hifema

22
Hifema Akibat Trauma Angela Sondang 102010289/D7 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl. Terusan Arjuna No.6, Kode Pos 11510, Jakarta Barat, Indonesia [email protected] Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan. 1 Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari 1

Upload: angela-sondang

Post on 23-May-2017

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: hifema

Hifema Akibat TraumaAngela Sondang102010289/D7

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)Jl. Terusan Arjuna No.6, Kode Pos 11510, Jakarta Barat, Indonesia

[email protected]

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah

persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun rudapaksa

yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun

merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya  penglihatan unilateral. Maka

dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah yang perlu

mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies. Hal

ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak

diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.1  

Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak

mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks

memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi

mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-lebih dengan

bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan bertambah pula, juga

dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, serta

kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan, ketapel, senapan angin, atau

akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan

pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat

mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan, bahkan

dapat menyebabkan kebutaan.2,3

1

Page 2: hifema

Definisi

Hifema didefinisikan sebagai keberadaan sel darah merah di kamera okuli anterior

(anterior chamber). Apabila keberadaan sel darah merah sangat sedikit sehingga hanya

terbentuk suspensi sel-sel darah merah tanpa pembentukan lapisan darah, keadaan ini disebut

sebagai mikrohifema.

Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:

1. Hifema traumatik

2. Hifema iatrogenik

3. Hifema spontan

Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema akibat

terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh

benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball,

maupun tinju.1 Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya,

mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior

serta ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan

tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada struktur

pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang

dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera

oculi anterior).2

Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses

medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif maupun

postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah

dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.

Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya anamnesis

tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua jenis hifema. Hifema

2

Page 3: hifema

spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya proses neovaskularisasi,

neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.

1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks. Pada

kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina yang

mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan faktor tumbuh

vaskular yang oleh lapisan kaya pembuluh darah (seperti iris dan badan silier) dapat

mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh

darah yang baru pada umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah mengalami

ruptur maupun kebocoran. Kondis ini meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan

bilik mata depan.2

2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya juga

melibatkan neovaskularisasi3 seperti yang telah dijelaskan pada poin pertama.

3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang mana

terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pembekuan dan faktor anti-pembekuan.

Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.

4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti aspirin dan

warfarin.

Patofisiologi

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh

darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata

depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata

akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis,

serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif.

Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata

melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta

menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam

beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata

depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

3

Page 4: hifema

Salah satu literatur3 menyebutkan bahwa pada anak-anak dengan retinoblastoma,

hifema merupakan 0,25% presentasi klinis dari seluruh gejala retinoblastoma. Meskipun

jarang, hifema dapat menjadi salah satu tanda terjadinya kelainan intraokular khususnya pada

bayi dan anak-anak tanpa riwayat trauma yang signifikan.

Pada umumnya hifema tanpa komplikasi dapat diresoprsi dan menghilang secara

spontan dalam waktu kurang dari satu minggu (lima hingga enam hari).

Epidemiologi

Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema grade I,

predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada usia sekolah4. 40%

hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris, sedangkan 10% mengalami

perlekatan dengan endotel kornea.

Gejala dan Tanda

Pada umumnya pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, sakit kepala,

fotofobia, serta menjelaskan riwayat trauma atau percideraan pada mata. Percideraan yang

dikeluhkan umumnya diakibatkan oleh benda tumpul5. Tanda yang dapat ditemukan adalah

keberadaan darah yang dapat terlihat melalui kornea. Keberadaan hifema perlu ditentukan

derajatnya (berdasarkan klasifikasinya) serta warna hifema yang terbentuk. Pada komunitas

khusus (seperti kaum Hispanik maupun orang kulit hitam ras Afro-Amerika perlu

dieksplorasi mengenai anemia sel sabit sebab hifema pada seorang dengan sel sabit dapat

menunjukkan perburukan yang cepat akibat ertirosit sabit mengoklusi trabekula dengan lebih

efektif dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang lebih berbahaya dan akut.

4

Page 5: hifema

Klasifikasi

Klasifikasi hifema berdasarkan severitasnya adalah sebagai berikut5:

Grade Keberadaan darah di Kamera

Okuli Anterior (COA)

1 Kurang dari 1/3

2 1/3 sampai ½

3 Lebih dari ½

4

a.k.a blackball / 8-ball

hyphema

Total (Penuh)

Tabel 1 – Klasifikasi hifema berdasarkan derajat keparahannya

Tabel 2 – Klasifikasi hifema secara skematis (Sumber: drhem.com)

5

Page 6: hifema

Komplikasi

Pada umumnya yang perlu diwaspadai dalam menemukan kasus hifema adalah komplikasi

yang sesungguhnya jauh lebih berbahaya dibandingkan keberadaan darah di kamera okuli

anterior itu sendiri. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

1. Peningkatan tekanan intraokular secara akut, yakni suatu gluakoma traumatik

2. Atrofi optik, terutama akibat glaukoma traumatik

3. Perdarahan ulang atau perdarahan sekunder (2o hemorrhage)

4. Sinekia posterior

5. Sinekia anterior, terutama pada kondisi hifema yang lebih dari sembilan hari

6. Corneal blood staining, yakni adanya deposisi dari hemoglobin dan hemosiderin pada

stroma kornea akibat keberadaan darah hifema total yang umumnya disertai dengan

peningkatan tekanan intraokular. Corneal blood staining dapat menghilang, namun

memerlukan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun lamanya.

7. Glaukoma kronik

Glaukoma Traumatik2

Glaukoma traumatik dapat ditemukan 4% apabila perdarahan kurang dari setengah

COA, dengan komplikasi lain mencapai 22% dan prognosis ketajaman penglihatan >6/18

berada pada angka 78%. Sementara itu pada kasus yang lebih berat, yakni perdarahan lebih

dari setengah COA, glaukoma traumatik memiliki insidens yang jauh lebih tinggi, yakni

85%, dengan komplikasi lain mencapai 78% serta prognosis ketajaman penglihatan >6/18

jauh lebih rendah, yakni hanya 28%. Perjalanan glaukoma yang terjadi akibat trauma pada

umumnya mengikuti pola sebagai berikut4:

• 24 jam

• TIO akut

• Plugging trabekula oleh eritrosit dan fibrin

• Hari 2-6

• Penurunan TIO subnormal akibat berkurangnya produksi akuesuos

6

Page 7: hifema

• Hari 7 dst

• Kembalinya TIO ke tingkat normal (atau sedikit meningkat)

Perdarahan Sekunder

Perdarahan sekunder merupakan hal yang harus diwaspadai pada hifema. Hal ini

disebabkan 1/3 dari perdarahan sekunder justru dapat lebih berat dibandingkan hifema awal,

yakni dapat mengakibatkan hifema total. Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada hifema

derajat 3 dan 4, dan secara umum terjadi pada 22% kasus hifema, dengan rentang antara 6,5%

hingga 38%4. Perdarahan sekunder disebabkan oleh lisis dan retraksi dari bekuan darah dan

fibrin yang telah berfungsi secara stabil untuk menyumbat pembuluh darah yang mengalami

ruptur atau kebocoran. Perdarahan sekunder membuat prognosis pasien menjadi buruk,

dengan penelitian menunjukkan tajam penglihatan pasien (kurang dari 20/50 atau 6/15) yang

mengalami perdarahan sekunder lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak mengalami

komplikas ini (79,5% vs 64%).

Keadaan yang menjadi faktor prediksi terjadinya perdarahan sekunder adalah:

Sickel cell trait

Tajam penglihatna saat presentasi <20/200 (6/60)

Derajat hifema saat presentasi yang lebih dari II

Ada riwayat penggunaan salisilat (aspirin), antiplatelet (seperti pada penderita angina

pektoris)

Penanganan hifema yang lebih dari dua puluh empat jam

Atrofi Optik

Atrofi optik merupakan keadaan akhir akibat glaukoma traumatik yang dapat terjadi

pada pasien dengan hifema. Terjadinya peningkatan tekanan intraokular mengakibatkan

tekanan diteruskan ke seluruh bagian mata, termasuk ke tunika neuralis. Tunika neuralis yang

merupakan retina akan mengalami tekanan dan mengakibatkan kerusakan pada saraf.

Kerusakan pada saraf mata akibat tekanan akan timbul dalam bentuk atrofi optik. Pada

tekanan bola mata 50 mmHg, kerusakan dapat terjadi dalam 7 hari, sedangkan pada tekanan

bola mata 35 mmHg kerusakan dapat terjadi dalam 5 hari. Pada individual dengan sickle cell

7

Page 8: hifema

trait, kerusakan bahkan lebih cepat terjadi pada tekanan yang lebih rendah, mengindikasikan

pentingnya penanganan segera terutama pada pasien-pasien ini.

Gambar 1 – Gambaran papil atrofi, yakni berupa papil yang tampak pucat akibatnya

menghilangnya serabut saraf dan pembuluh darah kapiler akibat tekanan intraokular yang

meninggi. (Crouch, 2006)

8

Page 9: hifema

Gambar 2 – Gambaran corneal blood staining yang berwarna kekuningan pada kornea

(Sumber: dro.hs.columbia.edu)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema, komplikasi yang

terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Demikian pula hal-hal inilah yang menjadi

parameter dalam menentukan apakah pasien perlu dirawat atau hanya berobat jalan saja.

Untuk kasus ringan, penatalaksanaan dapat meliputi terapi konservatif, seperti:

1. Membatasi aktivitas pasien

2. Melakukan penutupan mata dengan eye patch atau eye cover

3. Melakukan elevasi kepala 30-45o. Adapun maksud dari elevasi kepala adalah untuk

membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak menghalangi tajam

penglihatan. Posisi ini juga mempermudah dalam evaluasi harian COA tentang

resorpsi hifema sehingga dapat menunjukkan kemajuan pengobatan. Selain itu posisi

ini merupakan posisi optimal dalam mencegah kontak sel-sel darah merah dengan

korena dan trabekula Fontana.

4. Memberikan sedasi, terutama pada pasien pediatri yang hiperaktif. Hal ini juga sesuai

dengan poin pertama.

9

Page 10: hifema

5. Pemberian analgesik, apabila dirasakan nyeri yang ringan dapat diberikan

asetaminofen, atau nyeri yang cukup berat dapat diberikan kodein. Hindair

penggunaan aspirin dan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS, NSAID) sebab dapat

menimbulkan perdarahan dan berisiko menyebabkan perdarahan sekunder.

6. Pemantauan berkala (setiap hari) tentang tajam penglihatan, tekanan intraokular, serta

regresi hifema.

Tujuan terapi sesuai dengan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk mengatasi

peningkatan tekanan intraokular, dapat dilakukan pemberian antiglaukoma topikal, seperti

timolol (antagonis reseptor beta), latanoprost (analog prostaglandin), serta brimonidin (agonis

reseptor 2 tipe perifer). Kesemua agen ini bertujuan untuk mengurangi produksi akueous

humor dan dapat membantu menurunkan tekanan intraokular. Apabila masih tinggi, dapat

dicobakan pemberian inhibitor enzim karbonat-anhidrase (CAI) topikal.. Tekanan yang

belum terkontrol mengindikasikan pemberian agen lain, yakni CAI sistemik (melalui oral),

yakni asetazolamid dengan dosis 20 mg/kg/hari terbagi dalam empat dosis. Hal ini terutama

digunakan apabila tekanan masih di atas 22 mmHg. Pilihan terakhir apabila tekanan masih

tinggi adalah pemberian agen osmotik (seperti manitol IV 1,5 g/kg dalam larutan 10% 2 kali

sehari atau 3 kali sehari apabila tekanan sangat tinggi), atau pemberian gliserol per oral. Hal

ini penting apabila tekanan intraokular tetap di atas 35 mmHg meskipun hal-hal di atas telah

dicobakan pada pasien.

Untuk mencegah perdarahan seknder, dapat diberikan asam aminokaproat / ACA

yang merupakan agen anti-plasmin. Plasmin merupakan enzim yang melisiskan bekauan

darah sehingga dapat mengakibatkan perdarahan ulang. Asam aminokaproat yang pertama

kali diteliti menggunakan dosis 100 mg/kg dan diberikan setiap 4 jam (dengan maksimal 30 g

setiap hari) melalui oral. Agen ini diberikan selama 5 hari dan terbukti secara klinis sangat

menurunkan kejadian perdarahan sekunder, dibandingkan dengan pemberian plasebo.

Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa asam aminokaproat 50 mg/kg juga sama efektifnya

dengan pemberian 100 mg/kg. Pemberian asam aminokaproat terutama diindikasi pada

hifema dengan kurang dari 75% COA sebab pada kondisi yang lebih dari ini mencegah lisis

dari bekuan darah dianggap tidak efektif dalam mencegah terjadinya perdarahan sekunder.

10

Page 11: hifema

Penelitian lanjutan juga menunjukkan pemberian asam aminokaproat secara topikal

juga sama efektifnya, sehingga apabila tersedia agen topikal, agen ini lebih dianjurkan

diberikan secara topikal. Steroid juga terbukti dapat menunjukkan risiko perdarahan

sekunder.4

Pasien diindikasikan rawat inap jika:

1. Pasien mengalami hifema derajat II atau lebih, sebab berpotensi terjadinya perdarahan

sekunder

2. Merupakan sickle cell trait

3. Terjadi trauma tembus okuli

4. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan

5. Pasien yang memiliki riwayat glaukoma

Dalam pasien rawat, perlu dilakukan pemantauan secara intensif seperti tajam

penglihatan, tekanan intraokular, serta resolusi hifema. Selain itu perlu pula diamati apakah

terdapat indikasi bedah pada pasien.

Pasien akan menjalani bedah apabila terdapat:

1. Corneal blood staining

2. Riwayat sickle cell trait, dengan tekanan intraokular di atas 24 mmHg lebih dari 24

jam

3. Hifema dengan derajat lebih dari 50% COA selama 9 hari atau lebih. Hal ini perlu

dilakukan pembedahan agar tidak terjadi sinekia anterior, meskipun sudah

mendapatkan terapi medik secara maksimal

4. Hifema total, dengan tekanan intraokular lebih dari 50 mmHg selama 4 hari atau lebih

meskipun sudah mendapatkan terapi medik secara maksimal

5. Hifema total atau hifema dengan derajat >75% COA, dengan tekanan intraokular

lebih dari 25 mmHg selama lebih dari 6 hari meskipun sudah mendapatkan terapi

medik secara maksimal

11

Page 12: hifema

Prognosis

Prognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan

pasien. Fungsi penglihatan harus merupakan goal dalam penatalaksanaan pasien dengan

hifema.

Dalam menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan:

1. Kerusakan struktur mata lain

2. Perdarahan sekunder

3. Komplikasi lain: glaukoma, corneal blood staining, serta atrofi optik

Secara umum, hifema grade I memiliki kemungkinan 80% untuk mencapai tajam

penglihatan minimal 6/12. Hifema yang lebih tinggi, yakni grade II memiliki kemungkinan

60%, sedangkan pada hifema total kemungkinan tajam penglihatan minimal 6/12 relatif

rendah, yakni sekitar 35%.

Preventif

Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan peralatan

pelindung mata seperti googles. Walaupun trauma mata akibat pembedahan jarang terjadi,

pencegahan dengan asetazolamid intravena dan manitol perlu dilakukan apabila terjadi

peningkatan TIO atau pasien dengan anastesi umum. Hal ini diharapkan bisa mencegah

hifema intra dan post-operatif. Untuk menghindari pendarahan ulang/sekunder, perlu

diberikan pengobatan antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.

12

Page 13: hifema

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah proses radang yang mengenai uvea bagian anterior, yaitu

mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-duanya (iridosiklitis).

Uveitis anterior dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebabnya tidak dapat diketahui

dengan melihat gambaran klinisnya saja. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan

sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi

alergi mata.5

Keluhan yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di bulbus okuli, sakitnya

spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar

ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut,

lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan

bersifat unilateral. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis

sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan. 2

2. Endoftalmitis

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata yang biasa disebabkan oleh

infeksi. Terdapat 2 tipe endoftalmitis, endogen dan eksogen. Endoftalmitis endogen

diakibatkan penyebaran bakteri dari tempat lain di tubuh kita melalui aliran darah.

Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi pada tindakan

pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen sangat jarang, hanya 2-

15% dari seluruh endoftalmitis.

Gambaran kliniknya adalah rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak

sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh.

Selain itu akan terjadi penurunan tajam penglihatan dan fotofobia (takut cahaya).

Endoftalmitis akibat pembedahan biasa terjadi setelah 24 jam dan penglihatan akan

semakin memburuk dengan berlalunya waktu. Bila sudah memburuk, akan terbentuk

hipopion, yaitu kantung berisi cairan putih, di depan iris.

13

Page 14: hifema

Lampiran Gambar

14

Page 15: hifema

Pasien dengan hifema 1 mm akibat trauma tumpul. Terdapat pula edema korneal, injeksi

konjungtiva.

Pasien dengan neovaskularisasi iris yang mengalami hifema spontan.

15

Page 16: hifema

Daftar Pustaka

1. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2013 Mar 19.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview

2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh

edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011

3. Chraibi F, Bhallil S, Benatiya I, Tahri H. Hyphema revealing retinoblastoma in

childhoot. A case report. Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2011(318): 41-3

4. Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E.

Duane’s ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006

5. Oldham GW. Hyphema. [Internet]. Cited: 2013 Mar 19. Available from:

http://eyewiki.aao.org/Hyphema

6. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury’s general ophtalmology. 16th edition.

New York: McGraw Hill; 2004

16