indian ocean dipole

53
PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) TERHADAP PERAIRAN DAN PERIKANAN INDONESIA Disusun oleh : Vivi Octavia Chavez 230210100015 Kelompok 2

Upload: mujizat-alam

Post on 18-Jul-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hubungan antara atmosfer dengan laut (samudera) bagian samudera hindia

TRANSCRIPT

Page 1: Indian Ocean Dipole

PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD)

TERHADAP PERAIRAN DAN PERIKANAN

INDONESIA

Disusun oleh :

Vivi Octavia Chavez

230210100015

Kelompok 2

Page 2: Indian Ocean Dipole

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indian Ocean Dipole merupakan salah satu aspek/fenomena alam yang sangat

mempengaruhi keadaan perikanan (Biota laut yang termasuk dalam perikanan). Hal ini

yang membuat IOD sangat penting dipelajari. Dalam penulisan makalah ini dibahas

mengenai aspek-aspek yang menyangkut dengan kebutuhan pengetahuan mata kuliah

terkait.

Fenomena IOD memberikan dampak yang besar terhadap kondisi lingkungan laut

dan atmosfer. Dampak IOD dapat positif maupun negatif. Dampak positif terjadi pada

saat IOD fase positif yang menyebabkan perairan pantai barat Sumatera dan selatan Jawa

terjadi proses upwelling. Sedangkan dampak negatif terjadi pada saat IOD fase positif

yang menyebabkan terjadinya kekeringan dan sebaliknya pada saat IOD fase negatif akan

meningkatkan intensitas curah hujan dibeberapa wilayah Indonesia terutama kawasan

bagian barat. Dengan mempelajari IOD kita dapat memperkirakan keadaan biota laut

pada musim IOD, sehingga dalam tindak lanjut kita bisa mempertimbangkannya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini kami membatasi permasalahan hanya pada aspek-

aspek Indian Ocean Dipole, masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini antara lain

kami rumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Indian Ocean Dipole ?

2. Apa yang menyebabkan terjadinya musim I O D ?

3. Apa pengaruh I O D terhadap perairan dan perikanan Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui proses terjadinya IOD

2. Mahasiswa dapat mengetahui dampak IOD terhadap preairan dan perikanan

Indonesia

3. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Meteorologi Laut

Page 3: Indian Ocean Dipole

BAB II

ISI

Indian Ocean Dipole (IOD) adalah laut digabungkan dan fenomena atmosfer di

Samudra Hindia khatulistiwa yang mempengaruhi iklim Australia dan negara-negara lain

yang mengelilingi cekungan Samudra Hindia (Saji et al 1999.).

Besar variabilitas SST di Samudera Hindia telah dikaitkan dengan Indian Ocean Dipole

(IOD), juga disebut sebagai Samudera Hindia zonal Mode (IOZM; Saji et al, 1999;.

Webster et al, 1999.).

Pola ini mewujud melalui gradien zonal SST tropis, yang pada satu tahap ekstrem

di musim gugur boreal menunjukkan cooling off Sumatra dan pemanasan lepas pantai

Somalia di sebelah barat, dikombinasikan dengan anomali timuran di sepanjang

khatulistiwa. Besarnya curah hujan maksimum sekunder dari Oktober sampai Desember

di Afrika Timur sangat berkorelasi dengan kejadian IOD positif (Xie et al, 2002.).

Menurut Saji et al. (1999a) IODM adalah sebuah fenomena fisis samudera dan

atmosfer di kawasan Samudera Hindia ekuator yang ditandai dengan adanaya anomali

negatif suhu permukaan laut dibagaian barat Samudera Hindia. Sinyal fenomena IODM

sering diasosiasikan dengan perubahan anomali suhu muka laut (SPL) antara Samudera

Hindia tropis bagian Barat (50o

E -70 o

E dan 10 o

S – 10 o

N) dengan Samudera Hindia

tropis bagian Timur (90o

E -110 o

E dan 10 o

S – 10 o

ekuator). Hasil penelitian ini

memberikan nilai koefesien korelasi sebesar 0.7.

Berdasarkan data reanalisis diketahui bahwa variabilitas antar musimam dan

tahunan sirkulasi angin permukaan, suhu permukaan laut dan arus permukaan laut di

wilayah perairan Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan

fenomena Indian Ocean Dipole. Perubahan pola angin, arus dan distribusi suhu

permukaan laut terutama terjadi di belahan bumi bagian utara dan sebaliknya dibelahan

bumi bagian selatan mempunyai pola yang lebih teratur dan relatif kecil perubahannya. .

Hal ini dimungkinkan karena di bagian utara Samudera Hindia dibatasi oleh Benua Asia

sehingga pengaruh daratan sangat kuat, sedangkan di bagian selatan merupakan laut

terbuka.

Selain itu, ternyata IOD secara langsung maupun tidak langsung terkait erat

dengan adanya Sirkulasi Walker (Walker Circulation) yang terjadi di sepanjang belt

ekuator akibat adanya perbedaan tekanan antara wilayah bagian timur Samudera Hindia

Page 4: Indian Ocean Dipole

dekat Sumatera Bagian Barat dengan bagian barat Samudera Hindia dekat Afrika

sehingga aliran udara berlangsung secara horizontal dari tekanan udara yang tinggi

(wilayah dengan kumpulan massa udara dingin) menuju wilayah dengan tekanan udara

rendah (wilayah dengan kumpulan massa udara hangat). Agak rumit memang untuk

dijelaskan dengan rinci mekanisme pembentukannya. Namun, pada bahasan kali ini

difokuskan kepada bagaimana IOD ini melintasi wilayah Indonesia yang

dicirikan adanya variasi musiman dari parameter Sea Surface Temperature (SST), Sea

Level Pressure (SLP) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) di sepanjang kawasan

Pasifik Barat mulai dari bagian timur pantai benua Afrika hingga pantai barat Pulau

Sumatera.

A. Pengertian Indian Ocean Dipole

Indian Ocean dipole adalah suatu fenomena yang terjadi karena adanya interaksi

antara atmospher dan ocean. fenomena ini dapat diidentifikasi dengan menganalisis

anomali suhu muka air laut (SST) di samudera hindia pada bagian barat dan timur. Seacar

umum, fenomena ini dicirikan dengan adanya anomali pendinginan SST di bagian timur

hingga Tenggara samudera hindia dan anomali pemanasan pada SST di samudera hindia

bagian barat. warna merah pada gambar menunjukan terjadinya anomalai pemanasan SST

sedangkan warna biru menunjukan terjadinya pendinginan.

Selain dari fenomena yang terjadi di Samudera Pasifik Tropis, Indonesia juga

mendapat ancaman kekeringan dan curah hujan tinggi karena penyimpangan suhu muka

laut di Samudra Hindia-di barat daya Indonesia. Fenomena anomali cuaca di Samudra

Hindia ini dikenal dengan istilah Indian Ocean Dipole Mode (IODM). Fenomena IODM

ini pertama kali ditemukan oleh Toshio Yamagata, guru besar dari Tokyo University, dan

timnya yang melakukan observasi iklim di Samudra Hindia pada program JAMSTEC

tahun 1999 (Sumber: http://www.jamstec.go.jp).

Menurut Saji et al. (1999a) IODM adalah sebuah fenomena fisis samudera dan

atmosfer di kawasan Samudera Hindia ekuator yang ditandai dengan adanaya anomali

negatif suhu permukaan laut dibagaian barat Samudera Hindia. Sinyal fenomena IODM

sering diasosiasikan dengan perubahan anomali suhu muka laut (SPL) antara Samudera

Hindia tropis bagian Barat (50o

E -70 o

E dan 10 o

S – 10 o

N) dengan Samudera Hindia

Page 5: Indian Ocean Dipole

tropis bagian Timur (90o

E -110 o

E dan 10 o

S – 10 o

ekuator). Hasil penelitian ini

memberikan nilai koefesien korelasi sebesar 0.7.

Jika anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di

bagian timurnya, maka akan terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai

timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami

penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa

dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan

kondisi ini dikenal sebagai DM (-) (Ashok et al. 2001, diacu dalam Hermawan 2007).

DM terjadi secara independen dengan ENSO (Saji et al. 1999). Variasi dampak DM

sangat beragam dan merupakan fungsi waktu dan tempat oleh karena itu untuk

menghitung kekuatan dari DM dapat dihitung dengan indeks yang disebut Indeks Dipole

Mode (DMI). DMI merupakan gradien anomali suhu permukaan laut antara Samudera

Hindia Barat dan Samudera Hindia Timur. IOD mempunyai dua fase yaitu fase positif

dan fase negatif.

a) Indian Ocean Dipole Positif

Memasuki tahun 1998, pengaruh fase positif Indian Ocean Dipole di Samudera

Hindia bagian timur mulai melemah dan mencapai puncaknya pada akhir Musim Barat

pada bulan Februari 1998.

Page 6: Indian Ocean Dipole

Selama massa transisi dari Musim Barat ke Timur, Arus Musim yang mengalir

sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Arus Katulistiwa Selatan dari lepas pantai

Samudera Hindia, membawa massa air yang relatif hangat ke perairan Selat Sunda.

Memasuki Musim Timur, gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia

menjalar sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Jawa dan mendorong sebagian massa

air hangat dari perairan internal Selat Sunda. Kondisi ini menyebabkan penurunan hasil

tangkapan tongkol dari 65 ton/bulan pada bulan April menjadi 50 ton/bulan selama

pengaruh gelombang Kelvin di Selat Sunda pada pertengan bulan Mei s/d Juni 1998.

Kondisi Oseanografi Selat Sunda kembali normal dan mulai terbentuk upwelling

(taikan air) di perairan Barat Sumatra pada bulan Juli s/d Agustus 1998 (Syamsudin

2003). Penampakan upwelling di mulut Selat Sunda (barat Sumatra) dan diikuti dengan

pembentukan massa air hangat di perairan internal Selat Sunda.

IOD (+) terjadi saat wilayah pantai barat Sumatera bertekanan tinggi, sementara sebelah

timur pantai benua Afrika bertekanan rendah sehingga terjadi aliran udara dari bagian

barat Sumatera ke bagian timur Afrika yang mengakibatkan pembentukkan awan-awan

konvektif di wilayah Afrika dan menghasilkan curah hujan di atas normal. Sebaliknya, di

wilayah Barat Sumatera terjadi kekeringgan setelah massa uap airnya gagal diturunkan

sebagai hujan.

b) Indian Ocean Dipole Negatif

Fase negatif Indian Ocean Indian Dipole berlangsung selama Oktober 2000 s/d

Maret 2001. Fase negatif ditandai dengan dominasi anomali positif suhu permukaan laut

di Samudera Hindia bagian timur dan menyebabkan curah hujan di wilayah ini meningkat

secara tajam.

Page 7: Indian Ocean Dipole

Selama berlangsungnya fase ini, kondisi hidrologi selat Sunda didominasi massa

air yang relatif dingin. pada saat IOD (-), wilayah barat Sumatera termasuk Sumatera

Barat mengalami surplus curah hujan dan wilayah timur Afrika mengalami kekeringan.

Hal ini terjadi berdasarkan asumsi bahwa tingginya tekanan di wilayah Afrika Bagian

Timur dan tekanan rendah di Bagian Barat Indonesia menyebabkan terjadinya pergerakan

awan konvektif yang dibentuk di daerah Samudera Hindia dari wilayah Afrika ke wilayah

Indonesia sehingga mengakibatkan tingginya curah hujan di wilayah Indonesia khususnya

Indonesia Bagian Barat. Di sini terlihat adanya keterkaitan antara fenomena IOD dengan

perilaku curah hujan di wilayah

Indonesia Bagian Barat.

B. Gambaran Umum Indian Osean Dipole

sumber : Indian Ocean Dipole

Selain dari fenomena yang terjadi di Samudera Pasifik Tropis, Indonesia juga

mendapat ancaman kekeringan dan curah hujan tinggi karena penyimpangan suhu muka

laut di Samudra Hindia-di barat daya Indonesia. Fenomena anomali cuaca di Samudra

Hindia ini dikenal dengan istilah Indian Ocean Dipole Mode (IODM). Fenomena IODM

ini pertama kali ditemukan oleh Toshio Yamagata, guru besar dari Tokyo University, dan

timnya yang melakukan observasi iklim di Samudra Hindia pada program JAMSTEC

tahun 1999 (Sumber: http://www.jamstec.go.jp).

Menurut Saji et al. (1999a) IODM adalah sebuah fenomena fisis samudera dan

atmosfer di kawasan Samudera Hindia ekuator yang ditandai dengan adanaya anomali

negatif suhu permukaan laut dibagaian barat Samudera Hindia. Sinyal fenomena IODM

sering diasosiasikan dengan perubahan anomali suhu muka laut (SPL) antara Samudera

Hindia tropis bagian Barat (50o

E -70 o

E dan 10 o

S – 10 o

N) dengan Samudera Hindia

Page 8: Indian Ocean Dipole

tropis bagian Timur (90o

E -110 o

E dan 10 o

S – 10 o

ekuator). Hasil penelitian ini

memberikan nilai koefesien korelasi sebesar 0.7.

Jika anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di

bagian timurnya, maka akan terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai

timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami

penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa

dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan

kondisi ini dikenal sebagai DM (-) (Ashok et al. 2001, diacu dalam Hermawan 2007).

DM terjadi secara independen dengan ENSO (Saji et al. 1999). Variasi dampak DM

sangat beragam dan merupakan fungsi waktu dan tempat oleh karena itu untuk

menghitung kekuatan dari DM dapat dihitung dengan indeks yang disebut Indeks Dipole

Mode (DMI). DMI merupakan gradien anomali suhu permukaan laut antara Samudera

Hindia Barat dan Samudera Hindia Timur.

C. Cara mendeteksi Indian Ocean Dipole

Seperti halnya El Nino yang di-indikasikan dengan Indeks Osilasi Selatan (indeks

perbedaan tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan permukaan laut di

Darwin/Asutralia), maka fenomena Indian Ocean Dipole direpresentasikan oleh

perbedaan suhu permukaan air laut di bagian barat Samudera Hindia (daerah 50o-70

o BT

dan 10o LS – 10

o LU) dan suhu permukaan air laut di bagian timur Samudera Hindia

(daerah 90o -110

o BT dan 10

o LS – 0

o LU). Indeks perbedaan suhu permukaan air laut ini

disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin besar nilai indeks ini, semakin kuat sinyal

Indian Ocean Dipole dan semakin dahsyat akibat yang ditimbulkan.

Evolusi Indian Ocean Dipole dimulai pada bulan Mei/Juni, mencapai puncaknya pada

bulan Oktober dan akan berakhir pada bulan November/Desember. Akibatnya, Indonesia

yang biasanya mengalami musim hujan mulai bulan Oktober, akan sedikit mengalami

perpanjangan musim kemarau. Kondisi kemarau di Indonesia akan semakin parah apabila

fenomena Indian Ocean Dipole diikuti oleh fenomena El Nino. Jika kedua fenomena ini

terjadi secara berurutan,, maka Indonesia akan mengalami musim kemarau yang panjang

dan sangat dahsyat, dari bulan Juni hingga bulan Februari tahun berikutnya.

Terjadinya Indian Ocean Dipole sulit diprediksi. Akan tetapi, upaya para

ilmuwan untuk mempertepat prakiraan kapan akan munculnya gejala penyimpangan

Page 9: Indian Ocean Dipole

cuaca ini telah banyak mendatangkan hasil. Dimulai dengan analisa yang dilakukan oleh

dua orang ilmuwan di Jepang Professor Toshio Yamagata dan Dr. N. H. Saji. Kedua

ilmuwan ini melakukan analisa terhadap data suhu permukaan air laut di Samudera

Hindia untuk periode 1958 – 1998 dan mengaitkan bencana banjir di benua Afrika bagian

timur pada tahun 1961 dan kekeringan di Indonesia pada tahun 1994 dan 1997 dengan

anomali pembetukan dua kutub suhu permukaan air laut di Samudera Hindia.

D. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh Indian Ocean Dipole

Dampak negatif dari Indian Ocean Dipole tidak hanya di Indonesia, tetapi juga

menimbulkan dampak negatif pada daerah-daerah lain yang mengelilingi Samudera

Hindia. Di Indonesia, IOD menyebabkan kekeringan. Dan terjadi Algae bloom (blooming

phytoplankton) di sepanjang pantai barat Sumatra dan selatan jawa karena dipicu oleh

meningkatnya intensitas upwelling (pengangkatan massa air di kedalaman yang kaya zat

hara ke arah permukaan). Ledakkan plankton ini mengakibatkan kekurangan oksigen di

daerah perairan tersebut, karena ledakan plankton tersebut membutuhkan oksigen yang

banyak untuk proses respirasinya. Akibatnya akan terjadi kompetisi antara plankton dan

organisme lain (seperti terumbu karang) di perairan tersebut untuk mendapat oksigen

yang ada dalam jumlah terbatas. Jika plankton berkembang lebih cepat dan menjadi lebih

dominan, maka kelangsungan hidup terumbu karang di perairan tersebut akan terancam.

Letak geografis Indonesia yang sangat strategis di antara dua samudera.

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia; ternyata tidak hanya memberikan keuntungan,

tetapi juga rawan akan fenomena penyimpangan iklim yang beraksi di kedua samudera

tersebut. Oleh karena itu akan lebih baik jika terus memantau gejala-gejala penyimpangan

iklim di kedua samudera ini, sehingga dampak lebih buruknya dapat diminimalisir. Upaya

ini sebaiknya diiringi dengan kebijakkan pemerintah terkait dengan mitigasi bencana

untuk mengatasi dampang penyimpangan iklim yang kecenderungannya semakin

meningkat.

E. Pengaruh Indian Ocean Dipole Terhadap Perikanan Indonesia

Terjadinya Indian Ocean Dipole tidak saja memberi pengaruh terhadap musim

dan pergerakan angin di wilayah Indonesia, namun juga sangat berpengaruh terhadap

Page 10: Indian Ocean Dipole

keadaan perikanan di Indonesia. Ini terjadi dengan beberapa alasan fisik air yang terjadi

di wilayah Indian Ocean Dipole, yaitu “

1) Pada masa Indian Ocean Dipole Negatif, pergerakan ikan di daerah di Fase negatif

berlangsung selama Oktober 2000 s/d Maret 2001. Fase negatif ditandai dengan dominasi

anomali positif suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian timur dan menyebabkan

curah hujan di wilayah ini meningkat secara tajam.

Dengan demikian, pada masa ini merupakan kondisi buruk untuk perikanan di daerah

Selat Sunda (perairan antara Jawa dan Sumatra) karena dengan curah hujan tinggi, suhu

perairan juga mengalami penurunan drastis yang memungkinkan ikan melakukan migrasi

ketempat yang lebih hangat.

2) Pada masa Indian Ocean Dipole positif terjadi 3 fase perubahan suhu di daerah selat

sunda (antara Sumatra dan jawa), secara berurutan sebagai berikut ;

Fase pertama yang terjadi di daerah selatan P. Jawa dan Sumatra yang megalami

fase pendinginan suhu air laut permukanaan, (ditandai dengan dominasi anomali

negatif Suhu Permukaan Laut (SPL) di Samudera Hindia bagian timur), mulai

terbentuk pada bulan Juni dan semakin menguat pengaruhnya akibat propagasi

gelombang Rossby yang bergerak ke barat dari sumbernya di perairan sekitar

Laut Timor, sepanjang 10-120 LS, pada bulan Juli dan mencapai puncaknya

Oktober.

Dengan demikian Samudera Hindia bagian timur yang mencakup perairan Selat

Sunda didominasi massa air relatif dingin yang tidak kondusif untuk ikan-ikan

permukaan berdarah dingin (tidak bisa menyesuaikan diri dengan keadaan

sekitarnya) sehingga mereka akan melakukan migrasi ke tempat-tempat yang

lebih nyaman mereka huni. Karena pada keadaan aslinya permukaan air laut

bersuhu hangat.

Namun selama massa transisi dari Musim Barat ke Timur, Arus Musim yang

mengalir sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Arus Katulistiwa Selatan dari

lepas pantai Samudera Hindia, membawa massa air yang relatif hangat ke

perairan Selat Sunda. Suplai massa air hangat ini menyebabkan kondisi hidrologi

Selat Sunda sangat kondusif untuk migrasi ikan tongkol.

Pada fase ketiga kondisi oseanografi Selat Sunda kembali normal dan mulai

terbentuk upwelling (taikan air) di perairan Barat Sumatra pada bulan Juli s/d

Agustus 1998 (Syamsudin 2003). Penampakan upwelling di mulut Selat Sunda

(barat Sumatra) dan diikuti dengan pembentukan massa air hangat di perairan

Page 11: Indian Ocean Dipole

internal Selat Sunda, merupakan kondisi ideal lingkungan hidup ikan (terjadi

sebelum penurunan suhu secara signifikan pada bulan September.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari data-data diatas dapat kami simpulkan bahwa kondisi perikanan di Indonesia

sangat dipengaruhi oleh fenomena-fenomena alam seperti Indian Osean Dipole yang

terjadi di sekitar perairan Indonesia.

Hal-hal ini dapat menjadi pertimbangan kita dalam melakukan penangkapan

dengan mempelajari IOD secara lebih signifikan, karena fase-fase IOD tidak

menetap/sama dari bulan ke bulannya. Anomali gradien suhu permukaan laut ini dikenal

dengan Dipole Mode Indek (DMI). IOD mempunyai dua fase yaitu fase positif dan fase

negatif.

Terjadinya Indian Ocean Dipole sulit diprediksi. Akan tetapi, upaya para

ilmuwan untuk mempertepat prakiraan kapan akan munculnya gejala penyimpangan

cuaca ini telah banyak mendatangkan hasil yaitu dengan cara anomali pembetukan dua

kutub suhu permukaan air laut di Samudera Hindia.

Selain itu IOD juga mempengaruhi curah hujan di wilayah Negara Indonesia, yang

nantinya kita juga bisa mempertimbangkan dan memperkirakan masa-masa perubahan

keadaan di Indonesia.

Page 12: Indian Ocean Dipole

DAFTAR PUSTAKA

Saji NH, BN Goswami, PN Vinayachandran, T. Yamagata, 1999: Sebuah modus

dipole di Samudera Hindia tropis, Nature, 401, 360-363.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Profil Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Pandeglang. 2002

Christon. 2010 . Pengaruh IOD terhadap perubahan iklim Indonesia.

http://cheatonunpad.wordpress.com/2009/12/22/pengaruh-indian-ocean-dipole-

pada-iklim-indonesia/. Diakses pada tanggal 10 November 2011 pukul 20.00

WIB.

Page 13: Indian Ocean Dipole

Topik : INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD)

INDIAN OCEAN DIPOLE

Disusun Oleh :

Eli Riswandi

230210100055

Page 14: Indian Ocean Dipole

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Bumi merupakan tempat satu-satunya mahkluk hidup dapat hidup. Bumi ini

diselimuti lautan 2/3 dari pemukaan bumi. Selain itu banyak juga komponen-

komponen lainya yang ada di bumi ini. Hingga saat ini bumi berpenduduk sekitar 4

milyar lebih manusia. Didalam lautan maupun daratan terdapat bermacam-macam

mahluk hidup baik berupa tumbuhan maupun hewan. Di bumi ini banyak terjadi

kejadian yang di pengaruhi baik oleh ulah mahkluk hidup atau factor alam itu

sendiri. Dalam menyeimbangkan terhadap lingkunganya alam selalu memberikan

hal-hal yang luar biasa hebat untuk dipelajari. Contohnya banyak anomali-anomali

dalam kehidupan ini yang terjadi didarat ataupn dilaut seperti gempa, badai, perbedan

musim dan kejadian lainya. Laut merupakan wilayah yang luas dan sering terjadi hal-

hal yang unik. Seperti halnya Indian Ocean Dipole merupakan kejadian yang langka

terjadi. Indian Ocean Dipole merupakan gejala penyimpangan cuaca yang dihasilkan

oleh interaksi antara permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia

sekitar garis khatulistiwa (tropis) dan di sebelah selatan Jawa. Kejadian ini terjadi

karena perbedaan tekanan sehingga massa air mengalir ke barat samudra hindia. IOD

ini dapat berdampak negative bagi daerah-daerah yang terdapat disekitar daerah yang

mengelilingi samudra hindia.

1.2. Tujuan

Untuk mempelajari bagaimana proses terjadinya IOD dan apa saja yang

memepengaruhi terjadinya IOD. Untuk memepelajari dampak dari IOD dan

pengaruh-pengaruh lainya terhadap daerah yang mengelilingi samudra hindia.

Untuk memberikan informasi pada kegiatan pembelajaran pada sektor Samudera

Hindia terkait dengan fenomena Indian Ocean Dipole.

Page 15: Indian Ocean Dipole

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Indian Ocean Dipole

Nama "Indian Ocean Dipole (IOD)" diciptakan oleh Prof Yamagata, Dr Saji dan

peneliti lain dari Program Variasi Riset Iklim (CVRV). Indian Ocean Dipole

merupakan gejala penyimpangan cuaca yang dihasilkan oleh interaksi antara

permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia sekitar garis

khatulistiwa (tropis) dan di sebelah selatan Jawa. Interaksi itu menghasilkan tekanan

tinggi di Samudera Hindia bagian timur (bagian Selatan Jawa dan Barat Sumatra)

yang menimbulkan aliran massa udara yang berhembus ke barat. Hembusan angin ini

akan mendorong massa air di depannya dan mengangkat massa air dari bawah ke

permukaan, mirip dengan "bajak" petani yang mengangkat lapisan bawah

tanah/lumpur ke permukaan. Akibatnya, suhu permukaan laut di sekitar pantai

Selatan Jawa dan pantai Barat Sumatra akan mengalami penurunan yang cukup

drastis (anomali negatif rata-rata sebesar 2 derajat Celsius). (Iskhaq Iskandar, 2008).

Proses terjadinya penyimpangan iklim di Samudera Hindia ini diilustrasikan dalam

Gambar 1b.

Sumber : Berita Iptek (13 Februari 2008)

Page 16: Indian Ocean Dipole

Ilustrasi proses interaksi antara permukaan samudera dan atmosfer di Samudera Hindia

pada :

a) Kondisi normal dan

b) Saat terjadinya Indian Ocean Dipole.

Perbedaan suhu permukaan laut direpresentasikan oleh perbedaan warna; merah

menunjukkan anomaly positif. Aliran massa udara ke arah barat dan penumpukan

massa air di bagian barat Samudera Hindia ini merupakan gejala fisik utama yang

mengendalikan fenomena Indian Ocean Dipole. Gejala ini akan menimbulkan

gelombang Kelvin sepanjang equator yang bergerak ke arah timur (berlawanan dengan

arah angina). Gelombang ini pada gilirannya mengangkat lapisan thermocline (lapisan

air yang merupakan batas antara massa air yang lebih hangat di bawah permukaan laut

dengan air yang lebih dingin di bawahnya) di bagian Timur Samudera Hindia (Selatan

Jawa dan Barat Sumatra). Ketika thermocline ini terangkat, suhu permukaan air laut

menurun. Sebaliknya, di sisi Barat, gelombang ini akan menekan thermocline lebih

masuk ke dalam, yang mengakibatkan suhu permukaan air laut meningkat, dan Indian

Ocean Dipole pun berlangsung. Karena itu pula penurunan suhu permukaan air laut di

sisi Timur Samudera Hindia (anomali negative) dan kenaikan suhu permukaan air laut

di sisi Barat nya (anomali positif) disebut peristiwa pembentukan dua kutub (kutub

positif dan kutub negatif suhu permukaan air laut) atau Indian Ocean Dipole.

Pembentukan dua kutub suhu permukaan air laut ini akan mengakibatkan

pergeseran zona konveksi (zona pembentukan awan-awan yang berpotensi

menimbulkan hujan), dimana zona ini biasanya terdapat di atas permukaan air laut yang

hangat (anomali positif). Pada kondisi normal (Gambar 1a), zona konveksi berada di

perairan pantai Barat Sumatra. Akan tetapi pada kondisi Indian Ocean Dipole, zona

konveksi akan bergeser ke arah barat, ke daerah perairan di tengah-tengah Samudera

Hindia dan perairan pantai Timur Afrika. Akibatnya, zona hujan pun akan bergeser ke

arah barat, sehingga Indonesia akan mengalami kekeringan.

2.2. Mendeteksi Indian Ocean Dipole

Seperti halnya El Nino yang diindikasikan dengan Indeks Osilasi Selatan (indeks

perbedaan tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan permukaan laut di

Darwin/Asutralia), maka fenomena Indian Ocean Dipole direpresentasikan oleh

Page 17: Indian Ocean Dipole

perbedaan suhu permukaan air laut di bagian Barat Samudera Hindia (daerah 50⁰-70⁰

BT dan 10⁰ LS - 10⁰ LU) dan suhu permukaan air laut di bagian Timur. Samudera

Hindia (daerah 90⁰-110⁰ BT dan 10⁰ LS - 0⁰ LU). Indeks perbedaan suhu permukaan

air laut ini disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin besar nilai indeks ini, semakin

kuat sinyal Indian Ocean Dipole dan semakin dahsyat akibat yang ditimbulkan.

Evolusi Indian Ocean Dipole dimulai pada bulan Mei/Juni, mencapai puncaknya

pada bulan Oktober dan akan berakhir pada bulan November/Desember. Akibatnya,

Indonesia yang biasanya mengalami musim hujan mulai bulan Oktober, akan sedikit

mengalami perpanjangan musim kemarau. Kondisi kemarau di Indonesia akan semakin

parah apabila fenomena Indian Ocean Dipole diikuti oleh fenomena El Nino. Jika

kedua fenomena ini terjadi secara berurutan, seperti pada tahun 1997 - 1998, maka

Indonesia akan mengalami musim kemarau yang panjang dan sangat dahsyat, dari

bulan Juni hingga bulan Februari tahun berikutnya.

Indian Ocean Dipole munculnya sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, upaya para

ilmuwan untuk mempertepat prakiraan bakal munculnya gejala penyimpangan cuaca ini

telah banyak mendatangkan hasil. Dimulai dengan analisa yang dilakukan oleh dua

orang ilmuwan di Jepang Professor Toshio Yamagata dan Dr. N. H. Saji. Kedua

ilmuwan ini melakukan analisa terhadap data suhu permukaan air laut di Samudera

Hindia untuk periode 1958 - 1998 dan mengaitkan bencana banjir di benua Afrika

bagian timur pada tahun 1961 dan kekeringan di Indonesia pada tahun 1994 dan 1997

dengan anomali pembetukan dua kutub suhu permukaan air laut di Samudera Hindia.

2.3. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh Indian Ocean Dipole

2.3.1. Efek Indian Ocean Dipole tehadap wilayah yang mengelilingi samudra Hindia

Ulah Indian Ocean Dipole ini tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga menimbulkan

dampak negatif pada daerah-daerah lain yang mengelilingi Samudera Hindia. Jika di

Indonesia dia menyebabkan kekeringan, maka hal ini bertolak belakang dengan daerah

pantai timur Afrika dan daratan India. Wilayah-wilayah ini akan mengalami musim hujan

yang berlebih, di atas rata-rata. Kelebihan curah hujan di Afrika ini berimplikasi pada

meningkatnya penyeberan virus deman Rift Valley yang dibawa oleh nyamuk yang

berkembang selama musim hujan. Sementara itu, daerah sebelah barat Australia akan

Page 18: Indian Ocean Dipole

mengalami musim dingin yang amat kering karena pengaruh fenomena Indian Ocean

Dipole.

Indian Ocean Dipole juga mengancam ekosistem turumbu karang di perairan

sekitar kepulauan Mentawai. Terjadi Algae bloom (blooming phytoplankton) di

sepanjang pantai barat Sumatra dan Selatan Jawa karena dipicu oleh meningkatnya

intesitas upwelling (pengangkatan masa air di kedalaman yang kaya zat hara ke arah

permukaan), seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Ledakan plankton ini akan

mengakibatkan kekurangan oksigen di daerah perairan tersebut, karena ledakan

plankton tersebut membutuhkan oksigen yang banyak untuk proses respirasinya.

Akibatnya akan terjadi kompetisi antara plankton dan organisme lain (seperti terumbu

karang) di perairan tersebut untuk mendapat oksigen yang ada dalam jumlah terbatas.

Jika plankton berkembang lebih cepat dan menjadi lebih dominan, maka kelangsungan

hidup terumbu karang di perairan tersebut akan terancam. Hasil analisis terhadap fosil

terumbu karang di Kepulauan Mentawai yang dilakukan oleh ahli terumbu karang

Australian National University, Nerilie J. Abram, mengungkapkan fakta bahwa

kematian masal terumbu karang yang terjadi pada tahun 1961, 1994 dan 1997

bersamaan dengan waktu terjadinya fenomena Indian Ocean Dipole.

Letak geografis Indonesia yang sangat strategis di antara dua samudera;

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia; ternyata tidak hanya memberikan keuntungan,

tetapi juga rawan akan fenomena penyimpangan iklim yang beraksi di kedua samudera

tersebut. Oleh karena itu akan lebih baik jika kita terus memantau gejala-gejala

penyimpangan iklim di kedua samudera ini, sehingga dampak lebih buruknya dapat

diminimalisir. Upaya ini sebaiknya diiringi dengan kebijakan pemerintah terkait dengan

mitigasi bencana untuk mengatasi dampak penyimpangan iklim yang

kecenderungannya semakin meningkat, bukan sekedar "memamerkan" angka-angka

kerugian yang diakibatkannya.

2.3.2. Efek IOD pada Kekeringan Australia

Sebuah studi 2009 oleh Ummenhofer et al. di University of New South Wales

(UNSW) Pusat Penelitian Perubahan Iklim, telah menunjukkan korelasi yang

signifikan antara IOD. Kekeringan dibagian selatan Australia, khususnya selatn timur.

Setiap kekeringan selatan besar sejak 1889 telah bertepatan dengan fluktasi IOD

Page 19: Indian Ocean Dipole

positif/netral termasuk paa tahun 1895-1902, 1937-1945 dan 1995 hingga sekarang

saat kekeringan.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika IOD berada dalam fase negatif, didaerah

Samudra Hindia dan barat Australia air dingin sedangkan di Timor Leste hangat. Angin

yang dihasilkan mengambil air dari laut dan kemudian menyapu ke bawah

kearah selatan Australia dan akan memberikan curah hujan yang lebih tinggi .

Dalam fase positif IOD, pola suhu laut dibalik, melemahnya angin

dan mengurangi jumlah kelembaban dijemput dan diangkut di seluruh

Australia. Konsekuensinya adalah bahwa curah hujan di selatan-timur jauh di

bawah rata-rata selama periode dari IOD positif. Penelitian ini juga menunjukan baha

IOD memiliki efek yangjauh lebih signifikan pada pola cuah hujan di selatan-timur

Australia dari Elnino-southerm Oscillation (ENSO) di Samudra Pasifik sebagaimana

telah ditunjukan dalam beberapa tahun sebelumnya.

Contoh Indian Ocean Dipole di bagian barat Indonesia.

Sumber: wikipedia 2011

Page 20: Indian Ocean Dipole

Suhu air di sekitar Kepulauan Mentawai turun sekitar 4° Celcius selama puncak Indian

Ocean Dipole pada bulan November 1997. Elama peristiwa ini angin angin yang luar

biasa kuat dari air permukaan yang hangat mendorong ke arah timur Afrika.

Memungkinkan air dingin untuk upwelling sepanjang pantai Sumatra. Dalam gambar

diatas daerah biru dingin dari biasanya, sementara daerah-daerah merah lebih

hangat dari biasanya.

2.4. Skema dari peristiwa IOD positif dan negative

Samudera Hindia Dipole (IOD) adalah fenomena laut-atmosfer digabungkan di

Samudera Hindia. Hal ini biasanya ditandai dengan pendinginan anomaly SST di

Samudra Hindia bagian timur selatan khatulistiwa dan pemanasan anomaly SST di

Samudra Hindia barat equator. Terkait dengan perubahan ini konveksi yang normal

terletak diatas kolam han gat Samudra Hindia bagian Timur bergeser ke barat dan

membawa hujan deras ke Afrika Timur dan kekeringan yang parah atau kebakaran

hutan wilayah Indonesia. Umumnya, konfigurasi ini disebut IOD positif. Infact sebuah

IOD negative juga berkembang sebelum IOD postive, dengan reverse konfigurasi IOD

Sumber : Webpage maintained by Suryachandra A. Rao

Page 21: Indian Ocean Dipole

positif.

2.4.1. Skema dari kejadian IOD positif

Skema diatas menunjukan bahwa diagram dari SST (pemanasan bayangan merah

dan pendinginan bayangan biru) selama IOD positif. Bercak putih menunjukan aktivitas

konvektif meningkat, dan tanda panah menunjukkan arah angin dari barat Australia

menuju Samudra Hindia dan bagian timur Afrika.

Tiga kali berturut-turut kejadian IOD positif telah terjadi pada 2006, 2007

dan 2008.Tidak ada kejadian sebelumnya seperti sudah dicatat.

2.4.2. Skema dari kejadian IOD negtif

Sumber : Webpage maintained by Suryachandra A. Rao

Skema gambar diatas menunjukan bahwa diagram dari anomaly SST (pemanasan

ditujukan oleh warna merah dan pendinginan ditujukan oleh warna biru) selama IOD

negative. Bercak putih menunjukkan aktivitas konvektif meningkat. Arah

angin yang ditunjukkan oleh panah.

Sumber : Webpage maintained by Suryachandra A. Rao

Page 22: Indian Ocean Dipole

Sebuah IOD pola negative SST telah terbukti berhubungan dengan peningkatan

curah hujan di seluruh bagian selatan Autralia. Contoh gambar peta disamping

menunjukan rata-rata suhu permukaan laut pada bulan November 1997. Kutub timur

dan barat IOD yang ditandai dengan kotak hitam.

2.5.Indeks Dipole mode (DMI)

Indeks DMI merupakan indikator gradien temperatur timur-barat melintasi Samudra

Hindia tropis, terkait dengan Samudera Hindia Dipole mode atau zonal. Hal ini

dihitung sebagai perbedaan dari WTIO dan indeks Setio. Ekstrim September-Oktober-

November curah hujan di Afrika Timur tropis telah dikaitkan dengan periode DMI terus-

menerus tinggi (Hitam et al, Sen Wea Rev,. 2003.).

Data source Indeks dihitung dengan menggunakan analisis Reynolds OIv2 SST, yang

tersedia melalui perpustakaan IRI, dan diperbharui setiap minggu. Anomali dihitung

relative terhadap siklus musiman iklim bedasarkan pada tahun 1982-2005. Serangkaian

seri

mingguan linear diinterpolasi setiap hari untuk siklus musiman iklim dengan

resolusi sehari-hari. Hari kabisat (29 Februari) diperlakukan sebagai kasus khusus

dan linear interpolasi antara klimatologi tanggal 28 Februari dan 1 Maret. Rata-rata dari

Sumber : NH Saji, BN Goswami, Vinayachandran PN, Yamagata T., 1999

Page 23: Indian Ocean Dipole

analisis spasial grid dibobot oleh luas permukaan. Deviasistandar dari indeks selama

periode 1982-2005 ditunjukkan pada plot.

BAB III

KESIMPULAN

IOD adalah osilasi yang tidak teratur dari suhu permukaan laut di mana Samudera India

bagian barat menjadi lebih hangat secara bergantian dan kemudian lebih dingin

dari bagian timur laut. Fenomena ini dapat menyebabkan efek yang buruk bagi wilayah

yang mengelilingi Samudra Hindia. Air hangat di Samudra Hindia bagian timur menuju

ke barat dan menyebabkan hujan yang sangat deras ke Afrika timur akan

tetepi kekeringan terjadi yang parah atau kebakaran hutan di wilayah Indonesia.

Daftar Pustaka

JAMSTEC.2008.Indian_Ocean_Dipole_(IOD)_bY_the_LAS.http://www.aviso.oceanobs.c

om/en/applications/climate/indian-ocean-dipole/index.html

Iskhaq

Iskandar.2008.http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1206267194

Anonym.2011.iod.http://www.jamstec.go.jp/frcgc/research/d1/iod/publications/sy03b.pdf

Anonym.2011.Indian ocean dipole.http://en.wikipedia.org/wiki/Indian_Ocean_Dipole

Anonym.2009.Pengaruh_IOD_terhadap_iklim_Indonesia.http://cheatonunpad.wordpress

.com/2009/12/22/pengaruh-indian-ocean-dipole-pada-iklim-indonesia/

Anonym.2011.IOD.http://acanx.multiply.com/journal/item/7

Anonym.2011.http://www.perpustakaan.lapan.go.id/jurnal/index.php/jurnal_sains/article/

viewFile/340/293

Wataru_Sasaki.2008.Climate_Variation.http://www.bom.gov.au/climate/IOD/about_IOD

.shtml

Unesco.2011.state_of_the_ocean.http://ioc3.unesco.org/oopc/state_of_the_ocean/sur/ind/

dmi.php

Page 24: Indian Ocean Dipole

Anonym.2008.http://www.ias.ac.in/currsci/jan102008/29.pdf

PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE DI AUSTRALIA

Indian Ocean Dipole (IOD)

Disusun Oleh :

LOLA NURUL AFIFAH

230210100027

Page 25: Indian Ocean Dipole

PENDAHULUAN

Australia, resminya Persemakmuran Australia, adalah sebuah negara di

belahan selatan yang terdiri dari daratan utama benua Australia, Pulau

Tasmania, dan berbagai pulau kecil di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Negara-negara yang bertetanggaan dengannya adalah Indonesia, Timor Leste,

dan Papua Nugini di Utara; Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan Selandia Baru di

tenggara. Luas daratan Australia adalah 7.617.930 km2 berada diatas Lempeng

Indo-Australia. Dikelilingi oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, ia

dipisahkan dari Asia oleh Laut Arafura dan Laut Timor. Benua terkecil di dunia

dan Negara terluas keenam menurut keseluruhan. Kepemilikian dan

keterpencilan Australia menyebabkannya dijuluki sebagai „benua pulau‟ dan

dipandang sebagai pulau terluas di dunia. Australia memiliki garis pantai

sepanjang 34.218 km (belum termasuk pulau-pulau di lepas pantai benua) dan

pengakuan perluasan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 8.148.250 km2. Australia

terletak di antara 9° LS dan 44° LS, dan 112° BT dan 154° BT.

Australia adalah benua terdatar dengan lapisan tanah yang paling tua dan

tidak begitu subur, gurun atau tanah yang agak gersang biasa dikenali sebagai

pedalaman adalah bagian terbesar benua ini. Benua terkering yang dihuni

manusia, hanya bagian tenggara dan tepian barat daya yang beriklim sedang.

Kepadatan populasi, 2,8 jiwa per kilometer persegi, adalah salah satu yang

terkecil di dunia, meskipun proporsi populasi yang besar tinggal di sepanjang

pesisir tenggara yang beriklim sedang.

Hutan iklim sedang Australia Timur dan Sabuk Brigalow terletak diantara

pesisir dan gunung-gunung sementara pedalaman pegunungan pembagi adalah

padang rumput luas. Ini termasuk dataran barat New South Wales dan Tanah

Tinggi Einasleigh, Dataran Tinggi Barkly dan Tanah Mulga pedalaman

Queensland. Titik paling utara pesisir timur adalah Semenanjung Tanjung York

yang memiliki hutan hujan tropis. Bentang alam bagian utara negara ini, Ujung

Atas dan Tanah Teluk di belakang Teluk Carpentaria, dengan iklim tropis

mereka, terdiri dari tanah kayu, padang rumput, dan gurun. Di sudut barat laut

benua ini adalah tebing batu pasir dan ngarai Kimberly, dan yang di bawah

adalah Pilbara, sedangkan yang diselatan dan pedalaman terdapat banyak

Page 26: Indian Ocean Dipole

padang rumput, Dataran Victoria Biasa dan Semak Belukar Mulga Australia

Barat. Jantung Negara ini adalah dataran tinggi Australia tengah memiliki fitur

yang menonjol, yakni di tengah dan selatan, termasuk pedalaman Gurun

simpson, Gurun Berbatu Tirari-Sturt, Gurun Gibson, Gurun Sandy-Tanami Besar,

dan Gurun Victoria Besar dengan Dataran Nullarbor yang terkenal di pesisir

selatan.

Iklim di Australia sangat dipengaruhi oleh arus samudera, termasuk Dipol

Samudera Hindia dan Osilasi El-Niño Selatan, yang berkorelasi dengan

kekeringan yang berkala, dan system tekanan rendah tropis bermusim yang

menghasilkan siklon di utara Australia. Faktor-faktor ini mengimbasi curah hujan

yang variatif dari tahun ke tahun. Sebagian besar utara Negara ini memiliki iklim

hujan musim panas dominan tropis (monsoon). Di bawah tiga per empat

Australia terletak sebuah gurun atau zona kurang subur. Pojok Barat Daya

Australia Barat memiliki iklim Mediterrania. Banyak bagian di tenggara (termasuk

Tasmania) adalah beriklim sedang.

Page 27: Indian Ocean Dipole

ISI

Dipole Mode

Interaksi yang cukup kuat antara atmosfer dan lautan di wilayah

Samudera Hindia menghasilkan fenomena Dipole Mode (DM) yang didefinisikan

sebagai tanda-tanda atau gejala akan menaiknya atau memanasnya suhu

permukaan laut (SPL) dari kondisi normal di sepanjang Ekuator Samudera

Hindia, khususnya di sebelah selatan Hindia yang diiringi dengan menurunnya

suhu permukaan laut tidak normal di perairan Indonesia di wilayah pantai barat

Sumatera (Yamagata, 2001). Pada keadaan normalnya, disebelah barat lautan

tropis Hindia suhu permukaan laut mengalami pendinginan dan hangat di

sebelah bagian timurnya dan ditandai dengan distribusi SPL yang cukup merata

disekitar ekuator.

Gambar 1. Kondisi Normal dan Saat Dipole Mode

Sumber : egsaugm.blogspot.com

Saji, et.al (1999) menganalisis kejadian Dipole Mode dengan

menggunakan indeks sederhana, yaitu berupa dipole anomali SPL yang

didefinisikan sebagai perbedaan anomali SPL Samudera Hindia tropis bagian

Page 28: Indian Ocean Dipole

barat (50°E - 70°E, 10°S - 10°N) dengan Samudera Hindia tropis bagian timur

(90°E - 120°E, 10°S – ekuator). Selain SPL, dipole anomali RGP juga sama

terjadi seperti SPL pada satu tahun Dipole Mode (Behera et.al, 1999). Saji dan

yamagata (2001) mengidentifikasi bahwa kejadian DM(+) meliputi tahun 1982-

1983, 1994-1995 dan 1997-1998 dan kejadian DM(-) pada tahun 1983-1984,

1988-1989, 1992-1993, 1995-1996 dan 1998-1999.

Hasil perhitungan perbedaan nilai (selisih) antara anomaly suhu muka

laut di bagian barat dan sebelah timur samudera Hindia ini dikenal sebagai DMI

(Dipole Mode Index). Dipole Mode dibagi menjadi dua fase yakni Dipol Mode

positif dan Dipole Mode Negatif. Dipole Mode positif (DMP) terjadi pada saat

tekanan udara permukaan diatas wilayah barat Sumatera relatif bertekanan lebih

tinggi dibandingkan wilayah timur Afrika yang bertekanan relatif rendah, sehingga

udara mengalir dari bagian barat Sumatera ke bagian timur Afrika yang

mengakibatkan pembentukkan awan-awan konvektif di wilayah Afrika dan

menghasilkan curah hujan diatas normal, sedangkan di wilayah Sumatera terjadi

kekeringan, begitu sebaliknya dengan Dipole Mode Negatif (DMN). Dalam

kaitannya dengan pola curah hujan di BMI. Illustrasi proses / mekanisme

fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) secara skematis di sajikan dalam gambar

(1) dan (2) :

Gambar 2. Ilustrasi skematis proses / mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI

positif

Sumber : http//www.jamstec.go.hjp/frsgc/research/d1/iod/

Page 29: Indian Ocean Dipole

Gambar 3. Ilustrasi skematis proses / mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI

negatif

Sumber : http//www.jamstec.go.hjp/frsgc/research/d1/iod/

Tahapan Siklus DM diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan

laut negatif di sekitar selat Lombok hingga selatan Jawa pada bulan Mei-Juni,

bersamaa degan itu terjadi anomaly angin tenggara yang lemah di sekitar Jawa

dan Sumatera. Selanjutnya pada bulan Juli-Agustus, anomali negatif SPL

tersebut terus menguat dan semakin meluas sampai ke ekuator hingga pantai

barat Sumatera, sementara itu anomaly positif SPL mulai muncul di Samudera

Hindia bagian barat. Perbedaan tekanan di antara keduanya semakin

memperkuat angin tenggara di sepanjang ekuator dan pantai barat Sumatera.

Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan selanjutnya menghilang

dengan cepat pada bulan November-Desember.

Tahun

Fenomena Kondisi

Iklim El Nino

(Kering)

La Nina

(Basah)

DM+

(Kering)

DM-

(Basah)

1955

1956

1957 kuat kuat normal

1961 kuat kekeringan

1963 kuat kuat kekeringan

1965 kuat kekeringan

Page 30: Indian Ocean Dipole

Tabel 1. Data

Kejadian Dipole Mode, ENSO dan Kondisi Iklim

Sumber : egsaugm.blogspot.com

Fenomena Dipole Mode dipengaruhi oleh :

1. Sirkulasi Walker yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan antara

wilayah bagian timur Samudera Hindia dekat Pulau Sumatera bagian barat

dengan bagian barat Samudera Hindia dekat Afrika yang mengakibatkan

terjadinya aliran udara secara horizontal dari tekanan udara yang tinggi

menuju wilayah dengan tekanan udara rendah.

2. Angin zonal (timur-barat) juga berpengaruh terhadap kejadian ini, yakni

akibat adanya pergerakan massa udara dari barat ke timur Samudera Hindia

atau sebaliknya. Sementara itu angin meridional juga berpengaruh terhadap

1967 kuat kekeringan

1969 kuat kekeringan

1970 kuat normal

1971

1972 kuat kuat kekeringan

1973 kuat kuat

1975 kuat

1976 kuat kekeringan

1982 kuat kuat kekeringan

1983 kuat kekeringan

1987 kuat kekeringan

1988 kuat kuat kekeringan

1991 kuat kekeringan

1993 kuat kekeringan

1994 kuat kuat kekeringan

1995 kuat kuat normal

1997 kuat kuat kekeringan

1998 kuat kuat normal

2002 kuat kuat normal

2003 kuat kekeringan

2004 kuat normal

Page 31: Indian Ocean Dipole

fenomena Dipole Mode yang terjadi karena adanya aliran udara antara

wilayah Hindia bagian selatan dengan setelah barat Australia.

Hasil studi dari Saji dan yamagata (2003) menyatakan bahwa DM

berkorelasi positif dengan tingginya anomali SPL di Belahan Bumi Utara (BBU)

dan Belahan Bumi Selatan (BBS) termasuk kawasan Subtropid. Perubahan SPL

selama peristiwa DM ditemukan hubungannya dengan perubahan angin

permukaan di samudera Hindia bagian tengah ekuator. Pada kenyataannya arah

angin berkebalikan dari baratan ke timuran selama puncak fase dari kejadian DM

positif ketika SPL mendingin di timur dan menghangat di barat. Pengaruh dari

angin ini sangat signifikan pada kedalaman termoklim melalui proses-proses di

lautan (Rao et al.,2001). Termoklim meningkat di bagian timur dan semakin

dalam dibagian tengah dan barat. Penurunan upwelling di sekitar pantai

menyebabkan SPL mendingin di bagian timue (Behera et al.,1999).

DM positif menghasilkan anomali sirkulasi atmosfer dimana osilasi SPL di

Samudera Hindia tropis berkaitan dengan curah hujan di Negara-negara

sekitarnya terutama Indonesia dan beberapa Negara Afrika. Penelitian selama

beberapa decade terakhir menunjukkan bahwa iklim di daerah tropis pada skala

besar sangat dipengaruhi oleh perubahan SPL. Behera dan Yamagata (2001)

mengidentifikasi bahwa mendinginnya SPL dibagian timur Samudera Hindia

disebabkan oleh peningkatan evaporasi di bagian barat Samudera Hindia.

Pengaruh Kekeringan Australia

Sebuah studi 2009 oleh Ummenhofer dkk. Di Universitas New South

Wales (UNSW) Pusat Penelitian Perubahan Iklim, telah menunjukkan korelasi

yang signifikan antara IOD dan kekeringan di bagian selatan Australia,

khususnya selatan-timur. Setiap kekeringan selatan besar sejak 1889 telah

bertepatan dengan fluktuasi IOD positif / netral termasuk 1895-1902, 1937-1945

dan saat ini 1995-sekarang kekeringan.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika IOD berada dalam fase negative,

dengan air dingin Samudera Hindia barat Australia dan hangat Laut Timor air ke

utara, angin yang menghasilkan yang mengambil air dari laut dan kemudian

menyapu ke bawah kea rah selatan Australia untuk memberikan curah hujan

yang lebih tinggi. Dalam fase positif IOD, pola suhu laut dibalik, melemahnya

angin dan mengurangi jumlah kelembapan dibawa dan diangkut ke seluruh

Page 32: Indian Ocean Dipole

Australia. Dampaknya adalah bahwa curah hujan di selatan-timur jauh dibawah

rata-rata selama periode IOD positif.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa IOD memiliki efek yang jauh lebih

signifikan pada pola curah hujan di selatan-timur Australia dari El Niño-Southern

Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik sebagaimana telah ditunjukkan dalam

beberapa studi terbaru.

Musim dingin & Musim Semi di Australia pada tahun IOD positif

Gambar 4. Rata-rata curah hujan pada musim dingin – musim semi di Australia selama tahun IOD

positif

Sumber : www.bom.gov.au

Peta di atas menunjukkan bahwa selama tahun IOD positif, musim dingin

– musim semi bisa menyebabkan curah hujan dibawah rata-rata (yaitu dalam

desil 2 atau 3 dan ditunjukkan oleh warna merah di peta) di bagian tengah dan

selatan Australia. Perlu dicatat bahwa tidak ada bagian dari negara ini ada

kecenderungan yang konsisten terhadap rata-rata diatas (desil 8 atau lebih

tinggi) curah hujan di tahun IOD positif.

Page 33: Indian Ocean Dipole

Musim dingin & Musim Semi di Australia pada tahun IOD negatif

Gambar 5. Rata-rata curah hujan pada musim dingin – musim semi di Australia selama tahun IOD

negative

Sumber : www.bom.gov.au

Peta di atas menunjukkan bahwa selama tahun IOD negatif, musim dingin

– musim semi bisa menyebabkan curah hujan di atas rata-rata (yang berarti

dalam desil 8 atau 9 dan ditunjukkan oleh warna biru dip eta) di sebagian besar

selatan Australia. Perlu dicatat bahwa tidak ada bagian dari Negara ini ada

kecenderungan yang konsisten terhadap bawah rata-rata (desil 3 atau lebih

rendah) curah hujan.

Page 34: Indian Ocean Dipole

KESIMPULAN

Indian Ocean Dipole adalah suatu fenomena yang terjadi karena adanya

interaksi antara atmospher dan ocean yang terdapat di lautan Hindia tropis.

Fenomena dicirikan dengan bersamaan terjadinya penyimpangan suhu muka air

laut yang berlawanan di bagian barat (50°E - 70°E, 10°N) dan di bagian timur /

tenggara (90°E – 110°E, 10°S – ekuator). Untuk menyatakan besarnya

simpangan tersebut lazim digunakan istilah “anomali” yakni beda atau

pembanding terhadap nilai rata-ratanya. Misalnya pada waktu Lautan Hindia

khatulistiwa bagian tenggara mengalami anomali dingin, suhu muka laut di

sebelah barat Sumatera terjadi anomali panas atau dalam keadaan suhu muka

laut di Lautan Hindia khatulistiwa bagian barat lebih dingin dibandingkan di

sebelah timur; demikian keadaan tersebut dapat sebaliknya. Dari keadaan

seolah-olah seperti ada pasangan pusat panas-dingin di bagian barat dan bagian

timur; kemudian pasangan tersebut dikenal dengan “Indian Dipole Mode” yang

selanjutnya orang menyingkat dengan “dipole mode”. Bila pusat panas berada di

bagian timur disebut “dipole mode negatif” dan bila berada dibagian barat disebut

“dipole mode positif” .

Fenomena dipole merupakan hasil atau model interaksi antara atmosfer

dan laut. Dari model tersebut dijelaskan bahwa timbulnya Dipole Mode didahului

oleh pasat tenggara diatas lautan Hindia bagian selatan dan timur yang kuat dan

bertiup terus menerus dalam suatu kurun waktu. Tiupan yang terus menerus

tersebut menimbulkan tegangan (stress) muka air laut sehingga terjadi

penumpukkan massa laut dan panas di bagian barat. Bersamaaan dengan

anomaly suhu muka laut di lautan Hindia khatulistiwa yang demikian , daerah

golakan yang biasanya terdapat dibagian timur yang panas bergeser ke barat.

Sebaliknya ketika angin pasat lemahangin banyak bertiup dari arah barat atau

barat daya sehingga terjadi pengumpulan massa dan panas di bagian timur yang

panas. Tetapi dari pandangan oseanografi penurunan suhu muka laut di bagian

timur lautan Hindia khatulistiwa karena timbulnya massa laut naik atau upwelling

yang berawal di lautan sebelah selatan Nusa Tenggara Barat kemudian menjalar

ke barat sehingga suhu muka laut di bagian timur lautan Hindia sekitar

khatulistiwa lebih dingin dibandingkan di bagian barat bergeser ke timur sehingga

di bagian barat lebih dingin dibandingkan di bagian timur.

Page 35: Indian Ocean Dipole

Di Australia saat terjadi IOD positif akan mengakibatkan curah hujan yang

rendah atau relatif kering / panas. Sedangkan pada IOD negatif akan

mengakibatkan curah hujannya tinggi atau basah / lembab.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Australia. http://id.wikipedia.org/wiki/Australia (diakses pada

tanggal 14 November jam 15.50 WIB)

Anonim, 2011. Dipole Samudera Hindia.

http://en.wikipedia.org/wiki/Indian_Ocean_Dipole (diakses pada tanggal

14 November jam 16.30 WIB)

Anonim, 2010. Dipole Mode (DM). http://moklim.dirgantara-

lapan.or.id/content/dipole-mode-dm (diakses pada tanggal 14 November

16.55 WIB)

Anonim, 2010. Dipole Mode. http://egsaugm.blogspot.com/2010/12/dipole-

mode.html (diakses pada tanggal 14 November jam 17.02 WIB)

Anonim, 2011. Pola Curah Hujan Australia selama Indian Ocean Dipol tahun negatif.

http://www.bom.gov.au/climate/IOD/positive/ (diakses pada tanggal 14

November jam 17.21 WIB)

Anonim, 2011. Pola Curah Hujan Australia selama Indian Ocean Dipol tahun positif.

http://www.bom.gov.au/climate/IOD/negative/ (diakses pada tanggal 14

November jam 17.25 WIB)

Soerjadi, 2010. Dipole Mode. http://pustakacuaca.blogspot.com/2010/09/dipole-

mode.html (diakses pada tanggal 14 November jam 17.44 WIB)

Page 36: Indian Ocean Dipole

Topik : IOD

Disusun oleh:

Liza Syahputra

230210100038

“Indian Ocean Dipole”

Page 37: Indian Ocean Dipole

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan wilayah di dunia yang terdapat pada iklim tropis yang dimana wilayah

wilayah yang terdapat pada iklim ini mengalami banyak fenomena alam yang menyebabkan

penyimpangan dari aspek iklim. Salah satu fenomena yang terjadi yaitu peristiwa Indian

Ocean Dipole (IOD). Indian Ocean dipole berasal dari kondisi air laut yang dipengaruhi

perbedaan suhu yang signifikan menghasilkan gerakan arus air laut. Fenomena ini tidak

hanya dipengaruhi oleh keadaan wilayah perairan, tapi fenomena iklim lain seperti El Nino

dan El Nina juga memegang pengaruh yang besar mengakibatkan variasi curah hujan

setiap wilayah yang mengililngi wilyah perairan tempat dimana terjadinya fenomena ini yaitu

Samudra Hindia.

Page 38: Indian Ocean Dipole

BAB II

ISI

2.1 INDIAN OCEAN DIPOLE

Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan suatu fenomoena dimana terjadi osilasi yang

tidak teratur dari suhu permukaan laut dimana bagian barat Samudra Hindia menjadi lebih

hangat dari biasanya dan menjadi lebih dingin di bagian timur laut. Indian Ocean Dipole

merupakan salah satu penyimpangan cuaca yang menyebabkan udara berhembus ke barat

sehingga mendoraong massa air laut dan mengangkat massa air dari bawah ke atas

permukaan. Aliran massa udara ke arah barat dan penumpukan massa air di bagian barat

Samudera Hindia ini merupakan gejala fisik utama yang mengendalikan fenomena Indian

Ocean Dipole. Gejala ini akan menimbulkan gelombang Kelvin sepanjang equator yang

bergerak ke arah timur (berlawanan dengan arah angin). Gelombang ini pada gilirannya

mengangkat lapisan thermocline (lapisan air yang merupakan batas antara massa air yang

lebih hangat di bawah permukaan laut dengan air yang lebih dingin di bawahnya) di bagian

timur Samudera Hindia (Selatan Jawa dan Barat Sumatra). Ketika thermocline ini terangkat,

suhu permukaan air laut menurun. Sebaliknya, di sisi barat, gelombang ini akan menekan

thermocline lebih masuk ke dalam, yang mengakibatkan suhu permukaan air laut meningkat,

dan Indian Ocean Dipole pun berlangsung. Karena itu pula penurunan suhu permukaan air laut

di sisi timur Samudera Hindia (anomali negatif) dan kenaikan suhu permukaan air laut di sisi

barat (anomali positif) disebut peristiwa pembentukan dua kutub (kutub positif dan kutub negatif

suhu permukaan air laut) atau Indian Ocean Dipole.

Gambar 1. Suhu permukaan laut rata rata pada bulan November 1997

Page 39: Indian Ocean Dipole

Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/IOD/about_IOD.shtml

Periode Indian Ocean Dipole yang positif ditandai dengan air di Samudra Hindia Tropis

Bagian timur menjadi lebih dingin dari air normal, dan di bagian barat Samudera Hindia tropis

menjadi lebih hangat dari air normal. Sebaliknya, Indian Ocean Dipole yang negatif ditandai

dengan air di Samudera Hindia tropis timur laut menjadi lebih hangat dibandingkan air di

Samudra Hindia tropis bagian barat.

2.2 HUBUNGAN INDIAN OCEAN DIPOLE DENGAN EL NINO

Fenomena IOD mempengaruhi curah hujan di India dari segi kekuatan hujan. IOD positif

terjadi pada bulan Agustus 1998 dan IOD positif yang lainnya pada tahun 2006. Fenomena IOD

merupakan aspek dari siklus umum iklim global yang memiliki interaksi dengan fenomena yang

serupa seperti El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Hal ini dibuktikan dengan penurunan

curah hujan di seluruh bagian tengah dan selatan Australia selama IOD positif, dan dengan

peningkatan curah hujan di seluruh bagian selatan Australia selama IOD negatif.

Peristiwa IOD biasanya terjadi setiap periode 30 tahun sekali dan setiap peristiwa

berlangsung selam 6 bulan. Terdapat 12 IOD positif dimana tidak ada IOD negatif sejak tahun

1980 sampai 1992 hingga terjadi IOD negatif yang kuat pada tahun 2010. Terjadinya IOD dua

kali berturut turut pada tahun 1913-1914, dan pada tahun 2006-2008.

2.3 EL NINO SOUTHERN OSCILLATION

gambar 2. Kondisi El Nino

Sumber : http://waves.marine.usf.edu/elnino_menu/elnino_menu_article.htm

Page 40: Indian Ocean Dipole

El Nino Southern Oscillation (ENSO) merupakan salah satu fenomena laut yang

berpengaruh besar terhadap keragaman hujan indonesia (Boer, 2003). ENS0 merupakan

fenomena interaksi dari lautan dan atmosfer di Samudera Pasifik dimana El Nino adalah

fenomena laulan dan Soutliern Oscillation adalah fenomena atmosfer. lndikator yang digunakan

untuk mengctahui ENS0 adalah lndeks Osilasi Selatan (SOI) dan ASPL di Samudera

Pasifik.ASPL di Pasifik Ekuator berkaitan eratdengan sirkulasi Walker. Daerah denganSPL

tinggi merupakan pusat tekanan udara rendah dan merupakan daerah konvektif, sehinga

menjadi penggerak utama sirkulasi walker selanjutnya. Pada sirkulasi walker normal, titik

konvektif herada pada wilayah Indonesia, Amerika,dan Afrika di sepanjang ekuator.Namun

dengan pergeseran SPL tinggi dari Indonesia ke arah timur pada saal terjadi El Nino.maka titik

konvektif pun bergeser mengikuti SPL sehingga terjadi perubahan sirkulasi Walker. Fenomella

ini dikenal sebagai El Nino.

Gambar 3. Kondisi La Nina

Sumber : http://mastrihariyadi.wordpress.com/2011/01/15/anomali-cuaca/

Fenomena yang berkebalikan dengan kejadian El Nino adalah La Nina, yaitu

bergesernya daerah SPL tinggi ke barat sehingga terjadi perubahan titik konvektif ke barat pula.

Menurut Yasunari (1990), terdapat hubungan negatif antara aktivitas monsun lndia dengan

aktivitas ENS0 yang terjadi sekitar tiga hingga enam bulan setelahnya, sehingga tnonsun lndia

yang lemah dapat memicu terjadinya El Nino dan sebaliknya rnemicu La Nina. Selain itu

monsun lndia lemah akan memperlambat kedatangan musim hujan di kepulauan Indonesia.

Dampak ENS0 meluas hampir ke seluruh dunia yang disebabkan dengan adanya pergeseran

Page 41: Indian Ocean Dipole

sirkulasi tropis skala luas yaitu Sirkulasi Walker dan Sirkulasi Hadley. Dampak El Nino terhadap

kondisi cuaca global (Pustekkom, 2007) antara lain angin pasat timuran melemah, sirkulasi

muson melemah, akumulasi curah hujan berkurang di wilayah lndonesia, Amerika Tengah dan

amerika Selatan bagian Utara. Cuaca di daerah tersebut cenderung lebih dingin dan kering, dan

potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat serta wilayah

Argentina.

Beberapa daerah tropis, lermasuk Indonesia, secara langsung dipengaruhi oleh kondisi

kering akibat peristiwa ENSO. Periode El Nino berkaitan dengan peningkatan curah hujan

sepanjang Samudera Pasitik bagian timur dan tengah serta kondisi kering di atas normal terjadi

di Australia utara, Indonesia, dan Filipina Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di

sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat

tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang

dikenal sebagai benua maritim (kepulauan), maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi

oleh fenomena El Nino.

2.4 DAMPAK YANG DITIMBULKAN INDIAN OCEAN DIPOLE

Pada umumnya peristiwa Indian Ocean Dipole menimbulkan efek yang negatif, tidak

hanya di iklim tropis seperti Indonesia saja, tapi juga terjadi di wilayah wilayah yang berada di

sekitar Samudra Hindia. Di Indonesia, IOD menyebabkan kekeringan dan terjadinya algae

blooming (blooming phytoplankton). Di sepanjang pantai barat Sumatra hanya terjadi intensitas

upwelling yang tinggi yang mengangkat unsur hara dari bawah laut ke permukaan, algae

blooming menyebabkan kandungan oksigen dalam laut berkurang karena digunakan oleh

phytoplankton untuk proses respirasinya. Akibatnya, terjadi kompetisi antara phytoplankton

dengan organisme lain seperti terumbu karang. Dari fenomena IOD dapat mengancam

kelangsungan hidup terumbu karang. Efek dari IOD juga memiliki dampak bagi benua Australia,

penelitian menunjukkan bahwa ketika IOD berada dalam fase negatif, dengan air dingin

Samudera Hindia barat Australia dan hangat Laut Timor air ke utara, angin yang dihasilkan

yang mengambil air dari laut dan kemudian menyapu ke bawah ke arah selatan Australia untuk

memberikan yang lebih tinggi curah hujan. Dalam fase positif IOD, pola suhu laut dibalik,

melemahnya angin dan mengurangi jumlah kelembaban dijemput dan diangkut di seluruh

Australia. Konsekuensinya adalah bahwa curah hujan di selatan-timur jauh di bawah rata-rata

selama periode dari IOD positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa IOD memiliki efek yang

Page 42: Indian Ocean Dipole

jauh lebih signifikan pada pola curah hujan di selatan-timur Australia dari El Nino-Southern

Oscillation (ENSO) di Samudra Pasifik

2.5 PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE DALAM BIDANG PERIKANAN

Indian Ocean Dipole tidak Hanya mengakibatkan perubahan pergerakan angin namun

juga sangat berpengaruh terhadap perikanan yaitu ditandai dengan perubahan fisik air yang

terjadi di wilayah Indian Ocean Dipole:

Pada masa IOD negatif, pergerakan ikan didaerah fase negatif berlangsung pada

bulan Oktober 2000 sampai Maret 2001. Fase ini ditandai dengan anomali positif

suhu permukaan laut di Samudera Hindia menyebabkan curah hujan yang

meningkat secara tajam. Pada masa ini, terjadi kondisi yang buruk bagi perikanan

daerah Selat Sunda dengan curah hujan yang tinggi mempengaruhi ikan untuk

bermigrasi ke tempat yang lebih hangat.

Pada masa IOD positif, terdapat 3 fase perubahan suhu di Selat Sunda yang secara

berurutan yaitu:

Fase pertama terjadi di daerah selatan pulau Jawa dan Sumatra mengalami

pendinginan suhu laut permukaan, mulai terbentuk pada bulan Juni dan

semakin menguat karena propagasi gelombang Rossby yang bertiup dari

sumbernya ke daerah barat di sekitar Laut Timor dan mencapai puncaknya

pada bulan Oktober. Hal ini mengakibatkan kondisi air yang kurang kondusif

sehingga ikan cenderung bermigrasi ke daerah yang lebih hangat

Selama masa transisi dari barat ke timur, arus yang mengalir sepanjang pantai

selatan Sumatra dan arus khatulistiwa selatan lepas pantai Samudra Hindia

membawa massa air yang relatif hangat. Kondisi air seperti ini sangat kondusif

bagi migrasi ikan tongkol

Pada fase ketiga, kondisi oseanografi Selat Sunda kembali stabil, terbentuk

upwelling di perairan Sumatra pada bulan juli sampai agustus 1998

(syamsuddin 2003). Upwelling di perairan ini diikuti dengan terbawanya suplai

massa air hangat yang sangat ideal bagi lingkungan hidup ikan.

2.6 CARA MENDETEKSI INDIAN OCEAN DIPOLE

Indian Ocean Dipole dapat dideteksi sama halnya dengan El-nino yang diindikasikan

dengan indeks osilasi selatan (indeks perbedaan tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan

Page 43: Indian Ocean Dipole

permukaan laut di Darwin/Australia), Indian Ocean Dipole dapat dipresentasikan dengan

perbeaan suhu di bagian barat Samudra Hindia (50°-70° BT dan 10° LS - 10° LU) dan suhu

permukaan laut bagian timur Samudra Hindia (90°-110° BT dan 10° LS - 0° LU). Indeks ini

disebut dengan Dipole Mode Index (DMI), semakin besar indeks ini, maka semakin kuat

sinyalnya dan efek yang diberikan oleh Indian Ocean Dipole semakin besar juga.

BAB III

KESIMPULAN

Letak geografis Indonesia yang sangat strategis tidak hanya memberikan dampak

positif, namun juga rawan akan fenomena alam yang menyebabkan penyimpangan iklim yang

terdapat di kedua samudra yang mengapit Indonesia. Seperti peristiwa Indian Ocean Dipole

yang memegang pengaruh terhadap berbagai aspek. Sisi menguntungkan dari fenomena ini

yaitu mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi kehidupan di laut yang merupakan

keuntungan dalam bidang perikanan. Sementara sisi merugikan dari fenomena ini yaitu

menciptakan kondisi yang kurang kondusif bagi kehidupan di perairan laut, bahkan dapat

mengancam kelangsungan beberapa organisme serta menggangu keseimbangan dalam suatu

ekosistem, baik itu di daratan maupun di perairan.Oleh karena itu akan lebih baik apabila terus

dilakukan pemantauan gejala gejala iklim yang terjadi di kedua samudera yang berada di

Indonesia, dan juga dilakukan langkah mitigasi agar efek buruknya dapat diminimalisir.

Page 44: Indian Ocean Dipole

DAFTAR PUSTAKA

NH Saji, BN Goswami, Vinayachandran PN, Yamagata T., 1999: Sebuah modus dipol di

Samudera Hindia tropis, Alam, 401, 360-363.

Anonim. 2011.Indian Ocean Dipole.en.wikipedia.com/wiki/Indian Ocean Dipole. Diakses

pada tanggal 13 November 2011pukul 21.00

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=dampak%20positif%20indian%20ocean%20di

pole&source=web&cd=9&ved=0CE4QFjAI&url=http%3A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2

Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F36858%2FBAB%2520II%2520Tinjauan%252

0Pustaka%2520G09rfu-

4.pdf%3Fsequence%3D7&ei=UebATtj1IcjZrQeCs43cCQ&usg=AFQjCNGWKnTZrj7NFU

GLWkKgJIpERGjFwA. Diakses pada tanggal 14 November 2011 pukul 17.00 WIB

Herawati Beti, Muhammad Mahatir, Prasetyo Rini Noviana, Yuhendra Rian. 2011.

Makalah indian Ocean Dipole. http://riyuch4nzbl0g.blogspot.com/2010/11/makalah-

indian-osean-dipole-dan.html. diakses pada tanggal 14 November 2011 pukul 18.55

WIB

Page 45: Indian Ocean Dipole

METEOROLOGI LAUT

DESKRIPSI INDIAN OCEAN DIPOLE DAN DAMPAK YANG

DITIMBULKANNYA

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Meteorologi Laut)

Disusun Oleh:

Viky Fajrul Sahrija

230210100002

Kelompok 1

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JATINANGOR

2011

Page 46: Indian Ocean Dipole

PENDAHULUAN

Indian Ocean Dipole merupakan gejala penyimpangan cuaca yang dihasilkan oleh interaksi

antara permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia sekitar garis khatulistiwa

(tropis) dan di sebelah selatan Jawa. Interaksi itu menghasilkan tekanan tinggi di Samudera

Hindia bagian timur (bagian Selatan Jawa dan Barat Sumatra) yang menimbulkan aliran massa

udara yang berhembus ke barat. Hembusan angin ini akan mendorong massa air di depannya dan

mengangkat massa air dari bawah ke permukaan, mirip dengan "bajak" petani yang mengangkat

lapisan bawah tanah/lumpur ke permukaan. Akibatnya, suhu permukaan laut di sekitar pantai

Selatan Jawa dan pantai Barat Sumatra akan mengalami penurunan yang cukup drastis (anomali

negatif rata-rata sebesar 2 derajat Celsius).

Aliran massa udara ke arah barat dan penumpukan massa air di bagian barat Samudera Hindia ini

merupakan gejala fisik utama yang mengendalikan fenomena Indian Ocean Dipole. Gejala ini

akan menimbulkan gelombang Kelvin sepanjang equator yang bergerak ke arah timur

(berlawanan dengan arah angina). Gelombang ini pada gilirannya mengangkat lapisan

thermocline (lapisan air yang merupakan batas antara massa air yang lebih hangat di bawah

permukaan laut dengan air yang lebih dingin di bawahnya) di bagian Timur Samudera Hindia

(Selatan Jawa dan Barat Sumatra). Ketika thermocline ini terangkat, suhu permukaan air laut

menurun. Sebaliknya, di sisi Barat, gelombang ini akan menekan thermocline lebih masuk ke

dalam, yang mengakibatkan suhu permukaan air laut meningkat, dan Indian Ocean Dipole pun

berlangsung. Karena itu pula penurunan suhu permukaan air laut di sisi Timur Samudera Hindia

(anomali negative) dan kenaikan suhu permukaan air laut di sisi Barat nya (anomali positif)

disebut peristiwa pembentukan dua kutub (kutub positif dan kutub negatif suhu permukaan air

laut) atau Indian Ocean Dipole.

Page 47: Indian Ocean Dipole

TINJAUAN PUSTAKA

1. Cara Mendeteksi Indian Ocean Dipole

Seperti halnya El Nino yang di-indikasikan dengan Indeks Osilasi Selatan (indeks perbedaan

tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan permukaan laut di Darwin/Asutralia), maka

fenomena Indian Ocean Dipole direpresentasikan oleh perbedaan suhu permukaan air laut di

bagian Barat Samudera Hindia (daerah 50o-70

o BT dan 10

o LS - 10

o LU) dan suhu permukaan air

laut di bagian Timur Samudera Hindia (daerah 90o-110

o BT dan 10

o LS - 0

o LU). Indeks

perbedaan suhu permukaan air laut ini disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin besar nilai

indeks ini, semakin kuat sinyal Indian Ocean Dipole dan semakin dahsyat akibat yang

ditimbulkan.

Evolusi Indian Ocean Dipole dimulai pada bulan Mei/Juni, mencapai puncaknya pada bulan

Oktober dan akan berakhir pada bulan November/Desember. Akibatnya, Indonesia yang

biasanya mengalami musim hujan mulai bulan Oktober, akan sedikit mengalami perpanjangan

musim kemarau. Kondisi kemarau di Indonesia akan semakin parah apabila fenomena Indian

Ocean Dipole diikuti oleh fenomena El Nino. Jika kedua fenomena ini terjadi secara berurutan,

seperti pada tahun 1997 - 1998, maka Indonesia akan mengalami musim kemarau yang panjang

dan sangat dahsyat, dari bulan Juni hingga bulan Februari tahun berikutnya.

Kapan Indian Ocean Dipole unjuk gigi memang sulit diprediksi. Akan tetapi, upaya para

ilmuwan untuk mempertepat prakiraan bakal munculnya gejala penyimpangan cuaca ini telah

banyak mendatangkan hasil. Dimulai dengan analisa yang dilakukan oleh dua orang ilmuwan di

Jepang Professor Toshio Yamagata dan Dr. N. H. Saji. Kedua ilmuwan ini melakukan analisa

terhadap data suhu permukaan air laut di Samudera Hindia untuk periode 1958 - 1998 dan

mengaitkan bencana banjir di benua Afrika bagian timur pada tahun 1961 dan kekeringan di

Indonesia pada tahun 1994 dan 1997 dengan anomali pembetukan dua kutub suhu permukaan air

laut di Samudera Hindia.

2. Indian Ocean Dipole Negatif dan Indian Ocean Dipole Positif

Hasil perhitungan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut di bagian barat

dan sebelah timur samudera Hindia ini dikenal sebagai DMI (Dipole Mode Index). Dipole Mode

dibagi menjadi dua fase yakni Dipole Mode Positif dan Dipole Mode Negatif. Dipole Mode

Positif (DMP) terjadi pada saat tekanan udara permukaan di atas wilayah barat Sumatera relatif

bertekanan lebih tinggi dibandingkan wilayah timur Afrika yang bertekanan relatif rendah,

sehingga udara mengalir dari bagian barat Sumatera ke bagian timur Afrika yang mengakibatkan

Page 48: Indian Ocean Dipole

pembentukkan awan-awan konvektif di wilayah Afrika dan menghasilkan curah hujan di atas

normal, sedangkan di wilayah Sumatera terjadi kekeringan, begitu sebaliknya dengan Dipole

Mode Negatif (DMN). Dalam kaitannya dengan pola curah hujan di BMI (Benua Maritim

Indonesia), maka DMI positif berhubungan dengan berkurangnya intensitas curah hujan di

bagian barat BMI. Sedang sebaliknya, DMI negatif berhubungan dengan bertambahnya

intensitas curah hujan di bagian barat BMI. Ilustrasi proses / mekanisme fenomena IOD (Indian

Ocean Dipole) secara skematis di sajikan dalam gambar (1) dan (2) :

Gambar 1. Ilustrasi skematis proses / mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI

positif.

Sumber: http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/

Page 49: Indian Ocean Dipole

Gambar 2. Ilustrasi skematis proses / mekanisme fenomena IOD yang menghasilkan nilai DMI

negatif.

Sumber: http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/

Siklus DM diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan laut negatif di sekitar

selat Lombok hingga selatan Jawa pada bulan Mei-Juni, bersamaan dengan itu terjadi anomali

angin tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatera. Selanjutnya pada bulan Juli-Agustus,

anomali negatif SPL tersebut terus menguat dan semakin meluas sampai ke ekuator hingga

pantai barat Sumatera, sementara itu anomali positif SPL mulai muncul di Samudera Hindia

bagian barat. Perbedaan tekanan di antara keduanya semakin memperkuat angin tenggara di

sepanjang ekuator dan pantai barat Sumatera. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan

Oktober dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November-Desember.

Fenomena Dipole Mode dipengaruhi oleh sirkulasi Walter yang terjadi akibat adanya

perbedaan tekanan antara wilayah bagian timur Samudera Hindia dekat Pulau Sumatera bagian

barat dengan bagian barat Samudera Hindia dekat Afrika yang mengakibatkan terjadinya aliran

udara secara horizontal dari tekanan udara yang tinggi menuju wilayah dengan tekanan udara

rendah. Selain itu ternyata angin zonal (timur-barat) juga berpengaruh terhadap kejadian ini,

yakni akibat adanya pergerakan massa udara dari barat ke timur Samudera Hindia atau

sebaliknya. Sementara itu angin meridional juga berpengaruh terhadap fenomena Dipole Mode

yang terjadi karena adanya aliran udara antara wilayah India bagian selatan dengan setelah barat

Australia.

Hasil studi dari Saji dan Yamagata (2003) menyatakan bahwa DM berkolerasi positif

dengan tingginya anomali SPL di Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS)

termasuk kawasan Subtropis. Perubahan SPL selama peristiwa DM ditemukan hubungannya

dengan perubahan angin permukaan di Samudera Hindia bagian tengah ekuator. Pada

kenyataannya arah angin berkebalikan dari baratan ke timuran selama puncak fase dari kejadian

DM positif ketika SPL mendingin di timur dan menghangat di Barat. Pengaruh dari angin ini

sangat signifikan pada kedalaman termoklim melalui proses-proses di lautan (Rao et al.,2001).

Termoklim meningkat di bagian timur dan semakin dalam dibagian tengah dan barat. Penurunan

upwelling di sekitar pantai menyebabkan SPL mendingin di bagian timur (Behera et al.,1999).

Page 50: Indian Ocean Dipole

DM positif menghasilkan anomali sirkulasi atmosfer dimana osilasi SPL di Samudera

Hindia tropis berkaitan dengan curah hujan di negara-negara sekitarnya terutama Indonesia dan

beberapa negara di Afrika. Penelitian selama beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa

iklim di daerah tropis pada skala besar sangat dipengaruhi oleh perubahan SPL. Behera dan

Yamagata (2001) mengindikasikan bahwa mendinginnya SPL dibagian timur Samudera Hindia

disebabkan oleh peningkatan evaporasi di bagian barat Samudera Hindia.

3. Dampak Negatif Indian Ocean Dipole

Ulah Indian Ocean Dipole ini tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga menimbulkan dampak

negatif pada daerah-daerah lain yang mengelilingi Samudera Hindia. Jika di Indonesia dia

menyebabkan kekeringan, maka hal ini bertolak belakang dengan daerah pantai timur Afrika dan

daratan India. Wilayah-wilayah ini akan mengalami musim hujan yang berlebih, di atas rata-rata.

Kelebihan curah hujan di Afrika ini berimplikasi pada meningkatnya penyeberan virus deman

Rift Valley yang dibawa oleh nyamuk yang berkembang selama musim hujan. Sementara itu,

daerah sebelah barat Australia akan mengalami musim dingin yang amat kering karena pengaruh

fenomena Indian Ocean Dipole.

Indian Ocean Dipole juga mengancam ekosistem turumbu karang di perairan sekitar kepulauan

Mentawai. Terjadi Algae bloom (blooming phytoplankton) di sepanjang pantai barat Sumatra

dan Selatan Jawa karena dipicu oleh meningkatnya intesitas upwelling (pengangkatan masa air di

kedalaman yang kaya zat hara ke arah permukaan). Ledakan plankton ini akan mengakibatkan

kekurangan oksigen di daerah perairan tersebut, karena ledakan plankton tersebut membutuhkan

oksigen yang banyak untuk proses respirasinya. Akibatnya akan terjadi kompetisi antara

plankton dan organisme lain (seperti terumbu karang) di perairan tersebut untuk mendapat

oksigen yang ada dalam jumlah terbatas. Jika plankton berkembang lebih cepat dan menjadi

lebih dominan, maka kelangsungan hidup terumbu karang di perairan tersebut akan terancam.

Hasil analisis terhadap fosil terumbu karang di Kepulauan Mentawai yang dilakukan oleh ahli

terumbu karang Australian National University, Nerilie J. Abram, mengungkapkan fakta bahwa

kematian masal terumbu karang yang terjadi pada tahun 1961, 1994 dan 1997 bersamaan dengan

waktu terjadinya fenomena Indian Ocean Dipole.

Letak geografis Indonesia yang sangat strategis di antara dua samudera; Samudera

Pasifik dan Samudera Hindia, ternyata tidak hanya memberikan keuntungan, tetapi juga rawan

akan fenomena penyimpangan iklim yang beraksi di kedua samudera tersebut. Oleh karena itu

akan lebih baik jika kita terus memantau gejala-gejala penyimpangan iklim di kedua samudera

ini, sehingga dampak lebih buruknya dapat diminimalisir. Upaya ini sebaiknya diiringi dengan

kebijakan pemerintah terkait dengan mitigasi bencana untuk mengatasi dampak penyimpangan

Page 51: Indian Ocean Dipole

iklim yang kecenderungannya semakin meningkat, bukan sekedar "memamerkan" angka-angka

kerugian yang diakibatkannya.

4. Pengaruh Indian Dipole terhadap Perubahan Iklim di Indonesia

Sebenarnya fenomena Indian Dipole tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada

fenomena El-Nino dan La- Nina, namun ada perbedaan pada apa yang menyebabkannya dan

dimana terjadinya. Sama halnya dengan fenomena El Nino yang disebabkan oleh Indeks Osilasi

Selatan (indeks perbedaan tekanan permukaan laut di Tahiti dan tekanan permukaan laut di

Darwin/Australia), maka fenomena Indian Dipole lebih diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu

permukaan air laut di bagian Barat Samudera Hindia (daerah 50o-70o BT dan 10o LS – 10o LU)

dan suhu permukaan air laut di bagian Timur Samudera Hindia (daerah 90o-110o BT dan 10o LS

– 0o LU). Jadi bisa dikatakan jika fenomena El-Nino dan La-Nina disebabkan oleh adanya

perbedaan “tekanan”, sedangkan fenomena Indian Dipole disebabkan oleh adanya perbedaan

“suhu” pada permukaan air laut.

Indeks perbedaan suhu permukaan air laut disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin

besar nilai indeks ini, maka akan semakin kuat fenomena Indian Ocean Dipole ini dan semakin

besar dan fatal akibat yang akan ditimbulkan oleh fenomena ini.

Fenomena Indian Ocean Dipole dimulai pada bulan Mei atau Juni,dan akan mencapai

puncaknya pada bulan Oktober dan akan berakhir pada bulan November atau Desember. Ini

mengakibatkan Indonesia yang biasanya mengalami musim hujan mulai bulan Oktober, akan

sedikit mengalami perpanjangan musim kemarau. Kondisi kemarau di Indonesia akan semakin

parah apabila fenomena Indian Ocean Dipole diikuti oleh fenomena El Nino. Jika kedua

fenomena ini terjadi secara berurutan,seperti pada tahun 1997 – 1998, maka Indonesia akan

mengalami musim kemarau yang panjang dan sangat merugikan, dari bulan Juni hingga bulan

Februari tahun berikutnya.

5. Pengaruh Indian Ocean Dipole Terhadap Perikanan Indonesia

Terjadinya Indian Ocean Dipole tidak saja memberi pengaruh terhadap musim dan

pergerakan angin di wilayah Indonesia, namun juga sangat berpengaruh terhadap keadaan

perikanan di Indonesia. Ini terjadi dengan beberapa alasan fisik air yang terjadi di wilayah Indian

Ocean Dipole, yaitu:

Page 52: Indian Ocean Dipole

a. Pada masa Indian Ocean Dipole Negatif, pergerakan ikan di daerah di Fase negatif berlangsung

selama Oktober 2000 s/d Maret 2001. Fase negatif ditandai dengan dominasi anomali positif

suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian timur dan menyebabkan curah hujan di

wilayah ini meningkat secara tajam.

Dengan demikian, pada masa ini merupakan kondisi buruk untuk perikanan di daerah Selat

Sunda (perairan antara Jawa dan Sumatra) karena dengan curah hujan tinggi, suhu perairan

juga mengalami penurunan drastis yang memungkinkan ikan melakukan migrasi ketempat

yang lebih hangat.

b. Pada masa Indian Ocean Dipole positif terjadi 3 fase perubahan suhu di daerah selat sunda

(antara Sumatra dan jawa), secara berurutan sebagai berikut:

Fase pertama yang terjadi di daerah selatan P. Jawa dan Sumatra yang megalami fase

pendinginan suhu air laut permukanaan, (ditandai dengan dominasi anomali negatif Suhu

Permukaan Laut (SPL) di Samudera Hindia bagian timur), mulai terbentuk pada bulan Juni

dan semakin menguat pengaruhnya akibat propagasi gelombang Rossby yang bergerak ke

barat dari sumbernya di perairan sekitar Laut Timor, sepanjang 10-120 LS, pada bulan Juli

dan mencapai puncaknya Oktober.

Dengan demikian Samudera Hindia bagian timur yang mencakup perairan Selat Sunda

didominasi massa air relatif dingin yang tidak kondusif untuk ikan-ikan permukaan berdarah

dingin (tidak bisa menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya) sehingga mereka akan

melakukan migrasi ke tempat-tempat yang lebih nyaman mereka huni. Karena pada keadaan

aslinya permukaan air laut bersuhu hangat.

Namun selama massa transisi dari Musim Barat ke Timur, Arus Musim yang mengalir

sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Arus Katulistiwa Selatan dari lepas pantai Samudera

Hindia, membawa massa air yang relatif hangat ke perairan Selat Sunda. Suplai massa air

hangat ini menyebabkan kondisi hidrologi Selat Sunda sangat kondusif untuk migrasi ikan

tongkol.

Pada fase ketiga kondisi oseanografi Selat Sunda kembali normal dan mulai terbentuk

upwelling (taikan air) di perairan Barat Sumatra pada bulan Juli s/d Agustus 1998 (Syamsudin

2003). Penampakan upwelling di mulut Selat Sunda (barat Sumatra) dan diikuti dengan

pembentukan massa air hangat di perairan internal Selat Sunda, merupakan kondisi ideal

lingkungan hidup ikan (terjadi sebelum penurunan suhu secara signifikan pada bulan

September.

Page 53: Indian Ocean Dipole

KESIMPULAN

Indian Ocean Dipole merupakan gejala penyimpangan cuaca yang dihasilkan oleh interaksi

antara permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia sekitar garis khatulistiwa

(tropis) dan di sebelah selatan Jawa.

Indian Ocean Dipole terjadi apabila ada perbedaan suhu permukaan air laut di bagian Barat

Samudera Hindia (daerah 50o-70

o BT dan 10

o LS - 10

o LU) dan suhu permukaan air laut di

bagian Timur Samudera Hindia (daerah 90o-110

o BT dan 10

o LS - 0

o LU). Indeks perbedaan

suhu permukaan air laut ini disebut Dipole Mode Index (DMI). Semakin besar nilai indeks ini,

semakin kuat sinyal Indian Ocean Dipole dan semakin dahsyat akibat yang ditimbulkan.

Akibat yang ditimbulkannya didaerah Indonesia dia menyebabkan kekeringan, maka hal ini

bertolak belakang dengan daerah pantai timur Afrika dan daratan India. Wilayah-wilayah ini

akan mengalami musim hujan yang berlebih, di atas rata-rata. Selain itu dapat mempengaruhi

perikanan di wilayah Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.fadhli.2009.pengaruh indian dipole terhadap iklim di

indonesia.http://thefadhil.wordpress.com/2009/12/18/pengaruh-indian-dipole-terhadap-

iklim-di-indonesia/.diakses pada tanggal 13 November 2011

Anonim.http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1206267194.diakses tanggal 13

November 2011

Anonim.dirgantara-lapan.or.id/moklim/edukasi0609dmi.html.diakses tanggal 13 November 2011

Anonim.http://www.kamusilmiah.com/biologi/perubahan-iklim-dan-pengaruhnya-terhadap-

penangkapan-ikan-tongkol/.diakses tanggal 13 November 2011