pengaruh belanja langsung dan produk domestik …repository.utu.ac.id/602/1/bab i_v.pdf · masalah...

52
PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO(PDRB) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN NAGAN RAYA SKRIPSI Oleh: DEFI ROJA NIM : 09C20101142 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR KABUPATEN ACEH BARAT MEULABOH 2014

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN PRODUKDOMESTIK REGIONAL BRUTO(PDRB)

    TERHADAP PENDAPATAN ASLIDAERAH (PAD) DI KABUPATEN

    NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    Oleh:

    DEFI ROJANIM : 09C20101142

    PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANUNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT

    MEULABOH2014

  • PENGARUHBELANJA LANGSUNG DAN PRODUKDOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

    TERHADAP PENDAPATAN ASLIDAERAH (PAD) DI KABUPATEN

    NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    Oleh:

    DEFI ROJANIM : 09C20101142

    Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomipada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar Meulaboh

    Kabupaten Aceh Barat

    PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANUNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT

    MEULABOH2014

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tolok ukur yang penting untuk

    menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah

    secara nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah membawa dampak positif

    bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, tetapi tidak demikian

    dengan daerah yang miskin sumber daya alamnya, yang merupakan salah satu

    masalah yang dihadapi pemerintah daerah kabupaten/kota pada umumnya adalah

    terbatasnya dana yang berasal dari daerah sendiri (PAD), sehingga proses otonomi

    daerah belum bisa berjalan sebagaimana mestinya (Abdul Halim, h. 2004)

    Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung

    jawab penyelenggaraan kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip

    keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

    Prinsip dasar pemberian otonomi dimaksud berdasarkan atas pertimbangan bahwa

    daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi

    masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi

    diharapkan pada akhirnya akan lebih memacu pertumbuhan ekonomi dan

    kesejahteraan masyarakat

    Menurut (Arsyad, h. 2005) Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk

    meningkatkan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan

    masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu

    rangkaian proses pertumbuhan yang berjalan secara berkesinambungan untuk

    mewujudkan tujuan-tujuannya. Pembangunan daerah yang dilaksanakan secara

  • 2

    berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, mandiri dan berkelanjutan

    bertujuan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan

    kehidupan yang sejajar dengan daerah lain yang lebih maju dan sekaligus secara

    agregat meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara secara adil dan merata.

    Pemberian otonomi kepada daerah akan menjadi salah satu alternatif untuk

    meningkatkan peran nyata dan kemandirian daerah dalam upaya meningkatkan

    kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.

    Sejalan dengan hal tersebut maka keberhasilan pembangunan perkonomian

    dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro.

    Indikator makro tersebut dapat dianalisis melalui Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang

    dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah/daerah

    tersebut dalam periode tertentu. Jadi PDRB adalah nilai tambah yang

    pengukurannya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah.

    Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang

    dan jasa, yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu

    daerah dalam suatu periode tertentu. Data PDRB juga dapat menggambarkan

    kemampuan daerah mengelola sumberdaya pembangunan yang dimilikinya, oleh

    karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang

    dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah.

    Faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari suatu negara atau

    masyarakat yaitu pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan

    kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisional telah dianggap positif dalam

  • 3

    merangsang pertumbuhan ekonomi, artinya semakin banyak angkatan kerja berarti

    semakin produksif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan

    meningkatkan potensi pasar domestik. Namun demikian kesemuanya tergantung

    pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan

    tambahan pekerja itu secara produktif.

    Menurut Kuncoro, (2004, h. 334-358) dalam penyelenggaraan otonomi

    daerah nantinya dikhawatirkan banyak daerah kabupaten/kota yang tidak mampu

    membiayai kebutuhan daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi keuangan

    daerah yang ada selama ini di mana porsi antara PAD dengan bantuan pusat sangat

    menjolok sekali bahwa lebih separuh dari jumlah kabupaten/kota di Indonesia

    memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat minim dalam membelanjai

    kebutuhan anggaran daerahnya, yaitu di bawah 15% dari total anggaran secara

    keseluruhan.

    Belanja langsung merupakan salah satu instrumen utama kebijakan dalam

    upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh

    karena itu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

    harus berupaya secara nyata dan terstruktur untuk menghasilkan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang betul-betul mencerminkan

    kebutuhan riil masyarakat di daerah sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk

    melihat apakah daerah telah siap secara finansial untuk menyongsong otonomi

    daerah, antara lain adalah dengan melihat apakah sumber-sumber penerimaan

    APBD nya mampu menutup anggaran belanja daerah yang bersangkutan. Di

    samping itu anggaran belanja pembangunan yang dialokasikan pada program

    proyek yang langsung menyentuh sektor ekonomi produktif masyarakat akan dapat

    meningkatkan perekonomian masyarakat.

  • 4

    Pendapatan Asli Daerah sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan

    karena dana ini adalah milik pemerintah daerah sendiri sehingga pemerintah

    daerah mempunyai wewenang penuh untuk mengelola dana tersebut. Di lain pihak

    pemerintah daerah juga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap

    pengelolaan keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah, karena dana itu

    berasal dari masyarakat daerah setempat yang berhak untuk mendapatkan kembali

    dana tersebut dalam bentuk pembangunan yang dilaksanakan di daerahnya.

    Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya

    dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    pada tabel berikut dibawah ini:

    Tabel 1. Perkembangan PAD di Kabupaten Nagan Raya dari Tahun 2006hingga 2012.

    No

    Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)

    Realisasi Anggaran(000. Rupiah)

    Persentase Realisasi(%)

    1 2006 Rp. 6.787.733 Rp. 8.243.284 121,44%2 2007 Rp. 11.337.542 Rp. 9.978.255 88,01%3 2008 Rp. 16.436.100 Rp. 12.642.155 76,92%4 2009 Rp. 16.791.027 Rp. 12.327.988 73,42%5 2010 Rp. 17.506.600 Rp. 11.006.703 62,87%6 2011 Rp. 25.390.609 Rp. 15.730.667 61,95%7 2012 Rp. 34.269.609 Rp. 27.689.045 80,79%

    Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya (Januari 2014).

    Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga

    tahun 2012, dimana pada tahun 2006 realisasi PAD sebesar Rp. 8.243.284 dan

    pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp.27.689.045.

    Peningkatan ini sejalan dengan pelaksaan otonomi daerah di mana daerah sudah

    mulai berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Memang

    jika dilihat dari jumlah realisasi anggaran tahunnya mengalami peningkatan akan

  • 5

    tetapi hanya pada tahun 2006 yang melebihi target anggaran sedangkan yang

    lainnya dibawah target anggaran yang ditetapkan.

    Untuk mengetahui seberapa besar kewenangan daerah dalam menggali dan

    menggunakan sumber-sumber ekonomi di daerah guna membiayai kegiatan

    pembangunan melalui sumber-sumber keuangan asli daerahnya, ukuran yang

    digunakan untuk menentukan tolok ukur ada beberapa faktor yang mempengaruhi

    besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat pada faktor Belanja Langsung

    dimana tahun 2010 belanja langsung mencapai Rp 165.557.144,- dan mengalami

    peningkatan positif di tahun 2011 sebesar Rp 227.440.543,- kemudian di tahun

    2012 belanja langsung meningkat sebesar Rp 245.968.447,- selain itu PDRB tentu

    berpengaruh juga terhadap PAD, dalam hal ini bersumber dari pajak dan

    keuntungan produk- produk yang dihasilkan dari perusahaan milik daerah, di

    tahun 2010 PDRB sebesar Rp 6.770.526,- mengalami peningkatan positif pada

    tahun 2011 sebesar Rp 10.492.540,- dan terus mengalami peningkatan sampai

    tahun 2012 sebesar Rp 14.798.187.

    Melihat pembangunan ekonomi di Kabupaten Nagan Raya telah

    menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan karena diimbangi dengan belanja

    modal daerah dalam meningkatkan infrastruktur dan prasarana yang masih kurang,

    tiap tahun belanja langsung mengalami peningkatan dalam membangun sarana dan

    prasarana seperti pembangunan jalan, perkantoran, dan sarana lain-lain sehingga

    mendorong investor dalam membangun usahanya di Kabupaten Nagan Raya

    melalui sektor unggulan PDRB yang sebagai salah satu faktor pengaruh PAD.

  • 6

    Besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat dipengaruhi oleh

    tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi daerah secara tegas tercermin di dalam

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan dampak positif dari kebijakan

    proyek-proyek yang didanai atas prioritas dari Pemerintah Pusat yang selama ini

    diterima pemerintah daerah dan merupakan sumber pembiayaan terbesar bagi

    pemerintah daerah.

    Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil

    penelitian dengan judul “Pengaruh Belanja Langsung dan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten

    Nagan Raya”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan

    permasalahan dalam penelitian adalah Apakah Belanja Langsung dan Produk

    Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah

    (PAD) di Kabupaten Nagan Raya?.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

    seberapa besar Pengaruh Belanja Lansung dan Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya?.

  • 7

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    Dilihat dari manfaat teoritisnya bagi peneliti sendiri penelitian ini

    diharapkan akan menanbah pengetahuan yang selama ini diperoleh dalam materi

    perkuliahan yang kemudian dikembangkan dalam bentuk penelitian

    Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi penelitian lainnya

    dapat dijadikan referensi bagi mereka yang tertarik untuk membahas atau meneliti

    lebih lanjut permasalahan yang penulis bahas.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    1. Sebagai input bagi pemerintah daerah serta yang terlibat langsung dalam

    pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.

    2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi setiap mahasiswa dan

    memperkaya khasanah penelitian tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    khususnya di Kabupaten Nagan Raya.

    1.5 Sistematika Penulisan

    I Pendahuluan terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

    II Tinjauan Pustaka terdiri konsep pendapatan asli daerah, prinsip dan

    kriteria perpajakan dan retribusi daerah, konsep Produk Domestik

    Bruto (PDRB), Belanja Langsung, hubungan antara PDRB Belanja

    Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perumusan

    hipotesis.

    III Metode Penelitian terdiri dari populasi dan sampel, data penelitian

  • 8

    jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data,

    definisi operasional variabel dan pengujian hipotesis.

    IV Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari gambaran umum daerah

    penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.

    V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

  • 9

    II . TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah

    Menurut Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah :

    1. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah,

    hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

    dan lain-lain.

    2. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah yang bersumber dalam

    wilayah sendiri yang diperoleh berdasarkan Peraturan Daerah (PerDa) sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ahmad, 2002, h. 39)

    3. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan

    peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Nurlan,

    2009, h.33)

    4. PAD merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu ditingkatkan agar

    dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk

    penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembagunan yang setiap tahun

    meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas nyata dan

    bertanggungjawab dapat dilaksanakan.

    5. Undang-undang pasal 6 nomor 33 Tahun 2004, telah mengatur tentang

    perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,

    menyatakan sumber-sumber PAD terdiri dari :

    a. Pajak Daerah

    b. Retribusi Daerah

  • 10

    c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

    d. Lin-lain PAD yang sah.

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan pasal 157 huruf a Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan

    bahwa pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri perlu

    diberikan sumber-sumber pendapatan atau penerimaan keuangan daerah untuk

    membiayai seluruh aktifitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan

    dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata,

    komponen tersebut berasal Hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

    pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.

    Keempat komponen PAD tersebut juga merupakan sumber-sumber keuangan

    daerah, oleh karena itu, Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen

    sumber keuangan daerah. Sumber-sumber PAD merupakan bagian keuangan

    daerah yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di

    daerah tersebut.

    Definisi lain tentang Pendapatan Asli Daerah juga di kemukakan oleh

    Widjaja, Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang terdiri dari

    pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan

    Daerah seperti bagian laba, deviden dan penjualan saham milik Daerah, serta

    pinjaman lain-lain (Widjaja, 2002, h.110).

    Menurut Koswara komponen PAD terdiri dari pajak, retribusi, hasil

    perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Keempat

    komponen tersebut sangat penting dan masing-masing memberikan konstribusi

    bagi penerimaan PAD. Sejalan dengan pendapat menyatakan pentingnya PAD

  • 11

    sebagai sumber keuangan daerah, Daerah otonom harus memiliki keuangan dan

    kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan

    menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai

    penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan pada bantuan pusat harus

    seminimal mungkin sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan

    terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah

    sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2006,

    h.23).

    Menurut Abdul (2004, h.94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah

    penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri

    yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat

    penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat

    membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.

    Menurut Abdul (2007, h.96), kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:

    1. Pajak Daerah

    a. Pajak Provinsi

    b. Pajak Kabupaten/ Kota

    2. Retribusi Daerah, terdiri dari: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan

    Retribusi Perijinan Tertentu.

    3. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

    dipisahkan.

  • 12

    4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yaitu hasil penjualan

    kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendaya

    gunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

    tuntutan ganti rugi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

    asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

    dan/ atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

    2.1. 1 Konsep Pajak Daerah

    Menurut Marihot (2006, h.7). Pajak Daerah adalah pungutan dari

    masyarakat oleh Negara/Pemerintah berdasarkan Undang-undang yang bersifat

    dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak

    mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung yang

    hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan

    pemerintah dan pembangunan.

    Menurut Ahmad (2002, h.45). Pajak daerah adalah iuran wajib yang

    dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung

    yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan-

    undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggara

    pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

    Menurut Ahmad (2002, h.46) kriteria pajak daerah adalah

    a. Bersifat pajak dan bukan retribusi

    b. Objek pajak terletak/terdapat diwaliayah daerah, kabupaten atau kota yang

    bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya

    melayani masyarakat diwilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.

  • 13

    c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

    umum

    d. Objek pajak merupakan bukan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak

    pusat

    e. Potensinya memadai

    f. Tidak memberikan dampak ekonomi negatif

    g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat

    h. Menjaga kelestarian lingkungan

    Sesuai UU. No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

    Daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

    1. Pajak hotel

    2. Pajak restouran

    3. Pajak hiburan

    4. Pajak reklame

    5. Pajak PPJ

    6. Pajak mineral, logam, dan batuan

    7. Pajak parkir

    8. Pajak air tanah

    9. Pajak sarang burung walet

    10. PBB pedesaan dan perkotaan

    11. Bea perolehan atas tanah dan bangunan

    Berdasarkan definisi yang dikemukakam di atas, maka dapat ditarik

    kesimpulan bahwa ciri-ciri yang melekat dari pengertian pajak daerah pertama;

    Pembayaran yang dilakukan kepada Pemerintah Daerah (penguasa publik), kedua;

  • 14

    Pungutannya dapat dipaksakan, ketiga; Pungutannya mengikuti ketentuan

    perundang-undangan yang berlaku, dan keempat; Pungutannya tersebut tidak

    mengharapkan balas jasa (kontra prestasi) dari pemerintah.

    Memperhatikan unsur penting dari pengertian pajak tersebut, nampaklah

    bahwa pada prinsipnya kesemua arti atau penertian dari pajak itu mempunyai inti

    dan tujuan yang sama. Selain pengertian pajak, Soemitro (2006, h.10)

    mengemukakan fungsi pajak sebagai berikut:

    a. Fungsi Budgeter, fungsi yang letaknya di sektor publik dan pajak ini

    merupakan alat atau suatu sumber untuk memasukkan uang sebanyak-

    banyaknya ke dalam kas negara.

    b. Fungsi Regularend, biasa juga disebut fungsi mengatur bahwa pajak

    digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya

    di luar bidang keuangan Fungsi mengatur ini dapat juga dilihat pada sektor

    swasta.

    Bila ditinjau dari sudut pembebanannya, pajak dapat dibagi menjadi

    Pertama; Pajak langsung (Direct Tax), yaitu pajak yang pembebanannya tidak

    dapat dilimpahkan kepada orang lain dan dipungut secara periodik. Kedua; Pajak

    tidak langsung (Indirect Tax), yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

    atau dilimpahkan pada orang lain dan pemungutannya tidak secara periodik.

    Bila ditinjau dari segi perundang-undangan, pajak dibedakan atas Pertama;

    Pajak Negara adalah pajak yang dipungut oleh negara berdasarkan undang-undang

    melalui inspeksi keuangan. Kedua; Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh

    Pemerintah Daerah yang berdasarkan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

    daerah setempat.

  • 15

    Uraian tentang fungsi-fungsi pajak, sebagaimana yang telah dikemukakan

    di atas, maka pajak memegang peranan penting sebagai sumber pemasukan

    keuangan daerah, bahkan juga memiliki fungsi lain, yang bersifat mengatur untuk

    tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.Untuk menilai berbagai pajak daerah

    yang ada sekarang ini, akan digunakan serangkaian ukuran seperti Pertama, hasil

    (Yield) maksudnya adalah memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan

    dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya

    memperkirakan besar hasil itu dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi,

    pertumbuhan penduduk dan sebagainya, dan juga perbandingan hasil pajak dan

    biaya pungut. Kedua, Keadilan (Equity) adalah dasar pajak dan kewajiban

    membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak bersangkutan harus adil

    secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama benar antara berbagai

    kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama; haruslah

    adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang

    lebih besar memberikan sumbangan yang lebih besar daripada kelompok yang

    tidak banyak memiliki sumber daya ekonomi dan pajak itu haruslah adil dari

    tempat ke tempat, dalam arti, hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan besar dan

    sewenang-wenang dalam beban pajak dari satu daerah ke daerah yang lain, kecuali

    jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam cara menyediakan layanan

    masyarakat. Ketiga, Daya Guna Ekonomi (Economic Efficiency) adalah pajak

    hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) penggunaan

    sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan

    sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang

    menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil “beban lebih” pajak.

  • 16

    Keempat, Kemampuan Melaksanakan (Ability in Implement) adalah suatu pajak

    haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut kemauan politik dan kemauan tata usaha.

    Kelima, Kecocokan Sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as atau Local

    Revenue Source) adalah sumber penerimaan dari daerah mana suatu pajak harus

    dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan sama

    tempat akhir beban pajak, pajak tidak mudah dihindari dengan cara memindahkan

    objek pajak dari suatu daerah ke daerah ke daerah lain, pajak daerah hendaknya

    jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah, dari segi potensi

    ekonomi masing-masing, pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih

    besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.

    Tidak ada pajak daerah yang mendapat nilai tinggi bila diukur dengan

    semua tolak ukur ini dan di berbagai negara pajak daerah mendapat nilai yang

    rendah menurut tolak ukur ini dibandingkan dengan pajak nasional karena

    pemerintah pusat biasanya (dan karena alasan-alasan yang masuk akal) mengambil

    jenis pajak “terbaik” sebagai pajak nasional. Namun demikian tolak ukur ini cukup

    berguna sebagai alat untuk menilai pajak daerah yang ada dan pajak daerah yang

    diusulkan.

    2.1. 2 Konsep Retribusi Daerah

    Menurut Marihot (2006, h.5), retribusi adalah pembayaran wajib dari

    penduduk kepada negara karena adanya jasa-jasa tertentu yang diberikan oleh

    negara bagi penduduknya secara secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan

    bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa

    dari negara.

  • 17

    Menurut Ahmad (2002, h.55) retribusi adalah pungutan daerah sebagai

    pembayaran atas jasa/pemberian izin yang khusus disediakan dan/atau diberikan

    oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

    Beberapa definisi tentang retribusi di atas maka dapat dikemukakan

    beberapa ciri yang melekat pada pengertian retribusi yaitu (a) Retribusi dipungut

    oleh negara dalam hal ini bahwa semua pendapatan daerah pungutan pendapatan

    daerah dari publik, (b) Dalam pemungutannya terdapat paksaan secara ekonomis

    dan (c) Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa

    yang disiapkan negara.

    Sedangkan dari pengertian retribusi daerah di atas dapat pula diikhtisarkan

    ciri-ciri pokoknya Pertama; Retribusi dipungut oleh daerah, dapat dijelaskan

    bahwa semua yang berhubungan dengan segala hak dan kewajiban setiap

    masyarakat dalam hal ini membayar wajib pajak langsung dipungut oleh

    pemerintah daerah sebagai salah satu pendapatan daerah dan Kedua; Dalam

    pungutannya retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat

    ditunjuk. dan Ketiga; Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan,

    atau mengenyam jasa yang disediakan daerah. Dalam konteks retribusi kita dapat

    melihat bahwa nampak tidak adanya pekerjaan untuk menjadi wajib bayar, karena

    setiap individu yang tergolong wajib bayar adalah atas kehendak sendiri tanpa

    paksaan memperoleh atau menikmati secara langsung pelayanan tersebut.

    Menurut Nurlan (2009, h.35) jenis retribusi dikelompokkan dalam retribusi

    jasa umum, jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu:

  • 18

    a. Jasa Umum

    Retribusi atas jasa yang disediakan/diberikan oleh pemerintah daerah untuk

    tujuan kepentingan dan pemanfaatan serta dapat dinikmati oleh orang

    pribadi/badan

    Jenis-jenis retribusi jasa umum

    1. Retribusi pelayanan kesehatan

    2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

    3. Retribusi pelayanan pergantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan

    akte catatan sipil

    4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan manyat

    5. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum

    6. Retribusi pelayanan pasar

    7. Retribusi pengujian kenderaan bermotor

    8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

    9. Retribusi pergantian biaya cetak peta

    10. Retribusi kapal perikanan

    b. Jasa Usaha

    Jasa usaha yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip

    komersial, karena pada dasarnya dapat disediakan oleh swasta meliputi

    pelayanan dengan menggunakan kekayaan daerah yang dimanfaatklan secara

    maksimal

    1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah

    2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan

    3. Retribusi tempat pelelangan

  • 19

    4. Retribusi terminal

    5. Retribusi tempat usaha parkir

    6. Retribusi tempat penginapan/villa

    7. Retribusi penyedotan kakus

    8. Retribusi rumah potong hewan

    9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal

    10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga

    11. Retribusi penyebrangan diatas auri

    12. Dll.

    c. Retribusi Perizinan Tertentu

    Retribusi perizinan tertentu adalah retibusi atas kegiatan tertentu pemerintah

    daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi/badan yang

    dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan

    atas kegiatan pemanfaatan ruang pengguna sumber daya alam, prasarana/

    fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum serta selalu menjaga

    kelestarian lingkungan. Jenis dari retribusi perizinan tertentu sebagai berikut:

    1. Retribusi izin mendirikan bangunan

    2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol

    3. Retribusi izin gangguan

    4. Retribusi izin trayek

    2.1. 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

    Menurut Nurlan (2009, h.37) menyatakan bahwa jenis hasil pengelolaan

    kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari:

  • 20

    a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

    daerah/BUMD

    b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/

    BUMN.

    c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/

    kelompok usaha masyarakat

    Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan rumah tangga daerah yang relatif

    cukup besar, maka kepada daerah juga diberikan sumber-sumber pendapatan

    berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal

    dari perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan Undang-Undang yang modal

    seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

    Perusahaan daerah dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu, Pertama;

    Perusahaan asli daerah yaitu perusahaan daerah yang didirikan oleh daerah itu

    sendiri. Dan Kedua; Perusahaan daerah yang berasal dari pemerintah atasannya.

    Perusahaan daerah sebagaimana dimaksud, pada dasarnya dibentuk dalam rangka

    turut serta melaksanakan pembangunan, dengan mengutamakan pembangunan

    daerah dengan memberikan jasa kepada masyarakat dan memberikan dukungan

    bagi ekonomi daerah.

    2.1. 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

    Sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang

    Nomor 33 Tahun 2004, selanjutkan disebutkan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-

    Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa Lain-lain PAD yang sah meliputi Pertama;

    hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, Kedua; jasa giro, Ketiga;

  • 21

    pendapatan bunga, Keempat; keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

    uang asing, dan Kelima; komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

    penjualan dan/jasa oleh daerah. dari kelima komponen lain-lain PAD tersebut

    merupakan sumber keuangan daerah dan masing-masing memberikan konstribusi

    bagi penerimaan PAD. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 yang dimaksud

    dengan “lain-lain PAD yang sah” antara lain penerimaan daerah diluar pajak dan

    retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan asset daerah.

    Nurlan (2009, h.37) menyatakan bahwa lain-lain pendapatan daerah yang

    sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk

    dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

    yang dipisahkan mencakup:

    a. Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau

    angsuran/cicilan.

    b. Jasa giro

    c. Pendapatan bunga

    d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

    e. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

    penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

    f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar terhadap mata uang asing

    g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

    h. Pendapatan denda pajak dan retribusi

    i. Dll.

    Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencakup:

  • 22

    a. Hibah/ bantuan dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya bdan

    lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/

    perorangan dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.

    b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penaggulangan korban/

    kerusakan akibat bencana alam dan krisis solvabilitis

    c. Dana bagi hasil pajak dari otonomi khusus yang ditetapkan oleh

    pemerintah; dan

    d. Bantuan keuangan dari provinsi/dari pemerintah daerah lainnya.

    2.2. Prinsip dan Kriteria Perpajakan dan Retribusi Daerah

    Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak

    berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal

    tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan

    mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi

    dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009, dimana dinyatakan dalam

    Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan

    merupakan objek pajak pusat.

    Sementara itu, apabila kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh

    banyak negara di dunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik

    pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang

    perpajakan daerah sebagai berikut:

    Pertama; prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya

    dapat mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.

    Kedua; adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok

  • 23

    masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok

    masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak, Ketiga; administrasi yang

    fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi si wajib

    pajak, Keempat; secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul

    motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak. dan Kelima; Non-distorsi

    terhadap perekonomian, implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulkan

    pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau

    pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.

    Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan (extra

    burden) yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh

    (dead-weightloss). Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka

    perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu.

    Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara

    sedang berkembang, adalah sebagai berikut Pertama; pajak daerah secara

    ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus

    lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya, Kedua; relatif stabil, artinya

    penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat

    secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam. dan Ketiga; tax basenya

    (dasar pengenalan pajak) harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan

    (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).

    Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian

    kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan

    kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, juga harus

    mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang

  • 24

    baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada

    daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Beberapa kriteria dan

    pertimbangan yang diperlukan dalam pemberian kewenangan perpajakan kepada

    tingkat Pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu :

    a. Pajak yang dimaksudkan untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan cocok

    untuk tujuan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi

    tanggungjawab Pemerintah Pusat.

    b. Basis pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya tidak terlalu

    mudah perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain “mobile”.

    Pajak daerah yang sangat “mobile” akan mendorong pembayar pajak

    merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah

    yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu

    “mobile” akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarip pajak

    yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Untuk

    alasan ini pajak komsumsi di banyak negara yang diserahkan kepada

    daerah hanya karena pertimbangan wilayah daerah yang cukup luas.

    Dengan demikian, basis pajak yang “mobile” merupakan persyaratan

    utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi

    (Pusat/Propinsi).

    c. Pajak daerah seharusnya “visible”, dalam arti bahwa pajak seharusnya

    jelas bagi pembayar pajak daerah, objek dan subjek pajak dan besarnya

    pajak terutang dapat dengan mudah dihitung sehingga dapat mendorong

    akuntabilitas daerah.

  • 25

    d. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang

    memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar.

    Hasil penerimaan, idealnya, harus elastis sepanjang waktu dan

    seharusnya tidak terlalu berfluktuasi.

    e. Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan

    secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan

    kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang

    manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal.

    Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang tentang perubahan

    Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

    1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 nomor 64 bahwa yang

    dimaksud dengan retribusi daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

    pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang

    khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan

    orang pribadi atau Badan. Oleh karena itu retribusi merupakan pembayaran atas

    penggunaan barang atau jasa yang disediakan untuk umum oleh pemerintah, maka

    penarikannya dilakukan umumnya di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga

    ditagihkan kepada badan atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan

    penggunaan terbatas (dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang

    telah disepakat.

    2.3. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    Menurut Sadono (2004, h. 78) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    adalah merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam

    waktu satu tahun di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan

  • 26

    faktor produksi, tapi lebih memerlukan keberadaan faktor produksi yang

    digunakan dalam proses produksi itu, PDRB merupakan salah satu pencerminan

    kemajuan ekonomi suatu daerah. Kenaikan PDRB akan menyebabkan pendapatan

    daerah dari sektor pajak dan retribusi meningkat. Hal tersebut berdampak pada

    peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) di daerah tersebut

    Salah satu cara untuk melihat kemajuan ekonomi adalah dengan

    mencermati nilai pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

    Pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan,

    karena nilai PDRB ini tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, sehingga

    perubahan yang diperoleh merupakan perubahan riil yang tidak dipengaruhi oleh

    fluktuasi harga.

    Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini dapat dihitung melalui

    tiga pendekatan, yaitu Pertama; Segi produksi, PDRB merupakan jumlah netto

    atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan untuk unit-unit produksi dalam suatu

    wilayah dan lainnya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun),. Kedua; Segi

    Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang diterima oleh

    faktor-faktor produksi karena ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah

    dalam jangka waktu tertentu (satu tahun,) dan Ketiga: Segi pengeluaran, PDRB

    merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, pemerintah

    dan lembaga swasta non profit, investasi serta ekspor netto biasanya dalam jangka

    waktu tertentu (satu tahun).

    Berdasarkan empat pengertian istilah di atas, maka arti PDRB adalah

    sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara

    tersebut dalam satu tahun.

  • 27

    Salah satu cara untuk melihat kemajuan ekonomi adalah dengan

    mencermati nilai pertumbuhan PDRB. Pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan

    nilai PDRB atas dasar harga konstan, karena nilai PDRB ini tidak dipengaruhi

    oleh perubahan harga, sehingga perubahan yang diperoleh merupakan perubahan

    riil yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga.

    2.3. 1 Landasan Teori Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    Badan Pusat Statistik (2009) mengemukakan pengertian “Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

    dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan

    jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi”.

    Kemudian Badan Pusat Statistik (2009) mengemukakan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan rata-rata nilai tambah bruto yang

    dihasilkan oleh setiap penduduk di suatu wilayah pada suatu satuan waktu.

    Indikator PDRB per kapita ini sering digunakan untuk mengambarkan tingkat

    kesejahteraan masyarakat suatu daerah (region) . Semakin besar PDRB per kapita,

    secara kasar menunjukkan semakin tingginya tingkat kemakmuran penduduk pada

    wilayah tersebut, sebaliknya semakin rendah PDRB per kapita berarti

    kemakmuran penduduknya semakin rendah”.

    2.3. 2 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap PAD

    Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu alat untuk mengetahui

    perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah di yakini masih merupakan

    indicator dalam menentukan arah pembangunan yang digambarkan oleh

    perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik

    Regional Bruto dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa-jasa yang

  • 28

    diproduksi didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Barang–barang

    dan jasa-jasa ini diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara

    tersebut tetapi oleh penduduk negara lain yang bertempat tinggal di negara tersebut

    (Sukirno, 2004, h.33).

    Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula

    kemampuan orang untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan

    pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar PDRB

    yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi penerimaan daerah. Jadi

    dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini mengindikasikan akan

    mendorong peningkatan pendapatan asli daerah.

    2.4. Belanja Langsung

    Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung

    dengan pelaksanaan program kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:

    1. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang

    maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

    undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil

    (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum

    berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan

    dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.

    2. Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untu menampung pembelian

    barang dan jasa yang habis pakai untuk memprodiksi barang dan jasa yang

    dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang

    dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja

    perjalanan. Belanja ini digunakan untuk pengeluaran pembelian/penadaan

  • 29

    barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau

    pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah

    daerah. Pembelian/Pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa tersebut

    mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi

    asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa

    rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa

    perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dians

    dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,

    perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

    3. Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

    pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang

    memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk

    didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

    mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas

    dan kualitas aset. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima)

    kategori utama: a) Belanja Modal Tanah, b) Belanja Modal Peralatan dan

    Mesin, c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan, d) Belanja Modal Jalan,

    Irigasi dan Jaringan, e) Belanja Modal Fisik Lainnya

    Kebijakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan pada saat kurang

    tepat mengingat hampir seluruh daerah sedang berupaya untuk melepaskan diri

    dari krisis ekonomi yang dimulai pertengahan 1997 (Saragih, 2003). Akibatnya

    kebijakan ini memunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan

    yang lain. Kebijakan ini justru dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan

    (ekonomi) yang tinggi.

  • 30

    Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan

    pemerintah daerah (pemda) setempat dalam rangka meningkatkan tingkat

    kepercayaan publik. Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal.

    Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan

    kualitaslayanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat

    partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya

    peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Kesinambungan pembangunan daerah

    relatif lebih terjamin ketika publik memberikan tingkat dukungan yang tinggi.

    2.4. 1 Landasan Teori Belanja Langsung

    Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja

    modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini

    didasarkan pada kebutuhan daerahakan sarana dan prasarana, baik untuk

    kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh

    karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah

    daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah

    lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif.

    Saragih (2003).

    Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya

    merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya

    merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik (Key 1940

    dalam Fozzard, 2001). Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama

    dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu

    ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal

    dalam public expenditure management (Fozzard, 2001).

  • 31

    2.5. Hubungan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan

    Belanja Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    2.5. 1 Hubungan Antara PDRB dengan PAD

    Hubungan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan

    Pandapatan Asli Daerah (PAD) merupakan hubungan secara fungsional, karena

    pajak daerah merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya PDRB

    akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah. Selanjutnya dengan

    bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan

    pemerintah kepada masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan

    produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan

    ekonomi kembali. Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan

    ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong

    kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya (Suminto,

    2002, h. 13).

    2.5. 2 Hubungan Belanja Langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha

    pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan

    dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah,

    retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang

    sah. Semakin besar kemampuan daerah dalam mengumpulkan PAD akan semakin longgar

    alokasi belanja daerah, sehingga terdapat hubungan yang positif antara pendapatan asli

    daerah dengan belanja daerah.

    Penduduk dewasa ini merupakan subyek pembangunan, meningkatnya jumlah

    penduduk menuntut konsekuensi logis adanya peningkatan sarana dan prasarana umum,

    baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Perkembangan jumlah penduduk yang semakin

  • 32

    besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, supaya kualitas pertumbuhan

    ekonomi lebih baik, pertumbuhan penduduk harus selalu dikendalikan.

    2.6. Perumusan Hipotesis

    Dalam usaha pemecahan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

    penulis membuat hipotesis adalah diduga belanjan langsung dan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan

    Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.

  • 33

    III. METODE PENELITIAN

    3.1 Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan

    Dan Aset Daerah dan BPS Kabupaten Nagan Raya. Adapun yang menjadi objek

    penelitian dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli

    Daerah (PAD), belanja langsung dan PDRB dalam kurun waktu 7 tahun.

    3.2 Data Penelitian

    3.2.1 Jenis dan Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data

    yang telah dikumpulkan dan telah menjadi dokumentasi. Data penelitian diperoleh

    dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Nagan

    Raya.

    3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1. Penelitian Lapangan (Field Research)

    Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung yang menjadi objek

    penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan

    cara:

    a. Observasi (Pengamatan Langsung)

    Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung untuk memperoleh

    data yang diperlukan.

  • 34

    b. Wawancara Langsung

    Teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada

    pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis

    melakukan wawancara ke bagian yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah

    (PAD), belanja langsung dan PDRB Kabupaten Nagan Raya.

    c. Dokumen-dokumen

    Pengumpulan data dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan

    masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang dimiliki pemerintahan.

    Berdasarkan penelitian ini diharapkan akan memperoleh data mengenai besarnya

    Pendapatan Asli Daerah (PAD), belanja langsung dan PDRB Kabupaten Nagan

    Raya, dan informasi-informasi lain yang diperlukan.

    2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

    Penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku di

    perpustakaan dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang

    akan diteliti oleh penulis.

    3.3 Model Analisis Data

    Untuk mengukur faktor yang berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah

    (PAD) di Kabupaten Nagan Raya, maka terlebih dulu digunakan formulasi untuk

    mencari hubungan antara variabel independen yang dibagi menjadi 2 unsur yaitu

    ( ) belanja langsung ( ) Produk Domestik Regional Bruto (PDBR) dengan

    variabel dependen (y) yakni jumlah total Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Kabupaten Nagan Raya yakni dengan menggunakan Analisa Regresi Berganda,

  • 35

    Korelasi, Uji t dan Uji F yang akan diolah dengan menggunakan rumus-rumus

    dengan penjelasan sebagai berikut:

    3.3.1 Analisis Regresi Berganda

    Analisis ini digunakan sebagai analisis ramalan nilai pengaruh terhadap

    veriabel terikat (Y) yang dihubungkan lebih dari satu variabel mungkin dua atau

    tiga dan seterusnya variabel bebas (X1, X2) pendapat Hasan (2003, h. 269). Dimana

    persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

    Y = a + b1 X1 + b2 X2 ................................................................(1)

    Keterangan :

    Y : Variabel Terikat (PAD)

    a, b1, b2, b3,....., bk : Koefisien Regresi

    X1 : Belanja Langsung

    X2 : PDRB

    e : Kesalahan Penganggu (erorr term)

    3.3.2 Analisis Korelasi

    Analisis Korelasi adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat

    hubungan antara dua variabel atau lebih yaitu x variable bebas dan y variabel

    terikat.Rumus analisis Korelasi berganda menurut Hasan (2009. h. 61) adalah

    sebagai berikut:

    n ∑xy - ( ∑x) ( ∑y )r = ......................... (2)

    √ [n ∑x2 – ( ∑x )2│n ∑y2 -( ∑y )2]

  • 36

    Keterangan :

    r : Koefisien Korelasi Person

    y : Variabel Terikat (PAD)

    x : Variabel Bebas (Variabel yang diteliti)

    3.3.3 Uji t

    Uji t digunakan untuk menguji hipotesis suatu parameter bila sampel

    berukuran kecil (n ≤ 30) dan ragam populasi tidak di ketahui pendapat (Hasan.

    2009, h. 96). Dimana persamaan Uji t adalah sebagai berikut:

    r√ n - 2t = ............................................................ (4)

    √ 1 – r2

    Keterangan :

    n = Jumlah Data

    r : Koefisien Korelasi

    3.3.4 Uji F

    Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secarabersama-sama terhadap variabel terikat.di ketahui pendapat (Hasan. 2009, h. 99).Dimana persamaan Uji F adalah sebagai berikut:

    R2 / kF = .............................................. (5)

    (1-R2) / (n- k – 1)

    Keterangan :

    n = Jumlah Data

    R2 : Koefisien Korelasi ganda

    k : Banyaknya variabel bebas

  • 37

    3.4 Pengujian Hipotesis

    Hipotesis statistik yang digunakan dalam peneliian ini adalah sebagai

    berikut:

    H0 ; β = 0, Belanja Langsung dan PDRB secara bersama-sama tidak memiliki

    pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Kabupaten Nagan Raya

    H1 ; β ≠ 0, Belanja Langsung dan PDRB secara bersama-sama memiliki

    pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Kabupaten Nagan Raya

    Kriteria Uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    a. Apabila th>tt , maka H0 ditolak H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang

    signifikan antara faktor-faktor yang diteliti (belnaja langsung dan PDRB)

    terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nagan Raya.

    b. Apabila th< tt , maka H0 diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh

    yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti (belanja langsung dan PDRB)

    terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nagan Raya.

    a. Bila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima yang berarti bahwa faktor-

    faktor yang diteliti tidak berpengaruh secara bersama-sama.

    b. bila nilai F hitung > F tabel , maka Ho ditolak yang berarti bahwa faktor-

    faktor yang diteliti berpengaruh secara bersama-sama.

  • 38

    IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten

    Nagan Raya

    Perkembangan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan

    Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dlihat pada tabel 2 berkut dibawah ini:

    Tabel 2.Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan

    Raya Periode 2006 - 2012No

    Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)

    Realisasi Anggaran(000. Rupiah)

    Persentase Realisasi(%)

    1 2006 Rp. 6.787.733 Rp. 8.243.284 121,44%2 2007 Rp. 11.337.542 Rp. 9.978.255 88,01%3 2008 Rp. 16.436.100 Rp. 12.642.155 76,92%4 2009 Rp. 16.791.027 Rp. 12.327.988 73,42%5 2010 Rp. 17.506.600 Rp. 11.006.703 62,87%6 2011 Rp. 25.390.609 Rp. 15.730.667 61,95%7 2012 Rp. 34.269.609 Rp. 27.689.045 80,79%

    Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).

    Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa target Anggaran Pendapatan

    Asli Daerah (PAD) tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.

    34.269.609.- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp.

    27.689.045,- dengan persentase realisasi sebesar 80,79%. Selanjutnya target

    anggaran tahun 2011 sebesar Rp. 25.390.609,- sedangkan realisasi anggarannya

    lebih sedikit yaitu sebesar Rp.15.730.667,- dengan persentase realisasi sebesar

    61,95%. Selanjutnya target anggaran pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp.

    17.506.600,- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp.

    11.006.703,- dengan persentase realisasi sebesar 62,87%. Selanjutnya target

    anggaran pada tahun 2009 sebesar Rp. 16.791.027,- sedangkan realisasi

    anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 12.327.988,- dengan persentase

  • 39

    realisasi sebesar 73,42%. Kemudian dengan target anggaran PAD pada tahun 2008

    sebesar Rp. 16.436.100,- sedangkan realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu

    sebesar Rp. 12.642.155,- dengan persentase realisasi sebesar 76,92%. Selanjutnya

    pada tahun 2007 target anggaran PAD sebesar Rp. 11.337.542,- sedangkan

    realisasi anggarannya lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 9.978.255,- dengan persentase

    realisasi sebesar 88,012%. dan terakhir target Anggaran Pendapatan Asli Daerah

    terkecil pada tahun 2006 sebesar Rp. 6.787.733,- sedangkan realisasi anggarannya

    lebih sedikit yaitu sebesar Rp. 8.243.284,- dengan persentase realisasi sebesar

    121,44%.

    4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Langsung di Kabupaten Nagan Raya.

    Untuk melihat perkembangan realisasi Belanja Langsung di Kabupaten

    Nagan Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

    Tabel 3.Perkembangan Realisasi Belanja Langsung di Kabupaten Nagan Raya Periode

    2006 - 2012No

    Tahun Target Anggaran(000. Rupiah)

    Realisasi Anggaran(000. Rupiah)

    Persentase Realisasi(%)

    1 2006 Rp. 188.349.142 Rp. 162.914.503 86,50%2 2007 Rp. 242.894.157 Rp. 211.873.250 87,23%3 2008 Rp. 254.997.255 Rp. 195.841.708 76,80%4 2009 Rp. 230.595.035 Rp. 185.350.492 80,37%5 2010 Rp. 161.345.184 Rp. 165.557.144 102,61%6 2011 Rp. 251.770.339 Rp. 227.440.543 90,33%7 2012 Rp. 273.963.411 Rp. 245.968.447 87,78%

    Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).

    Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa target Anggaran belanja

    langsung tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 273.963.411,- dengan

    realisasi anggaran sebesar Rp. 245.968.447,- jika dilihat dari persentase anggaran

    adalah sebesar 89,78%. selanjutnya target anggaran pada tahun 2011 yaitu sebesar

    Rp. 251.770.339,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp227.440.543,- jika dilihat

  • 40

    dari persentase anggaran adalah sebesar 90,33%. selanjutnya target anggaran pada

    tahun 2010 sebesar Rp. 161.345.184,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp.

    165.557.144,- jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar 102,61%.

    kemudian dengan target anggaran pada tahun 2009 sebesar Rp. 230.595.035,-

    dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 185.350.492,- jika dilihat dari persentase

    anggaran adalah sebesar 80,37%. selanjutnya pada tahun 2008 target anggaran

    sebesar Rp. 254.997.255,- dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 195.841.708,-

    jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar 76,80%. selanjutnya pada

    tahun 2007 target anggaran sebesar Rp. 242.894.157,- dengan realisasi anggaran

    sebesar Rp. 211.873.250,- jika dilihat dari persentase anggaran adalah sebesar

    87,23%. dan terakhir target anggaran pada tahun 2006 sebesar Rp. 188.349.142,-

    dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 162.914.503,- jika dilihat dari persentase

    anggaran adalah sebesar 86,50%.

    4.3 Perkembangan Realisasi PDRB di Kabupaten Nagan Raya.

    Untuk melihat perkembangan realisasi Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) di Kabupaten Nagan Raya periode 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada

    tabel 4 berikut ini:

    Tabel 4.Perkembangan Realisasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    di Kabupaten Nagan Raya Periode 2006 - 2012

    No

    TahunPDRB berdasarkanharga yang berlaku

    (000. Rupiah)Persentase

    PDRB berdasarkanharga konstan(000. Rupiah)

    Persentase

    1 2006 Rp. 1.533.351,63 25,25 Rp. 821.929,940 8,16%2 2007 Rp. 1.095.922,36 24,30 Rp. 867.029,350 5,49%3 2008 Rp. 2.229.262,54 16,97 Rp. 898.483,050 3,63%4 2009 Rp. 2.375.115,21 6,54 Rp. 929.593,050 3,46%5 2010 Rp. 2.543.017,89 7,07 Rp. 967.858,720 4,12%6 2011 Rp. 2.768.869,21 8,78 Rp. 1.012.027,740 4,69%7 2012 Rp. 3.005.627,38 8,55 Rp. 1.215.677.321 5,08%Sumber: DPPKAD Kabupaten Nagan Raya ( Januari 2014).

  • 41

    Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa realisasi PDRB berdasarkan

    harga yang berlaku tertinggi berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.

    3.005.627,38,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011

    yaitu sebesar Rp. 2.768.869,21,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga berlaku

    pada tahun 2010 sebesar Rp. 2.543.017,89,- kemudian dengan PDRB berdasarkan

    harga berlaku pada tahun 2009 sebesar Rp. 2.375.115,21,- selanjutnya pada tahun

    2008 PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 2.229.262,54,- selanjutnya

    pada tahun 2007 PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 1.905.922,36,- dan

    terakhir PDRB berdasarkan harga berlaku terendah pada tahun 2006 sebesar

    Rp. 1.533.351,63,-.

    Jika dilihat dari persentase realisasi PDRB berdasarkan harga berlaku maka

    persentase tertinggi berada pada tahun 2006 yauitu sebesar 25,25%, kemudian

    pada tahun 2007 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan harga berlaku

    sebesar 24,30 %, pada tahun 2008 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan

    harga berlaku sebesar 16,97%, kemudian pada tahun 2011 dengan persentase

    realisasi anggaran sebesar 8,78 %, selanjutnya pada tahun 2012 dengan persentase

    realisasi anggaran PDRB sebesar 8,55%, pada tahun 2010 realisasi PDRB

    berdasarkan harga berlaku mencapai 7,07 %, dan terakhir pada tahun 2009 dengan

    persentase realisasi PDRB terendah berdasarkan harga berlaku sebesar 6,54 %.

    Realisasi PDRB berdasarkan harga konstan tertinggi berada pada tahun 2012

    yaitu sebesar Rp. 1.034.736,62,- selanjutnya PDRB berdasarkan harga konstan

    pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 1.013.240,59,- selanjutnya PDRB berdasarkan

    harga konstan pada tahun 2010 sebesar Rp. 967.858,70,- kemudian dengan PDRB

    berdasarkan harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp. 929.593,05,- selanjutnya

    pada tahun 2008 PDRB berdasarkan harga konstan sebesar Rp. 898.483,01,-

  • 42

    selanjutnya pada tahun 2007 PDRB berdasarkan harga konstan sebesar

    Rp. 867.029,35,- dan terakhir realisasi PDRB berdasarkan harga konstan terendah

    pada tahun 2006 sebesar Rp. 821.929,94,-.

    Jika dilihat dari persentase realisasi PDRB berdasarkan harga konstan maka

    persentase tertinggi berada pada tahun 2006 yaitu sebesar 8,16%, kemudian pada

    tahun 2007 dengan persentase PDRB berdasarkan harga konstan sebesar 5,49%,

    pada tahun 2012 dengan persentase realisasi PDRB berdasarkan harga konstan

    sebesar 5,08%, kemudian pada tahun 2011 dengan persentase realisasi PDRB

    berdasarkan harga konstan sebesar 4,69%, pada tahun 2010 PDRB berdasarkan

    harga konstan mencapai 4,12%,selanjutnya pada tahun 2008 sebesar 3,63% dan

    terakhir realisasi PDRB terendah berdasarkan harga konstan pada tahun 2009

    dengan persentase sebesar 3,46%.

    4.4 Analisa Data

    4.4.1 Analisis Regres Linear Berganda

    Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows

    versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 5.Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

    Coefficientsa

    Model

    UnstandardizedCoefficients

    StandardizedCoefficients

    t Sig.B Std. Error Beta

    1 (Constant) -460.751 7.291 -8.332 .001

    LN.X1 .604 .303 .240 1.990 .117

    LN.X2 2.476 .374 .800 6.627 .003

    a. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.

    Y = -460.751+ 0,604 LNX1 + 2.476 LNX2

  • 43

    Dari persamaan diatas dapat interprestasikan sebagai berikut:

    PAD akan meningkat sebesar 0,604 rupiah untuk setiap tambahan satu

    rupiah X1 (belanja langsung) dengan asumsi variabel yang lainnya konstan.

    Jadi apabila belanja langsung mengalami peningkatan 1 rupiah, maka PAD

    akan meningkat sebesar 0,604 rupiah.

    PAD akan meningkat sebesar 2.476 rupiah untuk setiap tambahan satu

    rupiah X2 (PDRB) dengan asumsi variabel yang lainnya konstan. Jadi

    apabila PDRB mengalami peningkatan 1 rupiah, maka PAD akan meningkat

    sebesar 2.476 rupiah.

    Berdasarkan interpretasi di atas, dapat diketahui besarnya kontribusi

    variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain Pengeluaran Pemerintah

    sebesar 0,604, dan PDRB sebesar 2.476. Sehingga dapat disimpulkan bahwa X1

    (belanja langsung) dan PDRB (X2) berpengaruh positif terhadap PAD. Dengan

    kata lain, apabila belanja langsung dan PDRB meningkat maka akan diikuti

    peningkatan PAD.

    Untuk mengetahui diantara kedua variabel bebas tersebut berpengaruh

    paling dominan terhadap variabel terikat dapat dilihat dari nilai koefisien beta

    masing-masing. Koefisien beta merupakan nilai dari koefisien regresi yang telah

    distandarisasi dan berguna untuk membandingkan mana diantara variabel bebas

    yang dominan terhadap variabel terikat.

    Dari tabel 5, dapat dilihat nilai koefisien beta untuk masing-masing

    variabel bebas tersebut adalah sebagai berikut :

    Nilai koefisien beta LNX1 (belanja langsung) adalah 0,117

    Nilai koefisien beta LNX2 (PDRB) adalah 0,003

  • 44

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa diantara kedua variabel bebas dalam

    penelitian ini yang lebih dominan pengaruhnya adalah PDRB.

    4.4.2 Analisis Korelasi

    Analisis Korelasi adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat

    hubungan antara dua variabel atau lebih yaitu x variable bebas dan y variabel

    terikat.

    Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows

    versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 6.Hasil Uji Analisis Korelasi

    Model Summary

    Model R R SquareAdjusted R

    SquareStd. Error of the

    Estimate

    1 .985a .971 .957 .08149511541

    a. Predictors: (Constant), LN.X2, LN.X1b. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.

    Berdasarkan Tabel 6, didapatkan hasil koefisien korelasi yang

    menunjukkan besarnya hubungan antara variabel bebas yaitu Belanja Langsung

    dan PDRB dengan variabel PAD, nilai R (koefisien korelasi) sebesar 0,985, nilai

    korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas yaitu Belanja

    Langsung dan PDRB dengan variabel PAD termasuk kategori sangat kuat karena

    berada pada selang 0,8 – 1. Selain itu didapatkan hasil bahwasanya 95,7 persen

    variabel Belanja Langsung dan PDRB mempengaruhi PAD di Kabupaten Nagan

    Raya dan sebesar 4,3 persen PAD di Kabupaten Nagan Raya di pengaruhi oleh

    faktor lainnya.

  • 45

    4.4.3 Pengujian Hipotesis

    4.4.3.1 Uji t

    Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas

    secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

    Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel maka hasilnya

    signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t hitung < t tabel

    atau -t hitung> -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H0 terima dan

    H1 ditolak.

    Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows

    versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 7.Hasil Pengujian Hipotesis Uji t

    Coefficientsa

    Model

    UnstandardizedCoefficients

    StandardizedCoefficients

    t Sig.B Std. Error Beta

    1 (Constant) -460.751 7.291 -8.332 .001

    LN.X1 .604 .303 .240 1.990 .117

    LN.X2 2.476 .374 .800 6.627 .003

    a. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.

    Berdasarkan Tabel 7 diperoleh hasil sebagai berikut :

    Uji t antara LNX1 (belanja langsung) dengan Y (PAD) menunjukkan t hitung =

    0,117 dengan signifikansi 0,211. Sedangkan t tabel (a = 0.05 ; db residual = 4)

    adalah sebesar 2,776. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,990 < 2,776 maka

    pengaruh X1 adalah berpengaruh tidak signifikan pada tingkat kesalahan a =

    5%. Hal ini berarti H1 di tolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa PAD dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh variabel belanja

  • 46

    langsung atau dengan kata lain lain bahwa belanja langsung merupakan

    faktor yang dapat menentukan PAD secara tidak nyata. Selain itu karena

    harga signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka parsial belanja

    langsung tidak berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.

    Uji t antara X2 (PDRB) dengan Y (PAD) menunjukkan t hitung = 6,627

    dengan signifikansi 0,003. Sedangkan t tabel (a = 0.05 ; db residual = 4)

    adalah sebesar 2,776. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,968 < 2,776 maka

    pengaruh X2 adalah berpengaruh tidak signifikan pada tingkat kesalahan a =

    5%. Hal ini berarti H1 di tolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa PAD dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh variabel PDRB

    atau dengan kata lain lain bahwa PDRB merupakan faktor yang dapat

    menentukan PAD secara tidak nyata. Selain itu karena harga signifikansi

    yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka parsial PDRB berpengaruh

    terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.

    4.4.3.2 Uji F

    Uji F digunakan untuk menguji pengaruh semua variabel independent yaitu

    Belanja Langsung (X1) dan PDRB (X2) secara bersama-sama terhadap variabel

    dependent yatu PAD (Y).

    Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program SPSS for windows

    versi 17.0 maka di peroleh hasil sebagai berikut:

  • 47

    Tabel 8.Hasil Pengujian Hipotesis Uji F

    ANOVAb

    ModelSum ofSquares Df Mean Square F Sig.

    1 Regression .890 2 .445 67.019 .001a

    Residual .027 4 .007

    Total .917 6

    a. Predictors: (Constant), LN.X2, LN.X2

    b. Dependent Variable: LNYSumber: Data diolah tahun 2014.

    Hasil F hitung = 67.019 dengan signifikansi 0,001 menunjukkan bahwa nila F

    hitung yang diperoleh tersebut tidak signifikan. Artinya Belanja Langsung dan

    PDRB secara simultan mempengaruhi PAD di Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan

    F tabel (a = 0.05 ; db residual = 4) adalah sebesar 6,39. Karena F hitung > F tabel yaitu

    9,186 < 6,39 berpengaruh signifikan pada tingkat kesalahan a = 5%. Hal ini berarti

    H0 di tolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Belanja Langsung

    dan PDRB berpengaruh secara bersama-sama terhadap PAD di Kabupaten Nagan

    Raya.

  • 48

    V. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Belanja Langsung dan PDRB

    terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya maka dapat disimpulkan bahwa:

    1. Berdasarkan hasil interpretasi regresi linear berganda, dapat diketahui

    besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain

    Belanja Langsung sebesar 0,604, dan PDRB sebesar 2.476. Sehingga dapat

    disimpulkan bahwa Belanja Langsung (X1) dan PDRB (X2) berpengaruh

    positif terhadap PAD.

    2. Berdasarkan analisis Korelasi didapatkan hasil bahwasanya 95,7 persen

    variabel Belanja Langsung dan PDRB mempengaruhi PAD di Kabupaten

    Nagan Raya dan sebesar 4,3 persen PAD di Kabupaten Nagan Raya di

    pengaruhi oleh faktor lainnya.

    3. Secara uji t didapatkan hasil bahwa belanja langsung (thitung 1.990 < ttabel

    2,776), selain itu karena harga signifikansi belanja langsung yang diperoleh

    lebih besar dari 0,05 maka parsial belanja langsung tidak berpengaruh

    terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan hasil uji t PDRB (thitung

    6.627 > ttabel 2,776), selain itu karena harga signifikansi yang diperoleh lebih

    besar dari 0,05 maka parsial PDRB tberpengaruh terhadap PAD di

    Kabupaten Nagan Raya.

    4. Secara uji F (Fhitung 67.019 > Ftabel 6,39) berpengaruh signifikan pada tingkat

    kesalahan a = 5% dengan signifikansi 0,001, hal ini berarti H0 di tolak dan

    H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa belanja langsung dan PDRB

    berpengaruh secara bersama-sama terhadap PAD di Kabupaten Nagan Raya.

  • 49

    5.2 Saran

    1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat terus ditingkatkan dengan cara

    meminimalisasikan belanja langsung dan Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan, dan melakukan

    intersifikasi dan extersifikasi pemungutan pajak dan restribusi daerah.

    2. Optimalisasi pengelolan belanja langsung dan Produk Domestik Regional

    Bruto (PDRB) kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Sehingga

    akan menjadi perhatian pemerintah pusat dalam memberikan belanja

    langsung dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang memadai

    untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.

    3. Penelitian ini belum mencakup aspek-aspek lain yang mungkin merupakan

    faktor penting, misalnya pajak daerah, aspek manajemen keuangan dan

    aspek penganggaran daerah, untuk itu disarankan bagi peneliti selanjutnya

    bisa memperluas area penelitian pada tataran praktis.

  • 50

    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, Lincolin. 2005. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan EkonomiDaerah. Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

    BPS Nagan Raya. 2013. Nagan Raya Dalam Angka Periode 2006 hingga 2012.Katalog BPS 1102001.115.

    BPS Nagan Raya. 2013. PDRB Kabupaten Nagan Raya Periode 2006 hingga2012. Katalog BPS 9302003.115.

    Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD) dan BLU. Indeks, Jakarta.

    Halim, Abdul.2004. Akutani Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Jakarta, SalembaEmpat.

    Igbal Hasan. 2003. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi dua.Penerbit: PT. Bumi Aksara. Jakarta.2009. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Cetakan Keempat.Penerbit: PT. Bumi Aksara. Jakarta.

    Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif, Tiori dan Aplikasi untuk Bisnis danEkonomi. Edisi 1,AMPYKPN, Yogyakarta.

    Kuswara.2006. Komponen Pendapatan Asli Daerah. Yogyakarta.

    Mardiasmo. 2004. Optimalisasi Belanja Modal. Erlangga, Jakarta.

    Samuelson, A dkk. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. Media Global Edukasi, Jakarta.

    Soemitro, Rochmat. 2006. Azas dan Dasar Perpajakan. Revika Adikama,Bandung.

    Sukirno, Ssadono. 2004. Teori Pengantar Ekonomi Makro. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

    Sumito.2004. Pengelolaan APBN dalm Sisitem Manajemen Keuangan Negara.Ditjen Anggaran. Depkeu, Jakarta.

    Undang-undang Otonomi Daerah. 2005. Aneka Ilmu, Semarang.

    Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

    Yani, Ahmad. 2002. Seri Keuangan Publik, Hubungan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

    coverBAB I