isi makalah bladder training
DESCRIPTION
111TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketika memempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama,
latihan kandung kemih atau bladder training harus di mulai dahulu untuk mengembangkan
tonus kandung kemih dan dengan demikian mencegah retensi.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi. Karena
itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi
dan kateter di lepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
mengeliminasi urinnya.
Salah satu usaha untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan memberikan terapi
bladder training. Bladder-retention training dilakukan dengan tujuan meningkatkan ukuran
fungsional kandung kemih dengan cara menyuruh pasien dalam jumlah yang cukup banyak,
kemudian pasien diminta menahan diri untuk berkemih selama mungkin (Pillitteri, 1999).
Namun, sampai saat ini pengaruh bladder-retention training terhadap perubahan kemampuan
belum dapat dijelaskan.
Tujuan penyajian referat ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bladder
training dan cara penanganannya. Pemahaman yang lebih baik akan membantu perawat dalam
usaha menerapkan terapi bladder training ini.
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien, informasi ini memungkinkan
perawat merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu 2 minggu atau lebih
untuk di pelajari. Walaupun program dapat mulai di laksanakan di rumah sakit atau unit
rhabilitasi. Program tersebut mungkin perlu di lanjutkan di suatu fasilitas perawatan yang luas
atau di rumah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Bladder Training?
2. Bagaimanankah fisiologi eliminasi urine ?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi?
4. Apakah hal-hal yang perlu di perhatikan pada bladder training?
5. Apa saja fungsi/tujuan dari Bladder Training?
6. Apa sajakah hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum tindakan bladder training ?
1
7. Apakah indikasi bladder training?
8. Apa sajakah persiapan alat yang di gunakan dalam bladder training?
9. Bagaimana prosedur kerja dari Bladder Training?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Bladder Training, Baik itu
pengertian, fungsi/tujuan, dan langkah-langkah kerja dari masing-masing hal tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BLADDER TRAINING
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin. Agar bladder training
ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu mengikuti program pelatihan.
Program tersebut meliputi penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan
umpan balik positif. Fungsi kandung kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu
periode kateterisasi. (Potter & perry. 2005)
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi
nonfarmakologis. (Potter & perry. 2005)
B. FISIOLOGI ELIMINASI URINE
Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine. Ureter mentranspor
urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine keluar dari tubuh
melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine
berhasil di keluarkan dengan baik. (Potter & perry. 2005)
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan
klienuntuk berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali puli/reversible
(mis, infeksi saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat bersifat kronis dan tidak
dapat kembali pulih/irreversible ( mis, terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif
dan lambat). Proses penyakit yang utama mempengaruhi fungsi ginjal ( meyebabkan
perubahan volume atau kualitas urine). Pada awalnya secara umum di kategorikan sebagai
parenalis, renalis, atau pascarenalis.
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang
bersirkulasi dan melalui ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan perfusi
jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan-perubahan tersebut terjadi du luar sistem
perkemihan. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan
untuk membentuk urine) atau yang lebnih jarang terjadi, anuria ( ketidakmampuan untuk
3
memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan faktor-faktor yang menyebabkan cedera
langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga menggangu fungsi normal filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis tersebut.
Perubahan pasca renalis terjadi adanya obstruksi pada sistem pengumpul urine di
seyiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada dalam ginjal) ke meatus uretra.
Urine di bentuk oleh sistem perkemihan tetapi tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang
normal.
Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di pertimbangkan jika
klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang
berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada
fisik, fungsu, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinensia urine, retensi dan infeksi.
(Potter & perry. 2005)
D. TUJUAN BLADER TRAINING
Tujuan dari bladder training antara lain :
1. untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks vesioko uretral.
2. mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih
3. dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang berlebihan, untuk
mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan efektif.
4. dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas, mempertahankan urin
tanpa terbentuknya batu
E. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIAKN DALAM BLADDER TRAINING
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien. Apabila klien menderita ISK
yang mendasari gangguan pola berkemih, ISK tersebut harus diobati pada waktu yang sama.
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu
2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
Tindakan berikut dapat membantu pasien yang menderita inkontinensia untuk
memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan merupakan bagian dari perawatan rehabilitatif
serta restorasi.
1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul
4
2. Memulai jadwal berkemih pada setiap 2 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum
tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari
3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih. ( misalnya, air mengalir dan
menepuk paha bagian dalam).
4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengososngan kndung kemih
secara total ( misalnya, membaca dan menarik nafas dalam )
5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih ( hanya jika masalah klien
melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat mengakibatkan retensi )
6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
8. Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan untuk
meningkatkan diuresis (seperti teh dan kopi( dini pada pagi hari.
9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan mengurangi rasa
malu klien (bukan popok).
(Potter & perry. 2005)
F. INDIKASI
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi.
Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya (atonia). Apabila hal
ini terjadi dan kateter di lepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien
tidak dapat mengeliminasi urinnya.
4. Klien dengan inkontinensia urin
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi di luar keonginan. Jika inkontinensia urin terjadi akibat kelainan
inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementara . namun, jika kejadian ini timbul karena
kelainan neurologi yang serius, kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Inkontinensia ini memiliki beberapa tipe inkontinensia, anatara lain urge
inkontinensia yang merupakan terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan
5
untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet,
overlow inkontinence merupakan hal yang di tandai oleh eliminasi urin yang sering dan
kadang-kadang terjadi hampir terus menerus dari kandung kemih. dan inkontinensia
fungsional yang merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah
yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien
sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi.
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurogenik.
Merupakan gangguan kandung kemih yang terjadi akibat lesi pada sistem saraf.
Keadaan ini disebabkan oleh cedera atau tumor medula spinalis. Ada dua tipe kandung
kemih neurogenik, yaitu kandung kemih spastik atau hipertonik akibat statis urin dan
kateterisasi yang di lakukan kemudian. Keadaan ini di tandai oleh pengeluaran urin
bersifat otomatik, reflektoris atau tidak terkontrol dari kandung kemih dengan
pengosongan yang tidak tuntas tipe yang kedua yaitu kandung kemih flasid di sertai
gangguan daya sensibilitas untuk merasakan kandung kemih yang penuh sehingga terjadi
pengisian yang berlebihan serta distensi kandung kemih.
(Brunner & suddarth, dkk. 2001)
G. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN SEBELUM DI LAKUKAN TINDAKAN
BLADDER TRAINING.
1. Periksa kandung kemih. bagaimana keadaannya, keras atau tidak Kandungan urinnya
bagaimana
2. Sudah ada atau belum rasa ingin mengeluarkan urin yang di alami pasien
H. PERSIAPAN ALAT
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan, dan gunting klem.
I. PROSEDUR PELAKSANAAN
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00 hingga 20.00
untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh ada cairan yang di minum
(kecuali untuk membasahi bibir) sesudah pukul 22.00.
6
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit dengan klem dan
di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien mencoba buang air
kecil dengan cara menekan kandung kemih, melakukan perkusi abdomen atau
meregangkan sfingter ani dengan jari tangan untuk memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan untuk
menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah terjadi distensi
kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap tanda yang
menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi, kaki atau tangan yang dingin
dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di laksanakan lebih lanjut
dengan berkurangnya volume urin sisa. Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume
urin sisa mencapai tingkatan yang aksep-tabel.
Untuk pasien yang tidak terpasang kateter
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2-3 jam
sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali pada malam hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal untuk
berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika rangsangan
berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang telah
ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan, mintalah klien
untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
7
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih kemudian
memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar anus.
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian kontraksikan
otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama tiga bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut ditekuk)
kepada klien.
e. Evaluasi
1). Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau 3-4
jam sekali.
2. Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau terdapat gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari eksternal
misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan kandung
kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas dalam.
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk meningkatkan
deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya, memberikan
penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan program bladder training.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik.
Teknik ini dapat dilakukan oleh klien atau pasien yang susah buang air kecil (BAK)
sehingga pasien mudah untuk eliminasi sesuai dengan kebutuhan klien atau pasien. Teknik ini
dapat juga dijadikan sebagai solusi penumpukan penyakit yang ada di kandung kemih.
B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca dapat lebih
memahami dan mengerti mengenai Bladder training tersebut guna lebih mematangkan
pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia medis.
9
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.Jakarta:EGC
Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses dan praktik
volume 2.Jakarta : EGC
10
CHECKLIST BLADDER TRAINING
Nama : …………………………………… NIM : …………………………………
ASPEK YANG DINILAINILAI
0 1 2
DEFINISI :
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan
pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran
urin. Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara
fisik mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi
penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik
positif. Fungsi kandung kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu
periode kateterisasi.
TUJUAN :
1. Untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks
vesioko uretral.
2. Mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. Dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan
efektif.
4. Dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu.
INDIKASI :
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.
4. Klien dengan inkontinentia urin
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurgenik
11
PELAKSANAAN
Tahap pre interaksi
a. Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keliarga klien tentang prosedur dan
tujuan tindakan yang akan di lakukan.
4. Penjelasan yang di sampaikan di mengerti klien/keluarga.
5. Selama komunikasi di gunakan bahasa yang jelas, sistematis.
6. Klien/keluarga di beri kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama tindakan di hargai
8. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan dan perhatian
serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak waktu
b. Persiapan alat dan bahan
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan
c. Persiapan lingkungan
Sampiran
Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul
8.00 hingga 20.00;untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak
boleh ada cairan yang di munum (kecuali untuk membasahi bibir)
sesudah pukul 22.00.
12
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di
jepit dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan
kandung kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor
berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien
mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih,
melakukan perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan
jari tangan untuk memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di
lakukan untuk menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di
ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah
terjadi distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap
tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi,
kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di
laksanakan lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa.
Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume urin sisa mencapai
tingkatan yang aksep-tabel.
Untuk pasien yang tidak terpasang kateter
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur,
setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam
sekali pada malam hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat
jika rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang
13
waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah
ditentukan, mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik
latihan dasar
panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama
berkemih kemudian memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar
anus.
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan
kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai
hitungan ke empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama
tiga bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi
(lutut ditekuk) kepada klien.
e. Evaluasi
1) Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau 3-
4 jam sekali.
2) Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau
terdapat gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan
dari eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha
14
bagian dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan
membaca dan menarik napas dalam.
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,
memberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan
program bladder training.
Tahap terminasi
1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :
0 = tidak dikerjakan
1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna
2= dikerjakan dengan sempurna
15
16