-
PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN PRODUKDOMESTIK REGIONAL BRUTO(PDRB)
TERHADAP PENDAPATAN ASLIDAERAH (PAD) DI KABUPATEN
NAGAN RAYA
SKRIPSI
Oleh:
DEFI ROJANIM : 09C20101142
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANUNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT
MEULABOH2014
-
PENGARUHBELANJA LANGSUNG DAN PRODUKDOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
TERHADAP PENDAPATAN ASLIDAERAH (PAD) DI KABUPATEN
NAGAN RAYA
SKRIPSI
Oleh:
DEFI ROJANIM : 09C20101142
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomipada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANUNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT
MEULABOH2014
-
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tolok ukur yang penting untuk
menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah
secara nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah membawa dampak positif
bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, tetapi tidak demikian
dengan daerah yang miskin sumber daya alamnya, yang merupakan salah satu
masalah yang dihadapi pemerintah daerah kabupaten/kota pada umumnya adalah
terbatasnya dana yang berasal dari daerah sendiri (PAD), sehingga proses otonomi
daerah belum bisa berjalan sebagaimana mestinya (Abdul Halim, h. 2004)
Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab penyelenggaraan kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip
keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Prinsip dasar pemberian otonomi dimaksud berdasarkan atas pertimbangan bahwa
daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi
masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi
diharapkan pada akhirnya akan lebih memacu pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat
Menurut (Arsyad, h. 2005) Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan
masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu
rangkaian proses pertumbuhan yang berjalan secara berkesinambungan untuk
mewujudkan tujuan-tujuannya. Pembangunan daerah yang dilaksanakan secara
-
2
berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, mandiri dan berkelanjutan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang sejajar dengan daerah lain yang lebih maju dan sekaligus secara
agregat meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara secara adil dan merata.
Pemberian otonomi kepada daerah akan menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan peran nyata dan kemandirian daerah dalam upaya meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
Sejalan dengan hal tersebut maka keberhasilan pembangunan perkonomian
dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro.
Indikator makro tersebut dapat dianalisis melalui Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang
dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah/daerah
tersebut dalam periode tertentu. Jadi PDRB adalah nilai tambah yang
pengukurannya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah.
Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang
dan jasa, yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu
daerah dalam suatu periode tertentu. Data PDRB juga dapat menggambarkan
kemampuan daerah mengelola sumberdaya pembangunan yang dimilikinya, oleh
karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang
dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah.
Faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari suatu negara atau
masyarakat yaitu pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan
kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisional telah dianggap positif dalam
-
3
merangsang pertumbuhan ekonomi, artinya semakin banyak angkatan kerja berarti
semakin produksif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan
meningkatkan potensi pasar domestik. Namun demikian kesemuanya tergantung
pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan
tambahan pekerja itu secara produktif.
Menurut Kuncoro, (2004, h. 334-358) dalam penyelenggaraan otonomi
daerah nantinya dikhawatirkan banyak daerah kabupaten/kota yang tidak mampu
membiayai kebutuhan daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi keuangan
daerah yang ada selama ini di mana porsi antara PAD dengan bantuan pusat sangat
menjolok sekali bahwa lebih separuh dari jumlah kabupaten/kota di Indonesia
memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat minim dalam membelanjai
kebutuhan anggaran daerahnya, yaitu di bawah 15% dari total anggaran secara
keseluruhan.
Belanja langsung merupakan salah satu instrumen utama kebijakan dalam
upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh
karena itu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
harus berupaya secara nyata dan terstruktur untuk menghasilkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang betul-betul mencerminkan
kebutuhan riil masyarakat di daerah sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk
melihat apakah daerah telah siap secara finansial untuk menyongsong otonomi
daerah, antara lain adalah dengan melihat apakah sumber-sumber penerimaan
APBD nya mampu menutup anggaran belanja daerah yang bersangkutan. Di
samping itu anggaran belanja pembangunan yang dialokasikan pada program
proyek yang langsung menyentuh sektor ekonomi produktif masyarakat akan dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat.
-
4
Pendapatan Asli Daerah sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan
karena dana ini adalah milik pemerintah daerah sendiri sehingga pemerintah
daerah mempunyai wewenang penuh untuk mengelola dana tersebut. Di lain pihak
pemerintah daerah juga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap
pengelolaan keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah, karena dana itu
berasal dari masyarakat daerah setempat yang berhak untuk mendapatkan kembali
dana tersebut dalam bentuk pembangunan yang dilaksanakan di daerahnya.
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut dibawah ini:
Tabel 1. Perkembangan PAD di Kabupaten Nagan Raya dari Tahun 2006hingga 2012.
No
Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)
Realisasi Anggaran(000. Rupiah)
Persentase Realisasi(%)
1 2006 Rp. 6.787.733 Rp. 8.243.284 121,44%2 2007 Rp. 11.337.542 Rp. 9.978.255 88,01%3 2008 Rp. 16.436.100 Rp. 12.642.155 76,92%4 2009 Rp. 16.791.027 Rp. 12.327.988 73,42%5 2010 Rp. 17.506.600 Rp. 11.006.703 62,87%6 2011 Rp. 25.390.609 Rp. 15.730.667 61,95%7 2012 Rp. 34.269.609 Rp. 27.689.045 80,79%
Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya (Januari 2014).
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga
tahun 2012, dimana pada tahun 2006 realisasi PAD sebesar Rp. 8.243.284 dan
pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp.27.689.045.
Peningkatan ini sejalan dengan pelaksaan otonomi daerah di mana daerah sudah
mulai berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Memang
jika dilihat dari jumlah realisasi anggaran tahunnya mengalami peningkatan akan
-
5
tetapi hanya pada tahun 2006 yang melebihi target anggaran sedangkan yang
lainnya dibawah target anggaran yang ditetapkan.
Untuk mengetahui seberapa besar kewenangan daerah dalam menggali dan
menggunakan sumber-sumber ekonomi di daerah guna membiayai kegiatan
pembangunan melalui sumber-sumber keuangan asli daerahnya, ukuran yang
digunakan untuk menentukan tolok ukur ada beberapa faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat pada faktor Belanja Langsung
dimana tahun 2010 belanja langsung mencapai Rp 165.557.144,- dan mengalami
peningkatan positif di tahun 2011 sebesar Rp 227.440.543,- kemudian di tahun
2012 belanja langsung meningkat sebesar Rp 245.968.447,- selain itu PDRB tentu
berpengaruh juga terhadap PAD, dalam hal ini bersumber dari pajak dan
keuntungan produk- produk yang dihasilkan dari perusahaan milik daerah, di
tahun 2010 PDRB sebesar Rp 6.770.526,- mengalami peningkatan positif pada
tahun 2011 sebesar Rp 10.492.540,- dan terus mengalami peningkatan sampai
tahun 2012 sebesar Rp 14.798.187.
Melihat pembangunan ekonomi di Kabupaten Nagan Raya telah
menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan karena diimbangi dengan belanja
modal daerah dalam meningkatkan infrastruktur dan prasarana yang masih kurang,
tiap tahun belanja langsung mengalami peningkatan dalam membangun sarana dan
prasarana seperti pembangunan jalan, perkantoran, dan sarana lain-lain sehingga
mendorong investor dalam membangun usahanya di Kabupaten Nagan Raya
melalui sektor unggulan PDRB yang sebagai salah satu faktor pengaruh PAD.
-
6
Besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi daerah secara tegas tercermin di dalam
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan dampak positif dari kebijakan
proyek-proyek yang didanai atas prioritas dari Pemerintah Pusat yang selama ini
diterima pemerintah daerah dan merupakan sumber pembiayaan terbesar bagi
pemerintah daerah.
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil
penelitian dengan judul “Pengaruh Belanja Langsung dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Nagan Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
permasalahan dalam penelitian adalah Apakah Belanja Langsung dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Nagan Raya?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar Pengaruh Belanja Lansung dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya?.
-
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dilihat dari manfaat teoritisnya bagi peneliti sendiri penelitian ini
diharapkan akan menanbah pengetahuan yang selama ini diperoleh dalam materi
perkuliahan yang kemudian dikembangkan dalam bentuk penelitian
Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi penelitian lainnya
dapat dijadikan referensi bagi mereka yang tertarik untuk membahas atau meneliti
lebih lanjut permasalahan yang penulis bahas.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai input bagi pemerintah daerah serta yang terlibat langsung dalam
pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi setiap mahasiswa dan
memperkaya khasanah penelitian tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)
khususnya di Kabupaten Nagan Raya.
1.5 Sistematika Penulisan
I Pendahuluan terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
II Tinjauan Pustaka terdiri konsep pendapatan asli daerah, prinsip dan
kriteria perpajakan dan retribusi daerah, konsep Produk Domestik
Bruto (PDRB), Belanja Langsung, hubungan antara PDRB Belanja
Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perumusan
hipotesis.
III Metode Penelitian terdiri dari populasi dan sampel, data penelitian
-
8
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data,
definisi operasional variabel dan pengujian hipotesis.
IV Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari gambaran umum daerah
penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.
V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
-
9
II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah :
1. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain.
2. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah yang bersumber dalam
wilayah sendiri yang diperoleh berdasarkan Peraturan Daerah (PerDa) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ahmad, 2002, h. 39)
3. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Nurlan,
2009, h.33)
4. PAD merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu ditingkatkan agar
dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk
penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembagunan yang setiap tahun
meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas nyata dan
bertanggungjawab dapat dilaksanakan.
5. Undang-undang pasal 6 nomor 33 Tahun 2004, telah mengatur tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
menyatakan sumber-sumber PAD terdiri dari :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
-
10
c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Lin-lain PAD yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan pasal 157 huruf a Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan
bahwa pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri perlu
diberikan sumber-sumber pendapatan atau penerimaan keuangan daerah untuk
membiayai seluruh aktifitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata,
komponen tersebut berasal Hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Keempat komponen PAD tersebut juga merupakan sumber-sumber keuangan
daerah, oleh karena itu, Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen
sumber keuangan daerah. Sumber-sumber PAD merupakan bagian keuangan
daerah yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di
daerah tersebut.
Definisi lain tentang Pendapatan Asli Daerah juga di kemukakan oleh
Widjaja, Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang terdiri dari
pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
Daerah seperti bagian laba, deviden dan penjualan saham milik Daerah, serta
pinjaman lain-lain (Widjaja, 2002, h.110).
Menurut Koswara komponen PAD terdiri dari pajak, retribusi, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Keempat
komponen tersebut sangat penting dan masing-masing memberikan konstribusi
bagi penerimaan PAD. Sejalan dengan pendapat menyatakan pentingnya PAD
-
11
sebagai sumber keuangan daerah, Daerah otonom harus memiliki keuangan dan
kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan pada bantuan pusat harus
seminimal mungkin sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah
sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2006,
h.23).
Menurut Abdul (2004, h.94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat
penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat
membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.
Menurut Abdul (2007, h.96), kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:
1. Pajak Daerah
a. Pajak Provinsi
b. Pajak Kabupaten/ Kota
2. Retribusi Daerah, terdiri dari: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan
Retribusi Perijinan Tertentu.
3. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
-
12
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yaitu hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendaya
gunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
tuntutan ganti rugi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/ atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.
2.1. 1 Konsep Pajak Daerah
Menurut Marihot (2006, h.7). Pajak Daerah adalah pungutan dari
masyarakat oleh Negara/Pemerintah berdasarkan Undang-undang yang bersifat
dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak
mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung yang
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan.
Menurut Ahmad (2002, h.45). Pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggara
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Menurut Ahmad (2002, h.46) kriteria pajak daerah adalah
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi
b. Objek pajak terletak/terdapat diwaliayah daerah, kabupaten atau kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat diwilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
-
13
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum
d. Objek pajak merupakan bukan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak
pusat
e. Potensinya memadai
f. Tidak memberikan dampak ekonomi negatif
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
h. Menjaga kelestarian lingkungan
Sesuai UU. No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi
Daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Pajak hotel
2. Pajak restouran
3. Pajak hiburan
4. Pajak reklame
5. Pajak PPJ
6. Pajak mineral, logam, dan batuan
7. Pajak parkir
8. Pajak air tanah
9. Pajak sarang burung walet
10. PBB pedesaan dan perkotaan
11. Bea perolehan atas tanah dan bangunan
Berdasarkan definisi yang dikemukakam di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ciri-ciri yang melekat dari pengertian pajak daerah pertama;
Pembayaran yang dilakukan kepada Pemerintah Daerah (penguasa publik), kedua;
-
14
Pungutannya dapat dipaksakan, ketiga; Pungutannya mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, dan keempat; Pungutannya tersebut tidak
mengharapkan balas jasa (kontra prestasi) dari pemerintah.
Memperhatikan unsur penting dari pengertian pajak tersebut, nampaklah
bahwa pada prinsipnya kesemua arti atau penertian dari pajak itu mempunyai inti
dan tujuan yang sama. Selain pengertian pajak, Soemitro (2006, h.10)
mengemukakan fungsi pajak sebagai berikut:
a. Fungsi Budgeter, fungsi yang letaknya di sektor publik dan pajak ini
merupakan alat atau suatu sumber untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas negara.
b. Fungsi Regularend, biasa juga disebut fungsi mengatur bahwa pajak
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya
di luar bidang keuangan Fungsi mengatur ini dapat juga dilihat pada sektor
swasta.
Bila ditinjau dari sudut pembebanannya, pajak dapat dibagi menjadi
Pertama; Pajak langsung (Direct Tax), yaitu pajak yang pembebanannya tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain dan dipungut secara periodik. Kedua; Pajak
tidak langsung (Indirect Tax), yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan pada orang lain dan pemungutannya tidak secara periodik.
Bila ditinjau dari segi perundang-undangan, pajak dibedakan atas Pertama;
Pajak Negara adalah pajak yang dipungut oleh negara berdasarkan undang-undang
melalui inspeksi keuangan. Kedua; Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah yang berdasarkan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
daerah setempat.
-
15
Uraian tentang fungsi-fungsi pajak, sebagaimana yang telah dikemukakan
di atas, maka pajak memegang peranan penting sebagai sumber pemasukan
keuangan daerah, bahkan juga memiliki fungsi lain, yang bersifat mengatur untuk
tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.Untuk menilai berbagai pajak daerah
yang ada sekarang ini, akan digunakan serangkaian ukuran seperti Pertama, hasil
(Yield) maksudnya adalah memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan
dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya
memperkirakan besar hasil itu dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi,
pertumbuhan penduduk dan sebagainya, dan juga perbandingan hasil pajak dan
biaya pungut. Kedua, Keadilan (Equity) adalah dasar pajak dan kewajiban
membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak bersangkutan harus adil
secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama benar antara berbagai
kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama; haruslah
adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang
lebih besar memberikan sumbangan yang lebih besar daripada kelompok yang
tidak banyak memiliki sumber daya ekonomi dan pajak itu haruslah adil dari
tempat ke tempat, dalam arti, hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan
sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daerah yang lain, kecuali
jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan
masyarakat. Ketiga, Daya Guna Ekonomi (Economic Efficiency) adalah pajak
hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) penggunaan
sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan
sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang
menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil “beban lebih” pajak.
-
16
Keempat, Kemampuan Melaksanakan (Ability in Implement) adalah suatu pajak
haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemauan tata usaha.
Kelima, Kecocokan Sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as atau Local
Revenue Source) adalah sumber penerimaan dari daerah mana suatu pajak harus
dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan sama
tempat akhir beban pajak, pajak tidak mudah dihindari dengan cara memindahkan
objek pajak dari suatu daerah ke daerah ke daerah lain, pajak daerah hendaknya
jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah, dari segi potensi
ekonomi masing-masing, pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih
besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.
Tidak ada pajak daerah yang mendapat nilai tinggi bila diukur dengan
semua tolak ukur ini dan di berbagai negara pajak daerah mendapat nilai yang
rendah menurut tolak ukur ini dibandingkan dengan pajak nasional karena
pemerintah pusat biasanya (dan karena alasan-alasan yang masuk akal) mengambil
jenis pajak “terbaik” sebagai pajak nasional. Namun demikian tolak ukur ini cukup
berguna sebagai alat untuk menilai pajak daerah yang ada dan pajak daerah yang
diusulkan.
2.1. 2 Konsep Retribusi Daerah
Menurut Marihot (2006, h.5), retribusi adalah pembayaran wajib dari
penduduk kepada negara karena adanya jasa-jasa tertentu yang diberikan oleh
negara bagi penduduknya secara secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan
bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa
dari negara.
-
17
Menurut Ahmad (2002, h.55) retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa/pemberian izin yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Beberapa definisi tentang retribusi di atas maka dapat dikemukakan
beberapa ciri yang melekat pada pengertian retribusi yaitu (a) Retribusi dipungut
oleh negara dalam hal ini bahwa semua pendapatan daerah pungutan pendapatan
daerah dari publik, (b) Dalam pemungutannya terdapat paksaan secara ekonomis
dan (c) Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa
yang disiapkan negara.
Sedangkan dari pengertian retribusi daerah di atas dapat pula diikhtisarkan
ciri-ciri pokoknya Pertama; Retribusi dipungut oleh daerah, dapat dijelaskan
bahwa semua yang berhubungan dengan segala hak dan kewajiban setiap
masyarakat dalam hal ini membayar wajib pajak langsung dipungut oleh
pemerintah daerah sebagai salah satu pendapatan daerah dan Kedua; Dalam
pungutannya retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat
ditunjuk. dan Ketiga; Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan,
atau mengenyam jasa yang disediakan daerah. Dalam konteks retribusi kita dapat
melihat bahwa nampak tidak adanya pekerjaan untuk menjadi wajib bayar, karena
setiap individu yang tergolong wajib bayar adalah atas kehendak sendiri tanpa
paksaan memperoleh atau menikmati secara langsung pelayanan tersebut.
Menurut Nurlan (2009, h.35) jenis retribusi dikelompokkan dalam retribusi
jasa umum, jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu:
-
18
a. Jasa Umum
Retribusi atas jasa yang disediakan/diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan pemanfaatan serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi/badan
Jenis-jenis retribusi jasa umum
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
3. Retribusi pelayanan pergantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan
akte catatan sipil
4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan manyat
5. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum
6. Retribusi pelayanan pasar
7. Retribusi pengujian kenderaan bermotor
8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
9. Retribusi pergantian biaya cetak peta
10. Retribusi kapal perikanan
b. Jasa Usaha
Jasa usaha yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip
komersial, karena pada dasarnya dapat disediakan oleh swasta meliputi
pelayanan dengan menggunakan kekayaan daerah yang dimanfaatklan secara
maksimal
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan
3. Retribusi tempat pelelangan
-
19
4. Retribusi terminal
5. Retribusi tempat usaha parkir
6. Retribusi tempat penginapan/villa
7. Retribusi penyedotan kakus
8. Retribusi rumah potong hewan
9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga
11. Retribusi penyebrangan diatas auri
12. Dll.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah retibusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi/badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang pengguna sumber daya alam, prasarana/
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum serta selalu menjaga
kelestarian lingkungan. Jenis dari retribusi perizinan tertentu sebagai berikut:
1. Retribusi izin mendirikan bangunan
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
3. Retribusi izin gangguan
4. Retribusi izin trayek
2.1. 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Menurut Nurlan (2009, h.37) menyatakan bahwa jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari:
-
20
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/
BUMN.
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/
kelompok usaha masyarakat
Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan rumah tangga daerah yang relatif
cukup besar, maka kepada daerah juga diberikan sumber-sumber pendapatan
berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal
dari perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan Undang-Undang yang modal
seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Perusahaan daerah dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu, Pertama;
Perusahaan asli daerah yaitu perusahaan daerah yang didirikan oleh daerah itu
sendiri. Dan Kedua; Perusahaan daerah yang berasal dari pemerintah atasannya.
Perusahaan daerah sebagaimana dimaksud, pada dasarnya dibentuk dalam rangka
turut serta melaksanakan pembangunan, dengan mengutamakan pembangunan
daerah dengan memberikan jasa kepada masyarakat dan memberikan dukungan
bagi ekonomi daerah.
2.1. 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004, selanjutkan disebutkan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa Lain-lain PAD yang sah meliputi Pertama;
hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, Kedua; jasa giro, Ketiga;
-
21
pendapatan bunga, Keempat; keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, dan Kelima; komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/jasa oleh daerah. dari kelima komponen lain-lain PAD tersebut
merupakan sumber keuangan daerah dan masing-masing memberikan konstribusi
bagi penerimaan PAD. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 yang dimaksud
dengan “lain-lain PAD yang sah” antara lain penerimaan daerah diluar pajak dan
retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan asset daerah.
Nurlan (2009, h.37) menyatakan bahwa lain-lain pendapatan daerah yang
sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk
dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan mencakup:
a. Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran/cicilan.
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar terhadap mata uang asing
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
h. Pendapatan denda pajak dan retribusi
i. Dll.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencakup:
-
22
a. Hibah/ bantuan dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya bdan
lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/
perorangan dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.
b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penaggulangan korban/
kerusakan akibat bencana alam dan krisis solvabilitis
c. Dana bagi hasil pajak dari otonomi khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah; dan
d. Bantuan keuangan dari provinsi/dari pemerintah daerah lainnya.
2.2. Prinsip dan Kriteria Perpajakan dan Retribusi Daerah
Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak
berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal
tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan
mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi
dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009, dimana dinyatakan dalam
Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan
merupakan objek pajak pusat.
Sementara itu, apabila kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh
banyak negara di dunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik
pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang
perpajakan daerah sebagai berikut:
Pertama; prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya
dapat mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
Kedua; adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok
-
23
masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok
masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak, Ketiga; administrasi yang
fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi si wajib
pajak, Keempat; secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul
motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak. dan Kelima; Non-distorsi
terhadap perekonomian, implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulkan
pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau
pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.
Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan (extra
burden) yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh
(dead-weightloss). Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka
perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu.
Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara
sedang berkembang, adalah sebagai berikut Pertama; pajak daerah secara
ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus
lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya, Kedua; relatif stabil, artinya
penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat
secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam. dan Ketiga; tax basenya
(dasar pengenalan pajak) harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan
(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian
kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan
kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, juga harus
mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang
-
24
baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada
daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Beberapa kriteria dan
pertimbangan yang diperlukan dalam pemberian kewenangan perpajakan kepada
tingkat Pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu :
a. Pajak yang dimaksudkan untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan cocok
untuk tujuan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi
tanggungjawab Pemerintah Pusat.
b. Basis pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya tidak terlalu
mudah perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain “mobile”.
Pajak daerah yang sangat “mobile” akan mendorong pembayar pajak
merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah
yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu
“mobile” akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarip pajak
yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Untuk
alasan ini pajak komsumsi di banyak negara yang diserahkan kepada
daerah hanya karena pertimbangan wilayah daerah yang cukup luas.
Dengan demikian, basis pajak yang “mobile” merupakan persyaratan
utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi
(Pusat/Propinsi).
c. Pajak daerah seharusnya “visible”, dalam arti bahwa pajak seharusnya
jelas bagi pembayar pajak daerah, objek dan subjek pajak dan besarnya
pajak terutang dapat dengan mudah dihitung sehingga dapat mendorong
akuntabilitas daerah.
-
25
d. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang
memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar.
Hasil penerimaan, idealnya, harus elastis sepanjang waktu dan
seharusnya tidak terlalu berfluktuasi.
e. Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan
secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan
kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang
manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 nomor 64 bahwa yang
dimaksud dengan retribusi daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan. Oleh karena itu retribusi merupakan pembayaran atas
penggunaan barang atau jasa yang disediakan untuk umum oleh pemerintah, maka
penarikannya dilakukan umumnya di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga
ditagihkan kepada badan atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan
penggunaan terbatas (dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang
telah disepakat.
2.3. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Sadono (2004, h. 78) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
adalah merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam
waktu satu tahun di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan
-
26
faktor produksi, tapi lebih memerlukan keberadaan faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi itu, PDRB merupakan salah satu pencerminan
kemajuan ekonomi suatu daerah. Kenaikan PDRB akan menyebabkan pendapatan
daerah dari sektor pajak dan retribusi meningkat. Hal tersebut berdampak pada
peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) di daerah tersebut
Salah satu cara untuk melihat kemajuan ekonomi adalah dengan
mencermati nilai pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan,
karena nilai PDRB ini tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, sehingga
perubahan yang diperoleh merupakan perubahan riil yang tidak dipengaruhi oleh
fluktuasi harga.
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini dapat dihitung melalui
tiga pendekatan, yaitu Pertama; Segi produksi, PDRB merupakan jumlah netto
atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan untuk unit-unit produksi dalam suatu
wilayah dan lainnya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun),. Kedua; Segi
Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang diterima oleh
faktor-faktor produksi karena ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun,) dan Ketiga: Segi pengeluaran, PDRB
merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, pemerintah
dan lembaga swasta non profit, investasi serta ekspor netto biasanya dalam jangka
waktu tertentu (satu tahun).
Berdasarkan empat pengertian istilah di atas, maka arti PDRB adalah
sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara
tersebut dalam satu tahun.
-
27
Salah satu cara untuk melihat kemajuan ekonomi adalah dengan
mencermati nilai pertumbuhan PDRB. Pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan
nilai PDRB atas dasar harga konstan, karena nilai PDRB ini tidak dipengaruhi
oleh perubahan harga, sehingga perubahan yang diperoleh merupakan perubahan
riil yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga.
2.3. 1 Landasan Teori Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Badan Pusat Statistik (2009) mengemukakan pengertian “Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi”.
Kemudian Badan Pusat Statistik (2009) mengemukakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan rata-rata nilai tambah bruto yang
dihasilkan oleh setiap penduduk di suatu wilayah pada suatu satuan waktu.
Indikator PDRB per kapita ini sering digunakan untuk mengambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu daerah (region) . Semakin besar PDRB per kapita,
secara kasar menunjukkan semakin tingginya tingkat kemakmuran penduduk pada
wilayah tersebut, sebaliknya semakin rendah PDRB per kapita berarti
kemakmuran penduduknya semakin rendah”.
2.3. 2 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap PAD
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu alat untuk mengetahui
perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah di yakini masih merupakan
indicator dalam menentukan arah pembangunan yang digambarkan oleh
perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik
Regional Bruto dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa-jasa yang
-
28
diproduksi didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Barang–barang
dan jasa-jasa ini diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara
tersebut tetapi oleh penduduk negara lain yang bertempat tinggal di negara tersebut
(Sukirno, 2004, h.33).
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula
kemampuan orang untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan
pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar PDRB
yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi penerimaan daerah. Jadi
dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini mengindikasikan akan
mendorong peningkatan pendapatan asli daerah.
2.4. Belanja Langsung
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
1. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untu menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memprodiksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang
dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja ini digunakan untuk pengeluaran pembelian/penadaan
-
29
barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau
pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah
daerah. Pembelian/Pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa tersebut
mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi
asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dians
dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,
perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
3. Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas
dan kualitas aset. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima)
kategori utama: a) Belanja Modal Tanah, b) Belanja Modal Peralatan dan
Mesin, c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan, d) Belanja Modal Jalan,
Irigasi dan Jaringan, e) Belanja Modal Fisik Lainnya
Kebijakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan pada saat kurang
tepat mengingat hampir seluruh daerah sedang berupaya untuk melepaskan diri
dari krisis ekonomi yang dimulai pertengahan 1997 (Saragih, 2003). Akibatnya
kebijakan ini memunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan
yang lain. Kebijakan ini justru dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan
(ekonomi) yang tinggi.
-
30
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah daerah (pemda) setempat dalam rangka meningkatkan tingkat
kepercayaan publik. Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal.
Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan
kualitaslayanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat
partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya
peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Kesinambungan pembangunan daerah
relatif lebih terjamin ketika publik memberikan tingkat dukungan yang tinggi.
2.4. 1 Landasan Teori Belanja Langsung
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerahakan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh
karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah
daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah
lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif.
Saragih (2003).
Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya
merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya
merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik (Key 1940
dalam Fozzard, 2001). Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama
dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu
ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal
dalam public expenditure management (Fozzard, 2001).
-
31
2.5. Hubungan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan
Belanja Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.5. 1 Hubungan Antara PDRB dengan PAD
Hubungan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan
Pandapatan Asli Daerah (PAD) merupakan hubungan secara fungsional, karena
pajak daerah merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya PDRB
akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah. Selanjutnya dengan
bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi kembali. Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong
kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya (Suminto,
2002, h. 13).
2.5. 2 Hubungan Belanja Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan
dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah,
retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang
sah. Semakin besar kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD akan semakin longgar
alokasi belanja daerah, sehingga terdapat hubungan yang positif antara pendapatan asli
daerah dengan belanja daerah.
Penduduk dewasa ini merupakan subyek pembangunan, meningkatnya jumlah
penduduk menuntut konsekuensi logis adanya peningkatan sarana dan prasarana umum,
baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Perkembangan jumlah penduduk yang semakin
-
32
besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, supaya kualitas pertumbuhan
ekonomi lebih baik, pertumbuhan penduduk harus selalu dikendalikan.
2.6. Perumusan Hipotesis
Dalam usaha pemecahan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis membuat hipotesis adalah diduga belanjan langsung dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.
-
33
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah dan BPS Kabupaten Nagan Raya. Adapun yang menjadi objek
penelitian dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), belanja langsung dan PDRB dalam kurun waktu 7 tahun.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data
yang telah dikumpulkan dan telah menjadi dokumentasi. Data penelitian diperoleh
dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Nagan
Raya.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung yang menjadi objek
penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan
cara:
a. Observasi (Pengamatan Langsung)
Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung untuk memperoleh
data yang diperlukan.
-
34
b. Wawancara Langsung
Teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada
pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis
melakukan wawancara ke bagian yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), belanja langsung dan PDRB Kabupaten Nagan Raya.
c. Dokumen-dokumen
Pengumpulan data dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang dimiliki pemerintahan.
Berdasarkan penelitian ini diharapkan akan memperoleh data mengenai besarnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD), belanja langsung dan PDRB Kabupaten Nagan
Raya, dan informasi-informasi lain yang diperlukan.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku di
perpustakaan dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang
akan diteliti oleh penulis.
3.3 Model Analisis Data
Untuk mengukur faktor yang berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Nagan Raya, maka terlebih dulu digunakan formulasi untuk
mencari hubungan antara variabel independen yang dibagi menjadi 2 unsur yaitu
( ) belanja langsung ( ) Produk Domestik Regional Bruto (PDBR) dengan
variabel dependen (y) yakni jumlah total Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Nagan Raya yakni dengan menggunakan Analisa Regresi Berganda,
-
35
Korelasi, Uji t dan Uji F yang akan diolah dengan menggunakan rumus-rumus
dengan penjelasan sebagai berikut:
3.3.1 Analisis Regresi Berganda
Analisis ini digunakan sebagai analisis ramalan nilai pengaruh terhadap
veriabel terikat (Y) yang dihubungkan lebih dari satu variabel mungkin dua atau
tiga dan seterusnya variabel bebas (X1, X2) pendapat Hasan (2003, h. 269). Dimana
persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 ................................................................(1)
Keterangan :
Y : Variabel Terikat (PAD)
a, b1, b2, b3,....., bk : Koefisien Regresi
X1 : Belanja Langsung
X2 : PDRB
e : Kesalahan Penganggu (erorr term)
3.3.2 Analisis Korelasi
Analisis Korelasi adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih yaitu x variable bebas dan y variabel
terikat.Rumus analisis Korelasi berganda menurut Hasan (2009. h. 61) adalah
sebagai berikut:
n ∑xy - ( ∑x) ( ∑y )r = ......................... (2)
√ [n ∑x2 – ( ∑x )2│n ∑y2 -( ∑y )2]
-
36
Keterangan :
r : Koefisien Korelasi Person
y : Variabel Terikat (PAD)
x : Variabel Bebas (Variabel yang diteliti)
3.3.3 Uji t
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis suatu parameter bila sampel
berukuran kecil (n ≤ 30) dan ragam populasi tidak di ketahui pendapat (Hasan.
2009, h. 96). Dimana persamaan Uji t adalah sebagai berikut:
r√ n - 2t = ............................................................ (4)
√ 1 – r2
Keterangan :
n = Jumlah Data
r : Koefisien Korelasi
3.3.4 Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secarabersama-sama terhadap variabel terikat.di ketahui pendapat (Hasan. 2009, h. 99).Dimana persamaan Uji F adalah sebagai berikut:
R2 / kF = .............................................. (5)
(1-R2) / (n- k – 1)
Keterangan :
n = Jumlah Data
R2 : Koefisien Korelasi ganda
k : Banyaknya variabel bebas
-
37
3.4 Pengujian Hipotesis
Hipotesis statistik yang digunakan dalam peneliian ini adalah sebagai
berikut:
H0 ; β = 0, Belanja Langsung dan PDRB secara bersama-sama tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Nagan Raya
H1 ; β ≠ 0, Belanja Langsung dan PDRB secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Nagan Raya
Kriteria Uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Apabila th>tt , maka H0 ditolak H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara faktor-faktor yang diteliti (belnaja langsung dan PDRB)
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nagan Raya.
b. Apabila th< tt , maka H0 diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti (belanja langsung dan PDRB)
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nagan Raya.
a. Bila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima yang berarti bahwa faktor-
faktor yang diteliti tidak berpengaruh secara bersama-sama.
b. bila nilai F hitung > F tabel , maka Ho ditolak yang berarti bahwa faktor-
faktor yang diteliti berpengaruh secara bersama-sama.
-
38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Nagan Raya
Perkembangan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan
Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dlihat pada tabel 2 berkut dibawah ini:
Tabel 2.Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan
Raya Periode 2006 - 2012No
Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)
Realisasi Anggaran(000. Rupiah)
Persentase Realisasi(%)
1 2006 Rp. 6.787.733 Rp. 8.243.284 121,44%2 2007 Rp. 11.337.542 Rp. 9.978.255 88,01%3 2008 Rp. 16.436.100 Rp. 12.642.155 76,92%4 2009 Rp. 16.791.027 Rp. 12.327.988 73,42%5 2010 Rp. 17.506.600 Rp. 11.006.703 62,87%6 2011 Rp. 25.390.609 Rp. 15.730.667 61,95%7 2012 Rp. 34.269.609 Rp. 27.689.045 80,79%
Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa target Anggaran Pendapatan
Asli Daerah (PAD) tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.
34.269.609.- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp.
27.689.045,- dengan persentase realisasi sebesar 80,79%. Selanjutnya target
anggaran tahun 2011 sebesar Rp. 25.390.609,- sedangkan realisasi anggarannya
lebih sedikit yaitu sebesar Rp.15.730.667,- dengan persentase realisasi sebesar
61,95%. Selanjutnya target anggaran pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp.
17.506.600,- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp.
11.006.703,- dengan persentase realisasi sebesar 62,87%. Selanjutnya target
anggaran pada tahun 2009 sebesar Rp. 16.791.027,- sedangkan realisasi
anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 12.327.988,- dengan persentase
-
39
realisasi sebesar 73,42%. Kemudian dengan target anggaran PAD pada tahun 2008
sebesar Rp. 16.436.100,- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu
sebesar Rp. 12.642.155,- dengan persentase realisasi sebesar 76,92%. Selanjutnya
pada tahun 2007 target anggaran PAD sebesar Rp. 11.337.542,- sedangkan
realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 9.978.255,- dengan persentase
realisasi sebesar 88,012%. dan terakhir target Anggaran Pendapatan Asli Daerah
terkecil pada tahun 2006 sebesar Rp. 6.787.733,- sedangkan realisasi anggarannya
lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 8.243.284,- dengan persentase realisasi sebesar
121,44%.
4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Langsung di Kabupaten Nagan Raya.
Untuk melihat perkembangan realisasi Belanja Langsung di Kabupaten
Nagan Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 3.Perkembangan Realisasi Belanja Langsung di Kabupaten Nagan Raya Periode
2006 - 2012No
Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)
Realisasi Anggaran(000. Rupiah)
Persentase Realisasi(%)
1 2006 Rp. 188.349.142 Rp. 162.914.503 86,50%2 2007 Rp. 242.894.157 Rp. 211.873.250 87,23%3 2008 Rp. 254.997.255 Rp. 195.841.708 76,80%4 2009 Rp. 230.595.035 Rp. 185.350.492 80,37%5 2010 Rp. 161.345.184 Rp. 165.557.144 102,61%6 2011 Rp. 251.770.339 Rp. 227.440.543 90,33%7 2012 Rp. 273.963.411 Rp. 245.968.447 87,78%
Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa target Anggaran belanja
langsung tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 273.963.411,- dengan
realisasi anggaran sebesar Rp. 245.968.447,- jika dilihat dari persentase anggaran
adalah sebesar 89,78%. selanjutnya target anggaran pada tahun 2011 yaitu sebesar
Rp. 251.770.339,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp227.440.543,- jika dilihat
-
40
dari persentase anggaran adalah sebesar 90,33%. selanjutnya target anggaran pada
tahun 2010 sebesar Rp. 161.345.184,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp.
165.557.144,- jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar 102,61%.
kemudian dengan target anggaran pada tahun 2009 sebesar Rp. 230.595.035,-
dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 185.350.492,- jika dilihat dari persentase
anggaran adalah sebesar 80,37%. selanjutnya pada tahun 2008 target anggaran
sebesar Rp. 254.997.255,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 195.841.708,-
jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar 76,80%. selanjutnya pada
tahun 2007 target anggaran sebesar Rp. 242.894.157,- dengan realisasi anggaran
sebesar Rp. 211.873.250,- jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar
87,23%. dan terakhir target anggaran pada tahun 2006 sebesar Rp. 188.349.142,-
dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 162.914.503,- jika dilihat dari persentase
anggaran adalah sebesar 86,50%.
4.3 Perkembangan Realisasi PDRB di Kabupaten Nagan Raya.
Untuk melihat perkembangan realisasi Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) di Kabupaten Nagan Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada
tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.Perkembangan Realisasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
di Kabupaten Nagan Raya Periode 2006 - 2012
No
TahunPDRB berdasarkanharga yang berlaku
(000. Rupiah)Persentase
PDRB berdasarkanharga konstan(000. Rupiah)
Persentase
1 2006 Rp. 1.533.351,63 25,25 Rp. 821.929,940 8,16%2 2007 Rp. 1.095.922,36 24,30 Rp. 867.029,350 5,49%3 2008 Rp. 2.229.262,54 16,97 Rp. 898.483,050 3,63%4 2009 Rp. 2.375.115,21 6,54 Rp. 929.593,050 3,46%5 2010 Rp. 2.543.017,89 7,07 Rp. 967.858,720 4,12%6 2011 Rp. 2.768.869,21 8,78 Rp. 1.012.027,740 4,69%7 2012 Rp. 3.005.627,38 8,55 Rp. 1.215.677.321 5,08%Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).
-
41
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa realisasi PDRB berdasarkan
harga yang berlaku tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.
3.005.627,38,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011
yaitu sebesar Rp. 2.768.869,21,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga berlaku
pada tahun 2010 sebesar Rp. 2.543.017,89,- kemudian dengan PDRB berdasarkan
harga berlaku pada tahun 2009 sebesar Rp. 2.375.115,21,- selanjutnya pada tahun
2008 PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 2.229.262,54,- selanjutnya
pada tahun 2007 PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 1.905.922,36,- dan
terakhir PDRB berdasarkan harga berlaku terendah pada tahun 2006 sebesar
Rp. 1.533.351,63,-.
Jika dilihat dari persentase realisasi PDRB berdasarkan harga berlaku maka
persentase tertinggi berada pada tahun 2006 yauitu sebesar 25,25%, kemudian
pada tahun 2007 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan harga berlaku
sebesar 24,30 %, pada tahun 2008 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan
harga berlaku sebesar 16,97%, kemudian pada tahun 2011 dengan persentase
realisasi anggaran sebesar 8,78 %, selanjutnya pada tahun 2012 dengan persentase
realisasi anggaran PDRB sebesar 8,55%, pada tahun 2010 realisasi PDRB
berdasarkan harga berlaku mencapai 7,07 %, dan terakhir pada tahun 2009 dengan
persentase realisasi PDRB terendah berdasarkan harga berlaku sebesar 6,54 %.
Realisasi PDRB berdasarkan harga konstan tertinggi berada pada tahun 2012
yaitu sebesar Rp. 1.034.736,62,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga konstan
pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 1.013.240,59,- selanjutnya PDRB berdasarkan
harga konstan pada tahun 2010 sebesar Rp. 967.858,70,- kemudian dengan PDRB
berdasarkan harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp. 929.593,05,- selanjutnya
pada tahun 2008 PDRB berdasarkan harga konstan sebesar Rp. 898.483,01,-
-
42
selanjutnya pada tahun 2007 PDRB berdasarkan harga konstan sebesar
Rp. 867.029,35,- dan terakhir realisasi PDRB berdasarkan harga konstan terendah
pada tahun 2006 sebesar Rp. 821.929,94,-.
Jika dilihat dari persentase realisasi PDRB berdasarkan harga konstan maka
persentase tertinggi berada pada tahun 2006 yaitu sebesar 8,16%, kemudian pada
tahun 2007 dengan persentase PDRB berdasarkan harga konstan sebesar 5,49%,
pada tahun 2012 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan harga konstan
sebesar 5,08%, kemudian pada tahun 2011 dengan persentase realisasi PDRB
berdasarkan harga konstan sebesar 4,69%, pada tahun 2010 PDRB berdasarkan
harga konstan mencapai 4,12%,selanjutnya pada tahun 2008 sebesar 3,63% dan
terakhir realisasi PDRB terendah berdasarkan harga konstan pada tahun 2009
dengan persentase sebesar 3,46%.
4.4 Analisa Data
4.4.1 Analisis Regres Linear Berganda
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -460.751 7.291 -8.332 .001
LN.X1 .604 .303 .240 1.990 .117
LN.X2 2.476 .374 .800 6.627 .003
a. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.
Y = -460.751+ 0,604 LNX1 + 2.476 LNX2
-
43
Dari persamaan diatas dapat interprestasikan sebagai berikut:
PAD akan meningkat sebesar 0,604 rupiah untuk setiap tambahan satu
rupiah X1 (belanja langsung) dengan asumsi variabel yang lainnya konstan.
Jadi apabila belanja langsung mengalami peningkatan 1 rupiah, maka PAD
akan meningkat sebesar 0,604 rupiah.
PAD akan meningkat sebesar 2.476 rupiah untuk setiap tambahan satu
rupiah X2 (PDRB) dengan asumsi variabel yang lainnya konstan. Jadi
apabila PDRB mengalami peningkatan 1 rupiah, maka PAD akan meningkat
sebesar 2.476 rupiah.
Berdasarkan interpretasi di atas, dapat diketahui besarnya kontribusi
variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain Pengeluaran Pemerintah
sebesar 0,604, dan PDRB sebesar 2.476. Sehingga dapat disimpulkan bahwa X1
(belanja langsung) dan PDRB (X2) berpengaruh positif terhadap PAD. Dengan
kata lain, apabila belanja langsung dan PDRB meningkat maka akan diikuti
peningkatan PAD.
Untuk mengetahui diantara kedua variabel bebas tersebut berpengaruh
paling dominan terhadap variabel terikat dapat dilihat dari nilai koefisien beta
masing-masing. Koefisien beta merupakan nilai dari koefisien regresi yang telah
distandarisasi dan berguna untuk membandingkan mana diantara variabel bebas
yang dominan terhadap variabel terikat.
Dari tabel 5, dapat dilihat nilai koefisien beta untuk masing-masing
variabel bebas tersebut adalah sebagai berikut :
Nilai koefisien beta LNX1 (belanja langsung) adalah 0,117
Nilai koefisien beta LNX2 (PDRB) adalah 0,003
-
44
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diantara kedua variabel bebas dalam
penelitian ini yang lebih dominan pengaruhnya adalah PDRB.
4.4.2 Analisis Korelasi
Analisis Korelasi adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih yaitu x variable bebas dan y variabel
terikat.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 6.Hasil Uji Analisis Korelasi
Model Summary
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
1 .985a .971 .957 .08149511541
a. Predictors: (Constant), LN.X2, LN.X1b. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.
Berdasarkan Tabel 6, didapatkan hasil koefisien korelasi yang
menunjukkan besarnya hubungan antara variabel bebas yaitu Belanja Langsung
dan PDRB dengan variabel PAD, nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0,985, nilai
korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas yaitu Belanja
Langsung dan PDRB dengan variabel PAD termasuk kategori sangat kuat karena
berada pada selang 0,8 – 1. Selain itu didapatkan hasil bahwasanya 95,7 persen
variabel Belanja Langsung dan PDRB mempengaruhi PAD di Kabupaten Nagan
Raya dan sebesar 4,3 persen PAD di Kabupaten Nagan Raya di pengaruhi oleh
faktor lainnya.
-
45
4.4.3 Pengujian Hipotesis
4.4.3.1 Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas
secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel maka hasilnya
signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t hitung < t tabel
atau -t hitung> -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H0 terima dan
H1 ditolak.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 7.Hasil Pengujian Hipotesis Uji t
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -460.751 7.291 -8.332 .001
LN.X1 .604 .303 .240 1.990 .117
LN.X2 2.476 .374 .800 6.627 .003
a. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh hasil sebagai berikut :
Uji t antara LNX1 (belanja langsung) dengan Y (PAD) menunjukkan t hitung =
0,117 dengan signifikansi 0,211. Sedangkan t tabel (a = 0.05 ; db residual = 4)
adalah sebesar 2,776. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,990 < 2,776 maka
pengaruh X1 adalah berpengaruh tidak signifikan pada tingkat kesalahan a =
5%. Hal ini berarti H1 di tolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa PAD dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh variabel belanja
-
46
langsung atau dengan kata lain lain bahwa belanja langsung merupakan
faktor yang dapat menentukan PAD secara tidak nyata. Selain itu karena
harga signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka parsial belanja
langsung tidak berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.
Uji t antara X2 (PDRB) dengan Y (PAD) menunjukkan t hitung = 6,627
dengan signifikansi 0,003. Sedangkan t tabel (a = 0.05 ; db residual = 4)
adalah sebesar 2,776. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,968 < 2,776 maka
pengaruh X2 adalah berpengaruh tidak signifikan pada tingkat kesalahan a =
5%. Hal ini berarti H1 di tolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa PAD dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh variabel PDRB
atau dengan kata lain lain bahwa PDRB merupakan faktor yang dapat
menentukan PAD secara tidak nyata. Selain itu karena harga signifikansi
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka parsial PDRB berpengaruh
terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.
4.4.3.2 Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh semua variabel independent yaitu
Belanja Langsung (X1) dan PDRB (X2) secara bersama-sama terhadap variabel
dependent yatu PAD (Y).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:
-
47
Tabel 8.Hasil Pengujian Hipotesis Uji F
ANOVAb
ModelSum ofSquares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .890 2 .445 67.019 .001a
Residual .027 4 .007
Total .917 6
a. Predictors: (Constant), LN.X2, LN.X2
b. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.
Hasil F hitung = 67.019 dengan signifikansi 0,001 menunjukkan bahwa nila F
hitung yang diperoleh tersebut tidak signifikan. Artinya Belanja Langsung dan
PDRB secara simultan mempengaruhi PAD di Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan
F tabel (a = 0.05 ; db residual = 4) adalah sebesar 6,39. Karena F hitung > F tabel yaitu
9,186 < 6,39 berpengaruh signifikan pada tingkat kesalahan a = 5%. Hal ini berarti
H0 di tolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Belanja Langsung
dan PDRB berpengaruh secara bersama-sama terhadap PAD di Kabupaten Nagan
Raya.
-
48
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Belanja Langsung dan PDRB
terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil interpretasi regresi linear berganda, dapat diketahui
besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain
Belanja Langsung sebesar 0,604, dan PDRB sebesar 2.476. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Belanja Langsung (X1) dan PDRB (X2) berpengaruh
positif terhadap PAD.
2. Berdasarkan analisis Korelasi didapatkan hasil bahwasanya 95,7 persen
variabel Belanja Langsung dan PDRB mempengaruhi PAD di Kabupaten
Nagan Raya dan sebesar 4,3 persen PAD di Kabupaten Nagan Raya di
pengaruhi oleh faktor lainnya.
3. Secara uji t didapatkan hasil bahwa belanja langsung (thitung 1.990 < ttabel
2,776), selain itu karena harga signifikansi belanja langsung yang diperoleh
lebih besar dari 0,05 maka parsial belanja langsung tidak berpengaruh
terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan hasil uji t PDRB (thitung
6.627 > ttabel 2,776), selain itu karena harga signifikansi yang diperoleh lebih
besar dari 0,05 maka parsial PDRB tberpengaruh terhadap PAD di
Kabupaten Nagan Raya.
4. Secara uji F (Fhitung 67.019 > Ftabel 6,39) berpengaruh signifikan pada tingkat
kesalahan a = 5% dengan signifikansi 0,001, hal ini berarti H0 di tolak dan
H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa belanja langsung dan PDRB
berpengaruh secara bersama-sama terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.
-
49
5.2 Saran
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat terus ditingkatkan dengan cara
meminimalisasikan belanja langsung dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan, dan melakukan
intersifikasi dan extersifikasi pemungutan pajak dan restribusi daerah.
2. Optimalisasi pengelolan belanja langsung dan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Sehingga
akan menjadi perhatian pemerintah pusat dalam memberikan belanja
langsung dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang memadai
untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.
3. Penelitian ini belum mencakup aspek-aspek lain yang mungkin merupakan
faktor penting, misalnya pajak daerah, aspek manajemen keuangan dan
aspek penganggaran daerah, untuk itu disarankan bagi peneliti selanjutnya
bisa memperluas area penelitian pada tataran praktis.
-
50
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2005. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan EkonomiDaerah. Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.
BPS Nagan Raya. 2013. Nagan Raya Dalam Angka Periode 2006 hingga 2012.Katalog BPS 1102001.115.
BPS Nagan Raya. 2013. PDRB Kabupaten Nagan Raya Periode 2006 hingga2012. Katalog BPS 9302003.115.
Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD) dan BLU. Indeks, Jakarta.
Halim, Abdul.2004. Akutani Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Jakarta, SalembaEmpat.
Igbal Hasan. 2003. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi dua.Penerbit: PT. Bumi Aksara. Jakarta.2009. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Cetakan Keempat.Penerbit: PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif, Tiori dan Aplikasi untuk Bisnis danEkonomi. Edisi 1,AMPYKPN, Yogyakarta.
Kuswara.2006. Komponen Pendapatan Asli Daerah. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2004. Optimalisasi Belanja Modal. Erlangga, Jakarta.
Samuelson, A dkk. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. Media Global Edukasi, Jakarta.
Soemitro, Rochmat. 2006. Azas dan Dasar Perpajakan. Revika Adikama,Bandung.
Sukirno, Ssadono. 2004. Teori Pengantar Ekonomi Makro. Raja Grafindo Persada,Jakarta.
Sumito.2004. Pengelolaan APBN dalm Sisitem Manajemen Keuangan Negara.Ditjen Anggaran. Depkeu, Jakarta.
Undang-undang Otonomi Daerah. 2005. Aneka Ilmu, Semarang.
Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Yani, Ahmad. 2002. Seri Keuangan Publik, Hubungan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Raja Grafindo Persada,Jakarta.
coverBAB I