga kuat menderita RGE. Banyak
penulis yang setuju untuk memberikan pengobatan kepada penderita RGE hanya
berdasarkan gejala klinis saja. Oleh karena banyaknya variasi gejala klinis yang muncul
maka beberapa penelitian dilakukan untuk mendapat gambaran tentang gejala klinis yang
dianggap paling bermakna untuk mendiagnosa RGE.
1. Manifestasi klinis akibat refluks asam lambung.
9
Sendawa (pirosis)
Mual.
Muntah
Sakit uluhati
Sakit menelan
Hematemesis melena
Striktura
Iritabel (bayi)
Gangguan pada saluran pernafasan
Erosi pada gigi
2. Manifestasi klinis akibat refluks gas (udara)
Eructation
Cekukan
Rasa penuh setelah makan
Mudah merasa kenyang
Perut sering gembung
3. Manifestasi klinis akibat refluks makanan dan minuman
Muntah.
Aspirasi ke saluran pernafasan (apnu, SIDS)
Anemia
Penurunan berat badan
Pemeriksaan penunjang
Pada kasus–kasus dengan gejala klinis RGE yang berdasarkan keyakinan seorang
klinisi diduga kuat menderita penyakit RGE dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan.Atau
juga pada kasus–kasus dengan gejala klinis RGE yang sudah dilakukan pengobatan tapi
tidak memberikan hasil yang memuaskan, pemeriksaan penunjang harus dilakukan untuk
membantu mendiagnosa, mencari penyebab dan melihat apakah telahterjadi komplikasi
akibat RGE.Di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai pemeriksaan
penunjang yang dilakukan saat ini untuk membantu mendukung suatu diagnosa RGE.
10
1. Barium per oral.
Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini sangat
berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari
esofagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat).
Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto
rongen dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal
hernia, erosi maupun kelainan lain. Dari pemeriksaan dengan bubur barium dapat
dibuat gradasi refluks atas 5 derajat, yaitu derajat:
1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.
2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.
3. Refluks sampai di servikal esofagus.
4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.
5. Refluks dengan aspirasi paru.
2. Manometri esofagus.
Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah
dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan untuk
mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air
sebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa naso-
gastrik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung.
Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan
otot spingter pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter
melalui spingter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan
berbagai tingkat berat ringannya kelainan.
3. Pemantauan pH esofagus.
Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang
paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta frekuensi
dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH di
bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda
mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus. Elektroda tersebut
dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat segala perubahan pH
11
dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat episode refluks yang
terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–30 detik. Kelemahan
uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi berbagai keadaan
seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis makanan, keasaman
lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi elektroda di esofagus.
4. Uji Berstein.
Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam dalam
jumlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala RGE. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika pemeriksaan lain
memberikan hasil negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan garam
fisiologis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit selama 10 menit
diikuti pemberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal untuk
pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan atau
gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif atau
hiperresponsif terhadap rangsangan asam.
5. Endoskopi dan biopsi.
Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi)
memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus.
Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan
esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn.
Tapi gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis
secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi
hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan
endoskopi dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi.
6. Sintigrafi.
Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya RGE sudah lama dikenal di kalangan
ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksaan barium
peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi pasien.
Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mekanisme
aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan lambung.
Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi. Gambaran sintigrafi
12
yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang keluar dari lambung.
Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan
lamanya refluks.
7. Ultrasonografi.
Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan
rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari
pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian
menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik
sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu yang
diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk
melihat bentuk esofagus (echotexture).
Tatalaksana
1. Merubah gaya hidup dan kebiasaan.
Pada penderita penyakit RGE dianjurkan untuk merubah beberapa kebiasaan yang
berhubungan dengan gejala RGE. Yang sering dianjurkan adalah untuk berhenti
merokok, minum alkohol, minum kopi dan menurunkan berat badan pada obesitas,
jangan langsung tidur setelah makan dan mengurangi porsi makanan. Sedangkan pada
bayi dianjurkan pemberian thickening milk, meninggikan posisi kepala sewaktu tidur
dan tidak memakaikan pakaian ketat. Pada penderita asma sebaiknya dihindarkan
pemakaian obat–obatan yang dapat menurunkan tekanan SEB terutama dari golongan
agonis B2 dan mengurangi pemakaian steroid oral. Tapi belum banyak bukti yang
mendukung keberhasilan dengan hanya merubah kebiasaan dan gaya hidup saja,
karena biasanya gejala RGE selalu diatasi segera dengan pemakaian obat–obatan
juga.
2. Obat–obatan .
a. Antasida.
Tujuan pemberian antasida yang dapat menetralisir asam lambung adalah untuk
mengurangi paparan asam di esofagus, mengurangi gejala nyeri uluhati dan
memperingan esofagitis.
13
b. Antagonis reseptor H2.
Cara kerja golongan obat ini adalah menekan sekresi asam dengan menghambat
reseptor H2 pada sel parietal lambung. Ranitidin merupakan jenis yang paling
sering digunakan. Obat ini efektif untuk mengurangi gejala esofagitis ringan.
Tetapi efeknya terhadap esofagitis berat belum banyak dilaporkan.
c. Prokinetik.
Obat–obat prokinetik meningkatkan motilitas esofagus dan lambung sehingga
membantu mempercepat waktu pengosongan lambung serta dapat meningkatkan
tekanan SEB. Peran prokinetik untuk mengurangi episode refluks belum terbukti.
Untuk mengurang gejala muntah dan regurgitasi, golongan prokinetik dapat
diandalkan. Jenis obat yang sering dipakai adalah cisaprid, metoklopramid dan
betanekol. Dilaporkan dari berbagai penelitian bahwa cisaprid relatif aman
walaupun kadang–kadang memberikan efek samping berupa diare dan kolik yang
bersifat sementara. Efek cisaprid terhadap jantung (memperpanjang interval QT)
juga pernah dilaporkan.
d. Proton pump Inhibitor.
Golongan obat ini mensupresi produksi asam lambung dengan menghambat
molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab mensekresi asam lambung,
biasa disebut pompa asam lambung (gastric acid pump). Omeprazol terbukti
effektif pada esofagitis berat yang refrakter terhadap antagonis reseptor H2.
3. Operasi.
Tindakan operasi diindikasikan pada kasus–kasus berat yang tidak respon terhadap
pengobatan. Operasi tidak menjadi bagian dari tatalaksana rutin RGE. Sebelum
dilakukan operasi semua prosedur diagnostik harus dilakukan. Jenis operasi yang
biasa dilakukan adalah fundoflikasi dan fundoflikasi laparoskopi.
Indikasi operasi adalah jika RGE menyebabkan:
a. Muntah persisten dengan gagal tumbuh.
b. Esofagitis atau adanya striktur esofagus.
c. Penyakit paru kronis atau apneic spell yang tidak respon dengan pengobatan
selama 2–3 bulan.
14
Komplikasi
Esofagus Barret (epitelisasi kolumnar dengan risiko adenokarsinoma), esofagitis,
striktur.
15
GASTRITIS KRONIS
Gastritis kronis merupakan suatu penyakit yang ditandai adanya perubahan pada mukosa
akibat inflamasi krois yang memicu atrofi mukosa dan metaplasia sel.
Etiologi
1. Infeksi helicobacter pylori
2. Peggunaan NSID berlebih
3. Stress fisiologis yang berhubungan dengan perubahan mukosa
4. Penyebab lain (atrophic, lymphocytic, eosinophilic)
5. Penyebab infeksi lainnya ( TB, syphilis, CMV, infeksi parasi dan jamur)
6. Penyakit sistemik (sarcoidosis, crohn’s disease)
Patofisiologi
Infeksi karena basil H.pylori bakteri gram negatif
Gastritis terjadi karena kombinasi efek enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran
noxious chemicals oleh neutrofil yang dating.
Setelah paparan terhadap H. pylori maka gastritis berkembang dalam 2 pola :
Antral type dengan produksi tinggi asam dan resiko lebih tinggi untuk
berkembangnya ulkus duodenum
Pangastritis dengan atrofi mucosal multifocal, dengan sekresi asam rendah dan
meningkatnya resiko adenocarcinoma
Bentuk lain dari gastritis kronis : Gastritis autoimun, > 10 % kasus, terjadi karna
produksi autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung, terutama terhadap
enzim penghasil asam H+,K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan
kelenjar dan atrofi mukosa sehingga produksi factor intrinsic dan asam berkurang.
Defisiensi factor intrinsic menyebabkan anemia pernisiosa.
Fase-Fase Terjadinya Gastritis Kronis
16
1. Superficial gastritis
Perubahan karna proses inflamasi hanya terbatas pada lamina propria dari permukaan
mukosa, dengan edema dan infiltrate cellular yang memisahkan kelenjar lambung
secara utuh. Ditambah dengan penurunan mucus pada mukosa sel dan penurunan
mitotis figure pada sel glandular.
2. Athropic gastritis
Inflammatory infiltrate menembus mukosa yang lebih dalam, dengan progressif
distorsi dan destruksi kelenjar.
3. Final stage gastric athrophy
Struktur kelenjar hilang dan terdapat pengurangan infalamatory infiltrate. Pada
pemeriksaan endoskopi tampak mukosa tipis, visualisasi pembuluh darah dapat jelas
terlihat
Diagnosa
“Dicurigai bila pasien mengalami aklorhidria / BAO atau MAO yang rendah dan
diagnosis di pastikan dari perubahan histologist pada biopsy”.
Manifestasi Klinis
Asimptomatik
Rasa tidak enak di abdomen atas
mual
muntah
bila pada gastritis autoimun terjadi banyak kehilangan sel parietal, biasanya terdapat
hipoklorhidria atau aklorhidria (mengacu pada kadar asam hidroklorida di lumen
lambung) danhipergastrenemia.
Pengidap gastritis kronis akibat penyakit penyebab lain mungkin mengalami
hipoklorhidria, tetapi karena sel parietal tidak hilang sama sekali, pasien tidak
mengalami aklorhidria atau anemia pernisiosa.
Pemeriksaan Fisik
Pada uncomplicated H pylori yang berhubungan dengan gastritis atrophic, temuan
klinis tidak banyak dan tidak spesifik.
17
Epigastric tenderness
Jika bersamaan dengan ulkus, kehilangan darah dapat menyebabkan guaiac-positive
tool
Pernapasaan yang buruk (seperti: halitosis) dan nyeri atau rasa tidak nyaman pada
abdomen
Bacterial overgrowth syndrome.
Anemia pernisiosa pada pasien dengan autoimmune atrophic gastritis.
Pada pasien dengan defisiensi kobalamin yang berat, pasien tampak pucat, dan sedikit
ikterus pada bagian kulit dan mata.
Pulsasi cepat, dan terkadang terdapat pembesaran jantung.
Pada saat auskultasi dapat terdengar murmur systolic
Tata Laksana
Bervariasi tergantung penyebab penyakit yang dicurigai
Jika ada lesi duodenum antibiotika untuk batasi H. pylori lesi tidak selalu
bersamaan dengan gastritis kronis
Hindari alcohol dan obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung
Jika terdapat anemia pernisiosa vitamin B12 dan terapi lain yang sesuai
Komplikasi
Ulkus pepticus
Ca gaster terutama pada penderita anemia pernisiosa (10-15%)
MALT lymphoma
18
GASTRIC CARCINOMA (Ca. LAMBUNG )
Etiologi
Ca lambung diakibatkan oleh adanya interaksi dari zat – zat karsinogen dengan
bakteri eksogen. Zat – zat karsinogen yang banyak ditemukan dalam makanan yang
dikeringkan atau diasinkan biasanya mengandung nitrit. Nitrit yang terkandung dlm
makanan akan diubah menjadi nitrit karsinogenik oleh bakteri eksogen seperti
Helicobacter pylori. Helicobacter pylori juga dapat mengakibatkan gastritis kronis, dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri pada lambung. Gastritis kronis inilah yang
nantinya dapat berkembang menjadi ca lambung. Diawali dengan terjadinya atropik
gastritis dan kemudian berkembang menjadi neoplasia pada sel sel kelenjar lambung.
Epidemiologi
Tumor gaster terdiri atas tumor jinak dan tumor ganas, dengan angka kejadian pada
tumor ganas sepuluh kali lebih banyak daripada tumor jinak.
Tumor gaster banyak terjadi pada usia diatas 55 tahun.
Insidensi pada pria lebih banyak dari wanita, 2:1.
Patofisiologi
Seperti dijelaskan diatas, gastritis kronis khususnya tipe A merupakan awal dari
ca lambung. Gastritis kronis tipe A yang diperantarai oleh proses autoimun, yang dalam
hal ini khususnya menyerang sel parietal gaster. Sel parietal gaster merupakan penghasil
asam lambung. Pada gastritis kronis, terjadi kerusakan pada sel parietal sehingga
produksi asam lambung berkurang. Kondisi asam lambung yang berkurang ini
mengakibatkan mekanisme timbal balik dengan hrmon gastrin. Ketika asam lambung
menurun, maka akan terjadi peningkatan produksi gastrin. Produksi gastrin yang
berlebihan tidak mampu diimbangi oleh produksi asam lambung oleh sel parietal,
sehingga proses ini akan mengarah ke neoplasia. Ca lambung dapat dibagi menjadi dua
tipe. Tipe pertama merupakan diffuse type dimana sel pada lambung mengalami infiltrasi.
Pada Diffuse type juga terjadi penebalan pada dinding lambung sehingga menyebabkan
19
hilangnya distensibilitas dinding lambung. Diffuse type ini dapat berkembang pada
semua bagian lambung, termasuk cardia. Anak kecil lebih sering mengalami ca lambung
jenis ini daripada jenis lainnya serta prognosisnya buruk. Tipe ke dua merupakan
intestinal type. Tipe ini ditandai dengan terjadinya neoplasia pada kelenjar yang ada pada
lambung. Selain terjadi neoplasia, juga terjadi ulserasi pada antrum dan curvatura minor.
Perkembangan karsinoma jenis ini lebih lambat. Tetapi tipe kedua ini lebih banyak
ditemukan dalam masyarakat.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ca lambung :
Penurunan berat badan (82%)
Nyeri epigastrium (62%)
Muntah menandakan tumor terjadi pada antrum dan cardia (41%)
Keluhan pencernaan (40%)
Anoreksia (28%)
Disfagia (18%)
Nausea (18%)
Kelemahan (17%)
Sendawa (10%)
Hematemesis (7%)
Regurgitasi (7%)
Cepat kenyang (5%)
Diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis pasien ca lambung dapat mengutarakan keluhan seperti :
20
Perasaan cepat kenyang
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Tubuh terasa lemah
Sering bersendawa
Keluhan pencernaan lainnya
2. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya :
Penurunan berat badan secara drastis
Tanda dan gejala anemia
Pada saat palpasi daerah epigastrium terkadang ditemukan suatu massa (terutama
jika telah terjadi metastase.
3. Pemeriksaan penunjang
Radiologi pemeriksaan kontras ganda dengan berbagai posisi.
Gastrokopi dan biopsi melihat adanya tumor atau massa pada gaster
Endoskopi melihat penjalaran tumor per lapis, seperti mukosa, sub-mukosa,
dan sub serosa.
Pemeriksaan darah tinja
Sitologi pemeriksaan papanicolau.
Tatalaksana
Pengobatan pada ca lambung dapat dilakukan dengan cara :
Pembedahan. Teknik ini digunakan apabila masih memungkinkan dilakukan
pembedahan, dalam arti tumor belum menunjukkan tanda tanda keganasan
21
Kemoterapi. Dilakukan dengan pemberian obat kemoterapi
Radiasi
Komplikasi
Komplikasi dapat berupa :
1. Perforasi akut maupun kronis
2. Hematemesis hematemesif yang masif
3. Obstruksi biasanya terjadi di dekat pilorus
4. Adhesi dapat terjadi perlengketan.
22
PANKREATITIS KRONIS
Etiologi
Karena alkohol 75%, pankreatitis tropical kronik (penyebabnya karena asupan
protein dan mineral yang kurang dan ditambah dengan toksin, idiopatik 25%, herediter
1%.
Patofisiologi
Merupakan kondisi yang menggambarkan adanya cronic inflamatori, fibrosis dan
perusakan yang progresif dari jaringan eksokrin dan endocrine pankreas serta perubahan
marfologi yang bersifat irreversible yang mana dapat menyebabkan komplikasi berupa
nyeri abdomen, steatorrhea, and diabetes mellitus.
Proses yang mendasari inflamasi pada pankreas masi belum diketahui secara
pasti. Namun telah diketahui bahwa alkohol dapat memicu terjadinya kerusakan pada
pankreas yang menyebabkan inflamasi disana.
Patogenesis
Terjadi defisiensi lithostatin, yang mana gunanya untuk mempertahankan kalsium
dalam pankreas agar tetap cair, sehingga bila jumlahnya berkurang maka akan terjadi
presipitat protein.
Penyebab nyeri pada pankreatitis kronis tidak jelas.
Alkohol: konsumsi alkohol dalam waktu lama dapat langsung menyebabkan
kerusakan sel asinar pankreas.
23
Manifestasi Klinis
Pasien Pankreatitis kronis datng ke dokter dengan dua keluhan yakni : nyeri abdomen
atau maldiagestion. Nyeri abdomen sangat variable pada lokasi, berat dan
frekuensinya.
Nyeri kambuh dipicu oleh makanan → asupan makan turun → BB turun. Nyeri dapat
dirasakan dari sedang sampai berat bergantung dari berat necrosisnya, hal ini dapat
dilihat dari frekuensi.
Maldigesti dapat bermanifestasi berupa diare kronik,steatorrhea, penurunan BB, and
fatigue. 20% pasien maldigestif tanpa ada keluhan nyeri abdomen. Berbeda dengan
akut pankratitis tidak terjadi peningkatan serum amylase dan lipase livel. Penigkatan
bilirubin dan alkaline pospat mengindikasikan cholestatis secondary/stricture pada
saluran bile. Kira-kira 40% pasien memiliki malabsorbsi vitamin B12.
Ikterus: dapat timbul sebagai akibat dari stenosis saluran bilier pada fase eksaserbasi
akut pankreatitis kronis. Bila inflamasi menghilang maka ikterus akan menghilang.
24
Distensi dan kembung: Makanan yang mencapai kolon dimetabolisme oleh bakteri
hingga terbentuk gas. Pada pankreatitis kronis terjadi distensi dan kembung karena
banyaknya gas yang terbentuk sebelum diare.
Diagnosis
Anamnesis
1. Menanyakan adanya keluhan nyeri abdomen, sifat dan frekuensinya. Walaupun
terjadinya nyeri pada penderita pankreatitits kronis sangat bervariabel, dimana ada
sebagian yang merasakan nyeri yang intermiten, interval yang tidak terduga-duga,
2. Tanyakan factor resiko misalnya mengkonsumsi alkohol, karena alkohol dapat
merusak sel asinar pankreas, menghentikan konsumsi alkohol dapat mengurangi rasa
nyeri.
3. Menanyakan keluhan lainya seperti diare dan penurunan BB, rasa kembung serta
ikterus.
Pemeriksaan Fisik
1. Pada Sebagian besar kasus , pemeriksaan fisik tidak dapat digunakan sebagai penegak
diagnosis pankreatitis kronis.
2. Selama serangan, kita boleh berasumsi pada posisi yang khas seperti berbaring
disebelah kiri, meregangkan tulang belakang dan menarik lutut kea rah dada.
3. Pada palpasi Kadang-kadang didapatkan tander fullness dan masa di epigastrium
yang mengarahkan pada pseudocyct. Serta pada penderita yang telah berat (adanya
stretorea) maka didapatkan menurunnya lemak subkutan, cekung pada fosa
supraklavikula serta tanda-tanda gizi buruk lainya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan amylase-lipse serum yang biasanya normal, jika terjadi peningkatan
tidak lebih dari 3 kali normal.
2. Tes fungsi pankreas inderek (pemeriksaan enzim chymotrypsin dan lipase 1 tinja, tes
pancreolauryl dan tes NBT-PABA dapat mendeteksi ganguan pankreas dari sedang
hingga berat.
25
3. Tes fungsi pankreas direc merupakan pemeriksaan sensitive dan spesifik namun
invasive
4. Pemeriksaan analisis lemak tinja, guna mengetahui insufisiensi dari eksokrin
pankreas.
5. Pemeriksaan metabolism glukosa guna mengetahui insufisiensi endokrin pankreas.
6. Pemeriksaan morfologi pankreas endoscopic retrogard cholangiopancreatgraphy
7. Ultrasonografi abdomen : didapatkan dilatasi duktus pankreatikus, pseudokista,
kalsifikasi pankreas.
Treatment
Penatalaksanaan non-farmakologi
1. Perbaiki keadaan umum, bila lemah dirawat,
2. Hentikan konsumsi alkohol jika penyebabnya alkoholisme,
3. Diet (rendah lemak, diet kecil tapi sering, jika DM kebutuhan kalorinya dihitung
kurang lebih 25-30 kalori/kgBB/hari,
4. Dan edukasi bahwa ini merupakan penyakit yang krinis dan dapat mengganggu
kwalitas hidup.
Penatalaksanaan farmakologis
1. Terapi nyeri perut (berikan obat analgetik, jika nyerinya ringan diberikan obat
analgetik yang bekerja perifer seperti asam asetil salisilat sampai 4 x 0,5-1 g ,
metammizol 4 x 0,5-1g, jika nyerinya sedang diberikan kombinasi analgetik perifer
(asam salisilat) dan sentral ( tramodol oral), dan jika nyeri perutnya berat diberikan
analgetik kombinasi perifer dan sentral serta antidepresan.
2. Terapi insufisiensi eksokrin pankreas: jika terjadi penurunan BB, steatore dan gas
usus berlebih merupakan indikasi diberikan suplemen enzim pankreas dan suplemen
vitamin larut dalam lemak
3. Terapi insufisiensi endokrin pankreas: berikan insulin, dan obat oral antidiabetik yang
hanya efektif sementara.
Penatalaksanaan endoskopi operatif: diperlukan untuk drainase, ekstrasi batu pankreas
dan adanya striktur duktus pankreatikus.
26
Pembedahan: bertujuan untuk mengurangi nyeri perut yakni dilakukan reseksi pankreas,
draenase.
27
KOLESISTITIS KRONIS
Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta kronik.
Epidemiologi
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di
Indonesia kita relatif lebih rendah dibanding negara-negara barat. Dari kepustakaan barat
dilaporkan bahwa pasien kolesistits akut umumnya perempuan, gemuk, dan berusia 40
tahun.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.Adapun penyebab lainnya
seperti kepekatan cairan empedu,kolesterol,lisolesitin dan progstaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Patogenesis
Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelithiasis. Kolesistitis dapat
terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi
predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan
komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga
menginduksiterjadinya peradangan akibat jejas kimia.
Manifestasi Klinis
Kolesistitia Akut
28
Biasa terjadi pada wanita dengan kegemukan dan diatas 40 tahun, namun tidak
menutup kemungkinan semua golongan untuk terkena penyakit ini Nyeri, timbul larut
malam atau pada dini hari, biasa pada abdomen kanan atas atau epigastrium dan
teralihkan ke bawah angulus scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang
meniru nyeri angina pectoris. Nyeri dapat berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan,
berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier. Serangan dapat
muncul setelah makan makanan besar atau makanan berlemak larut malam atau tindakan
sederhana seperti palpasi abdomen atau menguap. Penderita berkeringat kadang dapat
terbaring tidak bergerak dalam posisi melekuk. Fatulens dan mual biasa ditemukan, tetapi
tak biasa muntah, kecuali bila pada ductus choledocus ada batu. Selain itu, bentuk nyeri
yang dapat muncul adalah nyeri distensi karena kontraksi vesica biliaris untuk atasi
sumbatan duktus sistikus. Nyerinya terletak profunda, sentral dan tidak ada rigiditas otot.
Nyeri peritoneum superficialis terhadap rasa tekan pada kulit, ada rigiditas otot,
hiperestesia. Fundus vesica biliaris dipersarafi oleh enam nervus intercostalis terakhir dan
phrenicus, sehingga rangsangan pada bagian anterior menimbulkan nyeri pada kuadran
kanan atas dan cabang kulit posterior menyebabkan nyeri infrascapula kanan yang khas.
Nyeri yang dialihkan ke punggung dan kuadran kanan atas berasal dari nervus spinalis
karena nervus ini meluas jarak singkat ke mesenterium dan ligamentum hepatogastricum
sekeliling dutus bilifer. Sebagai tanda adanya inflamasi biasanya ada demam dan
peningkatan hitung sel darah putih.
Kolesistitis Kronik
Manifestasi klinisnya antara lain adanya serangan berulang namun tidak mencolok. Mual,
muntah dan tidak tahan makanan berlemak.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan ultra sonografi(USG)
Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran
empedu extra hepatic.Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90% - 95%.
29
Penatalaksanaan
1. Konservatif pada keadaan akut
a. bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan infuse
b. istirahat baring
c. puasa, atau diet ringan, pemberian nutrisi parenteral
d. pengobatan umum termasuk istirahat total diberikan obat penghilang rasa nyeri
seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat
penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memdai untuk
mematikan kuman-kuman yang umumnya terdapat pada kolesistitis akut seperti
E. coli, Strep.faecalis dan klebsiala. Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik
dangan atau tanpa batu pengobatan simtomatik.
2. Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang progresif,
perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah komplikasi. Sebaiknya
kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang berulang- ulang. Tapi kapan
tindakan ini diperlukan masih diperdebatkan apakah dilakukan secepatnya (3 hari)
atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan pasien lebih baik.
Pada pasien kolesistitis kronik,penanganan ini dianjurkan
30
DYSPEPSIA
Definisi
Dyspepsia adalah sindrom/kumpulan gejala tidak nyaman pada perut bagian atas,
meliputi : nyeri ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut
terasa penuh.
Berdasarkan hasil diagnostik, dispepsia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Dyspepsia organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu dan lain-
lain)
2. Dyspepsia fungsional (dari perolehan doagnostik tidak menggambarkan adanya
gangguan patologis structural atau biokimiawi)
Etiologi
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna : tukak gaster/duedonum,
gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori
NSAID, aspirin, beberapa jenis antibiotic, digitalis, teofilin
Penyakit pada hati, pancreas, system bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik
Penyakit sistemik : diabetes mellitus, penyakit tirod, penyaki jantung koroner
Bersifat fungsional : yaitu dyspepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan atau gangguan organic/structural biokimia. Dikenal sebagai
dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus
Pendekatan Diagnostik
Anamnesis
Gali lebih dalam tentang riwayat penyakit sekarang agar dapat membedakan dengan
diagnosis lain dengan gejala serupa, misalnya heartburn pada GERD, nyeri hilang
saat makan pada ulkus peptikum, penurunan berat badan dan anemia pada Ca
lambung, nyeri yang sangat tajam di ulu hati pada penyakit pankreatitis, atau nyeri
perut yang samar-samar pada kolestitis kronik
31
Penggalian tersebut dapat berupa : onset, perjalanan, kronologis, penjalaran,
frekuensi, kualitas, kuantitas, factor presipitasi dan penyerta pada gejala yang
membawa pasien tersebut datang ke RSU
Pada riwayat penyakit dahulu selain penyakit serupa dan sistemik, tanyakan juga
riwayat konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan karena hal-hal tersebut berkaitan erat
dengan etiologi dyspepsia baik langsung maupun tidak langsung
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: sebagian besar pasien tidak memperlihatkan kelainan saat inspeksi kecuali
pada pasien yang sedang merasakan nyeri atau muak yang hebat
Auskultasi: peristaltik usus dapat normal, serta kelainan seperti bruit aorta
abdominalis tidak terdapat pada pasien ini
Palpasi: nyeri tekan epigastrium dapat ditemukan, selain itu juga cari kemungkinan
terdapatnya massa
Perkusi: pada perkusi dapat normal pada pasien yang sedang dalam kondisi normal
atau kembung pada sebagian pasien
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: untuk mengidentifikasi adanya factor infeksi/leukosistosis,
pankreatitis/amylase dan lipase, keganasan saluran cerna/CEA, CA19-9, AFP
Ultrasonografi: untuk mengidentifikasi kelainan padat intraabdomen, misalnya batu
kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati
Endoskopi/esofagogastroduodenoskopi: sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila
dyspepsia disertai dengan keadaan alarm symptom (penurunan berat badan, anemia,
muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena atau sudah
berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun). Keadaan ini sangat
mengarah pada keadaan organic, terutama keganasan sehingga memerlukan
eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan
akurat adanya kelainan structural/organic intralumen saluran cerna bagian atas,
seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan lain-lain. Juga dapat disertai biopsy. Biopsy
dilakukan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keadaan histopatologis organ yang
dicurigai dan untuk melihat adakah infeksi Helicobacter pylori
32
Radiologi: yang dilakukan adalah pemeriksaan barium meal. Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi kelainan structural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas
seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat pada
kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak
dapat melewatinya
33
DISPEPSIA FUNGSIONAL
Definisi
Secara sederhana dyspepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dyspepsia yang
telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan
struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiologi dan
endoskopi, baik persisten ataupun rekuren minimal 12 minggu dalam kurun waktu 12
bulan (berdasarkan criteria Roma II tahun 2000). Serta bukan dyspepsia yang terjadi pada
IBS/Iritable Bowel Syndrome.
Dyspepsia dibagi menjadi 3 kelompok;
1. Dyspepsia mirip ulkus (ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan adalah
nyeri ulu hati
2. Dyspepsia mirip dismotilitas (dismotility-like dyspepsia) bila gejala yang dominan
adalah kembung, mual, cepat kenyang
3. Dyspepsia non spesifik bila tidak mengarah ke dyspepsia ulkus atau dismotilitas
Patofisiologi
Dengan kriteria tidak adanya kelainan organik pada saluran cerna bagian atas,
maka teori patogenesisnya sangat bervariasi:
Diet dan Lingkungan
Berbagai jenis makanan yang telah diketahui mencetuskan gejala antara lain
buah-buahan, asinan, kopi, alkohol, makanan berlemak, dan lain-lain. Akan tetapi belum
ada bukt hal tersebut berlaku sama pada setiap orang, demikian juga pada orang dengan
pola makan berbeda
Sekresi Asam Lambung
Sekresi lambung normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. Walaupun demikian
terdapat laporan bahwa kasus dyspepsia fungsional Hp positif mempunyai tingkat sekresi
asam akibat stimulasi gastrin releasing peptide yang lebih rendah daripada ulkus duodeni
Hp positif tetapi lenih tinggi dibandingkan orang sehat Hp negatif
Fungsi Motorik Lambung/Motilitas
34
Hal ini banyak dilaporkan sebagai penyebab dasar. Dismotilitas saluran cerna
merupakan keadaan yang kompleks yang melibatkan aktivitas elektrik otot polos,
perubahan tekanan intralumen usus dan proses pasase isi usus.
Belum ada pemeriksaan penunjang tunggal yang dapat menggambarkan keadaan
motilitas ini secara lengkap. Terdapat perlambatan pengosongan lambung untuk makanan
padat, gangguan koordinasi antroduodenal dan hipomotilitas pasca prandial pada 25-50%
kasus. Penyebab adanya gangguan motilitas belum diketahui jelas, kemungkinan
hormonal, stress atau yang lainnya
Persepsi Visceral Lambung
Penderita mempunyai persepsi visceral yang abnormal atau meningkat akan tetapi
tidak ada bukti terdapatnya hubungan dengan perlambatan pengosongan lambung
Terdapat bukti bahwa adanya hipersensitivitas bulbus duodeni terhadap asam. Asam
menimbulkan penurunan tekanan duodenum sehingga timbul rasa mual
Psikogenik
Belum didapatkan bukti pasti akan tetapi keluhan pasien kebanyakan
berhubungan dengan stress akut atau kronik, serta terdapatnya stress psikologi yang lebih
berat daripada orang sehat
Infeksi H. pylori
Terdapat pada 50% kasus
Tetapi tidak berbeda makna dengan infeksi Hp pada orang normal
Kapasitas Akomodasi Lambung
Dalam berbagai penelitian diduga bahwa kapasitas akomodasi lambung pada
waktu puasa normal, tetapi kemudian terjadi kegagalan proses relaksasi bagian proksimal
lambung/fundus sewaktu menerima makanan. Hal ini diduga sebagai penyebab timbulnya
rasa cepat kenyang dan perlambatan pengosongan makanan untuk makanan padat/tidak
untuk cairan
Peran Hormonal
Gambaran peran ini belum jelas.
Dilaporkan bahwa terdapat penurunan kadar motilin pada kasus yang terdeteksi
adanya gangguan motilitas antro-duodenal.
35
Beberapa jenis hormone seperti CCK, progesterone, estradiol, prolaktin, opiate
endogen diduga berperan dalam dyspepsia fungsional melalui pengaruhnya pada
kontraktilitas otot polos yang berdampak pada masa transit usus
Aktivitas Mioelektrik Lambung
Irama elektrik otot lambung mempunyai pacemaker di fundus/korpus proksimal dan
dapat dideteksi dengan alat elektrogastrografi
Dapat diidentifikasi adanya gangguan irama, berupa disaritmia lambung, tetapi hasil
ini tidak konsisten
GAMBARAN KLINIK
Tidak berbeda dengan gejala dyspepsia yang sering terjadi
Tidak ditemukan kelainan fisik diagnostic yang berkaitan dengan keluhan tersebut
DIAGNOSIS
Diperoleh dari data anamnesis yang teliti dan lengkap
Pemeriksaan fisik yang akurat
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organic,
seperti pankreatitis kronik, DM dan lain-lain. Pada dyspepsia fungsional biasanya
normal
Endoskopi: esophagus-gastro-duodenoskopi. Hasilnya normal atau sangat tidak
spesifik
Sidikan abdomen : digunakan untuk mengeksklusi penyebab organik
Manometri esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan penunjang yang banyak dikembangkan dimana dapat
ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III dari migrating motor
complex. Banyak ahli berpendapat bahwa sampai saat ini dyspepsia fungsional
merupakan gangguan pengosongan lambung
Waktu pengosongan lambung
Dapat dilakukan dengan Scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dyspepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30-40% kasus
36
PROMAG
Merupakan salah satu obat yang digunakan dalam keluhan dyspepsia. Obat ini terasuk
golongan antasida
Komposisi
1 tablet mengandung :
Hidrotalcite : 200 mg
Magnesium hidroksida : 150 mg
Simethicone : 50 mg
Cara Kerja
Hidrotalcite merupakan kombinasi antara magnesium oksida dengan aluminium oksida.
Kombinasi tersebut menyebabkan penetralan asam lambung yang lebih cepat dan mampu
menahan kenetralan asam lambung lebih lama. Selain itu dapat juga meniadakan efek
sembelit dan diare, serta membantu pengeluaran mucus pada dinding lambung untuk
meningkatkan pertahanan dinding lambung
Simethicone adalah zat yang efektif untuk meredakan gas pada lambung dengan
mencegah keberadaan gas-gas tersebut sehingga dapat mengurangi rasa kembung dan
mual
Cara Pemberian
Dewasa: 1-2 tablet setiap sebelum atau sesudah makan dan sebelum tidur
Anak-anak: ½-1 tablet dengan waktu minum sama dengan dewasa
Pemberian sebelum makan karena saat perut dalam keadaan kosong, produksi
asam lambung meningkat untuk mempersiapkan diri mencerna makanan
Pemberian setelah makan karena 1 jam setelah makan, asam lambung akan
meningkat untuk mencerna makanan
Pemberian sebelum tidur produksi asam lambung juga meningkat
Sehingga pemberian pada 3 waktu tersebut berpotensi mengatasi asam lambung saat
jumlahnya meningkat
37
Pemberian dengan dikunyah bertujuan agar absorpsi obat dapat terjadi lebih cepat
sehingga langsung melindungi lambung tanpa harus melalui proses pemecahan yang
membutuhkan waktu lebih lama
38
PERBANDINGAN ANTAR DIAGNOSA
Tabel 1. Ciri Khas Ulkus Peptikum
Penyakit Ulkus Peptikum
Gejala Nyeri atau tidak nyaman pada abdomen (biasanya di bagian
epigastrik), rasa kembung atau perut terasa penuh, atau kram.
Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan
pada left upper quadrant yang mengindikasikan ulkus gaster,
serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang
mengindikasikan ulkus duodenum.
Pemeriksaan
Penunjang
Esofagogastroduodenoscopy (endoscopy), melakukan
visualisasi: melihat erosi, ulkus dan perdarahan.
Tabel 2. Ciri Khas GERD
Penyakit GERD
Gejala ‘Heart burn’: rasa panas di epigastrium, rasa nyeri retrosternal;
regurgitasi asam; mulut terasa masam dan pahit; nyeri
meningkat saat membungkuk, berbaring, atau mengejan; pada
kasus berat: odinofagia dan disfagia.
Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan
pada left upper quadrant yang mengindikasikan ulkus gaster,
serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang
mengindikasikan ulkus duodenum.
Pemeriksaan
Penunjang
Gold standard: Endoskopi, membantu menemukan penyulit
secara dini; pengukuran pH intra-esofagus selama 24 jam:
39
dikatakan refluks jika pH <4 selama 24 jam.
Tabel 3. Ciri Khas Kolesistitis Kronis
Penyakit Kolesistitis Kronis
Gejala Tidak begitu khas karena tidak terlalu menonjol,ada seperti
dyspepsia,rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya
setelah makan makanan yang berlemak tinggi, kadang-kadang
hilang setelah bersendawa
Pemeriksaan Fisik Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal (tanda murphy)
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan kolesistografi oral, USG, dan kolangiografi dapat
memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu.
40
DAFTAR PUSTAKA
Goldman, Lee, Md & Ausiello, Dennis, Md, 2008, Cecil Medicine 23rd Edition,
Philadelphia : Saunders Elsevier.
Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. EGC: Jakarta
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jld. II. Jakarta: PP IPD
FKUI
Braunwald, TR. et al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition,
McGraw Hill, United States of America.
Dipiro, JT. et al. 2008, Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach. 7th edition, McGraw Hill, United States of America.
Rani, Aziz. Dkk. Dispepsia Sains dan Aplikasi Klinik. 2002. Sub Bagian Gastroenterologi FKUI: Jakarta
41