keputusan indonesia meratifikasi asean...

136
KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (AATHP) TAHUN 2014 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) oleh: Shofi Aliyah Rahmi 1111113000058 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: duongdiep

Post on 18-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN

AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE

POLLUTION (AATHP) TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh:

Shofi Aliyah Rahmi

1111113000058

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (AATHP) TAHUN 2014

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari ditemukan bahwa karya saya ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Maret 2017

Shofi Aliyah Rahmi

Page 3: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Shofi Aliyah Rahmi

NIM : 1111113000058

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:

KEPTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (AATHP) TAHUN 2014

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 22 Maret 2017

Mengetahui,

Ketua Program Studi

M. Adian Firnas, S.IP, M.Si

NIP.

Menyetujui,

Pembimbing

Agus Nilmada Azmi, M.Si

NIP. 197808042009121002

Page 4: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN AGREEMENT ON

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (AATHP) TAHUN 2014

oleh:

SHOFI ALIYAH RAHMI

1111113000058

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal .

Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.

Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Ketua,

M. Adian Firnas, S.IP, M.Si

NIP.

Sekretaris,

Eva Mushoffa, MHSPS

NIP.

Penguji I,

Robi Sugara, MSc

NIP.

Penguji II,

Inggrid Galuh M, MHSPS

NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 6 April 2017.

Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

FISIP UIN Jakarta

M. Adian Firnas, S.IP, M.Si

NIP.

Page 5: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

v

ABSTRAK

Skripsi ini menjelaskan mengenai keputusan Indonesia dalam meratifikasi

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution tahun 2014. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor apa yang mendorong

Indonesia untuk meratifikasi perjanjian AATHP setelah menunda selama 12

tahun. Dalam penulisannya, skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan

mengambil data dari berbagai sumber. Kerangka pemikiran yang digunakan

dalam penelitian ini adalah konsep kepentingan nasional, kebijakan luar negeri,

dan kerjasama internasional. Konsep tersebut digunakan untuk menjelaskan

faktor-faktor dan kepentingan Indonesia meratifikasi AATHP. Dari hasil analisis,

dapat disimpulkan bahwa keputusan Indonesia dalam meratifikasi AATHP tahun 2014 terbagi menjadi dua faktor, sebagai faktor internal dari hal tersebut adalah

adanya persetujuan ratifikasi oleh DPR RI, Opini publik yang dalam hal ini

adanya desakan LSM yang bergerak dibidang lingkungan serta untuk

memperbaiki citra Indonesia terkait isu kabut asap. Selain itu, terdapat juga faktor

eksternal seperti adanya desakan dari negara-negara ASEAN dan adanya bantuan

ekonomi dan kerjasama teknis dari ASEAN jika Indonesia meratifikasi perjanjian

tersebut.

Kata kunci: AATHP, Kabut Asap, Kebakaran Hutan, Pollution, Indonesia

Page 6: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat

rahmat, anugrah dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada program studi Ilmu

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penulisan skripsi, penulis mendapatkan bimbingan,

dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua, Ilham Muwardi dan Hapsah Yudiawati yang selalu

mendukung dan mendoakan penulis, Adik-adik penulis Ali Albana,

Rafif Ibrahim dan Aisya Rahma atas semangat yang diberikan

2. Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan masukan selama proses

penulisan skripsi.

3. Bapak Adian Firnas selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional dan dosen pembimbing semprop penulis beserta seluruh

dosen pengajar program studi Hubungan Internasional.

4. Ibu Inggrid Galuh dan Bapak Robi Sugara selaku dosen penguji

skripsi.

5. Sahabat seperjuangan penulis Sekar, Suger, Zahra, Acha, Afina,

Nadia, Vita, Mona, dan Bobi.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis Yola, Dina, Fanny, Bibah, Sri, Era,

Kak Zahra, Caca, Hervi dan Kak Affan yang telah menemani serta

menjadi pendengar yang baik.

7. Teman-teman HI 2011 Icha, Naeli, Ana, Mona, Reta, Zakia, Sheren,

Sarah, Ayi, Wahyu, Ahel, Fadhil, Ikhsan, Atfal, Khairi, Sulthon, Mas

dodi, Ahsan, Mawaddah, Achi, Leni, Dina, Tito, Niken, Selvi, Ulfa,

Eri, Nisa, Rida, Ridwan, Arya, Zarqom, Rifat, Izzat.

8. Terimakasih untuk keluarga Kohati Cabang Ciputat, Himpunan

Mahasiswa Islam Komisariat FISIP dan HIMAHI periode 2013-2014.

9. Imam Fitra Ramadhan, yang tidak bosan mengingatkan, mendukung

serta mendoakan penulis .

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

mendukung serta mendoakan dengan tulus.

Page 7: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

vii

Terimakasih yang tak terhingga untuk seluruh pihak atas dukungan support

dan doanya selama ini. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua

kebaikan dari kalian. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

terdapat kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh

pembaca.

Jakarta, 22 Maret 2017

Penulis,

Shofi Aliyah Rahmi

Page 8: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................ v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ............................................................ 1

B. Pertanyaan Penelitian .......................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8

E. Kerangka Pemikiran ............................................................ 10

E.1. Kepentingan Nasional. ................................................. 10

E.2. Kebijakan Luar Negeri ................................................ 13

E.3. Kerjasama Internasional .............................................. 16

F Metode Penelitian................................................................ 19

G Sistematika Penulisan.......................................................... 21

BAB II PERMASALAHAN KABUT ASAP INDONESIA

A. Latar Belakang Terjadinya Kabut Asap di Indonesia ......... 23

A.1 Faktor Terjadinya Kabut Asap ..................................... 23

A.2 Kebakaran dan Penyebaran Kabut Asap ...................... 29

A.3 Dampak Kabut Asap Lintas Batas di ASEAN ............. 36

B. Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kabut Asap 40

Page 9: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

ix

BAB III KEPUTUSAN INDONESIA DALAM MERATIFIKASI ASEAN

AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

A. Latar Belakang Perjanjian AATHP .................................... 44

B. Proses Pelaksanaan Perjanjian AATHP ............................. 48

C. Sikap Indonesia Terhadap AATHP Tahun 2003-2013 ....... 53

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG INDONESIA DALAM

MERATIFIKASI AATHP TAHUN 2014

A. Faktor Internal .................................................................... 57

A.1.Persetujuan Ratifikasi oleh Dewan Legislatif .............. 58

A.2. Opini Publik ................................................................ 62

A.3. Memperbaiki Citra Indonesia Terkait Isu Kabut Asap 68

B. Faktor Eksternal .................................................................. 70

B.1 Adanya Desakan dari Negara-negara ASEAN. ............ 70

B.2 Bantuan Ekonomi dan Kerjasama Teknis ASEAN ...... 76

BAB V KESIMPULAN .......................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

x

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Perkiraan Kebakaran Hutan Tahun 1997-2014 ................... 35

Tabel II.2. Kerugian Ekonomi akibat Kabut Asap 2013 ...................... 39

Tabel III.1 Negara yang Telah Meratifikasi AATHP ........................... 50

Tabel III.2 Pertemuan Conference of Parties (COP) ............................ 52

Page 11: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kebakaran Hutan di Kalimantan Tahun 1997 .................... 30

Gambar II.2 Titik Kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kabut Asap

Lintas Batas ......................................................................... 33

Gambar II.3 Data Luas Kebakaran Hutan Tahun 2010-2014 .................. 34

Page 12: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xii

DAFTAR SINGKATAN

AATHP ASEAN Agreement on Traansboundary Haze Pollution

AEGE ASEAN Expert Group on the Environment

AMMH ASEAN Ministerial Meeting on Haze

AS Amerika Serikat

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

ASEP ASEAN Environmental Programme

ASMC ASEAN Specialized Monitoring Center

ASOEN ASEAN Senior Officials on the Environment

BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana

COP Conference of Parties

COST Committee on Science and Technology

DPR RI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

HPH Hak Pengusaha Hutan

HTI Hutan Tanaman Industri

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Aku

KTT Konferensi Tingkat Tinggi

NGO Non- Governmental Organization

PRC Pasukan Reaksi Cepat

PSI Pollution Standard Index

UU Undang-Undang

WALHI Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

WHO World Health Organization

WWF World Wildlife Fund

Page 13: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

Lampiran 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2014

Page 14: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini menganalisa dan mengkaji mengenai keputusan Indonesia dalam

meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)

pada 2014. Di mana Indonesia setelah 12 tahun terbentuknya AATHP baru

meratifikasi perjanjian tersebut pada 2014.

Kasus ini menarik untuk dibahas karena adanya perubahan kebijakan

Indonesia terkait Perjanjian AATHP. Perjanjian ini telah dibuat sejak tahun 2002

di Kuala Lumpur, Malaysia dan telah diratifikasi oleh hampir seluruh anggota

negara-negara ASEAN, terkecuali Indonesia.

Meski pada tahun 2002 Indonesia juga telah menandatangani perjanjian

AATHP, namun Indonesia belum meratifikasi perjanjian ini. Sementara,

Indonesia merupakan negara yang menghasilkan polusi kabut asap lintas negara

terbesar di kawasan Asia Tenggara.1 Hingga baru pada 2014, Indonesia

memutuskan untuk meratifikasi perjanjian AATHP. Ini menunjukkan adanya

perubahan sikap Indonesia dalam menentukan kebijakan yang diambilnya.

Perjanjian AATHP dilatarbelakangi oleh adanya isu lingkungan hidup yang

terjadi di kawasan Asia Tenggara mengenai masalah kabut asap (haze).

Permasalahan lingkungan kini merupakan salah satu isu yang dianggap penting

1Ananta Gondomo, “ Satu Asia Tenggara dan Agenda Keamanan Lingkungan”, CSIS,

Jakarta, hal 58.

Page 15: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

2

dalam hubungan internasional, setelah keamanan internasional dan perekonomian

global yang merupakan dua area isu tradisional utama dalam politik dunia. Hal ini

terkait dampak yang ditimbulkan karena masalah lingkungan memiliki potensi

konflik dan dapat menjadi ancaman bagi hubungan antarnegara kawasan.2

Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa isu lingkungan ini menjadi

salah satu fokus penting dalam dunia internasional.3 Alasan pertama, beberapa

masalah lingkungan hidup yang terjadi di dalam sebuah negara, turut menjadi

permasalahan global. Seperti emisi gas yang diproduksi oleh sebuah negara turut

berpengaruh dalam menyebabkan perubahan iklim di bumi. Kedua, beberapa

masalah lingkungan berhubungan dengan eksploitasi sumber daya alam yang

dimiliki bersama. Seperti pada pembuangan limbah yang dilakukan di laut

perbatasan dua negara yang dampaknya tentu akan mengenai kedua negara

tersebut. Ketiga, banyak masalah lingkungan yang sifatnya transnasional dan tak

terikat oleh batas wilayah seperti illegal logging. Keempat, meskipun kerusakan

lingkungan terjadi di dalam sebuah negara, namun akibat yang dihasilkan juga

diberimbas ke negara-negara sekitar. Kelima, permasalahan lingkungan juga

memiliki implikasi kepada tatanan ekonomi, sosial maupun politik.4

Pada permasalahan pencemaran lintas batas, pencemaran udara dapat

diartikan sebagai suatu pencemaran berupa asap yang berasal dari kebakaran

lahan dan atau hutan yang dapat menyebabkan kerusakan alam serta dapat

2 Gondomo, “ Satu Asia Tenggara dan Agenda Keamanan Lingkungan”,hal 58.

3 David Hughes, Environmental Law, 2

nd editon, (London: Butterworths, 1992) hal 60

4 Greene, Owen. 2001. Environmental Issues, in John Baylis & Steve Smith (eds) The

Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford, hal.387-414.

Page 16: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

3

mengancam kemanan manusia, merusak sumber-sumber kehidupan serta

ekosistem dan dapat mengganggu kenyamanan di lingkungan.5

Sedangkan, pencemaran lintas batas adalah pencemaran udara dari polusi

asap yang berasal dari seluruh atau sebagian wilayah di bawah yurisdiksi nasional

satu negara anggota yang berdampak sampai melintas ke suatu wilayah dibawah

juridiksi negara lain serta dianggap merugikan wilayah negara tersebut.6

Dengan demikian pencemaran udara lintas batas atau transboundary haze

pollution adalah pencemaran atau polusi yang terjadi dalam suatu negara atau

wilayah yang diakibatkan dari pengaruh cuaca, atmosfer dan biosfer yang

menyebabkan polusi atau pencemaran hingga menyebar dan memasuki wilayah

negara lain serta dianggap merugikan wilayah atau negara tersebut.7 Salah satu

faktor yang menyebabkan pencemaran udara lintas batas yang terjadi di kawasan

Asia Tenggara disebabkan oleh adanya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di

Indonesia.8 Kebakaran ini seringkali mengakibatkan pencemaran udara lintas

batas yang turut merugikan negara-negara yang berbatasan secara langsung

dengan Indonesia seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Permasalahan kabut asap di Indonesia bermula pada tahun 1980-an, yang

diakibatkan oleh terjadinya kebakaran hutan yang terjadi di daerah Kalimantan

Timur. Kebakaran hutan ditahun ini telah menghabiskan sebanyak 210.000 km2

5 Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal 12-15

6 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 2002 diunduh melalui

http://haze.asean.org/?wpfb_dl=32 pada 5 Januari 2016 7 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, 2002

8 Gondomo, “Agenda Satu Asia Tenggara & Keamanan Lingkungan”, hal 65

Page 17: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

4

lahan hijau dari seluruh luas kawasan Kalimantan Timur.9 Namun baru pada 1994

ASEAN membentuk ASEAN Co-operation Plan on Transboundary Pollution.

Kesepakatan ini merupakan bentuk kerjasama regional di kawasan ASEAN

dalam mencegah polusi asap lintas batas. Namun kerjasama ini belum berjalan

sesuai dengan mekanisme yang ada. Sehingga dirasa kurang efektif dan belum

membuah hasil.10

Kemudian, pada 1997 kebakaran hutan kembali terjadi di pulau Kalimantan

dan Sumatra.11

Studi Bappenas dan ADB mencatat kerugian yang dialami

Indonesia pada kebakaran ini mencapai mencapai 4,861 dollar US atau setara

dengan 711 triliun rupiah12

Dalam hal ini Indonesia mengalami kerugian berupa

kayu, pertanian, perkebunan, produksi hutan, keanekaragaman hayati, pelepasan

karbon, biaya pemadaman kebakaran, kesehatan, transportasi dan pariwisata.13

Hal ini menunjukan bahwa permasalahan kabut asap yang dialami oleh Indonesia

memiliki dampak dan implikasi yang luas di berbagai sektor.

Selain Indonesia, Malaysia dan Singapura juga terkena dampak langsung

dan mengalami kerugian dari kabut asap tersebut. Malaysia mengalami kerugian

9 Forest Watch Indonesia dan Washington DC , “Keadaan Hutan Indonesia.” , 2001, hal

61 10

Gondomo, “Agenda Satu Asia Tenggara & Keamanan Lingkungan”, hal 69 11

The 1997 Wildfire Season and the Impact of Fire Management Projects in Indonesia,

IIFN No. 18, Januari 1998, hal 37-39 diakses melalui http://www.fire.uni-

freiburg.de/iffn/country/id/id_12.htm pada 5 Januari 2016, pukul 13.15 WIB 12

Kebakaran Hutan dan lahan Indonesia bisa samai insiden 1997 diakes melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151002_indonesia_asap_rekor pada 5

Januari 2016, pukul 14.15 WIB 13

Glover and Jessup, Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia, hal

105

Page 18: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

5

sebesar 300 juta dollar AS di sektor industri serta pariwisata dan Singapura

mengalami kerugian sekitar 60 juta dollar AS di sektor pariwisata.14

Dengan kembalinya terulang bencana kabut asap lintas batas tersebut

memaksa negara-negara ASEAN untuk mengangkat isu seputar lingkungan hidup

di forum tingkat menteri antar negara-negara ASEAN. Pertemuan ini

diselenggarakan pada Juni 2002 di Kuala Lumpur yang bertujuan untuk

membahas permasalahan polusi kabut asap lintas batas yang terjadi di wilayah

Asia Tenggara.15

Dalam pertemuan ini Malaysia dan Singapura mendesak

Indonesia untuk segera menyelesaikan masalah ini. Sehingga, terbentuklah

perjanjian ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP).

Pada 2013, kebakaran hutan yang lebih besar juga kembali terjadi di

Indonesia. Negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei hingga

Filipina terkena dampak asap. Kerugian yang ditimbulkan oleh asap diperkirakan

mencapai 9,3 milyar dolar AS.16

Kejadian ini mendorong Singapura dan Malaysia

untuk mendesak Indonesia untuk segera meratifikasi AATHP. 17

Sebagai respon desakan yang dilakukan oleh kedua negara, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada

negara-negara tetangga yang terkena dampak langsung oleh asap yang dihasilkan

14

Kementerian Lingkungan Hidup dan UNDP, “Laporan Kebakaran Hutan dan Lahan di

Indonesia”,1998, hal 1-2 15

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta, 2008, hal 94 16

Keadaan darurat akibat kabut asap di Malasia, diakses melalu

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/06/130623_malaysia_asap diakses pada 8 Januari

2016, pukul 10.05 WIB 17

Soal Asap, SBY Minta Maaf ke Negara Tetangga, diakses melalui

http://m.tempo.co/read/news/2013/06/24/078490894/Soal-Asap-SBY-Minta-Maaf-ke-Negara-

Tetangga diakses pada 8 Januari 2016, pukul 10.15 WIB

Page 19: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

6

Indonesia.18

Selain itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan menganggap bahwa permasalahan kebakaran hutan ini

merupakan permasalahan nasional dan dirasa mampu untuk mengatasi

permasalahan kebakaran hutan yang menimbulkan pencemaran asap tersebut.

Sehingga, tidak dibutuhkan adanya campur tangan dari negara-negara lain bahkan

kerjasama regional negara ASEAN sekalipun.19

Hingga pada 16 September 2014 dalam sidang paripurna DPR RI seluruh

fraksi di DPR meratifikasi undang-undang tentang penanganan kebakaran hutan

yang mengakibatkan asap lintas batas negara ASEAN tersebut.20

Menurut Boer

Mauna, dalam pembuatan perjanjian internasional biasanya melewati beberapa

tahapan yaitu perundingan (negotiation), penandatanganan (signature) dan

pengesahan (ratification). Hal ini berkaitan dengan UU No. 24 Tahun 2000 pasal

10 mengenai Perjanjian Internasional, dimana perjanjian yang berkaitan dengan

lingkungan hidup memerlukan pengesahan (ratifikasi) oleh DPR RI.21

Dibutuhkan waktu selama 12 tahun oleh DPR RI untuk menyetujui

Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan AATHP atau Persetujuan

ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas untuk menjadi undang-undang.

Perubahan sikap Indonesia dalam merespon isu transboundary haze

menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

18

Ibid 19

Jurnal Lingkar Widyaiswara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

“Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan” Edisi 1 No. 4, Oktober-Desember. 20

Kementerian lingkungan hidup RI, “Indonesia Meratifikasi Undang-Undang Tentang

Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution (Persetujuan Asean Tentang

Pencemaran Asap Lintas Batas)”, Jakarta, 16 September 2014, diakses dari

http://www.menlh.go.id pada 8 Januari 2016, pukul 15.45 WIB 21

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Diamika Global (Bandung: Alumni, 2000) hal 83

Page 20: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

7

kebijakan Indonesia. Selama kurang lebih 12 tahun Indonesia merasa bahwa isu

kebakaran hutan adalah permasalahan nasional dan mampu untuk menanganinya

karena terjadi di wilayah juridisnya. Namun, pada akhirnya Indonesia merasa

perlu untuk meratifikasi AATHP. Selain itu, terdapat elemen-elemen lain yang

turut menentukan keputusan pemerintah Indonesia dalam meratifikasi AATHP

mendorong penulis untuk membahas keputusan Indonesia dalam mengesahkan

AATHP di tahun 2014.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penelitian ini akan berfokus untuk menjawab pertanyaan: Faktor-faktor apa yang

mendorong Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution (AATHP) pada 2014?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang

melatarbelakangi Indonesia dalam meratifikasi ASEAN Agreement

Transbundary Haze Pollution (AATHP) tahun 2014

2. Memberikan referensi penulisan selanjutnya, terutama dalam isu kabut

asap lintas batas di Asia Tenggara dan AATHP.

Page 21: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

8

3. Memberikan referensi dan saran untuk pemerintah dalam menentukkan

kebijakan-kebijakan atau keputusan yang akan diambil dalam

menyelesaikan permasalahan kabut asap lintas batas.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang relevan mengenai masalah kabut asap

yang terjadi di kawasan Asia Tenggara serta perjanjian AATHP. Pertama, skripsi

yang ditulis oleh Dwi Wahyuni, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2011 yang berjudul “Permasalahan Kabut Asap Dalam Hubungan

Indonesia dan Malaysia periode 1997-2006”. Dalam penelitiannya, Dwi Wahyuni

membahas mengenai hubungan bilateral diantara Indonesia dan Malaysia saat

terjadinya permasalahan kabut asap. Terdapat kebijakan luar negeri yang

dikeluarkan oleh kedua negara tersebut terkait permasalahan kabut asap di

Indonesia dan Malaysia. Skripsi yang ditulis oleh Dwi Wahyuni secara khusus

meneliti implikasi dari permasalahan kabut asap pada hubungan bilateral antara

Indonesia dan Malaysia, berbeda dengan skripsi ini yang membahas mengenai

keputusan Indonesia dalam meratifikasi perjanjian AATHP dan tidak hanya

membahas hubungan Indonesia dengan Malaysia. Namun juga membahas

mengenai Singapura.

Penelitian tentang AATHP juga dilakukan oleh Agustia Putra pada tahun

2013 dengan artikel ilmiah “Pembentukan ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Pollution (The Forming of ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution).” Penelitiannya hanya membahas mengenai alasan yang

Page 22: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

9

melatarbelakangi ASEAN dalam membentuk perjanjian AATHP. Putra

menjelaskan bahwa pembentukan AATHP ini didasarkan pada masalah human

security yang ditimbulkan oleh kabut asap yang terjadi hampir setiap tahunnya di

kawasan Asia Tenggara. Meskipun penelitiannya menjelaskan AATHP, namun

penelitiannya berbeda dengan penulis. Hal ini terlihat dari pembahasannya yaitu

penulis membahas mengenai apa saja keputusan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi Indonesia dalam meratifikasi AATHP setelah menunda selama 12

tahun.

Selanjutnya, Penelitian tentang kabut asap juga dilakukan oleh David

Glover dan Timothy Jessup pada tahun 2002 dengan jurnal yang berjudul

“Indonesian’s Fires and Haze The Cost of Catatrophe”. Dalam penelitiannya,

Glover dan Jessup menjelaskan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia

berdampak terhadap negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Kabut asap ini berdampak buruk pada kesehatan, gangguan transportasi serta

penurunan dibidang pariwisata. Skripsi ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Glover dan Jessup karena penelitian tersebut hanya membahas

mengenai dampak yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang terjadi di

Indonesia. Namun, tidak membahas mengenai perjanjian AATHP.

Dalam penelitian ini, tema yang dikemukakan penulis adalah mengenai

Keputusan Indonesia dalam meratifikasi AATHP pada Tahun 2014. Penelitian ini

akan berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam hal ini belum ada

penelitian yang membahas secara khusus mengenai keputusan dan latar belakang

perubahan Indonesia dalam mengambil keputusan meratifikasi AATHP.

Page 23: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

10

E. Kerangka Pemikiran

1. Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional menurut Joseph Frankel merupakan kunci dari

kebijakan luar negeri suatu negara yang di dalamnya berisi seluruh nilai-nilai

nasional yang dianut oleh sebuah negara.22

Selain itu kepentingan nasional dapat

dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang

mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan

kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional merupakan unsur-unsur yang

membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan,

militer, dan kesejahteraan ekonomi.23

Menurut Kenneth Waltz, kepentingan nasional merupakan petunjuk dasar

kebijakan luar negeri suatu negara yang diatur dalam suatu sistem internasional.

Sistem Internasional ini menciptakan suatu kondisi dimana negara akan secara

otomatis membuat kebijakan luar negeri yang sesuai dengan situasi internasional

pada waktu itu. Kebijakan luar negeri yang dibuat dapat berdasarkan dari

kepentingan-kepentingan penguasa dalam sistem serta persaingan negara-negara

yang ada dalam sistem tersebut.24

22

Josep Frankel, International Relations in a Changing World, (Oxford:Oxford University

Press, 1988),hal. 93. 23

Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional (Bandung: Abardin,1999)

hal 17. Dalam buku: AA Banyu perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantur Ilmu

Hubungan Internasional, (2005). Hal 35 24

Kenneth Waltz, Theory of International Politics (New York: McGraw-Hill, 1979) dalam

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009) hal 113.

Page 24: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

11

Menurut Hans Morgenthau, kepentingan nasional merupakan kemampuan

minimum negara untuk melindungi dan mempertahankan indentitas fisik, politik

dan kultur dari gangguan negara lain.25

Menurut Morgenthau, terdapar 6 bentuk kepentingan nasional suatu negara,

yaitu primary interest, secondary interest, permanent interests, variable interests,

general interest, dan specific interest. Primary interests yaitu kepentingan negara

untuk melindungi keamanan, sistem politik, identitas dan bertahan dari intervensi

negara lain. Kepentingan ini bersifat mutlak karena merupakan kepentingan yang

utama bagi suatu negara.

Secondary Interests yaitu, kepentingan mempertahankan rakyat yang berada

di luar negeri dan mempertahankan kekebalan diplomatik sebagai representasi

negara di negara lain. Selain itu, permanent interests adalah kepentingan yang

bertahan sejak lama dan dipertahankan. Selanjutnya adalah kepentingan nasional

sebagai variable interests, yaitu kepentingan nasional yang aspirasinya berasal

dari opini public, partisipasi politik tertentu, serta gagasan atau ide dari negara

tersebut.

Sedangkan general interests adalah kepentingan yang bersifat umum yang

dapat diberlakukan untuk banyak negara dan untuk wilayah geografis yang luas

atau untuk beberapa bidang khusus seperti dalam bidang perdagangan, investasi,

dan lain-lain. Terakhir specific interest yaitu, kepentingan khusus tidak termasuk

25

James N.Rosenau, International Politics and Foreign Policy. (New York: The Free Press

of Glencoe, 1961), hal 174.

Page 25: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

12

kepentingan umum, namun biasanya ditentukan dari sana dan lebih berkaitan

dengan satu daerah tertentu atau saat tertentu. 26

Dari pengertian-pengertian yag telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan

bahwa kepentingan nasional adalah acuan dan pedoman suatu negara dalam

bertindak dan membuat kebijakan luar negeri dalam sistem internasional yang

bertujuan untuk melindungi serta mempertahankan negara serta meningkatkan

kekuasaan negara tersebut.

Dalam penelitian ini kepentingan nasional terlihat dalam bentuk kerjasama

dan ratifikasi yang dilakukan Indonesia terkaitan perjanjian mengenai kabut asap.

Pada konsep kepentingan nasional ini penulis akan membahas mengenai apa

kepentingan nasional Indonesia sehingga pada akhirnya memutuskan untuk

meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

(AATHP) tahun 2014. Dalam menganalisa penulis menggunakan general interest

atau kepentingan umum dimana ekonomi dan perdagangan dijadikan

pertimbangan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya.

Pada penelitian ini Indonesia meratifikasi AATHP untuk mencapai

kepentingannya. Salah satunya adalah adanya kepentingan ekonomi karena

dengan meratifikasi perjanjian tersebut Indonesia akan mendapatkan bantuan

ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sehingga hal ini tentu

sangat menguntungkan bagi Indonesia.

26

Debbie Affianty, Analisa Politik Luar Negeri (Ciputat: UIN Press, 2015), hal 15-16

Page 26: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

13

2. Kebijakan Luar Negeri

Menurut K.J Holsti Kebijakan luar negeri ialah suatu aktivitas yang

memiliki tujuan dan tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan

(decision maker) yang bertujuan untuk mempertahankan atau merubah suatu

tujuan, kondisi atau praktek-paraktek dalam lingkungan eksternal suatu negara.

Kebijakan ini diambil untuk mempromosikan atau mencapai tujuan domestik

suatu negara.27

Carlsnaes mengungkapkan bahwa terdapat aktor-aktor yang berperan

penting dalam pembuatan serta pengambilan sebuah kebijakan luar negeri, seperti:

kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dewan eksekutif, dewan

keamanan kabinet, polit biro, dan parlemen.28

Terdapat empat faktor yang melatarbelakangi dalam pebuatan kebijakan luar

negeri yang diambil oleh suatu negara, yaitu: faktor Internasional, para pembuat

kebijakan, kondisi politik dalam negeri serta kondisi ekonomi dan militer dalam

negeri.

Pertama, faktor internasional merupakan kondisi alamiah dari suatu sistem

internasional serta erat kaitannya dengan hubungan suatu negara dengan aktor-

aktor internasional yang pada akhirnya akan menentukan keputusan dalam

pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara. Dalam hal ini faktor

internasional terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Geografis, hubungan ekonomi,

serta hubungan politik suatu negara dengan negara lain. Kedua, para pembuat

27

K.J Holsti, International Politic A framework, A framework for Analysis, (New Jersey:

Asimon & Schuster Company, 1992) 28

Wohlforth, William C, “Realism and foreign policy” in, Steve Smith, Amelia Hadfield

& Tim Dunne, Foreign Policy, Theories. Actors. Cases. (Oxford, 2008) hal 31-48.

Page 27: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

14

kebijakan merupakan orang-orang yang berperan penting dalam merumuskan dan

memutuskan suatu kebijakan. Selain itu, adanya pengaruh politik internal suatu

negara serta proses sosial dalam terbentuknya kebijakan luar negeri. Ketiga,

kondisi politik dalam negeri merupaka salah satu faktor yang menentukan

kebijakan luar negeri suatu negara. akan terjadi perbedaan dalam kebijakan luar

negeri antara negara yang menerapkan sistem sosialis dan demokratis, antara

negara yang kondisi politiknya stabil dan tidak stabil. Keempat, kondisi militer

dan ekonomi suatu negara juga memiliki peranan penting dalam penentuan

kebijakan politik luar negeri. Semakin kuat ekonomi dan miiter suatu negara maka

daya jualnya dengan negara lain akan semakin tinggi.29

Faktor internal dan eksternal merupakan dua faktor yang mempengaruhi

dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri setiap negara.30

Faktor internal

mencakup: a) Kebutuhan ekonomi, sosial, dan keamanan (Social economic and

security needs) . Dalam suatu negara kebutuhan ekonomi, sosial dan keamanan

merupakan hal utama dan memiliki pengaruh yang besar dalam proses pembuatan

kebijakan luar negeri. b) Karakteristik geografi dan topografi (Geographical and

topoghraphical characteristics). c) Atribut nasional (National attributes). Ini

merupakan karakteristik umum sebuah negara yang terdiri dari ukuran atau luas

wilayah, jumah populasi penduduk, sistem ekonomi dan tingkat pertumbuhan

suatu negara. Serta keterlibatan suatu negara dalam organisasi internasional yang

dapat menentukan posisi negara tersebut dalam ranah politik dan dunia

29

Coplin William D, Introduction to Internastional Politics: A Theoritical Overview

(Chicago: Markham Publishing Company, 1971) 30

K.J Holsti, International Politic A framework, A framework for Analysis (New Jersey:

Asimon & Schuster Company, 1992) hal 82

Page 28: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

15

internasional. d) Struktur pemerintah dan filosofi (Government structure and

philosophy), opini publik (public opinion), birokrasi (bureaucracy), pertimbangan

etnik (ethical consideration). Hal-hal tersebut memiliki peran penting dan menjadi

pertimbangan dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara seperti struktur

pemerintahan dan filosofi yang dianut dalam negara tersebut serta opini yang

berkembang di masyarakat.

Faktor-faktor eksternal meliputi: a) Struktur sistem internasional (Structure

of the system). Struktur sistem internasional yang ada seperti unipolar, bipolar,

dan multipolar dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. b)

Struktur ekonomi dunia (Structure of world economy). Perkembangan

perekonomian dunia saat ini telah mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu

negara. Struktur ekonomi dunia saat ini mengutamakan kerjasama antar negara.

Dalam hal ini setiap negara memiliki sumber daya alam serta permasalahan

ekonomi yang berbeda. Sehingga setiap negara harus mencari dan menciptakan

peluang dalam perkembangan ekonomi dunia.31

c) Kebijakan dan tindakan negara

lain (The policies and actions of other states). Sebagian besar negara atau

pemerintah dari sebuah negara akan merespon tindakan dan kebijakan yang

diambil oleh negara lain. apabila negara tersebut terkena dampak bagi

kepentingan nasionalnya. Respon ini tidak hanya muncul akibat dari kebijakan

luar negeri suatu negara namun dapat dari kebijakan dalam negeri atau domestik

suau negara. d) Masalah regional dan global yang berasal dari swasta (global and

regional private problems arising from private activities). e) Hukum internasional

31

K.J Holsti, International Politic A framework, A framework for Analysis (New Jersey:

Asimon & Schuster Company, 1992) hal: 271-273

Page 29: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

16

dan opini dunia (International law and world opinion. Hukum Internasional dan

opini dunia atau masyarakat internasional juga menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh suatu negara.

Penulis memilih konsep kebijakan luar negeri sebagai bagian dari

kerangka pemikiran ini dikarenakan konsep ini dianggap tepat dalam menjelaskan

kepentingan Indonesia dibalik adanya perubahan kebijakan yang memutuskan

untuk meratifikasi perjanjian AATHP yang telah tertunda selama 12 tahun. Faktor

internal dan faktor eksternal yang terdapat dalam pembuatan kebijakan luar negeri

dianggap tepat menjelaskan tindakan Indonesia tersebut. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan Indonesia dalam meratifikasi perjanjian AATHP pada

tahun 2014 yaitu Faktor internal dianalisa menggunakan social economic and

security needs, opini publik dan birokrasi. Hal ini terkait adanya persetujuan

ratifikasi oleh dewan legislatif dan adanya desakan serta kerjasama dari LSM

dalam bidang lingkungan hidup.

Kemudian pada faktor eksternal penulis akan menganalisa menggunakan

faktor kebijakan dan tindakan negara lain (The policies and actions of other

states). Hal ini terkait adanya respon dan desakan dari negara-negara ASEAN

seperti Singapura dan Malaysia.

3. Konsep Kerjasama Internasional

Menurut K.J Holsti bahwa proses kerjasama atau kolaborasi terbentuk dari

perpaduan keanekaragaman masalah nasional, regional, atau global yang muncul

dan memerlukan perhatian lebih dari satu negara. Pemerintah yang bekerjasama

Page 30: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

17

saling melakukan pendekatan yang membawa usul penanggulangan masalah ,

mengumpulkan bukti-bukti tertulis untuk membenarkan sesuau usul atau lainnya

dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau pengertian yang

memuaskan semua pihak dan menghasilkan win-win solution.32

Kerjasama Internasional dapat meliputi permasalahan dalam berbagai

bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, social budaya, lingkungan hidup dan

pertahanan keamanan. Holsti mendefinisikan kerjasama internasional sebagai

berikut:33

a. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai dan tujuan saling

bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh

semua pihak sekaligus

b. Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang

diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara itu untuk mencapai

kepentingan dan nilai-nilainya.

c. Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara atau lebih

dalam rangka memanfaatkan kepentingan atau benturan kepentingan.

d. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi dimasa depan yang

dilakukan untuk melaksanakan persetujuan

e. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka

Kerjasama internasional tidak hanya dilakukan oleh antar dua negara secara

individual, akan tetapi juga dilakukan antar negara yang berada di dalam

32

K.J Holsti, Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis, Jilid II, Terjemahan M.

Tahtir Azhari (Jakarta: Erlangga, 1988), hal 652-653 33

Ibid

Page 31: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

18

organisasi atau lembaga internasional seperti ASEAN, OKI, dan Uni Eropa.

Dalam hal ini kerjasama akan terjadi apabila pihak-pihak yang bersangkutan

menyadari bahwa melalui kerjasama tersebut pihaknya akan mendapatkan suatu

hasil atau keuntungan yang tindakan diperoleh apabila dilakukan secara unilateral.

Menurut Dougherty dan Pfaltzgraff kerjasama ialah seragkaian hubungan-

hubungan yang tidak didasarkan pada paksaan atau kekerasan yang disahkan

secara hukum. Kerjasama dapat dilaksanakan dalam suatu proses perudingan yang

diadakan secara terbuka karena masing-masing pihak saling mengetahui sehingga

tidak diperlukan lagi suatu perundingan.34

Isu utama pada kerjasama internasional

yaitu berdasarkan keuntungan yang diperoleh bersama melalui kerjasama yang

mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif.35

Sehingga kerjasama internasional terbentuk karena adanya kehidupan

internasional yang meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi,

sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan serta keamanan. Hal-hal

tersebut menciptakan adanya kepentingan yang beragam dan ini menimbulkan

adanya berbagai masalah sosial. Dan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

sosial yang ada maka dibentuklah suatu kerjasama internasional.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan konsep kerjasama internasional

yang dikemukakan oleh K.J. Holsti dimana kerjasama terjadi karena adanya

permasalahan nasional, regional, maupun global yang tidak dapat diselesaikan dan

butuh perhatian dan bantuan lebih dari satu negara. Dalam hal ini Indonesia

34

James E. Dougherty & Robert L. Pfaltz graff JR, Contending Theories of International

Relations: A Comperehensive Survey (New York: Harper and Row Publisher, 1997) hal 418-419 35

Dougherty & Graff JR, Contending Theories of International Relations: A

Comperehensive Survey, hal 419

Page 32: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

19

menyetujui melakukan kerjasama dengan negara-negara ASEAN dalam

menangani permasalahan kebakaran hutan dan kabut asap yang terjadi di

Indonesia. Permasalahan kabut asap ini dianggap membutuhkan perhatian dan

kerjasama antar negara di kawasan Asia Tenggara terutama dari negara yang

terkena dampak langsung oleh kabut asap seperti Singapura dan Malaysia.

Kerjasama yang dilakukan baik dalam upaya pencegahan, penanggulangan dan

pemulihan permasalahan kabut asap lintas batas yang terjadi di kawasan ASEAN.

Kerjasama ini didasari atas pelaksanaan komitmen, semangat kemitraan serta

solidaritas negara anggota ASEAN dalam menghadapi berbagai kendala

penenganan asap lintas batas.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

kualitatif dan bersifat deskriptif. Menurut Mohammad Nadzir, tujuan dari

penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada.36

Dalam penulisan ini akan

menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana metode penelitian kualitatif

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan penjelasan data

berupa kata-kata tertulis maupun lisan. Tujuan metode ini adalah untuk

menggambarkan suatu fenomena tertentu yang ada atau tidaknya hubungan antara

suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan permasalahan yang ada

dengan penelitian.

36

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal 63.

Page 33: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

20

2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan

menggunakan data sekunder yang bersumber dari studi kepustakaan, seperti buku,

artikel dalam buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian, dokumen-dokumen pemerintah

yang resmi, artikel dalam buku, situs internet (website), dan lain-lain yang

berhubungan dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Studi

kepustakaan yang akan dilakukan di perpustakaan umum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, Perpustakaan umum Universitas Indonesia, Perpustakaan

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri,

Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Freedom Institut, dan perpustakaan

Kementerian Lingkungan Hidup.

3. Jenis Data

Data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, majalah, surat kabar, hasil

laporan instansi pemerintahan indonesia, dan informasi yang diakses dari internet

yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Data sekunder yang

dibutuhkan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan perjanjian AATHP dan

permasalahan kabut asap di Indonesia.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, dilakukan teknik analisa data yang diawali dengan

pengklasifikasian data, memisahkan data yang perlu untuk digunakan atau data

yang tidak perlu digunakan. Selanjutnya dengan mereduksi data yang merupakan

proses analisi untuk memilih, memusatkan perhatian, menyederhanakan,

mengabstraksikan serta mentransformasikan data, yang muncul dari catatan-

Page 34: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

21

catatan lapangan. Tahap selanjutnya adalah analisis data dalam hal ini peneliti

memaparkan data yang telah diperoleh agar dapat dianalisis. Data yang terkumpul

kemudian dimaknai dengan menggunakan kerangka teori kebijakan luar negeri,

kepentingan nasional dan kerjasama luar negeri untuk menghasilkan jawaban

penelitian ini.

G. Sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas latar belakang penelitian, pertanyaan

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PERMASALAHAN KABUT ASAP DI INDONESIA

Dalam bab dua akan menjelaskan mengenai permasalahan kabut asap di

Indonesia dari latar belakang terjadinya kabut asap di Indonesia, faktor terjadinya

kabut asap, sejarah terjadinya serta dampak kabut asap lintas batas di kawasan

ASEAN, dan upaya apa saja yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam

menangani kabut asap.

BAB III KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI AATHP

Pada bab ketiga ini akan mejelaskan AATHP secara umum mengenai latar

belakang terjadinya perjanjian AATHP, pada sub bab kedua penjelasan mengenai

proses pelaksanaan perjanjian AATHP, sub bab ketiga mengenai sikap Indonesia

terhadap perjanjian AATHP tahun 2003-2013.

Page 35: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

22

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI

INDONESIA DALAM MERATIFIKASI AATHP TAHUN 2014

Pada bab ini akan menganalisa faktor-faktor apa saja yang mendorong

Indonesia dalam meratifikasi AATHP pada tahun 2014 melalui konsep-konsep

seperti kepentingan nasional, kebijakan luar negeri, dan kerjasama internasional.

Analisa ini berfokus pada faktor internal dan faktor eksternal yang melatar

belakangi Indonesia dalam melakukan ratifikasi AATHP. Seperti adanya

persetujuan ratifikasi oleh dewan legislatif , opini publik, dan memperbaiki citra

Indonesia pada faktor internal. Dan untuk faktor eksternal terdapat desakan dari

negara-negara ASEAN dan bantuan ekonomi serta kerjasama teknis dari ASEAN.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi ini yang berisi mengenai

kesimpulan dari penelitian ini yang didapat dari bab-bab sebelumnya.

Page 36: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

23

BAB II

PERMASALAHAN KABUT ASAP INDONESIA

A. Latar Belakang Terjadinya Kabut Asap di Indonesia

Kabut asap di Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya kebakaran hutan di

wilayah Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan ini

mengakibatkan penyebaran asap dan pencemaran lingkungan lintas batas negara.

Pencemaran asap tersebut memiliki dampak negatif yang dapat merugikan

manusia, mencemari lingkungan, dan merusak ekosistem.37

A.1. Faktor Terjadinya Kabut Asap

Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kabut asap yaitu

adanya kebakaran hutan besar yang terjadi di wilayah Indonesia seperti

Kalimantan dan Sumatera.38

Kebakaran hutan ini menimbulkan dampak bagi

pencemaran lingkungan.39

Berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup No

32 Tahun 2009 Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia, sehingga melampaui mutu lingkungan hidup yang telah

ditetapkan.40

37

Bambang Purwaseso , Pengendalian Kebakaran Hutan Suatu Pengantar (Jakarta: PT

Rinetka Cipta, 2004) hal 23 38

Eliezer P. Lorenzo dan Canesio, “Pembukaan Lahan tanpa Pembakaran Sebuah Model

Pembukaan Lahan Tanpa Bakar dalam mempersiapkan Pembangunan Hutan Tanaman di

Indonesia” hal 82 39

Teguh Isa Widodo, “Degradasi Lingkungan Hidup.”, (Bogor: Institut Pertanian Bogor) 40

M.Basarah, “Prospek Kerjasama Negara-Negara ASEAN Dalam Pengendalian

Pencemaran Udara Lintas Batas,” Jurnal Hukum No 15 Vol 7, Desember 2000, hal 57

Page 37: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

24

Terdapat beberapa jenis pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah,

pencemaran air, dan pencemaran udara.41

Pencemaran tanah adalah suatu kondisi

masuknya satu atau banyak benda kimia, fisik atau biologis ke dalam tanah yang

dimana benda-benda tersebut dapat merusak struktur tanah dan membuat tanaman

menjadi sulit beradaptasi.42

Selanjutnya, pencemaran air adalah suatu perubahan

keadaan disuatu tempat penampuangan air seperti danau, sungai, lautan, dan air

tanah yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sedangkan Pencemaran udara

adalah adanya bahan/zat-zat asing di udara yang menyebabkan perubahan

komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Pencemaran udara ini

dapat membahayakan bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan.43

Selain itu

akibat dari pencemaran udara juga dapat mengganggu estetika dan kenyamanan.

Jenis-jenis pencemaran yang telah disebutkan tersebut timbul dikarenakan

oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Menurut World Health

Organization (WHO), tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar

dan lamanya kontak. Dalam hal ini tingkat pencemaran dibedakan menjadi tiga,

yaitu: 1) Pencemaran yang mengakibatkan gangguan ringan pada panca indra dan

tubuh serta telah mennimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. 2) Pencemaran

yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh yang menyebabkan sakit yang

41

Fuad Amsyari, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2001) hal 42 42

Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan ( Jakarta: Jembatan,

1983) 43

Fuad Amsyari, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2001) hal 43

Page 38: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

25

kronis. 3) Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besar sehingga

menimbulkan gangguan dan sakit atau bahkan kematian dalam lingkungan.44

Salah satu pencemaran udara yaitu asap yang berasal dari aktifitas manusia

maupun alamiah. Asap dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA), asma, bronchitis, pneuma (radang paru), serta

iritasi mata dan kulit. Asap juga dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman

karena sinar matahari terhalang asap sehingga proses fotosintesa tidak dapat

dilakukan oleh tumbuhan.45

Secara konsep penyebaran asap lintas batas negara diartikan sebagai

transboundary haze pollution.46

Dalam perjanjian AATHP, transboundary haze

pollution dikatakan sebagai berikut:

“haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the are

under the national jurisdiction of one Member State and which is transported into

the area under the jurisdiction of another Member State.”

Pengertian transboundary haze pollution adalah pencemaran atau polusi

yang terjadi dalam suatu negara atau wilayah yang diakibatkan dari pengaruh

cuaca, atmosfer dan biosfer yang menyebabkan polusi atau pencemaran hingga

menyebar dan memasuki wilayah negara atau daerah lain.

Penyebaran dan pencemaran asap lintas batas negara yang ada di kawasan

Asia Tengggara diakibatkan adanya kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di

44

Daud Silalahi, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan

Indonesia (Bandung: PT. Alumni, 2001), hal 154 45

Aditama TY, Dampak Asap Kebakaran Hutan terhadap kesehatan Paru (Jakarta: YP IDI

& IDKI) 46

De Bie, Gregg H, “Transboundary Air Pollution : Trends in 2004,” in: Colorado Journal

of International Environmental Law, 16, (2005), hal 123-132

Page 39: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

26

wilayah Indonesia.47

Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara

yang memiliki kawasan hutan terluas di kawasan Asia Tenggara. Luas hutan

Indonesia mencapai 98.072,7 juta hektar atau sebesar 52,2% dari total daratan.48

Pada tingkat global, Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan

tropis nomor tiga terbesar di dunia yaitu 127 juta ha49

. Setelah Brazil sebagai

negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia yaitu 481 juta ha, diikuti oleh Kongo

pada peringkat kedua dengan luas 177 ha. Selain itu Indonesia juga memiliki

kawasan hutan bakau yang terluas di dunia. Luasnya mencapai 4,25 juta ha pada

awal tahun 1990-an.50

Menurut data Kementerian kehutanan, luas daratan Indonesia di tahun 2009

berkisar 187,8 juta hektar dan 127 juta hektar di antaranya adalah kawasan hutan.

Jumlah ini setara dengan luas empat negara besar di Eropa yaitu Inggris, Perancis,

Jerman dan Finlandia.51

Dari luas daratan Indonesia tersebut, 50% diantaranya

berhutan, 44% tidak berhutan, dan 6% atau sekitar 10 juta hektar tidak ada data.

Kawasan berhutan sebagian besar terletak di Papua dan Kalimantan yang

merupakan 65% dari tutupan hutan Indonesia.52

Dengan luas wilayah tersebut

kebakaran hutan menjadi suatu peristiwa yang rutin terjadi setiap tahunnya di

Indonesia.

47

David B. Jerger, “ Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboundary Haze Pollution,” Sustainable development law & policy 14, no.1, (2014), hal 36 48

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2010; melalui

www.haze.asean.org, diakses pada 3 Mei 2016 49

Robert AIKEN, “ Runaway Fires, Smoke-Haze Pollution, and Unnatural Disasters in

Indonesian Geographical Review” 94 American Geographical Society (2004), hal 55 50

World Resource Institute “Hutan Indonesia: Apa yang dipertaruhkan”, tersedia pada

https://www.wri.org/sites/default/files/pdf/indoforest_chap1_id.pdf diunduh pada 7 Mei 2016 51

Badan Planologi Kehutanan-Departemen Kehutanan, “ Kebijakan Penyusunan MP-

RHL”, tersedia pada http://www.dephut.go.id/hutan/html; diakses tanggal 13 Mei 2016 52

Badan Planologi Kehutanan-Departemen Kehutanan, “ Kebijakan Penyusunan MP-

RHL”, tersedia pada http://www.dephut.go.id/hutan/html; diakses tanggal 13 Mei 2016

Page 40: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

27

Di Indonesia sektor kehutanan menjadi salah satu faktor yang mendapakan

perhatian penting dalam permasalahan ini. Dalam Undang-undang RI No.41

tahun 1999 tentang kehutanan. Hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan

ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan

yang lainnya tidak dapat dipisahkan.53

Kebakaran hutan menurut Kementerian Kehutanan adalah suatu keadaan

dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil

hutan yang memiliki dampak terhadap kerugian ekonomis dan nilai lingkungan.54

Sedangkan menurut pakar kehutanan yaitu Prof. Bambang Hero Saharjo,

Kebakaran hutan adalah pembakaran yang apinya menjalar bebas serta

mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti rumput, ranting, tunggak

pohon, gulma, semak belukar, dedaunan serta pohon-pohon.55

Peristiwa kabut asap lintas batas berasal dari kebakaran hutan yang terjadi

karena faktor alam dan faktor manusia56

. Dalam hal ini faktor alam yang dapat

memicu kebakaran hutan dan lahan: Pertama, Bencana alam dikarenakan adanya

aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung

merapi. Wilayah hutan di kawasan gunung merapi dapat terbakar ketika aktivitas

53

Bambang Purwaseso, Pengendalian Kebakaran Hutan Suatu Pengantar (Jakarta: PT

Rinetka Cipta,) hal 5 54

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian

Kebakaran Hutan 55

Saharjo BH, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah

Dilakukan (Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor (2003). 56

Lucca Tacconi, “Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi

Kebijakan.” (Bogor: Center for International Foresty Research), tersedia di

http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038i.pdf ;diunduh pada 15 Mei 2016

Page 41: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

28

vulkanis terjadi.57

Kedua, Faktor Perubahan Iklim seperti musim kemarau yang

panjang. Musim kemarau dapat mengakibatkan naiknya suhu diberbagai wilayah

termasuk hutan. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.58

Selain itu, terdapat faktor Ground Fire yaitu kebakaran yang terjadi di dalam

lapisan tanah. Musim kemarau panjang menyebabkan kebakaran di bawah tanah

pada daerah kawasan tanah gambut.59

Selanjutnya kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dapat

dibedakan menjadi dua hal yaitu secara sengaja dan tidak sengaja.60

Kebakaran

karena ketidaksengajaan disebabkan oleh kelalaian manusia seperti; tidak

mematikan api unggun, adanya aktifitas pembakaran sampah serta membuang

puntung rokok yang masih menyala di sekitar hutan.61

Sedangkan, kebakaran

hutan secara sengaja seperti adanya teknik pembukaan lahan baru dengan cara

membakar hutan.62

Bagi masyarakat dan petani yang dinilai lebih hemat, praktis

dan menyuburkan tanah.

Pada umumnya para pengusaha atau masyarakat di Indonesia membuka

lahan dengan membakar alang-alang tinggi yang tumbuh di lahan gambut.63

Mereka lebih memilih cara ini dibandingkan menggunakan mesin karena cara ini

57

Ibid 58

Wangke Humprey, “Mencari Solusi atas Perubahan Iklim”, (Jakarta: Pusat Pengkajian

dan Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekjen DPR RI, 2011) 59

Sumardi dan SM Widyawati, Dasar-Dasar Perlindungan Hutan (Jakarta: Gajah Mada

University Press, 2004), hal 167-170 60

Fachmi Rasyid, “ Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan”, (Banten: Jurnal

Lingkar Widyaswara Edisi 1 No 4, 2014) hal 48, diakses melalui

http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf 61

Mark E Harrison, Susan Page, dan Suwido Limin, “The Global Impact of Indonesian

Forest Fires,” Biologist, Vol 56 No 3, (Agustus 2009), hal 157 62

Peh, D. L-H, “ South East Asia Forest Fire: Blazing the Policy Trail”, Orix (2014),hal 1-6 63

Wetlands internasional. “Kebakaran hutan dan lahan”, Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan

Gambut, diakses melalui http://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Fire01.pdf

Page 42: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

29

dianggap boros tenaga, waktu dan biaya. Para petani tidak memiliki dana untuk

membersihkan lahan tersebut secara mekanik sedangkan para pengusaha pun

hanya ingin mengeluarkan biaya seminim mungkin.64

Pola penggarapan lahan

inilah yang terjadi setiap tahunnya sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan

kabut asap lintas batas ke negara tetangga.65

Kedua, illegal logging yang

dilakukan para pengusaha-pengusaha kayu atau kelapa sawit yang tidak

bertanggung jawab.66

Ketiga, faktor pembangunan serta tata laksana pemerintahan

yang kurang tepat dan sistem pengelolaan hutan yang dianggap belum efektif.

Sehingga penanganan kebakaran hutan menjadi lambat dan jusru berakibat dengan

menyebarnya ke wilayah yang belum terbakar.

A.2. Kebakaran Hutan dan Penyebaran Kabut Asap

Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia terbagi dalam beberapa periode.

Periode ini diawali pada tahun 1982-1983 pada tahun ini kebakaran hutan terjadi

di daerah Kalimantan Timur dan telah menghabiskan lahan sebanyak 3,2 juta

hektar dengan kerugian mencapai lebih dari 6 trilyun rupiah.67

Penyebab utama

kebakaran hutan yang terjadi pada periode ini yaitu terjadinya musim kemarau

yang panjang dikarenakan fenomena iklim El-Nino dan kebijakan pengelolaan

hutan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, dimana pemerintah memiliki

64

Anderson, I.P., Bowen, M.R., “Fire Zones and the Threat to the Wetlands of Sumatra,

Indonesia, European Union and Indonesian Ministry of Foresty,” (2000) 65

Melda Kamil Ariadno, “Haze Polution in Indonesia”, Afe Babalola University: Journal

of Sustainable Development Law and Policy Vol 2, (2013), hal 3 66

Mark E Harrison, Susan Page, dan Suwido Limin, “The Global Impact of Indonesian

Forest Fires,” Biologist, Vol 56 No 3, (Agustus 2009) hal 158 67

Boer C, “ Forestfire suppression in East Kalimantan Indonesia. Di dalam Moore P. Ganz

D, Tan L, C Enters T, Durst P.B , editor. Prosisings of an International Conference on Community

Involvement in Fire Management, Bangkok Desember 2000. Bangkok: FAO hal 69-74

Page 43: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

30

kebijakan yang menjadikan hampir seluruh kawasan sebagai HPH (Hak Penguasa

Hutan).68

Gambar II.1 Kebakaran Hutan di Kalimantan tahun 1997

Sumber:http://www.bbc.com/

Periode 1997-1998 merupakan awal puncak terjadinya bencana kebakaran

hutan secara besar-besaran. Hal ini diakibatkan karena iklim El Nino berada pada

tingkat yang tinggi sehingga mengakibatkan kebakaran hutan dalam jumlah yang

besar di beberapa wilayah Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi,

Jawa, dan Irian Jaya.69

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi mengakibatkan

adanya degradasi hutan dan defortasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

ADB (Asian Development Bank) pada periode ini luas hutan yang terbakar di

68

FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. (e-book) Bogor, Indonesia: Forest Watch

Indonesia dan Washington D.C: Global Forest Watch, hal 61 69

Luca Tacconi “Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, Biaya, dan Implikasi

kebijakan” Center for International Forestry Research (CIFOR), 2003

Page 44: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

31

Indonesia mencapai 10 juta hektar.70

Studi Bappenas dan ADB mencatat kerugian

yang dialami Indonesia pada kebakaran ini mencapai mencapai 4,861 dollar US

atau setara dengan 711 triliun rupiah71

Selain Indonesia, Malaysia dan singapura juga mengalami kerugian yaitu

Malaysia sebesar 300 juta dollar AS disektor industri dan pariwisata dan

Singapura mengalami kerugian sekitar 60 juta dollar AS di sektor pariwisata72

Kebakaran hutan terbesar yang kedua terjadi pada tahun 2005-2007, ditahun

ini lahan hutan yang hancur sebanyak 65.167,1 Ha. Jumlah ini tersebar di Provinsi

Jambi (3.797 Ha), Sumatera Selatan (58.805 Ha), Lampung (700 Ha), dan

Kalimantan Tengah (1.865,10 Ha).73

Kebakaran hutan berlanjut pada tahun 2007-

2009 dikarenakan mulai terjadinya musim kemarau yang melanda wilayah

Indonesia. Musim kemarau ini dimulai sejak bulan Januari hingga Juli yang

jumlah titik panasnya mencapai 2.981 secara nasional. Titik panas ini pada

umumnya terdapat di Sumatera dan Kalimantan, yang dimana letak titik panas

terbesar terdapat di Provinsi Riau.74

Pada tahun 2011 kawasan yang mengalami kebakaran lebih banyak di

daerah perkebunan masyarakat dibandingkan kawasan hutan yaitu sebesar 71%,

70

BAPPENAS –ADB, “Cause Extend, Impact and cost of 1997, 1998 Fire and Dought.”

Forest Fire Prevention and Drought Management Project, Asian Development Bank TA 2999-

INO. Fortech, Pusat Pengembangan Agribisnis (1999). 71 Kebakaran Hutan dan lahan Indonesia bisa samai insiden 1997 diakes melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151002_indonesia_asap_rekor pada 5

Januari 2016, pukul 14.15 WIB 72

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan UNDP, Laporan Kebakaran

Hutan dan Lahan di Indonesia, 1998, hal 1 - 2. 73

Fire Bulletin Special Edition-End of Year_Des 06-Draft. Diakses melalui

http//awsassets.wwf.or.id/dowloads/fb_2006endspc.pdf. pada 27 Agustus 2016 74

ASEAN Haze Action Online

Page 45: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

32

sementara untuk kawasan hutan hanya 23% yang terbakar.75

Jumlah hotspot yang

ada di tahun ini mengalami penurunan dibandingkan dari jumlah hotspot pada

tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, melalui satelit

NOAA ( National Oceanic and Atmospheric Administration) yang bersumber dari

ASEAN Specialized Monitoring Center (ASMC), pada Januari-Juli 2011 jumlah

hotspot di Indonesia tercatat 8.082 hotspot. Selain itu, jumlah hotspot yang terjadi

di negara ASEAN menunjukan jumlah yang jauh lebih tinggi yaitu; Myanmar

24.767 titik, Kamboja 12.577 titik, Laos 11.076 titik, Thailand 10.031 titik,

Vietnam 7.037 titik, dan Malaysia 1.102 titik.76

Kebakaran hutan kembali terjadi di tahun 2012 yang mengakibatkan polusi

lintas batas dan puncak dari kebakaran ini terjadi pada tahun 2013 yang

disebabkan oleh banyak titik api yang terdapat di berbagai pulau di Indonesia

seperti Riau dan Sumatera.77

Berdasarkan data BNPB, Hampir 50.000 jiwa

menjadi korban polusi kabut asap ini seperti Infeksi Saluran pernapasan. Masalah

ini berkaitan erat dengan kekeringan ekstrim yang sedang melanda kawasan

tersebut karena dalam hal ini kemungkinan api menyebar lebih besar

dibandingkan sebelumnya.78

75

Kementerian Kehutanan, 2011. Siaran Pers sebaran Hotspot dan Pengendalian Kebakaran

Hutan dan lahan. Pada http://www.dephut.go.id diakses tanggal 27 Agustus 2016 76

BBC Indonesia, “Hujan buatan untuk cegah kebakaran hutan di Sumatera dan

Kalimantan” tersedia di

http://www.bbc.com/indonesia/mobile/berita_indonesia/2012/08/120803_kebakaranhutan.shtml

diakses pada 28 Agustus 2016 77

The Habibie Center, “Ensuring the ASEAN Agreement on Transboundary Haze’s

(AATHP) Effectiveness: A Case Study of Riau Province’s Haze Summary,”ASEAN Studies

Program Vol 2 Issue 4, April 2015, hal 3 78

Nigel Sizer, DDkk. 2014. “Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Tingkat Tertinggi

Sejak Kondisi darurat kabut asap Juni 2013”, diakses pada 28 Agustus 2016

Page 46: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

33

Gambar II.2 Titik Kebakaran hutan & kabut asap lintas batas

Sumber: World Resource Institut interactive map of the forest fires and

concessions

Tahun 2014 kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang terjadi pada awal

tahun mengakibatkan kerugian sebesar 481,23 milyar rupiah. Selain itu puluhan

warga terkena ISPA. Hingga Juni-Oktober 2015, kebakaran hutan mencapai

kerugian 15 milyar dollar atau setara 196 triliun rupiah.79

79

Luca Tacconi, Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan,

Bogor: Center for International Foresty Research (CIFOR), tersedia di

http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038i.pdf ; diunduh pada 15 Mei 2016

Page 47: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

34

Gambar II.3 Data Luas Kebakaran Hutan tahun 2010-2014

Sumber: Litbang “Kompas”/YOH/PUT/STI/DEW, diolah dari BNPB, pemberitaan “Kompas”,

sipongi.menlhk.go.id dan berbagai sumber

Berdasarkan info grafik, di atas luas kebakaran hutan per provinsi di

Indonesia tahun 2010-2014 dalam situs Kementerian Lingkungan Hidup juga

menunjukkan hal itu. Dibandingkan tahun 2010, luas lahan terbakar meningkat

puluhan kali lipat. Di Jambi, contohnya, di tahun 2010, lahan terbakar hanya 2,5

ha. Sedangkan di tahun 2014 meningkat menjadi 3.470 ha.

Selanjutnya adalah data yang menunjukan luas kebakaran di Indonesia pada

tahun 1997-2014 yang mengalami peningkatan dan penurunan dalam perkiraan

kebakaran hutan.

Page 48: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

35

Tabel II.1 Perkiraan Kebakaran Hutan Tahun 1997-2014

TAHUN KEBAKARAN HUTAN LUAS HA

1997 263.991

1998 24.253

1999 49.640

2000 43.648

2001 17.968

2002 45.527

2003 7.090

2004 4.868

2005 5.502

2006 4.241

2007 6.974

2008 6.793

2009 7.619

2010 3.500

2011 2.612

2012 8.268

2013 4.768

2014 3.396

Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Republik Indonesia

Page 49: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

36

Tabel di atas memberikan gambaran luas kebakaran hutan Indonesia pada

tahun 1997 kebakaran hutan mencapai angka 269.991 Ha80

. Hal ini merupakan

kebakaran hutan terbesar dan menyebabkan luas hutan yang terbakar. Sedangkan

pada tahun 2013 kebakaran hutan seluas 4.768 Ha.81

Jika dibandingkan dari tahun

sebelumnya kebakaran hutan di Indonesia mengalami peningkatan dan penurunan.

Hal ini menjadikan pemerintah Indonesia bertindak lebih serius dalam menangani

kebakaran hutan yang terjadi. 82

A.3. Dampak Kabut Asap Lintas Batas di ASEAN

Penyebaran dan pencemaran asap lintas batas negara yang ada di ASEAN

diakibatkan adanya kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Indonesia.

Menurut World Bank, api dan asap yang dihasilkan oleh kebakaran hutan yang

terjadi di Indonesia telah menyebabkan kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan

bagi Indonesia dan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.83

Selain

itu, Indonesia juga mengalami kerugian dalam berbagai sector seperti pertanian,

kehutanan, transportasi, perdagangan, industri, pariwisata serta sektor lainnya.

Selain kerugian, terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh

kabut asap yang terjadi di Indonesia: Pertama, dampak ekonomi: yaitu hilangnya

80

Jurnal Kementerian Kehutanan, 2013 tersedia di

(http://www.ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/.../LAKIP-PHKA-2013.pdf); Diunduh

pada 27 Agustus 2016 81

Jurnal Kementerian Kehutanan, 2013 tersedia di

(http://www.ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/.../LAKIP-PHKA-2013.pdf); Diunduh

pada 27 Agustus 2016 82

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/lingkungan/10/11/05/144702-luas-

kebakaran-hutan-di-indonesia-menurun diakses pada 30 Agustus 2016 83

The World Bank, “Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia” diakses melalui

http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-and-haze-crisis pada 12

Agustus 2016

Page 50: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

37

sejumlah mata pencaharian masyarakat yang berada di sekitar hutan yang

diakibatkan oleh kebakaran hutan, terganggunya aktivitas dan penurunan

produktivitas masyarakat sehari-hari seperti sekolah, bekerja dan kegiatan mencari

kebutuhan hidup sehingga mengakibatkan berkurangnya pemasukan yang

diterima oleh individu.84

Adanya kerugian pada sektor pariwisata, karena tebalnya

asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dapat mengganggu transportasi udara

dan penerbangan. Dalam hal ini, asap tersebut dapat memperpendek jarak

pandang yang menyebabkan pesawat tidak dapat mendarat dan banyaknya

pembatalan penerbangan. Hal ini tentu mengakibatkan kerugian bagi maskapai-

maskapai pesawat serta pengelola bandara karena telah kehilangan pemasukan

dari pajak.

Selain itu ketidakinginan wisatawan domestik dan asing untuk pergi

berwisata atau berada di tempat yang dipenuhi asap. Dengan adanya dampak

ekonomi yang dihasilkan oleh kabut asap ini secara langsung tentu berakibat pada

penurunan devisa negara.85

Kedua, dampak kesehatan yaitu munculnya penyakit infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA), pneumonia, asma,iritasi mata, dan iritasi kulit.86

Dinas

kesehatan Riau mencatat pada tanggal 28 Agustus 2013 terdapat 19.862 orang

84

Fachmi Rasyid, “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan,” Jurnal Lingkar

Widyaiswara Edisi 1 No.4, (Oktober-November 2014), hal 49, diunduh melalui

http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf diunduh pada 13 Agustus 2016 85

Portal Penelitian Universitas Andalas, “Dampak Kebakaran Hutan di Wilayah Sumatera

Barat dan Riau Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change),” diakses melalui

http://lp.unand.ac.id/?pModule=news&pSub=news&pAct=detail&detail=210 pada 9 September

2016 86

Mark E Harrison, Susan Page, dan Suwido Limin, “ The Global Impact of Indonesian

Forest Fires,” Biologist Vol 56 No 3, Agustus 2009, hal 159

Page 51: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

38

warga terserang ISPA.87

Dalam mengantisipasi bertambahnya penderita ISPA,

BNPB dan Dinas Kesehatan mendistribusikan masker bagi warga yang

beraktifitas di luar ruangan.

Ketiga, dampak sosial yaitu adanya penurunan kualitas udfgara dan jarak

pandang penglihatan masyarakat di wilayah Riau, Malaysia,dan Singapura yang

menghasilkan ketebalan kabut asap sebanyak 300-370 PSI (Pollution Standard

Index) diatas normal.

Keempat, dampak politik yaitu adanya ketegangan hubungan diantara

negara-negara tetangga khususnya Malaysia dan Singapura yang menjadi negara

penerima asap dari Indonesia dan terkena dampaknya langsung.88

Kelima, dampak terhadap lingkungan yaitu terjadinya deforestasi dan

degradasi hutan, musnahnya sejumlah satwa-satwa langka yang hidup di hutan

khususnya di Sumatera dan Kalimantan, perubahan fungsi pemanfaatan lahan

hutan sebelum terbakar, serta menipisnya lapisan ozon.89

Semua dampak yang

telah disebutkan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di Indonesia, Namun

juga berdampak bagi negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kerugian

ekonomi yang dialami oleh kedua negara tersebut terlihat pada tabel berikut

87

Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana Vol IV No.2 Tahun 2013, hal 10 88

Boer C, Forestfire suppression in East Kalimantan Indonesia, Dalam Moore P,

Prosidings of an Internationaal Conference on Community Involvenment in Fire Management

Bangkok, (Bangkok: FAO Desember 2000) hal 69-74 89

The World Bank, “Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia” diakses melalui

http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-and-haze-crisis pada 12

Agustus 2016

Page 52: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

39

Tabel II.2 Kerugian Ekonomi Akibat Kabut Asap Tahun 2013

Negara Angka PSI (Pollutant

Standards Index)

Kerugian Ekonomi

Malaysia 700 MYR 273.000 USD 91.000

Singapura 401 SGD 342.000.000 USD 249.901.435,84

Indonesia 776 Rp 20 Triliun USD 1.495.662,58

Sumber: (www.ijern.com)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat kerugian yang berbeda pada

tiap negara. Seperti pada Malaysia yang mengalami kerugian ekonomi pada biaya

kesehatan sebesar MYR 273.000 karena telah menjadi negara penerima kabut

asap. Singapura mengalami kerugian yang lebih besar jika dibandingkan oleh

Malaysia yaitu sebesar SGD 342.000.000.90

Selanjutnya kerugian terbesar tentu

dialami oleh Indonesia yang merupakan negara sebagai penghasil kabut asap,

kerugian tersebut diperkirakan senilai 20 Triliun Rupiah.91

Dengan adanya kerugian tersebut Singapura mendesak pemerintah

Indonesia untuk segera mengambil tindakan untuk mengurangi penyebaran asap

lintas batas ini. Malaysia juga turut mengeluarkan tuntutan agar Indonesia segera

meratifikasi perjanjian menyelesaikan masalah ini karena masalah kabut asap ini

termasuk ancaman yang besar bagi seluruh ASEAN terkait pencemaran asap

lintas batas.

90

Kardina Gultom, “Sekuritisasi Kabut Asap di Singapura tahun 1997-2014”, Journal of

International Relations, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2016, hal. 33-43 91

Gema Badan Nasional Penanggulangan Becana Vol V No.1 Tahun 2014, tersedia di

http://bnpb.go.id/uploads/publication/1031/Gema%206-23-14%20(1).pdf diakses pada 27

Agustus 2016

Page 53: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

40

B. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Kabut Asap

Indonesia telah melakukan upaya pencegahan, penanggulangan, dan

pemulihan dampak pencemaran asap akibat kebakaran dan hutan di tingkat

nasional seperti adanya penanggulangan melalui operasi udara, darat, dan

penegakan hukum, BNPB, TNI/POLRI.92

Upaya pemerintah dalam menangani kebakaran hutan dan kabut asap yang

terjadi di Indonesia seperti mulai membuat strategi-strategi baru dalam mengelola

hutan, seperti menerapkan zero burning dan controlled burning policy.93

Kedua

kebijakan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan di tingkat ASEAN untuk

mengendalikan kebakaran hutan. Zero burning adalah metode pembersihan lahan

tanpa dibakar dengan cara melakukan penebangan pohon pada hutan sekunder

atau pada tanaman perkebunan yang sudah tua seperti kelapa sawit yang

kemudian dilakukan pencabikkan (shredded) menjadi bagian-bagian yang kecil,

ditimbun dan ditinggallkan agar membusuk/terurai secara alami.94

Dalam hal ini,

Perusahaan perkebunan, kehutanan serta pengusaha lain yang sifatnya komersiil

dilarang untuk membuka lahan dengan melakukan pembakaran. Sedangkan

Controlled burning adalah pembakaran terkendali yang mengizinkan masyarakat

tradisional untuk membuka dan menyiapkan lahan dengan melakukan

pembakaran namun dengan mengikuti syarat.95

92

Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana Vol IV No.2 Tahun 2013, hal 11 93

Wetlands International, “Strategi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut,”

Laporan Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut, hal 2, diunduh melalui

http://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Fire02.pdf 94

ASEAN Secretariat, Guidelines fo the implementation of the ASEAN policy on zero

burning (The ASEAN Secretariat Jakarta, 2013). 95

Wetlands International, “Strategi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut,”

Laporan Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut, hal 4, diunduh melalui

http://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Fire02.pdf

Page 54: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

41

Terdapat upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah yang

bekerja sama dengan NGO dan institusi pembangunan internasional seperti

megembangkan program-program dan kerjasama antara pemerintah lokal dan

perusahaan besar untuk memberikan akses yang murah pada peralatan pembukaan

lahan kepada petani kecil disekitar wilayah yang sering terjadi kebakaran.96

Pemerintah juga telah melakukan koordinasi antar kementerian/lembaga,

pemerintah daerah maupun dengan masyarakat seperti; pemetaan daerah rawan

kebakaran hutan dan lahan, penguatan data dan informasi terkait dengan hotspot,

persebaran asap, pemetaan daerah terbakar, fire danger.97

Terdapat upaya penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat peduli api

(MPA) dengan diadakannya sosialisasi, kegiatan pencegahan dini maupun

pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN

dan perusahaan kehutan serta masyarakat yang berada di kawasan hutan,

melakukan kampanye dan penyuluhan pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI,

perkebunan dan transmigrasi), Kanwil Dephut dan jajaran Pemda oleh

kementerian kehutanan dan kementerian lingkungan hidup. Selain itu yang sangat

penting adalah dengan meningkatkan dan mempertegas penegakan hukum

(pidana, perdata maupun administrasi) terhadap pelaku baik individu maupun

perusahaan yang melakukan pembakaran secara illegal.98

96

World Resources Institut, “Mencegah Kebakaran Hutan Di Indonesia: Fokus Pada

Provinsi Riau, Lahan Gambut, Serta Pembakaran Ilegal”; tersedia di

http://www.wri.org/blog/2014/06/mencegah-kebakaran-hutan-di-indonesia-fokus-pada-provinsi-

riau-lahan-gambut-serta ; diakses pada 28 Mei 2016 97

Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Polution Dengan KLH, tersedia di http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-

pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-polution/ ;diakses pada 5 Juni 2016 98

Soemarsono, Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab,

Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan), 1997 hal:1-14.

Page 55: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

42

Selain melakukan pencegahan pemerintah juga turut melakukan beberapa

Penaggulangan bencana kabut asap seperti dengan membuat Pos Komando

Tanggap Darurat Bencana Asap yang terdiri dari satuan tugas (satgas) udara,

darat, pasukan reaksi cepat (PRC), Penegakan hukum , kesehatan serta sosialisasi

dan penerangan masyarakat, Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di

tingkat pusat dan tingkat daerah.99

BNPB juga turut melibatkan beberapa pihak swasta, khususnya dunia usaha

dengan memberikan dukungan berupa pesawat jenis helikopter untuk melakukan

water bombing. Satgas udara melakukan operasi pemadaman udara dengan TMC

dan water bombing. BNPB melakukan hujan buatan dengan biaya 200 miliar

rupiah untuk mengatasi kekeringan, sedangkan unttuk mengatasi kebakaran hutan

yang terjadi di Indonesia menyiapkan 385 miliar rupiah. Selain itu upaya yang

dilakukan pemerintah seperti melakukan restorasi 100.000 hektar setiap

tahunnya.100

Pada tanggal 22 Juni 2013 hingga 9 Juli 2013, dua pesawat Hercules C130

TNI AU dan Cassa BPPT menyemai garam NACl sebnayak 71,4 toon diatas

wilayah Riau yang memiliki awan yang berpotensi hujan. Operasi TMC yang

dilakukan ini berhasil menurunkan hujan sejak 23 Juni 2013 di wilayah Riau

sehingga dapat mengurangi hotspot dan mengurangi asap.101

Namun untuk penanganan pencemaran asap lintas batas, Indonesia beserta

negara ASEAN lainnya menyadari bahwa pencegahan dan penanggulangan perlu

99

Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana Vol IV No.2 Tahun 2013, hal 7 100

KOMPAS, “Ini Sebab Kabut Asap Hutan Riau Selimuti Singapura” diaksees melalui

http://sains.kompas.com/read/2013/06/21/1747577/Ini.Sebab.Kabut.Asap.Hutan.Riau.Selimuti.Sin

gapura pada 21 Maret 2016 101

Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana Vol IV No.2 Tahun 2013, hal 7

Page 56: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

43

dilakukan secara bersama-sama. Kerjasama antar negara ASEAN ini didasari atas

pelaksanaan komitmen, semangat kemitran serta solidaritas negara ASEAN dalam

menghadapi berbagai kendala penanganan asap lintas batas.

Page 57: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

44

BAB III

KEPUTUSAN INDONESIA DALAM MERATIFIKASI AATHP

A. Latar Belakang Perjanjian AATHP

Kerjasama ASEAN di bidang lingkungan hidup dimulai sejak tahun 1978,

hal ini ditunjukan dengan dibentuknya ASEAN Expert Group on the Environment

(AEGE) dibawah Committee on Science and Technology (COST). AEGE ini

dibentuk untuk mempersiapkan ASEAN Environmental Programme (ASEP) yaitu

program kegiatan ASEAN di bidang lingkungan hidup.102

Dengan meluasnya

lingkup kerjasama di bidang lingkungan hidup di ASEAN, pada tahun 1990

dibentuk ASEAN Senior Officials on the Environment (ASOEN), yang mencakup

6 kelompok kerja yaitu:103

a. Penanganan Polusi Lintas- Batas

b. Konservasi Alam

c. Lingkungan Hidup Kelautan

d. Pengelolaan Lingkungan Hidup

e. Ekonomi Lingkungan

f. Informasi Lingkungan , Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Publik.

102

Laporan Status Lingkungan Hidup Tahun 2002, diakses melalui

http://www.bapedalbanten.go.id/i/art/pdf_ 1050965780.pdf. pada 3 September 2016. 103

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta (2010), tersedia di

(http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf); diunduh pada 3 September 2016

Page 58: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

45

Dalam hal ini, misi yang ingin dicapai ASEAN di bidang lingkungan adalah

menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu

pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah

lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lestari.

Selanjutnya dalam upaya mewujudkan misi yang ingin dicapai ASEAN tersebut,

diadakan pertemuan-pertemuan khusus bagi negara-negara ASEAN yang

bertujuan untuk membahas mengenai lingkungan hidup di kawasan Asia

Tenggara: Pertemuan pertama diawali pada tahun 1990 dengan diadakannya The

Kuala Lumpur Accord on Environmental and Development pada 19 Juni 1990 di

Kuala Lumpur.104

Kesepakatan ini merupakan salah satu bentuk kesadaran dan

kepedulian negara-negara ASEAN akan pentingnya mengelola lingkungan serta

adanya pembangunan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat ASEAN

sekarang dan dimasa yang akan datang.

Selain itu, terdapat pertemuan pada 27-28 Januari 1992 yaitu Singapore

Resolution on Environment and Development.105

Pertemuan ini membahas

mengenai upaya dalam pembangunan berkelanjutan serta penanganan bencana

alam kebakaran hutan khususnya masalah polusi asap lintas batas.

ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution terjadi pada 21

Oktober 1994.106

Pertemuan ini berlangsung bersamaan dengan Pertemuan

Informal Menteri Lingkungan ASEAN di Kuching Sarawak. Pertemuan ini

104

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta, 2010, tersedia di

(http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf); diunduh pada 3 September 2016 105

Raisa Rafina, “Kerjasama Negara ASEAN Dalam Pengendalian Pencemaran Udara

Lintas Batas Negara Dilihat Dari Hukum Internasional”, tersedia di

(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110795&val=4131) diakses pada 5

September 2016 106

Ibid

Page 59: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

46

membahas perlu adanya usaha dan kerjasama regional yang lebih kuat dan serius

dalam mengani masalah-masalah mengenai lingkungan.

Selanjutnya, pada tahun 1997 kebakaran hutan dan/ lahan besar telah terjadi

di Indonesia dan mengakibatkan pencemaran asap lintas batas ke beberapa negara

tetangga ASEAN. Hal ini mendorong masalah kebakaran tersebut sebagai salah

satu agenda pembahasan pada Pertemuan Tingkat Tinggi Informal ASEAN II di

Kuala Lumpur tahun 1997. Pada pertemuan ini telah menghasilkan Hanoi Plan of

Action 1997 yang berfokus serta mencakupi upaya mengatasi masalah

pencemaran asap lintas batas sebagai akibat kebakaran hutan dan/atau lahan.107

Pada tahun 1999 kepala negara anggota ASEAN menyepakati sebuah

kerjasama yang dikenal dengan Strategic Plan Of Action on Environment 1999-

2004 (SPAE 1999-2004). Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk mennanggulangi

polusi kabut asap lintas batas negara sebagai dampak dari kebakaran hutan yang

terjaadi di wilayah Asia Tenggara.108

ASEAN telah mengidentifikasikan 12 bidang kerjasama yang akan menjadi

prioritas dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan di kawasan,

yaitu:109

a. Memperkuat kapasitas nasional dan kerjasama regional dalam

menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan di bidang lingkungan , yang

107

Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Polution Dengan KLH tersedia pada http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-

pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-polution/ diakses pada 25 Agustus 2016 108

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,

Peningkatan Kerjasama ASEAN di idang Pertukaran Informasi dalam Upaya Penaggulangan

Masalah Kabut Asap, Jakarta, 2004, hal. 3 109

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta, 2010, tersedia di

(http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf); diunduh pada 3 September 2016

Page 60: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

47

dicapai pada tingkat global seperti isu perubahan iklim (climate

change) serta penanganan produk kimia dan limbah kimia.

b. Memperkuat kerjasama dalam penanganan polusi asap lintas batas

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya lingkungan.

d. Mempromosikan pemanfaatan teknnologi yang ramah lingkungan

e. Memperbaiki pengelolaan lingkungan perkotaan sekaligus

memperkuat good governance di kawasan perkotaan

f. Memperkuat upaya pengawasan, pelaporan serta harmonisasi kegiatan

antar sektor sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

g. Meningkatkan pengelolaan kawasan pantai yang ramah lingkungan

(coastal and marine environment)

h. Memperkuat konservasi alam dan keanekaragaman hayati

i. Mempromosikan tersedianya sumber air bersih bagi semua penduduk

j. Memperkuat kegiatan pertanian dan pemanfaatan lahan secara ramah

lingkungan

k. Mempromosikan pengelolaan hutan secara lestari dan melakukan

harmonisasi antara kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan

l. Memperkuat kerjasama dalam pemanfaatan sumber daya mineral

secara lestari

Page 61: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

48

Salah satu kerjasama bidang lingkungan yang menjadi prioritas ASEAN

adalah memaksimalkan upaya bersama dalam penanganan polusi kabut asap lintas

batas. 110

Maka dibentuklah perjanjian AATHP yang diadakan bersamaan dengan

ASEAN Ministerial Meeting on Haze (AMMH) dan World Coference and

Exhibition on Land Forest Fire Hazzard di Kuala lumpur. Perjajian ini

ditandatangani pada Juni 2002 dan mulai resmi berlaku pada 25 November

2003.111

Perjanjian AATHP merupakan persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran

Asap Lintas Batas. Negara anggota ASEAN menilai pembuatan AATHP sebagai

bentuk komitmen bersama dalam mewujudkan misi ASEAN. Hal ini terlihat dari

tujuan dibentuknya AATHP yaitu untuk mencegah dan menanggulangi

pencemaran asap lintas batas akibat kebakaran hutan dan/atau lahan yang harus

dilaksanakan melalui upaya nasional, regional, dan internasional secara intensif.112

B. Proses Pelaksanaan Perjanjian AATHP

AATHP merupakan perjanjian yang mengatur mengenai penanggulangan

pencemaran kabut asap lintas batas yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan

lahan yang berada di kawasan Asia Tenggara. Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh

adanya kebakaran hutan besar yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang

110

Md Saidul Islam and Yap Hui Pei, “Transboundary Haze Pollution in Southeast Asia:

Sustainability through Plural Environmental Governance.” Journal Sustainability 2016, hal 2 111

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,

Peningkatan Kerjasama ASEAN di bidang Pertukaran Informasi dalam Upaya Penaggulangan

Masalah Kabut Asap ( Jakarta: kementerian luar negeri RI, 2004) hal 5 112

Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Polution Dengan KLH tersedia pada http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-

pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-polution/ diakses pada 25 Agustus 2016.

Page 62: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

49

asapnya berdampak sampai negara-negara tetangga seperti Singapura dan

Malaysia.

Penanggulangan tersebut dilakukan melalui kerjasama antar negara-negara

anggota ASEAN. Perjanjian mengenai kabut asap lintas batas ini berlaku untuk

setiap negara yang telah meratifikasi dan menandatangani perjanjian tersebut.

Selain iu, perjanjian AATHP memberikan sanksi hukum tanpa mengikat salah

satu negara.

Perjanjian AATHP ditanda tangani di Kuala lumpur Malaysia pada Juni

2002 bersamaan dengan ASEAN Ministerial Meeting on Haze (AMMH) dan

World Conference and Exhibition on Land and Forest Fire Hazzards.113

Perjanjian AATHP terdiri atas 32 (tiga puluh dua) Pasal dan 1 (satu) lampiran.114

Materi pokok Persetujuan ASEAN antara lain mengatur mengenai pemantauan,

penilaian, pencegahan, kesiapsiagaan, tangap darurat nasional dan bersama, kerja

sama teknis dan penelitian ilmiah terkait dengan pengendalian kebakaran lahan

dan/atau hutan termasuk pemadaman kebakaran.115

Perjanjian ini telah resmi berlaku sejak 25 November 2003 dan telah

diratifikasi oleh 8 negara yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia,

Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam. Selanjutnya, di tahun 2010 Filipina

menyusul sebagai negara kesembilan yang telah meratifikasi perjanjian tersebut.

113

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,

peningkatan Kerjasama ASEAN di bidang pertukaran informasi dan upaya penanggulangan

masalah kabut asap, Jakarta 2004 hal.3 114

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 115

David B Jerger, “Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboundary Haze Pollution,” Sustainable Development Law & Policy Vol 14 no.1 (2014), hal

37-41

Page 63: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

50

Dalam perjanjian ini hingga tahun 2013 Indonesia hanya menandatangani dan

belum meratifikasi perjanjian AATHP. Persetujuan dari pihak Indonesia diwakili

oleh Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan

Hidup.116

Berikut tabel III.1 yang menjelaskan urutan negara-negara yang

meratifikasi perjanjian AATHP.

Tabel III.1 Negara yang Telah Meratifikasi AATHP

Member Country Date of

Ratification/Approval

Date of Deposit of

Instrument of

Ratification/Approval with

the Secretary-General of

ASEAN

Malaysia 3 Desember 2002 18 Februari 2003

Singapura 13 Januari 2003 14 Januari 2003

Brunei Darussalam 27 Februari 2003 23 April 2003

Myanmar 5 Maret 2003 17 Maret 2003

Vietnam 24 Maret 2003 29 May 2003

Thailand 10 September 2003 26 September 2003

Laos 19 Desember 2004

13 Juli 2005

Kamboja 24 April 2006 9 November 2006

Filipina 1 Februari 2010 4 Maret 2010

Indonesia 14 Oktober 2014 20 Januari 2015

Sumber:Haze Online. ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2010

pada: http://haze.asean.org/asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-2/

diakses pada tanggal 23 Juni 2016

Kemudian dengan ditanda tanganinya AATHP oleh hampir seluruh negara-

negara ASEAN maka dibentuklah ASEAN Coordinating Center for

Transboundary Haze Pollution Control (ACC) yang berfungsi

mengkoordinasikan kerjasama penanggulangan polusi asap lintas batas. Dalam hal

116

Proses Ratifikasi ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution atau

Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas, 2009 dalam siaran pers: persetuuan

asean tentang pencemaran asap lintas batas, kementerian lingkungan hidup republik Indonesia

Page 64: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

51

ini, Indonesia terpilih untuk menjadi tuan rumah untuk lokasi ACC. Pada Oktober

2006 atas pemerintah Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan pertemuan

khusus negara anggota ASEAN guna menyelesaikan permasalahan polusi kabut

asap lintas batas yang selama ini telah membawa dampak sosial dan ekonomi

yang cukup besar bagi masyarakat. Aksi melibatkan tiga unsur yang berperan

dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu Pemerintah,

petani/peladang, masyarakat, serta pelaku bisnis. (perkebunan, HTI/HPH).117

Selanjutnya, untuk membahas perjanjian kabut asap tersebut diadakanlah

suatu pertemuan tingkat menteri bagi negara-negara ASEAN yang disebut

Meeting Conference Of the Parties (COP) to the ASEAN Agreement On

Transboundary Haze Pollution (AATHP).118

COP ini dibentuk pada tahun 2003

oleh negara-negara yang telah meratifikasi perjanjian tersebut yang bertujuan

untuk lebih memfokuskan dan menyusun kerangka kerja dan agenda dari

perjanjian kabut asap yang telah dibuat.119

Salah satu kerjasama bidang

lingkungan yang menjadi prioritas ASEAN adalah memaksimalkan upaya

bersama dalam penanganan pencemaran kabut asap lintas batas karena adanya

kebakaran hutan dan lahan di kawasan Asia Tenggara.120

117

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 118

Paruedee Nguitragool, “Negotiating the Haze Treaty Rationality and Institutions in the

Negotiations for the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (2002),University of

California Press: Asian Survey Vol 51 No. 2, Maret-April 2011, hal 369 119

Ibid 120

Ananta Gondomono, “ Satu Asia Tenggara dan Agenda Keamanan Lingkungan” Centre

For Strategic and International Studies Jakarta (CSIS) hal 65-66

Page 65: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

52

Tabel III.2 Pertemuan Conference of Parties (COP)

COP TANGGAL

PERTEMUAN

LOKASI

PERTEMUAN

COP-1 11 November 2004 Ha Noi, Vietnam

COP-2 1 Maret 2007 Bandar Seri Begawan,

Brunei Darussalam

COP-3 5 September 2007 Bangkok, Thailand

COP-4 8 Oktober 2008 Ha Noi, Vietnam

COP-5 29 Oktober 2009 Singapura

COP-6 13 Oktober 2010 Brunei Darussalam

COP-7 16-18 Oktober 2011 Pnhom Penh, Kamboja

COP-8 26 September 2012 Bangkok, Thailand

COP-9 25 September 2013 Surabaya, Indonesia

COP-10 30-31 September 2014 Vientine, Laos

Sumber: http//www.asean.org

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel III.2, Pertemuan COP diadakan sekali

dalam setahun. Pertemuan COP telah berlangsung 10 kali dan pertemuan terakhir

diadakan pada 30 September 2014 di Vientine, Laos.121

Sebelum meratifikasi perjanjian ini Indonesia selalu diundang dan datang

sebagai observer. Sebagai observer Indonesia juga mendapatkan keuntungan dari

beberapa program dan kegiatan terkait pelaksanaan dalam penerapan AATHP

121

Kementerian Luar Negeri RI, “Diplomasi Indonesia 2014” Direktorat Jenderal Informasi

dan Diplomasi Publik, September 2015.

Page 66: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

53

seperti;122 Kerjasama dengan Singapura dan Malaysia tentang Pengendalian

Kebakaran Hutan dan Lahan serta Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas yag

terjadi di Provinsi Jambi dan Riau. Serta kerjasama regional untuk pengelolaan

lahan gambut berkelanjutan di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat.

C. Sikap Indonesia Terhadap AATHP Tahun 2003-2013

Indonesia belum meratifikasi perjanjian AATHP hingga tahun 2013.123

Lambatnya respon Indonesia untuk meratifikasi ini bertentangan dengan

kebijakan regional yaitu adanya keinginan utama ASEAN untuk menjadikan

kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu kepada pembangunan

berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara

lestari.124

Negara-negara ASEAN bersatu untuk menekan Indonesia agar segera

meratifikasi AATHP.

Proses ratifikasi AATHP tidak melalui keputusan presiden namun melalui

Undang-Undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI melalui sidang

paripurna.125

Kementerian Lingkungan Hidup berupaya untuk memprakarsai

proses ratifikasi AATHP dibantu oleh Kementerian Luar Negeri.126

RUU tentang

Pengesahan AATHP telah diajukan Pemerintah untuk dibahas di DPR melalui

122

Kementerian Lingkungan Hidup RI, “Komisi VII DPR RI Bahas RUU Pengesahan

AATHP”, tersedia pada http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-pengesahan-asean-

agreement-on-transboundary-haze-polution/ diakses 10 September 2016. 123

Daniel Heilmann, “ After Indonesia’s Ratification: The ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional Environmental Governance

Tool,” Journal of Current Southeast Asian Affairs 3, 2015, hal 96 124

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta, 2010, tersedia di

(http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf); diunduh pada 3 September 2016 125

Sekretariat Jenderal DPR RI dan UNDP, “Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009:

Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat,” Oktober 2009 126

Proses Ratifikasi Asean Agreement On Transboundary Haze Pollutio atau Persetujuan

ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas, 2009 dalam siaran pers: persetuuan asean

tentang pencemaran asap lintas batas, kementerian lingkungan hidup republik Indonesia

Page 67: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

54

surat Presiden (Ampres) Nomor R-96/Pres/10/2005 tanggal 31 Oktober 2005 dan

mulai dibahas bersama Pemerintah pada Mei 2006. Namun, pada masa itu RUU

tentang Pengesahan AATHP belum dapat diselesaikan oleh DPR RI periode 2004-

2009 sehingga DPR mengembalikan naskah RUU Pengesahan AATHP tersebut

kepada Pemerintah pada tanggal 12 November 2009 dengan catatan Pemerintah

diminta untuk mengevaluasi kembali naskah RUU AATHP untuk kemudian

disampaikan kembali untuk dibahas dengan DPR.127

Terdapat beberapa alasan DPR RI dalam menunda ratitifakasi perjanjian

AATHP seperti:128

Pertama, Indonesia menganggap bahwa bencana ini

merupakan permasalahan nasional dan merasa mampu untuk mengatasi

permasalahan kebakaran hutan dan lahan ini. Sehingga, tidak dibutuhkan adanya

campur tangan dari negara-negara lain bahkan kerjasama regional negara

ASEAN.129

Kedua, belum ada regulasi serta peraturan yang jelas mengenai tata cara

bahkan keuntungan yang akan didapat apabila Indonesia meratifikasi perjanjian

tersebut.130

Ketiga, Pemerintah merasa masih lemahnya koordinasi lintas sektoral dalam

pemerintah sehingga belum siap dengan impikasi kebijakan jika kesepakatan

127

Kementerian Lingkungan Hidup RI, “Komisi VII DPR RI Bahas RUU Pengesahan

AATHP”, tersedia pada http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-pengesahan-asean-

agreement-on-transboundary-haze-polution/ ; diakses pada 10 September 2016 128

Koran Tempo: DPR Tunda Ratifikasi Perjanjian AATHP edisi 15 Oktober 2006 129

David B. Jerger, “ Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboudary Haze Pollution,”Sustainable Development Law & Policy Vol 14 Issue 1, hal 36 130

David B. Jerger, “ Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboudary Haze Pollution,” hal 37

Page 68: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

55

tersebut diratifikasi. Setelah ratifikasi tentu harus dibentuk beberapa peraturan

baru dan law enforcement.131

Keempat, Dewan Perwakilan Rakyat ingin mendalami lebih jauh

kesepakatan tersebut agar ada kesiapan terlebih dahulu. Seperti dengan

mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat khususnya di wilayah yang rawan

terjadi kebakaran.

Kelima, penundaan ratifikasi ini juga dijadikan sebagai alat tawar

(bergaining tools) Indonesia bagi negara-negara ASEAN lain.132

Pemerintah

Indonesia beranggapan bahwa terdapat permasalahan mengenai illegal fishing,

illegal logging, penambangna pasir illegal, dan dumping limbah beracun yang

dilakukan oleh negara-negara ASEAN lainnya juga perlu mendapatkan perhatian

khusus dan dibuatkan kesepakatannya.133

Hal ini dikarenakan Indonesia sangat

dirugikan dengan adanya permasalahan serta aktivitas illegal tersebut.

Keenam, adanya perubahan legislasi. Pada kebijakan sebelumya proses

ratifikasi perjanjian internasional hanya pada persetujuan komisi I. Namun, saat

ini proses pengesahan dan persetujuan perjanjian Internasional diedarkan ke

semua komisi. Hal ini pula yang menjadikan proses ratifikasi perjanjian tersebut

semakin panjang dan lama. Alasan-alasan yang telah disebutkan diatas menjadi

pertimbangan oleh DPR RI dalam menunda ratifikasi perjanjian AATHP.

131

The Habibie Center, “Ensuring the ASEAN Agreement on Transboundary Haze’s

(AATHP) Effectiveness: A Case Study of Riau Province’s Haze Summary,”ASEAN Studies

Program Vol 2 Issue 4, April 2015, hal 5 132

Apichai Sunichindah, “Transboundary Haze Pollution Problem in Southeast Asia:

Reframing ASEAN’s Response” ERIA Discussion Paper Series 2015, hal 4-7 133

Euston Quah dan Helena Varkkey, “The Political Economy of Transboundary Pollution:

Mitigation Forest Fires and Haze in Southeast Asia” diakses melalui

https://umexpert.um.edu.my/file/publication/00009140_102526.pdf pada 3 Maret 2017

Page 69: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

56

Hingga pada 16 September 2014 dalam sidang paripurna DPR RI seluruh

fraksi di DPR meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution tersebut.134

Dibutuhkan waktu selama 12 oleh DPR RI untuk menyetujui

dan meratifikasi perjanjian AATHP.135

Ratifikasi ini disambut baik oleh seluruh

negara-negara ASEAN karena pada akhirnya Indonesia menjadi negara terakhir

yang meratifikasi perjanjian AATHP . Dengan diratifikasinya perjanjian tersebut

Indonesia telah menjadi anggota tetap yang memiliki hak suara. Sehingga

Indonesia dapat memiliki peran penting dan turut aktif dalam pengambilan

keputusan terkait pengendalian kebakaran lahan dan hutan di ASEAN. Hal ini

menunjukan adanya perubahan sikap indonesia terhadap perjanjian tersebut. Oleh

karena itu penelitian ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang mendorong

Indonesia dalam meratifikasi AATHP di tahun 2014.

134

Daniel Heilman, “ After Indonesia’s Ratifications: The asean Agreement on

Transboundary Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional Environmental Governance

Tool,” Journal of Current Southeast Asian Affairs, Vol 34 No.3, hal 96 135

Kementerian Lingkungan Hidup RI, “Indonesia Meratifikasi Undang-Undang Tentang

Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang

Pencemaran Asap Lintas Batas)”, Jakarta 16 September 2014, diakses dari http://www.menlh.go.id

diakses 10 September 2016, pukul 15.45 WIB

Page 70: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

57

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG INDONESIA DALAM

MERATIFIKASI AATHP TAHUN 2014

Bab ini memaparkan analisa mengenai faktor-faktor apa yamg mendorong

Indonesia dalam meratifikasi perjanjian ASEAN mengenai kabut asap lintas batas

yaitu ASEAN Agreement on Trasnboundary Haze Pollution yang diratifikasi pada

16 September 2014. Setelah menunda selama 12 tahun dalam meratifikasi.

Analisa skripsi ini akan berfokus pada faktor internal dan faktor eksternal

Indonesia dalam menyepakati AATHP. Analisa tersebut akan dilihat melalui

kepentingan nasional, kebijakan luar negeri serta kerjasama internasional.

A. Faktor Internal

Indonesia dalam melakukan ratifikasi AATHP pada 2014 tentu memiliki

kepentingan nasional yang ingin dicapainya. Kepentingan nasional tersebut

menjadi salah satu faktor internal dalam melakukan kebijakan luar negerinya.

Menurut AA. Perwita bahwa kepentingan nasional merupakan tujuan fundamental

dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu

negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Sedangkan menurut

Morghentau, kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan,

yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu

negara atas negara lain. Hubungan antar kekuasaan dan pengendalian ini dapat

diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama.

Page 71: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

58

Dalam hal ini Indonesia berusaha untuk mencapai dan mempertahankan

kepentingan nasionalnya dengan memilih untuk meratifikasi perjanjian AATHP

dan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN dalam menangani permasalahan

kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia yang berdampak pada pecemaran kabut

asap lintas batas di kawasan tersebut.

A.1 Persetujuan Ratifikasi oleh Dewan Legislatif

Pada negara demokratis seperti Indonesia, lembaga legislatif yang dalam hal

ini adalah DPR RI memiliki peran yang besar dalam membuat serta menentukan

suatu kebijakan. Hal ini dikarenakan adanya kewenangan yang cukup luas yang

dimiliki oleh dewan legislatif seperti membuat undang-undang dan mengawasi

dewan eksekutif. Selain itu, dukungan dari dewan legislatif juga sangat diperlukan

oleh dewan eksekutif karena suatu kebijakan akan lebih mudah

diimplementasikannya apabila kebijakan tersebut telah disetujui oleh dewan

legislatif.

Menurut Boer Mauna, dalam pembuatan perjanjian biasanya melewati

beberapa tahapan yaitu perundingan (negotiation), penandatanganan (signature)

dan pengesahan (ratification).136

Hal ini berkaitan dengan UU No. 24 Tahun 2000

pasal 10 mengenai Perjanjian Internasional, dimana salah satunya perjanjian yang

berkaitan dengan lingkungan hidup memerlukan pengesahan (ratifikasi) oleh DPR

RI. Adanya beberapa kali perundingan dalam proses ratifikasi AATHP

menunjukan bahwa proses dalam perundingan untuk menentukan kepentingan

nasional tidaklah mudah. Butuh hampir 12 tahun di lewati Indonesia dalam upaya

136

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Diamika Global (Bandung: Alumni 2000) hal 83

Page 72: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

59

melakukan perundingan yang dilakukan oleh DPR RI yang dibantu oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Luar Negeri.

Setelah disepakati dan ditanda tangannya perjanjian AATHP oleh seluruh

negara ASEAN, proses selanjutya adalah proses ratifikasi oleh masing-masing

parlemen. Perjanjian ini awalnya mendapatkan hambatan dar pihak parlemen

Indonesia (DPR RI). DPR RI khususnya komisi I keberatan dengan isi perjanjian

AATHP sehingga menunda proses ratifikasi perjanjian AATHP.

Penolakan ratifikasi perjanjian AATHP oleh sebagian besar anggota komisi

I DPR RI adalah menyangkut regulasi serta peraturan yang belum jelas mengenai

tata cara pelaksanaan perjanjian tersebut. Dengan adanya ketidakjelasan secara

terperinci dalam isi perjanjian AATHP maka dikhawatirkan kerjasama dalam

perjanjian ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari atau bahkan kerugian

bagi Indonesia sendiri.137

DPR menilai perjanjian ini merupakan soft law,

sehingga dengan legalisasi yang lemah tersebut proses implementasi perjanjian

kedepannya tidak akan efektif.

Selain itu, dalam proses perundingannya terdapat beberapa permasalahan

yang menjadi alot untuk dinegosiasi. Proses ratifikasi ini terhambat oleh faktor

politik, penundaan ratifikasi ini dijadikan sebagai alat tawar (bergaining tools)

bagi negara-negara lain.138

Bahwa dalam hal ini DPR RI meminta perjanjian

mengenai persoalan kabut asap ini dikaitkan dengan permasalahan lingkungan

137 Teddy Prasetiawan, “ Implikasi Ratifikasi AATHP Terhadap Pengendalian Kebakaran

Hutan dan Lahan di Indonesia”, Info Singkat, Pusat Pengkajian, Pegolahan Data dan Informasi

(P3DI), Vol. VI, No. 19/P3DI/ Oktober 2014, hal 11 diunduh melalui

http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-19-I-P3DI-Oktober-2014-

54.pdf pada 30 Maret 2017 138

Apichai Sunichindah, “Transboundary Haze Pollution Problem in Southeast Asia:

Reframing ASEAN’s Response” ERIA Discussion Paper Series 2015, hal 4-7

Page 73: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

60

yang lain seperti pemberantasan kayu illegal (illegal timber trade) dan

pengiriman limbah beracun yang sampai saat ini belum ditangani serius oleh

ASEAN karena belum ada kesepatan dan perhatian khusus terkait masalah

tersebut.139

Isu ini dinilai memiliki kaitan erat dengan kebakaran hutan dan lahan

di Indonesia. Kemudian DPR juga menilai bahwa permasalahan ini merupakan

permasalahan nasional sehingga tidak memerlukan bantuan ataupun campur

tangan dari negara lain.

Dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh Indonesia melalui

ratifikasi AATHP maka pada akhir periode DPR RI 2009-2014 melalui sidang

paripurna DPR pada tanggal 16 September 2014 akhirnya AATHP resmi

diratifikiasi menjadi undang-undang. Hal ini dipengaruhi oleh pertimbangan

manfaat yang didapatkan seperti: a. Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya

manusia dan dana yang disediakan dalam kesepakatan ini. Pencemaran udara

lintas batas dianggap sebagai masalah bersama oleh para anggota ASEAN. Bagi

Indonesia tentunya menguntungkan mengingat keterbatasan dan ketidakmampuan

untuk menyelesaikan sendiri; b. Dari sisi pertanggungjawaban negara atau

liability, Indonesia akan terhindar dari potensi dimintai ganti rugi oleh negara

tetangga; c. Indonesia akan memiliki anggaran yang berasal dari berbagai sumber

yang dapat digunakan untuk mengatasi kebakaran hutan. Sebenernya, taanpa

meratifikasi Indonesia akan mengeluarkan dana untuk mengatasi kebakaran hutan

dan lahan yang terjadi namun dengan meratifikasi AATHP maka dana yang

terkumpul akan semakin besar.

139

Teddy Prasetiawan, “ Implikasi Ratifikasi AATHP Terhadap Pengendalian Kebakaran

Hutan dan Lahan di Indonesia”, Info Singkat, Pusat Pengkajian, Pegolahan Data dan Informasi

(P3DI), Vol. VI, No. 19/P3DI/ Oktober 2014, hal 11-12

Page 74: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

61

Kemudian DPR juga menilai walaupun pada AATHP dinyatakan bahwa

permasalahan kabut asap lintas batas adalah tanggung jawab bersama dan harus

diselesaikan dengan kerjasama diantara negara-negara ASEAN. Namun dalam hal

ini AATHP tidak melupakan prinsip non interference ASEAN.140

Hal ini terlihat

dari Pasal 4 ayat 3 pada AATHP yang menegaskan Para pihak wajib mengambil

tindakan legislatif, admministratif ataupun tindakan lain utuk mencegah dan

mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, dimana tindakan tersebut merupakan

urusan dalam negeri dan merupakan kewenangan negara.141

Pasal ini menunjukan

adanya bentuk penghormatan terhadap kedaulatan negara. Sehingga, kewenangan

mekanisme nasional dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan

lahan dinilai tepat dan menguntungkan Indonesia. Karena dalam hal ini Indonesia

yang mengalami paling banyak kerugian pada permasalahan ini.

Pengesahan UU tentang AATHP oleh DPR merupakan langkah maju bagi

Indonesia yang secara langsung mengakui dan menunjukkan keseriusan dalam

penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Permasalahan asap yang selama ini

memojokkan Indonesia sebagai negara pencemar (source state) sebagian

tanggung jawabnya akan menjadi tanggung jawab bersama negara-negara

ASEAN

140

Sidiq Ahmadi, “ Prinsip Non Interference ASEAN dan Problem Efektivitas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution” Jurnal HI, Vol 1 No.2 (Oktober 2012)

141 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

Page 75: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

62

A.2 Opini Publik:

Menurut Frazier Moore, opini publik adalah ungkapan keyakinan yang

menjadi pegangan bersama diantara para anggota sebuah kelompok atau publik

mengenai suatu masalah kontroversial yang menyangkut kepentingan umum.

Opini publik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan suatu

kebijakan di negara demokrasi.142

Hal ini dikarenakan pemerintahnya dipilih langsung oleh rakyat melalui

pemilihan umum sehingga secara tidak langsung terdapat pengaruh yang berasal

dari opini publik terhadap kebijakan yang dibuat melalui pemimpin yang

dipilihnya. Meskipun opini publik tidak memiliki pengaruh langsung terhadap

proses dalam pembentukan kebijakan. Warga negara harus berperan aktif akan

memilih pemimpin yang memiliki kebijakan luar negeri yang sesuai dengan

pandangannya. Selain itu, pemerintah juga membutuhkan masukan dari warga

negara karena beberapa alasan: Pertama, para pembuat kebijakan di negara liberal

menilai bahwa opini publik adalah salah satu faktor utama yang harus

dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Kedua, para pembuat

kebijakan meyakini bahwa suatu kebijakan dapat lebih sukses diterapkan apabila

didukung oleh warga negaranya. Ketiga, para pembuat kebijakan juga arus

berhati-hati dalam membuat kebijakannya karena dapat mempengaruhi suara yang

didapat dalam pemilu yang akan datang jika mereka mengabaikan mayoritas dari

opini publik.

142

Everts P & Isernia P, “ Public opinion and the international use of force” Routledge:

ECPR studies in European political science (2001), hal 65

Page 76: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

63

Dalam menanggapi isu permasalahan kabut asap yang terjadi di Indonesia

pada tahun 2014 ratusan mahasiswa dan dosen di Riau melakukan aksi unjuk

rasa.143

Aksi ini bertujuan untuk menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

untuk segera mengeluarkan kebijakan serta turun tangan langsung dalam

menangani permasalahan kabut asap di Indonesia khususnya di wilayah Riau dan

sekitarnya.

Kemudian aksi yang sama juga dilakukan pada 16 Maret 2014 oleh puluhan

mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Asap Riau yang

menggelar aksi unjuk rasa mengenai kabut asap di bundaran Hotel Indonesia,

Jakarta.144

Menurut Gempar Jakarta, persoalan kabut asap yang terjadi merupakan

kesalahan yang berasal dari tata kelola sumber daya alam bukan hanya sekedar

bencana alam. Selain itu, Aksi ini menuntut pemerintah agar mencabut izin

perusahaan yang melakukan pembakaran, mempercepat proses penanganan kabut

asap di Riau dan melakukan tindakan hukum secara tegas terhadap pelaku

pembakaran lahan hutan yang telah mengakibatkan kabut asap.145

Bencana kabut asap lintas batas juga mendapatkan respon dari banyak

lapisan masyarakat. Tidak hanya yang berasal dari daerah-daerah yang terkena

dampak asap, masyarakat di Jakarta juga turut andil dalam menyuarakan

keprihatinan mereka terkait masalah ini. Seperti yang dilakukan para jurnalis yang

143

Kabut Asap Riau, demo menuntut SBY turun tangan, diakses melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/03/140314_kabut_asap_riau_presiden_turun

_tangan pada 8 Februari 2017 144

Mahasiswa Riau Sebut Kabut Asap Bukan Bencana, tapi Praktek Kejahatan, diakses

melalui http://kabar24.bisnis.com/read/20140316/78/211077/mahasiswa-riau-sebut-kabut-asap-

bukan-bencana-tapi-praktek-kejatahan pada 8 Februari 2017 145

Puluhan Mahasiswa peduli Riau gelar demo kabt asap di HI, diakses melalui

https://www.merdeka.com/foto/peristiwa/336756/20140316114044-puluhan-mahasiswa-peduli-

riau-gelar-demo-kabut-asap-di-hi-001-dru.html pada 8 Februari 2017

Page 77: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

64

tergabung dalam Ikatan Jurnalis Lintas Media yang menuangkan aspirasi melalui

kampanye sosial yang bertema aksi sejuta masker. Kampanye ini dilakukan di

kawasan Bundara Hotel Indonesia pada saat car free day.146

Aksi yang sama juga

dilakukan oleh artis-artis ibukota, mahasiswa, aktivis lingkungan dan organisasi-

organisasi keagamaan sebagai bentuk solidaritas terhadap korban bencana asap

yang bekerjasama dengan Humanitarian Forum Indonesia dalam memenuhi

kebutuhan korban yang terkena dampak kabut asap, melalui pemberian masker,

tabung oksigen, obat-obatan hingga penggalangan dana.147

Selanjutnya kritik juga datang dari surat kabar Republika pada halaman

utama Republika edisi 8 Oktober 2015 yang bertemakan krisis asap.148

Pada

halaman depannya menggambarkan seorang anak bersepeda menerjang kabut

asap. Selain itu, tulisan dibuat seperti efek terhalang asap yaitu agak kabur dan

sulit dibaca. Hal ini mendapatkan respon positif dari masyarakat dan sempat

menjadi pertimbangan hangat terutama di media sosial. Dengan adanya kritik ini

masyarakat berharap agar upaya tersebut dapat menggugah para pemimpin negara

agar lebih serius dalam menangani persoalan asap ini.

Selanjutnya, Permasalahan kabut asap yang terjadi di Indonesia juga

mendapatkan desakan dan dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat dalam

146

Bencana Kabut Asap Dorong Aksi Solidaritas., diakses melalui

http://www.benarnews.org/indonesian/berita/kabut-asap-10152015114340.html pada 9 Februari

2017 147

Ribuan Mahasiswa Protes Kabut Asap, diakses melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia_demoasap 9 Februari

2017 148

Bencana Kabut Asap Dorong Aksi Solidaritas, diakses melalui

http://www.benarnews.org/indonesian/berita/kabut-asap-10152015114340.html pada 9 Februari

2017

Page 78: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

65

negeri yang bergerak dibidang lingkungan hidup seperti WALHI dan WWF

Indonesia.

Kedua LSM tersebut mendukung agar pemerintah segera meratifikasi

perjanjian AATHP. Dukungan dari WWF Indonesia ini terlihat dari dari adanya

usaha dalam menjalin dukungan dalam memberikan pemahaman serta interpretasi

pentingnya ratifikasi AATHP melalui kerjasama dengan organisasi non

pemerintah seperti SIIA (Singapore Institute of International Affair) dan CSIS

(Center for Strategic and International Studies) dalam menyelenggarakan Haze

Dialog. Pertemuan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepentingan dalam

mengatasi isu pencemaran asap. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi pada

implementasi dan tata laksana di tingkat nasional dan daerah. Yang selanjutnya

akan dibawa kepada Pemerintah Indonesia dan ASEAN Ministerial Steering

Committee on the Environment.

Selanjutnya, WALHI yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga

merupakan salah satu LSM dibidang lingkungan yang berperan dalam mencegah

pencemaran lingkungan termasuk permasalahan kabut asap lintas batas di

Indonesia. Pada permasalahan kabut asap lintas batas ini, WALHI menyetujui

bahwa Indonesia merupakan salah satu pelaku utama yang menyebabkan kabut

asap yang ada di kawasan Asia Tenggara. WALHI juga memandang tiga isu

utama yang timbul di negara penghasil kabut asap lintas batas yaitu149

: 1. Masih

adanya izin yang dikeluarkan untuk membakar lahan; 2. Lemahnya tingkat

149

Melda Kamil Ariadno, “Haze Pollution in Indonesia”, Afe Babalola University: Journal

of Sustainable Development Law and Policy Vol 2 (2013), hal 32 diunduh melalui

http://www.ajol.info/index.php/jsdlp/article/viewFile/122577/112124 pada 2 Februari 2017

Page 79: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

66

monitoring di wilayah yang berpotensi kebakaran hutan; 3. Infrastruktur yang

tidak memadai.

Dalam prakteknya, WALHI menuntut para pelaku kerusakan lingkungan

seperti pada perusahaan perkebunan serta mengingatkan dan mengawasi

pemerintah dalam penegakkan hukum yang berkaitan dengan pencemaran

lingkungan yang dalam hal ini adalah kementerian Lingkungan Hidup dan

Kementerian kehutanan.

Selain itu untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, WALHI juga

melakukan beberapa kampanye mengenai lingkungan seperti pada kampanye

dalam mengehentikan konversi mealui pembukaan lahan dengan cara membakar.

WALHI juga telah bekerjasama dengan pemerintah Jepang melalui JICA ( Japan

International Cooperation Agency) yang telah memberikan bantuan dengan

menyediakan dana kepada Indonesia alam jumlah 500 miliar rupiah untuk

memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi seperti menghapus kebakaran

dengan menggunakan helikopter.150

WALHI sangat menyesalkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang

terus terulang. Kebakaran yang terus berulang ini membuktikan bahwa Indonesia

memiliki tata kelola kehutanan yang buruk . Banyak Perusahaan yang masih

menggunakan cara tradisional untuk land clearing seperti dengan membakar,

cara ini digunakan karena dianggap praktis dan lebih ekonomis. Padahal sudah

ada aturan yang jelas melarang land clearing dengan cara membakar hutan atau

150

Melda Kamil Ariadno, “Haze Pollution in Indonesia”, Afe Babalola University: Journal

of Sustainable Development Law and Policy Vol 2 (2013), hal 32

Page 80: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

67

lahan. Dengan adanya pelanggaran yang masih terjadi, ini menunjukan bahwa

terdapat penegakan hukum yang lemah.

Dengan demikian WALHI dan WWF secara tegas mendesak pemerintah

untuk bertanggung jawab dan segera menangkap para pembakar hutan dan para

pemilik perusahaan yang telah menyebabkan kebakaran hutan yang terjadi di

Indonesia. Kemudian, kedua LSM ini juga mendesak pemerintah Indonesia dalam

meratifikasi Perjanjian mngenai Pencemaran kabut asap lintas batas yaitu

AATHP. Bahkan jika pemerintah tidak meratifikasi, pemerintah harus mencabut

pemberian izin dalam pembakaran lahan.

Terdapat beberapa usaha dari LSM lingkungan terkait dukungan mengenai

raifikasi perjanjian AATHP. yaitu:

1. Tahun 2003, WWF Indonesia menghimbau kepada pemerintah untuk

segera meratifikasi AATHP.151

2. Tahun 2005, WWF Indonesia kembali mendorong Pemerintah untuk

segera meratifikasi AATHP serta memiliki peran dalam implementasi

perjanjian internasional ini.152

3. Tahun 2006, Greenpeace dan WALHI memberikan peringatan kepada

pemerintah Indonesia untuk meratifikasi AATHP.153

151

World Wide Fund for Nature/WWF, WWF Indonesia Himbau Pemerintah untuk

Meratifikasi the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, diakses melalui

http://www.fire.unifreiburg. de/media/WWF-ASEAN-ind.pdf , pada 14 Desember 2016. 152

WWF Menghimbau Pemerintah Adili Pelaku Pembakaran Lahan dan Hutan”, diakses

melalui http://www.merdeka.com/politik/wwf-menghimbau-pemerintah-adili-pelakupembakaran-

lahan-dan-hutan-ozwljbh.html, pada 14 Desember 2016 153

LSM Minta Pemerintah Hentikan Izin Konversi Lahan Gambut”, diakses melalui

http://www.antaranews.com/berita/39624/lsm-minta-pemerintah-hentikan-izin-konversilahan-

gambut , pada 15 Desember 2016

Page 81: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

68

4. Tahun 2008, WWF kembali mendesak Pemerintah Indonesia untuk

mempercepat proses raifikasi AATHP yang dilakukan oleh DPR RI.

Selain adanya usaha yang dilakukan dari WWF dan WALHI tersebut.

WALHI juga mengusulkan beberapa upaya umum untuk memperioritaskan dan

menanggulangi permasalahan kerusakan lingkungan. Pertama, pemerintah harus

tegas dalam mencabut izin pembukaan lahan apabila menemukan kelalaian

petani/perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Kedua,

para pelaku harus dihukum baik secara administratif maupun pidana.

Dengan adanya usaha dukungan dan desakan LSM di bidang lingkungan

terkait isu kebakaran hutan dan kabut asap lintas batas, hal ini menjadi salah satu

pertimbangan dan alasan Pemerintah Indonesia meratifikasi perjanjian AATHP.

A.3 Memperbaiki Citra Indonesia terkait Isu Kabut Asap

Kepentingan Indonesia dalam meratifikasi perjanjian AATHP ini tidak

hanya untuk mendapatkan bantuan dari negara-negara ASEAN. Selain itu,

Indonesia juga berkepentingan untuk pemulihan citra negara. Hal ini terkait

dengan konsep kepentingan nasional dari Morghentau, yaitu primary interest

yang dalam hal ini kepentingan negara untuk melindungi identitas negara dan

bertahan dari intervensi negara lain memberikan pengaruh terhadap pembuatan

kebijakan luar negeri.154

154Debbie Affianty, Analisa Politik Luar Negeri (Ciputat: UIN Press, 2015), hal 15-16

Page 82: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

69

Indonesia sering dianggap tidak serius dan kurang memiliki kepedulian

terhadap penyelesaian kebakaran hutan dan/atau lahan serta masalah asap lintas

batas karena belum meratifikasi Persetujuan AATHP. Hal ini tentu tidak benar

karena faktanya justru Indonesia merupakan negara yang paling dirugikan dalam

peristiwa kebakaran hutan dan masalah kabut asap lintas batas ini baik kerugian

secara ekonomi, ekologi, maupun politik. Pemerintah Indonesia dalam hal ini

telah berupaya secara serius dalam menyikapi permasalahan ini, salah satunya

dengan meratifikasi perjanjian ASEAN Agreemet on Transboundary Haze

Pollution.

Sebagaimana diketahui Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

hutan terluas dan menghasilkan kebakaran hutan serta kabut asap lintas batas

terbesar di Asia Tenggara. Apabila perjanjian AATHP dapat direalisasikan dan

diterapkan di Indonesia tentu saja ini dapat membentuk citra yang baik untuk

Indonesia di dalam maupun luar negeri. Sikap ini menunjukan keseriusan dalam

merumuskan agenda pembangunan berkelanjutan di kawasan yang rawan terjadi

kebakaran. Kemudian Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menunjukan

sikap leadershipnya kepada negara-negara ASEAN dalam mengani permasalahan

yang ada di kawasan ASEAN termasuk dalam permasalahan kabut asap.

Selanjutnya, Kepentingan Indonesia dalam meratifikasi ASEAN Agreement

on Transboundary Haze Pollution tentu untuk mendapatkan manfaat dan

keuntungan bagi Indonesia. Dalam hal ini kepentingan Indonesia mengesahkan

Persetujuan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yaitu:

Page 83: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

70

1. Mendorong peran aktif Indonesia dalam pengambilan keputusan dengan

negara anggota ASEAN untuk melakukan pemantauan, penilaian dan

tanggap darurat dari kebakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan

pencemaran asap lintas batas

2. Melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif pencemaran asap

lintas batas akibat kebakaran lahan dan hutan yang dapat merugikan

kesehatan dan menurunkan kualitas lingkungan hidup

3. Memperkuat regulasi dan kebijakan nasional terkait pencegahan dan

pengendalian kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan

pencemaran asap lintas batas

4. Memanfaatkan sumber daya manusia dan peralatan yang ada di negara

ASEAN dan di luar negara ASEAN baik melalui Sekretariat maupun

ASEAN Coordinating Centre untuk melakukan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian

kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas

batas.

B. Faktor Eksternal

B.1 Adanya desakan dari negara-negara ASEAN

Menurut Holsti, faktor Kebijakan dan tindakan negara lain (The policies and

actions of other states) dapat menjadi alasan dan mempengaruhi suatu negara

dalam membuat kebijakan. Sebagian besar negara atau pemerintah dari sebuah

Page 84: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

71

negara akan merespon tindakan dan kebijakan yang diambil oleh negara lain.155

Hal ini terjadi apabila negara tersebut terkena dampak bagi kepentingan

nasionalnya. Respon ini tidak hanya muncul akibat dari kebijakan luar negeri

suatu negara namun dapat dari kebijakan dalam negeri atau domestik suau negara.

Hal ini berkaitan dengan adanya respon dan desakan negara-negara ASEAN

agar Indonesia meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Pollution tersebut. Beberapa negara tersebut diantaranya adalah Singapura

dan Malaysia. Indonesia mendapatkan protes langsung dari Singapura dan

Malaysia karena dalam hal ini kedua negara tersebut merupakan negara yang

terkena dampak langsung dari kabut asap yang dihasilkan oleh Indonesia.

Pengertian protes dalam hal ini adalah komunikasi formal dari suatu subyek

internasional kepada subyek internasional lainnya yang bertujuan untuk

menyampaikan keberatan terhadap pelanggaran hukum internasional.156

Walaupun protes yang dilakukan oleh Malaysia dan Singapura belum diajukan

secara resmi melalui jalur yuridis namun protes yang dilakukan oleh kedua negara

tersebut dirasa sudah cukup besar melalui paksaan dengan jalur diplomatik.

Selanjutnya kedua negara tersebut juga telah melakukan perundingan atau

negosiasi secara langsung dengan Indonesia. Perundingan ini dilakukan melalui

pertemuan tertutup yang diwakili oleh perwakilan masing-masing negara yang

bersengketa seperti menteri luar negeri, menteri lingkungan hidup, dan para ahli

yang bergerak di bidang lingkungan hidup

155 K.J Holsti, International Politic A framework, A framework for Analysis (New Jersey:

Asimon & Schuster Company, 1992) hal: 271-273 156

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Diamika Global (Bandung: Alumni, 2000)

Page 85: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

72

Kabut asap yang dihasilkan oleh Indonesia ini juga mengakibatkan kedua

negara yaitu Singapura dan Malaysia memberikan suatu tindakan dengan

memberikan pengaruh berupa nota protes, penyangkalan tuduhan dan propaganda

terhadap Indonesia agar segera meratifikasi perjanjian Asean Agreement on

Transboundary Haze Pollution.

Singapura

Indonesia mendapatkan protes oleh Singapura terkait permasalahan kabut

asap. Hal ini ditujukkan melalui pengangkatan isu kabut asap Indonesia dalam

Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Oktober 2006 oleh Singapura. Hal ini

disampaikan melalui Perdana Menteri Lee Hsieng Loong.157

Padahal sebelumnya

negara-negara anggota ASEAN telah sepakat untuk mengatasi permasalahan

kabut asap lintas batas ini pada tingkat ASEAN. Diplomat Singapura, Kevin

Cheok juga menyampaikan bahwa kebakaran hutan Indonesia yang terjadi hampir

setiap tahunnya memiliki konsekuensi regional dan global. Maka dari itu

dibutuhkan aksi global untuk menangani permasalahan tersebut. Menurutnya,

tindakan ini diperbolehkan karena sesuai dengan pasal 2 AATHP karena tujuan

AATHP adalah untuk mencegah dan memonitor kabut asap lintas batas melalui

upaya nasional dengan kerjasama regional dan internasional.

Tindakan yang dilakukan Singapura ini mendapatkan protes dari Indonesia

sehingga mengakibatkan adanya hubungan yang kurang harmonis antara

Indonesia dan Singapura. Bentuk protes ini ditujukkan melalui Menteri

157

Singapore Institute of International Affairs.2006.Internationalising the Haze Issue.

Diakses melalui http://www.siiaonline.org pada 13 Maret 2017 pukul 07.15 WIB

Page 86: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

73

Perdagangan Indonesia yang memboykot pertemuan Indonesia-Singapura yang

membahas mengenai Special Economic Zone di Batam.

Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) juga telah memberikan

peringatan Indonesia terkait situasi kabut asap ini. Selain itu, Singapura mendesak

pemerintah Indonesia untuk segera mengambil tindakan untuk mengurangi

penyebaran asap lintas batas ini. Dalam masalah ini Singapura melalui Menteri

Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura Vivian Balakrishnan pada

pertemuan menteri se-ASEAN yang diselenggarakan pada 26 Sepember 2012 di

Bangkok menyatakan bahwa pihaknya bersedia memberikan bantuan teknis

dengan mengirimkan pesawatnya dan tim untuk memadamkan kebakaran hutan di

Indonesia atau bahkan penyemaian awan.158

Namun, tawaran tersebut tidak

dihiraukan oleh Pemerintah Indonesia karena dalam hal ini Indonesia masih

berupaya sendiri untuk memadamkan api.

Selanjutnya, kekhawatiran dari negara tetangga muncul kembali di tahun

2013 karena kabut asap yang terjadi di tahun ini merupakan permasalahan yang

paling buruk setelah kebakaran hutan di tahun 1997. Hal ini terlihat dari kabut

tebal yang melanda Malaysia yang menutupi udara pada daerah Johor hingga

melebihi kualitas udara normal yaitu PSI 700.

Kemudian, tindakan lebih serius dilakukan oleh Singapura dalam merespon

kabut asap lintas batas di kawasan ASEAN. Pada Agustus 2014 Parlemen

Singapura telah mengesahkan dan memberlakukan sebuah Undang-Undang

mengenai Polusi Asap Lintas Batas (Bill of Trans-boundary Haze Pollution) yang

158

Alan Khee Jin Tan, “The Haze Crisis in Southeast Asia: Assessing Singapore’s

Transboundary Haze Pollution Act 2014.” NUS Law Working Paper ( 2015)

Page 87: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

74

memberikan kekuasaan bagi pemerintah Singapura untuk menuntut individu atau

perusahaan di negara tetangga yang menyebarkan polusi udara di Singapura.159

Dalam UU Polusi Asap Lintas Batas ini, pemerintah Singapura juga dapat

memberikan denda sebesar 100 ribu dollar singapura atau senilai 970 juta rupiah

per hari hingga denda maksimal 2 juta dollar Singapura atau senilai dengan 18

miliar rupiah kepada perusahaan lokal atau asing yang menyebarkan asap ke

Singapura.160

Tindakan ini pertama kali diusulkan pada tahun 2013 dimana

terdapat peningkatan jumlah kebakaran hutan di provinsi Riau yang asapnya

menyebar hingga ke Singapura, sehingga meningkatkan jumlah polusi udara di

Singapura.

Malaysia

Selain itu, di Malaysia orientasi kebijakan luar negeri dalam merespon isu

kabut asap diperlukan untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Pada

permasalahan kabut asap di Indonesia kerjasama bilateral dilakukan oleh

pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia sejak tahun 1985. Kerjasama

yang dilakukan adalah dengan melakukan patroli diudara dalam mengani kabut

asap serta memberikan peringatan kepada masyarakat untuk tidak beraktivitas di

luar rumah.

Selain itu terdapat beberapa tindakan dari malaysia dalam merespon isu

kabut asap. seperti: melakukan aksi nota protes mengenai kabut asap yang

159

Singapura Kembali Diselimuti Kabut Asap diakses melalui

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20140919145808-106-3776/singapura-kembali-

diselimuti-kabut-asap/ pada 12 Maret 2017 pukul 15.40 WIB 160 Bill of Trans-boundary Haze Pollution, diunduh melalui

https://www.parliament.gov.sg/sites/default/files/Transboundary%20Haze%20Pollution%20Bill%

2018-2014.pdf

Page 88: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

75

dilakukan oleh masyarakat malaysia yang tegabung dalam Partai Tindakan

Demokrasi (Democratic Action Party/DAP) yang merupakan partai politik

terbesar di Malaysia pada 13 Agustus 2005.161

DAP melakukan demonstrasi di

kedutaan besar Indonesia di Kuala Lumpur. Partai ini menuntut agar Indonesia

dan ASEAN segera menindaklanjuti dan penduduk Malaysia. Tindakan yang

dilakukan oleh DAP ini merupakan salah satu bentuk pendapat sebagian besar

masyarakat Malaysia terkait isu kabut asap yang terjadi di Malaysia.

Selain partai politik diatas, pemerintah Malaysia turut mengeluarkan

tuntutan agar Indonesia segera meratifikasi perjanjian menyelesaikan masalah ini

karena masalah kabut asap ini termasuk ancaman yang besar bagi seluruh ASEAN

terkait pencemaran asap lintas batas. Pemerintah Malaysia juga menyalahkan

pemerintah Indonesia atas kurang ditegakkannya hukum terhadap praktek

pembakaran hutan sehingga meminta Pemerintah Indonesia untuk secepatnya

menangani dan meratifikasi perjanjian AATHP karena telah mengganggu

kesehatan dan pariwisata di Malaysia. Selain itu, Peringatan tegas juga dilakukan

oleh Duta Besar Malaysia untuk Indonesia yang dalam hal ini memberikan

peringatan dan pernyataan kepada pemerintah Indonesia agar kabut asap tidak

terjadi lagi di Malaysia ditahun berikutnya.

161

“Kabut Asap: Rakyat Malaysia Marah” diaksses melalui http://www.suarakarya-

online.com/news.html?id=118116 pada 26 Desember 2016

Page 89: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

76

B.2 Bantuan Ekonomi dan Kerjasama Teknis ASEAN

Kepentingan ekonomi merupakan salah satu faktor internal pendorong

dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negera. Pada kasus ini, Indonesia

menjadikan kepentingan ekonomi sebagai salah satu faktor pendorong Indonesia

dalam meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Adanya

bantuan ekonomi yang diberikan oleh ASEAN untuk negara-negara yang

menghadapi permasalahan kabut asap, yang dalam hal ini adalah Indonesia.

Kerugian ekonomi yang dialami Indonesia akibat kebakaran hutan

mencapai 15 milyar dollar US.162

Selain itu, Indonesia juga mengalami kerugian

dalam berbagai sektor seperti pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan,

industri, pariwisata serta sektor lainnya.

Pada penelitian ini salah satu prinsip cooperation atau kerjasama pada

lingkup regional ASEAN. Ini berlaku bagi negara-negara ASEAN yang

menghadapi permasalahan kabut asap. salah satu yang dibahas dalam AATHP

adalah masalah mengenai haze fund yang disediakan negara-negara ASEAN

untuk menangani permasalahan kabut asap lintas batas ini.

Untuk membantu pihak yang mengalami permasalahan kabut asap

didirikanlah “Transboundary Haze Pollution Control Fund” yang berfungsi untuk

membantu dalam mengimplementasikan perjanjian AATHP. Dana yang ada

dikelola oleh Sekretariat ASEAN dan diperoleh dari anggota ASEAN serta

berbagai pihak atas dasar sukarela.163

Dana yang terkumpul hingga tahun 2014

162

Luca Tacconi, Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi

Kebijakan, diunduh pada http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038i.pdf 163

David B. Jerger, “Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboundary Haze Pollution.”Sustainable Development Law & Policy 14, no. 1 (2014)

Page 90: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

77

adalah 240.329 dollar AS.164

Pada perjanjian AATHP tidak dijelaskan bagaimana

aturan dalam mengalokasikan dana tersebut. Dalam hal ini, Sekretariat ASEAN

diberikan kewenangan dalam mengelola dan mengatur pengeluaran agar lebih

efektif dalam proses pelaksanaannya.

Bagi negara berkembang dana ini sangatlah penting dalam membantu

keberhasilan pada perjanjian AATHP ini karena beberapa negara berkembang

seperti Indonesia tidak memiliki anggaran dan pengembangan sumber daya

manusia yang cukup untuk melatih personel serta mendirikan pusat monitoring

untuk mengatasi permasalahan kabut asap lintas batas ini.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan konsep kerjasama internasional

yang dikemukakan oleh K.J. Holsti dimana kerjasama terjadi karena adanya

permasalahan nasional, regional, maupun global yang tidak dapat diselesaikan dan

butuh perhatian dan bantuan lebih dari satu negara. Dalam hal ini Indonesia

menyetujui melakukan kerjasama dengan negara-negara ASEAN dalam

menangani permasalahan kebakaran hutan dan kabut asap yang terjadi di

Indonesia. Hal ini tentu melalui pertimbangan politis dan pertimbangan

operasional. Selain itu, kerjasama ini juga didasari atas pelaksanaan komitmen,

semangat kemitraan serta solidaritas negara anggota ASEAN dalam menghadapi

berbagai kendala penenganan asap lintas batas.

Dalam hal ini kerjasama ditunjukan dari adanya bantuan teknis yang

diberikan oleh negara-negara ASEAN sebelum hingga sesudah Indonesia

164

David B. Jerger, “Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s Agreement on

Transboundary Haze Pollution.”Sustainable Development Law & Policy 14, no. 1 (2014) hal 42

Page 91: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

78

meratifikasi dan menjadi anggota dari AATHP. Bantuan dan kerjasama teknis

terkait pelaksanaan yang mendukung penerapan AATHP, yaitu:

Sejumlah negara ASEAN seperti Malaysia dan Singapura mengirim

pesawat-pesawat pengangkut air yang berkapasitas besar yang bisa memadamkan

kebakaran hutan di Indonesia yang dikerahkan untuk memadamkan api.165

Kemudian terdapat kerja sama dengan Singapura tentang Pengendalian

Kebakaran Hutan dan Lahan serta Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas di

Provinsi Jambi, kerja sama dengan Malaysia tentang Pengendalian Kebakaran

Hutan dan/atau Lahan serta Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas di Provinsi

Riau, kerja sama regional untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Riau

dan Kalimantan Barat.

Selain itu bantuan untuk Indonesia juga diberikan oleh pemerintah Jepang.

dan Rusia. Pemerintah Jepang mengirimkan ahli dari Japan International

Cooperation Agency (JICA) untuk membantu upaya pemadaman kebakaran hutan

dan kabut asap di Indonesia serta memberikan bantuan darurat berupa 100 botol

cairan pemadam api “Miracle Foam a+” yang tiap botolnya berisi 20 liter cairan.

166 Kemudian, Rusia juga mengirimkan dua pesawat amfibi Berier Be-200 untuk

menangani kebakaran hutan di Sumatera.

Dengan Indonesia meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Polution ini maka secara langsung Indonesia akan

165

Terima Bantuan Negara Lain, Bukan Berarti Indonesia Kewalahan Tangani Kebakaran

Hutan diakses malalui http://www.voaindonesia.com/a/terima-bantuan-negara-lain-bukan-berarti-

indonesia-kewalahan-tangani-kebakaran-hutan/3000037.html pada 11 April 2017 pada 07.30 WIB 166

Jepang dorong ASEAN bekerjaasama tangani asap, diakses melalui

http://www.antaranews.com/berita/523901/jepang-dorong-asean-bekerja-sama-tangani-asap pada

11 April 2017 pada 07.40 WIB

Page 92: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

79

diuntungkan karena memungkinkan dalam memperoleh bantuan untuk menangani

kabut asap dari negara-negara ASEAN lainnya. Bantuan tersebut dapat berupa

berupa bantuan teknis ataupun dana yang diperoleh dari sumbangan sukarela

melalui “Transboundary Haze Pollution Control Fund”. Sehingga tidak ada lagi

kendala karena kurangnya dana untuk menanggulangi kebakaran hutan yang

menjadikan masalah kabut asap lintas batas. Dengan Indonesia meratifikasi

perjanjian AATHP maka Indonesia akan menjadi pusat kegiatan untuk

penanggulangan kabut asap di ASEAN. Selain itu, penanggulangan kabut asap

yang berasal dari kebakaran tersebut dapat dilaksanakan secara bersama-sama

dengan negara ASEAN lainnya karena secara langsung telah menjadi kewajiban

bersama dalam menjaga lingkungan di kawasan ASEAN.

Setelah meratifikasi perjanjian AATHP pada September 2014, Indonesia

telah berupaya dalam mengatasi kebakaran hutan dengan merealisasikan serta

mengaplikasikan perjanjian tersebut kepada undang-undang dan masyarakat

Indonesia. Upaya yang telah dilakukan Indonesia yaitu: Pertama, melakukan

sosialisasi mengenai ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution

(AATHP) kepada kementerian/lembaga, masyarakat, pengusaha, LSM,

pemerintah daerah dan masyarakat yang berada di daerah rawan kebakaran lahan

atau hutan.

Kedua, melakukan koordinasi antara kementerian, pemerintah daerah serta

masyarakat yang berdasarkan Comprehensive Plan of Action on Transboundary

Haze Pollution seperti: a) pemetaan daerah rawan kebakaran lahan dan hutan, b)

penguatan data dan informasi terkait dengan hot spot, persebaran asap, pemetaan

Page 93: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

80

daerah terbakar, fire danger rating system (FDRS), pengembangan SOP dalam

pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan, dan pengelolaan lahan gambut.

c)penguatan dan peningkatan masyarakat peduli api yang dilakukan melalui

sosialisasi yag berupa kegiatan pencegahan dan pelatihan. d) penanggulangan

bencana asap yang terkoordinir dalam rangka tanggap darurat bencana.

Ketiga, memperkuat kelembagaan dan peraturan perundang-undangan

yang mendukung kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning policy)

dan pencegahan serta penaggulangan kebakaran hutan dan lahan serta pencemaran

asap lintas batas.

Keempat, melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelaku

pembakaran hutan dan lahan baik individu maupun korporasi yang mengakibatkan

kerusakan lingkungan. Dalam hal ini penegakan hukum berpedoman pada

pemberian sanksi kepada pelaku pembakar lahan/hutan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup sanksinya berupa pidana penjara paling singkat 3

tahun dan paling tinggi 10 tahun penjara, serta denda 3 milliar dan paling tinggi

10 milliar. Ketentuan ini sama dengan Pasal 108 UU No. 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan.167

Upaya penegakan hukum terhadap pelaku dan perusahaan pembakar

lahan/hutandibuktikan oleh Kepolisian Republik Indonesia yang mana hingga

September 2015 telah menetapkan 140 tersangka, dimana 7 (tujuh) diantaranya

adalah petinggi perusahaan. Para tersangka diduga telah melakukan pelanggaran 167

Agis Ardhiansyah, “Konsekuensi Hukum Bagi Indonesia Tetang Penngendalian Pencemara Asap Lintas Batas Pasca Ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution”, Jurnal Perspektif, Vol xxi no. 1 (Januari 2016), hal 20

Page 94: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

81

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, dengan ancaman penjara selama kurang lebih 10 tahun dan

denda sebesar 10 milliar rupiah. Selain itu, izin konsesi perusahaan juga akan

dicabut dan dibekukan. 168

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Kepolisian RI

menyebutkan bahwa ada ratusan kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di

area konsesi perusahaan di Sumatera dan Kalimantan yang ditangani pada tahun

2015. Di Riau terdapat 37 kasus, Sumatera Selatan 16 kasus, Kalimantan Barat 11

kasus dan Kalimantan Tengah 121 kasus.169

Sejak 2002 hingga 2013, sikap Indonesia yang belum meratifikasi AATHP

dianggap sebagai penghambat AATHP ini tidak berjalan secara maksimal. Namun

setelah Indonesia meratifikasi pada 2014, sebagai perjanjian internasional yang

telah diratifikasi oleh negara-negara ASEAN seharusnya hal ini dapat mengikat

negara-negara anggota agar mematuhi ketentuan yang telah disebutkan pada

perjanjian AATHP. Namun perjanjian ini masih juga belum berjalan efektif dalam

menanggulangi permasalahan kabut asap lintas batas di kawasan Asia Tenggara.

Hal ini terlihat dari adanya kebakaran hutan dan lahan besar yang menyebabkan

pencemaran asap lintas batas di tahun 2015 dengan tingkat yang lebih besar

dibandingkan tahun 2013.

168

Marison Guciano, Kebakaran Hutan dan Kejahatan Korporasi,

http://nasional.kompas.com/read/2015/10/03/16191531/Kebakaran.Hutan.dan.Kejahatan.Korporas

i?page=all , diakses pada 11 April 2017 pukul 14.00 WIB 169

Ibid

Page 95: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

82

BAB V

KESIMPULAN

Kabut asap di Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya kebakaran hutan di

wilayah Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan ini

mengakibatkan penyebaran asap dan pencemaran lingkungan lintas batas negara.

Pencemaran asap tersebut memiliki dampak negatif yang dapat merugikan

manusia, mencemari lingkungan, dan merusak ekosistem.

Kebakaran lahan daan hutan yang terjadi pada 1997 mengakibatkan

pencemaran asap lintas batas di beberapa negara ASEAN. Hal ini dijadikan

sebagai salah satu agenda pembahasan pada Pertemuan Tingkat Tinggi Informal

ASEAN II di Kuala Lumpur tahun 1997. Setelah melalui serangkaian pembahasan

di tingkat ASEAN, pada tahun 2002 seluruh Negara anggota ASEAN

menyepakati untuk menandatangani ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution (AATHP) di Kuala Lumpur, Malaysia. Persetujuan AATHP mulai

berlaku secara resmi pada tanggal 25 November 2003. Namun Indonesia belum

meratifikasi perjanjian tersebut hingga tahun 2013.

Hingga akhirnya pada 16 September 2014 dalam sidang paripurna DPR RI

seluruh fraksi di DPR meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution tersebut. Dibutuhkan waktu selama 12 tahun oleh

DPR RI untuk menyetujui dan meratifikasi perjanjian AATHP.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong Indonesia dalam meratifikasi

AATHP pada 2014 baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor Internal

Page 96: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

83

Indonesia yaitu: Pertama, adanya keputusan dari dewan legislatif, dalam hal ini

DPR RI. Kedua, adanya opini publik yaitu desakan dari masayarakat Indonesia

yang melakukan aksi unjuk rasa terkait isu kabut asap yang terjadi di Indonesia

dan adanya desakan dari LSM seperti WALHI dan WWF yang meminta secara

tegas agar pemerintah Indonesia bertanggung jawab dan lebih serius dalam

mengatasi permasalahan kebakaran hutan hutan dan kabut asap lintas batas.

Dengan melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap para pembakar hutan

dan para pemilik perusahaan yang telah menyebabkan kebakaran hutan yang

terjadi di Indonesia. Ketiga, adanya kepentingan untuk memperbaiki citra

Indonesia terkait isu kabut asap lintas batas di kawasan Asia Teggara.

Selain Faktor Internal, hal yang mendorong Indonesia dalam meratifikasi

AATHP adalah faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut adalah adanya desakan

dari negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Singapura sebagai pihak yang

dirugikan karena terkena dampak langsung oleh pencemaran kabut asap dan

Adanya bantuan ekonomi dan kerjasama teknis dari ASEAN dalam menangani

permasalahan kabut asap yang terjadi di Indonesia.

Dengan beberapa faktor yang telah disebutkan tersebut, Indonesia

memutuskan untuk meratifikasi perjanjian ASEAN Agreement Transboundary

Haze Pollution tahun 2014. Dengan diratifikasinya perjanjian tersebut Indonesia

telah menjadi anggota tetap yang memiliki hak suara. Sehingga Indonesia dapat

memiliki peran penting dan turut aktif dalam pengambilan keputusan terkait

pengendalian kebakaran lahan dan hutan di ASEAN.

Page 97: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

ix

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Affianty, Debbie. Analisa Politik Luar Negeri. Ciputat: UIN Press, 2015.

Amsyari Fuad, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2001.

ASEAN Secretariat, Guidelines fo the implementation of the ASEAN policy on

zero burning. The ASEAN Secretariat Jakarta, 2013.

Boer Mauna. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Diamika Global. Bandung: PT. Alumni, 2000.

Coplin, William D. Introduction to Internastional Politics: A Theoritical

Overview. Chicago: Markham Publishing Company, 1971.

David Hughes, Environmental Law. Edisi kedua. London: Butterworths, 1992.

FWI/GFW. Keadaan Hutan Indonesia. (e-book) Bogor, Indonesia: Forest Watch

Indonesia dan Washington D.C: Global Forest Watch, 2001.

Greene, Owen. Environmental Issues, in Jhon Baylis & Steve Smith (eds) The

Globalization of World Politics. Edisi kedua. Oxford , 2001.

Jack C. Plano dan Roy Olton. Kamus Hubungan Internasional. Bandung:

Abardin, 1999.

James N.Rosenau, International Politis and foreign policy. New York: The Free

Press of Glencoe, 1961.

James E. Dougherty & Robert L. Pfaltz graff, JR. Contending Theories of

International Relations: A Comperehensive Survey. New York:

Longman, 1986.

James E. Dougherty & Robert L. Pfaltz graff, JR. Contending Theories of

International Relations: A Comperehensive Survey. New York: Harper

and Row Publisher, 1997.

Page 98: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

x

Josep Frankel, International Relations in a Changing World, Oxford University

Press, 1988.

Kenneth Waltz, Theory of International Politics . New York: McGraw-Hill, 1979.

dalam Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan

Internasional . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Kementerian Luar Negeri, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta:Direktorat Jenderal

Informasi dan Diplomasi Publik, 2008.

Kementerian Luar Negeri RI, Diplomasi Indonesia 2014. Jakarta: Direktorat

Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, September 2015

K.J Holsti. International Politic A framework, A framework for Analysis, New

Jersey: Asimon & Schuster Company,1992.

K.J Holsti, Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis. Jilid II. Terjemahan

M. Tahtir Azhari. Jakarta: Erlangga, 1988.

Moh. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Perwita, AA Banyu dan Yani, Yanyan Mochammad. “Pengantur Ilmu Hubungan

Internasional”. Bandung, 2005.

Saharjo, B.H. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah

Dilakukan. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian

Bogor, 2003.

Sastrawijaya, Tresna. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Silalahi, Daud. Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakkan Hukum

Lingkungan Indonesia). Bandung: PT. Alumni, 2001.

Soemarsono, Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia

(Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). 1997

Soemarwoto, Otto. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:

Jembatan, 1983.

Sumardi dan SM Widyawati, Dasar-Dasar Perlindungan Hutan, Jakarta: Gajah

Mada University Press, 2004.

Page 99: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xi

JURNAL

Aiken, Robert. Runaway Fires, Smoke-Haze Pollution, and Unnatural Disasters in

Indonesian Geographical Review. 94 American Geographical Society, 2004.

Ananta, Gondomo, “ Satu Asia Tenggara dan Agenda Keamanan Lingkungan”,

CSIS, Jakarta: 58-69

Anderson, I.P., Bowen, M.R., “Fire Zones and the Threat to the Wetlands of

Sumatra, Indonesia, European Union and Indonesian Ministry of Forestry,”

(2000)

Ariadno, Melda Kamil. “Haze Polution in Indonesia”, Afe Babalola University:

Journal of Sustainable Development Law and Policy Vol 2, (2013), hal 3

ASEAN Agreement on Haze Pollution, 2002

BAPPENAS –ADB, “Cause Extend, Impact and cost of 1997, 1998 Fire and

Dought.” Forest Fire Prevention and Drought Management Project, Asian

Development Bank TA 2999-INO. Fortech, Pusat Pengembangan

Agribisnis (1999).

Basarah, Muhammad. Prospek Kerjasama Negara-Negara ASEAN Dalam

Pengendalian Pencemaran Udara Lintas Batas,” Jurnal Hukum No 15 Vol 7,

Desember 2000, hal 57

Boer C, “ Forestfire suppression in East Kalimantan Indonesia. Di dalam Moore

P. Ganz D, Tan L, C Enters T, Durst P.B , editor. Prosisings of an

International Conference on Community Involvement in Fire Management,

Bangkok Desember 2000. Bangkok: FAO hal 69-74

David B. Jerger, “Indonesia’s Role in Realizing the Goals of ASEAN’s

Agreement on Transboundary Haze Pollution.” Sustainable Development

Law & Policy 14, no. 1 (2014)

Page 100: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xii

David Glover and Timothy Jessup, “Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan

Asap di Indonesia”: 105-135

De Bie, Gregg H. Transboundary Air Pollution: Trends in 2004. Colorado

Journal of International Environmental Law, 2005. Hal 123-132

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik

Indonesia, Peningkatan Kerjasama ASEAN di bidang Pertukaran Informasi

dalam Upaya Penaggulangan Masalah Kabut Asap ( Jakarta: kementerian

luar negeri RI, 2004) hal 5

Everts P & Isernia P, “Public opinion and the international use of force”

Routledge: ECPR studies in European political science (2001)

Fachmi Rasyid, “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Banten: Jurnal

Lingkar Widyaswara. (Edisi 1 No.4), (2014): 49

Forest Watch Indonesia dan Washington DC , “Keadaan Hutan Indonesia”

(2001): 61

Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana Vol IV No.2 Tahun 2013, hal 11

Gema Badan Nasional Penanggulangan Becana Vol V No.1 Tahun 2014, tersedia

di http://bnpb.go.id/uploads/publication/1031/Gema%206-23-14%20(1).pdf

diakses pada 27 Agustus 2016

Gultom, Kardina. “Sekuritisasi Kabut Asap di Singapura tahun 1997-2014”,

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2016, hal.

33-43

Harisson, Mark E Susan Page, dan Suwido Limin, “The Global Impact of

Indonesian Forest Fires,” Biologist, Vol 56 No 3, (Agustus 2009), hal 157

Heilmann, Daniel. “ After Indonesia’s Ratification: The ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional

Environmental Governance Tool,” Journal of Current Southeast Asian

Affairs 3, 2015. hal 96

Page 101: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xiii

Humprey, Wangkey. Mencari Solusi atas Perubahan Iklim”, (Jakarta: Pusat

Pengkajian dan Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekjen DPR RI,

2011.

Jurnal Kementerian Kehutanan, 2013 tersedia di

(http://www.ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/.../LAKIP-PHKA-

2013.pdf); Diunduh pada 27 Agustus 2016

Jurnal Lingkar Widyaiswara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

“Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan” Edisi 1 No. 4, Oktober-

Desember

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan UNDP, Laporan

Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, (1998) : 1 - 2.

Kementerian lingkungan hidup RI, “Indonesia Meratifikasi Undang-Undang

Tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution

(Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas)”, Jakarta, 16

Kementerian Lingkungan Hidup dan UNDP, “Laporan Kebakaran Hutan dan

Lahan di Indonesia”, (1998): 1-2

Lucca Tacconi, “Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi

Kebijakan.” (Bogor: Center for International Foresty Research), tersedia di

http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-038i.pdf

diunduh pada 15 Mei 2016

Md Saidul Islam and Yap Hui Pei, “Transboundary Haze Pollution in Southeast

Asia: Sustainability through Plural Environmental Governance.” Journal

Sustainability, 2016.

Nguitragool, Paruedee. “Negotiating the Haze Treaty Rationality and Institutions

in the Negotiations for the ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution (2002), University of California Press: Asian Survey Vol 51 No.

2, Maret-April 2011, hal 369

Peh, D. L-H, “ South East Asia Forest Fire: Blazing the Policy Trail”, Orix (2014)

Page 102: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xiv

Quah Euston dan Helena Varkkey, “The Political Economy of Transboundary

Pollution: Mitigation Forest Fires and Haze in Southeast Asia” diakses

melalui https://umexpert.um.edu.my/file/publication/00009140_102526.pdf

pada 3 Maret 2017

Rafina, Raisa. Kerjasama Negara ASEAN Dalam Pengendalian Pencemaran

Udara Lintas Batas Negara Dilihat Dari Hukum Internasional. Universitas

Sumatera Utara, 2013.

Sizer, Nigel Dkk. 2014. “Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Tingkat

Tertinggi Sejak Kondisi darurat kabut asap Juni 2013”, diakses pada 28

Agustus 2016

Sunichindah, Apichai. “Transboundary Haze Pollution Problem in Southeast Asia:

Reframing ASEAN’s Response” ERIA Discussion Paper Series 2015.

Tan, Alan Khee-Jin. “The Haze Crisis in Southeast Asia: Assessing Singapore’s

Transboundary Haze Pollution Act 2014” National University of Singapore,

Februari 2015

The Habibie Center, “Ensuring the ASEAN Agreement on Transboundary Haze’s

(AATHP) Effectiveness: A Case Study of Riau Province’s Haze

Summary,”ASEAN Studies Program Vol 2 Issue 4, April 2015, hal 3

Wetlands internasional. “Kebakaran hutan dan lahan”, Seri Pengelolaan Hutan

dan Lahan Gambut, diakses melalui

http://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Fire01.pdf

Widodo, Isa Teguh. Degradasi Lingkungan Hidup. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Wohlforth, William C. “Realism and foreign policy” in, Steve Smith, Amelia

Hadfield & Tim Dunne, Foreign Policy, Theories

Actors.Cases.Oxford,(2008): 31-48

Page 103: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xv

MEDIA ELEKTRONIK

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2010 melalui

www.haze.asean.org, diakses pada 3 Mei 2016

ASEAN Haze Action Online melalui

Badan Planologi Kehutanan-Departemen Kehutanan, “ Kebijakan Penyusunan

MP-RHL”, tersedia pada http://www.dephut.go.id/hutan/html; diakses

tanggal 13 Mei 2016

BBC http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/06/130623_malaysia_asap

diakses pada 8 September 2015, pukul 10.05 WIB

BBC Indonesia, “Hujan buatan untuk cegah kebakaran hutan di Sumatera dan

Kalimantan tersedia pada

http://www.bbc.com/indonesia/mobile/berita_indonesia/2012/08/120803_ke

bakaranhutan.shtml diakses pada 28 Agustus 2016

BBC Indonesia, Kabut Asap Riau, demo menuntut SBY turun tangan,

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/03/140314_kabut_asa

p_riau_presiden_turun_tangan pada 8 Februari 2017

BBC Indonesia Ribuan Mahasiswa Protes Kabut Asap, diakses melalui

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia

_demoasap 9 Februari 2017

Fire Bulletin Special Edition-End of Year_Des 06-Draft. Diakses melalui

http//awsassets.wwf.or.id/dowloads/fb_2006endspc.pdf. pada 27 Agustus

2016

Kabut Asap: Rakyat Malaysia Marah” diakses melalui http://www.suarakarya-

online.com/news.html?id=118116 pada 26 Desember 2016

Kementerian Lingkungan Hidup RI, “Indonesia Meratifikasi Undang-Undang

Tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution

(Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas)”, Jakarta 16

September 2014, diakses dari http://www.menlh.go.id diakses 10 September

2016, pukul 15.45 WIB

Page 104: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xvi

Kementerian Luar Negeri, “ASEAN Selayang Pandang”, Jakarta (2010), tersedia

di (http://www.deplu.go.id/download/asean-selayangpandang.pdf); diunduh

pada 3 September 2016

Komisi VII DPR-RI Bahas RUU Pengesahan ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Polution Dengan KLH, tersedia di

http://www.menlh.go.id/komisi-vii-dpr-ri-bahas-ruu-pengesahan-asean-

agreement-on-transboundary-haze-polution/ ;diakses pada 5 Juni 2016

KOMPAS, “Ini Sebab Kabut Asap Hutan Riau Selimuti Singapura” diaksees pada

http://sains.kompas.com/read/2013/06/21/1747577/Ini.Sebab.Kabut.Asap.H

utan.Riau.Selimuti.Singapura pada 21 Maret 2016

Laporan Status Lingkungan Hidup Tahun 2002, diakses melalui

http://www.bapedalbanten.go.id/i/art/pdf_ 1050965780.pdf. pada 3

September 2016.

LSM Minta Pemerintah Hentikan Izin Konversi Lahan Gambut”, diakses melalui

http://www.antaranews.com/berita/39624/lsm-minta-pemerintah-hentikan-

izin-konversilahan-gambut , pada 15 Desember 2016

Mahasiswa Riau Sebut Kabut Asap Bukan Bencana, tapi Praktek Kejahatan,

diakses melalui

http://kabar24.bisnis.com/read/20140316/78/211077/mahasiswa-riau-sebut-

kabut-asap-bukan-bencana-tapi-praktek-kejatahan pada 8 Februari 2017

Malaysia Peringatkan Indonesia tidak “Ekspor” Asap melalui

http://www.gatra.com/2006-10-15/artikel.php?id=98562 pada 26 Desember

2016

Portal Penelitian Universitas Andalas, “Dampak Kebakaran Hutan di Wilayah

Sumatera Barat dan Riau Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change),”

http://lp.unand.ac.id/?pModule=news&pSub=news&pAct=detail&detail=21

0 pada 9 September 2016

Puluhan Mahasiswa peduli Riau gelar demo kabt asap di HI, diakses melalui

https://www.merdeka.com/foto/peristiwa/336756/20140316114044-

puluhan-mahasiswa-peduli-riau-gelar-demo-kabut-asap-di-hi-001-dru.html

pada 8 Februari 2017

Page 105: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

xvii

Republika online http://www.republika.co.id/berita/breaking-

news/lingkungan/10/11/05/144702-luas-kebakaran-hutan-di-indonesia-

menurun diakses pada 30 Agustus 2016

Tempo http://m.tempo.co/read/news/2013/06/24/078490894/Soal-Asap-SBY-

Minta-Maaf-ke-Negara-Tetangga diakses pada 8 September 2015, pukul

10.15 WIB

Tempo http://m.tempo.co/read/news/2013/06/24/078490894/Soal-Asap-SBY-

Minta-Maaf-ke-Negara-Tetangga diakses pada 8 September 2015, pukul

10.15 WIB

The World Bank, “Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia” diakses melalui

http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-

and-haze-crisis pada 12 Agustus 2016

World Resource Institute. Hutan Indonesia: Apa yang dipertaruhkan, pada

https://www.wri.org/sites/default/files/pdf/indoforest_chap1_id.pdf diunduh

pada 7 Mei 2016

World Resources Institut, “Mencegah Kebakaran Hutan Di Indonesia: Fokus Pada

Provinsi Riau, Lahan Gambut, Serta Pembakaran Ilegal”; tersedia di

http://www.wri.org/blog/2014/06/mencegah-kebakaran-hutan-di-indonesia-

fokus-pada-provinsi-riau-lahan-gambut-serta ; diakses pada 28 Mei 2016

World Wide Fund for Nature/WWF (a), WWF Indonesia Himbau Pemerintah

untuk Meratifikasi the ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution, diakses melalui http://www.fire.unifreiburg. de/media/WWF-

ASEAN-ind.pdf , pada 14 Desember 2016

WWF Menghimbau Pemerintah Adili Pelaku Pembakaran Lahan dan Hutan”,

diakses melalui http://www.merdeka.com/politik/wwf-menghimbau-

pemerintah-adili-pelakupembakaran-lahan-dan-hutan-ozwljbh.html, pada 14

Desember 2016

Page 106: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY

HAZE POLLUTION

The Parties to this Agreement, REAFFIRMING the commitment to the aims and purposes of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) as set forth in the Bangkok Declaration of 8 August 1967, in particular to promote regional co-operation in Southeast Asia in the spirit of equality and partnership and thereby contribute towards peace, progress and prosperity in the region, RECALLING the Kuala Lumpur Accord on Environment and Development which was adopted by the ASEAN Ministers of Environment on 19 June 1990 which calls for, inter alia, efforts leading towards the harmonisation of transboundary pollution prevention and abatement practices, RECALLING ALSO the adoption of the 1995 ASEAN Co-operation Plan on Transboundary Pollution, which specifically addressed transboundary atmospheric pollution and called for, inter alia, establishing procedures and mechanisms for co-operation among ASEAN Member States in the prevention and mitigation of land and/or forest fires and haze, DETERMINED to give effect to the 1997 Regional Haze Action Plan and to the Hanoi Plan of Action which call for fully implementing the 1995 ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution, with particular emphasis on the Regional Haze Action Plan by the year 2001, RECOGNISING the existence of possible adverse effects of transboundary haze pollution,

Page 107: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

2

CONCERNED that a rise in the level of emissions of air pollutants within the region as forecast may increase such adverse effects, RECOGNISING the need to study the root causes and the implications of the transboundary haze pollution and the need to seek solutions for the problems identified, AFFIRMING their willingness to further strengthen international co-operation to develop national policies for preventing and monitoring transboundary haze pollution, AFFIRMING ALSO their willingness to co-ordinate national action for preventing and monitoring transboundary haze pollution through exchange of information, consultation, research and monitoring, DESIRING to undertake individual and joint action to assess the origin, causes, nature and extent of land and/or forest fires and the resulting haze, to prevent and control the sources of such land and/or forest fires and the resulting haze by applying environmentally sound policies, practices and technologies and to strengthen national and regional capabilities and co-operation in assessment, prevention, mitigation and management of land and/or forest fires and the resulting haze, CONVINCED that an essential means to achieve such collective action is the conclusion and effective implementation of an Agreement, Have agreed as follows:

PART I. GENERAL PROVISIONS

Article 1 Use of Terms

For the purposes of this Agreement: 1. “Assisting Party” means a State, international organisation, any

other entity or person that offer and/or render assistance to a Requesting Party or a Receiving Party in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

Page 108: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

3

2. “Competent authorities” means one or more entities designated and authorised by each Party to act on its behalf in the implementation of this Agreement.

3. “Controlled burning” means any fire, combustion or smouldering

that occurs in the open air, which is controlled by national laws, rules, regulations or guidelines and does not cause fire outbreaks and transboundary haze pollution.

4. “Fire prone areas” means areas defined by the national authorities as

areas where fires are most likely to occur or have a higher tendency to occur.

5. “Focal point” means an entity designated and authorised by each

Party to receive and transmit communications and data pursuant to the provisions of this Agreement.

6. “Haze pollution” means smoke resulting from land and/or forest fire

which causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment.

7. “Land and/or forest fires” means fires such as coal seam fires, peat

fires, and plantation fires. 8. “Member State” means a Member State of the Association of

Southeast Asian Nations. 9. “Open burning” means any fire, combustion or smouldering that

occurs in the open air. 10. “Party” means a Member State of ASEAN that has consented to be

bound by this Agreement and for which the Agreement is in force. 11. “Receiving Party” means a Party that accepts assistance offered by

an Assisting Party or Parties in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

12. “Requesting Party” means a Party that requests from another Party

or Parties assistance in the event of land and/or forest fires or haze pollution.

Page 109: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

4

13. “Transboundary haze pollution” means haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one Member State and which is transported into the area under the jurisdiction of another Member State.

14. “Zero burning policy” means a policy that prohibits open burning

but may allow some forms of controlled burning.

Article 2 Objective

The objective of this Agreement is to prevent and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, through concerted national efforts and intensified regional and international co-operation. This should be pursued in the overall context of sustainable development and in accordance with the provisions of this Agreement.

Article 3 Principles

The Parties shall be guided by the following principles in the implementation of this Agreement: 1. The Parties have, in accordance with the Charter of the United

Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment and harm to human health of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction.

2. The Parties shall, in the spirit of solidarity and partnership and in

accordance with their respective needs, capabilities and situations, strengthen co-operation and co-ordination to prevent and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated.

3. The Parties should take precautionary measures to anticipate,

prevent and monitor tranboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, to minimise its

Page 110: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

5

adverse effects. Where there are threats of serious or irreversible damage from transboundary haze pollution, even without full scientific certainty, precautionary measures shall be taken by Parties concerned.

4. The Parties should manage and use their natural resources,

including forest and land resources, in an ecologically sound and sustainable manner.

5. The Parties, in addressing transboundary haze pollution, should

involve, as appropriate, all stakeholders, including local communities, non-governmental organisations, farmers and private enterprises.

Article 4 General Obligations

In pursuing the objective of this Agreement, the Parties shall: 1. Co-operate in developing and implementing measures to prevent

and monitor transboundary haze pollution as a result of land and/or forest fires which should be mitigated, and to control sources of fires, including by the identification of fires, development of monitoring, assessment and early warning systems, exchange of information and technology, and the provision of mutual assistance.

2. When the transboundary haze pollution originates from within their

territories, respond promptly to a request for relevant information or consultations sought by a State or States that are or may be affected by such transboundary haze pollution, with a view to minimising the consequences of the transboundary haze pollution.

3. Take legislative, administrative and/or other measures to

implement their obligations under this Agreement.

Page 111: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

6

PART II. MONITORING, ASSESSMENT, PREVENTION AND RESPONSE

Article 5 ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze Pollution

Control 1. The ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze

Pollution Control, hereinafter referred to as “the ASEAN Centre”, is hereby established for the purposes of facilitating co-operation and co-ordination among the Parties in managing the impact of land and/or forest fires in particular haze pollution arising from such fires.

2. The ASEAN Centre shall work on the basis that the national

authority will act first to put out the fires. When the national authority declares an emergency situation, it may make a request to the ASEAN Centre to provide assistance.

3. A Committee composed of representatives of the national

authorities of the Parties shall oversee the operation of the ASEAN Centre.

4. The ASEAN Centre shall carry out the functions as set out in

Annex and any other functions as directed by the Conference of the Parties.

Article 6 Competent Authorities and Focal Points

1. Each Party shall designate one or more Competent Authorities and

a Focal Point that shall be authorised to act on its behalf in the performance of the administrative functions required by this Agreement.

2. Each Party shall inform other Parties and the ASEAN Centre, of its

Competent Authorities and Focal Point, and of any subsequent changes in their designations.

Page 112: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

7

3. The ASEAN Centre shall regularly and expeditiously provide to Parties and relevant international organisations the information referred to in paragraph 2 above.

Article 7 Monitoring

1. Each Party shall take appropriate measures to monitor:

a. all fire prone areas, b. all land and/or forest fires, c. the environmental conditions conducive to such land and/or

forest fires, and d. haze pollution arising from such land and/or forest fires.

2. Each Party shall designate one or more bodies to function as National Monitoring Centres, to undertake monitoring referred to in paragraph 1 above in accordance with their respective national procedures.

3. The Parties, in the event that there are fires, shall initiate immediate action to control or to put out the fires.

Article 8 Assessment

1. Each Party shall ensure that its National Monitoring Centre, at

agreed regular intervals, communicates to the ASEAN Centre, directly or through its Focal Point, data obtained relating to fire prone areas, land and/or forest fires, the environmental conditions conducive to such land and/or forest fires, and haze pollution arising from such land and/or forest fires.

2. The ASEAN Centre shall receive, consolidate and analyse the data communicated by the respective National Monitoring Centres or Focal Points.

3. On the basis of analysis of the data received, the ASEAN Centre shall, where possible, provide to each Party, through its Focal Point, an assessment of risks to human health or the environment

Page 113: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

8

arising from land and/or forest fires and the resulting transboundary haze pollution.

Article 9 Prevention

Each Party shall undertake measures to prevent and control activities related to land and/or forest fires that may lead to transboundary haze pollution, which include:

a. Developing and implementing legislative and other

regulatory measures, as well as programmes and strategies to promote zero burning policy to deal with land and/or forest fires resulting in transboundary haze pollution;

b. Developing other appropriate policies to curb activities that

may lead to land and/or forest fires; c. Identifying and monitoring areas prone to occurrence of land

and/or forest fires; d. Strengthening local fire management and firefighting

capability and co-ordination to prevent the occurrence of land and/or forest fires;

e. Promoting public education and awareness-building

campaigns and strengthening community participation in fire management to prevent land and/or forest fires and haze pollution arising from such fires;

f. Promoting and utilising indigenous knowledge and practices

in fire prevention and management; and

g. Ensuring that legislative, administrative and/or other relevant measures are taken to control open burning and to prevent land clearing using fire.

Page 114: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

9

Article 10 Preparedness

1. The Parties shall, jointly or individually, develop strategies and

response plans to identify, manage and control risks to human health and the environment arising from land and/or forest fires and related haze pollution arising from such fires.

2. The Parties shall, as appropriate, prepare standard operating

procedures for regional co-operation and national action required under this Agreement.

Article 11 National Emergency Response

1. Each Party shall ensure that appropriate legislative, administrative

and financial measures are taken to mobilise equipment, materials, human and financial resources required to respond to and mitigate the impact of land and/or forest fires and haze pollution arising from such fires.

2. Each Party shall forthwith inform other Parties and the ASEAN

Centre of such measures.

Article 12 Joint Emergency Response through the Provision of Assistance

1. If a Party needs assistance in the event of land and/or forest fires or

haze pollution arising from such fires within its territory, it may request such assistance from any other Party, directly or through the ASEAN Centre, or, where appropriate, from other States or international organisations.

2. Assistance can only be employed at the request of and with the

consent of the requesting Party, or, when offered by another Party or Parties, with the consent of the receiving Party.

3. Each Party to which a request for assistance is directed shall

promptly decide and notify the requesting Party, directly or through the ASEAN Centre, whether it is in a position to render the assistance requested, and of the scope and terms of such assistance.

Page 115: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

10

4. Each Party to which an offer of assistance is directed shall

promptly decide and notify the assisting Party, directly or through the ASEAN Centre, whether it is in a position to accept the assistance offered, and of the scope and terms of such assistance.

5. The requesting Party shall specify the scope and type of assistance

required and, where practicable, provide the assisting Party with such information as may be necessary for that Party to determine the extent to which it is able to meet the request. In the event that it is not practicable for the requesting Party to specify the scope and type of assistance required, the requesting Party and assisting Party shall, in consultation, jointly assess and decide upon the scope and type of assistance required.

6. The Parties shall, within the limits of their capabilities, identify and

notify the ASEAN Centre of experts, equipment and materials which could be made available for the provision of assistance to other Parties in the event of land and/or forest fires or haze pollution resulting from such fires as well as the terms, especially financial, under which such assistance could be provided.

Article 13 Direction and Control of Assistance

Unless otherwise agreed: 1. The requesting or receiving Party shall exercise the overall

direction, control, co-ordination and supervision of the assistance within its territory. The assisting Party should, where the assistance involves personnel, designate in consultation with the requesting or receiving Party, the person or entity who should be in charge of and retain immediate operational supervision over the personnel and the equipment provided by it. The designated person or entity should exercise such supervision in co-operation with the appropriate authorities of the requesting or receiving Party.

2. The requesting or receiving Party shall provide, to the extent

possible, local facilities and services for the proper and effective administration of the assistance. It shall also ensure the protection of personnel, equipment and materials brought into its territory by or on behalf of the assisting Party for such purposes.

Page 116: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

11

3. A Party providing or receiving assistance in response to a request

referred to in paragraph (1) above shall co-ordinate that assistance within its territory.

Article 14 Exemptions and Facilities in Respect of the Provision of Assistance

1. The requesting or receiving Party shall accord to personnel of the

assisting Party and personnel acting on its behalf, the necessary exemptions and facilities for the performance of their functions.

2. The requesting or receiving Party shall accord the assisting Party

exemptions from taxation, duties or other charges on the equipment and materials brought into the territory of the requesting or receiving Party for the purpose of the assistance.

3. The requesting or receiving Party shall facilitate the entry into, stay

in and departure from its territory of personnel and of equipment and materials involved or used in the assistance.

Article 15 Transit of Personnel, Equipment and Materials in Respect of the

Provision of Assistance

Each Party shall, at the request of the Party concerned, seek to facilitate the transit through its territory of duly notified personnel, equipment and materials involved or used in the assistance to the requesting or receiving Party.

PART III. TECHNICAL CO-OPERATION AND SCIENTIFIC RESEARCH

Article 16 Technical Co-operation

1. In order to increase the preparedness for and to mitigate the risks to

human health and the environment arising from land and/or forest

Page 117: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

12

fires or haze pollution arising from such fires, the Parties shall undertake technical co-operation in this field, including the following: a. Facilitate mobilisation of appropriate resources within and

outside the Parties;

b. Promote the standardisation of the reporting format of data and information;

c. Promote the exchange of relevant information, expertise,

technology, techniques and know-how;

d. Provide or make arrangements for relevant training, education and awareness-raising campaigns, in particular relating to the promotion of zero-burning practices and the impact of haze pollution on human health and the environment;

e. Develop or establish techniques on controlled burning

particularly for shifting cultivators and small farmers, and to exchange and share experiences on controlled-burning practices;

f. Facilitate exchange of experience and relevant information

among enforcement authorities of the Parties;

g. Promote the development of markets for the utilisation of biomass and appropriate methods for disposal of agricultural wastes;

h. Develop training programmes for firefighters and trainers to

be trained at local, national and regional levels; and

i. Strengthen and enhance the technical capacity of the Parties to implement this Agreement.

2. The ASEAN Centre shall facilitate activities for technical co-

operation as identified in paragraph 1 above.

Page 118: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

13

Article 17 Scientific Research

The Parties shall individually or jointly, including in co-operation with appropriate international organisations, promote and, whenever possible, support scientific and technical research programmes related to the root causes and consequences of transboundary haze pollution and the means, methods, techniques and equipment for land and/or forest fire management, including fire fighting.

PART IV. INSTITUTIONAL ARRANGEMENTS

Article 18 Conference of the Parties

1. A Conference of the Parties is hereby established. The first meeting

of the Conference of the Parties shall be convened by the Secretariat not later than one year after the entry into force of this Agreement. Thereafter, ordinary meetings of the Conference of the Parties shall be held at least once every year, in as far as possible in conjunction with appropriate meetings of ASEAN.

2. Extraordinary meetings shall be held at any other time upon the

request of one Party provided that such request is supported by at least one other Party.

3. The Conference of the Parties shall keep under continuous review

and evaluation the implementation of this Agreement and to this end shall:

a. Take such action as is necessary to ensure the effective

implementation of this Agreement;

b. Consider reports and other information which may be submitted by a Party directly or through the Secretariat;

c. Consider and adopt protocols in accordance with the Article 21 of this Agreement;

Page 119: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

14

d. Consider and adopt any amendment to this Agreement;

e. Adopt, review and amend as required any Annexes to this Agreement;

f. Establish subsidiary bodies as may be required for the implementation of this Agreement; and

g. Consider and undertake any additional action that may be required for the achievement of the objective of this Agreement.

Article 19 Secretariat

1. A Secretariat is hereby established. 2. The functions of the Secretariat shall include:

a. Arrange for and service meetings of the Conference of the Parties and of other bodies established by this Agreement;

b. Transmit to the Parties notifications, reports and other information received in accordance with this Agreement;

c. Consider inquiries by, and information from, the Parties, and

to consult with them on questions relating to this Agreement;

d. Ensure the necessary co-ordination with other relevant international bodies and in particular to enter into administrative arrangements as may be required for the effective discharge of the Secretariat functions; and

e. Perform such other functions as may be assigned to it by the

Parties. 3. The ASEAN Secretariat shall serve as the Secretariat to this

Agreement.

Page 120: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

15

Article 20 Financial Arrangements

1. A Fund is hereby established for the implementation of this

Agreement. 2. It shall be known as the ASEAN Transboundary Haze Pollution

Control Fund. 3. The Fund shall be administered by the ASEAN Secretariat under the

guidance of the Conference of the Parties. 4. The Parties shall, in accordance with the decisions of the

Conference of the Parties, make voluntary contributions to the Fund. 5. The Fund shall be open to contributions from other sources subject

to the agreement of or approval by the Parties. 6. The Parties may, where necessary, mobilise additional resources

required for the implementation of this Agreement from relevant international organisations, in particular regional financial institutions and the international donor community.

PART V. PROCEDURES

Article 21 Protocols

1. The Parties shall co-operate in the formulation and adoption of

protocols to this Agreement, prescribing agreed measures, procedures and standards for the implementation of this Agreement.

2. The Conference of the Parties may, at ordinary meetings, adopt

protocols to this Agreement by consensus of all Parties. 3. The text of any proposed protocol shall be communicated to the

Parties by the Secretariat at least six months before such a session.

Page 121: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

16

4. The requirements for the entry into force of any protocol shall be established by that instrument.

Article 22 Amendments to the Agreement

1. Any Party may propose amendments to the Agreement. 2. The text of any proposed amendment shall be communicated to the

Parties by the Secretariat at least six months before the Conference of the Parties at which it is proposed for adoption. The Secretariat shall also communicate proposed amendments to the signatories to the Agreement.

3. Amendments shall be adopted by consensus at an ordinary meeting

of the Conference of the Parties. 4. Amendments to this Agreement shall be subject to acceptance. The

Depositary shall circulate the adopted amendment to all Parties for their acceptance. The amendment shall enter into force on the thirtieth day after the deposit with the Depositary of the instruments of acceptance of all Parties.

5. After the entry into force of an amendment to this Agreement any

new Party to this Agreement shall become a Party to this Agreement as amended.

Article 23 Adoption and Amendment of Annexes

1. Annexes to this Agreement shall form an integral part of the

Agreement and, unless otherwise expressly provided, a reference to the Agreement constitutes at the same time a reference to the annexes thereto.

2. Annexes shall be adopted by consensus at an ordinary meeting of

the Conference of the Parties. 3. Any Party may propose amendments to an Annex.

Page 122: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

17

4. Amendments to an Annex shall be adopted by consensus at an ordinary meeting of the Conference of the Parties.

5. Annexes to this Agreement and amendments to Annexes shall be

subject to acceptance. The Depositary shall circulate the adopted Annex or the adopted amendment to an Annex to all Parties for their acceptance. The Annex or the amendment to an Annex shall enter into force on the thirtieth day after the deposit with the Depositary of the instruments of acceptance of all Parties.

Article 24 Rules of Procedure and Financial Rules

The first Conference of the Parties shall by consensus adopt rules of procedure for itself and financial rules for the ASEAN Transboundary Haze Pollution Control Fund to determine in particular the financial participation of the Parties to this Agreement.

Article 25 Reports

The Parties shall transmit to the Secretariat reports on the measures taken for the implementation of this Agreement in such form and at such intervals as determined by the Conference of the Parties.

Article 26 Relationship with Other Agreements

The provisions of this Agreement shall in no way affect the rights and obligations of any Party with regard to any existing treaty, convention or agreement to which they are Parties.

Article 27 Settlement of Disputes

Any dispute between Parties as to the interpretation or application of, or compliance with, this Agreement or any protocol thereto, shall be settled amicably by consultation or negotiation.

Page 123: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

18

PART VI. FINAL CLAUSES

Article 28 Ratification, Acceptance, Approval and Accession

This Agreement shall be subject to ratification, acceptance, approval or accession by the Member States. It shall be opened for accession from the day after the date on which the Agreement is closed for signature. Instruments of ratification, acceptance, approval or accession shall be deposited with the Depositary.

Article 29 Entry into Force

1. This Agreement shall enter into force on the sixtieth day after the

deposit of the sixth instrument of ratification, acceptance, approval or accession.

2. For each Member State ratifying, accepting, approving or acceding to the Agreement after the deposit of the sixth instrument of ratification, acceptance, approval or accession, the Agreement shall enter into force on the sixtieth day after the deposit by such Member State of its instrument of ratification, acceptance, approval or accession.

Article 30 Reservations

Unless otherwise expressly provided by this Agreement no reservations may be made to the Agreement.

Article 31 Depositary

This Agreement shall be deposited with the Secretary General of ASEAN, who shall promptly furnish each Member State a certified copy thereof.

Page 124: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

19

Article 32

Authentic Text This Agreement shall be drawn up in the English language, and shall be the authentic text. IN WITNESS WHEREOF the undersigned, being duly authorised by their respective Governments have signed this Agreement. Done at Kuala Lumpur, Malaysia on the tenth day of June in the year two thousand and two.

For the Government of Brunei Darussalam

For the Government of the Kingdom of Cambodia

H.E. Mr. Keo Puth Reasmey Ambassador Royal Embassy of the Kingdom of Cambodia in Malaysia For the Government of the Republic of Indonesia

Ms. Liana Bratasida Deputy Minister for Environment Conservation State Ministry of Environment

Page 125: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

20

For the Government of Lao People’s Democratic Republic

H.E. Prof. Dr. Bountiem Phissamay Minister to the Prime Minister’s Office Chairman of Science, Technology and Environment Agency For the Government of Malaysia

H.E. Dato’ Seri Law Hieng Ding Minister of Science, Technology and the Environment For the Government of the Union of Myanmar

U Thane Myint Secretary, National Commission for Environmental Affairs Director-General of the Ministry of Foreign Affairs For the Government of the Republic of the Philippines

Page 126: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

21

For the Government of the Republic of Singapore

H.E. Mr. Lim Swee Say Minister for the Environment For the Government of the Kingdom of Thailand

H.E. Mr. Chaisiri Anamarn Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary Royal Thai Embassy in Malaysia For the Government of the Socialist Republic of Viet Nam

H.E. Mr. Nguyen Van Dang Vice Minister of Agriculture and Rural Development

Page 127: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

22

ANNEX

Terms of Reference of the ASEAN Co-ordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control

The ASEAN Centre shall: 1. Establish and maintain regular contact with the respective National

Monitoring Centres regarding the data, including those derived from satellite imagery and meteorological observation, relating to: a. Land and /or forest fire; b. Environmental conditions conducive to such fires; and c. Air quality and levels of pollution, in particular haze arising from

such fires. 2. Receive from the respective National Monitoring Centres or Focal

Points the data above, consolidate, analyse and process the data into a format that is easily understandable and accessible.

3. Facilitate co-operation and co-ordination among the Parties to

increase their preparedness for and to respond to land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires.

4. Facilitate co-ordination among the Parties, other States and relevant

organisations in taking effective measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires.

5. Establish and maintain a list of experts from within and outside of the

ASEAN region who may be utilised when taking measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires, and make the list available to the Parties.

6. Establish and maintain a list of equipment and technical facilities

from within and outside of the ASEAN which may be made available when taking measures to mitigate the impact of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires, and make the list available to the Parties.

Page 128: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

23

7. Establish and maintain a list of experts from within and outside of the ASEAN region for the purpose of relevant training, education and awareness-raising campaigns, and make the list available to the Parties.

8. Establish and maintain contact with prospective donor States and

organisations for mobilising financial and other resources required for the prevention and mitigation of land and/or forest fires or haze pollution arising from such fires and preparedness of the Parties, including fire-fighting capabilities.

9. Establish and maintain a list of such donors, and make the list

available to the Parties. 10. Respond to a request for or offer of assistance in the event of land

and/or forest fires or haze pollution resulting from such fires by:

a. Transmitting promptly the request for assistance to other States and organisations; and

b. Co-ordinating such assistance, if so requested by the requesting

Party or offered by the assisting Party. 11. Establish and maintain an information referral system for the

exchange of relevant information, expertise, technology, techniques and know-how, and make it available to the Parties in an easily accessible format.

12. Compile and disseminate to the Parties information concerning their

experience and any other practical information related to the implementation of the Agreement.

13. Assist the Parties in the preparation of standard operating procedures

(SOP).

Page 129: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the
Page 130: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG

PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEANTENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari anggota negara-negara ASEAN memegang teguh dan konsisten terhadap komitmen solidaritas untuk bekerja sama di bidang pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan serta penyebaran asap lintas batas negara dengan memperhatikan prinsip-prinsip perjanjian internasional yang telah disepakati dan kepentingan nasional sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa asap yang berasal dari kebakaran lahan dan/atau hutan dapat menyebar sampai lintas batas negara dan berkecenderungan kuat mengakibatkan pencemaran lingkungan, merusak ekosistem, serta merugikan kesehatan manusia, maka diperlukan kerja sama antarnegara Asia Tenggara dalam mengendalikan penyebaran asap lintas batas negara;

c. bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani ASEAN Agreement on Transboundary HazePollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) pada tanggal 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengesahkan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) dengan Undang-Undang.

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 / 7

Page 131: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS)

Pasal 1

(1) Mengesahkan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas).

(2) Salinan naskah asli ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 14 Oktober 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 14 Oktober 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 258

2 / 7

Page 132: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG

PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEANTENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS)

I. UMUM

Kebakaran lahan dan/atau hutan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan dapat mengakibatkan pencemaran asap lintas batas negara. Pencemaran asap tersebut dapat merugikan kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan merusak ekosistem.

Asap dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma, bronchitis, pneumonia (radang paru), serta iritasi mata dan kulit. Selain itu, asap dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman karena sinar matahari terhalang asap sehingga proses fotosintesa tidak dapat dilakukan sempurna oleh tumbuhan.

Kepekatan asap juga memperpendek jarak pandang yang mengganggu transportasi darat, laut, sungai, dan udara serta kegiatan kehidupan sehari-hari sehingga memberi dampak negatif di bidang sosial dan ekonomi.

Indonesia telah melakukan upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan dampak pencemaran asap akibat kebakaran lahan dan/atau hutan di tingkat nasional. Namun demikian, untuk penanganan pencemaran asap lintas batas, Indonesia beserta negara ASEAN lainnya menyadari bahwa pencegahan dan penanggulangannya perlu dilakukan secara bersama-sama. Kerja sama antarnegara ASEAN ini didasari atas pelaksanaan komitmen, semangat kemitraan serta solidaritas negara ASEAN dalam menghadapi berbagai kendala penanganan asap lintas batas.

Hal ini juga sesuai dengan prinsip hukum internasional yang menyatakan bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk mengusahakan/memanfaatkan sumber daya alam sesuai kebijakan lingkungan dan pembangunan di wilayahnya masing-masing. Namun demikian, setiap negara juga wajib bertanggung jawab untuk menjamin setiap pengusahaan/pemanfaatan tersebut di dalam yurisdiksinya, tidak menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia di luar yurisdiksinya.

Masalah pencemaran asap di tingkat regional dibahas dalam pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup ASEAN dan kemudian diwujudkan dalam kesepakatan Menteri Lingkungan Hidup ASEAN pada 19 Juni 1990. Kesepakatan Menteri Lingkungan Hidup ASEAN tersebut dijabarkan lebih jauh dalam Rencana Kerja Sama ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas pada tahun 1995. Rencana kerja tersebut meliputi prosedur dan mekanisme untuk kerja sama pencegahan dan penanggulangan pencemaran asap lintas batas.

Kebakaran lahan dan/atau hutan pada tahun 1997 mengakibatkan pencemaran asap lintas batas di ASEAN. Kejadian pencemaran asap lintas batas tersebut dibahas di tingkat ASEAN dan menghasilkan Hanoi Plan of Action 1997 yang mencakupi upaya mengatasi masalah pencemaran asap lintas batas sebagai akibat kebakaran lahan dan/atau hutan.

Untuk memformalkan Rencana Kerja Sama ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas tahun 1995 dan mengefektifkan Hanoi Plan of Action 1997, Anggota ASEAN sepakat untuk membuat ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) atau disebut Persetujuan ASEAN, sebagai komitmen bersama.

Persetujuan ASEAN tersebut ditandatangani tahun 2002 dan berlaku efektif tahun 2007. Persetujuan

3 / 7

Page 133: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

ASEAN bertujuan mencegah dan menanggulangi pencemaran asap lintas batas sebagai akibat kebakaran lahan dan/atau hutan yang harus dilaksanakan melalui upaya nasional, regional, dan internasional secara intensif.

Dengan didasarkan pada komitmen, semangat kemitraan, dan tradisi solidaritas untuk mencapai perdamaian, kemajuan, dan kesejahteraan di antara negara ASEAN sebagaimana ditetapkan dalam Deklarasi Bangkok tahun 1967 dan menyadari perlunya pencegahan pencemaran asap lintas batas secara bersama oleh negara ASEAN, Indonesia memandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas.

Adapun manfaat mengesahkan Persetujuan ASEAN bagi Indonesia, antara lain:

1. mendorong peran aktif Indonesia dalam pengambilan keputusan dengan negara anggota ASEAN untuk melakukan pemantauan, penilaian, dan tanggap darurat dari kebakaran lahan dan/atau hutanyang mengakibatkan pencemaran asap lintas batas;

2. melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif pencemaran asap lintas batas akibat kebakaran lahan dan/atau hutan yang dapat merugikan kesehatan dan menurunkan kualitas lingkungan hidup;

3. memperkuat regulasi dan kebijakan nasional terkait pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas;

4. memanfaatkan sumber daya manusia dan peralatan yang ada di negara ASEAN dan di luar negara ASEAN baik melalui Sekretariat maupun ASEAN Coordinating Centre untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaranlahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas;

5. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui kerja sama ASEAN dan bantuan internasional dalam hal pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas;

6. memperkuat manajemen dan kemampuan dalam hal pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan baik di tingkat lokal, nasional maupun regional melalui kerja sama ASEAN dan bantuan internasional sehingga pencemaran asap dapat lebih dikendalikan.

Persetujuan ASEAN terdiri atas 32 (tiga puluh dua) Pasal dan 1 (satu) lampiran. Materi pokok PersetujuanASEAN mengatur antara lain hal-hal sebagai berikut:

1. Definisi

Persetujuan ASEAN mendefinisikan beberapa kelembagaan, di antaranya focal point, otoritas yang berwenang, pihak pemohon, pihak penerima, dan definisi teknis seperti pembakaran terkendali, pembakaran terbuka, daerah rawan kebakaran, pencemaran asap, dan kebakaran lahan dan/atau hutan.

2. Pemantauan

Persetujuan ASEAN mewajibkan setiap negara membentuk Pusat Pemantauan Nasional untuk melaksanakan pemantauan yang meliputi:

a. daerah rawan kebakaran;

b. kebakaran lahan dan/atau hutan;

c. kondisi lingkungan yang mendukung mengakibatkan kebakaran lahan dan/atau hutan;

d. pencemaran asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan dan/atau hutan.

4 / 7

Page 134: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

3. Penilaian

Penilaian dilakukan oleh ASEAN Coordinating Centre melalui mekanisme penerimaan informasi, yaitu:

a. Pusat Pemantauan Nasional mengomunikasikan secara regular hasil pemantauan;

b. ASEAN Coordinating Centre menerima, mengkonsolidasikan, dan menganalisis data dari Pusat Pemantauan Nasional;

c. berdasarkan analisis tersebut ASEAN Coordinating Centre memberikan penilaian risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

4. Pencegahan

Tindakan pencegahan dalam Persetujuan ASEAN mencakupi:

a. mengembangkan dan melaksanakan peraturan, program, dan strategi kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning policy);

b. mengembangkan kebijakan untuk menghambat aktivitas yang dapat mengakibatkan kebakaran lahan dan/atau hutan;

c. mengidentifikasi daerah rawan kebakaran;

d. memperkuat pengelolaan dan kapasitas pemadaman kebakaran di tingkat lokal;

e. meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan peran serta masyarakat;

f. meningkatkan dan memanfaatkan kearifan tradisional;

g. menjamin adanya tindakan hukum, administratif, dan tindakan lainnya.

5. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dapat dilakukan secara bersama-sama antarnegara ASEAN atau sendiri-sendiri. Kesiapsiagaan wajib dilakukan dengan:

a. mengembangkan strategi, rencana kesiapsiagaan serta mengendalikan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup;

b. menyiapkan prosedur operasional untuk kerja sama regional dan tindakan nasional.

6. Tanggap Darurat Nasional

Setiap Pihak wajib menjamin adanya tindakan legislatif, administratif, dan pendanaan untuk memobilisasi peralatan, bahan, sumber daya manusia, dan keuangan dalam pelaksanaan tanggap darurat nasional serta wajib segera memberitahu pihak lain dan ASEAN Centre mengenai tindakan tersebut.

7. Tanggap Darurat Bersama

Persetujuan ASEAN mengatur tanggap darurat bersama dengan syarat:

a. melalui proses permohonan bantuan dan persetujuan pemohon;

b. permohonan bantuan diajukan baik secara langsung maupun melalui ASEAN Coordinating Centre kepada Para Pihak ataupun kepada negara lain atau organisasi internasional;

c. pencemaran asap dari kebakaran lahan dan/atau hutan;

d. bantuan harus rinci, tertulis, dan jelas;

e. Para Pihak mengidentifikasi dan memberitahukan ASEAN Coordinating Centre mengenai tenaga ahli dan peralatan bantuan yang dapat disediakan.

5 / 7

Page 135: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

8. Petunjuk dan Pengendalian Bantuan

Persetujuan ASEAN mengatur petunjuk dan pengendalian bantuan yaitu:

a. Pihak pemohon bantuan wajib melaksanakan petunjuk, pengendalian, koordinasi, dan pengawasan bantuan di wilayahnya;

b. Pihak pemberi bantuan wajib menunjuk orang/badan untuk melakukan pengawasan atas personel, peralatan, dan bekerja sama dengan Pihak pemohon bantuan;

c. Pihak pemohon bantuan menyediakan fasilitas lokal dan pelayanan administrasi yang tepat dan efektif; dan

d. Pihak pemberi dan penerima bantuan wajib mengkoordinasikan bantuan di wilayahnya masing-masing.

9. Pengecualian dan Fasilitas dalam Ketentuan Pemberian Bantuan

Persetujuan ASEAN memberikan pengecualian berupa pembebasan pajak dan fasilitas untuk memasukkan personel, peralatan, dan bahan agar pemberian bantuan efektif dan efisien.

10. Transit Personel, Peralatan, dan Bahan dalam Ketentuan Pemberian Bantuan

Pihak lain yang wilayahnya menjadi tempat transit wajib memberikan fasilitas bagi personel, peralatan, dan bahan yang dibutuhkan atau digunakan dalam pemberian bantuan.

11. Kerja Sama Teknis

Para Pihak wajib melakukan kerja sama teknis yang difasilitasi ASEAN Coordinating Centre untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi risiko terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia antara lain:

a. mobilitas sumber daya;

b. standardisasi format laporan;

c. pertukaran informasi, tenaga ahli, teknologi, teknik, dan keterampilan;

d. perencanaan pelatihan, pendidikan, dan kampanye peningkatan kesadaran;

e. pengembangan teknik pembakaran terkendali;

f. pertukaran pengalaman dan informasi di antara lembaga penegak hukum;

g. pengembangan pasar untuk pemanfaatan bio massa;

h. pengembangan program pelatihan bagi pemadam kebakaran;

i. memperkuat dan meningkatkan kapasitas teknis.

12. Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah wajib dilakukan baik secara bersama-sama maupun antarnegara ASEAN maupun sendiri-sendiri untuk:

a. mempromosikan dan mendukung program penelitian ilmiah dampak terhadap kesehatan masyarakat jangka panjang;

b. mengembangkan cara, metode, teknik dan peralatan untuk pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan termasuk pemadaman kebakaran.

Peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan Persetujuan ASEAN, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);

6 / 7

Page 136: KEPUTUSAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42128/2/SHOFI... · Specialized Monitoring Center. ASOEN ASEAN . Senior Officials on the

www.hukumonline.com

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Persetujuan dalam bahasa Indonesia dan naskah aslinya dalam bahasa Inggris, maka yang berlaku adalah naskah asli Persetujuan dalam bahasa Inggris.

Pasal 2

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5592

7 / 7