hedonisme dalam al-qur’an
TRANSCRIPT
HEDONISME DALAM AL-QUR’AN
ANALISIS TERHADAP PANDANGAN QURAISH SHIHAB
ATAS SURAT AT-TAKATSUR DALAM TAFSIR AL-MISBAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Strata
Satu ( S,1) dalam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
SURATUL YATIMAH
NIM : UT.150232
PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
Di Susun Oleh:
DAPTAR ISI SKRIPSI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
NOTA DINAS .................................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................................................. vi
ABSTRAK .......................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii
DAPTAR ISI ....................................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... .1
B. Permasalahan .......................................................................................... .8
C. Batasan Masalah..................................................................................... .8
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... .8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... .9
F. Metode Penelitian .................................................................................. 13
G. Sitematika Penulisan ............................................................................. 15
BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN TAFSIR AL-MISBAH
1. Biografi Mufassir ................................................................................... 16
a. Potret Kehidupan dan Perjalanan intelektual ........................ 16
b. Aktivitas Keilmuan ....................................................................... 18
c. Politik dan Perjuangan. ................................................................ 20
d. Pemikiran dan Hasil Karya......................................................... 23
2. Kitab Tafsir Al-Misbah ............................................................. 24
a. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Al-Misbah ............... 24
b. Sistematika Penulisan Al-Misbah......................................... 24
c. Metode dan Corak Al-Misbah .............................................. 26
d. Karakteristik Tafsir Al-Misbah ............................................ 27
BAB III KONSEP HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN DALAM AL-QURAN
A. Hedonis/Bermegah-Megahan ................................................. 29
1. Pengertian Hedonis ....................................................... 29
2. Sejarah Kemunculan Hedonis....................................... 22
3. Aspek-aspek Hedonis ................................................... 34
4. Ciri-ciri dan Bentuk Hedonis ........................................ 35
5. Faktor-faktor Penyebab Hedonis .................................. 35
B. Konsep Hedonis Yang Dilarang Al-Qur’an ........................... 36
1. Larangan Berlebihan Dalam Hal Harta ........................ 36
2. Larangan Tamak Dalam Hal Harta ............................... 38
C. Ayat-Ayat dan Asbab Nuzul Tentang Hedonis ...................... 41
BAB IV PENAFSIRAN QURAIS SHIHAB TENTANG LARANGAN HIDUP
HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN
A. Penafsiran Qurais Shihab Tentang Bermegah-megahan ........ 45
B. Pandangan Para Mufassir Lain Tentang At-Takatsur ............ 64
C. Kelebihan dan kekurangan isi penafsiran .............................. 65
BAB V PENUTUP ......................................................................... .............. 68
A. KESIMPULAN ...................................................................... 68
B. SARAN-SARAN ................................................................... 69
C. KATA PENUTUP .................................................................. 69
DAPTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era modern ini, kita telah melihat dan menyaksikan pola kehidupan di
sekeliling kita bahwa ada semacam persaingan antar masyarakat, dimana gaya
hidup yang mereka terapkan condong kepada berlebihan, bermegah-megahan,
boros dan sebagainya, sehingga melahirkan kesombongan di tengah-tengah
mereka. Mereka beranggapan bahwa hal seperti demikian adalah sebuah
persaingan padahal semua itu akan mengarah kepada jurang kehancuran. Hal
inilah yang harus diwaspadai selalu agar kita tidak ikut-ikutan ke dalam pola
hidup tersebut.1
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktifitas,
minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan
status sosialnya. Gaya hidup merupakan kebiasaan atau adat yang dipakai
seseorang dalam bertingkah laku dan akan membentuk pola perilaku tertentu.
Perubahan yang terjadi dalam gaya hidup biasanya cenderung dalam aspek
membanggakan diri, berlebihan dan berfoya-foya. Hal inilah yang harus
diperhatikan oleh seseoramg agar tidak terjerumus ke dalam hal tersebut.
Gaya hidup hedonis (bermegah-megahan) sangat menarik menurut mereka,
daya fikirnya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat mereka mudah
terpengaruh oleh gaya hidup ini. Fenomena yang munculnya adanya
kecenderungna untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serba berkecukupan
tanpa harus memikirkan hasil tersebut mereka peroleh dari mana. Pelaku hedonis
apabila dibiarkan, ini akan menjadi racun dalam diri seseorang. Membiarkan
racun bersarang dalam diri sama artinya menyediakan pembunuh karakter dalam
diri seseorang.2
1 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam bahayanya hedonisme, (Jakarta:
Rajawali Pres, 2006), 165 2 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam,166
2
Hedonis itu sendiri adalah pandangan hidup atau ideologi yang diwujudkan
dalam bentuk gaya hidup dimana kenikmatan atau kebahagiaan pribadi menjadi
tujuan utama dalam menjalani hidup seseorang. Secara etimologi, hedonis diambil
dari bahasa Yunani, yaitu “hedone” yang artinya adalah kemegahan dan
kesenangan. Secara sederhana pengertian hedonis mengacu kepada paham
kemegahan dan kesenangan terhadap kenikmatan. Jadi orang yang menganut
paham ini beranggapan bahwa kebahagiaan dan kesenangan bisa diraih dengan
melakukan banyak kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan di
dunia.3
Gaya hidup hedonis disebabkan oleh rendahnya akhlak dalam diri seseorang
sehingga yang tertanam dalam diri mereka adalah sifat kesombongan, merasa
lebih segalanya sehingga orang lain kecil dalam pandangan mereka. Kita sering
melihat dengan seksama kejadian-kejadian yang terjadi disekililing kita akhir ini,
kejahatan sosial marak terjadi di mana-mana. Terutama di kota-kota besar, ketika
perut telah lama tidak dipenuhi oleh tuntutannya, sedangkan sederet mobil mewah
silih berganti parkir di depan berbagai restoran cepat saji di sepanjang jalan, atau
ketika para perempuan berseliweran menenteng shopping-bag yang tertempel di
depannya berbagai merek terkenal, melewati para perempuan gembel di
penyebrangan jalan yang mengadahkan tangannya hanya sekedar menggugurkan
tuntutan anak-anaknya di bawah kolong jembatan yang dengan setia menanti
segenggam makanan. Dan sederet lukisan mengenaskan yang menggambarkan
betapa luasnya jarak bentang antara yang hidup kaya dan yang hidup sensara.
Inilah dampak dari gaya hidup hedonis sehingga sikap kepekaan dan sikap perduli
terhadap seksama tidak ada lagi, mereka lebih mementingkan kehidupannya
sendiri tanpa memperdulikan kejadian-kejadian yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.4
3 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
394 4 Hizbullah, Kumpulan Khitobah Pilihan,Tentang Bahayanya Hedonis, (Pekalongan:
Pustaka Amani, 1983) 7-8
3
Secara sepintas hedonis/bermegah-megahan juga identik dengan sifat
sombong yang dimiliki oleh seseorang untuk memamerkan kekayaan dan harta
yang ia miliki padahal kesombongan tersebut merupakan suatu sifat yang akan
mencelakakannya pada hari kiamat kelak karena salah satu orang yang paling
dimurkai oleh Allah adalah orang yang menyombongkan dirinya.
Hedonis (bermegah-megahan) merupakan bagian dari akhlak yang tercela,
yang harus dihindari oleh setiap orang. Al-Qur‟ an dan As-Sunnah telah
memberikan gambaran tentang bahayanya hal tersebut. Karena dapat melalaikan
seseorang, di samping itu juga sifat tersebut dapat memberikan dampak negatif
kepada orang yang memilikinya dan berdampak negatif kepada orang lain.
Sehingga Al-Qur‟ an maupun As-Sunnah memerintahkan kita untuk
menghindarinya.5
Keinginan mendapatkan sesuatu adalah suatu hal yang wajar, dan merupakan
fitrah bagi setiap diri manusia dan semua itu dibolehkan di dalam Al-Qur‟ an dan
hadis Nabi, hanya saja Al-Qu‟ an dan hadis memberikan aturan kepada seseorang
agar tidak berlebihan dan bermegah-megahan dalam itu. Hal ini sesuai dengan firman
Allah yang termaktub di dalam Al-Qur‟ an Surah At-Takaatsur.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam
kubur”. (QS. At-Takaatsur: 102).6
Menurut Qurais Shihab kata alhakumu yang artinya telah melengahkan
kamu terambil dari kosakata arab laha-yalha yakni menyibukkan diri dengan
sesuatu, sehingga mengabaikan yang lain yang biasanya lebih penting. Sedangkan
kata at-takaatsur terambil dari kata katsratu yang artinya banyak. At-Takaatsur
menunjukkan adanya dua pihak atau lebih yang bersaing, semua berusaha
memperbanyak,seakan-akan sama-sama mengaku memiliki lebih banyak dari
5 Muhyiddin Thahir, “Tamak dan Bermegah-Megahan dalam Perspektif Hadis”, Jurnal (Jogjakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2013), 14
6 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Juz X (Jakata: Lentera Hati, 2015), 759
4
pihak lain atau saingannya. Tujuannya adalah berbangga-bangga dengan
kepemilikannya. Dari sini kata tersebut digunakan juga dalam arti saling
berbangga-bangga. At-takaatsur adalah persaingan antara dua pihak atau lebih
dalam memperbanyak harta dan gemerlapan duniawi, serta usaha untuk
memilikinya sebanyak mungkin tanpa menghiraukan norma dan nilai-nilai
agama.7
Kecintaan terhadap dunia, kenikmatannya dan keindahannya, telah
melalaikan kamu dari mencari akhirat. Dan itu terus terjadi pada kamu sehingga
kematian mendatangimu dan kamu mendatangi kuburan serta menjadi
penghuninya. Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “At-Takatsur (bermegah-
megahan) mencakup berbangga dengan banyaknya harta, qabilah, kedudukan,
ilmu, dan semua yang memungkinkan terjadi saling berbangga dengannya. Ini
Makna ”telah melalaikan kamu” yaitu, telah menyibukkan kamu sehingga
kamu lalai dari yang lebih penting, yaitu dzikrullah dan melaksanakan ketaatan
kepada-Nya. Perkataan ini ditujukan kepada seluruh umat, namun itu dikecualikan
orang yang disibukkan oleh perkara-perkara akhirat dari perkara-perkara dunia,
dan mereka ini sedikit. Ayat ini juga telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu „alaihi
wa sallam kepada para Sahabat sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut.
“Dari Mutharrif, dari bapaknya, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi
Shallallahu „alaihi wa sallam ketika Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam
sedang membaca ayat “Al-hakumut Takatsur”, Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Anak Adam mengatakan, „Hartaku, hartaku!‟ , Beliau
Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda lagi, “Bukankah engkau tidak memiliki harta kecuali harta yang telah engkau makan, sehingga engkau
habiskan; Atau apa yang telah engkau pakai, sehingga engkau menjadikannya usang; Atau apa yang telah engkau sedekahkan, sehingga
7 Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz XIII (Jakrta: Lentera Hati, 2002), 486
5
engkau meneruskan (yaitu terus memilikinya sampai hari kiamat) (HR-
Muslim).8
Yang dikecam oleh ayat di atas adalah persaingan yang demikian yang
sifatnya mengakibatkan seseorang menjadi lengah dan lalai karena bermegah-
megahan sehingga mengabaikan hal yang lebih penting yaitu, mejaga kerukunan
antar sesama, menjalin tali persaudaraan dan mencintai sesama muslim. Paling
sedikit ada tiga ayat yang menggambarkan faktor-faktor lengahnya yang dapat
melengahkan manusia.
Bermegah-megahan. Ia bukan bermakna membangun rumah yang megah.
Tapi ia terkait dengan mereka yang berbangga-bangga menumpuk harta. Mereka
bersibuk-sibuk dengan kendaraan yang mereka punya. Dan sesudahnya,
kendaraan apa lagi. Sesudahnya, apalagi yang diatasnya.9 Menurut penulis ukuran
dari bermegah-megahan tersebut adalah berlebihan dan tidak merasa cukup
dengan apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut penulis ada sekitar delapan surat di dalam Al-Qur‟ an yang
membicarakan tentang hedonis/bermegah-megahan adalah; di antaranya adalah
surat At-Takatsur ayat 1-8, surat Al-Humazah ayat 2, surat Asy-Syuara‟ ayat
128, dan surat Al-Hadid ayat 20, surat Al-Kahfi ayat 34, surat Al-Hijr ayat 3, surat
An-Nur ayat 37, dan surat Al-Munafiqun ayat 9. karena pada masing-masing ayat
ini menyebutkan bahwa manusia dilalaikan dalam urusan duniawi seperti
mengumpulkan harta, memperkaya diri dengan mengumpulkan aset-aset, padahal
semua itu akan ditinggalkan, maka kemegahana tersebut tidak akan ada akhirnya
kecuali setelah menemui ajal dan kematian telah menjemput.
Kelengahan mengantarkan manusia bersaing tanpa batas sampai-sampai
mengantarkan mereka ke kubur untuk membuktikan betapa besar pengaruh dan
betapa banyak jumlah pengikut mereka atau sampai-sampai mereka pula mereka
menghitung orang-orang yang telah mati di antara mereka. Persaingan itu juga
tidak akan berhenti sampai kamu telah menziarahi kubur, dalam arti sampai kamu
8 Imam Muslim, Shahih Muslim, Vol IV (Beirut: Darl al-Fikr, 1997), hadis no 2958
9 https://www.islampos.com/bermegah-megahan-adakah-itu-kita-4938/ di akses pada tanggal 24 April 2019, pada pukul 06 : 00
6
dikuburkan, yakni sampai kamu menemukan kematian. Memang menumpuk
harta, memperbanyak pengikut, apabila motivasinya adalah persaingan maka ia
tidak akan pernah berakhir, kecuali dengan kematian.10
Pendapat di atas pun dikuatkan oleh Hamka dalam tafsirnya, kamu telah
diperlalaikan oleh bermegah-megahan, kamu telah lalai, terlengah dan kamu telah
berpaling dari tujuan hidup yang sejati, kamu tidak perhatikan lagi kesucian jiwa,
kecerdasan akal memikirkan hari depan. Telah lengah kamu dari memperhatikan
hidupmu yang akan mati, dan kamu telah lupa dengan perhubunganmu dengan
Tuhan pencipta seluruh alam dan Pencipta dirimu sendiri. Kamu terlalai dan
terlengah dari itu semunya, karena kamu telah diperdayakan oleh kemegahan
harta benda. Sampai kamu berbangga dengan sesamamu manusia, “Aku orang
kaya”, “Aku banyak harta”, “Aku mempunyai keluarga terhormat dan terpandang,
anak-anak dan cucuku banyak”. Padahal semua itu adalah keduniaan yang bersifat
fana‟ (fiktif) belaka, yang sewaktu-waktu akan Allah ambil darimu.11
Bermegah-megahan tersebut melalaikan kamu hingga kamu masuk ke
dalam kubur, maksudnya ketika kamu telah meninggalkan dunia fana ini, dan
kamu tidak akan insaf jika kamu belum memasuki kubur dalam artian meninggal
dunia, dan apabila hal tersebut telah terjadi barulah kamu akan menyadari
semuanya, dan kamu memohon agar Allah kembalikan lagi ke dunia agar tidak
melakukan perbuatan bermegah-megahan. Maka terbuang percumalah umurmu
yang telah habis untuk mengumpulkan harta benda, mencari pangkat.
Begitu juga Imam Ala‟ uddin Ali dalam Tafsirnya.12
seseorang yang
senantiasa menyibukkan dirinya dengan memperbanyak harta dan memamerkan
kekayaaan nya tersebut dalam artian membanggakan dirinya disebabkan ada ini,
ada itu, begitulah sejatinya manusia rasa kepuasan terhadap sesuatu tidak akan ada
habisnya sampai ajal menjemput, sampai ia meninggalkan dunia ini, setelah itu
barulah mereka menyadari akan kekeliruan yang dilakukan selama hidup didunia,
10 Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, 488
11 Hamka, Tafsir AL-Azhar, Juz X, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, cetakan kelima, 2003), 8097
12 Imam Ala‟ uddin Ali bin Muhammad Ibrahim, Tafsir Khazan, Juz V (Beirut Lebanon: Darl al-Kitab al-Alamiyyah, tt), 484
7
itulah maksud dari ayat sehingga mereka memasuki kuburnya, maksudnya adalah
mati. Maka bermegah-megahan adalah suatu suatu perbuatan yang akan
mengakibatkan kesengsaraan bagi pelakunya, semoga Allah senantiasa
memberikan kita hidayah dan dijauhkan dari sipat yang demikian.
Menurut Muhammad Abduh di dalam tafsirnya,13
dalam ayat ini Allah
menyatakan bahwa kamu telah disibukkan oleh kegemaran berbangga-bangga dan
bermegah-megahan dengan banyak pendukung dan pengikut, sehingga
memalingkan kamu daripada melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh. Juga
menjadikanmu lebih suka berkata sia-sia daripada berbuat, dan juga
menjadikanmu lalai dan berbangga-bangga dengan banyaknya harta serta
keturunan yang memiliki kedudukan tertinggi. Dan sikap berbangga-berbangga
akan berlanjut terus-menerus sampai kamu mendatangi kuburmu, yakni sampai
kamu mati dan menjadi penghuni kubur, seraya mengira bahwa kamu telah
berjaya padahal kamu adalah orang-orang yang merugi karena itu semua.
Ayat di atas adalah penyampaian dari Allah kepada orang-orang yang sibuk
mengumpulkan harta, bermegah-megahan serta berbangga-bangga dengan
jumlahnya yang banyak sebagai urusan yang telah melalaikannya dari berbuat taat
kepada Allah dan Rasulnya. Kemudian merekan mati dan belum menyiapkan
bekal kebaikan untuk dirinya, pada saat itulah mereka menyadari bahwa
peringatan Allah benar adanya.
Bermegah-megahan atau berlebihan merupakan tindakan yang tidak
didasarkan pada pertimbangan yang rasiona, melainkan adanya keinginan yang
mencapai taraf, yang tidak rasional lagi. Biasnya perilaku ini dilakukan semata-
mata demi kesenangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi sombong dan
membanggakan dirinya. Sebagian manusia membelanjakan semua hartanya dalam
rangka memuaskan keinginannya, sehingga orang lain akan beranggapan dengan
13
Muhammad Abduh,Tafsir Juz „Amma, terj. Muhammad Bagir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), 302
8
kemewahan dan kemegahan yang ia lakukan adalah orang hebat padahal tidak,
bahkan orang lain akan mengklaim ia adalah orang yang sombong.14
B. Permasalahn
Pokok masalah yang ingin penulis angkat dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Penjelasan Muhammad Quraish Shihab Mengenai Hidup
Hedonis/bermegah-megah Dalam Tafsir Al-Misbah? Pokok permasalahan ini
lebih jauh dapat penulis rumuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep hedonis/bermegah-megahan yang dilarang oleh Al-
Qur‟ an?
2. Bagaimana penafsiran Qurais Shihab tentang ayat-ayat bermegah-megahan?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya berbicara tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟ an yang
memiliki keterkaitan dengan tentang larangan hidup hedonis/bermegah-megahan
dalam tafsir al-Misbah selain itu penelitian ini hanya berbicara tentang hedonis
dan pengaruhnya dikalangan kehidupan masyarakat pada saat ini yang penulis
kolaborasikan dalam pemahaman dan pejelasan Muhammad Qurais Shihab di
dalam menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan atau yang membicarakan
hedonis/bermegah-megahan. Penelitian ini juga penulis batasi dalam penjelasan
dan penafsiran Quraish Shihab saja, adapun penafsiran dari mufassir lain hanya
sebagai data pendukung. Adapun literatur-literatur dan data-data pendukung
lainnya, hanyalah sebagai penguat penafsiran ini. Hedonis dalam penelitian ini
penulis batasi dalam konteks bermegah-megahan dalam hal kekayaan, kedudukan,
pangkat, jabatan dan pergaulan bebas, baik berupa kenakalan remaja dan
pengaruh-pengaruh negatif yang muncul dalam dunia modern saat ini.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dari permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat
sebagai berikut:
14 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), 69
9
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini di tujukan untuk mengetahui bagaimana penafsiran al-Qur‟ an
surat at-Takaatsur tentang larangan hidup hedonis/bermegah-megahan menurut
tafsir al-Misbah, serta pandangan tokoh mufassir itu sendiri mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan pembahasan tersebut.
2. Kegunaan penelitian
Penelitian ini lebih jauh di harapkan dapat mencapai kegunaan yang bersifat
teoritis dan juga praktis, yaitu:
a. Memberikan kontribusi pemikiran agar tidak salah dalam memahami isi
suatu kandungan ayat.
b. Memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam memperkaya
khazanah Al-Qur‟ an dan keilmuan Islam serta diharapkan dapat menjadi
salah satu bahan masukan dalam bidang akademis, khususnya Ilmu Al-
Qur‟ an dan Tafsir.
c. Diharapkan pula dapat menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN
STS Jambi yang tengah mengembangkan Paradigma keilmuan yang
berwawasan global dalam bentuk Universitas Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian kepustakaan pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan di ajukan dengan
penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak
terjadi pengulangan yang tidak perlu dan mubazzir. Dalam hal ini, sepanjang
pengetahuan penulis, penelitian secara cermat dan menyeluruh tentang penafsiran
larangan hidup bermegah-megahan dalam khazanah penafsiran, masih sedikit
ditemukan.
Di antara buku membahas tentang masalah ini adalah buku yang disusun
oleh Muhaimin15
dengan judul “Nuansa baru dalam Islam tentang bahayanya
hedonisme” buku ini berisikan tentang penjelasan bahayanya hedonis lebih lanjut
penulis juga menjelaskan bagaimana menghindari virus hedonis tersebut.
15 Muhaimin, Nuansa Baru dalam Pendidikan Islam bahayanya hedonisme, (Jakarta:
Rajawali Pres, 2006), 165
10
Selanjutnya buku yang disusun oleh Hizbullah tentang Bahayanya Pelaku
Hedonis, dalam buku ini ia menguraikan tentang bahayanya hidup hedonis atau
bermegah-megahan, Ia juga mengatakan bahwa seseorang yang hidup dengan
demikian, kepekaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan, sesama menjadi
berkurang karena dilengahkan oleh harta benda dan kehidupan duniawi. 16
Selanjutnya buku yang ditulis oleh Iin Mayasari dengan judul, Perilaku
Hedonis Dalam Pandangan Teoritis dan Praktis, buku ini menjelaskan perilaku
belanja seseorang pada saat ini yang cenderung membeli barang di luar kebutuhan
pokoknya demi memenuhi aspek kesenangan, mendapatkan pengalaman,
mengikuti trendy serta mencari sensasi agar terlihat bahwa kehidupan mereka
memiliki labelitas dan dikatakan mempunyai segalanya.17
Selanjutnya buku yang ditulis oleh Cahyaningrum Dewojati dengan judul,
Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia, buku ini juga mengupas
tentang artikulasi dibalik kata hedonis dan kenakalan-kenakalan remaja serta gaya
hidup yang terbilang berlebih-berlebihan. Menurut penulis juga buku ini secara
tidak lansung membahas tentang kehidupan masyarakat Indonesia ini yang hampir
menyerupai budaya Eropa.18
Selanjutnya jurnal yang ditulis oleh Trita Martati yang berjudul “Studi
Kasus Tentang Gaya Hidup Hedonisme” skripsi menjelaskan tentang bahayanya
virus hedonisme dan cara mencegah seseorang yang terkena virus tersebut. Dalam
skripsi ini diterangkan pengaruh hedonisme ke tengah-tengah remaja, masyarakat,
dan kalangan-kalangan lainnya serta cara meangkis wabah hedonisme tersebut.19
Selanjutnya jurnal yang ditulis oleh Muhyiddin Thahir yang berjudul
“Tamak dan Bermegah-Megahan dalam perspektif hadis” metode yang
digunakan dalam penelitian jurnal ini adalah fahmul hadis, yakni pemahaman
16 Hizbullah, Bahayanya Pelaku Hedonis, (Pekalongan: Pustaka Amani, 1983) 7-8
17 Iin Mayasari, Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia, (Jakarta: Nulis Buku,
2016) 18
Cahyoningrum Dewoyati, Wacana Hedonisme Dalam Sastra Populer Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015)
19 Novita Trimartati, Studi Kasus Tentang Gaya Hidup Hedonisme, Jurnal. (Yokyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 2014)
11
terhadap hadis. Jurnal ini berisikan tentang penjelasan mengenai tercelanya sifat
bermegahan-megahan dan tamak dalam Agama Islam sehingga al-Qur‟ an
melarang keras dan menerangkan tentang bahaya sifat tersebut sesuai dengan
yang termaktub dalam al-Qur‟ an pada surat at-Takaatsur dan surat-surat Al-
Qur‟ an lainnya. Adapun tujuan dari jurnal ini adalah memberikan gambaran
kepada pelaku tamak agar bisa menjauhi sifat tercela tersebut.20
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Marinda Nur Fauzi Sufi, mahasiwa
Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang yang berjudul, “Penanggulangan terhadap gaya hidup hedonis
melalui pembelajaran di SMA Negeri 1 Wungu kabupaten Madun. Adapun
metode yang digunakan dalam penelitian skiripsi ini adalah pendekatan kualitatif,
yakni melakukan risent secara langsung terhadap siswa yang dianggap melakukan
perbuatan hedonis. Skripsi ini lebih jauh menjelaskan tentang bahayanya
pengaruh hedonis di tengah-tengah remaja dan pergaulan-pergaulan bebas yang
akan mengakibatkan kenakalan terhadap remaja. Adapun tujuan dari skripsi ini
adalah memberikan efek pencegahan terhadap para pelaku hedonis.21
Selanjutnya dalam karya ilmiah lainnya skripsi yang ditulis oleh Siti
Maisyaroh mahasiswa fakultas ekonemi dan bisnis Islam, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. dengan judul, “Hubungan harga diri dan
gaya hidup hedonis terhadap kecenderungan pembelian konpuslif pada
mahsiswa”. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
pendekatan kualitatif yakni melakukan wawancara lansung terhadap para
pelakunya mengenai gaya atau style dari mereka. Skripsi ini berisikan tentang
belanja yang berlebihan sehingga di anggap hedonis atau style hidup yang
berlebihan tujuan dari skripsi ini adalah mengatur pola kehidupan seseorang
20
Muhyiddin Thahir, “Tamak dan Bermegah-Megahan dalam Perspektif Hadis”, Jurnal (Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), 14
21Marinda Nur Fauzi Sufi, Penanggulangan terhadap gaya hidup hedonis, Skripsi (Malang:
Program Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2016), 7
12
dalam membelanjakan harta. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah memberikan
gambaran tentang bahayanya sifat berlebihan terhadap sesuatu.22
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Mamluatul Khoiriyah, mahasiwa
Fakultas ushuluddin, Universitas Islam Negeri Surakarta, yang berjudul “Hadis-
hadis Tentang Larangan Bermegah-megahan dan Berlebihan” metode yang
digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah takhrij al-Hadist. Skripsi ini berisi
tentag penjelasan mengenai pemahaman hadis tentang larangan kepada perbuatan
tersebut serta menjelaskan tentang sia-sianya pelaku perbuatan tersebut dengan
menempatkan pelaku tersebut kedalam perbuatan yang tercela, skrpsi ini lebih
fokus kepada pemahaman tentang penjelasan hadis mengenai hal tersebut.
Adapun tujuan dari skripsi ini adalah memberikan pemahaman tentang
dilarangnya berlebih-lebihan atau bermegah-megahan terhadap sesuatu.23
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Ratu Aulia Rahami Bernatta,
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Lampung, dengan judul,
“Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Remaja”. Metode yang digunakan dalam
skripsi ini adalah penelitian wawancara secara langsung terhadap para remaja
tentang efek negatif dari gaya hidup hedonis. Skripsi ini menjelaskan tentang
maraknya pengaruh hedonis di kalangan para remaja, sehingga mereka
beranggapan bahwa kehidupan dengan gaya hedonis adalah kehidupan modern
dan kekinian padahal tidak, semua itu merupakan rendahnya akhlak, arahan dan
bimbingan dari para orang tua. Hal ini lah yang menjadi tujuan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini untuk mengatasi itu semua.24
Dari beberapa kajian pustaka di atas, belum terlihat adanya, karya-karya
yang sama dengan yang akan penulis teliti. Penelitian sebelumnya, seperti skripsi
yang ditulis oleh Marinda lebih mengarah kepada pergaulan bebas dan kenakalan
remaja dan cara mengatasi hal tersebut. Begitu juga dengan jurnal yang ditulis
22
Siti Maisyaroh, Hubungan Harga Diri dan Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa, Skripsi. (Malang: Program Strata Satu (S1) UIN Maulana MalikIbrahim, 2016), 10
23Mamluatul Khoiriyah, Hadist-hadist tentang Larangan Bermegah-megahan dan
Berlebihan, Skripsi. (Surakarta: Program Strata Satu UIN Surakarta, 2015), 11 24 Ratu Aulia Rahami Bernatta, Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Remaja, Skripsi. (Bandar
Lampung: Program Strata Satu Universitang Lampung, 2017), 15
13
oleh Muhyiddin Thahir lebih mengarah kepada kajian hadis. Sedangkan penelitian
ini memfokuskan pada kajian analisis atau memahami isi penafsiran Qurais
Shihab mengenai ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebut.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research) dengan
tehknik deskriptif kualitatif. Tujuannya adalah mencari ide-ide baru dalam
kerangka menemukan teori baru. Sesuai dengan sifat datanya, maka pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan analisis pemahaman25
, yaitu mencoba
mendeskripsikan kontruksi tafsir tersebut, lalu dianalisis secara kritis, serta
mencari kelebihan dan kekurangan tafsir tersebut.
2. Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka26
karena itu sumber data dalam
penelitian ini dapat penulis klarifikasikan dalam dua jenis, yaitu data primer dan
data sekunder. Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah penafsiran
terhadap teks-teks Al-Qur‟ an surat at-Takaatsur. Dalam hal ini yang menjadi data
primernya adalah, Tafsir Al-Misbah. Adapun alasan penulis memilih tafsir al-
Misbah adalah karena penulis menemukan keunikan seorang Quraish Shihab
dalam mmenjelaskan penafsirannya sangat berbeda dengan para mufassir pada
umumnya salah satunya adalah saat ia menafsirkan surat at-Takatsur ia
menghubungkan surat at-Takatsur dan dengan surat sebelumnya dan sesudahnya,
sedangkan mufassir lain seperti Hamka, al-Maraghi tidak melakukan seperti
Quraish Shihab. Dan data sekunder sebagai data pendukung adalah karya-karya
yang memiliki keterkaitan dengan pokok-pokok pembahasan, seperti buku ilmiah,
majalah ilmiah, Jurnal, Artikel-artikel, dan lain-lain yang berhubungan dengan
topik pembahasan sebagai pelengkap data penelitian.
25 Karena sesuai dengan metode yang penulis gunakan, yakni tahlili maka penulis mencoba
menganalisa pemahaman yang tersiarat dalam skripsi oleh karena itulah penulis menggunakan tekhnis seperti ini.
26 Tim Penyusun, Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, (Jambi: Fakultas
Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 44
14
Di atas kedua sumber data tersebut, penulis juga menyandarkan data
Qur‟ ani dalam membangun penelitian ini, sehingga hasilnya diharapkan relatif
dan dapat diterima oleh kalangan akademik dan kalangan umum.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, penulis melakukan
penelusuran kepustakaaan dengan mengkaji dan menela‟ ah referensi yang
bersumber dari tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan
yang sedang penulis teliti.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data pokok
persoalan yang sedang diteliti, selanjutnya data yang terkumpul tersebut dianalisis
sehingga dapat memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi objek penelitian.
4. Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang
didapatkan dengan metode Tahlili (analisis). Tahlili secara harfiyah berarti
analisis, secara istilah, berarti suatu metode atau tehnik menafsirkan Al-Quran
dengan cara menganalisa suatu pemahaman seorang mufassir terhadap ayat-ayat
yang telah Ia tafsirkan.27
Penafsiran dengan metode Tahlili. Tahlili adalah metode menafsirkan Al-
Qur‟ an yang berusaha menjelaskan Al-Qur‟ an dengan menguraikan berbagai
seginya dan menjelaskan apa yang dimaksud oleh Al-Qur‟ an. Atau dalam bahasa
kita metode ini lebih di kenal dengan analisis. Dalam melakukan penafsiran,
mufassir memberikan perhatian sepenuhnya, kepada semua aspek yang
terkandung dalam sebuah ayat yang sedang ditafsirkan oleh seorang mufassir
dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat.28
Adapun
langkah-langkah metode ini adalah:
27 Kadar M Yusuf. Studi Al-Qur‟ an edisi kedua. ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 136
28 La Ode Ismail Ahmad, Konsep Metode Tahlili Dalam Penafsiran Al-Qur‟ an, Journal, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014), 2
15
a. Menerangkan hubungan munasabah baik antara satu ayat dengan ayat yang
lain maupun suatu surah dengan surah lainnya.
b. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (Asbab an-Nuzul).
c. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.
d. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat-ayat tersebut.29
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengsistematisi penulisan dan menjawab pertanyaan dalam
penelitian, maka penelitian ini telah penulis bagikan dalam beberapa bab.
Bab I membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan, batasan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,
serta sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang profil tafsir al-Misbah, yang memuat biografi
penulis tafsir al-Misbah, latar belakang penulisan tafsir al-Misbah, metode dam
corak serta komentar para ulama mengenai tafsir tersebut.
Bab III membahas tentang gambaran umum hedonis yang terdiri dari
pengertian hedonis atau bermegah-megahan, macam-macam hedonis serta hal-hal
yang berkaitan dengan hedonis tersebut.
Bab IV membahas tentang penafsiran Qurais Shihab mengenai Surat at-
Takaatsur tentang larangan hedonis atau bermegah-megahan, yang meliputi
penjelasan Qurais Shihab serta kelebihan dan kekurangan isi penafsiran.
Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan, yang menjadi
jawaban dari rumusan masalah sebelumnya dan diakhiri dengan saran-saran
konstruktif bagi penelitian lebih lanjut.
29
Badri Khairuman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟ an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 94
16
BAB II
BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR
1. Biografi Mufassir
a. Potret Kehidupan dan Perjalanan Intelektual
Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di
Rappang Propinsi Sulawesi Selatan.30
beliau berasal dari keluarga yang sederhana
dan dibesarkan dalam lingkungan Muslim yang taat, karena sejak kecil M.
Quraish Shihab telah dididik oleh ayahnya agar mencintai Al-Qur‟ an.31
Ketika beliau berumur enam tahun, ayahnya mewajibkan beliau mengikuti
pengajian Al-Qur‟ an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Ayahnya adalah Habib
Abdurrahman Shihab (1905-1986) yang merupakan ulama Tafsir, juga pernah
menjadi Rektor IAIN Alaudin ujung Pandang, dan ikut serta dalam mendirikan
UMI (Universitas Muslim Indonesia) di Ujung Pandang. 32
Ayahnya banyak memberikan dorongan serta ajaran-ajaran mengenai ilmu
agama. Namun demikian, peran seorang ibu juga tidak kalah penting dalam
memberikan dorongan kepada nya. Dorongan seorang ibu inilah yang menjadi
motivasi ketekunan dalam menuntut dan mencari ilmu agama sampai membentuk
kepribadiannya pendidikan kuat terhadap basis keislaman.33
Setelah menempuh perjalanan pendidikan dasar di kampung halamannya,
M. Quraish Shihab kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di pondok
pesantren Dar al-Hadist al-Fiqhiyyah di Malang. Kemudian pada tahun 1958
beliau berangkat ke Kairo Mesir untuk meneruskan pendidikannya di al-Azhar
dan diterima di kelas II Tsanawiah dan menyelesaikan pendidikannya hingga
meraih gelar Lc. (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits pada tahun
1967. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Fakultas yang sama, dan pada
30
Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXVII No. 1, ( 2012 ), 2
31 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Pustaka Teraju, 2002), 63
32 Ibid, 65
33 Atik Wartini, “ Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Jurnal Studi Islamika, Vol. 11, No. 1, ( 2014), 6
17
tahun 1969, beliau berhasil meraih gelar MA nya dengan tesis yang berjudul al-
Ijaz al- Tasyri‟ iy li al-Qur‟ an.34
Disela-sela kesibukannya setelah pulang dari Al-Azhar, M.Quraish Shihab
mendapat kepercayaan menjadi pensyarah di Institut Agama Islam Negeri
Alauddin, diusianya 25 tahun. Beliau juga diangkat sebagai Wakil Rektor bidang
Akademik dan Kemahasiswaan di Institut Agama Islam Negeri Alauddin pada
tahun 1973-1980, selain itu di tugaskan juga pada jabatan-jabatan lain, di
antaranya menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopirtis Wilayah VII
Indonesia bagian Timur), di samping itu, beliau juga ditugaskan sebagai pembantu
pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam Pembinaan Mental (BIMTAL).35
M. Quraish Shihab kembali melanjutkan pendidikannya di Universitas al-
Azhar pada tahun 1980, meskipun selepas meraih gelar MA, beliau sempat pulang
ke Indonesia terlebih dahulu , dan pada tahun 1982 beliau berhasil meraih gelar
doktor dengan menulis disertasi yang berjudul Nazm al-Durar li al-Baqa‟ I
Tahqiq wa Dirasah, dengan nilai Summa Cumlaude, yang disertai dengan
penghargaan tingkat 1 (Mumtaz Ma‟ a Martabat al-syaraf al-Ula).36
Beliau meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur‟ an dengan yudisium
summa cumlaude disertai penghargaan tingkat pertma pada tahun 1982 di
Universitas Al-Azhar. Dengan prestasinya itu, dia tercatat sebagai orang pertama
dari Asia Tenggara pendidikan meraih gelar tersebut.37
Selama berada di Mesir, M. Quraish Shihab banyak belajar dengan ulama-
ulama besar, diantaranya: Syeikh Abdull Halim Mahmud pengarang buku “ al-
Tafsir al-Falsafi fi al-islam” dan “al-Islam wa al- Aql”,” Biografi Ulama
Tasauf”, beliau juga lulusan Universiti Al-Azhar. Abdul Halim Mahmud juga
meruapakan pensyarah M. Quraish Shihab sewaktu di Al-Azhar.
34 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta: Pustaka Teraju, 2002), 80
35 Mahbub Djunaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Solo: CV Angkasa Solo,
2011), 29 36 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟ an, (Bandung: Pustaka Mizan, 2008), 9
37 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟ an: Tafsir Maudhu‟ I atas Berbagai Persoalan Umat,( Bandung: Mizan, 2007), 19
18
Menurut hemat penulis, Muhammad Quraish Shihab dapat dipastikan bahwa
keilmuan yang dimilikinya tidak diragukan lagi, karena dilihat dari latar belakang
pendidikan yang ia tempuh ia merupakan sosok mufassir yang multitalenta yang
ada pada abad ini karena dengan kecerdasan, intelektualitas dan segudang
pengalaman yang ia miliki ia mampu mempersembahkan sebuah karya yang
sampai hari ini masih aktif dijadikan sumber rujukan dikampus Indonesia, yakni
tafsir al-Misbah.
Sementara itu, menurut ahli yakni Cholil Nafis yang menjadi narasumber
menyebutkan kalau di dalam bukunya itu Quraish belajar kitab Aqidatul Awam
saat kecil dulu. Sebuah kitab yang sangat dekat dengan Nahdlatul Ulama. Saya
bangga sekali ketika Quraish menyebut tentang „Keyakinan Saya Masih Kecil
(salah satu sub-bab di dalam buku Quraish). Yaitu Aqidatul Awam. Yakin dengan
sifat Allah yang 20. Hal yang sama juga disampaikan narasumber lainnya,
Sekretaris pengurus Muhammadiyah Abdul Mu‟ thi. Menurutnya, buku „Trilogi
Islam M Quraish Shihab‟ itu memberikan perspektif bahwa Quraish adalah
Muhammadiyah-NU. Ditambah dulu Quraish pernah belajar di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Beliau ini Mu-Nu saya kira.
Muhammadiyah-NU, ucapnya.38
Adapun Muchlis M Hanafi menjelaskan, dalam buku Islam yang Saya
Pahami, Quraish mengungkapkan kalau dirinya memedomani Imam Al-Asy‟ ari
dalam bidang akidah, Imam Syafi‟ i dalam fiqih, dan Imam al-Ghazali dan Imam
Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawuf ketika menjawab persoalan keagamaan.
Namun, lanjut Muchlis, dalam bukunya itu Quraish juga menunjukkan sisi-
sisi pembaharuan dalam pemahaman keagamaan. Salah satunya sosok
Muhammad Abduh yang berpengaruh dalam pemikiran Prof Quraish. Dan
Muhammad Abduh ini adalah salah satu tokoh yang menginspirasi garis
perjuangan Muhammadiyah,” jelas Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur‟ an.
38http://www.nu.or.id/post/read/102052/prof-quraish-shihab-saya-menganut-
islam-nusantara-yang-berkemajuan diakses pada tanggal 10 Juli 2019 pada pukul 23 : 22
19
Dilihat dari paparan di atas Muhammad Quraish Shihab telah menjalani
perkembangan intelektual di bawah asuhan dan bimbingan Universitas Al-Azhar
hampir dapat dipastikan bahwa tradisi keilmuan dalam studi Islam di lingkungan
Universitas Al-Azhar itu mempunyai pengaruh-pengaruh tertentu terhadap
kecenderungan intelektual dan corak pemikiran Muhammad Quraish Shihab.39
b. Aktivitas Keilmuan M Quraish Shihab
Kehadiran M Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana
baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya
berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat, di samping
mengajar, beliau dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya
adalah sebagai ketua majelis ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 1984, anggota
lajnah pentashih Al-Qur‟ an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat
dalam berbaagai organisasi profesional, antara lain asisten ketua umum ikatan
cendikiawan muslim seindonesia, ketika organisasi ini didirikan selanjutnya ia
juga tercatat sebagai pengurus penghimpunan ilmu-ilmu syari‟ ah dan pengurus
konsorsium ilmu-ilmu Agama, Departemen pendidikan dan kebudayaan. Aktivitas
lainnya yang ia lakukan adalah sebagai dewan redaksi studi Islamika: Indonesian
Journal for Islamic Studies, Ulumul Qur‟ an, Mimbar Ulama, dan Refleksi
Journal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan berada di Jakarta.40
Muhammad Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur‟ an
di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-
pesan Al-Qur‟ an dalam konteks masa kini dan masa modern membuat ia lebih
dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur‟ an lainnya. Dalam hal
penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya pengguanaan metode tafsir
maudhu‟ i (tematik) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-
Qur‟ an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama,
kemudian menjelasksan pengertian yang menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan
39
Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. VI No. 1, ( 2012 ), 3
40 http://bio.or.id/biografi-quraish shihab/ di akses pada tanggal 28 Juni 2019, pada pukul 22:46
20
selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi
pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-
pendapat Al-Qur‟ an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat
dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur‟ an sejalan dengan perkembangan iptek dan
kemajuan peradaban masyarakat.41
Menurut penulis mengenai pengetahuan dan keilmuan Quraish Shihab tidak
terbantahkan lagi karena telah banyak bukti dari berbagai karya dan tulisan yang
telah ia hadirkan di tengah-tengah masyarakat saat ini, terutama di dunia
perguruan tinggi Islam khususnya, karya dan pemikirannya adalah salah satu yang
banyak dijadikan sumber rujukan oleh berbagai kalangan civitas terutama yang
menekuni bidang imu tafsir, ia juga merupakan salah satu tokoh tafsir di Indonesia
yang masih aktif dan produktif sampai hari ini jadi tidak mengherankan lagi
karya-karyanya terus berkembang dan bertambah banyak.
Meskipun demikian, tidak sedikit juga Quraish Shihab menuai kritikan dari
berbagai kalangan salah satunya adalah Dr Ahmad Zain yang sama-sama lulusan
dari al-Azhar, Kairo memberi bantahan terhadap buku Quraish Shihab yang
berjudul, “Jilbab Menurut Syari‟ at Islam. Doktor bidang fikih tersebut
menguraikan secara gamblang sejumlah kelemahan ilmiah Quraish Shihab tidak
cermat dan teliti dalam penukilan, sangat sedikit menggunakan referensi fiqih,
tidak merujuk pada referensi yang primer, dan kurangnya pemenuhan amanah
ilmiah dalam mengambil kesimpulan hukum.42
c. Politik dan Perjuangan M Quraish Shihab
Setelah berhasil meraih gelar doktor beliau kembali ke Indonesia pada
Tahun 1984, kemudian ditugaskan di Fakultas ushuluddin dan Program
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (sekarang Universitas Islam Negeri)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan pada tahun 1985, M Quraish Shihab dipercaya
41
http://bio.or.id/biografi-quraish shihab/ di akses pada tanggal 10 Maret 2019, pada pukul 22:46
42 https://www.kiblat.net/2014/07/15/quraish-shihab-tokoh-tafsir-yang-akrab-dengan-kontraversi/ di akses pada tanggal 13Juli 2019 pada pukul 23 : 22
21
menjadi Rektor Institut Agama Islam Negeri (sekrang Universitas Islam Negeri)
Syarif Hidayatullah.43
M Quraish Shihab juga pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pusat pada tahun 1984, kemudian Anggota Lajnah Pentashih Al-
Qur‟ an Depertemen Agama pada tahun 1989. Pada akhir pemerintahan orde
baru, tepatnya pada tahun 1998 beliau dipercaya menjadi Mentri Agama oleh
Presiden Suharto , kemudian pada tahun 1999 beliau mendapat amanah menjadi
Duta Besar Indonesia di Mesir.44
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai konsekuensi jabatan yang
dijalaninya, M Quraish Shihab tetap aktif dalam kegiatan tulis menulis di berbagai
media massa dalam rangka menjawab permasalahan yang berkaitan dengan
persoalan Agama, seperti di Harian Pelita beliau mengasuh rubrik “Tafsir
Amanah“ dan menjadi anggota dewan Redaksi majalah Ulumul Qur‟ an dan
mimbar ulama.
d. Pemikiran dan hasil karya-karya M Qurais Shihab
Muhammad Quraish Shihab telah banyak menghasilkan berbagai karya
yang telah banyak diterbitkan dan dipublikasikan. Diantara karya-karya
pendidikan berkenaan dengan studi Al-Qur‟ an adalah:
1. Tafsir Al-Manar, keistimewaan dan kelemahannya, (Ujung Pandang,
Institu Agama Islam Negeri Alauddin, 1984)
2. mukjizat Al-Qur‟ an
buku ini bermula dari saran para sahabatnya. Agar Muhammad Quraish
Shihab menulis satu buku tentang mukjizat Al-Qur‟ an , namun mudah dicerna.
Buku ini diterbitkan setahun setelah penerbitan buku Wawasan Al-Qur‟ an.Dalam
buku ini, Quraish Shihab menampilkan sisi kemukjizatana Al-Qur‟ an dari aspek
kebahsaan, Isyarat Ilmiah, dan pemberitaan Gaib al-Qur‟ an. Melalui buku ini, M.
Quraish Shihab ingin menolak serangan-serangan Orientalis pendidikan
43 Atik Wartini, “ Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Jurnal
Studi Islamika, Vol. 11, No. 1, ( 2014), 5-6
44 Ibid, 7-8
22
mengatakan bahwa Al-Quran merupakankarya Nabi Muhammad, bukan kalam
Allah..
3. Kaidah-Kaidah Tafsir,
Buku ini berisikan penjelasan tentang syarat-syarat, ketetapan, dan aturan
yang patut diketahui.oleh siapa saja pendidikan ingin memahami pesan-pesan Al-
Qur‟ an debgan benar dan akurat, karena pemaham seseorang tentunya tidak
terlepas dari alat-lata bantu dalam memahami suatu hal tersebut, spertihalnya buka
kaidah tafsir ini dimaksud agar pembaca dapat memahami Al-Qur‟ an dengan
baik.45
4. Membumikan Al-Qur‟ an
buku ini memberi inspirasi bagi penulis lain,seperti Mubaligh dan Da‟ i
untuk memasyarakatkan al-qur‟ an. Dalam buku ini, M. Quraish Shihab berbicara
mengenai dua tema besar yakni Tafsir dan Ilmu Tafsir serta beberapa tema pokok
lainnya mengenai ajaran-ajaran Al-Qur‟ an.46
5. Wawasan Al-Qur‟ an,
Buku ini terdiri dari beberapa bab yaitu: Pokok-Pokok Keimanan,
Kebutuhan Pokok Manusia dan Soal-Soal Muamalah, Manusia dan Masyarakat,
Aspek-Aspek Kegiatan Manusia,, doan beberapa soal-soal penting Umat.47
6. Lentera hati
Buku ini merupakan buka yang memiliki judul sama dengan penerbit ynag
didirikannya. Sesuai dengan judulnya, buku ini dimaksud untuk mengajak
pembaca melakukan pencerahan hati sehingga mampu memahami dan
mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟ an. Buku ini
berisiskan penjelasan secara singkat, padat, dan ringkas tentang berbagai hikmah
dalam Islam.48
45 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir, ( Tangerang: Lentera Hati, 2011113), 483
46 Muhammad Iqbal, “ Metode Penafsiran Al-Qur‟ an M. Quraish Shihab “, Jurnal Tsaqafah,Vol.^, No. 2, ( 2010 ), 4
47M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟ an: Tafsir Maudhu‟ I atas pelbagai persoalan
Umat,( Bandung: Mizan, 2007), 34 48
Ibid., 5
23
7. Menabur Pesan Ilahi
Buku ini merupakan kumpulan karangan yang pernah disampaikan dalam
berbagai forum ilmiah dan diskusi, dalam buku ini menggunakan gaya bahasa
yang komunikatif, serta mudah dipahami. Dalam buku ini, M. Quraish Shihab
membaginya menjadi lima bagian, yaitu: Agama dan keberagamaan, Umat Islam
dan Tantangan Zaman, Agama dan Pembaharuan, Al-Qur‟ an dan Persoalan
Tafsir, agama dan kebangsaan.49
8. Tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim
Buku ini diterbitkan September 1997, sebagaian isi buku ini sebelumnya
sudah dimuat secara berseri di Majalah Amanah dalam Rubrik Khusus Tafsir Al-
Amanah, buku ini membahas tentang Al-Qur‟ an Surat-surat Pendek, Menyingkap
Ta‟ bir Illahi (Al-Asma‟ al-Husna dalam Perspektif Al-Qur‟ an 1998), Serta
masih banyak lagi tulisan-tulisan beliau yang telah diterbitkan. Seperi: Sirah Nabi
Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Qur‟ an, Haji bersama Quraish Shihab.50
Panduan puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, 2000),
Kedudukan Wanita dalam Islam (Depertemen Agama), Rasional Al-Qur‟ an
(Studi kritis atas Tafsir Al-Manar, Jakarata: Lentera Hati, 2016), Asmaal-Husna
dalam Pespektif Al-Qur‟ an (4 Buku dalam 1 boks, Jakarta: lentera Hati),
membaca Syirah Nabi Muhammad SAW dalam sorotan Al-Qur‟ an dan Hadits
shahih (Jakarta: Lentera Hati, 2011) , dan lain-lain.
Sebagaian kecil karya-karya yang telah disebutkan menunjukkan bahwa
perannya dalam perkembangan keilmuan di Indonesia khususnya dalam bidang
Al-Qur‟ an sangatlah besar.
Menurut penulis, Kemampuannya yang mumpuni dalam pemahaman al-
Qur‟ an menempatkan beliau pada posisi sebagai sebagai seorang Mufassir al-
Qur‟ an Kontemporer yang kini telah dikenal, baik di dalam maupun luar negeri.
Beliau juga aktif dalam karier karya tulis ilmiah, baik di dunia kampus maupun di
media massa.
49 M.Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi,( Bandung: Mizan, 2007)
50 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim,( Bandung: Mizan, 2007)
24
Salah satu tokoh yang sangat mengapresiasikan karyanya adalah Dr Miftah
al-Banjary, menurutnya tercatat tidak kurang 60 buah buku dan ratusan artikel di
surat kabar, majalah, jurnal yang tersebar di koran, majalah dan media massa
lainnya. Beliau juga aktif menulis, isu-isu mutakhir yang terjadi di Indonesia.
Dengan adanya karya-karya tulis yang ia publikasikan, pada tahun 2009 beliau
menerima penghargaan Islamic Book Fair (IBF) Award; sebagai Tokoh
Perbukuan Islam 2009.
Karyanya yang paling populer adalah Tafsir al-Mishbah yang merupakan
sebuah karya luar biasa yang pernah ada, karena pemikiran tafsirnya yang unik
menggabungkan 3 metode penafsiran sekaligus, yaitu Manhaj Tahlili (metode
analisa) sekaligus Manhaj Muqarin (metode komparasi), Manhaj Maudhu‟ i
(metode tematik) melalui pendekatan linguistik yang mendalam, kompherehensif,
dan menunjukkan pemahaman mendalam si penulisnya terhadap isi kandungan al-
Qur‟ an itu sendiri.51
2. Kitab Tafsir Al-Misbah
a. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah.
Tafsir Al-Misbah ini merupakan Mahakaryanya yang sangat spektakuler
dikalangan mufassir.52
Melalui Tafsir inilah nama M.Quraish Shihab melambung
sebagai salah satu mufassir Indonesia yang mampu menulis Tafsir Al-Qur‟ an 30
juz dari volume 1 sampai volume 15.
Adapun yang melatar belakangi penulisan Tafsir Al-Misbah ini adalah
didorong semangat untuk menghadirkan karya Tafsir Al-Qur‟ an kepada
masyarakat, karena menurut Muhammad Quraish Shihab dewasa ini, masyarakat
Islam lebih terpesona pada lantunan bacaan Al-Qur‟ an, seakan-akan Al-Qur‟ an
diturunkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipahami.
Tuntunan normatif untuk memikirkan dan memahami Al-Qur‟ an serta
kenyataan obyektif akan berbagai kendala baik bahasa, maupun sumber rujukan ,
51 https://www.harakatuna.com/menakar-fitnah-untuk-quraish-shihab.html diakses pada
tanggal 14 Juli 2019, pada pukul 00 : 21 52 Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasional Tafsir”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXVII No. 1, (
2012), 32
25
hal inilah yang mendorong serta memotivasi Muhammad Quraish Shihab untuk
menghadirkan sebuah karya Tafsir Al-Qur‟ an yang mampu menghidangkan
dengan baik pesan-pesan Allah dalam Al-Qur‟ an.
b. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Misbah
Tafsir Al-Misbah yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab berjumlah
15 volume yang mencakup keseluruhan isi Al-Qur‟ an sebanyak 30 juzuk. Kitab
ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati, Jakarta, pada tahun 2000.
Kemudian dicetak lagi untuk yang kedua kalinya pada tahun 2004. Dari kelima
belas volume kitab masing-masing memiliki ketebalan halaman yang berbeda-
beda, dan jumlah surah yang dikandung pun juga berbeda. Agar lebih jelas berikut
ditampilkan tabel yang berisi nama-nama surah pada masing-masing volume serta
jumlahnya.
Quraish Shihab dalam menyampaikan uraian tafsirnya menggunakan tertib
mushafi53
. Maksudnya, di dalam menafsirkan Al-Qur‟ an ia mengikuti urutan-
urutan sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam mushaf, ayat demi ayat, surah demi
surah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nash. Di
awal setiap surah, sebelum menafsirkan ayat-ayatnya, Quraish Shihab terlebih
dahulu memberikan penjelasan yang berfungsi sebagai pengantar untuk memasuki
surah yang akan ditafsirkan. Cara ini ia lakukan ketika hendak mengawali
penafsiran pada tiap-tiap surah. Pengantar tersebut memuat penjelasan-penjelasan
antara lain sebagai berikut.
1. Keterangan jumlah ayat pada surah tersebut dan tempat turunya, apakah ia
termasuk surah Makiyah atau Madaniyah.
2. Penjelasan yang berhubungan dengan penamaan surah, nama lain dari surah
tersebut jika ada, serta alasan mengapa diberi nama demikian,juga
keterangan ayat yang dipakai untuk memberi nama surah itu, jika nama
surahnya diambil dari salah satu ayat dalam surah itu.
3. Penjelasan tentang tema sentral atau tujuan surah.
53 Tertib mushafi adalah penafsiran yang sesuai dengan urutan surat yang telah ditetapkan
di dalam Al-Qur‟ an (mushaf Ustmani)
26
4. Keserasian atau munasabah antara surah sebelum dan sesudahnya.
5. Keterangan nama urut surah berdasarkan urutan mushaf dan turunya,disertai
nama-nama surah yang turun sebelum ataupun sesudahnya serta munasabah
antar surah-surah itu.
6. Keterangan tentang asbabun nuzul surah, jika surah itu memiliki asbabun
nuzul.
Kegunanaan dari penjelasan yang diberikan Quraish Shihab pada pengantar
setiap surah ialah memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk
memahami tema pokok surah dan poin-poin penting yang terkandung dalam surah
terebut, sebelum pembaca meneliti lebih lanjut dengan membaca urutan
tafsirnya.54
c. Metode dan Corak Tafsir Al-Misbah
Adapun metode yang diguanakan oleh M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah adalah metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya dengan
menjelaskan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam
mushaf. Namun disisi lain Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlili
memiliki berbagai kelemahan.karena menyajikan metode tahlili ini sangat luas
dan beraneka ragam sajiannya.55
Dalam Tafsir Al-Misbah ini, M Quraish Shihab berusaha mengungkapkan
kandungan Al-Qur‟ an dari berbagai aspek, baik dari segi Asbabun Nuzul,
Munasabah Ayat, mejelaskan kosa kata, dan hal-hal pendidikan dianggap dapat
membantu untuk memahami suatu ayat . pemilihan metode tahlili dalam kitab
Tafsir Al-Misbah didasarkan pada karya-karyanya pendidikan lain seperti
Membumikan Al-Qur‟ an ,selain mmepunyai keungulan-keunggulan dalam
memperkenalakan tema-tema Al-Qur‟ an secara utuh, ia juga tidak luput dari
kekurangan.56
54http://text-id.123.com/documen/4yr1xnkpq-sistematika penulisan tafsir al-misbah. Html,
diakses pada tanggal 10 januari 2019, pada pukul 23:47 55 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir , ( Tangerang: Lentera Hati,
2013),378 56
https://datarental,blogspot.co.id/2015/09/gambaran-umum-corak-tafsir-al
misbah.html?m=l diakses pada tanggal 05/12/2018. pada pukul 11:22wib
27
Adapun corak yang digunakan Muhammad Quraish Shihab adalah corak
sosial kemasyarakatan, karena masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat, yakni corak Tafsir yang berusaha memahami Nash-Nash Al-Qur‟ an
dengan mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur‟ an secara teliti, kemudian
menjelaskan makna-makna pendidikan dimaksud Al-Qur‟ an dengan dengan
bahasa pendidikan menarik dan indah.Selanjutnya seorang mufassir berusaha
menghubungkan Nash-Nash Al-Qur‟ an tersebut dengan kenyataan sosial dan
sitem budaya corak ada.57
Corak penafsiran ini berusaha mengemukakan segi keindahan (Balaghah)
bahasa, menjelaskan makna yang dituju oleh Al-Qur‟ an, mengungkapkan
hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya,
membantu memcahkan problem yang dihadapi umat Islam dan umat manusia
lainnya melalui petunjuk Al-Qur‟ an serta berusaha mempertemukan Al-Qur‟ an
dengan teori-teori Ilmiah yang benar
d. Karakteristik Tafsir Al-Misbah
Sebelum menulis karya tafsir ini, Quraish Shihab sudah banyak menulis
tafsir Al-Qur‟ an, namun kebanyakan merupakan tafsir tematis. Di antaranya
adalah Membumikan Al-Qur‟ an, Lentera Hati, dan Wawasan Al-Quran. Quraish
Shihab juga pernah menyusun tafsir metode tahlili dengan metode nuzuli yang
membahas ayat-ayat Al-Qur‟ an sesuai dengan urutan masa turunnya surah-surah
Al-Qur‟ an dan sempat diterbitkan oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1997 dengan
judul tafsir Al-Qur‟ an Al-Karim.58
Namun Quraish Shihab kemudian melihat bahwa karyanya tersebut kurang
menarik minat masyarakat, karena pembahasannya banyak bertele-tele dalam
persoalan kosakata dan kaidah yang disajikan. Oleh karena itu beliau tidak
melanjutkan. Kemudian beliau menulis dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat yang beliau beri nama tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian
57 M.Quraish Shihab, Kaidah-Kaidah Tafsir ,37
58 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur‟ an al-Karim, (Semarang: Pustaka Hidayah, 1997).
28
Al-Qur‟ an dari pemberian judul tafsirnya ini dapat diterima perhatiannya yang
ingin ditekankan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya ini.59
Sesuai dengan perhatian Qurasih Shihab terhadap tafsir tematis, maka tafsir
al-Misbah ini pun disusun dengan tetap berusaha menyajikan setiap bahasan surat
pada apa yang disebut dengan tujuan surah atau dengan tema surah. Hal ini dapat
disaksikan misalnya ketika mencoba menafsirkan surah al-Baqarah, Quraish
Shihab menjelaskan bahwa tema pokok surah ini adalah ayat yang membicarakan
tentang kisah al-Baqarah yaitu kisah Bani Israil dengan seekor Sapi. Melalui kisah
al-Baqarah ditemukan bukti kebenaran petunjuk Allah, meskipun pada mulanya
tidak bisa dimengerti. Kisah ini juga membuktikan kekuasaan Allah. Karena
itulah sebenarnya surah Al-Baqarah berkisar pada haq dan benarnya kitab suci Al-
Qur‟ an dan betapa wajar petunjuknya untuk diikuti.60
Quraish Shihab menjelaskan bahwa tema pokok surah ini adalah ayat yang
membicarakan tentang kisah al-Baqarah yaitu kisah Bani Israil dengan seekor
Sapi. Dalam tafsir ini Quraish Shihab banyak mengambil insipirasi beberapa
mufassir terdahulu,di antanya adalah Ibrahim Ibn Umar al-Biqa‟ i Muhammad
Tantawi al-Sha‟ rawi, Sayyid Qutb, Muhammada Tahir Ashur, dan Muhammad
Husayn Tabataba‟ i.61
59
http://hukumzone.bologspot.com/2012/03/karakteristik-tafsir-al-misbah.html?m=1 diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pada pukul 00: 37.
60 Lihat ayat yang membicarakan tentang Al-Qur‟ an itu sebagai petunjuk bagi manusia
yang tertera dalam surat al-Baqarah, 61 https://hukumzone.bologspot.com/2012/03/karakteristik-tafsir-al-misbah.html?m=1
diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pada pukul 00: 37.
29
BAB III
KONSEP HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN DALAM AL-QUR’AN
A. Hedonis/Bermegah-megahan
1. Pengertian Hedonis
Hedonis itu sendiri adalah pandangan hidup atau ideologi yang diwujudkan
dalam bentuk gaya hidup di mana kenikmatan atau kebahagiaan pribadi menjadi
tujuan utama bagi seseorang dalam menjalani hidup. Secara etimologi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonis diambil dari bahasa Yunani, yaitu
“hedone” yang artinya adalah kemegahan dan kesenangan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, hedonis adalah sebuah perilaku atau pandangan hidup yang
menganggap bahwa kenikmatan materi adalah tujuan utama kehidupan. Orang
yang sudah terserang penyakit ini menganggap bahwa hidup di dunia dengan
segala kesenangannya adalah akhir dari sebuah perjalanan. Maka itu kebahagian
hanya dinilai dan dilihat ketika materi mampu memberikan kesenangan hidup.
Secara sederhana pengertian hedonis mengacu kepada paham bermegah-megahan
dan kesenangan terhadap kenikmatan. Jadi orang yang menganut paham ini
beranggapan bahwa kebahagiaan dan kesenangan bisa diraih dengan melakukan
banyak kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan di dunia.62
Sedangkan dalam kamus Al-Munawwir disebutkan sebagai berikut. At-takatsur
diartikan sebagai Hedonis/bermegah-megahan, ini merupakan sebuah aliran yang
mengatakan bahwa sesungguhnya kelezatan dan kebahagian adalah tujuan utama
dalam hidup.63
Dalam al-Qur‟ an kalimat yang menjelaskan atau yang memiliki arti yang
sama dengan hedonis adalah at-takatsur sebagaimana yang diterjemahkan oleh
Departemen Agama Republik Indonesia, yang artinya bermegah-megahan, yakni
62 Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), 394
63 Muhammad Warsun Munawwir, Kamus al-Munawwir, edisi Arab Indonesia, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), 678
30
bermegahan-megahan dalam soal anak, harta, jabatan atau kedudukan, pengikut,
kemulian, dan seumpamanya.64
Hedonis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan atau
kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran filsafat yang memandang bahwa
tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat
dunia. Berpandangan pada teori ini apabila menghadapi persoalan yang perlu
pemecahan, manusia cenderung memilih alternative pemecahan yang dapat
mendatangkan kesenangan daripada mengakibatkan kesukaran, kesulitan,
penderitaan dan sebagainya.65
Hedonis menurut Chaplin merupakan tingkah laku untuk selalu mencari
kesenagnan dan menghindari kesakitan atau penderitaan.66
Sedangkan menurut
Kuswandono menyatakan bahwa hedonis adalah faham sebuah aliran filsafat
Yunani dan tujuan dari paham aliran ini yaitu menghindari kesengsaraan dan
menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan dunia ini. Hedonis
awalnya memiliki arti yang positif. Penganut paham ini menjalani kegiatan-
kegiatan seperti puasa, hidup miskin, bahkan menjadi petapa untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati. Hedonis mengalami pergeseran ke arah yang negatif setelah
kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika. Paham ini mengalami
pergeseran dengan semboyan baru yaitu carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak
mungkin selagi kamu hidup).67
Kebahagiaan hanya diartikan sebagai kenikmatan
tanpa mempunyai arti yang mendalam sehingga pemahaman hedonis yang lebih
mengedepankan kebahagiaan diganti dengan kenikmatan. Kebahagiaan dan
kenikmatan mempunyai arti yang berbeda. Kebahagiaan cenderung lebih bersifat
duniawi dan rohani, dan kenikmatan hanya mengejar hal-hal yang bersifat
sementara dan masa depan dianggap tidak penting.
64
Abdul Manan, Ancaman Al-Qur‟ an Terhadap Sikap Hedonistik, Artikel (Sumatera selatan: Tim Media Icmi Orwil Sumsel, 2012), 2
65 Ngalim Purwanto, Psikolog Perkembangan sebagaimana dikutip Baharuddin, Pendidikan dan Psikolog Perkembangan (Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2010), 50
66 John Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Alih Bahasa Oleh Kartini Kartono, (Jakarta: PT Grafindo, 2002), 172
67 Susanto, Potret-Potret Gaya Hidup Hedonis, (Jakarta: Kompas, 2001), 131
31
Gaya hidup hedonis adalah pola hidup seseorang dalam menjalani hidupnya
yang diekpresikan dalam aktivitas, minat dan opini yang mengarah kepada
kesenangan dan kenikmatan hidup yang berlebihan serta menghindari penderitaan
yang bersifat duniawi dan sementara.68
Apabila dipahami secara mendalam, ada beberapa kelemahan dari
Hedonisme ini, pertama anggapan bahwa setiap aktivitas manusia adalah untuk
mencari kesenangan pribadinya. Tapi apakah benar hal tersebut adalah tabiat
manusia yang memotivasi setiap tingkah laku kita? Jawabannya adalah, tidak!
Contohnya orang tua kita, mereka bekerja untuk mencari uang, tetapi setelah
mendapat penghasilan uangnya malah diberikan pada kita. Seandainya mereka
melakukan hal tersebut untuk kesenangan pribadinya (seperti yang menjadi
konseps dasar hedonisme) mereka tidak akan memberikan uang hasil usahanya
kepada kita. Malahan mungkin saja akan bersenang-senang untuk mereka sendiri
dan tidak ada sepeser pun uang tersebut untuk kesenangan kita. Jadi, motif mereka
bukanlah untuk kesenangan pribadi belaka, tetapi merupakan konsekuensi logis
kewajiban orang tua kepada keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa konsep
Hedonisme (mengenai setiap tingkah laku manusia bertujuan untuk mencari
kesenangan pribadinya) adalah keliru, karena banyak manusia yang menunda
kesenangan pribadi dan malah berkorban demi orang lain.69
Hedonis memandang bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang kita
senangi dan yang buruk adalah sesuatu yang tidak kita senangi. Namun baik-
buruk, terpuji-tercela bergantung kepada selera atau perasaan individu. Selera tiap
individu pastilah berbeda, hal ini akan menimbulkan pandangan subjektif terhadap
baik dan buruk, efek dari perbedaan standar ini adalah benturan keinginan tiap
individual yang akan menghasilkan beberapa konflik antar individual. Hedonisme
akan mendorong manusia untuk memenuhi kesenangan yang bersifat individual,
dia akan lebih memprioritaskan kesenangan dirinya dibandingkan kesenangan
orang lain. Hal ini akan menyebabkan hilangnya rasa persaudaraan, cinta kasih,
dan kesetiakawanan sosial. Adapun dengan konsep pengendalian diri yang
68 Novita Trimartati, Pengaruh Negatif Dari Gaya Hidup Hedonis, Jurnal, Vol 3. No 1.
69 Susanto, Potret-Potret Gaya Hidup Hedonis, (Jakarta: Kompas, 2001), 133
32
ditawarkan malah menunjukkan bahwa sang pembuat ide telah melihat kesalahan
dari ide yang dibuat, jadi ditambahkanlah konsep pengendalian diri sebagai
penawar dari racun yang dia buat sendiri.
Tidak terasa tapi efeknya tak terduga, paham ini terus berlangsung dan
merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Salah
satu contoh kasusnya adalah acara-acara hedonis yang berkedok mencari bibit-
bibit penyanyi berbakat atau sejenisnya. Bila kita lihat secara jeli ternyata acara
tersebut menawarkan gaya hidup yang tidak jauh dari konsep hedonis. Acara ini
tentunya membutuhkan kocek yang tebal untuk memfasilitasi para kontestannya,
tapi bila kita lihat keadaan bangsa kita yang sedang krisis ekonomi. Kita bisa
menyimpulkan ada dua kondisi yang kontradiksi, di satu sisi keadaan
perekonomian bangsa kita sedang krisis tapi di sisi lain acara menghambur-
hamburkan uang makin marak.70
2. Sejarah Kemunculan Hedonis
Secara umum hedonis mempunyai arti pandangan hidup yang menganggap
bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Pada
umumnya kaum hedonis ini beranggapan bahwa hidup ini hanya satu kali. Oleh
karena itu, mereka merasa ingin menikmati hidup itu senikmat-nikmatnya dan
sebebas-bebasnya tanpa batas. Pandangan mereka sudah muncul semenjak zaman
Yunani Kuno, yakni pandangan Epikuros. Epikuros menyatakan pernyataannya;
“Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu karena esok engkau akan
mati. Pandangan Epikuros tersebut bukan pandangan pertama mengenai hedonis,
melainkan pandangan yang paling rinci mengenai topik tersebut.71
Epikuros (341-272 SM) adalah salah seorang filsuf Yunani yang
menganggap bahwa pengajaran kesenangan dan kegembiraan adalah seseuatu
yang sangat alamiah. Tokoh inilah yang kemudian memunculkan aliran baru
dalam filsafat yang disebut sebagai epikureanisme, salah satu aliran filsafat yang
70 https://hajingfai.blogspot.com/2011/10/sedikit-penjelasan-tentang-hedonisme.html di akses pada tanggal 14 Mei 2019 pada pukul 18 : 00
71 Cahyaningrum Dewojati, Wacana Hedonis dalam Sastra Populer Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 16-17
33
sangat berpengaruh di Roma setelah Plato dan Aristoteles. Menurut Epikurus,
orang-orang yang bijaksana tidak takut pada kehidupan karena para Dewa tidak
memperhatikan manusia. Filsafat Epikuros mengarah kepada satu tujuan yaitu
memberikan jaminan kebahagian pada manusia.72
Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan. Apa yang baik
adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah
segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. Namun demikian, bukanlah
kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum Epikurean, melainkan
kenikmatan yang dipahami secara mendalam. Kaum Epikurean membedakan
keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu
(seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta
yang berlebihan). Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara
terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan
sederhana disarankan oleh Epikuros. Tujuannya untuk mencapai “Ataraxia” yaitu
ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan
seimbang
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.
hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi
manusia? Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang
akan sebenarnya menjadi tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Lalu
Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang
menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan
bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak
mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang
'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain
bernama Epikuros (341-270 SM) Menurutnya, tindakan manusia yang mencari
kesenangan dan kebahagiaan adalah kodrat alamiah (sifat yang dimiliki oleh
setiap manusia). Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena
72 Cahyaningrum Dewojati, Wacana Hedonis dalam Sastra Populer Indonesia, 18-19
34
tidak hanya mencakup kesenangan badani saja seperti Kaum Aristippos melainkan
kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.73
3. Aspek-aspek Hedonis
Aspek-aspek gaya hidup hedonis menurut Peter dan Olson74
meliputi minat,
aktivitas dan opini. Minat yaitu kecenderungan hati atau keinginan terhadap
sesuatu. Minat yang berkaitan dengan gaya hidup hedonis juga merupakan tingkat
kesenangan yang timbul secara khusus dan membuat orang tersebut
memperhatikan objek peristiwa atau topic yang menekankan unsur kesenangan
hidup. Antara lain dalam hal fashion, makanan, benda-benda mewah, berpacaran,
seks dan pergaulan bebas.75
Ali Syariati, seorang ulama terkemuka timur tengah pernah berkata bahwa
tantangan terbesar bagi remaja muslim saat ini adalah budaya hedonisme
(kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup) yang seolah sudah
mengurat nadi. Budaya yang bertentangan dengan ajaran islam ini digemari dan
dijadikan sebagai gaya hidup (life style) kawula muda masa kini, kaya atau
miskin, ningrat atau jelata, sarjana atau kaum proletar, di desa ataupun di kota
seolah sepakat menjadikan hedonisme yang sejatinya kebiasaan hidup orang barat
ini sebagai “tauladan” dalam pergaulannya.. Coba saran di bawah atau ketikkan
pertanyaan baru di atas.76
Aktivitas gaya hidup hedonis/bermegah-megahan berkaitan dengan cara
individu mempergunakan waktu yang terwujud dan terlihat dalam tindakan nyata,
sikap dan perilakunya seperti lebih banyak menonton, bermain, berpacaran,
senang pada keramaian kota dan tempat hiburan serta selalu berusaha menjadi
pusat perhatian. Opini gaya hidup hedonis berkaitan dengan tanggapan baik lisan
atau tulisan yang diberikan individu ketika muncul pertnyaan dalam isu-isu sosial
tentang dirinya yang berkaitan dengan produk-produk kesenangan hidup.
73 https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme#cite_note-Bertens-4 di akses pada tanggal 13 Mei 2019 pada pukul 17 28
74 Seorang peneliti kehidupan bebas di dunia Barat yang mengungkapkan aspek-aspek dari kehidupan hedonis dan bermegah-megahan.
75 Theo Riyanto & Susanto, Mau Bahagia, (Yogyakarta: Pustaka Kanisus, 2009), 83
76 https://ninahera.blogspot.com/2012/09/hedonisme-dalam-pandangan-islam.html diakses pada tanggal 15 Juni 2019, pada pukul 23 : 45
35
4. Ciri-ciri dan Bentuk Hedonis
Ada banyak tanda dan ciri-ciri orang yang menganut paham hedonis, selama
mereka masih menganggap bahwa materi adalah tujuan terakhir untuk
mendapatkan kesenangan, entah dengan cara apa mendapatkannya baik halal
ataupun haram yang dilarang Agama. Menurut Cicerno dan Russel ciri-ciri
hedonis memiliki pandangan gaya hidup yang instan, melihat perolehan harta dari
hasil akhir bukan proses untuk membuat hasil akhir. Menjadi pengejar modernitas
fisik. Memiliki realitivitas kenikmatan di atas rata-rata tinggi. Memenuhi banyak
keinginan-keinginan spontan yang muncul. Ketika mendapatkan masalah yang
dianggap berat, muncul anggapan bahwa dunia begitu membencinya, tuhan tidak
adil dan uang yang dimilikinya akan habis.77
Melihat ciri-ciri tersebut, hedonis lebih menitikberatkan kepada kebutuhan
jasmani daripada rohani. Hedonis kuranglebih adalah berupa kesenangan sesaat
yaitu kesenangan duniawi. Cinta pada dunia beserta segala kemewahan yang
terlihat dan dirasakan oleh panca indra manusia. Manusia yang bergaya hidup
hedonis tidak memikirkan apa yang terjadi ke depan yang penting mereka senang
pada saat itu juga.
5. Faktor-faktor Penyebab Hedonis
Secara umun ada dua faktor yang menyebabkan seorang manusia menjadi
hedonis/bermegah-megahan, yaitu faktor esktern yang meliputi media dan
lingkungan sosial serta faktor intern yang meliputi keyakinan dalam beragama dan
keluarga.78
a. Faktor ekstern
Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi yang menyerang masyarakat
merupakan faktoryang ta dapat dielakkan. Nilai-nilai yang dulu dianggap tabu kini
dianggap biasa. Media komunikasi, khususnya media internet dan iklan memang
sangat bersinggungan dengan masalah etika dan moral. Melalui simbo-simbol
imajinatif media komunikasi masa jelas sangat memperhitungkan dan
memanfaatkan nafsu, perasaan dan keinginan.
77 Dauzan Diriyansyah Praja, Potret Gaya Hidup Hedonisme, Journal Sociologi, Vol 1, 3
78 Ibid, Vol 1, 4
36
b. Faktor intern
Sementara itu dilihat dari sisi intern, lemahnya keyakinan Agama seseorang
juga berpengaruh terhadap perilaku sebagian masyarakat yang menggunakan
kesenagan dan hura-hura semata. Binzar Situmorang menyatakan, “Kerohanian
seseorang menjadi tolak ukur dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi
mereka yang suka mengejar kesenangan.” Di samping itu keluarga juga
memegang peranan besar dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini
karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak
lansung mempengaruhi pola hidupnya.
B. Konsep Hedonis/bermegah-megahan yang dilarang oleh al-Qur’an
1. Larangan berlebihan dalam hal harta
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid, Makan dan minumlah, dan janganla berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A‟ raf,
31) Ayat tersebut memerintahkan kepada kita untuk memanfaatkan rezeki yang
telah Allah berikan kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum serta
semua yang telah Allah halalkan untuk manusia tanpa berlebihan. Maksud
sebaliknya dari ayat itu adalah larangan bagi kita untuk melakukan perbuatan
yang melampaui batas, yakni tidak berlebihan dalam menikmati yang apa yang
dibutuhkan oleh tubuh.
Berlebihan adalah suatu wabah yang tersebar pada zaman ini, suatu wabah
yang menuntut seseorang untuk mengkonsumsi komoditi secara berlebihan.
Namun secara fakta sosial hakikat konsumsi terhadap kehidupan manusia terkait
dengan kebutuhan hasrat manusia secara fisik. Maslow dalam teori tentang
piramida kebutuhan manusia mengumumkan bahwa kebutuhan manusia secara
37
berurut meliputi kebutuhan dasar, kebutuhan primer, kebutuhan sekunder,
kebutuhan rasa aman, serta kebutuhan akan status sosial.79
Seringkali seseorang membeli barang yang sesungguhnya tidak diperlukan.
Akibatnya barang tersebut menjadi tidak bermanfaat. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku belanja mereka tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi
untuk bergaya, bermegah-megahan dan menunjukkan kemewahan yang mereka
miliki, inilah yang dinamakan perilaku israf.80
Berlebih-lebihan merupakan tindakan yang tidak didasarkan pada
pertimbangan yang rasional, melainkan adanya keinginan yang mencapai taraf
yang tidak rasional lagi. Biasanya pelaku israf dilakukan semata-mata demi
kesenangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros. Sebagian manusia
membelanjakan semua hartanya dalam rangka memuaskan keinginannya.
Sebagian dari keinginannya sangat penting bagi kehidupannya, seperti makanan,
pakaian, tempat bernaung dan lain sebagainya. Sementara sebagian lainnya perlu
mempertahankan atau meningkatkan efesiensi kerjanya. Perilaku macam ini
adalah perilaku israf dan tabdzir.81
Adapun perbedaan antara keduanya adalah, jika israf menekankan pada
berlebih-lebihannya, maka tabdzir menekankan pada kesia-siaan benda yang
digunakan. Lawan dari berlebih-lebihan adalah secukupnya atau sekedarnya,
yakni hidup sederhana bukan berarti kikir. Orang sederhana tidak identik dengan
ketidak mampuan. Hidup sederhana yaitu membelanjakan harta benda sekedarnya
saja. Berlebih-lebihan dalam kepuasan pribadi atau dalam pengeluaran untuk hal-
hal yang tidak perlu serta dalam keinginan-keinginan yang tidak sewajarya juga
bisa disebut sikap israf. Biaya yang dikeluarkan biasanya lebih besar dari
keuntungan yang diperoleh seseorangdari sikap israf tersebut.82
Jika dilihat pada
konteks sekarang, mereka menerapkan perilaku israf ini tidak lain hanyalah
79 Abraham Maslow, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik, (Jakarta: Kaisinius, 1987), 21
80 Nurfitriyani dkk, “Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa di Gemuk Indah Semarang”, dalam Psikologi Undip. Vol XII. No 1 (April 2013), 56
81 Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 69
82 Ibid, 70
38
mengikuti trend atau bermegah-megahan. Dengan maksud dan tujuan
memamerkan yang dimilikinya. Jika semua yang dimilikinya terpenuhi, hal ini
bisa berakibat kepada sikap sombong atau berbangga-bangga diri.
2. Larangan Tamak dan Rakus Dalam hal Harta
Dalam posisi seseorang yang beragama muslim, kehidupan hedonisme
merupakan sesuatu hal yang jauh keluar dari ajaran agama yang seharus nya
diterapkan. Karena dalam kehidupan seorang muslim gaya hidup hedonisme
dikategorikan ke dalam berlebihan, bermegah-megahan, kikir, tamak atau rakus,
tak punya tenggang rasa, asal senang sendiri. Dan merasa diri sendiri lebih dari
cukup. Disertai dengan tidak percaya kehidupan setelah mati, hari akhir dan hisab
(perhitungan) amal baik dan buruk.83
Tamak terhadap harta dunia merupakan salah satu penyakit hati yang sangat
membahayakan kehidupan manusia. Tamak adalah sikap rakus terhadap harta
dunia tanpa melihat halal dan haramnya. Tamak bisa menyebabkan timbulnya
sifat dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan bisa menjauhkan
pelakunya dari ketaatan, dan lain-lain. Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata, “Jika
sifat rakus dibiarkan lapas kendali maka ia akan membuat seseorang dikuasai
nafsu untuk sepuas-puasnya. Sifat ini menuntut terpenuhinya banyak hal yang
menjerumuskan seseorang ke liang kehancuran.”84
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba akan merasa
merdeka selagi ia qana‟ ah dan orang merdeka akan menjadi budak selagi ia
tamak.”Beliau juga berkata, “Ketamakan membelenggu leher dan memborgol
kaki. Jika belenggu hilang maka borgolpun akan hilang dari kaki.”85
Rasulallah shallallahu alaihi wasallam pernah mengkhabarkan bahwa sifat
tamak yaitu cinta dunia tidak pernah mengenal kata puas.
83
https://cumaisengajanih.blogspot.com/2012/08/hedonisme-sebagai-gaya-hidup.html diakses pada tanggal 14 Juli 2019, pada pukul 22 : 25.
84 Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi, Maudhu‟ at Kubra, (Beirut: Darl al-Fikr. Tt), 221
85 Ibnu Taimiyah, Tazkiyah An-Nafs, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2013), 47
39
عخ انةور عن انزبن ابار ني انى
نة
تك
تطةج ف خ
و ا انناسا أوقول:
إن
أعط آدو نأن اب قول: نواننة طهي اىهم عهو وصهى كان
اد و
أل وا و
بذى ن
ب أح
وإن
ثان
أعط نوا و
ثان
ب ا أح
وإن
ثال
ن آدوف ابود جسل ثا و
انم توبو ابإل انتر
تاب نعهي و وAl-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu al-Zubair tatkala di atas mimbar di Mekah dalam kubtahnya, beliau berkata; Wahai manusia sekalian, Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, “Seandainya anak keturunan Adam diberi satu lembah penuh dengan emas niscaya dia masih akan menginginkan yang kedua. Jika diberi lembah emas yang kedua maka dia menginginkan lembah emas ketiga. Tidak akan pernah
menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat
bagi siapa pun yang mau bertaubat.” (HR . Al-Bukhari No.6438).86
Hadits ini menunjukan bagaimana tamaknya manusia terhadap dunia yang
tidak menganal rasa puas. Hadits ini juga, mengandung makna celaan bagi orang
yang tamak terhadap harta dunia. Kecintaan terhadap harta dunia bisa membuat
seseorang terlena dari perjalanan hidup yang abadi di akherat. Semangat
mengumpulkan harta bisa menjadi sebab lalai dari ketaatan kepada Allah Ta‟ ala
karena hati menjadi sibuk dengan dunia daripada akhirat.87
Dampak buruk dari sifat tamak, bisa membuat seseorang melakukan segala
cara yang diharamkan demi mendapatkan harta yang diinginkan, seperti korupsi,
suap, curang, riba, mengurani timbangan, berbohong, menipu, merampok, bisa
pula nekat melakukan ritual-ritual syirik, dan lain- lain.
و انترور
ذ
الو نب بكع عن
ك
قال : قال راأننض ول اىهمسارونع ني انهوص
ا ذ: و نىسو
انئة
ائج
انع
سأر
ال ف غنى ب
ا ود لأفش
ح ن
ءرص انىر
الني انىع فانشرو
ل
د
ن
وAl-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka‟ ab ibn Malik al-Anshari ra, beliau berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya
86
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Vol V, Tahqiq Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Darl al-Fikr, 1994), 569
87 Hati yang seperti inilah yang dikecam oleh Allah hati yang mati maksudnya mati dari
menerima kebaikan, yang terfikir dalam benakanya adalah bagaiaman mengumpulkan harta dan bagaimana memperbanyak harta.
40
daripada tamaknya seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR. al-Tirmidzi, beliau berkata: Hadits hasan
shahih).88
Berkaitan dengan hadits di atas, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ini
adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan
kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya
kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar.89
Oleh karena itu, Allah Ta‟ ala mengingatkan bahwa harta itu adalah ujian,
harta merupakan di antara fitnah terbesar ummat Rasulallah, dan yang lebih baik
lagi mulia adalah yang ada di sisi Allah Ta‟ ala.
Allah Ta‟ ala berfirman dalam al-Qur‟ an surat al-Taghabun ayat 15:
“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah fitnah (cobaan), dan di
sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Taghabun: 15).90
Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka‟ ab ibn Iyadh, ia berkata: Saya telah mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya masing-masing ummat itu memiliki fitnah (bahan ujian) dan fitnah
ummatku adalah harta.” (HR. al-Tirmidzi).91
Dengan demikian, maka tamak merupakan sifat cinta dunia. Sifat tamak
mendatangkan banyak kerusakan, baik kerusakan pribadi, keluarga, masyarakat
dan yang terbesar adalah kerusakan yang menimpa keagamaan seseorang
disebabkan dunia lebih dicintai dari segalanya. Para ulama berkata: Cinta dunia
88 Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Tahqiq Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Darl al-Fikr,
1993), 543
89 Ibnu Rajab Al-Hanbali, Mukhtasar Jami‟ ul Ulum Wal Hikam, Tahqiq Ahmad bin Ustman Al-Mazyad, (Yogyakarta: Pustaka Insan Kamil, 2015), 79
90 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol VIII (Jakarta: Lentera Hati, 2010),
91 Ibid, 547
41
itu pangkal segala kesalahan92
dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai
sisi:
a. Mencintai dunia akan mengakibatkan mengagungkannya, padahal di sisi
Allah Ta‟ ala dunia sangat remeh. Adalah suatu dosa terbesar
mengagungkan sesuatu yang dianggap remeh.
b. Allah Ta‟ ala telah melaknat, memurkai dan membenci dunia, kecuali yang
ditunjukan kepada-Nya.
c. Orang yang cinta dunia pasti menjadikan tujuan akhir dari segalanya. Ia pun
berusaha semampunya akan mendapatkannya.
d. Mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang
bermanfaat untuk kehidupan di akherat. Ia akan sibuk dengan apa yang
dicintainya.
e. Mencintai dunia menjadikan dunia sebagai harapan terbesar seorang hamba.
f. Pecinta dunia akan manuai dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa
di tiga negeri, di dunia, di barzakh dan di akherat. Orang yang rindu dan
cinta kepada dunia sehingga ia mengutamakannya dari pada akherat adalah
makhluk yang paling bodoh, dungu dan tidak berakal.
C. Ayat-ayat yang membahas tentang larangan hidup hedonis/bermegah-
megahan.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu,
jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu
benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-
benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan
92 Salah satu ulama yang mengatakan demikian adalah Ibnu Atha‟ illah dalam bukunya Al-
Hikam, dan Imam Al-Ghazali dalam bukunya Minhajul Abidin. Mereka adalah tokoh ulama tasawuf yang terkemuka.
42
ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di
dunia itu). (QS. At-Takatsur, 102. 1-8).93
“Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa
hartanya itu dapat mengkekalkannya. (QS. Al-Humazah, 104. 2-3).94
“Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah Tinggi bangunan untuk
bermain-main. (QS. Asy-Syu‟ ara, 26, 128). 95
“Dan dia mempunyai kekayaan besar, Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat." (QS: Al-Kahfi, 34)
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) Makan dan bersenang-senang dan
dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS: Al-Hijr, 3)
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS: An-Nur, 37)
93
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X (Jakarta: Lentera Hati, 2015), 542
94 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X, 548
95 Ibid, Vol VI, 237
43
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka
mereka Itulah orang-orang yang merugi. (QS: al-Munafiqun, 9).96
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu. (QS. Al-Hadid, 57. 20)97
D. Asbab an-Nuzul ayat
1. Asbab An-Nuzul surat At-Takatsur ayat 1-8
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Buraidah, dia menuturkan: Ayat ini
turun berkenaan dengan dua kabilah kaum Anshar; Bani Haritsah dan Bani Al-
Harits. Kedua kabilah itu saling menyombongkan diri dengan kekayaan dan
keturunannya. Salah satu dari dua kabilah itu berujar, apakah ada di antara kalian
orang yang serupa dengan si Fulan dan si Fulan? Kabilah satunya juga
mengatakan hal yang sam, sehingga mereka saling menyombongkan diri dengan
kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup di antara mereka.
Kemudian salah satu dari kedua kabilah itu berujar, “Mari pergi bersama kami ke
perkuburan.” Setibanya di perkuburan mereka membanggakan orang-orang dari
kaumnya yang sudah gugur dengan berkata, “Apakah kalian memiliki orang yang
sehebat fulan dan sepiawai fulan? Maka Allah menurunkan firman-Nya yang
96 Ibid, Vol VIII, 326
97 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi), 441
44
artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu, sampai kamu masuk kedalam
kubur. (At-Takatsur, 102. 1-2).98
Dalam riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari Ali, ia mengemukakan,
awalnya kami meragukan tentang siksa kubur. Maka Allah menurunkan
firmannya, yang artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu, sampai kamu
masuk kedalam kubur.99
2. Asbab An-Nuzul surat al-Humazah.
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Utsman dan Ibnu Umar
disebutkan: Masih segar: Masih segar terngiang ditelinga kami bahwa ayat yang
artinya, “Celaka bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitung.” Ayat ini turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf. Dia
juga meriwayatkan dari jalur As-Suddi, ayat itu turun berkenaan dengan Al-
Akhnas bin Syariq.100
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari salah satu penduduk Baqqah, dia
mengutarakan, ayat tersebut turun terkait dengan Jamil bin Amir al-Jumahi.
Sementara dalam riwayat ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Ishaq
disebutkan: setiap kali Umayyah bin Khalaf berpapasan dengan Rasululullah saw
dia selalu mencela dan menghina beliau, maka Allah menurunkan ayat yang
artinya, “Celaka bagi setiap pengumpat dan pencela.”101
98 Imam Jalaluddin Asy-Suyuthi, Asbab Nuzul Ayat Al-Qur‟ an, Terj, Muhammad Miftahul Huda, (Jakarta: PT Insan Kamil, 2016), 699
99 Imam Jalaluddin Asy-Suyuthi, Asbab Nuzul Ayat Al-Qur‟ an, 700.
100 Ibid, 701
101 Ibid, 702
45
BAB IV
PENAFSIRAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB TENTANG
LARANGAN HEDONIS/BERMEGAH-MEGAHAN
A. Penafsiran M Quraish Shihab
1. Surat At-Takatsur
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam
kubur.102
Dalam al-Qur‟ an kalimat yang semakna dengan hedonis adalah at-takatsur
dalam terjemahan versi Departemen Agama Republik Indonesia, diterjemahkan
sebagai bermegah-megahan, yakni bermegahan-megahan dalam soal anak, harta,
jabatan atau kedudukan, pengikut, kemulian, dan seumpamanya.103
Dalam surat Al-Qari‟ ah yang lalu, diuraikan tentang hari Kiamat dan bahwa
manusia ada yang bahagia dan ada pula yang celaka. Ayat yang terakhirnya
menerangkan tentang siksa yang menantikan kelompok yang celaka itu. Pada surat ini
diuraikan sebab kecelakaan tersebut. Ayat di atas bagaikan menyatakan sebab
kecelakaan itu adalah karena saling memperbanyak kenikmatan duniawi dan
berbangga menyangkut anak dan harta telah melengahkan kamu.
Kata الهكم terambil dari kata لهي يلهي yang artinya menyibukkan diri dengan
sesuatu, sehingga mengabaikan yang lain yang biasanya lebih penting. Dan kata
atak irad libmaret لا ت ك ب ل lA sumak malad ,kaynab itrareb gnayةرث Munawwir-رث
disebutkan sebagai berikut. At-takatsur diartikan sebagai Hedonis/bermegah-
megahan, ini merupakan sebuah aliran yang mengatakan bahwa sesungguhnya
kelezatan dan kebahagian adalah tujuan utama dalam hidup.104
menunjukkan ada
102
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X (Jakarta: Lentera Hati, 2015), 542
103 Abdul Manan, Ancaman Al-Qur‟ an Terhadap Sikap Hedonistik, Artikel (Sumatera
selatan: Tim Media Icmi Orwil Sumsel, 2012), 2 104 Muhammad Warsun Munawwir, Kamus al-Munawwir, edisi Arab Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Progresif, 1997), 678
46
dua pihak atau lebih yang bersaing, semua berusaha memperbanyak seakan-akan
sama-sama mengaku memiliki lebih banyak dari pihak lain atau sebagainya.
Tujuannya adalah berbangga-bangga dengan kepemilikannya. Dari sini kata
tersebut digunakan juga dalam arti saling berbangga -bangga atau bermegah-
adalah pasangan antara dua pihak atau lebih dalam hal انتكثثرmegahan.105
memperbanyak hiasan dan gemerlapan duniawi serta usaha untuk memilikinya
sebanyak mungkin tanpa menghiraukan norma dan nilai-nilai agama.
Yang dikecam oleh ayat ini adalah persaingan yang demikian itu sifatnya dan
yang mengakibatkan seseorang menjadi lengah dan mengabaikan hal -hal yang
jauh lebih penting. Kelengahan mengantarkan manusia bersaing tanpa batas
sampai-sampai mengantarkan mereka ke kubur untuk membuktikan betapa besar
pengaruh dan betapa banyak jumlah pengikut mereka atau sampai-sampai mereka
menghitung pula orang-orang yang telah mati di antara mereka.
Persaingan itu juga tidak berhenti sampai kamu dikuburkan atau sampai kamu
mati. Memang menumpuk harta, memperbanyak anak, dan pengikut apabila
motivasinya adalah persaingan, maka ia tidak akan pernah berakhir kecuali
dengan kematian karena yang bersaing tidak pernah puas, selalu saja tergambar di
dalam benaknya harta, kedudukan yang lebih tinggi serta pengikut dan pengaruh
yang lebih besar dari apa yang diperolehnya. Sampai-sampai mungkin saja ia akan
menyaingi Tuhan s ebagaimana yang pernah dilakukan oleh Fir‟ aun. Jika
keadaanya demikian, maka persaingan begitu juga kelengahan dan kelalaian baru
akan berakhir setelah yang bersangkutan dikebumikan di dalam kubur.106
Dalam sebuah hadist qudsi dinyatakan
دعن سل بهن سعثاس ب عن
قال س
انناس ناب تع
بطهي اىهم عهو وصهى كان ذى إن اننة
ب أح
وإن
ثان
أعط نوا ، و
ثان ى
انم توبب ، وا أح
نعهي و و
رواه انثخارى تاب
عانزب ني انى
بن
تك
تطةج ف خ
و
قول ا ا أوقول
أعط آدو نأن اب نو
ادو ى
أل وا و
ن
وإن
ثال
ل ثا ، و
ن آدوف ابود جس
ابإل انتر
105
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah , Vol X, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 486 106
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol X, 487
47
“Dari Ibnu „Abbas bin Sahl bin Sa‟ ad, ia berkata bahwa ia pernah
mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia
tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang
ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang maubertaubat.” (HR
Bukhari).107
Sambil membaca artuP“ adbasreb was lusaR كهلا لا م ت ك ب putri anak Adam-رث
berkata, “Hartaku, hartaku. Hai manusia engkau tidak memiliki hartamu kecuali
apa yang engkau makan dan engkau habiskan, dan apa yang engkau pakai dan
lapukkan, atau apa yang engkau sedekahkan sampai habis. Selain dari itu semua
akan engkau tinggalkan untuk orang lain.108
Kata زرتم seakar dengan kata يزة ia bisa digunakan untuk menggambarkan ,رب
kunjungan yang singkat, yakni berkunjung ke suatu tempat bukan untuk menetap.
Demikian jugalah kunjungan atau keberadaan seseorang di dalam kubur, baik
kunjungan berupa datang ke kubur untuk berbangga atau kunjungan setelah
kematian yakni terkubur di sana. Semuanya bersifat sementara, tidak terus
menerus, karena masih ada tempat yang lain akan menjadi tempat tinggal yang
lama (selama-lamanya) di luar alam dunia dan alam kubur, yaitu alam akhirat.109
Kata lA malad id ilakes nakumetid aynah قملا ب ‟Qur-رب an. Ia semakna dengan
muqbarah yakni tempat pemakaman. Sementara ulama berpendapat bahwa kata
maqabir yang dipilih di sini agar terjadi persesuuaian bunyi dengan akhir ayat
lalu. Tetapi jawaban ini tidak memuaskan karena persesuaian itu dapat juga terjadi
bila kata qubur yakni tempat-tempat pemakaman. Lalu bentuk jamak dari kata قبير
adalah مقبره. Kemudian bentuk jamak dari مقبره adalah مقببر. Demikian kata yang
digunakan ayat ini adalah manggambarkan pelipatgandaan yang beruntun.
Pelipatgandaan itu di samping mengandung persesuaian dengan akhir huruf ayat
107
Musthafa al-Bugho, Nazhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Shalihin, (Surabaya: Pustaka Nurul Huda, 2008), 125
108 Quraish Shuhab, al-Misbah, vol X, 486-487
109 Ibid, Vol X, 488
48
yang lalu, dan juga yang lebih penting adalah penyesuaian dengan kecaman
memperbanyak yang dikandung oleh pesan ayat pertama yakni at-Takatsur.110
“Hati-hatilah, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan hati-hatilah, kelak kamu akan mengetahui.”
Dalam kaitannya dengan persaingan tidak sehat dalam menumpukka harta
dan memperbanyak pengikut, kedua ayat di atas memperingatkan; Hati-hatilah!
Jangan lakukan persaingan semacam itu, karena kelak engkau akan mengetahui
akibatnya. Sekali lagi berhati-hatilah! Kamu akan mengetahui akibatnya.
Kalau demikian, persaingan memperebutkan kemegahan duniawi begitu
pula memperbanya anak dan pengikut, tida akan membawa kebahagiaan dan
kepuasan bagi yang terlibat serta tidak mengantar kepada hakikat dan tujuan
kehidupan itu sendiri. Kalau kepastian di atas tidak ditemukan atau dialami dalam
kenyataan hidup duniawi, maka akan terbukti kebenarannya dalam kehidupan
ukhrawi. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 6-7
sebagai berikut:
“Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi
janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
Hati-hatilah, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.
110 Ibid, Vol X, 489
49
Sekali lagi ayat di atas memperigatkan bahwa, Hati-hatilah janganlah begitu
sungguh jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu
tidak akan melakukan perlombaan dan persaingan tidak sehat. Kamu benar-benar
akan melihat neraka Jahim,dan sesungguhnya Aku bersumpah bahwa kamu benar-
benar melihatnya dengan ainul yaqin yakni mata telanjang yang tidak sedikitpun
disentuh oleh keraguan.111
Sementara ulama menyisipkan kalimat yang menjelaskan konsekuensi,
pengarang tafsir Al-Muntakhab menyatakan112
, “Sungguh jika kamu mengetahui
dengan yakin betapa buruknya tempat kembali kamu sekalian, pasti kamu akan
merasa terkejut dengan gaya hidup kamu yang bermegah-megahan itu. Dan tentu
kamu akan berbekal diri untuk akhirat.” Ada lagi yang menyiratkan kalimat
seperti ini, “Tentulah penyesalan kamu tidak akan terlukiskan dengan kata-kata
akibat habisnya umur dalam persaingan tak sehat.
Thahir Ibn Asyur juga menilai bahwa perlu menyisipkan kalimat untuk
menggambarkan apa yang niscaya terjadi jika mereka mengetahui secara yakin
ayat 6 yang menyatakan niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim,
ayat ini tidak berkaitan dengan ayat yang sebelumnya. Ia adalah uraian baru yang
menjelaskan bahwa mereka akan terjerumus kedalamnya.113
Thabathaba‟ i menulis bahwa sementara ulama menyatakan bahwa perlu
ada sisipan yang berfungsi menjelaskan apa yang terjadi jika mereka mengetahui
secara yakin, tetapi ini bila yang dimaksud adalah melihat neraka Jahim pada hari
kiamat. Namun menurutnya bisa saja yang dimaksud adalah melihatnya di dunia
ini dan melihat yang dimaksud adalah dengan mata hati yang merupakan dampak
dari keyakinan itu. Ini serupa dengan firmannya.
111 Ibid, Vol X, 489
112 Salah satu kitab tafsir dengan judul Muntakhab al-Kalam Fi al-Tafsir al-Ahlam, yang di susun oleh Abu Sa‟ id Abdul Malik al-Waiz Al-Kharkusyi. Tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa kitab tafsir ini dinisbahkan kepada Abu Bakar Muhammad Ibnu Sirin Wallahu A‟ lam
113 Ibid, Vol X, 490
50
“Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. (QS-Al-An‟ am:
6. 75).114
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Setelah ayat-ayat yang lalu mengecam dan memperingatkan mereka yang
bersaing secara tidak sehat memperbanyak kenikmatan duniawi, ayat di atas
memperingatkan bahwa kenikmatan apapun bentuknya pasti akan diminta
pertanggungjawaban. Atau setelah ayat yang lalu menggambarkan ancaman yang
menanti mereka karena hanya memperhatikan kenikmatan duniawi, ayat diatas
juga mengingatkan mereka bahwa sikap tersebut akan diminta
pertanggungjawabkan dan kelak mereka akan ditanyai tentang sikap mereka
menyangkut kenikmatan ukhrawi. Apapun hubungannya, ayat di atas bagaikan
menyatakan: Kemudian, aku bersumpah bahwa pasti kamu semua manusia akan
ditanyai pada hari itu tentang an-na‟ in yakni tentang kenikmatan duniawi yang
kamu raih atau kenikmatan ukhrawi yang kamu abaikan.115
Kata لتسئله terambil dari kata سأل yang digandengkan dengan huruf lam
yang berfungsi sebagai isyarat adanya sumpah, dan huruf nun digunakan untuk
menunjukkan kepastian serta penekanan. Sedangkan kata sa‟ ala yang berarti
meminta. Sedangkan kata na‟ im bisa diterjemahkan dengan kenikmatan.
Sementara ulama menyebutkan beberapa riwayat yang menjelaskan maksud kata-
ini seperti angin sepoi, air sejuk, alas kaki, sampai kepada al-Qur‟ an dan
kehadiran Nabi saw dan sahabatnya. Anas bin Malik menyatakan bahwa ketika
turunnya ayat di atas seorang yang sangat miskin berdiri di depan Nabi saw
sambil berkata, “Apakah ada suatu nikmat yang aku miliki” Nabi Menjawab, “Ya
114
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol III, (Jakarta: Lentera Abadi, 2015), 287
115 Quraish Shihab, Al-Misbah, 491
51
naungan, rumput dan air yang sejuk semua itu adalah nikmat yang engkau
peroleh.116
Jika kita menelusuri penggunaan al-Qur‟ an tentang kata-kata yang seakar
dengan kata وعيم ditemukan bentuk-bentuk وعمت, kadit aynankam ajas utneT .معىا
sama. Kata na‟ mah (dengan bacaan fathah pada huruf ain) terdapat dalam al-
Qur‟ an pada dua surah yaitu (ad-Dukhan-27 dan Muzammil-11) dan keduanya
dalam konteks pembicaraan tentang orang-orang yang memperoleh limpahan
anugerah atau nikmat material yang mereka tidak syukuri. Sedangkan kata
ni‟ mah (dengan bacaan kasrah pada huruf ain) yang terulang sebanyak 34 kali,
pada umumnya digunakan untuk mengambarkan anugerah Allah kepada hamba-
hamba-Nya yang sadar atau diharapkan dapat sadar, baik nikmat itu berupa
material atau spritual.117
Kata وعيم terulan dalam al-Qur‟ an sebanyak 17 kali 8 di antaranya dengan
redaksi jannat an-na‟ im yakni (surga-surga yang penuh dengan kenikmatan), 3 di
antaranya dengan redaksi jannatu na‟ im yakni (surga yang penuh kenikmatan)
dan 6 sisanya digandengkan dengan berbagai kata tetapi seluruhnya digunakan
dalam konteks kenikmatan surgawi di akhirat kelak.
Seseorang yang menyadari bahwa ada kenikmatan yang melebihi
kenikmatan duniawi tentu tidak akan mengarahkan seluruh pandangan dan
usahanya semata-mata hanya kepada kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara
itu, bahkan seseorang yang menyadari betapa besar kenikmatan ukhrawi itu akan
bersedia mengorbankan kenikmatan duniawi yang dimiliki dan dirasakannya demi
memperoleh kenikmatan ukhrawi itu. Demikan awal ayat pada surat ini
membicarakan tentang perlombaan menumpuk kenikmatan duniawi, dan akhirnya
Allah memperingatkan mereka tentang tanggung jawab kepemilikan harta itu
bahkan mengingatkan mereka tentang kenikmatan ukhrawi yang tiada taranya.
Demikian Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.118
116 Ibid, Vol X, 491
117 Quraish Shihab, al-Misbah, 492
118 Quraish Shihab, al-Misbah, 492
52
2. Surat al-Humazah ayat 2-3
“Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa
hartanya itu dapat mengkekalkannya. (QS-al-Humazah).119
Setelah ayat yang lalu mengecam pengumpat dan pengejek, ayat-ayat di atas
mengisyaratkan salah satu sebab perbuatan itu, yakni pengumpat dan pengejek itu
adalah orang-orang yang mengumpulkan harta yang banyak dan seringkali
menghitung-hitungnya, itu dilakukan karena mereka mengira bahwa hartanya
akan mengekalkannya.
Kedua ayat di atas juga didukung oleh surat al-Hujurat ayat 11, yang
diisyaratkan salah satu sebabnya, yaitu bahwa si pengejek (pengumpat)
menganggap dirinya memiliki kelebihan atau meresa lebih dari yang di ejek oleh
sebab itu ia membanggakan dirinya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri. Dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS-al-Hujurat)
Kata مبل pada surat al-Humazah di atas, dari segi bahasa pada mulanya
berarti cenderung atau senang. Agaknya harta dinamai demikian, karena hati
119 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol X 525
53
manusia selalu cenderung dan senang kepadanya. Selanjutnya harta juga dinilai
sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai material. Kata مبل pada ayat ini
berbentu nakirah (indefinit)120
dan menggunakan tanwin yaitu bunyi nun pada
akhir kata tersebut walaupun bunyi nun tersebut tidak diperjelas karena
dimasukkan pengucapannya kepada huruf waw yang merupakan huruf awal kata
berikutnya. Ini dikenal di dalam ilmu Tajwid dengan istilah Idgham Bi
Ghunnah.121
Tanwin atau huruf nun yang hanya diucapkan itu, oleh ulama tafsir
terkadang difahami sebagai kalimat yang bermakna banyak, dan dalam
kesempatan lain mereka mereka memahaminya dalam makna yang sedikit.
Dengan demikian kata مبل pada ayat di atas dapat berarti harta yang sedikit atau
harta yang banyak.122
Kedua pendapat tersebut dapat diterima, setelah mengetahui posisi pandang
masing-masing mereka. Yang menganggapnya banyak menilai hal tersebut
demikan, dengan menggunakan logika si pengumpat. Si kikir akan menilai
hartanya yang sedikitpun sebagai harta yang banyak akibat kekikirannya. Tetapi
harta yang banyak itu pada hakikatnya sedikit sekali bila dilihat dari sudut
pandang Allah swt, bahkan sedikit sekali yang dimiliki oleh si pemilik harta.
Dalam hal Rasul saw bersabda, “Putra-putri anak Adam berkata, “Hartaku,
hartaku. Hai manusia engkau tidak memiliki hartamu kecuali apa yang engkau
makan dan engkau habiskan, dan apa yang engkau pakai dan lapukkan, atau apa
yang engkau sedekahkan kepada orang lain sehingga menjadi kekal di sisi Allah
swt.123
Pada umumnya al-Qur‟ an menggunakan kata مبل baik dalam bentuk
tunggal maupun jamak. Ini memberikan kesan bahwa harta harus memiliki fungsi
sosial dan tidak direstui untuk dijadikan sebagai harta pribadi semata-mata dengan
120 Nakirah adalah kalimat yang memiliki arti yang umum, lihat perkataan Ibnu Malik
dalam bukunya Alfiyah dan perkataan imam Sonhaji dalam bukunya matn al-Jurumiyyah. 121 Quraish Shihab, Al-Misbah, 512-513
122 Quraish Shihab, Al-Misbah, Vol X, 514
123 Ibid, Vol X, 515
54
mengabaikan fungsi sosial, artinya dengan harta yang dimiliki bagaimana harta
tersebut dapat memberikan dampak dalam kehidupan seseorang.
Kata ةةةةة berasal dari kata ع yang dapat dipahami dalam arti
menghitung atau menganekaragamkan atau menyiapkan. Kata tersebut
menggambarkan si pengumpat yang mengumpulkan harta itu tidak sekedar
mengumpulkannya, tetapi ia begitu cinta kepada harta sehingga dari saat ke saat ia
terus menghitung-hitungnya, dan dia begitu bangga dengannya sehingga ia
memamerkannya. Atau menjadikannya beraneka ragam dengan membeli berbagai
ragam benda seperti sawah, ladang, kendaraan, rumah, perhiasan dan sebagainya.
Bisa juga kata tersebut dipahami dalam arti mempersiapkan harta tersebut untuk
kebutuhan ana keturunannya. Betapapun, semuanya bermuara kepada satu
maksud bahwa yang bersangkutan amat cinta kepada harta benda dan amat
kikir.124
Ulama yang membaca kata tersebut dengan ةةةةة (tanpa tasydid pada
huruf dhad) memahami kata tersebut dalam grup atau kelompok yang berada di
sekeliling yang bersangkutan, sehingga ayat kedua ini berarti bahwa sang
pengumpat mengumpul harta dan menghimpun di sekeliling orang-orang yang
selalu menyertainya, serta mendukung kebijaksanaan dan ambisinya.
Kata اخل ه berasal dari kata الخل kekal. Kata yang digunakan ayat ini
berbentuk kata kerja masa lampau (madhi) tetapi maksudnya adalah masa
mendatang (mudhari‟ ). Ini untuk mengisyaratkan betapa mantap dugaan itu di
dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan tersebut sudah
merupakan kepastian seperti pastinya sesuatu yang telah terjadi. Kekekalan yang
dimaksud adalah dugaannya bahwa ia akan bertahan terus-menerus dalam
keadaannya seperti saat ini, memiliki kekayaan dan pengikut-pengikut atau
kekekalan itu dapat juga dipahami sebagai akibat kelengahannya akan kematian.
Memang boleh jadi yang bersangkutan mengetahui bahwa ia akan mati, tetapi
pengetahuan tersebut tidak nampak berbekas dalam tingkah lakunya, atau tidak
terlihat pada dirinya dalam bentuk persiapan menghadapi hari tersebut.125
124 Ibid, Vol X 516
125 Quraish Shihab, al-Misbah, Vol X, 517
55
3. Surat asy-Syuara‟ ayat 128-129
“Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah Tinggi bangunan untuk bermain-main. Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya
kamu kekal (di dunia)? (QS-Asy-Syuara‟ ).126
Setelah Nabi Hud as menyeampaikan kerasulannya serta motivasinya,
beliau mengecam kegiatan kaumnya selama ini. Beliau berkata: “Sungguh tidak
wajar apa yang kamu lakukan selama ini! Apakah kamu membangun pada semua
yakni di banyak tempat yang merupakan dataran tinggi berupa tanda guna menjadi
bukti kekuatan dan keangkuhan yang kamu pamerkan kepada setiap orang yang
lewat, dan itu kamu lakukan terus-menerus secara sia-sia tanpa ada manfaat
bahkan hanya sekedar foya-foya dan baerbangga diri. Di samping itu kamu juga
bersungguh-sungguh dan memaksakan diri membuat kolam-kolam air dan
benteng-benteng kokoh dengan harapan atau seakan-akan kamu terus-menerus
hidup.127
Kata ريع adalah bentuk jamak dari kata ريعت yaitu tempat yang tinggi atau
gunung. Kata ini pada mulanya berarti kelebihan. Kata ayatun berarti tanda atau
alamat. Dalam fungsinya sebagai tanda, ia biasa dibuat sedemikian rupa sehingga
menarik perhatian sekaligus menunjukkan kehebatan pembuatnya. Kata
mashani‟ adalah bentuk jamak yang diambil dari kata shana‟ a yang berarti
membuat. Biasanya pelaku yang ditunjuk melalui kata ini adalah pelaku yang
memiliki keahlian dalam bidangnya. Kata mashani‟ pada mulanya berarti sesuatu
yang dibuat. Berbeda-beda pendapat ulama tentang maksud kata ini. ada pendapat
yang memahaminya dalam arti istana, ada juga pendapat lain yang mengartikan
benteng, dan ada juga pendapat yang mengartikan dengan kolam-kolam tempat
penampungan air. Demikian juga pada kata sebelum ini yakni kata ri‟ in, ada
yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah bangunan tinggi untuk burung-
burung, guna menjadi bahan permainan. Makna ini agaknya dipilih karena
dikaitkan
126 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol IV, 231
127 Ibid, Vol VI, 101
56
dengan kata ta‟ batsuun yang berarti melakukan perbuatan sia-sia tanpa ada
manfaat yang jelas.128
Thabthaba‟ i menulis bahwa rupanya mereka membangun di puncak-
puncak gunung bangunan-bangunan tinggi guna menjadi tempat rekreasi sambil
membangga-banggakannya tanpa ada kebutuhan untuk itu, tetapi hanya sekedar
mengikuti hawa nafsu.129
Kritik yang diarahkan kepada kaum Nabi Hud as itu, disebabkan karena
mereka tenggelam dalam urusan dan kenikmatan duniawi yang mengakibatkan
pengabaian kehidupan ukhrawi serta persiapan menghadapinya. Memang kaum
Ad‟ pada masa itu telah mencapai satu tingkat kemajuan dan kekuasaan yang
sangat mengagumkan daerah sekitarnya, sehingga mereka angkuh dan
bergelimang dalam pemenuhan sisi material semata.
Ibnu Asyur memahami bangunan-bangunan di tempat tinggi yang dimaksud
di sini adalah rambu-rambu perjalanan. Mereka juga membuat kolam-kolam
penampungan air hujan. Semua itu untuk kepentingan para musafir atau siapa saja
yang ingin mendapatkan air, khususnya pada musim kemarau. Di samping itu
mereka juga membangun istana-istana dan benteng-benteng yang sebenarnya
dapat dinilai bertujuan baik dan bermanfaat. Tetapi mereka berbangga-bangga dan
mengabaikan petunjuk agama sehingga sirna tujuan utama pembangunan sarana-
sarana itu, dan karena itulah ia dinilai oleh Nabi Hud as sia-sia tidak
bermanfaat.130
Nabi Hud as tidak melarang mereka membangun bangunan tinggi dan besar,
beliau hanya mengecam perlombaan yang bertujuan berbangga-bangga. Bangunan
yang dibuat untuk memenuhi kepentingan umum, yang tidak mengakibatkan
pemborosan, tidak juga untuk tujuan maksiat, tidak akan pernah dikecam agama.
Bahkan membangun yang baik dan indah untuk kepentingan pribadi dan keluarga
128 Ibid, Vol VI, 102
129 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur‟ an,Vol I (Beirut: Darl al-Fikr, 1997), 344
130 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir Wa al-Tanwir, Terj, Majelis Tarjih Muhammadiyah, (jakarta: Pustaka Muhammadiyah), 145
57
pun tidak terlarang selama tidak melengahkan seseorang dari nilai-nilai agama
dan kebaikan.131
Kalimat لعلكم تخل ون dipahami juga dalam arti seakan-akan engkau akan
kekal, sementara ulama menola penafsiran ini, dengan alasan bahwa jika dipahami
demikian, maka penggalan ayat itu tidak mengandung kecaman, karena
membangun satu bangunan yang kokoh seakan-akan penghuninya kekal. Ayat ini
merupakan kecaman terhadap orang yang tidak mempercayai kiamat.132
4. Surat Al-Hadid ayat 20
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu. (QS-Al-Hadid)
Thabathaba‟ i berpendapat bahwa ayat yang lalu pada surat al-Hadid
menguraikan keadaan orang-orang yang dimasukkan ke dalam kelompok as-
Shiddiqin dan asy-Syuhada yakni kelompok-kelompok yang merupakan manusia-
manusia terbaik serta yang pasti meraih keselamatan. Ayat itu juga telah
menguraikan tentang orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan yang
merupakan kelompok manusia terjahat yang pasti binasa. Masih ada satu
kelompok manusia yang belum diuraikan, yaitu yang berat antara dua kelompok
tersebut. Mereka adalah orang yang beriman yang melakukan aneka macam dosa
131 Ibid, 146-147
132 Ibid, Vol VI, 102
58
dan pelanggaran dalam berbagai tingkat kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-
Nya.133
Bagi mereka di uraikan hakikat dunia karena mereka sangat
mendambakannya dan menjadikan mereka enggan untuk bersedekah. Mereka juga
di ajak untuk bersegera meraih pengampunan dan surga sambil mengisyaratkan
bahwa apapun bencana yang menimpa mereka, maka itu semua telah tercatat
dalam kitab dan ketetapan Allah, dan karena itu mereka tidak wajar merasa
khawatir terjerumus dalam kemiskinan akibat berinfak di jalan Allah yang lalu
menjadikan mereka kikir, dan tidak wajar pula merasa takut mati dalam berjihad
membela Agama-Nya, yang mengantar mereka enggan untuk berjihad.134
Demikianlah lebih kurang Thabathaba‟ i menjelaskan hubungan ayat di atas dan
ayat-ayat sesudahnya dengan ayat-ayat yang lalu.135
Allah berfirman, ketahuilah wahai hamba-hamba Allah yang lengah atau
tertipu oleh gemerlapan hiasan duniawi dalam gemerlapannya yang menggiurkan
tidak lain hanyalah permainan atau aktivitas yang sia-sia tanpa tujuan. Apa yang
dihasilkan hanyalah hal-hal yang menyenangkan hati tetapi menghabiskan waktu
dan mengantarkan kepada kelengahan, yakni melakukan kegiatan yang
menyenangkan hati tetapi tidak penting sehingga melengahkan pelakunya dari
hal-hal yang penting atau yang lebih penting, serta ia juga akan mengantarkan
kepada dengki dan iri hati yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merasa
bangga memiliki keturunan yang sukses padahal itu semua tidak kekal melainkan
hanya sementara.(QS. Al-Hadid, 20).136
Kehidupan dunia ibaratkan hujan yang tercurah ke atas tanah yang
mengagumkan para petani, tanam-tanaman yang ditumbuhkannya sangat subur
setelah berlalu beberapa waktu kemudian tanaman itu menjadi kering atau
tanaman itu tumbuh tinggi dan menguat lalu perlahan ia menguning kemudian
beberapa saat kemudian ia menjadi binasa dan hancur. Demikian itulah
133 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur‟ an,Vol I, 356
134 Ibid, Vol VII, 36
135 Muhammad Husain Thabathaba‟ i, Tafsir al-Mizan, 360
136 Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟ an dan Tafsirnya, Vol VIII, 269
59
perumpamaan keadaan dunia dari segi kecepatan kepunahannya dan di akhirat
nanti ada azab yang menanti mereka bagi mereka yang mengabaikan tentang
larangan Allah swt dan mengabaikan kehidupan akhirat. Tapi bagi mereka yang
menjadikan dunia sebagai perolehan kebahagiaan akhirat maka mereka akan
memperoleh keampunan dan keridhaan dari Allah swt, dan tidaklah kehidupan
dunia bagi mereka yang menjadikan tempat persinggahan sementara, melainkan
sesuatu yang melengahkan dan permainan semata.137
Ayat di atas menggunakan redaksi اومب tidak lain/hanya, yang mengandung
makana pembatasan, maka apabila merujuk ke redaksi ayat maka selain yang
disebut oleh redaksinya, bukan merupakan bagian dari kehidupan dunia.
Menyadari banyak hal dalam kehidupan dunia ini selain yang disebutkan oleh ayat
di atas, seperti penyakit, makan dan minum, dan lain-lain maka tentu saja kata
tidak lain dimaksudkan hanya bertujuan menekankan sekaligus menggambarkan
bahwa hal-hal itulah yang terpenting dalam pandangan orang-orang yang lengah,
walaupun selain dari itu masih banyak.
Kata لعب yang biasa diterjemahkan dengan permainan digunakan oleh al-
Qur‟ an dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan untuk
suatu tujuan yang wajar dalam arti membawa manfaat atau mencegah mudharat.
Ia dilakukan tanpa tujuan, bahkan kalau ada hanya untuk menghabiskan waktu,
sedang لهي adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya
dari pekerjaan yang bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting daripada yang
sedang dilakukannya ini.138
Susunan kegiatan-kegiatan yang disebutkan oleh ayat di atas, menurut
Rasyid Ridha dan Thabathaba‟ i, العب merupakan gambaran keadaan bayi yang
merasakan lezatnya permainan walaupun ia sendiri melakukannya tanpa tujuan
apa-apa kecuali bermain. Di susul dengan kata لهي karena ini tida bisa dilakukan
kecuali bagi seseorang yang telah memiliki apa-apa yang hendak ia permainkan.
Setelah itu disebutkan kata السوت yakni perhiasan, karena berhias adalah adat dan
137 Ibid, Vol VII, 37
138 Quraish Shihab, al-Misbah, Vol VII 36
60
kebiasaan bagi seseorang maka di sini dipahami bahwa harta-harta dan perhiasan
yang telah mereka miliki mereka gunakan dan hiasi diri mereka dengan tujuan
memamerkan dan berbangga-bangga, lalu di susul kata تفبخر yang artinya juga
berbangga-bangga inilah sifat yang dimiliki oleh setiap manusia, dan diakhiri
dengan kata التكبثر في اميال memperbanyak harta, ini juga merupakan sifat
setiap orang yang tidak pernah menemui kepuasan meski harta tersebut seperti
tumpukan gunung.139
Kata الكفبر adalah jamak dari kata كبفر kata ini berasal dari kata كفر
yang berarti menutup. Maksudnya di sini adalah para petani, karena mereka
menanam benih yakni menutupnya dengan tanah. Kafir dalam istilah keagamaan
adalah yang menutupi/mengingkari kebenaran yang di sampaikan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Kekikiran pun dinamai oleh al-Qur‟ an dengan kekufuran karena
yang kikir dengan keengganannya memberi bagaikan menutupi apa yang terdapat
padanya, apalagi yang bersangkutan tida jarang menutupi apa yang dimilikinya
sambil berbohong dengan berkata; “Saya tidak punya.” Alhasil kata kafir dalam
konteks ajaran Agama adalah segala aktivitas yang bertentangan dengan tujuan
Agama. Penggunaan kata kafir pada ayat ini, walaupun yang dimaksud adalah
petani namun memberi kesan bahwa demikian itulah sikap orang-orang yang jauh
tuntunan Agama, yakni sangat senang dan tergiur oleh perhiasan dan gemerlapan
duniawi.140
Kata يهيج dipahami oleh banyak ulama dalam arti menjadi kering. Ada juga
yang memahaminya dalam arti bangkit, menguat, dan meninggi. Dengan
demikian, periode ini sebelum tumbuhan itu layu dan kering. Kelayuan dan
kekeringannya dilukiskan oleh kata sesudahnya yakni lalu engkau lihat dia
menguning yakni layu lalu mengering.
Ketahuilah wahai manusia bahwasanya kehidupan dunia yang kalian tinggal
di dalamnya, hanyalah permainan dan senda-gurau. Keindahannya hanyalah pada
pakaian, rumah-rumah kalian dan saling berbangga diri di antara kalian, seperti
139 Ibid, Vol VII, 40
140 Quraish Shihab, Al-Misbah, Vol VII, 38
61
berbangga dengan pasangan, harta, dan anak. Juga berbangga dengan kekayaan.
Dunia ini seperti tanaman yang tumbuh, akan tetapi hanya sebentar umurnya,
dipanen kemudian menjadi kering dan tertiup dengan angin. Allah menjelaskan
bahwa barangsipa yang mementingkan dunia dan tidak berbekal dengan akhirat,
maka di akhirat dia akan diadzab yang keras. Dan barangsiapa yang menggunakan
dunia untuk keridhaan Allah dan menjadikan tangga untuk meraih akhirat, maka
dia adalah orang yang diampuni atas dosanya dan diridhai Allah. Ketahuilah
bahwa kehidupan dunia bagi siapa yang lalai dengan akhirat maka semua itu
adalah kesengan semu dan tipuan daya belaka yang sewaktu-waktu akan Allah
ambil.141
Allah memberikan perumpamaan dunia yaitu seperti hujan yang turun ke
bumi sehingga menjadikan bui itu subur yang kemudian menumbuhkan tanaman
yang segar, hijau, subur dan sangat menarik lagi indah, yang menyebabkan al-
kuffar (petani/orang kafir) merasa kagum terhadapnya karena pandangan (obsesi)
mereka hanya terbatas pada dunia. Lalu, tiba-tiba datanglah hukum Allah yang
menjadikan semua tanaman itu musnah, kering dan hancur, sehingga seakan -akan
tidak pernah ada keindahan dan pemandangan yang menarik sebelumnya.
Demikianlah hakikat dunia. Ketika pemiliknya telah berada di puncak keindahan
dan kemewahan dunia, apapun yang diinginkan pasti didapatkannya dan semua
pintu terbuka untuknya. Tiba-tiba datanglah keputusan Allah yang menjadikan
hilang semua yang ada di tangannya dan yang dikuasainya. Lalu kedua tangannya
menjadi hampa, tidak memiliki dan tidak membawa sedikitpun dari dunia sebagai
puncak cita-citanya yang ia berusaha dan berupaya maksimal untuknya.
Demikianlah hakikat dunia. Mula-mula anak kecil lalu tumbuh menjadi remaja,
dewasa sampai kemudian menjadi tua renta. Mula-mula kuat lalu menjadi lemah,
bahkan tidak mampu banyak bergerak dan tidak kuasa lagi kecuali sedikit saja.
Mula-mula penampilannya indah lalu berubah menjadi buruk.142
Allah swt menerangkan hakikat dunia dan apa yang ada di atasnya,
menerangkan akhirnya dan akhir para penghuninya, yaitu bahwa dunia merupakan
141 Ibid, Vol VII, 41
142 Quraish Shihab,al-Misbah, Vol VII, 43
permainan dan senda gurau, dimana jasad bermain-main dengannya dan hati
terlalaikan olehnya. Hal ini seperti yang terjadi pada orang-orang yang mengejar
dunia, di mana kita melihat mereka menghabiskan usia mereka dengan senda
gurau serta lalai dari dzikrullah, demikian pula terhadap apa yang ada di hadapan
mereka berupa janji Allah dan ancaman-Nya di akhirat. Bahkan kita melihat
mereka menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau, berbeda dengan
orang-orang yang sadar dan mengejar akhirat, dimana hati mereka dipenuhi
mengingat Allah, mengenal dan mencintai-Nya, dan mereka menyibukkan waktu
mereka dengan amal yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah baik
manfaatnya terbatas untuk diri mereka maupun mengena pula kepada orang lain.
Tatkala perumpaan ini menjadi bukti bahwa dunia pasti akan pergi, hilang
dan selesai, maka Allah memperingatkan manusia dari dunia dan memberikan
motivasi untuk mengejar apa yang lebih baik dari dunia. Maka Allah berfirman,
“Tiadalah di akhirat yang sebentar lagi, pasti datang kecuali dari dua hal yaitu
adzab yang keras atau ampunan dan ridha dari Allah.” Maksudnya keadaan di
akhirat tidak terlepas dari dua perkara ini yakni pertama, adzab yang keras di
neraka jahannam dengan belenggunya, rantainya dan semua kedahsyatannya bagi
orang-orang yang menjadikan dunia sebagai cita-cita dan puncak tujuannya
sehingga dia berani berbuat maksiat kepada Allah dan mendustakan ayat-ayat
Allah serta kufur atas nikmat-nikmat Allah, kedua, ampunan dari Allah terhadap
kesalahan-kesalahannya, dihilangkan semua hukuman dan mendapat keridhaan
dari Allah. Dia tinggal di dalam surga yagn penuh dengan keridhaan Allah bagi
orang yang mengenal hakikat dunia sehingga dia berupaya maksimal untuk
memperoleh akhirat. Semua ini mengajak untuk zuhud terhadap dunia dan
bertujuan mencari akhirat.143
Yakni berhias, baik dalam pakaian, makanan, minuman, kendaraan, rumah,
kedudukan dan lainnya. Maksudnya, masing-masing penghuninya ingin
berbangga di hadapan orang lain dan agar dia lebih unggul dalam urusannya serta
masyhur keadaannya. Masing-masing ingin jika dia lebih banyak daripada yang
143 https://muhammadfirdauss.blogspot.com/2013/10/tafsir-surah-alhadid-ayat-20.html di akses pada tanggal 13 Mei 2019 pada pukul 17 : 21
lain dalam harta dan anaknya seperti yang kita saksikan pada orang-orang yang
mencintai dunia dan merasa tenteram dengannya. Berbeda dengan orang-orang
yang telah mengenal dunia dan hakikatnya, dimana dia menjadikannya sebagai
perjalanan, bukan sebagai tempat menetap, maka dia pun berlomba-lomba dalam
hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah serta menggunakan sarana yang dapat
mengantarkannya kepada Allah, dan ketika dia melihat orang-orang berlomba-
lomba dalam hal harta dan anak, maka dia berlomba-lomba dalam amal saleh.
Selanjutnya Allah swt membuat permisalan terhadap dunia dengan air hujan yang
turun mengena kepada bumi, lalu bercampur dengan tanaman-tanaman bumi yang
kemudian menjadi makanan manusia dan hewan.144
Ketika bumi telah berhias dengan indahnya dan tanamannya menakjubkan
para penanam, yang cita-cita dan harapannya terbatas hanya sampai dunia saja,
tiba-tiba datang perkara dari perintah Allah yang membinasakannya sehingga
tanaman itu menjadi kering menguning dan menjadi seperti belum pernah tumbuh
sama sekali. Demikianlah dunia, ketika ia berhias untuk penduduknya, dimana apa
saja yang diinginkan penghuninya dapat diperolehnya dan apa yang dituju oleh
penghuninya, maka akan ditemukan pintu-pintu ke arahnya dalam keadaan
terbuka, namun qadar (taqdir) menimpanya sehingga menghilangkannya dari
tangannya dan menyingkirkan kepemilikannya dan tangannya pun menjadi
hampa, dimana ia tidak berbekal apa-apa selain kain kafan. Oleh karena itu,
sungguh rugi orang yang menjadikan dunia sebagai akhir cita-citanya, dimana
untuknya dia beramal dan berbuat. Padahal beramal untuk akhirat, itulah yang
bermanfaat, menjadi simpanan pemiliknya dan akan ikut bersama hamba selama-
lamanya.145
Oleh karena itu, Allah swt berfirman, “Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.” Maksudnya, keadaan di
akhirat tidak lepas dari dua keadaan ini, bisa azab yang keras di neraka Jahannam,
belenggu, rantai dan kedahsyatannya bagi orang yang menjadikan dunia sebagai
144 Ibid, Vol VII, 42
145 https://tafsirweb.com/10716-surat-al-hadid-ayat-20.html di akses pada tanggal 12 mei pada pukul 14 : 00
64
cita-citanya dan akhir harapannya yang membuatnya berani bermaksiat kepada
Allah, mendustakan ayat-ayat Allah dan mengingkari nikmat-nikmat Allah. Bisa
juga mendapatkan ampunan dari Allah terhadap keburukannya, penyingkiran
hukuman dan mendapatkan keridhaan-Nya bagi orang yang telah mengetahui
hakikat dunia dan beramal untuk akhirat.
B. Pandangan Para Mufassir Lain Terhadap At-Takatsur
1. Ibnu Katsir (Tafsir klasik)
Allah Swt. berfirman, bahwasanya kalian disibukkan oleh kecintaan kalian
kepada duniawi dan kesenangannya serta perhiasannya, sehingga kalian
melupakan upaya kalian untuk mencari pahala akhirat dan memburunya. Dan
kalian terus-menerus sibuk dengan urusan duniawi kalian hingga maut datang
menjemput kalian dan kalian dimasukkan ke dalam kubur hingga menjadi
penghuninya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Waqqad Al-Masri, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Abdud Da-im, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Bermegah-megahan telah melalaikan kalian dari ketaatan, sampai kalian masuk ke dalam liang kubur (sampai maut datang menjemput kalian
semuanya).146
2. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (Tafsir pertengahan)
Kalian tidak menyadari begitu jauhnya kalian mengembara untuk
mengumpulkan kenikmatan dunia kecuali ketika kematian menjemput, dan kalian
tidak sama sekali merasa puas dengan apa yang telah diperoleh dari harta dunia
ini. Kalian sibuk, sibuk dengan dunia hingga ajal menjemput, dan kemana kalian
akan dibawa setelah kematian? apakah kalian akan digiring ke istana-istana dan
kekayaan-kekayaan yang telah kalian kumpulkan? jasad kalian akan dibawa
146 Al-Hafidz Imaduddin Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Vol. X, Cet, ke 9 (Jakarta: Pustaka
Imam Syafi‟ i, 2016), 435
65
kemana? jasad yang kaku itu akan ditimbun didalam kubur, kalian tidak lagi akan
bersama dengan kemegahan yang berlimpah itu, melainkan sehelai kain yang
membungkus badan, kalian keluar kedunia dari rahim ibu tanpa sehelai kain
apapun, dan kalian akan dikeluarkan dari dunia ini kembali dengan tidak
berbusana pula kecuali kain kafan sebagai penutup atau amalan shalih sebagai
bekal untuk akhirat yang kekal. Pada ayat ini dikatakan (زرتم) yang berarti
mengunjungi, yakni manusia akan masuk kedalam kubur hanya sekedar sebagai
kunjungan, karena kubur bukanlah tempat kembali yang paling terakhir, setiap
manusia akan singgah di kuburnya masing-masing untuk menunggu waktu
terjadinya hari kiamat dan hari kebangkitan seluruh makhluk yang ada di dunia
ini.147
3. Wahbah Az-Zuhaili (Tafsir Modern)
Allah mengabarkan bahwa manusia telah disibukkan dari ketaatan kepada
Allah dengan berbangga diri dan pamer atas banykanya harta dan anak; Sampai-
sampai umurnya berakhir dan mereka binasa (hingga) menuju ke kuburan,
dikuburkannya mereka di dalamnya sebelum dirinya (mampu) mendahulukan
amalan yang baik (ketika di dunia). Dan ini adalah kondisi kebanyakan manusia.
Kami meminta keselamatan dan perlindungan dari segala sesuatu kepada Allah
Swt.148
C. Kelebihan dan Kekurangan penafsiran
1. Kelebihan Penafsiran Muhammad Quraish Shihab
a. Menggunakan Bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca
dalam memahami isi Al-Qur‟ an sebagai pedoman atau petunjuk bagi
manusia. Memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk
memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia
makna-makna Al-Qur‟ an
b. Sistematika tafsir al-Misbah sangat mudah dipahami dan tidak hanya oleh
mereka yang mengambil Studi Islam khususnya, tetapi juga sangat penting
147 Syekh Abdurrahman As-Sa‟ di, Tafsir Kalam Al-Manan, ala Tafsir Al-Qur‟ an, Vol VII, Terj
Muhammad Iqbal. (Jakarta: Darl al-Haq, 2014) 247
148 Wahbah Zuhayli, Tafsir Al-Munir, Vol, XVI, (Damaskus: Darl al-Fikr, 2011), 422
66
dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri, kiyai, bahkan sampai
kaum muallaf, karena tafsir ini memberi cora yang berbeda dengan tafsir
pada umumnya.
c. Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat Al-Qur‟ an yang telah ditafsirkan
sebelumnya dalam menafsirkan suatu ayat, sehingga pembaca akan mudah
memahami isi kandungan suatu ayat dan kaitannya dengan ayat lain.
Dengan demikian akan tercipta pemahaman yang utuh terhadap isi
kandungan Al-Qur‟ an.
d. Dalam menafsirkan setiap ayat Al-Qur‟ an, Muhammad Quraish Shihab
mengungkapkan secara panjang lebar dan mengaitkan dengan fenomena
yang terjadi di tengah masyarakat yaiitu dengan kenyataan sosial dengan
sistem budaya yang ada. Misalnya dalam Al-Qur‟ an An-Nisa ayat 4 ada
ayat yang menjelaskan tentang poligami, karena masalah poligami ini sudah
marak di tengah masyarakat,selanjutnya ayat yang menjelaskan tentang akal
agar manusia dapat membina akalnya dengan baik. Akal yang tidak dibina
akan membuat manusia lupa akan dirinya, lupa akan adanya Allah sehingga
banyak kerusuhan yang terjadi di dunia ini.
e. Tafsir ini di dalam surahnya terdapat tujuan utama atau tema surah tersebut.
Jadi pembaca akan dapat lebih mudah memahami isi dan kandungan Al-
Qur‟ an karena sudah dijelaskan tujuan utama dari setiap surah. 149
2. Kekurangan Penafsiran Muhammad Qurais Shihab.
a. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam menafsirkan Al-Qur‟ an menunjukkan
bahwa buku tafsir tersebut bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Islam Indonesia saja. Sedang bagi orang non
Indonesia tetap akan mengalami kesulitan karena bahasa Indonesia bukan
merupakan Bahasa Internasional.
b. Dapat menimbulkan penafsiran tumbang tindih dan pengulangan-
pengulangan yang dapat menimbulkan kejenuhan. Misalnya kaitannya
149 http://abbigliamentopeuterey.blogspot.com kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Misbah Tanggal 12 Mei 2019. Pukul 14 : 30
67
dengan surah sebelumnya terjadi penafsiran yang sebelumnya sudah
dijelaskan secara menyeluruh di ayat berikutnya dijelaskan lagi.
c. Di dalam menafsirkan suatu ayat beliau tidak memberikan informasi tentang
halaman dan nomor volume buku yang dinukil sehingga menyulitkan
pembaca untuk mengetahui kejelasan tersebut secara lengkap dari sumber
aslinya.
d. Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirka ayat Al-Qur‟ an kurang adil,
karena ada ayat yang dijelaskan secara tuntas tapi ada juga yang hanya
sekedarnya. Hal ini barangkali disebabkan oleh kemampuan yang terbatas
dalam ilmu-ilmu eksata. Dan keluasannya dalam ilmu-ilmu sosial dan
keagamaan. 150
150 Ibid, http://abbigliamentopeuterey.blogspot.com kelebihan dan kekurangan tafsir Al-Misbah
di akses pada Tanggal 12 Mei 2019. Pukul 14 : 30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Konsep hedonis/bermegah-megahan yang dilarang al-Qur‟ an adalah
larangan menumpukkan harta, berlebihan dalam hal harta dengan tujuan
berbangga-bangga karena pada dasarnya harta yang menjadi milik kita
adalah apa-apa yang kita berikan di jalan Allah. Allah tidak melarang
hamba-Nya hidup dalam kecukupan, kemewahan dengan catatan harta
tersebut tidak melalaikannya.
Bermegah-megahan akan mengantarkan manusia kepada sifat yang
tercela yakni sombong dengan apa yang mereka raih saat ini, jabatan,
kedudukan, pangkat, dan harta semuanya itu adalah kamuflase, fatamorgana
yang sifatnya sesaat.
2. Bermegah-megahan telah melalaikan seseorang dari ibadah kepada Allah
swt, yang tergambar difikiran mereka adalah harta, dengan harta tersebut
mereka merasa diri mereka menjadi terhormat dan terpandang. Mereka akan
menyadari kelalaiannya ketika mereka telah menemi ajalnya.
Menurut Qurais Shihab, beremgahan adalah sesuatu yang melampau
batas dan menjadikan tujuan hidup mencari sesuatu untuk dikumpulkan agar
dapat menjadikannya memiliki kedudukan terhormat, disegani di tengah-
tengah masyarakat sehingga ia merasa, ia adalah orang yang hebat tanpa
memikirkan efek dari perbuatan tersebut. Seseorang yang membangun
seseuatu yang kelihatannya sangat megah dengan tujuan untuk kepentingan
sosial maka hal yang seperti ini tidak dinamakan dengan bermegah-
megahan.
B. Saran-saran
Sebagai catatan akhir dari skripsi ini,, penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat, khususnya di ruang lingkup Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan terkhususnya buat diri penulis
sendiri, serta menambah khazahanah keilmuan Khususnya bagi diri penulis.
Selain itu penulis juga berharap agar skripsi ini dapat menambah semangat dalam
hal dunia penelitian. Hendaknya dapat juga menambah pemahaman terhadap ayat-
ayat Al-Qur‟ an khusunya dalam Hal menafsirkan dan menjelaskan makna dan
kandungan ayat Al-Qur‟ an serta mengambil pesan-pesan Allah yang tercantum
dalam Al-Qur‟ an
D. Kata Penutup
Akhir kata, Penulis menyadari tidak ada hal yang mudah dalam meraih
sesuatu kecuali dengan berusaha dengan gigih dan kerja keras, serta tidak ada
pemahaman yang benar kecuali dengan membaca pengalaman. Penulis mohon
maaf atas segala kekurangan serta kesalahan baik yang bersifat tulisan maupun
pemahaman. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun bagi penulis agar dapat meningkatkan pemahaman penulis dalam
melakukan penelitian berikutnya. Wallahu „alamu bisshawab