laporan kta
DESCRIPTION
pertanianTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMKONSERVASI TANAH DAN AIR
ACARA IPENGUKURAN ENERGI KINETIK HUJAN DENGAN METODE
SPLASH CUPS
Oleh:
Nama : Ilyana Iman ZalisNIM : A1L012084Kelas : Agroteknologi B
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2014
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya alam utama, yaitu tanah dan air mudah mengalami degradasi
atau kerusakan. Kerusakan tanah dan air sebagai contoh adalah berkurangnya atau
hilangnya bahan organik dari daerah perakaran, penjenuhan tanah atau air
(waterlogging) dan akumulasi mineral ke dalam air sehingga mengakibatkan
turunnya kualitas air. Salah satu penyebab yang paling utama dari kejadian –
kejadian kerusakan diatas adalah erosi oleh air.
Di daerah beriklim basah seperti di Indonesia kerusakan lahan terutama
disebabkan oleh hanyutnya tanah terbawa air atau yang disebut dengan erosi.
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkatnya tanah atau bagian – bagian
tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Di daerah tropika basah
seperti di Indonesia, media alami sebagai penyebab utama erosi adalah air hujan.
Bila tanah terbuka tertimpa hujan, maka akan terjadi percikan yang
menjadikan sebagian permukaan tanah menjadi lumpur. Sebagian lumpur ini
terbawa oleh aliran permukaan sebagai erosi, sebagian lagi ikut meresap kedalam
tanah. Butiran yang terbawa meresap kedalam tanah akan menyumbat pori tanah
sehingga laju infiltrasi makin lama makin lambat yang berakibat semakin
membesarnya aliran permukaan.
Jumlah air hujan yang turun pada setiap tempat berbeda – beda, jumlah air
hujan yang turun pada kurun waktu tertentu disebut curah hujan. Perhitungan
curah hujan sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan air tanaman,
2
pembangunan jembatan, irigasi dan drainase. Oleh karena perbedaan jumalah air
hujan yang turun pada tiap tempat berbeda maka pengukuran curah hujan perlu
dilakukan di tiap wialayah.
B. Tujuan
1. Mengetahui besarnya energi kinetik hujan melalui pendekatan Splash Cups
2. Mengetahui energi kinetik hujan pada berbagai macam vegetasi
3. Melihat hubungan antar energi kinetik hujan dengan jumlah curah hujan
bulanan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan sebagai akibat
berlangsungnya proses eksogen dan endogen secara terus – menerus. Proses
endogen adalah proses yang berasal dari dalam kerak bumi karena adanya
aktivitas gunung api, tektonik maupun gempa bumi. Aktivitas tersebut
menghasilkan struktur geologi maupun geomorfologi permukaan bumi. Proses
endogen antara lain proses kegunungapian, proses pembentukan perbukitan dan
pegunungan. Proses eksogen berlangsung pada permukaan bumi dan tenaganya
berasal dari luar kulit bumi. Tenaga yang bekerja disebut tenaga geomorfologi,
yaitu semua tenaga alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di
permukaan bumi. Tenaga – tenaga tersebut berupa air yang mengalir, gletser, air
tanah, gelombang, arus laut dan angin. Akibat terjadinya proses endogen tersebut
dipengaruhi oleh faktor geologis, iklim, topografi, vegetasi dan tanah (Lihawa,
2009).
Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah
dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, ataupun angina (Arsyad, 1989).
Di daerah tropis basah seperti Indonesia erosi terutama disebabkan oleh air. Erosi
air timbul apabila tersapat aksi disperse dan tenaga pengangkut oleh air hujan
yang mengalir di permukaan tanah. Selama terjadi hujan, limpasan permukaan
berubah terus dengan cepat, teteapi pada waktu mendekati akhir hujan, limpasan
permukaan berkurang dengan laju yang sangat rendah dan pada saat ini tidak
terjadi erosi (Asmaranto et al., 2012).
4
Faktor – faktor yang memperngaruhi erosi yang terjadi di alam tidak hanya
terjadi karena adanya faktor tanah, melainkan juga dipengaruhi oleh vegetasi,
kemiringan dan manusia sehingga menurut Utomo (1994) erosi dinyatakan dalam
rumus sebagai berikut:
E = f (i, r, v, t, m)
Dimana E = erosi, i = iklim, r = topografi, v = vegetasi, t = tanah dan m =
manusia.
Erosi tanah merupakan gabungan dari dua proses, yaitu tahap pelepasan
butiran tanah dari agregatnya yang kemudian disusul oleh tahap pengangkutan
butir tanah yang telah lepas terutama oleh tetesan hujan, proses ini merupakan
proses yang menentukan terjadinya erosi. Erosi disebabkan oleh kegiatan disperse
dan pengangkutan oleh air hujan yang mengalir di permukaan tanah, kekuatan
dispersi dan pengankutan oleh air ditentukan oleh:
1. Tenaga penghancur butir – butir hujan
2. Daya tahan tanah terhadap dispersi dan pengangkutan oleh air
Kecepatan erosi merupakan kerja interaksi dan atau interrelasi antara curah hujan,
aliran permukaan, angina, tanah, kemiringan lereng, tanaman penutup., serta ada
atau tidaknya usaha pengawetan tanah oleh manusia (Damayanti, 2005).
Menurut Kuncoro (2012) erosi dibagi menjadi 4 macam, yaitu: erosi percik,
erosi lembar, erosi alur dan erosi parit. Setiap macam erosi meninggalkan
bentukan hasil atau sisa yang khas untuk masing – masing macam erosi. Erosi
percik meninggalkan bentukan berupa pedestal, yaitu menara – menara mikro
5
pada permukaan tanah, ketinggian dari pedestal tersebut menggambarkan
kehilangannya tanah. Erosi lembar menyisakan bentuk berupa lembaran pada
permukaan tanah dimana terlihat bentukan kasar yang tersusun dan tersebar
merata dibandingkan dengan sekitarnya. Erosi alur menyisakan bentukan berupa
alur – alur kecil yang pada perkembangan selanjutnya membentuk parit dan
menggambarkan bentukan erosi parit.
6
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain Splash Cups, timbangan
analitik, dapur pengering, kantong plastik, dan botol pemancar.
Bahan yang digunakan adalah pasir lolos saringan 0,5 mm dan aquades.
B. Prosedur Kerja
1. Lokasi yang mempunyai berbagai vegetasi dicari dan ditentukan titik – titik
pemasangan Splash Cups. Dipasang pula di tempat terbuka sebagai
pembanding.
2. Splash Cups diisi dengan pasir yang telah dicuci berdiameter 0,25 – 0,50
mm sampai penuh. Sambil diketuk – ketuk secara pelan – pelan hingga rata.
3. Splash Cups yang terisi pasir dikeringkan ke dalam dapur pengering
sehingga mencapai kering mutlak (pada suhu 110 ˚C selama 20 – 30 jam).
4. Splash Cups didinginkan di dalam eksikator sampai menjadi dingin (kurang
lebih 15 – 30 menit) dan setelah dingin ditimbang.
5. Splash Cups yang telah diketahui beratnya ditempatkan pada titik
pengamatan yang telah ditentukan.
6. Setelah 3 hari, Splash Cups tersebut ditimbang setelah dikeringkan.
7. Hasil pengamatan dicatat dalam table
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Energi kinetik
NoNaungan
EkNon naungan
EkAwal (a) Akhir (b) Awal (a) Akhir (b)
1 300 294,8 0,87 330,8 228,2 17,1
2 324,9 321,3 0,6 292,9 289 0,65
3 285,1 278,5 1,1 295,7 283,5 2,03
4 299,4 253,8 7,6 294 292 0,33
5 260,8 234,1 1,12 267 263,9 0,52
6 279,5 277 0,42 284,9 282 0,48
7 274,5 273,8 0,12 302,2 292,4 1,63
8 266 258,6 1,23 285,0 258,1 4,48
9 303,4 298,6 0,8 257,7 242,7 2,5
10 288,8 283,4 0,9 303,1 296,3 1,13
∑ 2882,40 2793,90 14,76 2913,3 2728,10 30,85
Rata2 288,24 279,39 1,476 291,33 272,81 3,085
Tabel 2. Uji T
No Ek Naungan (a) Ek non naungan (b) a – b (gram) (a – b)2 gram
1 0,87 17,1 16,23 263,41
2 0,6 0,65 -0,05 0,0025
3 1,1 2,03 0,93 0,86
4 7,6 0,33 7,27 52,85
5 1,12 0,52 0,6 0,36
6 0,42 0,48 0,06 0,0036
7 0,12 1,63 1,51 2,28
8 1,23 4,48 -3,25 10,56
8
9 0,8 2,5 -1,7 2,89
10 0,9 1,3 -0,4 0,16
∑ 14,76 30,85 -16,26 333,38
Rata2 1,476 3,085 -1,626 33,338
Sd2 = JK
n−1
= 333,3810−1
= 333,38
9
= 37,04
Sd = S d2
n
= 37,04
10
= 3,704
T hit = a−bS d
= −1,6263,704
= 0,44
T tabel : T (α: 5%; 9) = 2,262
T Hitung < T tabel → 0,44 < 2,262
Artinya besarnya energi kinetik pada daerah terbuka dan ternaungi tidak
berbeda nyata.
B. Pembahasan
Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian –
bagian tanah dari suatu tempat yang tersangkut oleh air atau angina ke
tempat lain. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan
diendapkan di tempat – tempat aliran air melambat seperti sungai, saluran
– saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Hali ini berdampak
pada mendangkalnya sungai sehingga mengakibatkan semakin seringnya
terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau
(Dewi et al., 2012). Sedangkan menurut Lihuwa (2009), erosi merupakan
salah satu bentuk proses eksogen yang dapat merubah konfigurasi
9
permukaan bumi. Erosi merupakan proses pengikisan permukaan bumi
oleh tenaga yang melibatkan pengangkatan benda – benda, seperti air
mengalir, air, angin dan gelombang atau arus.
Menurut Suripin (2001) erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap
pelepasan partikel tunggal dari masa tanah dan tahap pengangkutan oleh
media yang erosive seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana
energi yang tersedia tidak lagi culup untuk mengangkut partikel, maka
akan terjadi tahap ketiga yaitu pengendapan.
Gambar 1. Diagram proses terjadinya erosi air (Meyer dan Wischmeier, 1969 di dalam Hardjowigeno 1995)
10
Proses terjadinya erosi di suatu lereng dapat digambarkan dengan
suatu diagram pada Gambar 1 (Mayer dan Wischmeier, 1969) dalam
Hardjowigeno (1995). Untuk dapat terjadi erosi, tanah harus dihancurkan
oleh curah hujan dan aliran permukaan, kemudian diangkut ke tempat lain
oleh curah hujan dan aliran permukaan. Pada Gambar 1 dapat dilihat
bahwa pada suatu bagian lereng terdapat input bahan – bahan tanah yang
dapat dierosikan yang berasal dari lereng atas serta penghancuran tanah di
tempat tersebut oleh pukulan curah hujan dan pengikisan aliran
permukaan. Kecuali itu terdapat output akibat pengangkutan tanah oleh
curah air hujan dan aliran permukaan (run off). Bila total daya angkut dari
air tersebut (curah air hujan + aliran permukaan), lebih besar dari tanah
yang tersedia, maka akan terjadi erosi. Sebaliknya bila total daya angkut
lebih kecil dari total tanah yang dihancurkan akan terjadi pengendapan di
bagian lereng tersebut (Purnama, 2008).
Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang
dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena
kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan,
yaitu 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3)
erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah
longsor (land slide), dan 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion)
(Rahim, 1995 dan Nursa’ban, 2006).
Erosi terdiri atas normal erosion (erosi alamiah) dan accerlarated
erosion atau erosi yang dipercepat. Dari kedua macam erosi itu, erosi yang
11
dipercepatlah yang bentuk – bentuknya perlu kita perhatikan, selain itu
erosi macam ini juga sering terjadi karena perbuatan manusialah yang
mendorongnya.
Gambar 2. Klasifikasi erosi
Hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki energi kinetik yang
dapat dibagi menjadi dua, yaitu energi potensial dan energi kinetik. Energi
kinetik merupakan energi yang terjadi ketika hujan jatuh ke permukaan
tanah dengan kecepatan dan butir hujan tertentu sehingga dapat
menghancurkan agregat – agregat tanah. Peningkatan energi dalam
penghancuran agregat tanah ini didukung oleh faktor kemiringan lereng.
Pinczes (1981) menyatakan bahwa parameter kelerengan dapat dibagi
menjadi dua yaitu sudut lereng dan energi lereng. Sudut lereng adalah
sudut yang terbentuk terhadap bidang horizontal. Energi lereng adalah
besarnya energi potensial yang dipengaruhi oleh topografi di wilayah
tersebut. Zachar (1982) menyatakan bahwa apabila tekuk lereng semakin
besar maka koefisien aliran dan daya angkut meningkat, kstabilan tanah
12
dan kestabilan lereng menurun, erosi percik meningkat dan perpindahan
material tanah lebih besar. Kedua faktor tersebut merupakan pemicu
terjadinya erosi (Tarigan, 2012).
Pengendalian erosi dapat dilakukan melalui tiga metode, yaitu
metode vegetas (biologi), metode mekanis dan metode pemakaian bahan –
bahan pemantap tanah (soil conditioner) (Sarief, 1985).
1. Metode Vegetasi
Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa – sisanya
untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak
aliran permukaan. Yaitu dengan melakukan penanaman berbagai jenis
tanaman. Fungsi tanaman untuk melindungi tanah terhadap daya tumbuhan
butir – butir air hujan, melindungi tanah terhdap daya perusak aliran air di
atas permukaan dan memperbaiki penyerapan air oleh tanaman
(Kartasapoetra, 1991). Disamping itu tanaman dalam metode ini dapat
berfungsi melindungi tanah dari aliran permukaan, dan memperbaiki
kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang akan mempengaruhi
besarnya aliran permukaan.
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam usaha konservasi tanah
secara vegetasi adalah:
a. Sisa – sisa tumbuhan penutup tanah
b. Penanaman tanaman penutup tanah
c. Pergiliran tanaman
d. Penanaman tumbuhan dalam jalur
13
2. Metode Teknis Mekanis
Pengendalian erosi secara teknis mekanis adalah usaha – usaha
pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah
lahan pertanian dengan cara – cara mekanis. Usaha pengendalian erosi
secara teknis mekanis berupa bangunan – bangunan teknis pada lahan yang
miring, berupa teras dan saluran pembuangan air (Sarief, 1985). Metode
mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi: a) memperlambat aliran
permukaan, b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan
kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi
air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d) menyediakan air
bagi tanaman.
Adapun usaha – usaha teknis untuk pengendalian erosi dapat berupa:
a. Pembuatan teras
b. Saluran pembuangan air (SPA)
c. DAM penahan
d. Penghijauan
3. Metode Kimiawi
Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia
sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil
conditioner, yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh
soil conditioner yaitu PVA (Polyvinyl alcohol), PPA (Poly acrylic acid),
VAMA (Vinyl acetate malcic acidcopolymer). DAEMA (Dimethyl amino
ethyl metacrylate), dan Emulsi Bitumen.
14
Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua
metode pengendalian erosi atau bahakan ketiga metode tersebut di atas dan
digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.
Energi kinetik hujan merupakan faktor utama dalam erosi akibat air
hujan. Energi kinetik hujan adalah nilai energi total yang terjadi akibat
transformasi jatuh butiran hujan menjadi energi mekanik yang
memberikan nilai pada suatu intensitas tertentu dan merupakan estimasi
dari distribusi ukuran butir hujan untuk intensitas tersebut. Energi kinetik
hujan dapat menyebabkan hancurnya agregat permukaan tanah hingga
mempermudah pengangkutan bila terjadi aliran permukaan. Hudson
(1985) menyatakan bahwa energi kinetik dapat dihitung menggunakan
rumus dasar:
EK=12
M V 2
Dimana EK = energi kinetic (joule/ha/mm), m = massa butiran hujan (kg), v =
kecepatan jatuh butiran hujan (m/detik).
Bertambahnya jumlah butiran hujan akan diikuti dengan peningkatan energi
kinetik hujan. Energi kinetic hujan dapat dihitung dengan rumus:
Ek=11,87+8,73 log I
Dimana Ek = energi kinetik (Joule/ha/mm) dan I = Intensitas hujan (mm/jam).
Prediksi tingkat bahaya erosi akibat perubahan penutupan lahan
telah banyak dilakukan melalui pendekatan model hidrologi diantaranya
USLE (Universal Soil Loss Equation). Dalam permodelan hidrologi
15
metode USLE termasuk ke dalam model empiris yang bersifat lumped
dimana parameter dan variabel masukan, keluaran dan besaran yang
mewakilinya tidak memiliki variabilitas keruangan atau spatial (Harto,
1993). Namun sesuai dengan perkembangannya, saat ini model USLE
telah dapat diaplikasikan dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Model hidrologi lain yang banyak digunakan selain
USLE yaitu ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environment
Response Simulation). Model hidrologi yang diperkenalkan oleh Beasley
dan Huggins pada tahun 1991 kemudian dikembangkan kembali oleh
Environmental Protection Agency (EPA) di bawah Purdue Agricultural
Experiment Station. ANSWERS merupakan model simulasi karakteristik
DAS yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi kondisi DAS
khususnya di daerah pertanian. Keunggulan utama model ini adalah dapat
digunakan untuk kegiatan simulasi perencanaan dan mengevaluasi strategi
dalam mengendalikan erosi (Arini et al., 2007).
Dari hasil praktikum diperoleh nilai rata – rata EK naungan yaitu
1,476 dan non naungan 3,085. Selanjutnya dilakukan perhitungan analisis
untuk memperoleh nilai T diperoleh hasil sebesar 0,44. Sementara itu nilai
T tabel 5% yang diperoleh sebesar 2,262, sehingga T hitung < T tabel,
dengan T hitung = 0,44 dan T tabel = 2,262. Jadi diperoleh kesimpulan
bahwa besarnya energi kinetik pada daerah naungan dan non naungan
tidak berbeda nyata.
16
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum energi kinetik pada ternaungi sebesar 1, 478
dan non naungan sebesar 3,085.
2. Energi kinetik hujan pada tempat yang ternaungi lebih kecil daripada tempat
yang tidak ternaungi.
3. Semakin besar jumlah curah hujan bulanan maka semakin besar energi
kinetiknya.
B. Saran
Pada saat praktikum atau pengamatan dilakukan dengan sebaik –
baiknya. Apabila diperlukan data yang lebih baik, sebaiknya dilakukan uji
lebih lanjut atau dengan menambah waktu pengamatan
17
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.
Asmaranto, R., Ery S., dan B. A. Permana. 2012. Aplikasi sistem informasi
geografis (SIG) untuk identifikasi lahan kritis dan arahan fungsi lahan
daerah aliran sungai Sampean. Jurnal Pengairan.
Damayanti, L. S. 2005. Kajian Laju Erosi Tanah Andisol, Latosol dan Grumosol
Untuk Berbagai Tingkat Kemiringan Dan Intensitas Hujan Di Kabupaten
Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Dewi, I G. A. S. U., Ni Made T., dan T. Kusumawati. 2012. Prediksi erosi dan
perencanaan konservasi tanah dan air pada daerah aliran sungai Saba. E –
Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1 (1): 12 – 23.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Kartasapoetra, dkk. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta.
Jakarta.
Kuncoro, W. R. 2012. Distribusi spasial tingkat kehilangan tanah di daerah aliran
sungai Petir. Jurnal Bumi Indonesia Vol. 1 No. 3.
Lihawa, F. 2009. Pendekatan geomorfologi dalam survei kejadian erosi. Jurnal
Pelangi Ilmu 2 (5): 1 – 18.
Nursa’ban, M. 2006. Pengendalian erosi tanah sebagai upaya melestarikan
kemampuan fungsi lingkungan. Jurnal Geomedia 4 (2): 93 – 116.
Pinczes, Z. 1981. Judgement of The Danger of Erosion through the Evaluation
Regional Condition. John Wiley and Sons Inc. New York.
18
Purnama, N. E. 2008. Pendugaan Erosi dengan Metode USLE (Universal Soil
Loss Equation) Di Situ Bojongsari, Depok. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rahim, S. E. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi
Tanah. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
Tarigan, D. R. 2012. Pengaruh erosivitas dan topografi terhadap kehilangan tanah
pada erosi alur didaerah aliran sungai Secang Desa Hargotitro Kecamatan
Kokap Kabupaten Kulonprogo. Jurnal Bumi Indonesia Vol.1 No. 3.
Utomo, W. H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Malang.
Zachar, D. 1982. Soil Erosion. Elsevier Scientific Publishing Company: Forest
Research Institute. Zvolen, Czecholovakia.
19