etnomatematika candi borobudur mata kuliah seminar pendidikan matematika
TRANSCRIPT
ETNOMATEMATIKA PADA CANDI BOROBUDUR
Latifah Septi Cahyati
Fakulatas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Pendidikan Matematika
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRAK
Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, hal itu yang menyebabkan matematika sulit dipahami. Hasil ini disebabkan karena pembelajaran yang kurang inovatif. Maka dari itu diperlukan inovasi dalam pembelajaran matematika, salah satu pembelajaran yang inovatif adalah dengan menggunakan pendekatan budaya atau yang biasa disebut Etnomatematika. Salah satu bentuk etnomatematika yang menarik untuk dieksplorasi yaitu pada candi Borobudur. Candi Borobudur memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan dikarenakan candi Borobudur memiliki nilai Historis yang sudah melekat dengan masyarakat, Kontekstual dan bisa digunakan dalam memudahkan pemahaman siswa terhadap matematika. Terkhusus pada bentuk dari bagian relief dan stupa Candi Borobudur yang erat kaitnya dengan pembelajaran matematika. Melalui Etnomatematika pada Candi Borobudur ini siswa bisa memahami pelajaran matematika, khususnya pada materi geometri, perbandingan dan penjumlahan.
Kata Kunci : Etnomatematika, Candi Borobudur
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 1
PENDAHULUAN
Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan
padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi (Eman
Suherman, 2013:17)
Namun, banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran
yang sulit dan abstrak (keduanya benar), membosankan, malah menakutkan,
hanya punya jawaban tunggal untuk setiap permasalahan, dan hanya dapat
dipahami oleh segelintir orang, ini adalah pandangan lama tentang matematika
yang menganggap matematika bersifat Absolut, sudah ada sejak semula dan
manusia hanya berusaha menemukanya kembali. Pandangan ini diperkuat lagi
karena matematika diajarkan sebagi produk jadi yang siap dipakai (Rumus,
Algoritma) dan guru mengajarkanya secara mekanistis dan murid hanya pasif
(R.K Sembiring, 2008) (Jurnal Rully Charitas Indra Prahmana, 2010 : 61).
Situasi seperti ini membuat peserta didik semakin menurun prestasinya,
hal tersebut membawa efek negatif dalam pembelajaran matematika. Maka dari
itu perlu adanya inovasi dalam pembelajaran matematika yang membantu siswa
dalam memahami matematika.
Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan suatu pendekatan
pembelajaran yang bisa membantu siswa lebih mudah memahami konsep
matematika sehingga kemampuan koneksi matematika siswa lebih meningkat.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran. Sagala (2009:87) menyatakan bahwa
“Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari”. ( jurnal Silvia Yanirawati, Nilawasti
ZA, Mirna, 2012 : 1)
Salah satu pembelajaran kontekstual dan inovatif yang berkaitan dengan
dunia nyata yaitu menggunakan pendekatan budaya atau yang disebut dengan
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 2
Etnomatematika. Etnomatematika bisa didefinisikan sebagai cara-cara khusus
yang dilakukan oleh suatu kelompok tertentu dalam melakukan aktivitas
matematika. Hal tersebut sesuai denganpendapat (Gerdes, 1994) mengatakan
bahwa “ Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok
budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-ana dari masyarakat kelas tertentu,
kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya (jurnal Edy Tandililing, 2013:193).
Sementara itu hasil dari aktivitas matematika yang dimiliki atau yang
berkembang pada masyarakat itu sendiri seperti pada peninggalan-peninggalan
budaya berupa candi dan Prasasti, peralatan tradisonal, permainan tradisional, ciri
khas budaya dan lainya.
Bentuk dari etnomatematika yang menarik untuk dieksplorasi adalah situs
candi Borobudur. Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang provinsi
Jawa Tengah, dari sisi Etnomatematika Candi Borobudur banyak sekali hal yang
unik untuk dikaji, khususnya pada bentuk bangunananya yang banyak
mengandung unsur Geometri. Hal-hal yang unik tersebut terlihat dari bagian-
bagian dari Candi Borobudur. Yang pertama bentuk Relief dari Candi Borobudur,
yang kedua dari Mudra Arca Budha Candi Borobudur, dan yang ke tiga Stupa
candi Borobudur (Miftah Rizkqi Hanafi, Skripsi : 5).
Bagian-bagian pada Candi Borobudur memiliki potensi dimanfaatkan
sebagai bahan ajar dalam pembelajaran matematika yang inovatif dikarenakan
Candi Borobudur lekat sekali dengan Masyarakat, dan merupakan pembelajaran
yang kontekstual. Didalamnya mengandung berbagai konsep-konsep
pembelajaran matematika.
Rumusan permasalahan penelitian ini yaitu a) Bagaiamana keterkaitan
pembelajaran Etnomatematika pada Candi Borobudur dengan? b) Bagaimana
pembelajaran matematika pada relief dan stupa Candi Borobudur pembelajaran ?
Tujuan dalam penelitian ini yaitu a) Mengetahui keterkaitan
Etnomatematika pada Candi borobudurdalam pembelajaran matematika. b)
mengetahui ada kaitnya bentuk relief dan stupa candi borobudur dalam
pembelajaran matematika.
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 3
KAJIAN PUSTAKA
Etnomatematika
Istilah ethnomathematics yang selanjutnya disebut etnomatematika
diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977.
Definisi etnomatematika menurut D'Ambrosio adalah:
“The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is derived from techné, and has the same root as technique” (Rosa & Orey 2011). (Indra Rahmawati, 2013 : 3)
Sedangkan secara istilah etnomatematika diartikan sebagai:
"The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups such as national-tribe societies, labour groups, children of certain age brackets and professional classes" (D'Ambrosio, 1985) Artinya: “Matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas profesional" (D'Ambrosio, 1985). (Indra Rahmawati, 2013 : 3)
Istilah tersebut kemudian disempurnakan menjadi:
"I have been using the word ethnomathematics as modes, styles, and techniques ( tics ) of explanation, of understanding, and of coping with the natural and cultural environment ( mathema ) in distinct cultural systems ( ethno )" (D'Ambrosio, 1999, 146). Artinya: "Saya telah menggunakan kata Etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics) menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam sistem budaya yang berbeda (ethnos)" (D'Ambrosio, 1999, 146). (Indra Rahmawati, 2013 : 3)
Dari definisi tersebut etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika
yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan
pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat
adat, dan lainnya.
Sejalan dengan Gerdes, mengungkapkan bahwa etnomatematika adalah
matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok
buruh/petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu , kelas-kelas profesional
dan lain sebagainya (Gerdes,1994). Didalam pembelajaran matematika di sekolah
dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 4
berbeda. Oleh sebab itu pembelajaran matematika sangat perlu memberikan
muatan antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya
lokal dengan matematika sekolah. (Edy Tandililing, 2013:194).
Salah satu pembelajaran matematika yang inovatif dapat dilakukan melalui
pendekatan budaya atau yang disebut etnomatematika. Etnomatematika bisa
didefinisikan sebagai cara-cara khusus yang dilakukan oleh suatu kelompok
tertentu dalam melakukan aktifitas matematika. Salah satu bentuk dari
etnomatematika berupa hasil budaya berkembang pada daerah itu sendiri,
misalnya berupa Candi Borobudur dari Jawa Tengah, Indonesia.
Candi Borobudur
Candi, menurut Hardiati ES adalah peninggalan arsitektural yang berasal
dari masa klasik indonesia yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar
belakang agama hindu dan Budha, dari abad ke-5M sampai ke-15M. (Ima
kusumawati hidayati, Priyanto Sunarto & Triyadi Guntur, 2014: 60)
“The Borobudur, a huge Mahayana Buddhist building of circa 55.000 cubic meters, with a base of 15.129m2 (123x123m) and a height of now 34.5m (originally: 42m) which is located near Magelang in Central Java, stems from about the year 800 and was erected between two twin volcanoes: mounts Sundoro and Sumbing in the North-West and mounts Merbabu and Merapi in the North-East. To be exact, on its 10 fl oors the lava-stone structure has a tower, 72 stupas (domes of more than 3m in height), 504 Buddha-statues in lotus sitting posture (conspicuously, no reclining or standing statues), and 1460 story-telling bas relief panels. The name “Borobudur” is seemingly derived from the Sanskrit “vihara” , meaning sanctuary and pronounced in Javanese as “biara” or “boro” located on the hill: “bidur” or “budur” ; thus “borobudur” and its function has been traditionally designated by the local people as the “Mountain of the Bodhisattva’s 10 Developmental Phases”. (Maurits G.T. Kwee, 2012 : 3)
Borobudur adalah nama yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi kurang lebih 100 Km disebelah Barat daya
semarang dan 40 Km disebelah barat laut yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama budha mahayana sekitar tahun 800-an masehi
pada masa syailendra(Putrawanmant e-learning.htm). candi yang terbesar didunia
dengan tinggi 34,5 meter, luas 15.129 m2 terlihat begitu imresif dan berat 1,3 juta
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 5
ton itu berdiri “kokoh” tanpa ada satu paku pun tertancap di tubuh-nya (El jeffry,
kompasiana)
Sejarah Candi Borobudur
Gambar 1. Bangunan Candi Borobudur
Sejarah Periode Awal : Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan
siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu
pembangunannya pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan
kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa
Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan
Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 – 100 tahun lebih dan benar-
benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwanama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudharma,
yaitu artinya gunung (bhudara) dimana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.
Misalkan kata borobudur dari ucapan buddha yang karena pergeseran bunyi
menjadi Borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata
bara dan beduhur. Kata bara berasal dari kata Vihara. Sementara ada pula
penjelasan lain dimana bara berasal dari bahasa sansekerta yang artinya kompleks
candi atau biara dan beduhur artinya tinggi. Jadi maksudnya ialah sebuah biara
atau asrama yang beradaditanah tinggi.
Sejarah Periode Penemuan : Candi Borobudur memasuki periode sejarah baru
ketika T.S. Raffles mendengar keberadaan candi megah ini dan berkunjung pada
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 6
tahun 1814. Candi ini dibersihkan, pohon-pohon dan semak belukar juga
dipindahkan. Sementara Borobudur digambarkan sebagai sebuah reruntuhan kuil,
struktur dasar masih dapat dikenali.
Pemugaran Pertama Candi Borobudur (1907 – 1911)
Gamabar 2. Pemugaran Pertama Candi Borobudur
Stabilitas Borobudur berada dalam keadaan genting ketika restorasi pertama
oleh Pemerintah Hindia Belanda berlangsung dari 1907 sampai 1911. Insinyur
yang ditugaskan, Theodore Van Erp, mengikuti sebuah pendekatan konservasi
yang modern pada saat itu dan mengacu pada penghormatan tinggi terhadap
keaslian monumen. Walaupun memiliki keterbatasan dalam dukungan finansial, ia
mampu menstabilkan beberapa teras, memperbaiki sistem drainase air melalui
jaladwara (patung pancuran air) dan menyiapkan dokumentasi foto candi dengan
rinci.
Pemugaran Ke-Dua Candi Borobudur (1973 – 1982)
Gambar 3. Pemugaran kedua candi borobudur
Pemugaran kedua pada tahun 1973-1982 dilakukan oleh UNESCO
bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia bersama dengan para ahli nasional dan
internasional. Pemugaran ini merupakan proyek berskala besar yang
memperkenalkan teknologi canggih. Bagian-bagian besar dari candi dibongkar,
struktur diperkuat dengan elemen beton dan sistem drainase internal
diperkenalkan. Seluruh blok batu dibersihkan dan diawetkan sebelum dipasang
kembali
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 7
Setelah Pemugaran Oleh UNESCO:
Gambar 4. Setelah pemugaran yang dilakukan UNESCO
Tingkatan-tingkatan Bangunan Candi Borobudur
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah: Kamandhatu,
Rupadhatu dan Arupadhatu.
Gambar 5. Miniatur Candi Borobudur
Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia
yang masih dikuasai oleh kama atau “nafsu rendah”. Bagian ini sebagian besar
tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi
candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160
panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur
tambahan di sudut tenggara. Disisihkan sehingga orang masih dapat melihat
beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang
menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada
dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya
berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 8
relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif.
Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi
masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara
yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-
patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan
atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di
sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit
perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu
menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna,
sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa
kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief,
mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar
sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua
teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu
teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur
sangkar.
Memiliki Wujud Triangga
Wujud triangga yang disebut yaitu kepala , badan dan kaki. Setiap bagian
memiliki arti sendiri-sendiri. Kepala Menggambarkan alam atas, yang merupakan
alam para dewa. Badan Melambangkan alam antara yang mempunyai makna
sebagai tempat manusia yang telah meninggalkan temapt suci. Kaki
Melambangkan alam bawah, yaitu tempat manusia biasa. (jurnal Ima kusumawati,
Priyanto Sunarto dan Triyadi Guntur, 2014 : 60).
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 9
Gambar 6. Tingkatan candi Borobudur
Bagian-bagian Candi Borobudur
Patung
Di dalam bangunan Budha terdapat patung – patung Budha berjumlah 504
buah diantaranya sebagai berikut:
Patung Budha yang terdapat pada relung – relung : 432 Buah
Sedangkan pada teras – teras I, II, III berjumlah : 72 Buah
Jumlah : 504 Buah
susunan patung Budha pada Budha sebagai berikut:
1. Langkah I Teradapat : 104 Patung
Budha
2. Langkah II Terdapat : 104 Patung
Budha
3. Langkah III Terdapat : 88 Patung
Budha
4. Langkah IV Terdapat : 22 Patung
Budha
5. Langkah V Terdapat : 64 Patung
Budha
6. Teras Bundar I Terdapat : 32
Patung Budha
7. Teras Bundar II Terdapat : 24
Patung Budha
8. Teras Bundar III Terdapat : 16
Patung Budha
Jumlah : 504 Patung Budha
Patung Singa
Pada Candi Borobudur selain patung Budha juga terdapat patung singa
jumlah patung singa seharusnya tidak kurang dari 32 buah akan tetapi bila di
hitung sekarang jumlahnya berkurang karena berbagai sebab satu satunya patung
singa besar berada pada halaman sisi Barat yang juga menghadap ke barat seolah
– olah sedang menjaga bangunan Candi Borobudur yang megah dan anggun.
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 10
Stupa
Bagian-bagian stupa :
Stupa Induk, Berukuran lebih besar dari stupa – stupa lainya dan terletak di
tengah – tengah paling atas yang merupakan mhkota dari seluruh monumen
bangunan Candi Borobudur, garis tengah Stupa induk + 9.90 M puncak yang
tertinggi di sebut pinakel / Yasti Cikkara, terletak di atas Padmaganda dan juga
trletak di garis Harmika.
Stupa Berlubang / Terawang, Yang dimaksud stupa berlubang atau terawang
ialah Stupa yang terdapat pada teras I, II, III di mana di dalamnya terdapat patung
Budha.
Teras 7 terdapat 32 Stupa
Teras 8 terdapat 24 Stupa
Teras 9 terdapat 16 Stupa
Jumlah 72 Stupa + stupa induk
Stupa kecil, Stupa kecil berbentuk hampir sama dengan stupa yang lainya hanya
saja perbedaannya yang menojol adalah ukurannya yang lebih kecil dari stupa
yang lainya, seolah – olah menjadi hiasan bangunan Candi Borobudur
keberadaanstupa ini menempati relung – relung pada langkah ke II saampai
langkah ke V sedangkan pada langkah I berupa Keben dan sebagian berupa Stupa
kecil jumlah stupa kecil ada 1472 Buah.
Relief
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini
dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna
yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-
relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Arca Budha
Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak
(kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala
buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar
negeri).
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 11
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa, maka terdapat bentuk Etnomatematika pada
Candi Borobudur. Terkhusus pada bagian Stupa dan Relief Candi Borobudur.
Pada Relief candi borodur terdapat cerita pada setiap tingkatanya. Begitu juga
dengan stupa-stupa yang terdapat didalamnya, ukuran serta bagian-bagian dari
stupa berbeda. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap bagian candi borobudur,
bagian Stupa, Bagian relief ternyata terdapat hubungan konsep dengan
matematika. Konsep-konsep matematika dapat dibagi menjadi: a) Geometri b)
perbandingan (teratur) c) penjumlahan (menghasilkan angka 1)
Relief Candi Borobudur
Selain sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal
(Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu), Candi Borobudur juga mengandung
maksud tertentu yang dilukiskan melalui relief-relief ceritanya. Menurut catatan
Balai Konservasi Borobudur, dalam bangunan Candi Borobudur terdapat 1.460
panil relief cerita (tersusun 11 deretan mengitari bangunan candi) dan relief
dekoratif (berupa relief hias) sebanyak 1.212 panil.
Tabel 1 . Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah
Pigura
Kaki candi
asli—– Karmawibhangga 160
Tingkat IDinding
a. Lalitawistara 120
b. jataka/awadana 120
Langkana. jataka/awadana 372
b. jataka/awadana 128
Tingkat II Dinding Gandawyuha 128
Langkan jataka/awadana 100
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 12
Tingkat III Dinding Gandawyuha 88
Langkan Gandawyuha 88
Tingkat IV Dinding Gandawyuha 84
Langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460
Karmawibhangga
Gambar 7. Relief Karmawibhangga yang dibuka di sebelah tenggara candi
yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi
gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan
diperoleh, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir – hidup –
mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai
tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian
tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief
Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara
candi Borobudur. (ekusuma, 2014)
Lalitawistara
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 13
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki
candi, relief yang menghiasi dinding batur
yang terselubung tersebut menggambarkan
hukum karma. Karmawibhangga adalah
naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat
perbuatan baik dan jahat. Deretan relief
tersebut bukan merupakan cerita seri (serial),
tetapi pada setiap pigura menggambarkan
suatu cerita
Gambar 8. Dinding atas relief Lalitavistara (120 panil).
Relief Lalitavistara menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama
dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan
Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha
Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih
dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi
nama pangeran Sidharta.. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan
pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu
Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa
Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa.
Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu
dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta
menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati.
Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai,
umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh
karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya
mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat
perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam
meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta dengan memotong
rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah
meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi
Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang
tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah
pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima
pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 14
Jataka atau Awadana
Gambar 9. Dinding relief Gandawyuha (128 panil)dan Langkan relief Jataka/Avadana (100 panil)
Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai
Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan
baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang
Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka
menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap
dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan
baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya
bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam
kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab
Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka
dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang
sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang
Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura
yang hidup dalam abad ke-4 Masehi. (ekusuma, 2014)
Gandawyuha
Gambar 10. Dinding relief
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 15
Gandawyuha (88 panil)Gandawyuha Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah
cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari
Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya
dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul
Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu
Bhadracari. (sutrisno budiharto, 2014)
Stupa Candi Borobudur
stupa merupakan tempat untuk menyimpan abu Sang Budha. Di India tidak
ditemukan bangunan stupa yang bertingkat-tingkat karena hanya mempunyai satu
fungsi itu saja. (mandiricom). Stupa yang ada di candi Borobudur dibagi menjadi
tiga macam, yaitu.
Stupa Induk
Gambar 11. Stupa Induk
Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di
puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan candi Borobudur. Stupa
induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa sampai bagian bawah
pinakel 7 meter. Di atas puncak dahulunya diberi payung (charta) bertingkat tiga
(sekarang tidak terdapat lagi). Diameter dari stupa induk 12 m. Stupa induk ini
tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian dalamnya. Di dalamnya
terdapat ruangan yang sekarang tidak berisi.
Stupa Berlubang
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 16
Gambar 12. Stupa Berlubang
Stupa berlubang atau terawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar I, II,
dan III dimana didalamnya terdapat 72 buah yang terinci menjadi:
(1) teras bundar pertama terdapat : 32 stupa berlubang;
(2) teras bundar kedua terdapat : 24 stupa berlubang;
(3) teras bundar ketiga terdapat : 16 stupa berlubang;
Jumlahnya : 72 stupa berlubang
Stupa Kecil
Gambar 13. Stupa Kecil
Stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa lainnya, hanya saja perbedaan
yang menonjol adalah dalam ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainnya.
Stupa ini seolah menjadi hiasan dari seluruh bangunan candi. Keberadaan stupa
ini menempati puncak dari relung-relung pada langkan II sampai langkan V,
sedangkan pada langkan I sebagian berupa keben dan sebagian berupa stupa kecil,
jumlah stupa kecil ada 1472 buah stupa.
Secara Umum, bentuk stupa mempunyai bentuk penyususnan yang sama :
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 17
Prasadha adalah stupa yang terdiri dari susunan tingkat-tingkat berbingkai atau
berpelipit
Anda adalah bagian badan stupa yang berbentuk seperti setengah bola/ berbentuk
lonceng
Harmika adalah stupa berada diatas bagian seperti bantalan persegi.
Yasthi adalah stupa berada pada bagian paling puncak menjulang keatas seperti
tiang, semakin keats semakin kecil ukuranya.
(Moerjipto,1993:32 dalam skripsi gaya mentari)
Prasadha
Beberapa stupa dilengkapi dengan Lapik, tetpi ada pula yang tidak dilengkapi
dengan lapik.
Lapik merupakn pelengkap dibawah stupa yang berfungsi sebagi alas stupa.
Tabel. 2 (jumlah stupa berlapik dan tidak berlapik)
No Stupa Jumlah Stupa
1 Berlapik 609
2 Tidak Berlapik 928
Jumlah 1537
Dapat diketahui bahwa stupa di Candi Borobudur banyak yang tidak
menggunakan lapik dari pada yang menggunakan lapik.
Setelah dicermati bentuk lapiknya berbeda pada stupa-stupa candi Borobudur,
Tabel.3 ( bentuk lapik pada stupa Candi Borobudur)
No Bentuk lapik stupa Jumlah Stupa
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 18
bc
d
a
Keterangan :
a : Prasadha
b : Anda
c : Harmika
d : Yasthi
Gambar 14. Stupa candi borobudur
1 Lapik persegi empat bertingkat 530
2 Lapik lingkaran 73
Jumlah 609
Dapat diketahui bahwa lapik persegi lebih banyak digunakan pada stupa Candi borobudur. Anda
Bentuk dari pada Anda terdapat dua bagian, yaitu bagian bercelah dan tak
bercelah.
Tabel 4 (bentuk anda Stupa)
No Bentuk Anda Jumlah Stupa
1 Anda tidak bercelah 1465
2 Anda bercelah 72
Bentuk dari pada tak bercelah lebih banyak dari yang bercelah.
Bentuk bercelah terdapat dua bagian, persegi dan belah ketupat
Tabel 5 . (bentuk anda bercelah)
No Bentuk Anda Jumlah Stupa
1 Bercelah bentuk belah ketupat 56
2 Bercelah bentuk bujur sangkar 16
Jumlah 72
Harmika
Harmika terdapat beberapa bentuk dan jenisnya
Tabel 6. ( jenis harmika)
No Bentuk harmika Jumlah Stupa
1 Satu Bentuk Harmika 1536
2 Dua bentuk Harmika 1
Tabel 7 . ( bentuk Harmika)
No Bentuk harmika Jumlah Stupa
1 Segi Empat 1520
2 Segi delapan 16
3 Segi empat dan segi delapan 1
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 19
Yasthi
Terdapat bentuk Yasthi pada stupa-stupa Candi Borobudur
Tabel 8 (bentuk Yasthi stupa Candi Borobudur)
No Bentuk Yasthi Jumlah stupa
1 Bentuk dasar lingkaran 1464
2 Bentuk dasar segi delapan 73
Ukuran Stupa
tinggi
Tinggi bagian-bagian stupa dicandi borobudur (cm)
Tabel 9 . ( tinggi pada bagian stupa candi borobudur)
No Bagian stupa (cm) Ukuran maksimum (cm) Ukuran Minimum (cm)
1 Prasadha 225 4,2
2 Anda 504 16,4
3 Harmika 143 6
4 Yasthi 405 27,9
Konsep-konsep Matematika dalam Candi Borobudur, sebagi berikut :
1. Geometri
Geometri Fraktal, Apa yang dimadsud dengan geometri fraktal?. Dalam
matematika, fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang
mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. Seringkali suatu fraktal memiliki
pola tertentu yang mengulang dengan bentuk rekursif dan iteratif. Menurut hasil
penelitian dari beberapa peneliti seperti Hokky Situngkir dan Parmono Atmadi
menemukan keteraturan bangunan Borobudur yang memenuhi unsur
perbandingan 9:6:4. Rasio itu, misalnya hadir pada perbandingan ukuran tinggi
tiga bagian Candi, yakni bagian Arupadhatu (dunia tanpa bentuk) – bagian stupa
utama dan stupa-stupa yang membentuk lingkaran, bagian Rupadhatu (dunia
bentuk) – bagian yang mencakup stupa-stupa yang berada di landasan berbentuk
persegi, serta bagian Kamadhatu (dunia nafsu) bagian kaki.
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 20
Gambar 15. Candi Borobudur
Menurut Hokki stupa sendiri merupakan bentuk ellipsoid 3 dimensi yang
memenuhi rasio 9:6:4. Keteraturan dapat ditemukan di seluruh bagian Borobudur,
baik secara horizontal maupun vertikal. Tak hanya itu, dari hasil observasinya
terhadap Borobudur menyimpulkam bahwa dimensionalitas Borobudur memenuhi
dimensi fraktal antara 2 dan 3.
Dengan pemodelan komputasional cellular automata, ditemukan bahwa
candi ini memenuhi aturan 816 celullar automata 2 dimensi pada sistem ruang 3
dimensi. Ini digunakan pada saat mereka nenek moyang kita saat membuat
Borobudur menumpuk blok batuan dengan pola penumpukan batuan 6,7, 9, 10.
Secara konvensional kita mengenal konsep dimensi, yang merupakan
‘bilangan bulat’. Dimensi 1 direpresentasikan dengan garis, dimensi 2 dengan
bidang, dimensi 3 dengan ruang, dimensi 4 dengan ruang dan waktu, dan
seterusnya. Berbeda dengan fraktal, fraktal adalah konsep geometri yang
mengenal dimensi ‘bilangan pecahan’. Jadi, Candi Borobudur bukanlah bangun
ruang 3 dimensi biasa dan tidak tepat juga dilihat sebagai bentuk-bentuk 2
dimensi. Candi Borobudur ada di antara dimensi 2 dan 3.
Bangun Datar
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 21
Keterangan :
Head : Tinggi
Body : badan
Foot : kaki
Gambar 16 . Gambar miniatur candi borobudur
Candi Borobudur merupakan bangunan yang kompleks dilihat dari bagian-
bagian yang dibangun didalamnya. Terdiri dari 10 tingkat dimana tingkat 1-6
berbentuk persegi dan tingkatan sisanya berbentuk lingkaran. Dinding candi juga
dipenuhi leh berbagai bentuk reif yang unik-unik gambarnya. Dalam hal ini,
candi borobudur bisa dijadikan media pembelajaran matematika terkhusus materi
bangun datar.
Gambar 17. Gambar Relief ( berbentuk bangun segitiga )
Gambar di atas adalah relief berbentuk segitiga yang berada pada pintu
selatan candi Borobudur. Relief ini dapat dikenalkan kepada siswa sebagai bangun
datar segitiga yang berada di candi Borobudur.
Gambar 18. susunan batu pada Candi Borobudur
Siswa dapat mengamati bahwa dinding candi Borobudur terdiri dari susunan
batu yang berbentuk persegi panjang jika dipandang sebagai bangun datar.
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 22
Gambar 19. Gambar Relief (berbentu Lingkaran)
Relif pada candi borobudur yang jika diamati terdapat pola berbentuk
lingkaran, nantinya bisa ditunjukan kepada siswa untuk membantu pembelajaran
dalam materi bangun datar, khususnya pada lingkaran.
Gambar 20. Gambar Stupa ( bentuk Segi empat )
Stupa pada candi borobudur yang jika diamati berlubang, lubang tersebut
membentuk pola segi empat/bujur sangkar. Ini bisa membantu didalam
pembelajran matematika khususnya pada materi bangun datar persegi/bujur
sangkar.
Gambar 21. (Gambar Stupa )
Stupa pada candi borobudur yang jika diamati berlubang, lubang tersebut
membentuk pola segi empat belah ketupat. Ini bisa membantu didalam
pembelajran matematika khususnya pada materi bangun datar khususnya belah
ketupat.
Bangun Ruang
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 23
Gambar 22. Gambar Relief ( bentuk Balok )
Siswa dapat mengamati bahwa dinding candi Borobudur terdiri dari susunan
batu yang berbentuk balok, atau bisa dipandang berbentuk balok, jika dipandang.
Gambar 23. Gambar batu ( bentuk kubus )
Batu-batu yang tersusun dalam candi borobudur ini, bisa digunakan oleh
siswa untuk pembelajaran matematika khususnya pada bangun ruang pda
penggunaan kubus.
Gambar 24. candi Borobudur ( bentuk stupa kerucut )
Teselasi, Tesselasi adalah suatu konsep matematika yang digunakan oleh guru-
guru misalnya untuk pelajaran seni dan matematika. Ketika tesselasi digunakan
oleh beberapa seniman dan tukang batu, tesselasi berfokus pada bagian artistik,
misalnya hiasan wallpaper, gambar mosaik, desain pengubinan lantai, dinding
rumah, ataupun pola corak pada kain. Teselasi bermakna penyusunan berulang
sebuah model untuk memenuhi sebuah bidang. Sedangkan jika digunakan dalam
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 24
pembelajaran matematika, tesselasi dapat digunakan untuk membantu anak
memelajari konsep-konsep matematika secara lebih dalam, misalnya segibanyak
(polygon), segibanyak beraturan (regular polygon), segibanyak tak beraturan
(non-regular/irregular polygon), kongruensi, sudut dalam, jumlah sudut dalam
dari segibanyak yang saling bertemu pada titik sudut (vertex) tesselasi, translasi,
refleksi, dan rotasi. Sekarang perhatikan pola geometri bangun persegi pada
permukaan stupa Borobudur berikut:
Gambar 29. Teselasi
Banyak balok persegi yang diperlukan untuk menyusun sebuah stupa
Borobudur adalah sebanyak 36 buah. Jika diketahui panjang sisi persegi pada
setiap balok penyusun stupa Borobudur adalah 15 cm.
Berapakah jumlah luas permukaan seluruh persegi tersebut?
Luas permukaan kubus = 36 x s² = 36 x 15² = 36 x 225 = 8.100 cm²
(Nanang Ajim, 2015)
2. Perbandingan (degan pala teratur)
Gambar 25. Gambar candi Borobudur Gambar 26. (Miniatur Candi
Borobudur)
Jumlah tingkat Arupadhatu ( jika stupa puncak tidak dihitung) :
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 25
Lantai 9 : 32 Stupa
Lantai 8 : 24 Stupa
Lantai 7 : 16 Stupa
Jika dilihat dari tiap lantai Stupa tersebut memiliki perbandingan yang teratur,
yaitu :
32, 24, 16 = 4,3,2 apabila habis dibagi 8
Menjadi bentuk perbandingan yang tertur 4:3:2
Ukuran Tinggi Stupa pada tingkatan lantai tersebut adalah 1,9m , 1,8m , 1,7m
. masing-masing berbeda 10cm.
Mendapat perbandingan teratur, yaitu = 1,9m : 1,8m : 1,7m
Diameter dari Stupa-stupa tersebut, mempunyai ukuran yang sama pula
dengan tingginya, yaitu 1,9m , 1,8m , 1,7m .
Perbandingan yang didapat dari diameter tersebut yaitu = 1,9m : 1,8m :
1,7m.
Gambar 27. ( candi borobudur dari samping )
Jumlah Kepala : 9
Jumlah badan : 6
Jumlah kaki : 4
jika dibandingkan, akan membentuk suatu pola beraturan
3. Penjumlahan (Angka Satu pada Candi Borobudur)
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 26
432
964
Gambar 28. Miniatur Candi Borobudur
Arsitektur dari Candi Borobudur ini memiliki keunikan secara matematik.
Beberapa bilangan dari bangunan Candi Borobudur, bila dijumlahkan angka-
angkanya akan selalu menghasilkan angka 1. Perhitungan munculnya angka 1
dalam setiap arsitektur Candi Borobudur adalah sebagai berikut :
Jumlah tingkatan borobudur adalah 10,
angka-angka dalam 10 bila dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1.
Jumlah stupa di arupadhatu yang didalamnya ada patung-patungnya ada :
32 + 24 + 16 + 1 = 73,
angka 73 bila dijumlahkan ( 7 + 3) hasilnya: 10 dan
angka 10 bila dijumlahkan : 1 + 0 = 1
Jumlah patung-patung di borobudur seluruhnya ada 505 buah.
Bila angka-angka didalamnya dijumlahkan, hasilnya 5 + 0 + 5 = 10
Dan angka 10 apabila dijumlahkan : 1 + 0 = 1.
KESIMPULAN
Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahsa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan
padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. (Eman
Suherman, 20013:17)
Banyak saat ini pembelajaran matematika yang membosankan, sehingga
saat ini pemeblajaran kontekstual yang kaitnya dengan kehidupan sehari-hari
masuk dalam pembelajaran matematika. Dengan inovasi pendekatan budaya
didalam pembelajaran matematika itu sangat membantu siswa dalam belajar serta
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 27
mengenal budayanya sendiri. Pendekatan budaya itu sering disebut dengan
etnomatematika. Pendekatan budaya dengan menggunakan Candi borobudur
dalam pembelajaran itu sangat menarik digunakan.
Didalam candi borobudur tersimpan konsep-konsep mtematika yang
begitu banyak sehingga, cocok untuk pembelajaran matematika. Khusunya pada
bagian relief dan Stupa.
Konsep-konsep matematika dalam candi borobudur yaitu Geometri,
penjumlahan, perbandibgan dan pola. Dalam geometri sendiri terdapat banyak
bagiannya misal pada banun datar dan bangun ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Eman Suherman. Strategi Pembelajaran matematika kontenporer, (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia,2013)
Edy Tandililing, 2013, “pengembangan pembelajaran matematika sekolah dengan pendekatan etnomatematika berbasis budaya lokal sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah” FMIPA UNY, yogyakarta
El Jefri, 2014, “borobudur misteri teknologi dan peradaban Nusantara abad 9” . Tersedia: http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/17/borobudur-teknologi-dan-peradaban-abad-9-nusantara-478372.html . 06/04/2016
Indra Rachmawati, 2013. “ Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo”. Jurnal belum diterbitkan.
Ima kusumawati hidayati, Priyanto Sunarto & Triyadi Guntur, 2014 , “ mengenal relief, Mudra dan Stypa Candi Borobudur untuk anak-anak usia 9-12 tahun melalui Edugame”ITB J, Vis.Art & Des, Volume 6. No 1
Miftah Rizkqi Hanafi, 2014, “ Aplikasi Borobudur Ethnomatematics media pembelajaran matematika sebagi pendukung pembelajaran Geometri berbasis Etnomatematika”, Yogyakata : 2014 ) Skripsi
Maurits G.T.Kwee, 2012, “ The Borobudur : A Psychology of Loving-Kindness Carved in Stone” . The journal of the internasional Association of Buddhist Universities. Vol.3 . 2012
Mentari,gaya . 2012 . “ bentuk tata letak stupa dicandi borobudur” FIB UI, Depok.
Nanang Ajim, 2015, “ teselasi pada stupa candi Borobudur”.tersedia : http://www.mikirbae.com/2015/04/teselasi-pada-stupa-candi-borobudur.html . 13/04/2016
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 28
Rully Charitas Indra Prahmana. 2010. “Permainan Tepuk bergilir yang berorientasi konstruktivisme dalam pembelajaran konsep KPK siswa kelas IVA di SD N 21 Palembang”. Jurnal pendidikan matematika, Volume 4. No.2. Desember 2010
Silvia Yanirawati, Nilawasti ZA, Mirna . 2012. “ pembelajaran dengan Pendekatan Konstekstual disertai tugas peta pikiran untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa”. Jurnal pendidikan matematika, Volum 1 . no 1 (2012)
Etnomatematika Pada Candi Borobudur 29