
Download - Tugas Terstruktur II Dastan

TUGAS TERSTRUKTURDASAR ILMU TANAH
(PNU126)
Oleh:
Mahmudin Samsul Arifin(A1L010161)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2014

I. PENGERTIAN TANAH
Tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk
yang telah mengalami proses pelapukan akibat pengaruh iklim terutama faktor
curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup termasuk vegetasi pada
suatu topografi atau relief tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.
Menurut Soil Survey Staff (1975) dalam Mustafa et al (2012), tanah adalah
kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh
manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi
perkembangan akar tanaman. Di bagian atas dibatasi oleh udara atau air yang
dangkal, ke samping dapat dibatasi oleh air yang dalam atau bahkan hamparan es
atau batuan, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh suatu materi yang tidak dapat
disebut tanah yang sulit didefinisikan. Ukuran terkecilnya 1 sampai 10 m2
tergantung pada keragaman horisonnya.
Menurut mustafa et al (2012), istilah tanah memang mempunyai pengertian
yang luas dan arti yang berbeda sesuai dengan peruntukkannya. Dalam bidang
pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman
darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa
bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau
didalamnya. Selain itu, di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Air dalam
tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke
tempat lain.
Dalam pengertian ini ada dua variabel yang membedakan pengertian tanah di
bidang pertanian dengan bidang lainnya, yaitu kedalaman tanah dan ukuran
partikelnya. Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi pada bagian
atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi.
Jika bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian
tersebutlah dipakai sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang
telah mengalami pelapukan sangat dalam (4-6 m), maka tidak semua bahan lapuk
tersebut disebut tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas
biologi. Pada umumnya, pembahasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi pada
kedalaman sekitar 2,0 m. Kedalaman ini jauh berbeda dengan kedalaman tanah di
bidang keteknikan yang dapat mencapai puluhan meter.

Berkaitan dengan ukuran partikelnya, para pakar pertanian membatasi tanah
pada partikel berukuran (0,02 – 2 mm), dibandingkan dengan pakar keteknikan
yang juga tertarik pada ukuran yang lebih besar dari 2 mm seperti kerikil bahkan
batu, atau pakar bidang keramik yang hanya tertarik pada partikel yang berukuran
2 μm.
Jika kita membuat irisan tegak tanah dengan cara membuat lubang (1,0 x 1,5
m dengan kedalaman sekitar 2,0 m) dan selanjutnya diamati pada penampang
tegaknya, akan terlihat laisan-lapisan dengan arah sejajar permukaan kulit bumi
yang relatif mudah dibedakan satu sama lainnya. Lapisan-lapisan ini dalam ilmu
tanah disebut horizon. Horizon tanah yang berada diatas bahan induk disebut
“solum”.

II. PEDOLOGI DAN EDAPOLOGI
A. Pedologi
Dudal, R dan Soepraptohardjo (1957) menyatakan pedologi adalah ilmu yang
mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Di dalamnya ditinjau berbagai hal
mengenai pembentukan tanah (pedogenesis), morfologi tanah (sifat dan ciri fisika
dan kimia), dan klasifikasi tanah. Istilah ini dipinjam dari bahasa Inggris
(pedology), yang membentuknya dari dua kata bahasa Yunani: pedon ("tanah")
dan logos ("lambang", "pengetahuan").
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS).
Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih
dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA
memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga
sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk
mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian
Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah
kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci,
sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun
demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem penamaan
yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli tanah dunia, Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah pula sejak 1974.
Pada tahun 1998 kemudian disepakati dipakainya sistem klasifikasi WRB dari
World Reference Base for Soil Resources, suatu proyek bentukan FAO, untuk
menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari sistem WRB dirilis pada tahun 2007.
B. Edapologi
Edapologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kesuburun tanah sebagai
pendukung kehuidupan di daratan. Dalam edapologi dipelajari sifat-sifat tanah
dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Usaha-usaha yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi pertumbuhan tanaman,
misalnya pemupukan, pengapuran dan lain-lain.

III. BAHAN PENYUSUN TANAH
Sutanto (2005) menyatakan, komposisi tanah berdasarkan volume tanah,
masing-masing komponen hanya perkiraan (% volume), ditunjukkan pada gambar
berikut:
Gambar 1. Komposisi tanah yang ideal (% volume)
Komponen mineral adalah semua jenis bahan padat hasil pelapukan batuan
induk, termasuk mineral primer, mineral sekunder dan bahan amorf yang
mempunyai bermacam-macam ukuran dan komposisi.
1. Ukuran: pasir (2000-50 µm), dan lempung (<2 µm).
2. Komposisi minerologi:
a. Pasir/debu: feldspar, kuarsa, hornblende, biotit dan lain-lain;
b. Lempung: kaolinit, montmorillonit, illit, bentonit;
c. Amorf: alofan, imogolit, alofan dan oksida.
Komponen organik terdiri atas fauna dan flora tanah, perakaran tanaman, serta
hasil dekomposisi/peruraian sisa vegetasi atau hewan sebagai hasil kegiatan
mikrooganisme sehingga selalu terjadi alihrupa komponen tanah.

A. Komponen Mineral
Kecuali tanah gambut, bahan mineral mendominasi tubuh tanah mineral
sebagai hasil pelapukan batuan, media tempat tumbuh perakaran tanaman dan
penyedia unsur hara. Mineral sebagai salah satu komponen penyusun tanah perlu
dipelajari karena bebebrapa hal, yakni (1) memahami asal-usul tanah, (2)
mengadakan evaluasi tingkat pelapukan dan potensi kesuburan tanah , (3)
mempelajari homogenitas bahan padat tanah, (4) mempelajari sifat fisik dan
mekanik tanah, dan (5) sebagai kriteria pembeda kategori famili dalam klasifikasi
tanah.
Mineral tanah berasal dari pelapukan bahan induk tanah (berupa batuan baik
yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi setelah mengalami proses
pelapukan). Berdasarkan sifatnya, mineral dapat dibagi menjadi (1) mineral
primer dan (2) mineral sekunder.
B. Bahan Organik
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang
terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut
Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang
terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan
kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik
tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga
menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting
bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat
sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.
Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun
biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap
sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut
(Stevenson,1994):

1) Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan
hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S,
unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak
langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui
fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2,
membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi
dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah
hilang dari zona perakaran.
2) Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat
yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi
menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi
akan meningkat.
3) Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
4) Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam
tanah.
5) Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang
masuk ke dalam tanah
6) Meningkatkan kapasitas sangga tanah
7) Meningkatkan suhu tanah
8) Mensuplai energi bagi organisme tanah
9) Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi
tanaman.
C. Air
Air ditahan dalam pori tanah dengan daya ikat yang berbeda-beda tergantung dari
jumlah air yang ada dalam pori. Air bersama-sama dengan garam-garam terlarut
merupakan larutan tanah yang berfungsi sebagai sumber unsur hara bagi tanaman.
Persediaan air di dalam tanah tergantung dari: curah hujan dan air irigasi,
kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi dan tingginya muka air
tanah.
Keberadaan air dalam tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi air tanah dari sisi fisik

a. Air Higroskopis, yaitu air yang ditahan sangat kuat oleh zarah tanah,
sehingga tidak dapat diambil oleh tanaman.
b. Air Kapiler, yaitu air yang berada pada kapiler dalam tanah.
c. Air Bebas, yitu air yang bergerak kebawah dalam tanah karena gaya
gravitasi.
2. Klasifikasi tanah dari sisi biologi
a. Air tidak tersedia, yaitu air yang diikat kuat oleh zarah tanah pada
tegangan lebih dari 15 atm sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
b. Air Tersedia, yaitu air yang berada dalam pori-pori tanah pada
tegangan antara 1/3 atmsampai 15 atm yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman.
c. Air bebas, yaitu air yang bergerak kebawah di dalam profil tanah
sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
D. Udara
Udara dalam tanah menempati pori-pori makro. Perbedaannya dengan udara
di atmosfer, udara dalam tanah tidak bersifat kontinyu, selain itu lebih banyak
mengandung uap air dan CO2 namun mengandung O2 lebih sedikit.

IV. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TANAH
A. Bahan Induk
Tanah-tanah yang terbentuk berdasarkan proses pelapukan batuan dikenal
sebagai tanah mineral yaitu tanah-tanah yang mengandung unsur-unsur hara yang
berkaitan dengan sifat-sifat tanah dilihat dari berbagai faktor.
Bahan induk mempunyai pengaruh besar terhadap kesuburan dan kandungan
mineral tanah. Tingkat kekerasan bahan induk dapat dijadikan prediksi dalam
menilai laju pembentukan tanah.
Gambar 2. Skema pembentukan tanah
Laju pembentukan tanah dari bahan induk yang berasal dari batuan metamorf
berjalan sangat lambat. Hal ini disebabkan batuan metamorf memiliki tekstur dan
struktur batuan yang sangat kompak (masif) serta mineral yang sangat resisten.
Batuan metamorf terbentuk dari hasil rekrsitalisasi ulang dari mineral yang
terdapat dalam batuan beku dan sedimen, sehingga menghasilkan mineral yang
memiliki kristal yang kompak karena terbentuk dari temperatur dan tekanan yang
tinggi.
B. Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap pembentukan tanah. Pada area yang permanen
kering dan atau membeku (frozen) (pengaruh es), tanah sulit terbentuk. Dua
komponen iklim yang sangat berpengaruh adalah curah hujan dan temperatur.
C. Pengaruh Hujan
Air penting untuk pelapukan mineral dan pertumbuhan tanaman. Air yang
melebihi kapasitas lapang akan berperan dalam membawa/translokasi partikel
koloid dan garam-garam terlarut. Suplai air yang terbatas pada daerah gurun akan
membentuk tanah alkalin, relatif sulit terlapuk, mempunyai kandungan liat, bahan
organik dan KTK yang rendah. Secara umum tanah-tanah di daerah arid dan
subhumid cenderung lebih subur kecuali jika terbatas mikroba untuk mineralisasi

bahan organik dan untuk mensuplai N tersedia. Jika air tersedia hanya cukup
untuk pencucian yang terbatas, maka CaCO3 terbawa sampai pada jarak yang
pendek saja sehingga terbentuk zone akumulasi CaCO3.
D. Pengaruh vegetasi terhadap pencucian dan eluviasi
Perbedaan spesies tanaman mempengaruhi perkembangan tanah. Spesies yang
menjerap sejumlah basa-basa seperti kation Ca, Mg, K, dan Na akan
memperlambat terjadinya kemasaman tanah oleh karena tanaman mendaur ulang
kation-kation ini lebih banyak ke permukaan tanah melalui penambahan bahan
organik.
E. Peranan Binatang/Fauna dalam pembentukan tanah
Peran binatang dalam proses pembentukan tanah cukup besar seperti halnya
peran cacing tanah, rayap (termites) yang mampu membangun rumah dari partikel
tanah yang dibawa dari lapisan bawah tanah dan kemudian membentuk morfologi
tertentu di permukaan.
F. Peran manusia terhadap pembentukan tanah
Manusia berperan dalam pembentukan tanah melalui aktivitasnya seperti
pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian yang membajak, membalikkan tanah,
pemupukan, menyumbang bahan organik dan aktivitas pertanian lainnya yang
mempengaruhi terbentuknya tanah. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya
lapisan permukaan yang terbentuk akibat aktivitas manusia yang dikenal sebagai
epipedon antropik dan plaggen.
G. Topografi (Relief)
Topografi yang dimaksud adalah konfigurasi permukaan dari suatu
area/wilayah. Perbedaan topografi akan mempengaruhi jenis tanah yang
terbentuk. Tanah pada daerah lereng, infiltrasi kurang dibandingkan kehilangan
melalui runoff, sedangkan pada daerah datar atau rendah, menerima kelebihan air
yang menyediakan air lebih banyak untuk proses pembentukan tanah.
H. Pengaruh slope/lereng
Kemiringan dan panjang lereng berpengaruh pada proses pembentukan tanah.
Semakin curam lereng makin besar runoff dan erosi tanah. Hal mengakibatkan
terhambatnya pembentukan tanah oleh karena pertumbuhan tanaman terhambat
dan sumbangan bahan organik juga lebih kecil, pelapukan menjadi terhambat

begitu pula dengan pembentukan liat. Disamping itu, pencucian dan eluviasi
berkurang. Dengan kata lain tanah lebih tipis dan kurang berkembang di daerah
lereng.
I. Pengaruh tinggi muka air dan drainase
Tanah mempunyai drainase baik pada slope yang muka air tanah jauh dibawah
permukaan tanah. Tanah yang berdrainase buruk ditandai dengan muka air yang
muncul di permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya kondisi anerobik dan
reduksi. Tanah yang berdrainase buruk mempunyai horison A biasanya berwarna
gelap olehkarena tingginya bahan organik, tapi horison bawah permukaannya
cenderung kelabu (grey). Tanah berdrainase baik, mempunyai horison A yang
warnanya lebih terang, dan horison bawahnya seragam lebih gelap.
J. Waktu
Berkaitan dengan waktu pembentukan tanah, maka dikenal tanah muda, tanah
dewasa dan tanah tua. Seiring dengan waktu, pembentukan lapisan tanah akan
menunjukkan umur tanah tersebut. Proses pembentukan tanah jauh lebih singkat
dibanding proses pembentukan batuan. Tanah yang muda ditunjukkan dengan
masih tipisnya lapisan tanah dan terkadang tersusun atas 2 horison atau 1 horison
langsung diatas batuan. Tanah tua ditunjukkan dengan solum yang dalam, horison
biasanya lengkap dan telah menunjukkan adanya horison eluviasi dan iluviasi baik
penimbunan liat, oksida-oksida besi, dan bahan organik.

Gambar 3. Periode pembentukan batuan dan tanah

V. PROSES PEMBENTUKAN TANAH
Menurut Hardjowigeno (2003), Proses pembentukan tanah adalah perubahan
dari bahan induk menjadi lapisan tanah. Perkembangan tanah dari bahan induk
yang padat menjadi bahan induk yang agar lunak, selanjutnya berangsur-angsur
menjadi tanah pada lapisan bawah (subsoil) dan lapisan tanah bagian atas
(topsoil), dalam jangka waktu lama sampai ratusan tahun hingga ribuan tahun.
Perubahan-perubahan dari batuan induk sampai menjadi tanah karena batuan
induk mengalami proses pelapukan, yaitu proses penghancuran karena iklim.
Tahap pertama dari proses pembentukan tanah adalah proses pelapukan.
Proses ini terjadi penghancuran dan pelembutan dari bahan induk tanpa perubahan
susunan kimianya. Pelapukan dipengaruhi oleh faktor iklim yang bersifat
merusak. Faktor-faktor iklim yang turut menentukan adalah sinar matahari,
perbedaan temperatur antara siang dan malam, keadaan musim kemarau dan
musim penghujan.
Pada awalnya batuan pecah dalam bentuk pecahan-pecahan batuan dan
mineral-mineral penyusunnya. Selanjutnya oleh adanya air, asam dan senyawa-
senyawa yang larut dalam air, pecahan-pecahan bantuan dan mineral ini menjadi
lunak dan terurai ke dalam unsur-unsur penyusunnya. Dari bahan-bahan sisa
penguraian dan senyawa kembali membentuk mineral-mineral baru.
Pelapukan digolongkan dalam tiga bentuk :
1) Pelapukan fisik
2) Pelapukan kimia
3) Pelapukan biologis
Pelapukan fisik sering disebut juga alterasi yakni proses pemecahan dan
pelembutan batuan tanpa mengalami perubahan susunan kimia dan tidak ada
pembentukan mineral baru.
Pelapukan kimia adalah proses pelapukan dan penguraian pecahan-pecahan
batuan dan mineral-mineral ke dalam unsur-unsur penyusunnya yang biasa
disertai dengan pembentukan mineral-mineral baru.
Pelapukan biologis adalah pelapukan yang disebabkan kegiatan tanaman dan
hewan, baik yang tingkat tinggi maupun yang tingkat rendah. Dalam proses

pemecahan batuan induk menjadi tanah terjadi aktivitas hidup organisme. Bakteri
autotrof dan lumut-lumut pada waktu mati menjadi bahan organik bagi kehidupan
organisme yang lain. Tumbuhan tingkat tinggi berperan dengan aktivitas akar-
akarnya masuk dicelah-celah retakan batuan dan seterusnya.
Gambar 4. Lapisan tanah

DAFTAR PUSTAKA
Driessen, P.M and R. Dudal. 1989.1Major Soil of the World. Agricultural
University Wageningen. Amsterdam.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Mustofa, et al. 2012. Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Makassar
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta