laptutsken1_kel1_blok14

67
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 “PERUT TERASA PENUH” Disusun Oleh: Kelompok Tutorial 1 BLOK DIGESTIVE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2009

Upload: wawan-eko-wahyudi

Post on 21-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Page 1: LapTutSken1_Kel1_Blok14

LAPORAN TUTORIALSKENARIO 1

“PERUT TERASA PENUH”

Disusun Oleh: Kelompok Tutorial 1

BLOK DIGESTIVEFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM

2009

Page 2: LapTutSken1_Kel1_Blok14

KONTRIBUTOR

Kelompok Tutorial 1

1. Aldy Valentino Maehca Rendak

2. Ardin Diah Mayanti

3. Arzia Pramadi Rahman

4. Aten Aswari Putra

5. Bq. Devi Silfiana Dewi

6. Bq. Karinda Eka Mardina

7. D. D. Sangkuane

8. Diah Rahmawati

9. Diah Citra Pravitasari

10. Enda Atiyah Cahyani

11. Honesty Tri Juniarti

Tutor :

dr. I Gusti ngurah Ommy Agustriadi, SpPD

i

Page 3: LapTutSken1_Kel1_Blok14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat

dan hidayahNyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Pertama sebagai suatu

laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIV

semester 5 ini. Skenario 1, di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem

gastrointestinal. Dengan gejala yang dialami pasien pada skenario kami melakukan

pendekatan diagnosis sehingga menemukan kelainan, membahas bagaimana kelainan

tersebut muncul sehingga menimbulkan gejala dan mengarahkannya kepada suatu

diagnosa untuk kemudian menetapkan tatalaksana bagi kelainan tersebut.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan

dalam penulisan laporan tutorial ini.

Kami berharap laporan tutorial ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 17 Oktober 2009

Kelompok 1

ii

Page 4: LapTutSken1_Kel1_Blok14

DAFTAR ISI

Kontributor........................................................................................................ i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................. iii

Skenario I............................................................................................................ iv

Learning Objective............................................................................................ v

Concept Map...................................................................................................... vi

Ulkus Peptikum.................................................................................................. 1

Gastroesofageal Refluks (GERD)..................................................................... 7

Gastritis Kronis.................................................................................................. 15

Gatric Carcinoma (Ca. Lambung).......................................................................... 28

Pankreatitis Kronis............................................................................................ 22

..............................................................................................................................

Kolesistitis Kronis.............................................................................................. 27

Dyspepsia............................................................................................................ 29

Daftar pustaka.................................................................................................... 39

iii

Page 5: LapTutSken1_Kel1_Blok14

SKENARIO 1

Seorang wanita, 50 tahub dating ke poli penyakit dalam RSU Propinsi NTB

dengan keluhan: perut terasa penuh. Keluhan sudah dirasakan penderita sejak 3 tahun

belakangan ini, terutama bila penderita makan makanan pedas, berbumbu, serta

bersantan. Kadang kala juga disertai nyeri ulu hati, mual tapi tidak sampai muntah.

Keluhan kadang kala membaik dengan minum Promag, tapi jika keluhan masih ada

setelah minum obat penderita ke dokter umum, dan penderita diberi obat 2 macam:

kunyah satu dan ditelan satu. Riwayat merokok, alkohol, kencing manis disangkal. Dia

ingin agar dokter memberinya obat yang sangat ampuh yang bisa menyembuhkannya.

Pemeriksaan fisik:

T= 120/70, Nadi 80x/m, Rr 18x/m, Temp 37°C

Nyeri tekan epigastrium

Lain-lain dalam batas normal

iv

Page 6: LapTutSken1_Kel1_Blok14

LEARNING OBJECTIVE

1. Differensial Diagnosa meliputi

Gastritis Kronis

GERD

Ulkus Peptikum

Ca. Lambung

Pankreatitis Kronis

Koleksistitis Kronis

(Faktor resiko, Etiologi, Patogenesis, Patofisiologi, Manifestasi klinis, Diagnosis,

Tatalaksana, Komplikasi, Prognosis)

2. Penyakit degeneratif yang berkaitan dengan skenario

3. Penjelasan mengani obat pada skenario

4. Penjelasan riwayat yang berkaitan dengan skenario, seperti: riwayat merokok,

konsumsi alkohol, dan riwayat diabetes melitus.

v

Page 7: LapTutSken1_Kel1_Blok14

MAPPING CONCEPT

vi

Konsumsi Promag

Riwayat paparan sebelumnya (makanan,

rokok, alkohol)

Kadang membaik,

kadang tidak membaik

Penegakkan Diagnosis

KU: nyeri berkemih

Wanita, 50 tahun

AnamnesaPemeriksaan FisikPemeriksaan

Differential Diagnoses

Page 8: LapTutSken1_Kel1_Blok14

ULKUS PEPTIKUM

Ulkus merupakan disrupsi atau gangguan dari integritas mukosa gaster dan atau

duodenum yang menyebabkan defek, kerusakan, atau rongga pada permukaan luminal

yang dapat mencapai muskulasis mukosa. Biasanya gangguan ini bersifat kronik, dan

ulkus gaster lebih sering terjadi dibandingkan dengan ulkus duodenum.

Epidemiologi

Penyakit ini sangat umum ditemui di Amerika Serikat (AS), dengan 4 juta

individu (kasus baru dengan kekambuhan) tiap tahunnya. Angka prevalensi di AS sekitar

12%pada pria dan 10% pada wanita. Terlebih lagi, diestemasikan sekitar 15.000 kematian

per tahun disebabkan oleh komplikasi dari ulkus peptikum.

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab dari ulkus peptikum biasanya multifaktorial. Terdapat beberapa

penyebab utama dari ulkus peptikum, yaitu: infeksi bakeri Helicobacter pylori,

pemakaian Non-Steriod Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs), dan stress atau tekanan

karena penyakit berat. Selain itu terdapat beberapa penyebab lainnya yang jarang ditemui

antara lain adalah: hipersekresi asam lambung (misalnya pada Zollinger-Ellison’s

Syndrome), infeksi virus (misalnya ctomegalovirus), insufisiensi vascular, radiasi,

kemoterapi, genetik, dan idiopatik. Kekambuhan paling sering aterjadi karena infeksi H.

pylori dan pemakaian NSAIDs. Beberapa faktor resiko terjadinya penyakit ini antara lain

adalah merokok, dan alkohol.

Sebenarnya ulkus peptikum terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor

agresif dan faktor defensif yang terdapat pada lambung. Dimana faktor agresif

merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung

(asam lambung, pepsin, garam empedu, dll), sedangkan faktor defensif merupakan

faktor-faktor yang melindungi mukosa lambung dari faktor agresif yang dapat

menyebabkan iritasi pada mukosa lambung tersebut (mukus, bikarbonat, dll).

1. Infeksi Helicobacter pylori

1

Page 9: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Bakteri H. pyori berbentuk spiral dan memiliki flagelum yang

dipergunakannya untuk bergerak ke bagian mukus yang mamiliki keasaman yang

lebih netralagar terhindar dari asal lambung. Selain itu, terdapat pedestal yang

digunakan untuk melekat pada permukaan epitel mukosa lambung. Bakteri ini juga

mengeluarkan urease untuk menghidrolisis urea menjadi amonia dan karbon dioksida,

dimana amonia yang dihasilkan menciptakan suasana netral bagi bakteri tersebut.

Disamping itu, terdapat protein anti-asam yang diproduksinya sehingga ia dapat lebih

tahan terhadap asam lambung.

Terdapat beberapa strain dari bakteri H. pylori. Beberapa strain dapat

mensekresikan Vacuolating toxin A (Vac A) yang cenderung akan menyebabkan

terjadinya ulkus peptikum. Strain yang tidak mensekresikan Vac A kamungkinan

besar akan menyebabkan gastritis. Namun, strain yang memiliki Patogenicity Island

(PAI) mengandug beberapa gen yang mengkode gen CAGA protein,CAGA protein

ini meningkatkan resiko terjadinya kanker gaster (adenocarcinoma).

Saat bakteri H. pylori memasuki lambung, ia akan mengambil tempat di

antara lapisan mukus dengan epitel gaster. Cell mediated immunity merespon

hadirnya bakteri ini dalam gaster. Selain itu, sel-sel mukosa akan melepaskan sitokin

proinflamasi (interleukin 6, 8, 10; tumor necrosis factor α; interferon γ), yang

kemudian menarik sel-sel inflamasi untuk memfagosit bakteri tersebut. Disamping

itu, sel-sel epitel gaster juga mengekspresikan MHC II, mempresentasikan antigen

yang meningkatkan proses inflamasi. Pada infeksi H. pylori, dilaporkan bahwa terjadi

peningkatan leukotrein, khususnya leukotrein B4 yang disintesis oleh neutrofil.

Leukotrein ini bersifat sitotoksik terhadap epitel gaster, sehinga akan memperparah

kerusakan yang terjadi pada mukosa gaster.

Lokasi infeksi dari bakteri H. pylori dapat terjadi di corpus ataupun di antral.

Jika infeksi terjadi di corpus akan terjadi inhibisi sel parietal yang kamudian akan

menyebabkan penurunan produksi asam lambung, dan jika kondisi ini terus berlanjut

akan menyebabkan hilangnya sel parietal dan terjadi penuruan asam lambung secara

permanen. Penurunan asam lambung ini menyebabkan peningkatan sekresi gastrin

oleh sel G untuk meningkatkan sekresi asam lambung, namun tidak terdapat sel

parietal untuk mensekresikan asam lambung. Karena itu, gastrin justru menyebabkan

2

Page 10: LapTutSken1_Kel1_Blok14

terjadinya metaplasia yang menjadi faktor resiko terjadinya adenocarcinoma, karena

gastrin juga memiliki efek untuk menyebabkan pertumbuhan jaringan. Jika infeksi

terjadi di bagian antral, akan mempengaruhi sel G untuk mensekresikan gastrin,

gastrin ini kemudian akan menyebabkan sel parietal untuk mensekresikan asam

lambung, sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang berlebih.

Jika infeksi berakhir, infiltrasi neutrofil akan berakhir, yang akan diikuti

dengan berkurangnya jumlah sel radang kronis.

2. NSAIDs

Terdapat dua mekanisme utama terjadinya ulkus peptikum karena NSAID,

yaitu: 1) secara langsung atau dengan iritasi topikal di epitelium gaster, misalnya

Aspirin yang memiliki efek iritasi terbesar pada mukosa gaster, dan 2) inhibisi

sistemik dari sintesis prostaglandin endogenous dari mukosa, dimana cara ke-dua

merupakan mekanisme yang lebih dominan. Cara ke-dua menghambat COX untuk

mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin, dimana prostaglandin ini

berfungsi untuk menjaga keutuhan mukosa lambung, homeostasis platelet, dan

menjaga fungsi ginjal. Terdapat dua macam COX, COX1 dapat ditemui hampir di

seluruh jaringan tubuh, namun COX2 jarang ditemukan dan biasanya muncul pada

inflamasi (misalnya athritis).

Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang dapat timbul pada ulus peptikum antara lain adalah:

Nyeri epigastrik yang ringan, atau komplikasi upper gastrointestinal yang

mengancam nyawa.

Nyeri atau tidak nyaman pada abdomen (biasanya di bagian epigastrik), rasa

kembung atau perut terasa penuh, atau kram.

- Nyeri pada left upper quadrant, mengindikasikan ulkus gaster.

- Nyeri pada right upper quadrant, mengindikasikan ulkus duodenum.

Nyeri pada malam hari yang dapat membangunkan pasien dari tidur (khususnya

antara pukul 12 – 3 dini hari).

Penurunan berat badan karena muntah, ataupun anoreksia.

3

Page 11: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesi, perlu ditanyakan keluhan utama yang dialami pasien. Keluhan

utama yang biasanya disampaikan pada ulkus peptikum adalah nyeri pada ulu hati yang

merupakan regio epigastrik. Keluhan ini perlu digali karakteristiknya dalam riwayat

penyakit sekarang. Dalam anamnesis dapat juga ditanyakan mengenai riwaya paparan

etiologi-etiologi, faktor resiko, dan manifestasi klinis yang sebelumnya telah dibahas.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda yang khas pada saat pemeriksaan fisik adalah adanya nyeri tekan

pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan pada left upper quadrant yang

mengindikasikan ulkus gaster, serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang

mengindikasikan ulkus duodenum. Penurunan berat badan juga dapat menjadi salah satu

informasi yang mendukung diagnosis ke arau ulkus peptikum, namun masih kurang

sesifik

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium:

a. Sekresi asam lambung

b. Konsentrasi gastrin serum puasa

c. Hematokrit dan Hemoglobin yang rendah

d. Tes untuk H. pylori

i. Endoscopy

1) Histologis

2) Kultur

3) Biopsi

ii. Non-Endoscopy

1) Antibodi, dari serum ataupun whole blood

2) Carbon-13 Urea Breath Test

3) Stool Antigen

2. Esofagogastroduodenoscopy (endoscopy):

a. Inspeksi

4

Page 12: LapTutSken1_Kel1_Blok14

b. Biopsi

c. Visualisasi: erosi, ulkus dan perdarahan.

3. Barium meal, kontras tunggal ataupun ganda.

Tatalaksana

Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain adalah:

1. Non-Medikamentosa

Lifestyle remodeling, berhenti merokok, hentikan pemakaian NSAIDs, dan

pengaturan diet.

Pembedahan: gasrectomy parsial, antrectomy.

2. Medikamentosa

Tipe Obat Contoh Dosis

Menekan sekresi asam

Antasid Mylanta, Maalox, Tums,

Gaviscon

100-140 mEq/L, 1 dan 3

jam setelah makan dan

sebelum tidur

Antahonis reseptor H2 Cimetidine

Ranitidine

Famotidine

Nizatidine

400 mg 2xsehari

300 mg sebelum tidur

40 mg sebelum tidur

300 mg sebelum tidur

Proton Pump Inhibitors Omeprazole

Lansoprazole

Rabeprazole

Pantoprazole

Esomeprazole

20 mg/hari

30 mg/hari

20 mg/hari

40 mg/ hari

20 mg/ hari

Melindungi mukosa

Sucralfate Sucralfate 1 g 4x sehari

5

Page 13: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Analog prostaglandin Misoprostol 200 μg 4x sehari

Bismuth Bismuth subsalicylate

(BSS)

2 tablet 4x sehari

Komplikasi

Ulkus peptikum dapat menimbulkan beberapa komplikasi, beberapa diantaranya

adalah penjalaran inflamasi sampai ke pakreas yang dapat menyebabkan pankreatitis,

selain itu dapat terjadi perforasi gaster yang dapat menyebabkan peritonitis.

6

Page 14: LapTutSken1_Kel1_Blok14

GASTROESOFAGEAL REFLUKS (GERD)

Definisi

Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke esofagus

atau lebih proksimal.Isi lambung tersebut bisa berupa asam lambung, udara maupun

makanan.RGE ini bisa murni akibat gangguan secara fungsional tanpa adanya kelainan

lain. Bisa juga akibat adanya gangguan struktural yang terdapat pada esofagus maupun

gaster yang mempengaruhi penutupan sfingter esofagus bawah (SEB), seperti kelainan

anatomi kongenital, tumor, komplikasi operasi, tertelan zat korosif dan lain-lain.

Prevalensi

Prevalens RGE yang pasti belum dapat ditentukan sampai saat ini.Walaupun ada laporan

yang menyatakan bahwa prevalens RGE adalah 2 dibanding 1000 kelahiran hidup. Angka

ini sangat mungkin jauh lebih kecil dari angka sebenarnya akibat masih kurangnya

penelitian mengenai refluks gastroesofagus ini terutama pada anak besar dan remaja.

Angka prevalens penderita RGE di tiap-tiap negara juga sangat bervariasi. Dikatakan

bahwa Inggris menempati urutan tertinggi jika dibandingkan negara-negara Barat lainnya

termasuk Amerika Serikat, tetapi sayangnya angka pastinya tidak disebutkan. Laporan di

Amerika Serikat hanya menyatakan bahwa kira–kira 7 % dari orang kulit putih pernah

mengalami gejala RGE.

Etiologi

1. Tekanan lambung lebih tinggi dari pada tekanan esofagus.

a. Obstruksi

i. Stenosis pilorus

ii. Tumor abdomen

iii. Makan terlalu banyak

b. Peningkatan peristalsis

7

Page 15: LapTutSken1_Kel1_Blok14

i. Gastroenteritis

c. Peningkatan tekanan abdomen

i. Obesitas.

ii. Memakai pakaian terlalu ketat

iii. Pemanjangan waktu pengosongan lambung

2. Tekanan lambung sama dengan tekanan esofagus.

a. Gangguan faal

a) SEB longgar

i. Chalasia

ii. Adult-ringed esophagus

iii. Obat–obat asma

iv. Merokok

v. Pemakaian pipa nasogastrik

b. Hiatal hernia

a) Sebagian isi lambung memasuki rongga dada dan menyebabkan posisi

lambung tidak normal.

3. Faktor–faktor lain yang mempengaruhi

a. Penyakit gastrointestinal lain ( penyakit Crohn )

b. Eradikasi Helicobacter pylori

c. Faktor genetik

d. Reaksi respon imun berlebihan

e. Obat–obat yang mempengaruhi asam lambung; NSAIDs, calcium channel

blockers, dan lain–lain.

Patofisiologi

Esofagus merupakan saluran makanan berbentuk pipa yang terdiri dari otot dengan

panjang saluran lebih kurang 9.5 inci dan dilapisi epitel picak. Batas saluran esopagus ini

dimulai dari pangkal faring di bagian atas hingga pada lambung di bagian bawah dengan

satu sfingter yang tertutup rapat. Fungsi utamanya adalah untuk membawa makanan yang

ditelan dari mulut hingga lambung, melalui sfingter pada bagian vestibula esofagus yang

8

Page 16: LapTutSken1_Kel1_Blok14

terletak di antara ampula esofagus dan kardia lambung, dihubungkan oleh membran

freniko-esofagus di bawah diafragma. Sfingter tersebut harus sering membuka dan

menutup setiap harinya untuk memasukkan makanan ke lambung, untuk mengeluarkan

udara dan memungkinkan terjadinya regurgitasi bahan-bahan dari lambung yang tidak

diperlukan. Pada orang dewasa , episode terjadinya refluks cukup jelas dan timbul hampir

lima kali dalam jam pertama setelah makan, dan frekuensinya berkurang hingga nol kali

pada masa satu sampai dua jam setelah makan. Dikatakan Gastroesophageal reflux

disease (GERD) jika kejadian refluks meningkat baik dari frekuensi dan lamanya, jika

terjadi regurgitasi bahan-bahan refluks dan kehilangan kalori, atau bahan-bahan refluks

merusak mukosa esofagus dan menyebabkan esofagitis.

Relaksasi sementara yang berlebihan pada sfingter esofagus bawah (LES, Lower

Esophageal Spincter) atau pada beberapa kasus, LES yang inkompeten.

Kerusakan mukosa esofagus karena kontak yang lama dengan asam, pepsin,

garam empedu.

Hiatus hemia dapat menyebabkan ¯ tonus LES dan bertindak sebagai penampung

isi lambung yang mengalami refluks.

Manifestasi Klinis

Riwayat perjalanan penyakit dan gejala klinis sangat berperan dalam

mendiagnosa RGE. Umumnya untuk mendiagnosa RGE harus dilakukan pemeriksaan

yang invasif dan relatif sulit dilakukan pada fasilitas yang kurang memadai.Dengan

mengamati gejala klinis yang timbul maka pemeriksaan penunjang untuk diagnosa dapat

sangat selektif dilakukan pada penderita yang diduga kuat menderita RGE. Banyak

penulis yang setuju untuk memberikan pengobatan kepada penderita RGE hanya

berdasarkan gejala klinis saja. Oleh karena banyaknya variasi gejala klinis yang muncul

maka beberapa penelitian dilakukan untuk mendapat gambaran tentang gejala klinis yang

dianggap paling bermakna untuk mendiagnosa RGE.

1. Manifestasi klinis akibat refluks asam lambung.

9

Page 17: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Sendawa (pirosis)

Mual.

Muntah

Sakit uluhati

Sakit menelan

Hematemesis melena

Striktura

Iritabel (bayi)

Gangguan pada saluran pernafasan

Erosi pada gigi

2. Manifestasi klinis akibat refluks gas (udara)

Eructation

Cekukan

Rasa penuh setelah makan

Mudah merasa kenyang

Perut sering gembung

3. Manifestasi klinis akibat refluks makanan dan minuman

Muntah.

Aspirasi ke saluran pernafasan (apnu, SIDS)

Anemia

Penurunan berat badan

Pemeriksaan penunjang

Pada kasus–kasus dengan gejala klinis RGE yang berdasarkan keyakinan seorang

klinisi diduga kuat menderita penyakit RGE dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan.Atau

juga pada kasus–kasus dengan gejala klinis RGE yang sudah dilakukan pengobatan tapi

tidak memberikan hasil yang memuaskan, pemeriksaan penunjang harus dilakukan untuk

membantu mendiagnosa, mencari penyebab dan melihat apakah telahterjadi komplikasi

akibat RGE.Di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai pemeriksaan

penunjang yang dilakukan saat ini untuk membantu mendukung suatu diagnosa RGE.

10

Page 18: LapTutSken1_Kel1_Blok14

1. Barium per oral.

Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini sangat

berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari

esofagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat).

Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto

rongen dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal

hernia, erosi maupun kelainan lain. Dari pemeriksaan dengan bubur barium dapat

dibuat gradasi refluks atas 5 derajat, yaitu derajat:

1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.

2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.

3. Refluks sampai di servikal esofagus.

4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.

5. Refluks dengan aspirasi paru.

2. Manometri esofagus.

Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah

dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan untuk

mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air

sebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa naso-

gastrik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung.

Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan

otot spingter pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter

melalui spingter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan

pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan

berbagai tingkat berat ringannya kelainan.

3. Pemantauan pH esofagus.

Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang

paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta frekuensi

dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH di

bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda

mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus. Elektroda tersebut

dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat segala perubahan pH

11

Page 19: LapTutSken1_Kel1_Blok14

dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat episode refluks yang

terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–30 detik. Kelemahan

uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi berbagai keadaan

seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis makanan, keasaman

lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi elektroda di esofagus.

4. Uji Berstein.

Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam dalam

jumlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala RGE. Pemeriksaan ini

dapat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika pemeriksaan lain

memberikan hasil negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan garam

fisiologis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit selama 10 menit

diikuti pemberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal untuk

pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan atau

gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif atau

hiperresponsif terhadap rangsangan asam.

5. Endoskopi dan biopsi.

Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi)

memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus.

Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan

esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn.

Tapi gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis

secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi

hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan

endoskopi dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi.

6. Sintigrafi.

Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya RGE sudah lama dikenal di kalangan

ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksaan barium

peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi pasien.

Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mekanisme

aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan lambung.

Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi. Gambaran sintigrafi

12

Page 20: LapTutSken1_Kel1_Blok14

yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang keluar dari lambung.

Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar spike menggambarkan

lamanya refluks.

7. Ultrasonografi.

Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan

rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari

pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian

menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik

sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu yang

diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk

melihat bentuk esofagus (echotexture).

Tatalaksana

1. Merubah gaya hidup dan kebiasaan.

Pada penderita penyakit RGE dianjurkan untuk merubah beberapa kebiasaan yang

berhubungan dengan gejala RGE. Yang sering dianjurkan adalah untuk berhenti

merokok, minum alkohol, minum kopi dan menurunkan berat badan pada obesitas,

jangan langsung tidur setelah makan dan mengurangi porsi makanan. Sedangkan pada

bayi dianjurkan pemberian thickening milk, meninggikan posisi kepala sewaktu tidur

dan tidak memakaikan pakaian ketat. Pada penderita asma sebaiknya dihindarkan

pemakaian obat–obatan yang dapat menurunkan tekanan SEB terutama dari golongan

agonis B2 dan mengurangi pemakaian steroid oral. Tapi belum banyak bukti yang

mendukung keberhasilan dengan hanya merubah kebiasaan dan gaya hidup saja,

karena biasanya gejala RGE selalu diatasi segera dengan pemakaian obat–obatan

juga.

2. Obat–obatan .

a. Antasida.

Tujuan pemberian antasida yang dapat menetralisir asam lambung adalah untuk

mengurangi paparan asam di esofagus, mengurangi gejala nyeri uluhati dan

memperingan esofagitis.

13

Page 21: LapTutSken1_Kel1_Blok14

b. Antagonis reseptor H2.

Cara kerja golongan obat ini adalah menekan sekresi asam dengan menghambat

reseptor H2 pada sel parietal lambung. Ranitidin merupakan jenis yang paling

sering digunakan. Obat ini efektif untuk mengurangi gejala esofagitis ringan.

Tetapi efeknya terhadap esofagitis berat belum banyak dilaporkan.

c. Prokinetik.

Obat–obat prokinetik meningkatkan motilitas esofagus dan lambung sehingga

membantu mempercepat waktu pengosongan lambung serta dapat meningkatkan

tekanan SEB. Peran prokinetik untuk mengurangi episode refluks belum terbukti.

Untuk mengurang gejala muntah dan regurgitasi, golongan prokinetik dapat

diandalkan. Jenis obat yang sering dipakai adalah cisaprid, metoklopramid dan

betanekol. Dilaporkan dari berbagai penelitian bahwa cisaprid relatif aman

walaupun kadang–kadang memberikan efek samping berupa diare dan kolik yang

bersifat sementara. Efek cisaprid terhadap jantung (memperpanjang interval QT)

juga pernah dilaporkan.

d. Proton pump Inhibitor.

Golongan obat ini mensupresi produksi asam lambung dengan menghambat

molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab mensekresi asam lambung,

biasa disebut pompa asam lambung (gastric acid pump). Omeprazol terbukti

effektif pada esofagitis berat yang refrakter terhadap antagonis reseptor H2.

3. Operasi.

Tindakan operasi diindikasikan pada kasus–kasus berat yang tidak respon terhadap

pengobatan. Operasi tidak menjadi bagian dari tatalaksana rutin RGE. Sebelum

dilakukan operasi semua prosedur diagnostik harus dilakukan. Jenis operasi yang

biasa dilakukan adalah fundoflikasi dan fundoflikasi laparoskopi.

Indikasi operasi adalah jika RGE menyebabkan:

a. Muntah persisten dengan gagal tumbuh.

b. Esofagitis atau adanya striktur esofagus.

c. Penyakit paru kronis atau apneic spell yang tidak respon dengan pengobatan

selama 2–3 bulan.

14

Page 22: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Komplikasi

Esofagus Barret (epitelisasi kolumnar dengan risiko adenokarsinoma), esofagitis,

striktur.

15

Page 23: LapTutSken1_Kel1_Blok14

GASTRITIS KRONIS

Gastritis kronis merupakan suatu penyakit yang ditandai adanya perubahan pada mukosa

akibat inflamasi krois yang memicu atrofi mukosa dan metaplasia sel.

Etiologi

1. Infeksi helicobacter pylori

2. Peggunaan NSID berlebih

3. Stress fisiologis yang berhubungan dengan perubahan mukosa

4. Penyebab lain (atrophic, lymphocytic, eosinophilic)

5. Penyebab infeksi lainnya ( TB, syphilis, CMV, infeksi parasi dan jamur)

6. Penyakit sistemik (sarcoidosis, crohn’s disease)

Patofisiologi

Infeksi karena basil H.pylori bakteri gram negatif

Gastritis terjadi karena kombinasi efek enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran

noxious chemicals oleh neutrofil yang dating.

Setelah paparan terhadap H. pylori maka gastritis berkembang dalam 2 pola :

Antral type dengan produksi tinggi asam dan resiko lebih tinggi untuk

berkembangnya ulkus duodenum

Pangastritis dengan atrofi mucosal multifocal, dengan sekresi asam rendah dan

meningkatnya resiko adenocarcinoma

Bentuk lain dari gastritis kronis : Gastritis autoimun, > 10 % kasus, terjadi karna

produksi autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung, terutama terhadap

enzim penghasil asam H+,K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan

kelenjar dan atrofi mukosa sehingga produksi factor intrinsic dan asam berkurang.

Defisiensi factor intrinsic menyebabkan anemia pernisiosa.

Fase-Fase Terjadinya Gastritis Kronis

16

Page 24: LapTutSken1_Kel1_Blok14

1. Superficial gastritis

Perubahan karna proses inflamasi hanya terbatas pada lamina propria dari permukaan

mukosa, dengan edema dan infiltrate cellular yang memisahkan kelenjar lambung

secara utuh. Ditambah dengan penurunan mucus pada mukosa sel dan penurunan

mitotis figure pada sel glandular.

2. Athropic gastritis

Inflammatory infiltrate menembus mukosa yang lebih dalam, dengan progressif

distorsi dan destruksi kelenjar.

3. Final stage gastric athrophy

Struktur kelenjar hilang dan terdapat pengurangan infalamatory infiltrate. Pada

pemeriksaan endoskopi tampak mukosa tipis, visualisasi pembuluh darah dapat jelas

terlihat

Diagnosa

“Dicurigai bila pasien mengalami aklorhidria / BAO atau MAO yang rendah dan

diagnosis di pastikan dari perubahan histologist pada biopsy”.

Manifestasi Klinis

Asimptomatik

Rasa tidak enak di abdomen atas

mual

muntah

bila pada gastritis autoimun terjadi banyak kehilangan sel parietal, biasanya terdapat

hipoklorhidria atau aklorhidria (mengacu pada kadar asam hidroklorida di lumen

lambung) danhipergastrenemia.

Pengidap gastritis kronis akibat penyakit penyebab lain mungkin mengalami

hipoklorhidria, tetapi karena sel parietal tidak hilang sama sekali, pasien tidak

mengalami aklorhidria atau anemia pernisiosa.

Pemeriksaan Fisik

Pada uncomplicated H pylori yang berhubungan dengan gastritis atrophic, temuan

klinis tidak banyak dan tidak spesifik.

17

Page 25: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Epigastric tenderness

Jika bersamaan dengan ulkus, kehilangan darah dapat menyebabkan guaiac-positive

tool

Pernapasaan yang buruk (seperti: halitosis) dan nyeri atau rasa tidak nyaman pada

abdomen

Bacterial overgrowth syndrome.

Anemia pernisiosa pada pasien dengan autoimmune atrophic gastritis.

Pada pasien dengan defisiensi kobalamin yang berat, pasien tampak pucat, dan sedikit

ikterus pada bagian kulit dan mata.

Pulsasi cepat, dan terkadang terdapat pembesaran jantung.

Pada saat auskultasi dapat terdengar murmur systolic

Tata Laksana

Bervariasi tergantung penyebab penyakit yang dicurigai

Jika ada lesi duodenum antibiotika untuk batasi H. pylori lesi tidak selalu

bersamaan dengan gastritis kronis

Hindari alcohol dan obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung

Jika terdapat anemia pernisiosa vitamin B12 dan terapi lain yang sesuai

Komplikasi

Ulkus pepticus

Ca gaster terutama pada penderita anemia pernisiosa (10-15%)

MALT lymphoma

18

Page 26: LapTutSken1_Kel1_Blok14

GASTRIC CARCINOMA (Ca. LAMBUNG )

Etiologi

Ca lambung diakibatkan oleh adanya interaksi dari zat – zat karsinogen dengan

bakteri eksogen. Zat – zat karsinogen yang banyak ditemukan dalam makanan yang

dikeringkan atau diasinkan biasanya mengandung nitrit. Nitrit yang terkandung dlm

makanan akan diubah menjadi nitrit karsinogenik oleh bakteri eksogen seperti

Helicobacter pylori. Helicobacter pylori juga dapat mengakibatkan gastritis kronis, dan

berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri pada lambung. Gastritis kronis inilah yang

nantinya dapat berkembang menjadi ca lambung. Diawali dengan terjadinya atropik

gastritis dan kemudian berkembang menjadi neoplasia pada sel sel kelenjar lambung.

Epidemiologi

Tumor gaster terdiri atas tumor jinak dan tumor ganas, dengan angka kejadian pada

tumor ganas sepuluh kali lebih banyak daripada tumor jinak.

Tumor gaster banyak terjadi pada usia diatas 55 tahun.

Insidensi pada pria lebih banyak dari wanita, 2:1.

Patofisiologi

Seperti dijelaskan diatas, gastritis kronis khususnya tipe A merupakan awal dari

ca lambung. Gastritis kronis tipe A yang diperantarai oleh proses autoimun, yang dalam

hal ini khususnya menyerang sel parietal gaster. Sel parietal gaster merupakan penghasil

asam lambung. Pada gastritis kronis, terjadi kerusakan pada sel parietal sehingga

produksi asam lambung berkurang. Kondisi asam lambung yang berkurang ini

mengakibatkan mekanisme timbal balik dengan hrmon gastrin. Ketika asam lambung

menurun, maka akan terjadi peningkatan produksi gastrin. Produksi gastrin yang

berlebihan tidak mampu diimbangi oleh produksi asam lambung oleh sel parietal,

sehingga proses ini akan mengarah ke neoplasia. Ca lambung dapat dibagi menjadi dua

tipe. Tipe pertama merupakan diffuse type dimana sel pada lambung mengalami infiltrasi.

Pada Diffuse type juga terjadi penebalan pada dinding lambung sehingga menyebabkan

19

Page 27: LapTutSken1_Kel1_Blok14

hilangnya distensibilitas dinding lambung. Diffuse type ini dapat berkembang pada

semua bagian lambung, termasuk cardia. Anak kecil lebih sering mengalami ca lambung

jenis ini daripada jenis lainnya serta prognosisnya buruk. Tipe ke dua merupakan

intestinal type. Tipe ini ditandai dengan terjadinya neoplasia pada kelenjar yang ada pada

lambung. Selain terjadi neoplasia, juga terjadi ulserasi pada antrum dan curvatura minor.

Perkembangan karsinoma jenis ini lebih lambat. Tetapi tipe kedua ini lebih banyak

ditemukan dalam masyarakat.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari ca lambung :

Penurunan berat badan (82%)

Nyeri epigastrium (62%)

Muntah menandakan tumor terjadi pada antrum dan cardia (41%)

Keluhan pencernaan (40%)

Anoreksia (28%)

Disfagia (18%)

Nausea (18%)

Kelemahan (17%)

Sendawa (10%)

Hematemesis (7%)

Regurgitasi (7%)

Cepat kenyang (5%)

Diagnosis

1. Anamnesis

Dari anamnesis pasien ca lambung dapat mengutarakan keluhan seperti :

20

Page 28: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Perasaan cepat kenyang

Rasa tidak nyaman pada abdomen

Tubuh terasa lemah

Sering bersendawa

Keluhan pencernaan lainnya

2. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya :

Penurunan berat badan secara drastis

Tanda dan gejala anemia

Pada saat palpasi daerah epigastrium terkadang ditemukan suatu massa (terutama

jika telah terjadi metastase.

3. Pemeriksaan penunjang

Radiologi pemeriksaan kontras ganda dengan berbagai posisi.

Gastrokopi dan biopsi melihat adanya tumor atau massa pada gaster

Endoskopi melihat penjalaran tumor per lapis, seperti mukosa, sub-mukosa,

dan sub serosa.

Pemeriksaan darah tinja

Sitologi pemeriksaan papanicolau.

Tatalaksana

Pengobatan pada ca lambung dapat dilakukan dengan cara :

Pembedahan. Teknik ini digunakan apabila masih memungkinkan dilakukan

pembedahan, dalam arti tumor belum menunjukkan tanda tanda keganasan

21

Page 29: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Kemoterapi. Dilakukan dengan pemberian obat kemoterapi

Radiasi

Komplikasi

Komplikasi dapat berupa :

1. Perforasi akut maupun kronis

2. Hematemesis hematemesif yang masif

3. Obstruksi biasanya terjadi di dekat pilorus

4. Adhesi dapat terjadi perlengketan.

22

Page 30: LapTutSken1_Kel1_Blok14

PANKREATITIS KRONIS

Etiologi

Karena alkohol 75%, pankreatitis tropical kronik (penyebabnya karena asupan

protein dan mineral yang kurang dan ditambah dengan toksin, idiopatik 25%, herediter

1%.

Patofisiologi

Merupakan kondisi yang menggambarkan adanya cronic inflamatori, fibrosis dan

perusakan yang progresif dari jaringan eksokrin dan endocrine pankreas serta perubahan

marfologi yang bersifat irreversible yang mana dapat menyebabkan komplikasi berupa

nyeri abdomen, steatorrhea, and diabetes mellitus.

Proses yang mendasari inflamasi pada pankreas masi belum diketahui secara

pasti. Namun telah diketahui bahwa alkohol dapat memicu terjadinya kerusakan pada

pankreas yang menyebabkan inflamasi disana.

Patogenesis

Terjadi defisiensi lithostatin, yang mana gunanya untuk mempertahankan kalsium

dalam pankreas agar tetap cair, sehingga bila jumlahnya berkurang maka akan terjadi

presipitat protein.

Penyebab nyeri pada pankreatitis kronis tidak jelas.

Alkohol: konsumsi alkohol dalam waktu lama dapat langsung menyebabkan

kerusakan sel asinar pankreas.

23

Page 31: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Manifestasi Klinis

Pasien Pankreatitis kronis datng ke dokter dengan dua keluhan yakni : nyeri abdomen

atau maldiagestion. Nyeri abdomen sangat variable pada lokasi, berat dan

frekuensinya.

Nyeri kambuh dipicu oleh makanan → asupan makan turun → BB turun. Nyeri dapat

dirasakan dari sedang sampai berat bergantung dari berat necrosisnya, hal ini dapat

dilihat dari frekuensi.

Maldigesti dapat bermanifestasi berupa diare kronik,steatorrhea, penurunan BB, and

fatigue. 20% pasien maldigestif tanpa ada keluhan nyeri abdomen. Berbeda dengan

akut pankratitis tidak terjadi peningkatan serum amylase dan lipase livel. Penigkatan

bilirubin dan alkaline pospat mengindikasikan cholestatis secondary/stricture pada

saluran bile. Kira-kira 40% pasien memiliki malabsorbsi vitamin B12.

Ikterus: dapat timbul sebagai akibat dari stenosis saluran bilier pada fase eksaserbasi

akut pankreatitis kronis. Bila inflamasi menghilang maka ikterus akan menghilang.

24

Page 32: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Distensi dan kembung: Makanan yang mencapai kolon dimetabolisme oleh bakteri

hingga terbentuk gas. Pada pankreatitis kronis terjadi distensi dan kembung karena

banyaknya gas yang terbentuk sebelum diare.

Diagnosis

Anamnesis

1. Menanyakan adanya keluhan nyeri abdomen, sifat dan frekuensinya. Walaupun

terjadinya nyeri pada penderita pankreatitits kronis sangat bervariabel, dimana ada

sebagian yang merasakan nyeri yang intermiten, interval yang tidak terduga-duga,

2. Tanyakan factor resiko misalnya mengkonsumsi alkohol, karena alkohol dapat

merusak sel asinar pankreas, menghentikan konsumsi alkohol dapat mengurangi rasa

nyeri.

3. Menanyakan keluhan lainya seperti diare dan penurunan BB, rasa kembung serta

ikterus.

Pemeriksaan Fisik

1. Pada Sebagian besar kasus , pemeriksaan fisik tidak dapat digunakan sebagai penegak

diagnosis pankreatitis kronis.

2. Selama serangan, kita boleh berasumsi pada posisi yang khas seperti berbaring

disebelah kiri, meregangkan tulang belakang dan menarik lutut kea rah dada.

3. Pada palpasi Kadang-kadang didapatkan tander fullness dan masa di epigastrium

yang mengarahkan pada pseudocyct. Serta pada penderita yang telah berat (adanya

stretorea) maka didapatkan menurunnya lemak subkutan, cekung pada fosa

supraklavikula serta tanda-tanda gizi buruk lainya.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan amylase-lipse serum yang biasanya normal, jika terjadi peningkatan

tidak lebih dari 3 kali normal.

2. Tes fungsi pankreas inderek (pemeriksaan enzim chymotrypsin dan lipase 1 tinja, tes

pancreolauryl dan tes NBT-PABA dapat mendeteksi ganguan pankreas dari sedang

hingga berat.

25

Page 33: LapTutSken1_Kel1_Blok14

3. Tes fungsi pankreas direc merupakan pemeriksaan sensitive dan spesifik namun

invasive

4. Pemeriksaan analisis lemak tinja, guna mengetahui insufisiensi dari eksokrin

pankreas.

5. Pemeriksaan metabolism glukosa guna mengetahui insufisiensi endokrin pankreas.

6. Pemeriksaan morfologi pankreas endoscopic retrogard cholangiopancreatgraphy

7. Ultrasonografi abdomen : didapatkan dilatasi duktus pankreatikus, pseudokista,

kalsifikasi pankreas.

Treatment

Penatalaksanaan non-farmakologi

1. Perbaiki keadaan umum, bila lemah dirawat,

2. Hentikan konsumsi alkohol jika penyebabnya alkoholisme,

3. Diet (rendah lemak, diet kecil tapi sering, jika DM kebutuhan kalorinya dihitung

kurang lebih 25-30 kalori/kgBB/hari,

4. Dan edukasi bahwa ini merupakan penyakit yang krinis dan dapat mengganggu

kwalitas hidup.

Penatalaksanaan farmakologis

1. Terapi nyeri perut (berikan obat analgetik, jika nyerinya ringan diberikan obat

analgetik yang bekerja perifer seperti asam asetil salisilat sampai 4 x 0,5-1 g ,

metammizol 4 x 0,5-1g, jika nyerinya sedang diberikan kombinasi analgetik perifer

(asam salisilat) dan sentral ( tramodol oral), dan jika nyeri perutnya berat diberikan

analgetik kombinasi perifer dan sentral serta antidepresan.

2. Terapi insufisiensi eksokrin pankreas: jika terjadi penurunan BB, steatore dan gas

usus berlebih merupakan indikasi diberikan suplemen enzim pankreas dan suplemen

vitamin larut dalam lemak

3. Terapi insufisiensi endokrin pankreas: berikan insulin, dan obat oral antidiabetik yang

hanya efektif sementara.

Penatalaksanaan endoskopi operatif: diperlukan untuk drainase, ekstrasi batu pankreas

dan adanya striktur duktus pankreatikus.

26

Page 34: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Pembedahan: bertujuan untuk mengurangi nyeri perut yakni dilakukan reseksi pankreas,

draenase.

27

Page 35: LapTutSken1_Kel1_Blok14

KOLESISTITIS KRONIS

Definisi

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas

badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut serta kronik.

Epidemiologi

Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di

Indonesia kita relatif lebih rendah dibanding negara-negara barat. Dari kepustakaan barat

dilaporkan bahwa pasien kolesistits akut umumnya perempuan, gemuk, dan berusia 40

tahun.

Etiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan

empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.Adapun penyebab lainnya

seperti kepekatan cairan empedu,kolesterol,lisolesitin dan progstaglandin yang merusak

lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Patogenesis

Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelithiasis. Kolesistitis dapat

terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi

predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan

komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga

menginduksiterjadinya peradangan akibat jejas kimia.

Manifestasi Klinis

Kolesistitia Akut

28

Page 36: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Biasa terjadi pada wanita dengan kegemukan dan diatas 40 tahun, namun tidak

menutup kemungkinan semua golongan untuk terkena penyakit ini Nyeri, timbul larut

malam atau pada dini hari, biasa pada abdomen kanan atas atau epigastrium dan

teralihkan ke bawah angulus scapula dexter, bahu kanan atau yang ke sisi kiri, kadang

meniru nyeri angina pectoris. Nyeri dapat berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan,

berbeda dengan spasme yang cuma berlangsung singkat pada kolik bilier. Serangan dapat

muncul setelah makan makanan besar atau makanan berlemak larut malam atau tindakan

sederhana seperti palpasi abdomen atau menguap. Penderita berkeringat kadang dapat

terbaring tidak bergerak dalam posisi melekuk. Fatulens dan mual biasa ditemukan, tetapi

tak biasa muntah, kecuali bila pada ductus choledocus ada batu. Selain itu, bentuk nyeri

yang dapat muncul adalah nyeri distensi karena kontraksi vesica biliaris untuk atasi

sumbatan duktus sistikus. Nyerinya terletak profunda, sentral dan tidak ada rigiditas otot.

Nyeri peritoneum superficialis terhadap rasa tekan pada kulit, ada rigiditas otot,

hiperestesia. Fundus vesica biliaris dipersarafi oleh enam nervus intercostalis terakhir dan

phrenicus, sehingga rangsangan pada bagian anterior menimbulkan nyeri pada kuadran

kanan atas dan cabang kulit posterior menyebabkan nyeri infrascapula kanan yang khas.

Nyeri yang dialihkan ke punggung dan kuadran kanan atas berasal dari nervus spinalis

karena nervus ini meluas jarak singkat ke mesenterium dan ligamentum hepatogastricum

sekeliling dutus bilifer. Sebagai tanda adanya inflamasi biasanya ada demam dan

peningkatan hitung sel darah putih.

Kolesistitis Kronik

Manifestasi klinisnya antara lain adanya serangan berulang namun tidak mencolok. Mual,

muntah dan tidak tahan makanan berlemak.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan ultra sonografi(USG)

Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk

memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran

empedu extra hepatic.Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90% - 95%.

29

Page 37: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Penatalaksanaan

1. Konservatif pada keadaan akut

a. bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan infuse

b. istirahat baring

c. puasa, atau diet ringan, pemberian nutrisi parenteral

d. pengobatan umum termasuk istirahat total diberikan obat penghilang rasa nyeri

seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat

penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia.

Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memdai untuk

mematikan kuman-kuman yang umumnya terdapat pada kolesistitis akut seperti

E. coli, Strep.faecalis dan klebsiala. Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik

dangan atau tanpa batu pengobatan simtomatik.

2. Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang progresif,

perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah komplikasi. Sebaiknya

kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang berulang- ulang. Tapi kapan

tindakan ini diperlukan masih diperdebatkan apakah dilakukan secepatnya (3 hari)

atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan pasien lebih baik.

Pada pasien kolesistitis kronik,penanganan ini dianjurkan

30

Page 38: LapTutSken1_Kel1_Blok14

DYSPEPSIA

Definisi

Dyspepsia adalah sindrom/kumpulan gejala tidak nyaman pada perut bagian atas,

meliputi : nyeri ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut

terasa penuh.

Berdasarkan hasil diagnostik, dispepsia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Dyspepsia organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu dan lain-

lain)

2. Dyspepsia fungsional (dari perolehan doagnostik tidak menggambarkan adanya

gangguan patologis structural atau biokimiawi)

Etiologi

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna : tukak gaster/duedonum,

gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori

NSAID, aspirin, beberapa jenis antibiotic, digitalis, teofilin

Penyakit pada hati, pancreas, system bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik

Penyakit sistemik : diabetes mellitus, penyakit tirod, penyaki jantung koroner

Bersifat fungsional : yaitu dyspepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti

adanya kelainan atau gangguan organic/structural biokimia. Dikenal sebagai

dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus

Pendekatan Diagnostik

Anamnesis

Gali lebih dalam tentang riwayat penyakit sekarang agar dapat membedakan dengan

diagnosis lain dengan gejala serupa, misalnya heartburn pada GERD, nyeri hilang

saat makan pada ulkus peptikum, penurunan berat badan dan anemia pada Ca

lambung, nyeri yang sangat tajam di ulu hati pada penyakit pankreatitis, atau nyeri

perut yang samar-samar pada kolestitis kronik

31

Page 39: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Penggalian tersebut dapat berupa : onset, perjalanan, kronologis, penjalaran,

frekuensi, kualitas, kuantitas, factor presipitasi dan penyerta pada gejala yang

membawa pasien tersebut datang ke RSU

Pada riwayat penyakit dahulu selain penyakit serupa dan sistemik, tanyakan juga

riwayat konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan karena hal-hal tersebut berkaitan erat

dengan etiologi dyspepsia baik langsung maupun tidak langsung

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: sebagian besar pasien tidak memperlihatkan kelainan saat inspeksi kecuali

pada pasien yang sedang merasakan nyeri atau muak yang hebat

Auskultasi: peristaltik usus dapat normal, serta kelainan seperti bruit aorta

abdominalis tidak terdapat pada pasien ini

Palpasi: nyeri tekan epigastrium dapat ditemukan, selain itu juga cari kemungkinan

terdapatnya massa

Perkusi: pada perkusi dapat normal pada pasien yang sedang dalam kondisi normal

atau kembung pada sebagian pasien

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: untuk mengidentifikasi adanya factor infeksi/leukosistosis,

pankreatitis/amylase dan lipase, keganasan saluran cerna/CEA, CA19-9, AFP

Ultrasonografi: untuk mengidentifikasi kelainan padat intraabdomen, misalnya batu

kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati

Endoskopi/esofagogastroduodenoskopi: sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila

dyspepsia disertai dengan keadaan alarm symptom (penurunan berat badan, anemia,

muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena atau sudah

berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun). Keadaan ini sangat

mengarah pada keadaan organic, terutama keganasan sehingga memerlukan

eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan

akurat adanya kelainan structural/organic intralumen saluran cerna bagian atas,

seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan lain-lain. Juga dapat disertai biopsy. Biopsy

dilakukan untuk mengidentifikasi lebih lanjut keadaan histopatologis organ yang

dicurigai dan untuk melihat adakah infeksi Helicobacter pylori

32

Page 40: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Radiologi: yang dilakukan adalah pemeriksaan barium meal. Pemeriksaan ini dapat

mengidentifikasi kelainan structural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas

seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat pada

kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak

dapat melewatinya

33

Page 41: LapTutSken1_Kel1_Blok14

DISPEPSIA FUNGSIONAL

Definisi

Secara sederhana dyspepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dyspepsia yang

telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan

struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiologi dan

endoskopi, baik persisten ataupun rekuren minimal 12 minggu dalam kurun waktu 12

bulan (berdasarkan criteria Roma II tahun 2000). Serta bukan dyspepsia yang terjadi pada

IBS/Iritable Bowel Syndrome.

Dyspepsia dibagi menjadi 3 kelompok;

1. Dyspepsia mirip ulkus (ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan adalah

nyeri ulu hati

2. Dyspepsia mirip dismotilitas (dismotility-like dyspepsia) bila gejala yang dominan

adalah kembung, mual, cepat kenyang

3. Dyspepsia non spesifik bila tidak mengarah ke dyspepsia ulkus atau dismotilitas

Patofisiologi

Dengan kriteria tidak adanya kelainan organik pada saluran cerna bagian atas,

maka teori patogenesisnya sangat bervariasi:

Diet dan Lingkungan

Berbagai jenis makanan yang telah diketahui mencetuskan gejala antara lain

buah-buahan, asinan, kopi, alkohol, makanan berlemak, dan lain-lain. Akan tetapi belum

ada bukt hal tersebut berlaku sama pada setiap orang, demikian juga pada orang dengan

pola makan berbeda

Sekresi Asam Lambung

Sekresi lambung normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa

lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. Walaupun demikian

terdapat laporan bahwa kasus dyspepsia fungsional Hp positif mempunyai tingkat sekresi

asam akibat stimulasi gastrin releasing peptide yang lebih rendah daripada ulkus duodeni

Hp positif tetapi lenih tinggi dibandingkan orang sehat Hp negatif

Fungsi Motorik Lambung/Motilitas

34

Page 42: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Hal ini banyak dilaporkan sebagai penyebab dasar. Dismotilitas saluran cerna

merupakan keadaan yang kompleks yang melibatkan aktivitas elektrik otot polos,

perubahan tekanan intralumen usus dan proses pasase isi usus.

Belum ada pemeriksaan penunjang tunggal yang dapat menggambarkan keadaan

motilitas ini secara lengkap. Terdapat perlambatan pengosongan lambung untuk makanan

padat, gangguan koordinasi antroduodenal dan hipomotilitas pasca prandial pada 25-50%

kasus. Penyebab adanya gangguan motilitas belum diketahui jelas, kemungkinan

hormonal, stress atau yang lainnya

Persepsi Visceral Lambung

Penderita mempunyai persepsi visceral yang abnormal atau meningkat akan tetapi

tidak ada bukti terdapatnya hubungan dengan perlambatan pengosongan lambung

Terdapat bukti bahwa adanya hipersensitivitas bulbus duodeni terhadap asam. Asam

menimbulkan penurunan tekanan duodenum sehingga timbul rasa mual

Psikogenik

Belum didapatkan bukti pasti akan tetapi keluhan pasien kebanyakan

berhubungan dengan stress akut atau kronik, serta terdapatnya stress psikologi yang lebih

berat daripada orang sehat

Infeksi H. pylori

Terdapat pada 50% kasus

Tetapi tidak berbeda makna dengan infeksi Hp pada orang normal

Kapasitas Akomodasi Lambung

Dalam berbagai penelitian diduga bahwa kapasitas akomodasi lambung pada

waktu puasa normal, tetapi kemudian terjadi kegagalan proses relaksasi bagian proksimal

lambung/fundus sewaktu menerima makanan. Hal ini diduga sebagai penyebab timbulnya

rasa cepat kenyang dan perlambatan pengosongan makanan untuk makanan padat/tidak

untuk cairan

Peran Hormonal

Gambaran peran ini belum jelas.

Dilaporkan bahwa terdapat penurunan kadar motilin pada kasus yang terdeteksi

adanya gangguan motilitas antro-duodenal.

35

Page 43: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Beberapa jenis hormone seperti CCK, progesterone, estradiol, prolaktin, opiate

endogen diduga berperan dalam dyspepsia fungsional melalui pengaruhnya pada

kontraktilitas otot polos yang berdampak pada masa transit usus

Aktivitas Mioelektrik Lambung

Irama elektrik otot lambung mempunyai pacemaker di fundus/korpus proksimal dan

dapat dideteksi dengan alat elektrogastrografi

Dapat diidentifikasi adanya gangguan irama, berupa disaritmia lambung, tetapi hasil

ini tidak konsisten

GAMBARAN KLINIK

Tidak berbeda dengan gejala dyspepsia yang sering terjadi

Tidak ditemukan kelainan fisik diagnostic yang berkaitan dengan keluhan tersebut

DIAGNOSIS

Diperoleh dari data anamnesis yang teliti dan lengkap

Pemeriksaan fisik yang akurat

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium: lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organic,

seperti pankreatitis kronik, DM dan lain-lain. Pada dyspepsia fungsional biasanya

normal

Endoskopi: esophagus-gastro-duodenoskopi. Hasilnya normal atau sangat tidak

spesifik

Sidikan abdomen : digunakan untuk mengeksklusi penyebab organik

Manometri esofago-gastro-duodenum

Sampai saat ini merupakan penunjang yang banyak dikembangkan dimana dapat

ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III dari migrating motor

complex. Banyak ahli berpendapat bahwa sampai saat ini dyspepsia fungsional

merupakan gangguan pengosongan lambung

Waktu pengosongan lambung

Dapat dilakukan dengan Scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dyspepsia

fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30-40% kasus

36

Page 44: LapTutSken1_Kel1_Blok14

PROMAG

Merupakan salah satu obat yang digunakan dalam keluhan dyspepsia. Obat ini terasuk

golongan antasida

Komposisi

1 tablet mengandung :

Hidrotalcite : 200 mg

Magnesium hidroksida : 150 mg

Simethicone : 50 mg

Cara Kerja

Hidrotalcite merupakan kombinasi antara magnesium oksida dengan aluminium oksida.

Kombinasi tersebut menyebabkan penetralan asam lambung yang lebih cepat dan mampu

menahan kenetralan asam lambung lebih lama. Selain itu dapat juga meniadakan efek

sembelit dan diare, serta membantu pengeluaran mucus pada dinding lambung untuk

meningkatkan pertahanan dinding lambung

Simethicone adalah zat yang efektif untuk meredakan gas pada lambung dengan

mencegah keberadaan gas-gas tersebut sehingga dapat mengurangi rasa kembung dan

mual

Cara Pemberian

Dewasa: 1-2 tablet setiap sebelum atau sesudah makan dan sebelum tidur

Anak-anak: ½-1 tablet dengan waktu minum sama dengan dewasa

Pemberian sebelum makan karena saat perut dalam keadaan kosong, produksi

asam lambung meningkat untuk mempersiapkan diri mencerna makanan

Pemberian setelah makan karena 1 jam setelah makan, asam lambung akan

meningkat untuk mencerna makanan

Pemberian sebelum tidur produksi asam lambung juga meningkat

Sehingga pemberian pada 3 waktu tersebut berpotensi mengatasi asam lambung saat

jumlahnya meningkat

37

Page 45: LapTutSken1_Kel1_Blok14

Pemberian dengan dikunyah bertujuan agar absorpsi obat dapat terjadi lebih cepat

sehingga langsung melindungi lambung tanpa harus melalui proses pemecahan yang

membutuhkan waktu lebih lama

38

Page 46: LapTutSken1_Kel1_Blok14

PERBANDINGAN ANTAR DIAGNOSA

Tabel 1. Ciri Khas Ulkus Peptikum

Penyakit Ulkus Peptikum

Gejala Nyeri atau tidak nyaman pada abdomen (biasanya di bagian

epigastrik), rasa kembung atau perut terasa penuh, atau kram.

Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan

pada left upper quadrant yang mengindikasikan ulkus gaster,

serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang

mengindikasikan ulkus duodenum.

Pemeriksaan

Penunjang

Esofagogastroduodenoscopy (endoscopy), melakukan

visualisasi: melihat erosi, ulkus dan perdarahan.

Tabel 2. Ciri Khas GERD

Penyakit GERD

Gejala ‘Heart burn’: rasa panas di epigastrium, rasa nyeri retrosternal;

regurgitasi asam; mulut terasa masam dan pahit; nyeri

meningkat saat membungkuk, berbaring, atau mengejan; pada

kasus berat: odinofagia dan disfagia.

Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan pada bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan

pada left upper quadrant yang mengindikasikan ulkus gaster,

serta nyeri tekan pada right upper quadrant yang

mengindikasikan ulkus duodenum.

Pemeriksaan

Penunjang

Gold standard: Endoskopi, membantu menemukan penyulit

secara dini; pengukuran pH intra-esofagus selama 24 jam:

39

Page 47: LapTutSken1_Kel1_Blok14

dikatakan refluks jika pH <4 selama 24 jam.

Tabel 3. Ciri Khas Kolesistitis Kronis

Penyakit Kolesistitis Kronis

Gejala Tidak begitu khas karena tidak terlalu menonjol,ada seperti

dyspepsia,rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya

setelah makan makanan yang berlemak tinggi, kadang-kadang

hilang setelah bersendawa

Pemeriksaan Fisik Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda

peritonitis lokal (tanda murphy)

Pemeriksaan

Penunjang

Pemeriksaan kolesistografi oral, USG, dan kolangiografi dapat

memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu.

40

Page 48: LapTutSken1_Kel1_Blok14

DAFTAR PUSTAKA

Goldman, Lee, Md & Ausiello, Dennis, Md, 2008, Cecil Medicine 23rd Edition,

Philadelphia : Saunders Elsevier.

Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. EGC: Jakarta

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jld. II. Jakarta: PP IPD

FKUI

Braunwald, TR. et al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition,

McGraw Hill, United States of America.

Dipiro, JT. et al. 2008, Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach. 7th edition, McGraw Hill, United States of America.

Rani, Aziz. Dkk. Dispepsia Sains dan Aplikasi Klinik. 2002. Sub Bagian Gastroenterologi FKUI: Jakarta

41