inkontinensia urin geriatri
DESCRIPTION
geriatriTRANSCRIPT
Modul 4
Inkontinensia urin
Oleh:
KELOMPOK 2A
1102070090 Sukri Lakowani
1102080103 Agung Dirgantara
1102090115 Zarah Alifani
Dzulhijjah
1102090079 L. M. Akhiruddin
1102090038 Assfahani Sibua
1102090010 M. Taufik Syarifuddin
1102090131 Fadli
1102090044 Tasia Ma’bud
1102090096 Rismawati Samonding
1102090018 Risda Nurfadila
1102090106 Andi Fajar Apriani
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan anugerah-Nya lah yang
dilimpahkan kepada kami Kelompok 2A, sehingga makalah tutorial tugas pada Blok Tumbuh
Kembang dan Geriatri ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan kami dari kelompok 2A ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan teman-teman serta berbagai pihak yang
telah banyak membantu penyusun makalah tutorial dalam Blok Tumbuh Kembang dan
Geriatri ini.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini baik dari aspek materi maupun non-materi. Oleh karena itu saran dan kritik yang
konstruktif dari semua pihak sangat penyusun harapakan.
Akhirnya, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita serta dalam menyusun
makalah selanjutnya.
Makassar, 21 Januari 2012
Penyusun
SKENARIO
Seorang Laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu BAK
sedikit-sedikit. Walaupun BAK berlangsung lama, tetapi selesai BAK ia merasa tidak puas.
Keadaan ini dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita berjalan tidak stabil , karena
keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak.
Menurut keluarganya, setahun terakhir ini, pembawaan bapak ini selalu marah dan
sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir
ini penderita mengkomsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan
rematik. Tiga tahun yang lalu penderita mendapat serangan stroke.
KATA SULIT
Buang air sedikit-sedikit :
KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki 79 tahun
2. BAK sedikit-sedikit, walau berlangsung lama namun rasa tidak puas sejak 5 hari yang
lalu
3. Berjalan tidak stabil, lutut sakit dan bengkak
4. Selalu marah dan sering lupa
5. Riwayat komsumsi obat-obatan: DM, HT, jantung dan rematik 7 tahun yang lalu
6. Riwayat strok 3 tahun yang lalu
PENJELASAN KATA KUNCI
1. Seorang laki-laki dengan usia 79 tahun akan mengalami berbagai perubahan pada
tubuhnya baik secara anatomis maupun fisiologis. Perubahan yang terjadi di system
urogenitalia antara lain :
- Hipertrofi prostate yang dapat menyebabkan penurunan aliran urin.
- Instabilitas motorik musculus detrussor yang dapat menyebabkan
inkontinensia tipe urge atau overflow.
- Abnormalitas kadar vasopressin. Sekresi vasopressin yang lebih rendah
dari ritme diurnal normal dapat memicu terjadinya nokturia dan inkontinensia
urin pada malam hari.
2. Buang air kecil sedikit-sedikit, berlansung lama, rasa tidak puas setelak BAK, sejak 5
hari yang lalu. Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urine. Inkontinensia
urine aadalah keluarnya urin secara tidak disadari dalam jumlah dan frekuensi yang
cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial, hal ini umum
terjadi pada lansia
3. Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak. Hal ini dapat menyebabkan pasien
mengalami kesulitan untuk mencapai kamar mandi, sehingga dapat menyebabkan
inkontinensia fungsional dengan syarat tidak terdapat kelainan di traktus urinarius
ataupun gangguan mental yang lain
4. Sering lupa dan marah (demensia). Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan pada
susunan SSP yang kemudianakan mengakibatkan inkontinensia tipe Urge, dementia
berkaitan dengan faktor usia.
5. Riwayat komsumsi obat-obatan kencing manis, Tekanan darah tinggi, jantung dan
rematik, 7 tahun terakhir.
ANALISIS SKENARIO
Proses Miksi
Saluran kemih bagian bawah (vesika urinaria dan urethra) mendapat inervasi dari
serabut saraf parasimpatis, simpatis, dan somatis. Serabut parasimpatis berasal dari corda
spinalis segmen S2 – 4 (dibawa oleh neruusrelvicus pada vesika urinarin dan neruus
pudendus pada uretra). Sistem parasimpatis ini berperan dalam kontraksi M.detrusor dan
relaksasi sfingter uretra interna. Serabut simpatis berasal dari corda spinalis segmen T10 –
L2 (dibawa oleh nervous hipogastrikus). Sistem simpatis berperan dalam relaksasi
M.detrusor dan kontraksi sfingter uretra interna. Sedangkan serabut somatis berasal dari
cornu anterior corda spinalis S2 – 4 (dibawa oleh N.pudendus). kemudian impuls dibawa
ke corteks cerebri yang akan menyebabkan relaksasi sfingter uretra eksterna (disadari
karena terdiri dari otot skelet) pada saat miksi.
Pada saat miksi, terjadi stimulasi parasimpatis dan inhibisi simpatis dan juga tekanan
intravesikal melebihi tekanan intrauretra.
Urinasi yang efektif memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Fungsi traktus urinarius bagian bawah yang efektif
- Pengisian vesica urinaria
o Akomodasi vesica urinaria dalam meningkatkan volume urin
dengan tekanan rendah.
o Sfingter uretra interna yang menutup dengan baik.
o Sensasi yang optimal saat vesica urinaria penuh.
o Tidak adanya gangguan kontraksi otot-otot detrussor.
- Pengosongan vesica urinaria
o Kemampuan otot-otot detrussor untuk berkontraksi.
o Tidak adanya obstruksi anatomis.
o Koordinasi yang baik antara kontraksi otot detrussor dengan
relaksasi sfingter uretra.
2. Kemampuan untuk berjalan ke toilet.
3. Fungsi kognitif yang baik untuk mengenali kebutuhan tubuh akan berkemih.
4. Motivasi untuk berkemih yang efektif.
5. Tidak ada gangguan dari faktor lingkungan dan iatrogenik.
Inkontinensia urin merupakan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menahan urin. Pada manula prevalensinya lebih tinggi daripada usia reproduksi. Variasi
dari inkontinensia urin bermacam-macam, kadng-kadang hanya bebrapa tetes saja sampai
benar-benar banyak, bahkan ada yang disertai dengan inkontinensia alvi.
Inkontinensia dibagi menjadi 2 tipe yaitu akut dan kronik. Inkontinensia akut biasanya
reversibel, penyebabnya antara lain delirium, retriksi mobilitas, retensi, infeksi, inflamasi,
impaksi feses, obat-obatan dan poliuri. Sedangkan inkontinensia kronik dibagi menjadi 4
tipe yaitu stress inkontinensia, urgensi, tipe luapan (overflow) dan fungsional.
- Stress incontinence
Pengeluaran urin pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal, misalnya :
batuk, ketawa, bersin. Ini terjadi karena sfinger uretra tidak bisa mempertahankan
tekanan intrauretra saat tekanan intra vesika meningkat.
- Urge incontinence
Ketidakmampuan menunda kemih karena kontraksi tiba-tiba dan kuat m.detrusor.
akibatnya pengeluaran urin sering dan lebih banyak.
- Overflow incontinence
Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan volume urine di bul-buli melebihi
kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar.
- Functional incontinence
Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di toilet sehingga urin keluar tanpa
dapat ditahan.
Pasien pada kasus ini tergolong mengalami inkontinensia urin yang diawali oleh
retensi urin. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin sedikit-sedikit dan disertai adanya
rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya merupakan pertanda adanya urin
sisa. Dengan demikian terjadi obstruksi pada jalan keluar urin dari buli-buli sehingga
ketika berkemih yang keluar hanya sedikit.
Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat DM, hipertensi, jantung dan
rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beberapa kemungkinan penyakit yang
menyebabkan pasien tersebut mengalami inkontinensia urin. Berikut uraian analisis dari
tiap-tiap kemungkinan penyakit.
A. Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbantuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Kelompok kami memilih Hipertrofi Prostat sebagai Diagnosis Utama, sebab:
1. Dari segi Prevalensi, BPH hampir merupakan penyakit “wajib” yang harus
ditanggung seorang lelaki jika ingin berumur panjang, dalam skenario dikatakan
bahwa Pasien adalah seorang laki-laki berusia 79 tahun, suatu umur dimana
prevalensi BPH mencapai 80% secara umum.
2. Gejala-gejala yang ditunjukkan pasien cocok dengan Gejala Obstruktif pada penderita
Hiperplasia prostat, yaitu:
- Hesistancy(keluar kemih terputus-putus)= Di skenario dikatakan sedikit2
- Aliran Urin lemah= Di skenario dikatakan waktu berkemih lama, secara logika tidak
mungkin aliran urinnya kuat dan waktu berkemih juga lama, pasti alirannya lemah,
namun untuk memastikan kita butuh Anamnesis tambahan.
- Mengejan untuk mengeluarkan urin= Butuh Anamnesis tambahan, namun secara
logika jika Air seni yang keluar sedikit-sedikit dan ada rangsangan ingin berkemih
pasti seseorang akan mengedan secara refleks untuk mengeluarkan air seni lebih
banyak dan meredakan rasa ingin berkemih.
- Lama kemih berkepanjangan= Cocok dengan skenario
- Perasaan tak tuntas saat berkemih= Cocok dengan skenario
- Retensi Urin(dapat mengakibatkan inkontinensia overflow).
B. Karsinoma Prostat
Penyakit karsinoma prostat ini dapat dijadikan sebagai diferensial diagnosis sebab
berdasarkan gejala klinis yang telah disebutkan di atas, gejalanya mirip dengan BPH
(Benign Prostate Hypertrophy) atau yang biasa disebut hipertrofi prostat. Gejala-gejala itu
antara lain kesulitan berkemih (retensi urin) dan sering berkemih (frekuensi). Selain itu,
berdasarkan referensi ditemukan juga adanya gejala inkontinensia di mana inkontinensia
ini diawali oleh retensi urin dan tentunya keadaan ini terjadi apabila tumor tersebut
menekan uretra secara parsial. Pada obstruksi parsial, mula-mula terjadi retensi urine
karena tekanan di uretra akibat penekanan tumor di prostat lebih besar dibandingkan
dengan tekanan intravesika. Sementara buli-buli terus terisi oleh urine yang berasal dari
ginjal dan buli-buli terus meregang, lama-kelamaan terjadi kompensasi dengan
terbentuknya divertikel-divertikel. Pada suatu saat, terjadi dekompensasi di mana buli-buli
tidak mampu lagi menampung urine dan tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra.
Oleh karena obstruksi yang terjadi hanya berupa obstruksi parsial, maka urine pun keluar
sedikit-sedikit melalui uretra yang sempit tersebut sampai tekanan intrauretra lebih tinggi
lagi daripada tekanan intravesika. Pada saat itu, aliran urine berhenti dan urine tidak dapat
dikeluarkan sepenuhnya (masih tersisa urine di buli-buli) sehingga memberikan gejala
tidak puas setelah berkemih. Urine yang masih tersisa di buli-buli tersebut bertambah oleh
urine yang mengalir dari ginjal, sehingga buli-buli terisi penuh lagi dan selanjutnya
kembali terjadi mekanisme di atas.
Sedangkan pada penekanan tumor secara total yang menyebabkan terjadinyaobstruksi
total aliran kemih, maka gejala yang timbul lebih cenderung ke arah retensi dan kemih
tidak dapat lagi keluar meskipun sedikit-sedikit, melainkan urine tertahan di buli-buli dan
akan berakibat terjadinya refluks vesikoureter yang menyebabkan hidroureter dan
akhirnya berlanjut menjadi hidronefrosis.
Pada skenario tersebut kita belum dapat memastikan apakah sumbatan pada uretra
akibat pembesaran prostat ini disebabkan karena karsinoma atau hanya berupa hiperplasia
jinak prostat. Sementara itu, berdasarkan referensi didapatkan bahwa karsinoma prostat
bukan merupakan kelanjutan dari hiperplasia prostat jinak (BPH). Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan fisik melalui colok dubur dan biopsi
agar dapat membedakan hiperplasia prostat jinak (BPH) dengan karsinoma prostat.
C. Diabetes Mellitus
Salah satu penyebab inkontinensia adalah poliuria. Poliuria pada penderita DM
merupakan akibat akibat glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) yang juga akan menimbulkan rasa haus
(polidipsi) dan rasa lapar (polifagia). Konsumsi glukosa hilang bersama kemih sehingga
terjadi keseimbangan kalori yang negative dan berat badan berkurang.
Diabetes melitus
Hiperglikemia
Blood glucose exceed renal threshold
Glukosuria
Osmotic diuresis
Poliuria
Inkontinence
Dalam scenario dikatakan bahwa pasien sudah mengonsumsi obat-obatan
diabetes melitis selama 7 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mendapatkan
komplikasi vascular kronik (jangka panjang) baik itu mikroangiopati maupun
makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler dan arteriola retina ( retinopati diabetic), glomerulus ginjal ( nephropati
diabetic), otot-otot dan kulit.
Neuropatik diabetic merupakan komplikasi vaskeler di sumsum saraf perifer.
Neuropati timbul akibat gangguan jalur poliol (glukosa-sosbitol-fruktosa) akibat
menurunnya insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga menimbulkan
katarak, sedangkan pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada
jaringan saraf akan mengganggn kegiatan metabolic sel-sel schwann dan menyebabkan
kehilangan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf cranial atau system saraf otonom.
Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus genitourinarius,
traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius efek dari neuropati
diabetic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan menurunkan aksi/kontraksi dari
muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk mengosongkan buli-buli (neurogenic
bladder) karena hilangnya tonus akibat gangguan pada saraf perifernya sehingga
mengakibatkan terjadinya overflow inkontinensia.
D. Stroke
PERSARAFAN VESIKA URINARIA.
VU
PARASIMPATISKontarksi kandung kemih
SIMPATISPenutupan kandung kemih & hambat tonus otot
SOMATIK
S2 S3 S4L1 L2 L3
S2 S3 S4
N pelvikus N. Hipogastricus
Beta terdapat pada bagian fundus untuk kontraksi
B bloker menghambat sekresi renin
Menghambat saraf simpatis
Menghambat jantung
Anti kolinergik menghambat simpatico
Pada saat berkemih tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik.
Otot – otot perineum & SUE (relaksasi)
Detrusor (kontraksi)
Didapatkan bahwa Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas
dari otot-otot detrusor kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis,
yang ada diotak (medulla spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan
pengeluaran urin diluar pengaturan berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah
banyak, karena ketidakmampuan menunda berkemih, begitu sensasi penuhnya
kandung kemih diterima oleh pusat yang mengatur proses berkemih. Jika
dihubungkan dengan kasus dimana didapatkan pasien BAK sedikit-sedikit, lama dan
tidak puas, sangat jauh berbeda dengan manifestasi dari stroke yang dijelaskan diatas.
Gejala yang ditimbulkan dari stroke seperti disebutkan sebelumnya berbeda-beda,
tergantung tempat lesinya. Jika dihubungakan dengan inkontinensi khususnya
inkontinensia overflow, seperti yang dijelaskan dibawah:
Kandung kemih penuh
Otot detrusor teregang
Ujung-ujung serabut aferen
Berikan implus
Koteks serebri
Kesadaran akan penuhnya kandung kemih
Lintasan asendent
Terjadinya inkontinensia dikhususkan tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan
pada korteks serebri dan terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai
dengan kebocoran / keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena
kapasitas buli-buli melebihi normal.. Hal Ini disebabkan karena terjadinya salah satu
penyakit yang diderita oleh pasien yaitu Diabetes Mellitus 7 tahun yang lalu, dimana
berkomplikasi menjadi stroke 3 tahun yang lalu. Jika dilihat dari kasus, melalui
mekanisme ini, stroke secara tidak langsung dapat mengakibatkatkan inkontinensia yang
seperti dikeluhkan oleh penderita., namun yang menjadi masalah adalah waktu kejadian
inkontinensia dengan riwayat stroke berbeda sangat jauh. Jadi, dapat dianalisa
inkontinensia yang diderita pasien bukan dari riw, stroke yang diderita, mungkn dari
penebab yang lain.
Stroke dapat menyebabkan pasien BAK sedikit-sedikit, lama dan tidak puas, namun
dari scenario stroke didapatkan 3 tahun yang lalu, sedangkan inkontinensia yang didapat
oleh pasien ,5 hari yang lalu. Jika stroke menjadi penyebab inkontinensia yang diderita
oleh pasien, maka akan terjadi setidaknya 3 tahun yang lalu juga, jadi melalui analisa,
inkontinensi disebabkan oleh penyebab yang baru.
E. Demensia
Demensia adalah sindrom klinis meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan
seseorang yang menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun dua karakteristik dari sindrom ini adalah:
1. Perjalanan penyakit yang bertahap (bulanan hingga tahunan).
2. Tidak disertai gangguan kesadaran.
Pasien mengalami demensia akibat konsumsi obat-obatan dalam jangka panjang.
Mengingat riwayat obat-obatan yang diindikasikan untuk penyakit yang diderita termasuk
dalam daftar obat-obatan yang dapat menyebabkan demensia. Demensia yang dialami
dapat tergolong reversibel. Pasien mengalami demensia akibat stroke pada tiga
tahun lalu. Dalam hal ini pasien termasuk dalam demensia nonreversibel khususnya
demensia vaskuler.
Gangguan pada susunan saraf pusat dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia
urin. Inkontinensia urin adaah antara keluhan pasien demensia tahap intermediate atau
tahap pertengahan. Inkontinensia urin ini dikategorikan inkontinensia tipe urgensi.
Gangguan patologik pada pusat koordinasi saraf simpatetik mahupun parasimpatetik
diotak, batang otak dan pons yang disebabkan oleh lesi pasca stroke, degenerasi dan atrofi
korteks serebri sendiri akan menggangu proses miksi yang normal.
Pada penderita demensia tahap lanjut, apabila terjadi kerusakan lobus frontal.
Keadaan ini mengakibatkan penderita tidak sedar terhadap sensasi mahupun keperluan
untuk buang air kecil. Kerusakan pada lobus parietal dan occipital akan menurunkan atau
mengganggu kebolehan penderita untuk mengenalpasti persekitaran kamar mandi sebagai
contoh sinki dan mangkuk tandas.
Kerusakan pada lobus frontal dan parietal akan menurunkan kebolehan penderita
untuk mengendalikan aktiviti seperti menanggalkan pakaian, duduk dan menggunakan
kamar kecil seperti biasa.
Kerusakan pada struktur kortikal dalam seperti insula korteks bisa mengganggu
keupayaan penderita untuk mengenal pasti sensasi internal seperti distensi kandung kemih
atau rasa penuh pada kandung kemih.
Dalam scenario inkontinensia urin pada pasien lebih kepada patomekanisme yang
melibatkan gangguan neurology untuk proses miksi yang normal pada pasien geriatric.
Seperti kita sedia maklum pada pasien usia lanjut 50% dari fungsi neuron diotak akan
berkurang kerana proses atrofi dan proses degeneratif. Inkontinensia ini juga dikaitkan
dengan riwayat stroke yang pernah dihidapi pasien 3 tahun yang lalu. (vascular
demensia). Demensia pada pasien ini masih pada tahap pertengahan kerana masih belum
menunjukkan tanda-tanda gangguan memori berat, immobilitas dan sebagainya.
F. Parkinson
Salah satu penyakit yang mungkin timbul dari kasus pada skenario pertama adalah
Penyakit Parkinson. Penyakit ini terutama berhubungan dengan gangguan pergerakan
yang akan dialami penderitanya. Hal utama yang mungkin dapat menyebabkan penderita
mengalami inkontinensia urine adalah gangguan pergerakannya. Penyakit Parkinson,
khususnya pada tahap lanjut, menyebabkan katerbatasan gerak yang berat. Hambatan
gerak ini mempengaruhi mobilitas penderita misalnya gaya berjalan yang tidak stabil
yang dapat menimbulkan masalah kesehatan dan sosial bagi penderita itu.
Berdasarkan skenario, Parkinson dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia urin,
disamping itu manifestasi otonom penyakit Parkinson diantara terjadinya gangguan
berkemih oleh penderitanya. Hambatan gerak yang ditimbulkan oleh penyakit Parkinson
dapat memperburuk terjadinya inkontinensia urin yang dialami penderita. Adanya
gangguan imobilisasi yang dialami penderita dapat menimbulkan komplikasi pada
hampir semua system organ. Tirah baring dan inaktivitas terlalu lama dapat
menyebabkan gangguan fisis dan psikologis. Gangguan metabolik meliputi
keseimbangan nitrogen dan kalsium terganggu, toleransi glukosa juga terganggu, dan
berkurangnya volume plasma, serta farmakokinetik obat yang berubah. Penderita yang
mengalami imobilisasi seringkali menjadi depresi, terasing dari lingkungannya dan
tampak mengalami gangguan fungsi kognitif. Selain itu, imobilisasi juga mengakibatkan
masalah pada system saluran kemih dan pencernaan karena menyebabkan menurunnya
peristaltik usus dan aliran urin. Kondisi tersebut merupakan predisposisi terjadinya
inkontinensia urin.
G. Osteoarthritis
Berdasarkan keluhan penyerta pasien, yaitu lutut sering sakit dan bengkak hingga
berjalan tidak stabil maka dapat diketahui bahwa pasien juga menderita rematik. Salah
satu penyebab rematik yang memiliki prevalensi lebih tinggi pada pasien usia lanjut
adalah osteoarthritis. Diduga pasien tersebut mengalami kesulitan berjalan akibat adanya
osteofit yang menyebabkan nyeri saat berjalan. Beberapa kemungkinan yang terjadi pada
pasien tersebut yang menyebabkan dia inkontinensia urin adalah:
- Keterbatasan untuk bergerak akibat rematik menyebabkan pasien tidak dapaT
mencapai kamar mandi apabila didesak keinginan untuk berkemih sehingga
terjadilah inkontinensia urin tipe urge.
- Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan agen anti
prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk
berkontraksi dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe overflow.
H. Gout
Pasien memiliki kemungkinan mengalami penyakit gout ,melihat dari kata kunci
dimana pasien mengeluh lututnya sering sakit dan bengkak, serta berjalan tidak stabil
yang disebabkan penimbunan kristal asam urat pada membran sinovial.Disesuaikan
dengan etiologinya dimana faktor pemicunya adalah obat-obatan.Apabila yang
dikonsumsi adalah obat diuretik, thiazide, salisilat dapat menjadi faktor predisposisi
pasien untuk mengalami gout. Keluhan buang air kecil sedikit-sedikit dan perasaan tidak
puas dapat diakibatkan oleh komplikasi gout yaitu adanya pembentukan batu asam urat
pada saluran kemih pasien yang menyebabkan retensi. Tekanan darah tinggi dan penyakit
jantung yang diderita pasien bisa merupakan komplikasi dari penyakit gout dimana bisa
terdapat tofus pada jantung, hipertensi dan sklerosis
I. Vesicolithiasis
Pasien yang menderita batu buli-buli (vesicolitiasis) memberikan keluhan
tergantung dari letak batuya di dalam buli-buli tetapi umumnya pasien datang dengan
keluhan nyeri saat kencing (disuria) kalau batunya masih kecil. Dan kalau sudah
terlampau besar, batu sudah menyebabkan obstruksi total pada orifisium uretra sehingga
pasien tidak bisa kencing.
Dalam hal ini, pasien mengalami retensi urine artinya ada ransangan bagi pasien
untuk miksi (berusaha untuk miksi) tetapi urinenya tidak bisa keluar.
Berdasarkan keluhan dari pasien pada skenario yaitu inkontinensia maka
vesicolitiasis dapat disingkirkan. Sedangkan vesicolitiasis itu memberikan keluhan utama
berupa disuria atau retensi urine, bukan inkontinensia.
J. Tumor Vesica Urinaria
Karsinoma buli-buli dapat dimasukkan dalam DD tetapi dengan prioritas terahir oleh
karena salah satu gejala yang terdapat pada scenario juga dialami oleh pasien karsinoma
buli-buli akan tetapi akibat penyakit yang telah lanjut berupa gejala edema tungkai yang
disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar
limfe yang membesar didaerah pelvis.
Jadi pasien karsinoma buli-buli ini tidak memiliki keluhan-keluhan seperti buang air
kecil sedikit-sedikit, dan merasa tidak puas walaupun buang air kecilnya berlansung
lama.
K. Jantung
Ada beberapa aspek yang dapat dianalisa dari penyakit jantung sebagai salah
satupenyebab inkontinensia urine, yaitu:
- Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri
jantung menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan jantung
untuk memompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan perifer yang
akan memberi gejala edema pada penderitanya. Edema dapat menyebabkan pasien
mengalami frekunsi dan nokturia. Namun inkontinensia yang diakibatkannya
bersifat akut sehingga tidak dapat dijadikan sebagai kemungkinan penyebab
inkontinensia sesuai skenario.
- Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis diuretik. Obat-obatan jenis ini
dapat menyebabkan inkontinensia urin. Namun jenis inkontinensia urin dalam hal
ini adalah reversibel/akut, sedangkan gejala pasien dalam skenario tergolong
inkontinensia urin yang persisten, tepatnya tipe overflow. Dengan demikian,
kemunngkinan inkontinensia urin akibat obat dapat disingkirkan pada kasus ini.
L. Hipertensi
Adapun beberapa aspek yang dapat dianalisis dari riwayat minum obat hipertensi
pada pasien di skenario ini antara lain:
Obat-obatan antihipertensi memiliki efek inkontinensia urin sesuai dengan cara kerja
masing-masing.
1. Diuretik dapat menyebabkan poliuria, frekuensi, dan urgensi.
2. Ca Channel Blocker menurunkan tonus smooth muscle dan
menurunkan kontraksi otot detrussor yang akan menimbulkan retensi
urine sehingga terjadi inkontinensia overflow
3. ACE inhibitor dapat mempresipitasi batuk yang mengakibatkan
inkotinence stress
Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di
pembuluh darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak . Hal ini akan memberi
efek kepada penurunan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada
koordinasi fungsi sfingter uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan
inkontinensia urin secara tidak langsung.
Berdasrakan pembahasan mengenai kemungkinan penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan inkontinensia urin sesuai dengan skenario, untuk sampai ke diagnosis pasti
membutuhkan berbagai pemeriksaan penunjang. Oleh karena itu, berikut ini merupakan
uraian mengenai tahap-tahap untuk mengevaluasi dan menangani pasien tersebut.
PERTANYAAN
1. Proses pengaturan diuresis normal.?
2. Patomekanisme dan etiologi BAK sedikit-sedikit.?
3. Jelaskan tipe-tipeInkontinensia urin dan bagaimana mekanismenya?
4. Hubungan riwayat penyakit dengan Inkontinensia urin.?
5. Hubungan riwayat obat dengan Inkontinensia urin.?
6. Hubungan gejala penyerta.?
7. Penangan awal pada pasien tersebut.?
8. Skala prioritas.?
9. Langkah-langkah Diagnostik.?
JAWABAN
1. Proses pengaturan diuresis normal.?
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi
komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi,dan lingkungan.
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali.
Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol volunter dan
disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh
korteks cerebri.
Kontraksi kandung kemih disebabkan oleh aktivitas parasimpatis yang dipicu oleh
asetilkolin pada reseptor muskarinik. Kontraksi sfingter uretra internal menyebabkan
uretra tertutup, sebagai akibat aktivitas saraf simpatis yang dipicu oleh noradrenalin.
Mekanismme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medula spinalis, dan pusat
saraf yang mengontrol berkemih. Ketika
kandung kemih seseorang mulai terisi oleh
urin, rangsang saraf diteruskan melalui
saraf pelvis dan medula spinalis ke pusat
saraf kortikal dan subkortikal. Pusat
subkortikal (pada ganglia basal dan
cerebellum) menyebabkan kandung kemih
berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa
menyebabkan seseorang mengalami
desakan untuk berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut, rasa
penggembungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobus frontal) bekerja
menghambat pengeluaran urin.
Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dari korteks disalurkan melalui
medula spinalis dan saraf pelvis ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis
kemudian menyebabkan
otot detrusor berkontraksi
sehingga terjadi
pengosongan kandung
kemih. Kontraksi otot
detrusor tidak hanya
tergantung pada inervasi
kolinergik oleh saraf pelvis.
Otot detrusor juga
mengandung reseptor prostaglandin. Kontraksi kandung kemih juga bersifat calcium-
channel dependent.
Aktivitas adrenergic-alfa menyebabkan sfingter uretra interna berkontraksi,
sedangkan inervasi adrenergic-beta menyebabkan relaksasi sfingter uretra interna.
Komponen penting lainnya dalam mekanisme sfingter adalah hubungan uretra dengan
kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan angulasi
yang tepat antara uretra dan kandung kemih.
2. Patomekanisme dan etiologi Inkontinensia urine.?
Inkontinensia urine adalah Keluarnya urin tanpa disadari akibat
ketidakmampuanseseorang menahan urin keluar
Kontinen urine ditentukan oleh :
a. Keadaan sistem persyarafan : sentral dan perifer yang mengontrol :Buli-buli,
Urethra / sphincter urethra dan Dasar panggul
b. Keadaan tr.urinarius
Terjadinya inkontinensia urin tergantung dari kelainan dari ke dua organ-organ tersebut.
Inkontinensia gangguan saraf : neurogenic bladder dan neuropathic bladder
a. Upper motor neuron lesion (terjadi spastic bladder)
Kelainan cerebral (inhibited neurogenic bladder)
Medulla spinalis à supra segmental dari micturation centre S2 – S4à daerah
Thoraco lumbal (T10 – L2)
b. Lower motor neuron lesion (terjadi flaccid bladder)
Kerusakan pada segmental atau infra segmental (S2 – S4 )
c. Kerusakan saraf perifer
3. Jelaskan tipe-tipeInkontinensia urin dan bagaimana mekanismenya?
Pertama-tama harus diusahakan membedakan apakah penyebab inkontinensia berasal
dari(Whitehead, Fonda ) :
a. Kelainan urologic ; misalnya radang batu, tumor, divertikel.
b. Kelainan neurologik ; misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis, demensia
dan lain-lain.
c. Lain-lain ; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai / jauh dan sebagainya.
Setelah itu harus diteliti labih jauh lagi, apakah : ( Kane dkk)
1. Inkontinensia yang terjadi secara akut,
Biasanya reversiblel. Inkontinensia yang terjadi secara akut ini, terjadi secara
mendadak, biasanya berkaitan dengan sakit yang sedang diderita atau masalah
obat-obatan yang digunakan ( iatrogenic ). Inkontinensia akan membaik, bila
penyakit akut yang diderita sembuh atau obat penyebab dihentikan. Untuk
memudahkan mengingat macam inkontinensia yang akut dan biasanya reversible,
antara lain dapat memanfaatkan akronim DIAPPERS :
Delirium: kesadaran menurun berpengaruh pada tanggapan rangsang
berkemih, serta mengetahui tempat berkemih. Bila delirium membaik,
maka inkontinensia juga pulih.
Infection
Atrophic vaginitis dan atrophic uretritis
Pharmaceuticals:mis diuretika, antikolonergik, psikotropik, analgesic
opioid, alfa blocker pada wanita, alfa agonis pada pria, penghambat
calcium.
Psychologic factors: depresi berat dengan retardasi psikomotor dapat
menurunkan kemampuan untuk mencapai tempat berkemih.
Excess urine output: yaitu pengeluaran urin berlebihan.
Restricted mobility: hambatan mobilitas untuk mencapai tempat
berkemih.
Stool impaction
2. Inkontinensia yang menetap/kronik/persisten,
Berkaitan dengan penyakit-penyakit akut ataupun obat-obatan, dan
inkontinensia ini berlangsung lama. Inkontinensia yang persisten/kronik, dapat
dibagi menjadi 4 tipe :
a. Tipe stress ( tekanan )
Inkontinensia urin tipe ini ditandai dengan keluarnya urin diluar
pengaturan berkemih, biasanya dalam jumlah sedikit, akibat dari peningkatan
tekanan intra abdominal. Misalnya saat bersin, tertawa atau olahraga.
Keadaan ini sangta menganggu sehingga perlu diadakan tindakan
pembedahan. Hal ini dikarenakan kelemahan jaringan sekitar muara kandung
kemih dan uretra. Hilangnya pengaruh estrogen dan sering melahirkan
dengan disertai tindakan penbedahan merupakan salah satu predisposisi.
Obesitas dan batuk kronik juga sering memegang peranan. Inkontinensia tipe
stress jarang pada pria dapat terjadi setelah mengalami operasi lewat uretra
( trans-uretral ) atau misalnya akibat terapi radiasi yang merusak struktur
jaringan dari sfingter. ( Kane dkk., Brocklehurst dkk. ).
b. Tipe urgensi
Inkontinensia tipe urgensi ditandai dengan pengeluaran urin diluar
pengaturan berkenih yang normal, biasanya dalam jumlah banyak karena
ketidakmampuan menunda berkemih, begitu sensasi penuhnya kandung kemih
diterima ooleh pusat yang mengatur prses berkemih.Terdapat gangguan
pengaturan rangsang urin dan instabilitas dari otot-otot detrusor kandung
kemih. Inkontinensia ini didapatkan pada gangguan system saraf pusat
misalnya, pada stroke, demensia, sindrom Parkinson dan kerusakan medulla
spinalis.Gangguan local dari saluran urogenital mislanya sistitis, batu dan
divertikulum dari kandung kemih juga dapat mencetuskan inkontinensia tipe
urgensi. ( Kane dkk.)
c. Tipe luapanoverflow
Inkontinensia tipe luapan ( overflow ) ditandai dengan
kebocoran/keluarnya urin, biasanya dalam jumlah sedikit, karena desakan
mekanik akibat kandung kemih yang sudah sangat teregang.Penyebab umum
dari inkontinensia ini adalah :
sumbatan akibat kelenjar prostate yang membesar, atau adanya
kistokel danpenyempitan dari jalan keluar urin.
Gangguan kontraksi kandung kemih akibat gangguan dari persyarafan
misalnya pada penyakit diabetes mellitus.
d. Tipe fungsional
Inkontinensia urin tipe fungsional ditandai dengan keluarnya urin
secara dini, akibat ketidakmampuan mencapai tempat berkemih karena
ganguan fisik atau kognitif maupun macam-macam hambatan
situasi/lingkungan yang lain, sebelum siap untuk berkemih. Faktor-faktor
psikologik seperti marah, depresi juga dapat menyebabkan inkontinensia tipe
fungsional ini.
Berdasarkan skenario, gejala-gejala berupa:buang air kecil yang
berlangsung lama dan selalu merasa tidak puas, menurut kelompok kami
mengindikasikan pasien memiliki kemungkinan menderita hiperplasia prostat
yang menyebabkan inkontinensia tipe overflow. Meningkatnya tegangan
kandung kemih akibat obstrukis prostat hipertrofi pada laki-laki. Selain itu,
faktor lain berupa proses menua merupakan penyebab timbulnya hiperlasia
prostat.
4. Hubungan riwayat penyakit dengan Inkontinensia urin.?
Berdasarkan riwayat minum obat DM, hipertensi, jantung dan rematik, serta riwayat
stroke maka dapat kita dapat menghubungkan dengan inkontinensia pada penderita
dalam skenario. Berikut uraian analisis dari tiap-tiap kemungkinan penyakit.
A. Diabetes Mellitus
Salah satu penyebab inkontinensia adalah poliuria. Poliuria pada penderita DM
merupakan akibat akibat glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) yang juga akan menimbulkan rasa haus
(polidipsi) dan rasa lapar (polifagia). Konsumsi glukosa hilang bersama kemih
sehingga terjadi keseimbangan kalori yang negative dan berat badan berkurang.
Diabetes mellitusàHiperglikemiaàBlood glucose exceed renal
thresholdàGlukosuriaàOsmotic dieresisàPoliuriaàInkontinensia.
Neuropatik diabetic merupakan komplikasi vaskeler di sumsum saraf perifer.
Neuropati timbul akibat gangguan jalur poliol (glukosa-sosbitol-fruktosa) akibat
menurunnya insulin. Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada
jaringan saraf akan mengganggn kegiatan metabolic sel-sel schwann dan
menyebabkan kehilangan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada
tahap dini perjalanan neuropati. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf cranial atau system saraf otonom.
Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus
genitourinarius, traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius
efek dari neuropati diabetic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan
menurunkan aksi/kontraksi dari muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk
mengosongkan buli-buli (neurogenic bladder) karena hilangnya tonus akibat
gangguan pada saraf perifernya sehingga mengakibatkan terjadinya overflow
inkontinensia.
B. Hipertensi
Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di
pembuluh darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak . Hal ini akan memberi efek
kepada penurunan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada
koordinasi fungsi sfingter uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan
inkontinensia urin secara tidak langsung.
Berdasarkan pembahasan mengenai kemungkinan penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan inkontinensia urin sesuai dengan skenario, untuk sampai ke
diagnosis pasti membutuhkan berbagai pemeriksaan penunjang. Oleh karena itu,
berikut ini merupakan uraian mengenai tahap-tahap untuk mengevaluasi dan
menangani pasien tersebut.
C. Jantung
Ada beberapa aspek yang dapat dianalisa dari penyakit jantung sebagai salah
satu penyebab inkontinensia urine, yaitu:
a. Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri
jantung menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan
jantung untuk memompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan
perifer yang akan memberi gejala edema pada penderitanya. Edema dapat
menyebabkan pasien mengalami frekunsi dan nokturia. Namun inkontinensia
yang diakibatkannya bersifat akut sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
kemungkinan penyebab inkontinensia sesuai skenario.
b. Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis diuretik. Obat-obatan jenis ini
dapat menyebabkan inkontinensia urin. Namun jenis inkontinensia urin dalam
hal ini adalah reversibel/akut, sedangkan gejala pasien dalam skenario tergolong
inkontinensia urin yang persisten, tepatnya tipe overflow. Dengan demikian,
kemunngkinan inkontinensia urin akibat obat dapat disingkirkan pada kasus ini.
D. Rematik
Berdasarkan keluhan penyerta pasien, yaitu lutut sering sakit dan bengkak
hingga berjalan tidak stabil maka dapat diketahui bahwa pasien juga menderita
rematik. Salah satu penyebab rematik yang memiliki prevalensi lebih tinggi pada
pasien usia lanjut adalah osteoarthritis. Diduga pasien tersebut mengalami kesulitan
berjalan akibat adanya osteofit yang menyebabkan nyeri saat berjalan.
Beberapa kemungkinan yang terjadi pada pasien tersebut yang menyebabkan
dia inkontinensia urin antara lain Keterbatasan untuk bergerak akibat rematik
menyebabkan pasien tidak dapat mencapai kamar mandi apabila didesak keinginan
untuk berkemih sehingga terjadilah inkontinensia urin tipe urge.
E. Stroke
Didapatkan bahwa stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan
instibilitas dari otot-otot detrusor kandung kemih, yang dipersyarafi oleh saraf
parasimpatis, yang ada di otak dan medulla spinalis, dimana manifestasinya ditandai
dengan pengeluaran urin diluar pengaturan berkemih yang normal, biasanya dalam
jumlah banyak, karena ketidakmampuan menunda berkemih, begitu sensasi penuhnya
kandung kemih diterima oleh pusat yang mengatur proses berkemih. Jika
dihubungkan dengan kasus dimana didapatkan pasien BAK sedikit-sedikit, lama dan
tidak puas, sangat jauh berbeda dengan manifestasi dari stroke yang dijelaskan diatas.
5. Hubungan riwayat obat dengan Inkontinensia urin.?
1. Obat rematik
NSAID à menghambat prostaglandin à mengganggu kerja M.detrusor.
retensi urin à inkontenensia overflow
2. Obat jantung
Ca chanel bloker à menghambat ion Ca àmengganggu kontraksi kandung
kemih.
3. Obat DM
Dapat menyebabkan hipoglikemi yang akan menyebakan relaksasi otot-otot termasuk
otot detrusor dan bisa terjadi inkontinensia urin
4. Obat hipertensi:
Anti kolinergik : kontraksi otot detrusor ↓ dan tonus sphingter interna ↓
Ca Channel bloker : tonus smooth muscle ↓ dan kekuatan kontraksi otot detrusor ↓
Diuretic : Efek samping dapat menyebabkan sering miksi (poliuria)
Beberapa jenis obat DM dan hipertensi juga berpengaruh pada timbulnya
inkontinensia pada pasien ini. Diuretik dapat menyebabkan poliuria, frekuensi, dan urgensi.
Ca Channel Blocker menurunkan tonus otot polos dan menurunkan kontraksi otot detrussor
yang akan menimbulkan retensi urine sehingga terjadi inkontinensia overflow. ACE inhibitor
dapat mempresipitasi batuk yang mengakibatkan inkotinence stress. Inkontinensia urin bisa
juga terjadi karena adanya stroke 1 tahun yang lalu bisa menimbulkan lesi pada otak yang
mempersarafi kandung kemih dan spichter eksterna.
6. Hubungan gejala penyerta.?
1. Diabetes Mellitus
Salah satu penyebab inkontinensia adalah poliuria. Poliuria pada penderita DM
merupakan akibat akibat glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) yang juga akan menimbulkan rasa haus
(polidipsi) dan rasa lapar (polifagia). Konsumsi glukosa hilang bersama kemih sehingga
terjadi keseimbangan kalori yang negative dan berat badan berkurang.
Diabetes melitus
Hiperglikemia
Blood glucose exceed renal threshold
Glukosuria
Osmotic diuresis
Poliuria
Inkontinence
Dalam scenario dikatakan bahwa pasien sudah mengonsumsi obat-obatan diabetes
melitis selama 7 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mendapatkan komplikasi
vascular kronik (jangka panjang) baik itu mikroangiopati maupun makroangiopati.
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina ( retinopati diabetic), glomerulus ginjal ( nephropati diabetic), otot-otot dan
kulit.Neuropatik diabetic merupakan komplikasi vaskeler di sumsum saraf perifer.
Neuropati timbul akibat gangguan jalur poliol (glukosa-sosbitol-fruktosa) akibat
menurunnya insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga menimbulkan
katarak, sedangkan pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada
jaringan saraf akan mengganggn kegiatan metabolic sel-sel schwann dan menyebabkan
kehilangan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini
perjalanan neuropati. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati
dan polineuropati), saraf-saraf cranial atau system saraf otonom.
Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus genitourinarius,
traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius efek dari neuropati
diabetic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan menurunkan aksi/kontraksi
dari muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk mengosongkan buli-buli
(neurogenic bladder) karena hilangnya tonus akibat gangguan pada saraf perifernya
sehingga mengakibatkan terjadinya overflow inkontinensia.
2. Stroke
Beta terdapat pada bagian fundus untuk kontraksi
B bloker menghambat sekresi renin
Menghambat saraf simpatis
Menghambat jantung
Anti kolinergik menghambat simpatico
Pada saat berkemih tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik.
Otot – otot perineum & SUE (relaksasi)
Detrusor (kontraksi)
Didapatkan bahwa Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas
dari otot-otot detrusor kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis,
yang ada diotak (medulla spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan
pengeluaran urin diluar pengaturan berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah
banyak, karena ketidakmampuan menunda berkemih, begitu sensasi penuhnya
kandung kemih diterima oleh pusat yang mengatur proses berkemih. Jika
dihubungkan dengan kasus dimana didapatkan pasien BAK sedikit-sedikit, lama dan
tidak puas, sangat jauh berbeda dengan manifestasi dari stroke yang dijelaskan diatas.
Gejala yang ditimbulkan dari stroke seperti disebutkan sebelumnya berbeda-beda,
tergantung tempat lesinya. Jika dihubungakan dengan inkontinensi khususnya
inkontinensia overflow, seperti yang dijelaskan dibawah:
Kandung kemih penuh
Otot detrusor teregang
Ujung-ujung serabut aferen
Berikan implus
Koteks serebri
Kesadaran akan penuhnya kandung kemih
Terjadinya inkontinensia dikhususkan tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan
pada korteks serebri dan terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai
dengan kebocoran / keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena
Lintasan asendent
kapasitas buli-buli melebihi normal.. Hal Ini disebabkan karena terjadinya salah satu
penyakit yang diderita oleh pasien yaitu Diabetes Mellitus 7 tahun yang lalu, dimana
berkomplikasi menjadi stroke 3 tahun yang lalu. Jika dilihat dari kasus, melalui
mekanisme ini, stroke secara tidak langsung dapat mengakibatkatkan inkontinensia
yang seperti dikeluhkan oleh penderita., namun yang menjadi masalah adalah waktu
kejadian inkontinensia dengan riwayat stroke berbeda sangat jauh. Jadi, dapat dianalisa
inkontinensia yang diderita pasien bukan dari riw, stroke yang diderita, mungkn dari
penebab yang lain.
Stroke dapat menyebabkan pasien BAK sedikit-sedikit, lama dan tidak puas, namun
dari scenario stroke didapatkan 3 tahun yang lalu, sedangkan inkontinensia yang
didapat oleh pasien ,5 hari yang lalu. Jika stroke menjadi penyebab inkontinensia yang
diderita oleh pasien, maka akan terjadi setidaknya 3 tahun yang lalu juga, jadi melalui
analisa, inkontinensi disebabkan oleh penyebab yang baru.
3. Demensia
Demensia adalah sindrom klinis meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan
seseorang yang menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun dua karakteristik dari sindrom ini adalah:
A. Perjalanan penyakit yang bertahap (bulanan hingga tahunan).
B. Tidak disertai gangguan kesadaran.
Pasien mengalami demensia akibat konsumsi obat-obatan dalam jangka panjang.
Mengingat riwayat obat-obatan yang diindikasikan untuk penyakit yang diderita
termasuk dalam daftar obat-obatan yang dapat menyebabkan demensia. Demensia yang
dialami dapat tergolong reversibel. Pasien mengalami demensia akibat stroke pada
tiga tahun lalu. Dalam hal ini pasien termasuk dalam demensia nonreversibel
khususnya demensia vaskuler.
Gangguan pada susunan saraf pusat dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia urin.
Inkontinensia urin adaah antara keluhan pasien demensia tahap intermediate atau tahap
pertengahan. Inkontinensia urin ini dikategorikan inkontinensia tipe urgensi. Gangguan
patologik pada pusat koordinasi saraf simpatetik mahupun parasimpatetik diotak,
batang otak dan pons yang disebabkan oleh lesi pasca stroke, degenerasi dan atrofi
korteks serebri sendiri akan menggangu proses miksi yang normal.
Pada penderita demensia tahap lanjut, apabila terjadi kerusakan lobus frontal.
Keadaan ini mengakibatkan penderita tidak sedar terhadap sensasi mahupun keperluan
untuk buang air kecil. Kerusakan pada lobus parietal dan occipital akan menurunkan
atau mengganggu kebolehan penderita untuk mengenalpasti persekitaran kamar mandi
sebagai contoh sinki dan mangkuk tandas.
Kerusakan pada lobus frontal dan parietal akan menurunkan kebolehan penderita untuk
mengendalikan aktiviti seperti menanggalkan pakaian, duduk dan menggunakan kamar
kecil seperti biasa.Kerusakan pada struktur kortikal dalam seperti insula korteks bisa
mengganggu keupayaan penderita untuk mengenal pasti sensasi internal seperti distensi
kandung kemih atau rasa penuh pada kandung kemih.
Dalam scenario inkontinensia urin pada pasien lebih kepada patomekanisme yang
melibatkan gangguan neurology untuk proses miksi yang normal pada pasien geriatric.
Seperti kita sedia maklum pada pasien usia lanjut 50% dari fungsi neuron diotak akan
berkurang kerana proses atrofi dan proses degeneratif. Inkontinensia ini juga dikaitkan
dengan riwayat stroke yang pernah dihidapi pasien 3 tahun yang lalu. (vascular
demensia). Demensia pada pasien ini masih pada tahap pertengahan kerana masih
belum menunjukkan tanda-tanda gangguan memori berat, immobilitas dan sebagainya.
4. Jantung
Ada beberapa aspek yang dapat dianalisa dari penyakit jantung sebagai salah satu
penyebab inkontinensia urine, yaitu:
1. Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri
jantung menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan
jantung untuk memompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan
perifer yang akan memberi gejala edema pada penderitanya. Edema dapat
menyebabkan pasien mengalami frekunsi dan nokturia. Namun inkontinensia
yang diakibatkannya bersifat akut sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
kemungkinan penyebab inkontinensia sesuai skenario.
2. Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis diuretik. Obat-obatan jenis ini
dapat menyebabkan inkontinensia urin. Namun jenis inkontinensia urin dalam
hal ini adalah reversibel/akut, sedangkan gejala pasien dalam skenario tergolong
inkontinensia urin yang persisten, tepatnya tipe overflow. Dengan demikian,
kemunngkinan inkontinensia urin akibat obat dapat disingkirkan pada kasus ini.
5. Hipertensi
Adapun beberapa aspek yang dapat dianalisis dari riwayat minum obat hipertensi pada
pasien di skenario ini antara lain:
Obat-obatan antihipertensi memiliki efek inkontinensia urin sesuai dengan cara kerja
masing-masing.
1. Diuretik dapat menyebabkan poliuria, frekuensi, dan urgensi.
2. Ca Channel Blocker menurunkan tonus smooth muscle dan
menurunkan kontraksi otot detrussor yang akan menimbulkan retensi
urine sehingga terjadi inkontinensia overflow
3. ACE inhibitor dapat mempresipitasi batuk yang mengakibatkan
inkotinence stress
Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di pembuluh
darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak . Hal ini akan memberi efek kepada
penurunan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada koordinasi
fungsi sfingter uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan inkontinensia
urin secara tidak langsung.
6. Rematik
a. Osteoarthritis
Berdasarkan keluhan penyerta pasien, yaitu lutut sering sakit dan bengkak hingga
berjalan tidak stabil maka dapat diketahui bahwa pasien juga menderita rematik. Salah
satu penyebab rematik yang memiliki prevalensi lebih tinggi pada pasien usia lanjut
adalah osteoarthritis. Diduga pasien tersebut mengalami kesulitan berjalan akibat
adanya osteofit yang menyebabkan nyeri saat berjalan. Beberapa kemungkinan yang
terjadi pada pasien tersebut yang menyebabkan dia inkontinensia urin adalah:
- Keterbatasan untuk bergerak akibat rematik menyebabkan pasien tidak
dapat mencapai kamar mandi apabila didesak keinginan untuk berkemih sehingga
terjadilah inkontinensia urin tipe urge.
- Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan
agen anti prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor
untuk berkontraksi dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe
overflow.
b. Gout
Pasien memiliki kemungkinan mengalami penyakit gout ,melihat dari kata kunci
dimana pasien mengeluh lututnya sering sakit dan bengkak, serta berjalan tidak stabil
yang disebabkan penimbunan kristal asam urat pada membran sinovial.Disesuaikan
dengan etiologinya dimana faktor pemicunya adalah obat-obatan.Apabila yang
dikonsumsi adalah obat diuretik, thiazide, salisilat dapat menjadi faktor predisposisi
pasien untuk mengalami gout. Keluhan buang air kecil sedikit-sedikit dan perasaan
tidak puas dapat diakibatkan oleh komplikasi gout yaitu adanya pembentukan batu
asam urat pada saluran kemih pasien yang menyebabkan retensi. Tekanan darah tinggi
dan penyakit jantung yang diderita pasien bisa merupakan komplikasi dari penyakit
gout dimana bisa terdapat tofus pada jantung, hipertensi dan sklerosis
7. Penangan pada pasien tersebut ?
Penanganan yang tepat untuk pasien tersebut adalah:
1. Tindakan bedah untuk mengatasi penyebab obstruksi saluran kemih. Dalam
kasus ini yang dilakukan adalah reseksi prostate.
2. Latihan buli-buli (bladder retraining), bertujuan untuk mengembalikan pola
berkemih normal dan kontinens setelah usai pemakaian indwelling
catheterization.
3. Kateterisasi intermiten, yang dapat membantu mengatasi pasien dengan
retensi urin dan inkontinensia overflow akibat buli-buli yang tidak dapat
berkontraksi dengan baik.
4. Indwelling catheterization
Indikasi penggunaannya antara lain:
- Retensi urin yang disebabkan oleh inkontinensia overflow, infeksi
simptomatik, atau disfungsi ginjal; tidsk dapat ditangani dengan tindakan
bedah atau kateter intermiten.
- Luka atau iritasi akibat inkontinensia urin.
- Pilihan penanganan untuk inkontinensia yang sangat berat hingga pasien
merasa tidak nyaman bila tidur dan berganti pakaian.
- Penanganan pilihan bagi pasien yang merasa sangat tidak nyaman bila berkemih
di toilet.
penggunaannya perlu dibatasi karena dapat menimbulkan komplikasi seperti
bakteriuria kronis, batu buli-buli, abses periuretral, bahkan karsinoma buli-buli.
- Mengatasi sakit dan bengkak pada lututnya dengan pemberian obat-
obatan sesuai dengan keluhan dan dosis yang sesuai. Selain pemberian
obat juga dapat dilakukan fisioterapi dan memberi dukungan psiko-sosial
sehingga pasien termotivasi untuk segera pulih dan mau berobat.
- Mengurangi dosis obat-obatan yang dikonsumsi dan memberikan
pengarahan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai cara meminum
obat dengan teratur dan efektif sehingga tidak menimbulkan efek samping.
- Mengatasi demensia yang telah diderita dan mencegah kelanjutannya
yang dapat mengakibatkan hilangnya seluruh fungsi tubuh baik fisik
maunpun mental.
Inkontinensia urin pada geriatri memiliki efek merugikan antara lain:
1. Aspek kesehatan:
- Merusak kulit
- Rekurensi infeksi saluran kemih
- Jatuh (terutama akibat inkontinensia di malam hari)
2. Aspek psikologis
- Isolasi
- Depresi
- Ketergantungan
3. Konsekuensi social
- Stress bagi keluarga, kawan, dan perawat
- Predisposisi untuk dimasukkan ke rumah perawatan.
4. Kerugian ekonomi
- Perlengkapan (padding, kateter, dsb.)
- Biaya laundry
- Gaji perawat / pembantu
- Biaya perawatan komplikasi
8. Skala prioritas.?
1. Inkontinensia
2. Riwayat Pengobatan
Dari riwayat medikasi pasien yang mengkonsumsi obat-obatan DM, jantung,
hipertensi, dan rematik menyebabkan kemungkinan timbulnya inkontinensia urin
yang cukup tinggi. Diharapkan dengan memodifikasi pemberian obat maka
kecenderungan terjadinya inkontinensia urin akan menurun.
3. Gejala penyerta
4. Riwayat penyakit
5. Pisikologis
Salah satu komplikasi yang dapat menyertai inkontinensia urin adalah keadaan
depresi dan mudah marah. Pada pasien ini, dengan melihat riwayat stroke maka
kemungkinan untuk mengalami demensia cukup tinggi. Manifestasi demensia
ternyata tidak hanya berhubungan dengan keadaan neurologik saja tetapi juga bisa
mempengaruhi keadaan psikologis pasien (BPSD-Behavioral and Psychological
Symptoms of Dementia).
10. Langkah-langkah Diagnostik.?
Untuk semua pasien
Riwayat penyakit, terutama ‘Bladder record’
Pemeriksaan fisis
Urinalisis
Determinasi urine sisa
Untuk pasien yang memerlukan pemeriksaan lanjutan
- Uji laboratorium (Kultur urine, sitologi, gula darah, tes fungsi ginjal; USG
ginjal)
- Evaluasi ginekologik
- Evaluasi urologic
- Sistouretroskopi
- Tes urodinamik : - Simpel (observasi saat berkemih; Cough test;
Sistometri saluran tunggal)
- Kompleks
Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan pada pemriksaan fisis pasien inkontinensia
urine adalah sebagai berikut:
a. Mobilitas pasien
- Status fungsional dibandingkan dengan kemampuan untuk ke toilet
sendiri.
- Cara berlajan
b. Status mental pasien
- Fungsi kognitif dibandingkan dengan kemampuan untuk ke toilet sendiri.
- Motivasi
- Mood dan efek-efeknya.
c. Neurologis
- Tanda-tanda fokal (terutama di ekstremitas bawah)
- Tanda Parkinson
- Refleks sakralis buli-buli
d. Abdomen
- Distensi buli-buli
- Suprapubic tenderness
- Massa di system urogenital (abdomen bagian bawah)
e. Rektum
- Sensasi perianal
- Tonus sfingter
- Impaksi
- Massa
- Ukuran dan kontur prostat
f. Pelvis
- Kondisi kulit perineum
- Sensasi perineum
- Vaginitis atrofik
- Prolaps pelvis
- Massa pelvic
- Abnormalitas anatomi lainnya.
g. Lainnya
Edema ekstremitas bawah atau tanda-tanda gagal jantung kongestif (bila nokturia
adalah keluhan utamanya).
Anamnesis
a. Kapan urine keluar tanpa disadari : batuk atau rasa ingin kencing terus-terus
b. Sering ngompol waktu tidur
c. Gejala-gejala LUTS
d. Penyakit-penyakit selama ini: DM, hipertensi, ISK, hematuri
e. Operasi sebelumnya
f. Wanita berapa kali kehamilan dan melahirkan
g. Obat-obat yang sering di konsumsi
h. Kebiasaan hidup, makan dan minum : kopi, teh manis, alkohol, dll
i. Kehidupan seksual
j. Bowel habit à sering konstipasi, mengedan
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Abdominal : tumor, buli-buli teraba/tidak
c. RT & VT : menentukan kekuatan tonus sphincter dan otot-otot dasar panggul
d. Pemeriksaan neurologis : Reflex ani, Reflex bulbocavernosis, Keadaan,
col.vertebralis, APR-KPR
e. Pemeriksaan meatus urethra sementara batuk/ mengedan wkt buli-buli
sementara penuh (Cough stress test)
f. Urine sisa
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Urinalisis : hematuri, pyuri, bakteri kultur
c. Darah :Gula darah, Fungsi ginjal dan PSA
d. Pencitraan :USG Abdomen, BNO-IVP, Kalau perlu urethro cystoscopi à
melihat keadaan buli-buli dan urethra
e. Urinary diary :
Mengetahui seberapa hebat inkontinensia dan tipenya
Mencatat tiap berapa jam kencing dan
Berapa banyak dan berapa kali ada inkontinensia stres
Ransangan kencing yang terus dan tidak tertahankan
KESIMPULAN
Pasien pada kasus ini mengalami inkontinensia overflow yang disebabkan oleh
adanya obstruksi dan terjadi retensi urin. Obstruksi anatomis di traktus urinarius bawah yang
paling mungkin terjadi adalah akibat Hiperplasia prostat. Adapun kemungkinan penyakit lain
yang telah dibahas juga dapat menyebabkan inkontinensia urin, tetapi mekanismenya terjadi
secara tidak langsung dan tenggang waktu yang berbeda dengan perhitungan waktu yang
diberikan dalam skenario.
Keluhan penyerta pasien berupa rematik merupakan salah satu faktor resiko yang
dapat memperberat inkontinensia urinnya karena pergerakannya untuk berkemih menjadi
terhambat. Demensia yang diderita oleh pasien merupakan komplikasi dari riwayat penyakit
metaboliknya yang dapat bersifat nonreversibel akibat stroke, yaitu demensia vaskuler.
Dengan demikian diperlukan penanganan secara menyeluruh yang bertujuan untuk mengatasi
keluhan utamanya dan mencegah terjadinya komplikasi lebih jauh akibat riwayat penyakit
terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Essential of ClinicalGeriatrics Fifth Edition. New
York: McGraw-Hill. 2004
2. Darmojo, R. Boedhy. Buku AjarGeriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004
3. Purnomo, B. Basuki. Dasar-dasar Urologi. 2003. Jakarta : Sagung Seto
4. Bahan Kuliah Sistem Geriatri (Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp. B, Sp. U)
5. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. 2005. Buku Ajar IlmuBedah. Hal.782-788. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
6. Price,Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
7. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=18&iddtl=558&UID=200602
13100032222.124.150.155
8. Mansjoer, Arief. Kapita selekta Kedokteran.Editor Suprohaita, Wardhani, Setiowulan.
Jakarta Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
9. Adelman, Alan M. 2001. 20 Common Problems Geriatric. New York: McGraw Hill
10. Guyton, Arthur. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
11. Noer, Sjaifoellah, dkk. 1996. Buku Ajar IPD Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
12. Hadi, Isman dan Nor Haslinda Mohari. 2003. Complicationof Pathogenesis and
Pathophysiology. Universiti Sains Malaysia.
13. Hazzard, William R et all. 2003. Principles of GeriatricMedicine and Gerontology.
USA: McGraw Hill.
14. Dr. Budi Iman Santoso .Sp.OG (K). DEFINISI , KLASIFIKASI DAN PANDUAN
TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE.
15. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/
11/8be362e25e24aebedf26bbb48dcd96d4ea17d14f.pdf
16. INKONTINENTIA URINE : http://coolhendra.blogspot.com/2010/ 08/inkontinentia-
urine.html. 2010
17. http://digilib.unsri.ac.id/download/INKONTINENSIA%20URINE.pdf
18. Hadi Martono, Kris Pranaka. Buku ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu kesehatan
Usia Lanjut) 2009. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI Hal 226
19. Siti Setiati, I Dewa Putu Pramantara. Ilmu Penyakit dalam: INKONTINENSIA URIN
DAN KANDUNG KEMIH HIPERAKTIF. Hal : 1402
20. Sumber: Ilmukedokteran.net .http://agungrakhmawan.wordpress.com/2008/09/17
/penatalaksanaan-inkontinensia-urine/ : 2008