kohort dan cross

12
A. Design Studi Cross-Sectional Studi potong lintang untuk penelitian analitik adalah studi yang mempelajari prevalensi, distribusi maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat. Studi potong lintang pada dasarnya adalah survey (Rothman, 2002; CDC, 2002). Berikut skema dari design studi cross-sectional: Skema Design Studi Cross-Sectional Berdasarkan gambar diatas, peneliti menentukan populasi yang akan diteliti, melakukan pencuplikan (random, fixed exposure atau fixed exposure) lalu mengumpulkan informasi dari individu-individu dalam sampel tentang status penyakit, paparan, atau kedua-duanya. Karena data diperoleh pada suatu titik waktu maka studi cross-sectional ibarat “memotret” frekuensi penyakit, paparan faktor penelitian atau kedua-

Upload: rebecca-sihombing

Post on 29-Nov-2015

73 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kohort Dan Cross

A. Design Studi Cross-Sectional

Studi potong lintang untuk penelitian analitik adalah studi yang mempelajari prevalensi,

distribusi maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati

status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya secara serentak pada

individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat. Studi potong lintang pada dasarnya

adalah survey (Rothman, 2002; CDC, 2002). Berikut skema dari design studi cross-sectional:

Skema Design Studi Cross-Sectional

Berdasarkan gambar diatas, peneliti menentukan populasi yang akan diteliti, melakukan

pencuplikan (random, fixed exposure atau fixed exposure) lalu mengumpulkan informasi dari

individu-individu dalam sampel tentang status penyakit, paparan, atau kedua-duanya. Karena

data diperoleh pada suatu titik waktu maka studi cross-sectional ibarat “memotret” frekuensi

penyakit, paparan faktor penelitian atau kedua-duanya pada suatu populasi pada suatu saat

(Rothman, 2002; CDC, 2002).

Prosedur pencuplikan random sederhana dapat digunakan pada studi cross-sectional

analitik jika frekuensi paparan maupun penyakit cukup tinggi. Sebagai alternative studi

cross-sectional dapat juga melakukan pencuplikan sampel berdasarkan status paparan atau

status penyakit. Fixed exposure sampling merupakan cara pemilihan sampel berdasarkan

status paparan subjek penelitian. Fixed exposure sampling terutama digunakan digunakan

untuk paparan langka. Fixed disease sampling merupakan cara pemilihan sampel

berdasarkan status penyakit subjek penelitian. Fixed disease sampling terutama digunakan

pada keadaan penyakit langka.

Page 2: Kohort Dan Cross

1. Kekuatan Dan Kelemahan Design Studi Cross-Sectional

a. Kekuatan :

1) Desain penelitian mudah untuk dilakukan dan biayanya murah

2) Desain yang efesien untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan

dengan distribusi sejumlah karakteristik populasi, misalnya usai, jenis kelamin,

pendidikan, social ekonomi, dan lain-lain.

3) Sebagai studi analitik, potong lintang bermanfaat untuk menformulasikan

hipotesis hubungan kausal yang akan diuji dalam studi analitik lainnya seperti

kasus kontrol dan kohort

4) Tidak memaksa subjek mengalami faktor yang merugikan kesehatan (tidak

adanya perlakuan)

b. Kelemahan :

1) Studi potong terbatas untuk menganalisis hubungan kausal antara faktor risiko

dan penyakit karena tidak dapat menjelaskan runtutan waktu antara faktor risiko

dengan penyakit (Gerstman, 2003)

2) Penggunaan data prevalensi, padahal dalam penelitian faktor risiko dan etiologi

penyakit menuntut penggunaan data insidensi penyakit artinya bahwa pengamatan

status penyakit harus segera dilakukan pada fase awal klinis penyakit,

keterlambatan mengidentifikasi penyakit terutama pada penyakit dengan durasi

yang pendek dan penyakit yang langka akan menghasilkan frekuensi penyakit

yang berbeda (Murti, 2003)

2. Prevalence Ratio

Studi cross-sectional membandingkan proporsi orang-orang yang terpapar yang

mengalami penyakit (a/(a+b)) dengan orang-orang yang tidak terpapar yang

mengalami penyakit (c/(c+d)). Prevalence Ratio (PR) menunjukkan peran faktor

risiko dalam terjadinya efek pada studi potong lintang. PR dapat dihitung secara

sederhana yaitu dengan menggunakan table 2x2 sebagai berikut:

Faktor Risiko Penyakit TotalYa Tidak

Terpapar a b a+bTidak Terpapar c d c+d

Page 3: Kohort Dan Cross

Total a+c b+d a+b+c+d=NRumus untuk menghitung prevalence ratio (PR) adalah sebagai berikut :

PR = a/ (a+b)

c/ (c+d)

PR harus selalu disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) yang

dikehendaki, misalnya interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil PR adalah :

1) Jika nilai PR = 1 maka variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada

pengaruh dalam terjadinya efek/penyakit.

2) Jika nilai PR > 1 maka variabel tersebut sebagai faktor risiko terjadinya

efek/penyakit.

3) Jika nilai PR < 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif terjadinya

efek/penyakit.

Page 4: Kohort Dan Cross

B. Design Studi Kohort

Studi kohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan

penyakit dengan cara membandingkan kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar

berdasarkan status penyakit. Kemudian diikuti sepanjang suatu periode waktu tertentu untuk

melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami

efek/penyakit. Studi kohort termasuk jenis design studi prospektif atau longitudinal, dimana

subjek diikuti selama periode tertentu. Dengan menggunakan design studi kohort, maka

peneliti mengetahui lebih dari satu efek/penyakit tetapi sedikit paparan.

Berdasarkan waktu kronologis antara kejadian fenomena sesungguhnya dan waktu

penelitian, studi kohort dibagi menjadi dua jenis yaitu kohort prospektif dan kohort

retrospektif. (Rothman, 2002; Eric, 2002).

1) Kohort Prospektif

Dikatakan kohort prospektif dikarenakan peneliti melakukan identifikasi paparan di

awal penelitian kemudian dilakukan follow up untuk melihat kejadian penyakit di

masa yang akan dating (Gordis, 1996).

Skema Kohort Prospektif

2) Kohort Retrospektif

Pada studi kohort retrospektif, membandingkan antara kelompok terpapar dan tidak

terpapar dengan menggunakan data historis dari masa lalu dan hasil penelitian

dipastikan pada saat penelitian dimulai (Gordis, 1996).

Page 5: Kohort Dan Cross

Skema Kohort Retrospektif

1. Kekuatan dan Kelemahan Studi Kohort

a. Kekuatan studi kohort meliputi :

1) Dapat diketahui sekuens waktu antara paparan dan penyakit dapat diketahui

secara pasti.

2) Pada studi kohort dapat menghitung laju insidensi (kecepatan terjadinya penyakit)

karena penelitian dimulai dari faktor risiko sampai terjadinya penyakit.

3) Dapat meneliti paparan langka

4) Studi kohort memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek secara serentak

dari sebuah paparan. Misalnya apabila kita telah mengidentifikasi kohort

berdasarkan pemakaian kontrasepsi oral (Pil KB) maka dengan studi kohort dapat

diketahui sejumlah kemungkinan efek kontrasepsi oral pada sejumlah penyakit

seperti infark miokardium, kanker payudara dan kanker ovarium.

5) Studi kohort prospektif, bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan paparan

kecil. Sebab penyakit yang diteliti belum terjadi. Sebaliknya pada studi kohort

retrospektif ada kemungkinan terjadi bias yang menyerupai studi kasus kontrol

Page 6: Kohort Dan Cross

sebab semua peristiwa yang relevan telah terjadi pada saat peneliti memulai

penelitiannya.

6) Tidak ada subjek yang sengaja dirugikan karena tidak mendapat terapi yang

bermanfaat atau mendapat paparan faktor yang merugikan kesehatan.

7) Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih menyakinkan.

b. Kelemahan kohort meliputi :

1) Studi kohort propektif lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama

Sedangkan studi retrospektif membutuhkan ketersediaan data sekunder yang

lengkap.

2) Studi kohort tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang

langka

3) Hilangnya subjek selama penelitian karena imigrasi, tingkat partisipasi yang

rendah, atau meninggal dan sebagainya merupakan masalah yang mengganggu

validitas penelitian

4) Karena faktor penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu pada awal penelitian

maka studi kohort tidak cocok untuk merumuskan hipotesis.

2. Memilih Kelompok Terpapar Dan Tidak Terpapar

Pada studi kohort harus diperhatikan kelompok yang akan dijadikan penelitian, baik

pada kelompok terpapar ataupun tidak terpapar.

a. Kelompok terpapar

Kelompok terpapar dapat diperoleh dari populasi umum dan populasi khusus.

1) Populasi Umum

Pemilihan kelompok terpapar yang berasal dari populasi umum memungkinkan

peneliti mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dari subjek penelitian.

Populasi umum merupakan pilihan yang tepat pada beberapa keadaan seperti :

prevalensi paparan pada populasi cukup tinggi, mempunyai batas geografik yang

jelas, secara demografik stabil dan ketersediaan catatan demografik yang lengkap.

Page 7: Kohort Dan Cross

2) Populasi Khusus

Pemilihan populasi khusus merupakan pilihan alternatif apabila prevalensi

paparan dan penyakit pada populasi umum rendah.

b. Kelompok Tidak Terpapar

Kelompok tidak terpapar dapat dipilih dari populasi kohor atau populasi umum.

1) Populasi Kohort

Kelompok tidak terpapar dapat dipilih dari populasi yang sama dengan populasi

kelompok terpapar.

2) Populasi Umum

Kelompok tidak terpapar juga dapat dipilih dari populasi yang bukan populasi

asal kelompok terpapar, tetapi harus dipastikan kedua populasi harus sama dalam

hal faktor-faktor yang merancukan penilaian hubungan antara paparan dan

penyakit yang sedang diteliti.

3. Bias dalam Design Studi Kohort

Sejumlah potensi bias harus bisa dihindari atau diperhitungkan dalam melakukan studi

kohort. Bias yang utama meliputi : (Gordis, 1996)

a. Bias dalam penilaian hasil

b. Bias Informasi

c. Bias non-respon dan losses follow-up

d. Bias Analisis

4. Resiko Relative

Pada desain studi kohort, peneliti dapat menghitung besarnya risiko yang dihadapi

kelompok terpapar untuk terkena penyakit. Untuk menilai besarnya risiko terjadinya

penyakit pada kelompok terpapar dapat digunakan perhitungan yang meliputi RR (risiko

relative/ relative risk) dan risiko atribut (attributable risk).

Page 8: Kohort Dan Cross

Faktor Risiko Penyakit TotalYa Tidak

Terpapar a b a+bTidak Terpapar c d c+dTotal a+c b+d a+b+c+d=N

Risiko Relatif (RR) adalah perbandingan antara insidensi penyakit yang muncul

dalam kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang muncul dalam kelompok tidak

terpapar. Berdasarkan tabel 2x2 diatas, peneliti dapat menghitung rumus RR sebagai

berikut :

RR = a/a+b

c/ c+d

RR harus disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) yang dikehendaki,

misalnya interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil RR adalah:

a) Jika nilai RR =1 maka variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruh

dalam terjadinya efek atau dengan kata lain bukan sebagai faktor risiko terjadinya

efek (penyakit / masalah kesehatan)

b) Jika nilai RR >1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1 maka

variabel tersebut sebagai faktor risiko terjadinya efek (penyakit/masalah kesehatan)

c) Jika nilai RR <1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1 maka

faktor yang kita teliti merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek

(penyakit/masalah kesehatan)

Risiko atribut (attributable risk AT) adalah selisih antara insidensi penyakit yang

diderita kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang diderita kelompok yang tidak

terpapar. Berdasarkan tabel 2x2, peneliti juga dapat menghitung attributable risk

sebagai berikut :

AT = ( aa+b)−( c

c+d )Dalam studi kohort, dapat juga dihitung laju insidensi (incidence density) yaitu

kecepatan kejadian baru penyakit pada populasi. Rumus menghitung laju insidensi

adalah sebagai berikut :

Laju insidensi = jumlah kasus baru penyakit

Page 9: Kohort Dan Cross

Jumlah orang yang berisiko x lama waktu

berisiko

Gordis, Leon. 1996. Epidemiology. W B Saunders Company. Philadelphia, USA.