laporan pkl yoel "pengolahan data suhu permukaan laut perairan selatan jawa dari citra...
DESCRIPTION
PENGOLAHAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT PERAIRAN SELATAN JAWA DARI CITRA SATELIT NOAA/AVHRR DI LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) JAKARTATRANSCRIPT
PENGOLAHAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT PERAIRAN SELATAN JAWA DARI CITRA SATELIT NOAA/AVHRR
DI LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) JAKARTA
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGPROGRAM STUDY PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh:YOEL HUTAGALUNG
Nim. 0610820076
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
MALANG2011
PENGOLAHAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT PERAIRAN SELATAN JAWA DARI CITRA SATELIT NOAA/AVHRR
DI LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) JAKARTA
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGPROGRAM STUDY PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh:YOEL HUTAGALUNG
Nim. 0610820076
Telah dipertahankan di depan pengujiPada tanggal 4 Oktober 2011
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Mengetahui,Dosen Penguji
____(Ir. Martinus, MP)____NIP. 19520110 198103 1 004
Tanggal :
Menyetujui,Dosen Pembimbing
____(Ir. Sukandar, MP)____NIP. 19591212 198503 1 008
Tanggal :
Mengetahui,Ketua Jurusan
(Ir. Aida Sartimbul , M.S c., Ph.D ) NIP. 19680901 199403 2 001
Tanggal :
RINGKASAN
YOEL HUTAGALUNG. Praktek Kerja Lapang tentang Pengolahan Data Suhu Permukaan Laut Perairan Selatan Jawa dari Citra Satelit NOAA/AVHRR di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jakarta.(Di bawah bimbingan Ir. Sukandar, MP)
Praktek Kerja Lapang ini dilakukan di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), Pasar Rebo, Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 16 Juni 2011 sampai dengan tanggal 1 Juli 2011.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah memahami proses pengolahan citra satelit NOAA/AVHRR berkaitan dengan aplikasinya yaitu untuk mengetahui variasi suhu permukaan laut dan mengetahui proses pengolahan citra satelit NOAA/AVHRR di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Hasil Praktek Kerja Lapang ini diharapkan dapat dipergunakan bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang manfaat citra Satelit NOAA_AVHRR untuk mengetahui variasi suhu permukaan laut. Bagi pemerintah dan instansi terkait, variasi suhu permukaan laut dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. Bagi masyarakat khususnya nelayan dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan.
Metode pelaksanaan yang dilakukan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah partisipasi aktif, yaitu mengikuti langsung proses pembuatan peta variasi suhu laut selatan Jawa mulai dari proses perolehan data sampai pada pengolahan citra satelit NOAA_AVHRR dengan menggunakan software ENVI 4.5, ReadHRPT, NOAA SPL v1.6 dan ER-MAPPER 7.0.
Citra Satelit NOAA 18 dan 19 yang digunakan dalam PKL ini berdasarkan sistem resolusinya merupakan data LAC (Local Area Coverage). Data LAC dilengkapi dengan TIP dan direkam oleh sensor satelit. Dengan perintah dari stasiun bumi CDA (Command and Data Acquisition), data LAC dapat dipancarkan secara selektif dari daerah pengamatan tertentu ke stasiun bumi penerima data satelit. Maksimum data yang direkam adalah 10 menit per orbit dengan resolusi spasial 1,1 km.
Software ENVI 4.5 digunakan untuk registrasi awal data yang berbentuk Level 1B, yang kemudian data tersebut akan disimpan dalam format .ers di software Er- mapper. Data Level 1B adalah data yang telah mempunyai terapannya, merupakan hasil dari aplikasi sensor kalibrasi lanjutan dari Level 1A. AVHRR Level 1B ini berisikan informasi lokasi bumi (earth location information), dengan jumlah titik referensi bumi yang tetap pada tiap baris scanning (scan line).
Software Er Mapper 7.0 adalah salah satu software yang digunakan dalam pengolahan data citra satelit sehingga dihasilkan keluaran yang diharapkan. Dalam
kegiatan Praktek Kerja Lapang ini software Er Mapper digunakan untuk proses koreksi geometric, rektifikasi serta pembuatan layout peta.
Software HRPT Reader digunakan dalam menentukan thelematry data suhu, mulai dari nilai suhu pada suatu band (Average Space Count/Cs), nilai kalibrasi (Average Blackbody Count/Cbb), dan temperatur (Internal Blackbody Temperature/Tbb), yang akhirnya dengan data tersebut bisa dicari nilai Nbb (Nilai Radiansi Blackbody).
Software NOAA SPL v1.6 dikembangkan oleh LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh untuk mempermudah pengolahan data citra satelit NOAA-AVHRR dalam perhitungan suhu permukaan laut (SPL). Software ini dapat memproses data citra secara otomatis sampai data citra satelit NOAA 19, dengan arti software ini harus up to date ke versi terbaru apabila suatu saat NOAA memiliki satelit yang baru.
Kesimpulan yang didapat dari hasil PKL ini adalah penggunaan teknologi Penginderaan Jauh (PJ) adalah alternatif yang sangat tepat dalam menyediakan informasi potensi sumberdaya perikanan secara cepat, akurat dan murah, pemetaan akan potensi sumberdaya perikanan merupakan suatu kebutuhan yang sangat esensial. Satelit NOAA/AVHRR dapat dimanfaatkan salah satunya untuk pembuatan peta suhu permukaan laut. Proses pengolahan data citra satelit NOAA/AVHRR hingga menjadi peta suhu permukaan laut dibutuhkan 4 software yaitu : Envi 4.5 untuk registrasi awal data citra yang telah di download, Er Mapper 7.0 untuk koreksi geometrik pada citra yang telah diregistrasi sebelumnya pada Envi 4.5, HRPT untuk menentukan thelematry data suhu, mulai dari nilai suhu pada suatu band (Average Space Count/Cs), nilai kalibrasi (Average Blackbody Count /Cbb), dan temperatur (Internal Blackbody Temperature/Tbb), dan Program NOAA SPL LAPAN v1.6 untuk perhitungan SPL. Proses membuat layout dengan memasukkan kembali data SPL ke dalam Er mapper 7.0 dan dikonfigurasikan ke algoritma SPL LAPAN.
Saran yang dapat diberikan penulis kepada pembaca jika ingin melakukan PKL di tempat ataupun dengan tema yang sama adalah Citra MODIS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pemetaan sebaran suhu permukaan laut, dengan software pengolahan data Seadas, Erdas serta ArcGIS. Sebaiknya dipilih citra atau image yang bebas awan. Jika diperlukan untuk menghilangkan tutupan awan pada citra dapat dilakukan penyeleksian data yang dianggap awan menggunakan algoritma RECLASS_awan_WEB2_panas.frm atau memasukan algoritma IF INREGION(R1) AND i1<30 then 0 else if INREGION(R2) AND I1<28 THEN 0 ELSE IF i1<=32.9 then i1 ELSE IF (I1>32.9 AND I1<35) then 32.9 else if (I1>35 AND I1<37) THEN 0 else IF I1=255 THEN 0 ELSE 100 pada formula editor Er Mapper. Meyakinkan data utama dan semua data pendukung citra satelit ter-copy secara sempurna agar hasil pengolahan citra dapat dibuka dan diolah lebih lanjut diperangkat computer lainnya. Diperlukan ketelitian peneliti dalam penggunaan algoritma dan formula yang telah disediakan oleh LAPAN ke dalam formula editor Er Mapper.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………. i
RINGKASAN……………………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………...................................... ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….. xii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1
1.1 . Latar Belakang………………………………………………………………. 1
1.1.1. Penginderaan Jarak Jauh……………………………………………… 2
1.1.2. Satelit NOAA…………………………………………………………. 4
1.2. Maksud Dan Tujuan…………………………………………………………. 9
1.2.1. Maksud………………………………………………………………... 9
1.2.2. Tujuan…………………………………………………………………. 9
1.3. Kegunaan…………………………………………………………………….. 9
1.4. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan…………………………………………….. 10
BAB II. MATERI, METODE PELAKSANAAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN
DATA……………………………………………………………………….. 11
2.1. Materi Praktek Kerja Lapang…………………………………………………11
2.2. Metode Pelaksanaan…………………………………………………………. 11
2.3. Teknik Pengambilan Data…………………………………………………… 11
2.3.1. Partisipasi Aktif………………………………………………………. 12
2.3.2. Observasi……………………………………………………………… 12
2.3.3. Cara Tidak Langsung…………………………………………………. 12
2.4. Jenis Dan Sumber Data……………………………………………………… 13
2.4.1. Data Primer…………………………………………………………… 13
2.4.2. Data Sekunder………………………………………………………… 13
2.4.3. Pemrosesan Data……………………………………………………… 13
BAB III. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK KERJA LAPANG……….. 16
3.1. Keadaan Umum LAPAN Kedeputian Penginderaan Jauh………………….. 16
3.2. Letak Geografis dan Kondisi Topografi…………………………………….. 16
3.3. Sejarah berdirinya LAPAN…………………………………………………. 17
3.3.1. Lingkup Kegiatan…………………………………………………….. 19
3.4. Visi dan Misi………………………………………………………………… 20
3.5. Struktur Organisasi………………………………………………………….. 21
3.6. Tugas Pokok dan Fungsi……………………………………………………. 25
3.7. Kewenangan………………………………………………………………… 27
3.8. Program LAPAN……………………………………………………………. 28
3.9. Sarana dan Prasarana………………………………………………………… 29
BAB IV. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG…………………………………. 31
4.1. Laut Selatan Jawa…………………………………………………………… 31
4.2. Proses Pengolahan Data Citra Satelit NOAA………………………………. 32
4.2.1. Perolehan Data………………………………………………………... 32
4.2.2. Pengolahan Data……………………………………………………… 33
4.2.3. Koreksi Geometrik……………………………………………………. 33
4.2.4. Rektifikasi…………………………………………………………….. 36
4.3. Sarana dan Prasarana Dalam Pengolahan Data……………………………… 37
4.3.1. Hardware……………………………………………………………… 37
4.3.2. Software………………………………………………………………. 37
4.3.2.1. Citra Satelit NOAA 18 dan 19……………………………….. 37
4.3.2.2. Envi 4.5……………………………………………………….. 38
4.3.2.3. Er Mapper 7.0………………………………………………… 39
4.3.2.4. ReadHRPT…………………………………………………… 39
4.3.2.5. NOAA SPL v1.6……………………………………………... 40
4.4. Pengolahan Citra NOAA/AVHRR Untuk Menghasilkan Nilai SPL……….. 40
4.4.1. Registrasi Awal menggunakan HRPT Reader………………………... 40
4.4.2.Mengubah data Level 1B menjadi format .pix menggunakan
ENVI 4.5 ……………………………………………………………... 43
4.4.3. Koreksi Geometrik menggunakan Er Mapper 7.0……………………. 46
4.4.4. Perhitungan Suhu Permukaan Laut menggunakan Program
NOAA SPL 1.6……………………………………………………….. 51
4.4.5. Penyeleksian data yang dianggap sebagai awan menggunakan
formula SPL panas LAPAN pada Er Mapper 7.0…………………….. 60
4.4.6. Pembuatan Layout Peta………………………………………………. 66
4.5 Permasalahan Yang Dihadapi Dan Alternative Penyelesaian……………….. 71
4.5.1. Sensor Citra Satelit NOAA Tertutup Awan………………………….. 71
4.5.2. Keakuratan Dan Ketelitian Data……………………………………… 71
4.5.3. Proses Download Data………………………………………………... 72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 73
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………………... 73
5.2. Saran…………………………………………………………………………. 74
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………... 75
LAMPIRAN………………………………………………………………………….. 77
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
1.1 Sistem Penginderaan Jauh……………………………………………………........ 3
1.2 Satelit NOAA…………………………………………………………………........ 5
2.1 Alur Pengolahan Data Satelit……………………………………………........ 14
3.2 Struktur organisasi LAPAN………………………………………………….. 21
3.3 Struktur organisasi LAPAN Deputi Penginderaan Jauh……………………... 24
4.1 Perairan Selatan Jawa………………………………………………………… 32
4.2 Penentuan titik ikat (GCP)…………………………………………………… 34
4.3 Citra tanggal 28 Juni 2011 yang belum di koreksi…………………………… 35
4.4 Citra tanggal 28 Juni 2011 yang sudah di koreksi…………………………… 35
4.5 Software ReadHRPT…………………………………………………………. 41
4.6 Input data HRPT……………………………………………………………... 41
4.7 Window Confirm Timestep……………………………………………………42
4.8 Tampilan Data dalam format false colour……………………………………. 42
4.9 Window Telemetry Data……………………………………………………... 43
4.10 Window Enter AVHRR Filesname pada ENVI 4.5………………………… 43
4.11 Select Input File data AVHRR Level 1B…………………………………... 44
4.12 Window Georeference AVHRR Parameter………………………………… 44
4.13 Window Registration Parameters…………………………………………... 45
4.14 Window output to PCI input filename……………………………………….46
4.15 Window Import PCI………………………………………………………… 47
4.16 Window Import Progress…………………………………………………… 47
4.17 Window Geocoding Wizard Step 1…………………………………………. 48
4.18 Window Geocoding Wizard Step 2…………………………………………. 48
4.19 Window Geocoding Wizard Step 3…………………………………………. 49
4.20 Window Geocoding Wizard Step 4…………………………………………. 49
4.21 Window Geocoding Wizard Step 5…………………………………………. 50
4.22 Window Rectification……………………………………………………….. 50
4.23 Data telemetry pada notepad………………………………………………... 51
4.24 Proses data NOAA AVHRR SPL………………………………………….. 52
4.25 Input data SPL pada window algorithm……………………………………. 61
4.26 Window Geoposition Extents………………………………………………. 62
4.27 Window Algorithm…………………………………………………………. 62
4.28 Window Algorithm…………………………………………………………. 63
4.29 Window Open Formula……………………………………………………... 63
4.30 Window Formula Editor……………………………………………………. 64
4.31 Window Save As……………………………………………………………. 64
4.32 Window Save As ER Mapper Dataset……………………………………… 65
4.33 Window Er Mapper…………………………………………………………. 66
4.34 Window Open………………………………………………………………. 66
4.35 Layout SPL LAPAN………………………………………………………... 67
4.36 Window Algorithm………………………………………………………….. 67
4.37 Window Algorithm………………………………………………………….. 68
4.38 Window Tools………………………………………………………………..68
4.39 Edit Layout Peta…………………………………………………………….. 69
4.40 Window Save As……………………………………………………………. 70
4.41 Peta Suhu Permukaan Laut Indonesia tanggal 16 Juni 2011………………... 71
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
1.1 Spesifikasi Satelit NOAA………………………………………………………6
1.2 Spesifikasi Sensor AVHRR…………………………………………………….6
1.3 Kisaran Spektrum Radiasi Kanal AVHRR……………………………………..7
4.1 NOAA-18 AVHRR/3 conversion coefficients………………………………..53
4.2 NOAA-19 AVHRR/3 conversion coefficients………………………………..53
4.3 NOAA-18 AVHRR/3 thermal channel temperature-to-radiance coefficients...55
4.4 NOAA-19 AVHRR/3 thermal channel temperature-to-radiance coefficients...55
4.5 NOAA-18 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance
correction quadratic……………………………………………………………57
4.6 NOAA-19 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance
correction quadratic……………………………………………………………57
4.7 Algoritma SPL multichannel..............................................................................59
4.8 Koefisien algoritma SPL non linier (NLSST)…………………………………60
4.9 Koefisien algoritma SPL multikanal (MCSST).….…………………………...60
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Layout peta sebaran suhu permukaan laut …………………………………….... 77
2. Dokumentasi…………………………………………………………………….. 82
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut merupakan suatu tempat mata pencaharian bagi orang – orang diseluruh
dunia yang telah berabad – abad lamanya. Dapat diketahui bahwa lautan banyak
mengandung sumber – sumber alam yang melimpah jumlahnya dan bernilai jutaan
dolar, dimana pada saat ini kebanyakan dari sumber – sumber alam tersebut sebagian
besar masih belum dikelola dan akan dapat menjadi penting artinya dimasa yang akan
datang mengingat masih terus meningkatnya jumlah penduduk di dunia dan makin
meningkatnya pula kebutuhan mereka untuk dapat hidup yang lebih layak (Hutabarat,
dan Steward,1985).
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya ikan yang
sangat besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana Perairan
Indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia
yang meliputi 12,0% mamalia, 23,8% amphibia, 31,8% reptilia, 44,7% ikan, 40,0%
moluska dan 8,6% rumput laut. Menurut data tahun 2004, kondisi ikan untuk perairan
laut Indonesia adalah sebagai berikut : potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun,
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY,
dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4% dari MSY (Mallawa, 2006).
Nelayan tradisional adalah subyek yang secara langsung memanfaatkan potensi
sumberdaya alam Indonesia, khususnya potensi perikanan yang melimpah. Namun
dalam kenyataan kebanyakan mereka merupakan kelompok masyarakat yang sedikit
pengetahuan tentang sumberdaya kelautan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya akses
terhadap informasi dan penguasaan teknologi yang membantu nelayan untuk
memperoleh hasil tangkap yang optimal. Penentuan daerah penangkapan ikan misalnya,
lebih didasarkan pada pengetahuan secara turun temurun (mitos) ataupun lebih dibentuk
karena pengalamanya selama menjadi nelayan. Akibatnya dalam melakukan kegiatan
penangkapan ikan mereka memperoleh hasil tangkapan yang minim.
Pengetahuan mengenai suhu permukaan laut sangat bermanfaat untuk banyak hal
yang terkait dengan penelitian lain maupun aplikasi pemanfaatannya. Suhu permukaan
laut merupakan salah satu faktor utama penggerak siklus musim baik di daerah tropis
maupun sub tropis dimana suhu permukaan laut akan mempengaruhi kondisi atmosfer,
cuaca dan musim, bahkan munculnya fenomena El Nino dan Lanina dapat di pelajari
melalui suhu permukaan laut. Banyak lagi hal lain yang terkait dengan aplikasi yang
dapat dipengaruhi oleh suhu permukaan laut, diantaranya kesuburan perairan / laut serta
bidang perikanan.
Suhu permukaan air laut sangat erat hubungannya dengan produktifitas primer
dan arus. Perubahan suhu permukaan air laut disebabkan oleh arus angin, kekeruhan air
serta ombak yang biasa disebut dinamika laut. Perbedaan suhu permukaan air laut juga
dapat diamati dengan teknologi penginderaan jauh (F. Srihadiyanti Purwadhi, 1986).
1.1.1. Penginderaan Jarak Jauh
Menurut Sutanto (1994), teknologi penginderaan jarak jauh adalah alternatif
yang tepat dalam menyediakan informasi tersebut. Penginderaan jauh adalah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan
menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung
terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Ada empat komponen penting dalam system penginderaan jauh adalah (1)
sumber tenaga elektromagnetik, (2) atmosfer, (3) interaksi antara tenaga dan objek, (4)
sensor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.1 Sistem Penginderaan Jauh (Sumber : Sutanto, 1994)
Tenaga panas yang dipancarkan dari obyek dapat direkam dengan sensor yang
dipasang jauh dari obyeknya. Penginderaan obyek tersebut menggunakan spektrum
inframerah termal (Paine, 1981 dalam Sutanto, 1994). Dengan menggunakan satelit
maka akan memungkinkan untuk memonitor daerah yang sulit dijangkau dengan metode
dan wahana yang lain. Satelit dengan orbit tertentu dapat memonitor seluruh permukaan
bumi. Satelit-satelit yang digunakan dalam penginderaan jauh terdiri dari satelit
lingkungan, cuaca dan sumberdaya alam.
Permintaan untuk memenuhi kebutuhan akan data potensi sumberdaya perikanan
yang cepat, akurat dan murah, mengakibatkan pemetaan sumberdaya potensi perikanan
merupakan suatu kebutuhan yang penting.
Suhu di laut merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme di lautan,
karena suhu dapat mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan dari
organisme di laut. Suhu permukaan laut sangat penting untuk diketahui karena sebaran
suhu permukaan laut dapat memberikan informasi mengenai front, upwelling, arus,
daerah tangkapan ikan, cuaca/iklim, pencemaran miyak, dan pecemaran panas.
Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa menyentuh
objek secara langsung. Sistem ini dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu
bersamaan, selain itu sistem ini relatif lebih murah dibandingkan dengan penelitian
secara langsung. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi sebaran
konsentrasi klorofil dan suhu pemukaan laut secara cepat untuk wilayah yang luas.
1.1.2. Satelit NOAA
Satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration -
Advanced Very High Resolution Radiometer) merupakan salah satu jenis satelit yang
mampu memberikan informasi suhu permukaan bumi, diantaranya suhu permukaan laut.
Dengan mengetahui pola suhu permukaan laut dapat ditentukan lokasi upwelling yang
merupakan indikator daerah potensi ikan yang tinggi informasi ini dapat meningkatkan
efektifitas dan efesiensi operasi penangkapan ikan di laut oleh para nelayan bila dikemas
dalam bentuk sebuah Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) (Tokan dan
Martinus, 2005).
Satelit NOAA merupakan satelit cuaca yang berfungsi mengamati lingkungan
dan cuaca. Satelit ini dimiliki Departemen Perdagangan Amerika Serikat, diluncurkan
oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan dioperasikan oleh
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). (Arsjad dkk, 2004).
Peningkatan kemampuan Stasiun bumi tersebut memungkinkan receiver untuk
menerima data satelit seluruh wilayah Indonesia. Pada saat ini terdapat 5 seri satelit
NOAA-AVHRR yang mengorbit yaitu NOAA 15, NOAA 16, NOAA 17, NOAA 18,
dan NOAA 19, dimana NOAA 19 merupakan satelit yang paling baru yang diluncurkan
pada tanggal 6 Februari 2009.
Gambar 1.2 Satelit NOAA(Sumber : www.nasm.si.edu)
Satelit NOAA mempunyai orbit polar sunsynchronous, berorbit pada ketinggian
833 km dengan sudut inklinasi terhadap equator 98,9°, dan periode orbitalnya 101,4
menit. Satelit NOAA dapat mengamati daerah yang sama dua kali sehari (malam dan
siang hari), sehingga lima satelit dapat meliput daerah yang sama sepuluh kali sehari
(Arsjad dkk, 2004).
Sensor utama setelit NOAA adalah AVHRR (Advance Very High Resolution
Radiometer Model 2) untuk pengamatan lingkungan dan cuaca yang dapat memberikan
informasi kelautan, seperti suhu permukaan laut yang berguna dalam mendeteksi
keberadaan ikan.
Tabel 1.1 Spesifikasi Satelit NOAA
Spesifikasi Satelit NOAA
Nama Satelit
PanjangBeratDiameterUkuran SayapResolusiLabar SapuanKetinggianJumlah kanalPeriode UlangInklinasiPowerOrbit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration)3,7 m (meter)1400 kg1,88 m2,37 m x 4,91 m ; 11,6 m2
1,1 km2700 km833 – 870 km52 kali sehari98,90
475 Wnear polar sunsynchrinous
Sumber : P3 TISDA-BPPT, 2002
Dalam pengamatan lingkungan dan cuaca, sensor pada satelit NOAA yang
digunakan adalah AVHRR, dimana dapat memberikan informasi kelautan yang dapat
digunakan dalam mempelajari fenomena oseanografi seperti upwelling dan front
thermal.
Tabel 1.2 Spesifikasi Sensor AVHRRJenis Sensor AVHRR
PanjangLebarDiameterBeratPowerRotasi ScanResolusi
76 cm36 cm25 cm27 kg25 W450
1,1 km Sumber : P3 TISDA-BPPT, 2002
Tabel 1.3 Kisaran Spektrum Radiasi Kanal AVHRRKANAL PANJANG
GELOMBANG (m)
DAERAH SPEKTRUM
FUNGSI
1 0,58 – 0,68 Sinar tampak(visible)
- mendeteksi permukaan darat dan laut
- pemetaan awan disiang hari- pemetaan salju dan lapisan es- mendeteksi jenis awan- memantau perkembangan
tanaman2 0,725 – 1,10 Infra merah dekat
(near infrared)- menentukan batas perairan- pemantauan salju dan es
3 3,55 – 3,93 Infra merah menengah(middle infrared)
- penentuan awan dimalam hari- membedaan daratan dan laut- memantau aktivitas vulkanik- memonitor kebakaran hutan
4 10,30 – 11,30 Infra merah jauh(far infrared)
- pengukuran Sea Surface Temperature (SST)
- pemetaan awan siang malam- mengukur kelembaban tanah
5 11,50 – 12,50 Infra merah jauh(far infrared)
- pengukuran SST- pemetaan awan siang malam- mengukur kelembaban tanah
Sumber : P3 TISDA-BPPT, 2002
Berdasarkan sistem transmisi maka hasil pemrosesan data dari AVHRR yang diperoleh
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
1. HRPT (High Resolution Picture Transmission), dengan karakteristik;
- Terdiri dari satu kanal radiasi sinar tampak dan empat kanal radiasi inframerah
- Resolusi spasial 1,1 km
- Sistem transmisi PSK (Phase Shift Keying) dan frekuensi pembawa 1698 Mhz
atau 1707 Mhz
- Kecepatan pengiriman data (bit rate) 665,400 bps (bit per second).
2. APT (Automatic Picture Transmission)
- Terdiri dari dua kanal sinar tampak dan kanal inframerah
- Resolusi spasial 4 km
- Sistem transmisi AM/FM dengan semi fixed antenna, dengan frekuensi pembawa
137,5 Mhz atau 137,62 Mhz.
Sedangkan berdasarkan sistem resolusinya maka data dari AVHRR dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu ;
1. LAC (Local Area Coverage), data LAC dilengkapi dengan TIP dan direkam oleh sensor
satelit. Dengan perintah dari stasiun bumi CDA (Command and Data Acquisition), data
LAC dapat dipancarkan secara selektif dari daerah pengamatan tertentu ke stasiun bumi
penarima data satelit. Maksimum data yang direkam adalah 10 menit per orbit dengan
resolusi spasial 1,1 km.
2. GAC (Global Area Covarage), setiap pixel data GAC adalah hasil resampling dari
16 pixel data LAC sehingga resolusi spasialnya adalah 16 x 1,1 km.
Pada citra satelit lokasi upwelling dapat dilihat sebagai massa air dingin yang
dikelilingi oleh massa air yang lebih panas. Sehingga dengan mengetahui pola suhu
permukaan laut dapat ditentukan lokasi upwelling. Informasi ini dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi operasi penangkapan ikan dilaut oleh para nelayan bila dikemas
dalam bentuk sebuah peta yakni Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI).
Dengan kekayaan laut yang melimpah di perairan laut Indonesia dan dapat
diketahuinya variasi suhu di permukaan laut Indonesia melalui proses pengolahan data
citra satelit NOAA, maka permintaan untuk memenuhi kebutuhan akan data potensi
sumberdaya perikanan yang cepat, akurat dan murah dapat terpenuhi dengan cara
pemetaan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu praktek kerja lapang ini bertujuan
untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan peta suhu dan menambah
ketrampilan dan wawasan dalam proses pengolahan data satelit untuk pembuatan peta
suhu yang nantinya dapat dikembangkan menjadi peta prakiraan daerah penangkapan
ikan.
1.2. Maksud Dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari Praktek Kerja Lapang ini adalah meningkatkan pengetahuan dan
wawasan tentang pengolahan data citra satelit NOAA/AVHRR dalam dunia perikanan.
1.2.2. Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah :
a. Memahami proses pengolahan citra satelit NOAA/AVHRR berkaitan
dengan aplikasinya yaitu untuk mengetahui variasi suhu permukaan laut.
b. Mengetahui proses pengolahan citra satelit NOAA/AVHRR di Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
1.3. Kegunaan
Hasil Praktek Kerja Lapang ini dapat dipergunakan :
a. Bagi mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang manfaat citra satelit
NOAA/AVHRR untuk mengetahui variasi suhu permukaan laut.
b. Bagi Pemerintah dan Instansi terkait
Variasi suhu permukaan laut dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan
pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan.
c. Bagi masyarakat khususnya nelayan
Dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan.
1.4. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang ini dilakukan di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional), Pasar Rebo, Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal
16 Juni 2011 sampai dengan tanggal 1 Juli 2011.
JADWAL KEGIATAN
Jenis Kegiatan
BulanFebruari 2011 April 2011 Juni 2011
Minggu1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Persiapan1.1 Survey x1.2 Persiapan Proposal x x1.3 Tempat PKL x x2.Pelaksanaan PKL x x x2.1 Citra x2.2 Pengumpulan Data x x2.3 Wawancara x xAnalisa Data x xPenyusunan Laporan x x x
BAB II. MATERI, METODE PELAKSANAAN DAN
TEKNIK PENGAMBILAN DATA
2.1 Materi Praktek Kerja Lapang
Materi yang digunakan dalam praktek kerja lapang dengan judul pengolahan data
suhu permukaan laut Perairan Selatan Jawa dari citra satelit NOAA/AVHRR di
Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jakarta, meliputi :
1. Pengenalan Instansi;
2. Pengenalan software yang digunakan dalam pengolahan data suhu;
3. Download data harian citra NOAA;
4. Pengolahan dan analisa data;
5. Analisis Akhir.
2.2. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang dilakukan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini
adalah partisipasi aktif, yaitu mengikuti langsung proses pembuatan peta variasi suhu
laut selatan Jawa mulai dari proses perolehan data sampai pada pengolahan citra satelit
NOAA_AVHRR dengan menggunakan software ENVI 4.5, ReadHRPT, NOAA SPL
v1.6 dan ER-MAPPER 7.0.
2.3. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam Praktek Kerja Lapang Ini dilaksanakan dengan
cara partisipasi aktif, observasi langsung, wawancara serta data yang diperoleh secara
tidak langsung.
2.3.1. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah ikut berperan langsung dan aktif melakukan serangkaian
kegiatan proses intrepetasi citra satelit NOAA_AVHRR. Pengumpulan data dilakukan
melalui keterlibatan langsung dengan obyek yang diteliti dalam proses pengolahan data
satelit.
2.3.2. Observasi
Observasi adalah metode pengamatan suatu kegiatan secara langsung, dimana
dalam melakukan kegiatan biasanya dilakukan dengan pencatatan data secara sistematik
terhadap gejala-gejala yang terjadi dilapangan (Nazir,1988). Observasi ini bersifat
kesimpulan dengan cara mendengar dan melihat sendiri peristiwa tersebut.
Observasi yang dilakukan dalam Praktek Kerja Lapang ini meliputi pengolahan
data satelit NOAA_AVHRR 18 dan 19 yang terdiri dari dua tahap yaitu pengolahan data
awal dan pengolahan data lanjut. Pengolahan data awal ini meliputi registrasi awal
dengan menggunakan software ENVI 4.5. Kemudian dari data tersebut dilakukan
pengolahan data lanjut menggunakan software ER-MAPPER 7.0 dalam format .ers dan
dilakukan rektifikasi data. Setelah itu perhitungan suhu permukaan laut menggunakan
software NOAA SPL v1.6, sampai pembuatan layout peta suhu permukaan laut
menggunakan ER-MAPPER 7.0.
2.3.3. Cara Tidak Langsung
Pengumpulan data secara tidak langsung yaitu berupa data dari lembaga
pemerintah atau instansi terkait, pustaka dan laporan penelitian. Hal ini berupa buku
warta dan majalah INDERAJA, serta buku laporan penelitian yang terdapat di
perpustakaan LAPAN.
2.4. Jenis Dan Sumber Data
2.4.1. Data Primer
Data primer adalah data dari sumber primer dan diambil secara langsung dari
kegiatan atau obyek yang diamati. Data yang dicatat diperoleh dari obsevasi langsung,
wawancara, dan partisipasi aktif (Suryabrata, 1983).
Data yang digunakan dalam PKL ini adalah data satelit NOAA_AVHRR 18 dan
19 Level 1B dan HRP daerah Laut Selatan Jawa dengan koordinat 80 – 140 LS dan 1050
– 1150 BT dari tanggal 16 Juni 2011 sampai 1 Juli 2011, dengan waktu pengambilan
sekitar pukul 12.00 WIB.
2.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu data dari
lembaga pemerintah, instansi terkait, laporan ilmiah, penelitian ilmiah, dan laporan
lainya (Nazir, 1988). Pada PKL ini, data sekunder yang digunakan adalah berupa buku
warta dan majalah INDERAJA, serta buku laporan penelitian yang terdapat di
perpustakaan LAPAN.
2.4.3 Pemrosesan Data
Dalam hal ini, pemrosesan data terdiri dari beberapa tahap yang digambarkan
pada diagram alir berikut :
Alur Pengolahan Data Satelit
Gambar 2.1 Alur Pengolahan Data Satelit
Registrasi, menggunakan map projection =
Geographic lat/lonDatum WGS84
Ekspor/convert keEr-mapper format
Rektifikasi (RMS) atau Koreksi Geometrik
Menghitung Thelemathry Data (Tbb,Nbb,Ne,Te)
Menghitung SSTMenggunakan algoritma
NLSST dan MCSST
Layout Peta dengan algoritma SPL
LAPAN
Peta Suhu Permuaan Laut Koreksi bebas awan
Keterangan :
1. Registrasi adalah menyamakan atau memberi koordinat suatu data raster seusai
dengan koordinat bumi/aslinya. Registrasi dapat dilakukan antara lain :
georeferensi dengan koordinat dan georeferensi dengan acuan tanda alam (I
wayan Nuarsa, 2005).
2. Export/convert data ke ER mapper format, Yaitu memindahkan data yang sudah
dilakukan georeferensi ke dalam format .pix (PCI file).
3. Rektifikasi, yaitu koreksi geometrik melalui penentuan titik ikat (GCP) untuk
menyesuaikan koordinat citra dengan koordinat bumi. Hasil akhir dari koreksi ini
adalah nilai root mean square error (RMSe), sebagai acuan citra tersebut dapat
dilakukan pengolahan lebih lanjut atau tidak.
4. Menghitung telemetry data, yaitu menghitung nilai suhu pada suatu band (suhu
blackbody internal/Tbb), (radiansi blackbody internal/Nbb), (radiansi permukaan
bumi/Ne), (suhu blackbody/Te).
5. Menghitung SST (Sea Surface Temperature), yaitu menghitung Suhu Permukaan
Laut menggunakan rumus MCSST dan NLSST.
6. Koreksi bebas awan, yaitu membuang data yang dianggap awan menggunakan
algoritma SPL Panas LAPAN.
7. Layout Peta dengan algoritma SPL LAPAN, yaitu memasukan data yang telah
diolah ke dalam algoritma Layout SPL LAPAN, kemudian print screen dan di
paste di software paint. Kemudian disimpan dalam format .gif atau .jpg yang
akhirnya menjadi peta tematik sebaran suhu permukaan laut di Selatan Jawa.
BAB III. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK KERJA LAPANG
3.1 Keadaan Umum LAPAN Kedeputian Penginderaan Jauh
Praktek kerja lapang dilaksanakan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) Kedeputian Penginderaan Jauh yang berlokasi di Pekayon, Pasar
Rebo, Jakarta Timur. LAPAN adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan tugasnya dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab di
bidang riset dan teknologi.
LAPAN Pekayon merupakan salah satu dari tiga Deputi LAPAN antara lain,
Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Sains, Penkajian dan Informasi
Kedirgantaraan, dan Deputi Bidang Teknologi Dirgantara. LAPAN Kedeputian
Penginderaan Jauh membawahi dua instansi yaitu Pusat Data Penginderaan Jauh
(PUSDATA) dan Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh
(PUSBANGJA).
PUSBANGJA mengurusi tentang penerimaan, pengolahan, dan interpretasi,
pengembangan dan pemanfaatan, serta pengembangan teknologi penginderaan jauh.
Sementara PUSDATA mengurusi penyimpanan, pelayanan dan perawatan data atau
dengan kata lain PUSDATA disebut juga Bank Data yang menyimpan data-data
penginderaan jauh baik berupa citra satelit maupun foto udara.
3.2 Letak Geografis dan Kondisi Topografi
Hingga saat ini LAPAN memiliki 29 kantor dan stasiun bumi yang tersebar di
beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan lokasi praktek kerja lapang LAPAN Deputi
Bidang Penginderaan Jauh berkedudukan di Jl. LAPAN No. 70 kelurahan Pekayon,
kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Secara geografis, LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh terletak pada
6021’LS dan 106051’BT. Kondisi sekitar LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh
merupakan daerah pemukiman penduduk atau perkampungan yang bersebelahan dengan
kelurahan Kalisari pada bagian utara dan barat, kecamatan Cibubur pada sebelah timur
dan kecamatan Gandaria pada sebelah selatan. Selain perkampungan, LAPAN juga
dekat dengan kompleks militer dan kawasan industri.
3.3 Sejarah berdirinya LAPAN
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan antariksa Nasional) lahir tidak lepas dari
era maraknya peluncuran roket dan satelit-satelit luar angkasa. Berawal pada tahun
1957-1958 yang merupakan tahun geofisika (Internasional Geophysica Year), dimana
untuk petama kalinya negara-negara di seluruh dunia mengadakan koordinasi riset bumi
secara simultan hingga diluncurkannya Sputnik oleh Uni Soviet (sekarang Rusia),
kemudian diikuti oleh satelit-satelit lain yang mengantarkan manusia ke abad antariksa.
Perkembangan trend tersebut melanda seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Banyak kalangan baik dari akademis, militer hingga para pemuda ramai-ramai
mengakses teknologi roket kemudian mengembangkan prototipenya sesuai dengan
keperluan masing-masing. Untuk dapat aktif dalam kegiatan riset roket dan satelit di
dunia, pada tanggal 31 Mei 1962, dibentuk panitia Aeronautika oleh Menteri Pertama
RI, Ir. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris
Dewan Penerbangan RI). Dewan Penerbangan terdiri dari departemen-departemen :
Angakatan Udara, Perhubungan Udara, Urusan Riset Nasional dan Perguruan Tinggi
(ITB) tergabung dalam panitia Aeronautika untuk membentuk proyek “PRIMA” dengan
diluncurkannya roket “KARTIKA I” pada tanggal 14 Agustus 1964.
Keberhasilan ini mengantarkan Indonesia mencapai prestasi dunia, yaitu sebagai
negara kedua setelah India yang merekam satelit cuaca Amerika “TIROS” dan sebagai
negara kedua setelah Jepang di Asia-Afrika yang berhasil meluncurkan roket ilmiah
buatan dalam negeri. Sebagai tindak lanjut dari prestasi tersebut kemudian panitia
Aeronautika menggagas berdirinya sebuah lembaga khusus yang menangani aktivitas
antariksa dan kedirgantaraan di Indonesia.
LAPAN lahir pada tanggal 27 November 1963, berdasarkan surat keputusan
Presiden tentang formasi pembentukan LAPAN No. 236 Th. 1963. Selanjutnya LAPAN
aktif pada proyek-proyek peluncuran roket “KARTIKA I” ke-1, “KARTIKA I” ke-2 dan
roket KAPPA-8 yang meluncur pada bulan Agustus 1965. Orang pertama yang
dipercaya untuk memimpin LAPAN adalah Komodor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo
dengan masa jabatan 1963-1966.
Dengan dimulainya REPELITA I pada tahun 1967, LAPAN melakukan
reaktifasi kegiatan dengan penekanan kepada hal yang langsung mendukung
pembangunan nasional. Kegiatan ini lebih dikenal sebagai kegiatan pemanfaatan
antariksa (Space Application) yang betujuan untuk memanfaatkan kemajuan negara-
negara maju di bidang satelit aplikasi, terutama di bidang pemantauan cuaca dan
lingkungan, penginderaan jauh, telemetri dan system komunikasi.
Untuk memberikan wadah yang memadai bagi kegiatan-kegiatan kedirgantaraan,
maka pada 9 April 1974 dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 18 Th. 1974 yang
menyempurnakan organisasi LAPAN dan menyelesaikan permasalahan kedirgantaraan.
Menurut Keppres tersebut, LAPAN mengemban fungsi antara lain merintis, membina,
mengembangkan dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan pemanfaatan antariksa, teknologi
dirgantara dan penelaahan dirgantara. Dijelaskan juga bahwa pimpinan LAPAN adalah
Ketua, bukan Direktur Jenderal (DIRJEN), sedangkan status LAPAN tetap sebagai
Lembaga Pemerintahan Non Departemen.
Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan kedirgantaraan, dilakukan
penyempurnaan atas tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi LAPAN yang tertuang
dalam Keppres No. 33 Th. 1988. Diantara fungsi-fungsi yang diberikan kepada LAPAN
sesuai Keppres tersebut adalah koordinasi dalam upaya pengembangan kedirgantaraan
serta melaksanakan penelitian dan pengembangan penginderaan jauh berikut
pemanfaatannya.
Penyempurnaan organisasi LAPAN melalui :
Keputusan Presiden (Keppres) No. 18 Tahun 1974;
Keppres No. 33 Tahun 1988;
Keppres No. 33 Tahun 1988 jo Keppres No. 24 Tahun 1994;
Keppres No. 132 Tahun 1998;
Keppres No. 166 Tahun 2000 sebagaimana telah dirubah beberapa kali yang
terakhir dengan Keppres No. 62 Tahun 2001;
Keppres No. 178 Tahun 2000 sebagaimana dirubah telah dirubah beberapa kali
yang terakhir dengan Keppres No. 60 Tahun 2001;
Keppres No. 103 Tahun 2001.
3.3.1 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan yang dilakukan oleh LAPAN meliputi :
1. Pengembangan teknologi dan pemanfaatan pengideraan jauh;
2. Pemanfaatan sains atmosfer, iklim dan antariksa;
3. Pengembangan teknologi dirgantara;
4. Pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional.
3.4 Visi dan Misi
Visi dari LAPAN adalah menjadi institusi penggerak kemandirian dalam
penguasaan sains dan teknologi kedirgantaraan dan pemanfaatannya bagi
kesejahteraan bangsa dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Sedangkan Misi dari LAPAN adalah :
1. Bidang Teknologi Roket, Satelit dan Penerbangan, yaitu memperkuat
kemampuan penguasaan teknologi roket, satelit dan penerbangan serta
pemanfaatannya untuk menjadi mitra industri strategis penerbangan dan pembina
nasional pengembangan roket dan satelit.
2. Bidang Penginderaan Jauh, yaitu mengembangkan kemampuan teknologi sistem
sensor penginderaan jauh, sistem stasiun bumi, akuisisi data dan memaksimalkan
pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk mendukung inventarisasi dan
permantauan sumberdaya alam, ketahanan pangan dan lingkungan serta mitigasi
bencana dan menjadi pembina nasional penelitian, pengembangan dan penerapan
teknologi penginderaan jauh.
3. Bidang Sains Dirgantara (Antariksa dan Atmosfer), yaitu mengembangkan
kemampuan penguasaan pengetahuan antariksa dan atmosfer dalam upaya
meningkatkan pelayanan masyarakat atas informasi cuaca antariksa dan kondisi
atmosfer, dan dampaknya pada perubahan iklim global dan kehidupan di bumi.
4. Bidang Kebijakan, yaitu mengembangkan kajian kebijakan bagi pengembangan
dan atau perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional
untuk perlindungan kepentingan nasional dalam rangka penguasaan, penerapan
dan pendayagunaan IPTEK kedirgantaraan (roket, satelit, penerbangan,
penginderaan jauh dan sains antariksa) untuk mendukung pembangunan
nasional.
5. Bidang Kelembagaan dan Manajemen Sumberdaya, yaitu senantiasa
memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan IPTEK
dirgantara dan aspirasi masyarakat serta pembenahan pelayanan masyarakat
melalui penguatan komunikasi publik, kerjasama, perencanaan program/
kegiatan, organisasi, ketatalaksanaan, SDM dan pengelolaan dan pengembangan
aset (sarana prasarana) serta pengawasan dalam rangka mencapai tata kelola
pemerintahan yang baik.
3.5 Struktur Organisasi
Struktur organisasi dari LAPAN dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.2 Struktur organisasi LAPAN
Keterangan :
Kepala
Kepala LAPAN bertanggung jawab kepada Presiden.
Sekretaris Utama
Sekretaris Utama adalah unsur pembantu Kepala LAPAN yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada kepala LAPAN. Sekretaris Utama membawahi :
1. Biro Umum membawahi :
a. Bagian Kepegawaian membawahi :
- Subbagian Mutasi dan Tata Usaha Pegawai
- Subbagian Pengembangan SDM dan Diklat
- Subbagian Administrasi Jabatan Fungsional
b. Bagian Keuangan membawahi :
- Subbagian Penyusun Anggaran
- Subbagian kas dan pembukuan
- Subbagian Verifikasi
c. Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga membawahi :
- Subbagian Perlengkapan
- Subbagian Rumah Tangga
d. Bagian Tata Usaha dan Persuratan membawahi :
- Subbagian Persuratan
- Subbagian Arsip dan Dokumentasi
-Unit Tata Usaha Perbantuan
2. Biro Perencanaan dan Organisasi membawahi :
a. Bagian Perencanaan dan Evaluasi membawahi :
- Subbagian Perencanaan Program
- Subbagian Evaluasi dan Pelaporan
b. Bagian Organisasi dan Hukum membawahi :
- Subbagian Organisasi dan tatalaksana
- Subbagian Hukum
3. Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Kedirgantaraan membawahi:
a. Bagian Hubungan masyarakat dan Kerjasama Kedirgantaraan
membawahi :
- Subbagian Hubungan Antar Kelembagaan
- Subbagian Perpustakaan
b. Bagian Kerjasama membawahi :
- Subbagian kerjasama Dalam Negeri
- Subbagian Luar Negeri
c. Bagian Publikasi dan promosi membawahi :
- Subbagian Publikasi
- Subbagian Promosi
Inspektorat
Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional dari
lingkungan LAPAN. Inspektorat membawahi Subbagian Tata Usaha.
Deputi Bidang Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh ini membawahi :
a. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh
b. Pusat Data Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan
Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan ini membawahi :
a. Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
b. Pusat Sains Antariksa
c. Pusat Analis dan Informasi Kedirgantaraan
Deputi Bidang Teknologi Dirgantara
a. Pusat Teknologi Dirgantara Terapan
b. Pusat Teknologi Elektronik Dirgantara
Struktur organisasi dari LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.3 Struktur organisasi LAPAN Deputi Penginderaan Jauh
3.6 Tugas Pokok dan Fungsi
LAPAN mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
1. Melaksanakan tugas pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan
kedirgantaraan dan pemanfaatannya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
2. Melaksanakan tugas Sekretariat Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional
Republik Indonesia (DEPANRI), sesuai Keppres No. 99 Tahun 1993 tentang
DEPANRI sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 132 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Keppres No.99 Tahun 1993. DEPANRI adalah suatu
badan nasional yang mengkoordinasikan program-program kedirgantaraan
antar instansi dan mengarahkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
masalah-masalah kedirgantaraan.
Dalam mengemban tugas pokok di atas, LAPAN menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijaksanaan nasional di bidang penelitian dan
pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya.
2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAPAN.
3. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang kedirgantaraan dan pemanfaatannya.
4. Kerjasama dengan instansi terkait di tingkat nasional dan internasional.
5. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan bidang penginderaan jauh, serta
pengembangan bank data penginderaan jauh nasional dan pelayanannya.
6. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan saint atmosfer, iklim antariksa
dan lingkungan antariksa, pengkajian perkembangan kedirgantaraan,
pengembangan informasi kedirgantaraan serta pelayanannya.
7. Penelitian, pengembangan teknologi dirgantara terapan, elektronika
dirgantara, wahana dirgantara serta pemanfaatan dan pelayanannya.
8. Pemasyarakatan dan pemasaran dalam bidang kedirgantaraan.
9. Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur di
lingkungan LAPAN.
10. Penyelenggaraan, pembinaan pelayanan administrasi umum.
LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penginderaan jauh.
Dalam melaksanakan tugas diatas, Deputi Bidang Penginderaan Jauh
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan, pemberian bimbingan dan
pembinaan di bidang penginderaan jauh;
2. Pengendalian terhadap kebijakan teknis di bidang penginderaan jauh;
3. Penelitian dan pengembangan teknologi sistem akusisi dan stasiun bumi,
pengolahan data, serta pengembangan bank data penginderaan jauh; dan
4. Penelitian dan pengembangan pemanfaatan data penginderaan jauh.
LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh terdiri atas :
a. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh;
b. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh.
Kedua bidang ini mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi sistem akusisi dan
stasiun bumi, pengolahan data, serta pengembangan bank data penginderaan
jauh.
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh menyelenggarakan fungsi :
a. penelitian dan pengembangan teknologi sistem akusisi dan stasiun bumi;
b. penelitian dan pengembangan sistem pengolahan data;
c. penelitian dan pengembangan bank data penginderaan jauh;
d. pembinaan teknis di bidang teknologi dan data penginderaan jauh.
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh mempunyai tugas melaksanakan
penelitian dan pengembangan pemanfaatan data penginderaan jauh.
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh menyelenggarakan fungsi :
a. penelitian dan pengembangan model pemanfaatan untuk sumberdaya
wilayah darat;
b. penelitian dan pengembangan model pemanfaatan untuk sumberdaya
wilayah pesisir dan laut;
c. penelitian dan pengembangan model pemanfaatan untuk pemantauan
lingkungan dan mitigasi bencana alam;
d. penelitian dan pengambangan nilai tambah data dan standar produksi
informasi; dan
e. pelaksanaan kerjasama teknis di bidang pemanfaatan penginderaan jauh.
3.7 Kewenangan
LAPAN mempunyai kewenangan sebagai berikut :
Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro;
Penetapan sistem informasi di bidangnya;
Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yaitu :
- Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang penelitian dan
pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya.
- Penginderaan/pemotretan jarak jauh dan pemberian rekomendasi
perizinan orbit satelit.
3.8 Program LAPAN
Adapun program dari LAPAN adalah sebagai berikut :
Program Pengembangan Teknologi Penerbangan dan Antariksa :
1. Pengembangan Teknologi Roket
2. Pengembangan Teknologi Satelit
3. Pengembangan Teknologi Penerbangan
4. Pengembangan Teknologi Penginderaan Jauh dan Bank Data
5. Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh
6. Pengembangan Sains Atmosfer
7. Pengembangan Sains Antariksa
8. Pengkajian Kebijakan dan Informasi Kedirgantaraan
9. Operasi stasiun bumi penginderaan jauh cuaca, pengamat geomagnet,
meteo, dan atmosfer dan Telemetri Tracking Commands (TTC) dan
pekayanan pengguna
10. Operasi Akuisisi dan pengolahan data satelit penginderaan jauh sumber
daya alam serta pelayanan pengguna
11. Operasi Akuisisi data meteorologi, atmosfer dan Antariksa.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya :
1. Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Perencanaan, MONEV,
Organisasi, Ketatalaksanaan dan Hukum
2. Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Humas dan Kerjasama
Kedirgantaraan (kerjasama nasional, internasional, maupun pelayanan
umum)
3. Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Sumberdaya dan Tata Usaha
4. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
5. Pelayanan Pengguna Berbasis Teknologi dirgantara.
3.9 Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh LAPAN Deputi Bidang
Penginderaan Jauh adalah sebagai berikut :
1. Stasiun bumi penerima data satelit,
2. Bank Data,
3. Laboratorium Teknologi informasi,
4. Komputer untuk pengolahan data Inderaja,
5. Instalasi pengolahan data satelit inderaja (NOAA, GMS, ERS-1, LS-7,
Ikonos, SPOT-5)
6. Pencetakan Paperprint Data Citra Satelit,
7. Perpustakaan,
8. Ruang pertemuan,
9. Mess dengan kapasitas 34 orang,
10. Perumahan dinas,
11. Lapangan tenis,
12. Lapangan bulu tangkis,
13. Lapangan voli,
14. Tenis meja,
15. Akses internet,
16. Cafetaria,
17. Mobil dinas,
BAB IV. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG
4.1 Laut Selatan Jawa
Perairan laut Selatan Jawa secara geografis memiliki sifat yang berbeda-beda,
walaupun secara garis besar perairan Indonesia termasuk dalam wilayah tropis. Dengan
perbedaan sifat tersebut perairan Selatan Jawa dibagi menjadi 5 kawasan, yaitu (1) Laut
Jawa, (2) Selat Madura, (3) Selat Bali dan (4) Selat Sunda, dan (5) Samudra Hindia.
Secara garis besar keadaan topografi di wilayah selatan terdiri dari lereng-lereng
perbukitan yang curam dan terjal, disamping itu wilayah selatan Jawa merupakan
deretan lempeng Pegunungan Timur Asia, peta wilayah Perairan Pulau Jawa disajikan
dalam Gambar 4.1. Hal ini tentu berhubungan dengan kondisi permukaan bawah laut
yang hampir sama dengan keadaan topografi permukaan di daratan. Oleh sebab itulah,
faktor alam sangat mempengaruhi jumlah pendaratan ikan di pantai selatan lebih sedikit
dibandingkan dengan Pantai Utara Jawa. Kondisi fisik oseanografi juga berpengaruh
dalam cakupan batas wilayah selatan Perairan Jawa sepanjang 12 mil laut. Khusus area
selatan mempunyai kedalaman rata-rata sekitar 106 meter, kecepatan arus 18-38
cm/detik, dan tinggi gelombang berkisar antara 2-7 meter.
Kondisi alam yang demikian juga mempengaruhi terjadinya dua musim angin,
yaitu Angin Muson Timur dan Angin Muson Barat. Keadaan lingkungan perairan dari
kedua musim tersebut sangat berbeda sehingga menjadi suatu fenomena alamiah yang
berhubungan dengan ruaya dan konsentrasi ikan pelagis. Umumnya musim ikan pelagis
besar di perairan Indonesia berlangsung pada akhir musim angin muson barat dan awal
musim angin muson timur (Bulan April sampai Bulan Juli). Hal ini berhubungan dengan
kesuburan perairan akibatnya terjadi arus upwelling (naiknya massa air laut ke
permukaan) dan salinitas pada musim angin muson timur.
Gambar 4.1 Perairan Selatan Jawa(sumber : google maps, 2011)
4.2. Proses Pengolahan Data Citra Satelit NOAA
4.2.1 Perolehan Data
Data citra satelit NOAA-AVHRR 18 dan 19 ini diperoleh dari Bank Data yang
ada di LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh. Data yang digunakan yaitu pada
bulan Juni 2011 dari tanggal 16 Juni sampai dengan 1 Juli 2011. Setelah memperoleh
data tersebut, kemudian dilakukan pengolahan data satelit NOAA-AVHRR dengan
bantuan beberapa software image processing.
4.2.2 Pengolahan Data
Data yang digunakan adalah data NOAA-AVHRR yang bebas awan, kemudian
dilakukan pengolahan lebih lanjut menggunakan software Envi 4.5 sehingga diperoleh
data hasil dalam format .pix. Data dengan format .pix ini kemudian diubah kedalam
format .ers dengan bantuan software Er mapper 7.0. Setelah itu dilakukan proses
rektifikasi atau proses koreksi geometrik data tersebut.
Nilai yang harus diketahui adalah nilai thelematri atau nilai suhu datanya dengan
menggunakan software HRPT. Setelah diketahui nilai thelematri datanya, langkah
selanjutnya adalah dengan memasukan data yang telah dikoreksi bersama dengan data
thelematri ke dalam software NOAA SPL v1.6. Setelah didapat data yang telah dihitung
nilai suhu permukaan lautnya, kemudian data tersebut dimasukkan kembali kedalam
software Er mapper 7.0 untuk dipisahkan data yang dianggap sebagai awan
menggunakan algoritma SPL Panas LAPAN INDERAJA. Tahap terakhir adalah
membuat layout dengan memasukkan kembali data ke dalam Er mapper 7.0 dan
dikonfigurasikan ke algoritma SPL LAPAN.
4.2.3. Koreksi Geometrik
Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan orientasi citra satelit secara
geometrik (kemencengan dan rotasi) serta memperbaiki perspektif citra sehingga
orientasi projeksi dan anotasinya sesuai dengan yang ada pada peta atau kondisi nyata di
permukaan bumi.
Koreksi geometrik terdiri dari koreksi sistematik (dikarenakan karakteristik
sensor citra satelit) dan non sistematik (karena perubahan posisi penginderaan). Koreksi
sistematik biasanya telah dilakukan oleh penyedia data. Koreksi non sistematik biasanya
dilakukan dengan suatu proses koreksi geometrik. Proses ini memerlukan titik-titik ikat
yang disebut titik control medan (ground control point / GCP). GCP tersebut dapat
diperoleh dari peta, citra yang telah terkoreksi atau tabel koordinat penjuru. GCP
kemudian disusun menjadi matriks transformasi untuk rektifikasi citra, seperti pada
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Penentuan titik ikat (GCP)
Data citra harus dikoreksi geometrik terhadap sistem koordinat bumi, agar semua
informasi data citra sesuai dengan keadaan sesungguhnya di bumi. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa ada dua istilah dalam koreksi geometrik ini, yaitu
registrasi dan rektifikasi. Registrasi adalah proses koreksi geometrik dari citra belum
terkoreksi dengan citra yang sudah terkoreksi. Rektifikasi adalah proses koreksi
geometrik antara citra belum terkoreksi dengan peta yang sudah terkoreksi. Gambar 4.3
merupakan contoh citra yang belum terkoreksi, sedangkan Gambar 4.4 adalah contoh
citra yang telah terkoreksi.
Gambar 4.3 Citra tanggal 28 Juni 2011 yang belum di koreksi
Gambar 4.4 Citra tanggal 28 Juni 2011 yang sudah di koreksi
Dalam Er mapper sendiri terdapat empat tipe pengoperasian rektifikasi :
a. Image to map rectification, yaitu koreksi geometrik antara citra belum
terkoreksi dengan peta yang sudah terkoreksi
b. Image to image rectification, yaitu koreksi geometrik antara citra belum
terkoreksi dengan citra yang sudah terkoreksi
c. Map to map transformation, yaitu mentransformasikan data yang
terkoreksi menjadi datum/map projection yang baru
d. Image rotation, yaitu memutar citra menjadi beberapa derajat.
Dalam melakukan koreksi geometrik, hal pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan titik control (GCP), kemudian setelah itu melakukan koreksi geometrik.
Titik kontrol ini berupa obyek yang terlihat pada citra sekaligus terlihat pada peta
rujukan yang digunakan dalam koreksi geometrik.
4.2.4. Rektifikasi
Er mapper akan merektifikasi atau membetulkan proyeksi dari citra
NOAA/AVHRR awal dengan acuan peta lain yang telah ber-georeferance
(indonesia.erv). Selain itu juga merektifikasi suatu citra yang tidak diketahui
proyeksinya melalui identifikasi sejumlah bentukan atau tanda dibumi/peta yang
selanjutnya akan digunakan sebagai titik- titik tumpuan atau ikat dari dataset (GCP).
Ada tiga alasan mengapa perlu merektifikasi dataset. Pertama adalah
membandingkan dataset-dataset. Dimana dapat menempelkan dua atau lebih citra jika
citra-citra tersebut berada dalam sistem koordinat yang sama. Jika citra- citra tersebut
berada dalam sistem koordinat yang tidak sama dengan sistem koordinat bumi maka
diperlukan proses rotasi citra tersebut, mentransformasinya dari suatu proyeksi ke
proyeksi lainya atau menggunakan pendekatan dengan data RAW dimana citra-citra
tersebut mempunyai ciri-ciri yang teridentifikasikan.
Alasan kedua adalah georeferensi citra terhadap sistem koordinat pada
permukaan bumi. Data citra digital sering mengandung kesalahan dalam geometri akibat
pergerakan scanner (penyapuan), karakteristik sensor, lingkungan permukaan atau
sebab-sebab lainya. Koreksi dapat dilakukan melalui pembuatan titik-titik kontrol dalam
dataset peta. Titik kontrol ini digunakan untuk memperbaiki keseluruhan citra, hal inilah
yang disebut sebagai rektifikasi atau warping.
Alasan ketiga adalah resample. Resample adalah salah satu bentuk konversi
dataset. Jika kita mengspesifikkan sudut rotasi sebagai nilai nol, hanya akan me-
resample dataset, tidak merotasikanya. Ini hanya memungkinkan untuk meningkatkan
resolusi suatu citra dengan me-resampelnya menjadi suatu dataset dengan ukuran sel
yang lebih kecil.
4.3. Sarana dan Prasarana Dalam Pengolahan Data
4.3.1 Hardware
1. Personal Computer (PC) Pentium Dual Core 2.0 GHz, 998 MB. Penggunaan PC
dengan spesifikasi ini dapat mempercepat pengolahan data.
2. Printer yang berfungsi untuk mencetak data baik data citra ataupun data lainya
dari perangkat lunak (software) ke bentuk perangkat keras (hardware). Keluaran
citra hasil olahan sebelum nantinya bisa dimanfaatkan oleh user, dihasilkan oleh
alat ini pula.
4.3.2 Software
4.3.2.1 Citra Satelit NOAA 18 dan 19
Citra Satelit NOAA-AVHRR 18 dan 19 yang digunakan dalam PKL ini
berdasarkan sistem resolusinya merupakan data LAC (Local Area Coverage). Data LAC
dilengkapi dengan TIP (TIROS Information Processor) dan direkam oleh sensor satelit.
Dengan perintah dari stasiun bumi CDA (Command and Data Acquisition), data LAC
dapat dipancarkan secara selektif dari daerah pengamatan tertentu ke stasiun bumi
penerima data satelit. Maksimum data yang direkam adalah 10 menit per orbit dengan
resolusi spasial 1,1 km.
Pada PKL ini digunakan 15 citra NOAA/AVHRR pada bulan Juni 2011. Dari 15
citra tersebut hanya ada 2 buah citra yang terektifikasi dan mempunyai data citra suhu
permukaan laut pada Laut Selatan Jawa.
4.3.2.2 Envi 4.5
ENVI adalah perangkat lunak untuk memproses dan menganalisis citra
geospasial yang digunakan oleh para ilmuwan, peneliti, analis gambar, dan GIS
profesional di seluruh dunia. Perangkat lunak ENVI menggabungkan gambar citra
pengolahan dan analisis citra teknologi dengan intuitif, user-friendly interface untuk
membantu dan mempermudah anda mendapatkan informasi yang berarti dari pencitraan
(http://www.ittvis.com/language/en-us/productsservices/envi.aspx, 2011).
Software ENVI 4.5 digunakan untuk registrasi awal data yang berbentuk Level
1B, yang kemudian data tersebut akan disimpan dalam format .ers di software Er
mapper. Data Level 1B adalah data yang telah mempunyai terapannya, merupakan hasil
dari aplikasi sensor kalibrasi lanjutan dari Level 1A. AVHRR Level 1B ini berisikan
informasi lokasi bumi (earth location information), dengan jumlah titik referensi bumi
yang tetap pada tiap baris scanning (scan line).
4.3.2.3 Er Mapper 7.0
ER Mapper adalah salah satu software (perangkat lunak) yang digunakan untuk
mengolah data citra atau satelit. Masih banyak perangkat lunak yang lain yang juga
dapat digunakan untuk mengolah data citra, diantaranya adalah Idrisi, Erdas Imagine,
PCI dan lain-lain. Masing-masing perangkat lunak mempunyai keunggulan dan
kelebihannya sendiri. ER Mapper dapat dijalankan pada workstation dengan sistem
operasi UNIX dan komputer PCs (Personal Computers) dengan sistem operasi Windows
95 ke atas dan Windows NT (http://www.oocities.org/yaslinus/b1_1.html, 2011).
Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini, software Er Mapper digunakan untuk
proses koreksi geometrik dan rektifikasi. Maksud dari koreksi geometrik adalah untuk
mereduksi terjadinya distorsi geometrik pada citra, hal ini dilakukan dengan cara
mencari hubungan antara sistem koordinat geografis menggunakan titik kontrol tanah
atau GCP. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan nilai piksel yang benar pada
posisi yang tepat sesuai dengan koordinat bumi.
Er Mapper 7.0 akan merektifikasi atau membetulkan citra-citra dari suatu
proyeksi peta yang diketahui posisinya. Dapat juga merektifikasi suatu citra yang tidak
dalam proyeksi yang diketahui dengan mengidentifikasi sejumlah bentukan atau tanda di
bumi yang diidentifikasi melalui GCP dan menggunakannya untuk menentukan titik-
titik tumpukan atau ikat dari dataset.
4.3.2.4 ReadHRPT
Transmisi Gambar Tingkat Tinggi / High Resolution Picture Transmission
(HRPT) yang diinstal pada satelit NOAA telah menjadi sumber utama data berkualitas
tinggi selama dua dasawarsa dari satelit yang mengorbit di stasiun pengguna utama di
seluruh dunia. Aliran data ini tidak hanya berisi gambar resolusi penuh dalam format
digital dari instrumen tetapi juga informasi-informasi dari sensor AVHRR. Melalui
penerimaan HRPT, pengguna dapat memperoleh data tiga atau dua kali setiap hari dari
tiap satelit. HRPT memberikan data resolusi tinggi untuk jangkauan luasan wilayah
sekitar 1500 km radius dari stasiun pengguna dan resolusi spasial 1,1 km per pixelnya.
Informasi yang diberikan meliputi gambaran sekilas tentang kondisi meteorologi dan
juga dapat digunakan untuk beberapa aplikasi kebumian dan laut. Data-data atmosfer
yang diproses menggunakan model Numerical Weather Prediction (NWP)
(http://www.hffax.de/html/hauptteil_hrpt.html, 2011).
Software HRPT Reader digunakan dalam menentukan thelematry data suhu,
mulai dari nilai suhu pada suatu band (Average Space Count/Cs), nilai kalibrasi
(Average Blackbody Count/Cbb), dan temperatur (Internal Blackbody
Temperature/Tbb), yang akhirnya dengan data tersebut bisa dicari nilai Nbb (Nilai
Radiansi Blackbody).
4.3.2.5 NOAA SPL v1.6
Software NOAA SPL v1.6 dikembangkan oleh LAPAN Deputi Bidang
Penginderaan Jauh untuk mempermudah pengolahan data citra satelit NOAA-AVHRR.
Program ini dibuat oleh Ibu Dra. Maryani Hartuti, M.Sc yang saat ini menjabat sebagai
Kepala Bidang Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut (Kabid SDW PL) untuk
mempermudah perhitungan suhu permukaan laut (SPL).
Penggunaan software ini sangat mudah, hanya dengan memasukan data citra
satelit NOAA-AVHRR yang sudah ter-rektifikasi dan data thelematri yang sudah
dimasukkan ke dalam notepad yang sudah mempunyai format. Software ini dapat
memproses data citra secara otomatis sampai data citra satelit NOAA 19, dengan arti
software ini harus up to date ke versi terbaru apabila suatu saat NOAA memiliki satelit
yang baru.
4.4 Pengolahan Citra NOAA/AVHRR Untuk Menghasilkan Nilai SPL
Dari 15 data citra NOAA/AVHRR yang diolah, ada 5 data citra yang tidak ada
hasil citranya, yaitu tanggal 18, 21, 23, 27, 29 Juni 2011, ada 8 data citra yang tidak
terektifikasi karena tertutup awan pada Laut Selatan Jawa, yaitu tanggal 17, 19, 20, 22,
25, 26, 28, 30 Juni 2011, dan ada 2 data citra yang bisa direktifikasi, yaitu tanggal 16
dan 24 Juni 2011.
4.4.1 Registrasi Awal menggunakan HRPT Reader
Input data
- Buka program ReadHRPT
Gambar 4.5 software ReadHRPT
- Klik File→Open
- Pada Window open→pilih file HRP (misal : 16-06-2011 14.37 NOAA18_L1B)
Gambar 4.6 Input data HRPT
- Klik Open
- Pada Window Confirm Timestep→ pilih Northbound
Gambar 4.7 Window Confirm Timestep
- Tampilan Data dalam format false colour
Gambar 4.8 Tampilan Data dalam format false colour
Menampilkan telemetry data
- Klik View→Pilih telemetry data
Gambar 4.9 Window Telemetry Data
- Kemudian data telemetry tersebut digunakan untuk menurunkan Koefisien
Slope dan Intercept data NOAA.
4.4.2 Mengubah data Level 1B menjadi format .pix menggunakan ENVI 4.5
Melakukan Georeferensi
- Buka program ENVI
- Klik File→Open Eksternal File→AVHRR→KLMN/Level 1B
- Pada window Enter AVHRR Filesname, klik open
Gambar 4.10 Window Enter AVHRR Filesname pada ENVI 4.5
- Klik Map pada toolbar ENVI→Georeference AHVRR→Georeference data
- Pada window Select Input File, klik (misal 16-06-2011 14.37 NOAA18_L1B)
Gambar 4.11 Select Input File data AVHRR Level 1B
- Kemudian klik OK
- Pada window Georeference AVHRR Parameter
Map Projection : Geographic Lat/Lon
Datum : WGS-84
Number Warp Point X dan Y : 50 dan 50
- Tulis file Output GCP (.pts) (misal 1106161437N18.pts)
Gambar 4.12 Window Georeference AVHRR Parameter
- Klik OK
- Pada window Registration Parameters
Warp Method : Triangulation
Resampling : Nearest Neighbor
- Tulis Output Filesname (misal 1106161437N18_G)
Gambar 4.13 Window Registration Parameters
- Klik OK
Export File
- Klik File→Save File As→PCI
- Pada window output to PCI input filename, pilih file hasil Registration
Parameters (misal 1106161437N18_G)
Gambar 4.14 Window output to PCI input filename
- Klik OK
- Tulis Output (misal 1106161437N18_pci.pix)
4.4.3 Koreksi Geometrik menggunakan Er Mapper 7.0
Import File
- Klik Utilities→Import Image Format→PCI→Import
- Pada window Import PCI
Import File/Device Name (file input) : 1106161437N18_pci.pix
Output Dataset Name (file Ouput) : 1106161437N18.ers
Geodetic Datum : WGS84
Map Projection : Geodetic
Gambar 4.15 Window Import PCI
- Klik OK
Gambar 4.16 Window Import Progress
Koreksi Geometrik
- Klik Process pada toolbar Er mapper→Geocoding Wizard
- Pada window Geocoding Wizard, pilih
1) Start
Input file : 1106161437N18.ers
Geocoding Type : Polynomial
Gambar 4.17 Window Geocoding Wizard Step 1
2) Polynomial Setup
Polynomial Order : Linier
Gambar 4.18 Window Geocoding Wizard Step 2
3) GCP Setup
Geocoded image, vector or algorithm→Input File : Acuan_Indopul.erv
Gambar 4.19 Window Geocoding Wizard Step 3
4) GCP Edit
Tentukan GCP minimal 4 titik menyebar pada seluruh citra
Gambar 4.20 Window Geocoding Wizard Step 4
Nilai RMS yang ditoleransi oleh LAPAN adalah 1.5. Pada PKL ini nilai rata-rata
RMS adalah 0.2.
5) Rectify
- Isi Output Info : 1106161437N18_C.ers
- Klik Default Cell Size
- Klik Save file and Start registration
Gambar 4.21 Window Geocoding Wizard Step 5
Gambar 4.22 Window Rectification
4.4.4 Perhitungan Suhu Permukaan Laut menggunakan Program NOAA SPL 1.6
Program NOAA SPL versi 1.6 dikembangkan oleh LAPAN untuk
mempermudah pengolahan data citra satelit NOAA-AVHRR menjadi data SPL yang
cepat dan akurat. Sebelum menggunakan program ini, data telemetry pada citra satelit
disalin ke dalam sebuah notepad yang sudah berformat.
Gambar 4.23 Data telemetry pada notepad
Prosessing NOAA SPL 1.6
- Input data yang telah terkoreksi ke dalam NOAA SPL 1.6
File data NOAA, misal : 1106161246N19_C.
(File yang di input bukan file yang berformat .ers)
File Header : 1106161246N19_HDR
(Data telemetry yang sudah disalin ke dalam notepad)
File output : 1106161246N19_SPL.ers
- Klik Proses
Gambar 4.24 Proses data NOAA AVHRR SPL
Menurut Hartuti (2008) suhu blackbody internal (TBB) diukur oleh empat
platinum resistance thermistor (PRT) yang terdapat pada instrumen AVHRR. Radiansi
(NBB) yang diterima oleh AVHRR dari blackbody internal pada tiap kanal termal
dihitung dari TBB dan fungsi respon spektral tiap kanal tersebut. Nilai radiansi angkasa
(radiance of space), NS, yang dirancang untuk secara akurat menjelaskan informasi pre-
launch, dihitung dari data pre-launch. Radiansi tersebut, bersama dengan count space
rata-rata (Cs) dan count blackbody rata-rata (CBB) menyediakan 2 titik (CBB, NBB) dan
(CS, NS) pada grafik radiansi versus count. Garis lurus yang ditarik antara kedua titik
tersebut menghasilkan radiansi linier versus perkiraan count. Keluaran count AVHRR
dari permukaan bumi (CE) dimasukkan ke dalam persamaan linier tersebut dan
menghasilkan radiansi linier NLIN. Pengukuran pre-launch menunjukkan bahwa grafik
radiansi aktual versus count adalah kuadratik sehingga NLIN merupakan input dalam
persamaan kuadrat, yang didefinisikan dalam pengukuran pre-launch, untuk
memberikan koreksi radiansi nonlinier NCOR. Radiansi yang datang dari bumi, NE, yang
menghasilkan nilai count keluaran AVHRR, CE, diperoleh dengan menambahkan NCOR
pada NLIN. Suhu blackbody, TE selanjutnya dapat dihitung dari nilai radiansi NE.
Langkah 1. Menghitung suhu blackbody internal (TBB)
Suhu target blackbody internal diukur dengan 4 PRT. Pada tiap baris scan, data
word 18, 19, dan 20 dalam format frame minor HRPT mempunyai 3 nilai dari 4 PRT.
PRT yang berbeda disampling pada tiap baris scan; setiap baris scan ke-lima, semua
ketiga nilai PRT adalah 0 yang menunjukkan bahwa satu set 4 data PRT telah
disampling. Nilai count CPRT dari tiap PRT dihitung menjadi suhu dengan formula:
Nilai koefisien d0, d1, d2, d3, dan d4 untuk tiap PRT ditampilkan pada Tabel 4.1
dan 4.2 untuk satelit NOAA 18 dan 19.
Tabel 4.1 NOAA-18 AVHRR/3 conversion coefficients
PRT d0 d1 d2 d3 d4
1 276.601 0.05090 1.657 E-06 0 02 276.683 0.05101 1.482 E-06 0 03 276.565 0.05117 1.313 E-06 0 04 276.615 0.05103 1.484 E-06 0 0
Tabel 4.2 NOAA-19 AVHRR/3 conversion coefficients
PRT d0 d1 d2 d3 d4
1 276.6067 0.051111 1.405783E-06 0 02 276.6119 0.051090 1.496037E-06 0 03 276.6311 0.051033 1.496990E-06 0 04 276.6268 0.051058 1.493110E-06 0 0
Untuk menghitung suhu blackbody internal TBB, NESDIS menggunakan perata-
rataan:
Langkah 2. Menghitung radiansi blackbody internal (NBB)
Radiansi NBB pada tiap kanal termal dari blackbody internal pada suhu TBB adalah
rataan terbobot fungsi Planck pada response spektral kanal tersebut. Fungsi respon spektral
untuk tiap kanal diukur pada sekitar 200 internal panjang gelombang dan disediakan bagi
NESDIS oleh pembuat instrumen. Secara praktis, suatu look-up tabel yang menghubungkan
radiansi dengan suhu dibuat untuk tiap kanal. Tiap tabel menunjukkan radiansi pada tiap 1/10
derajat Kelvin antara 180 dan 340K. Tabel ini disebut “Tabel Energi”. Didapatkan bahwa
persamaan dua-langkah berikut secara akurat menghasilkan Tabel Energi setara dengan suhu
blackbody dengan ketelitian ± 0.01K pada range 180 sampai 340K. Tiap kanal termal
mempunyai satu persamaan, yang menggunakan bilangan gelombang pusat (centroid
wavenumber), νC, dan suhu blackbody “efektif” (TBB*). Persamaan dua-langkah tersebut
adalah:
di mana konstanta radiasi c1 dan c2 adalah:
c1 = 1.1910427 x 10-5 mW/(m2-sr-cm-4)
c2 = 1.4387752 cm-K
Nilai νC dan koefisien A dan B untuk kanal 3B, 4, dan 5 NOAA 18 dan 19
ditampilkan pada Tabel 4.3 dan 4.4. Bilangan gelombang pusat tunggal untuk tiap kanal
menggantikan metode sebelumnya, yang menggunakan bilangan gelombang pusat yang
berbeda untuk tiap empat range suhu.
Tabel 4.3 NOAA-18 AVHRR/3 thermal channel temperature-to-radiance coefficients
νc A BChannel 3B 2659.7952 1.698704 0.996960Channel 4 928.1460 0.436645 0.998607Channel 5 833.2532 0.253179 0.999057
Tabel 4.4 NOAA-19 AVHRR/3 thermal channel temperature-to-radiance coefficients.
νc A BChannel 3B 2670.0 1.67396 0.997364Channel 4 928.9 0.53959 0.998534Channel 5 831.9 0.36064 0.998913
Langkah 3. Menghitung radiansi permukaan bumi (NE) menggunakan koreksi
non linier
Keluaran dari dua target kalibrasi in-orbit digunakan untuk menghitung
perkiraan linier dari radiansi permukaan bumi NE. Tiap baris scan, AVHRR mengukur
target blackbody internal dan mengeluarkan 10 nilai count untuk tiap tiga detektor kanal
termal; yang terletak pada words 23 sampai 52 dalam susunan data HRPT. Ketika
AVHRR mengarah ke angkasa (cold space), 10 count dari tiap lima kanal dikeluarkan
dan disimpan pada word 53 sampai 102. Nilai count tiap kanal dirata-ratakan untuk
menghaluskan noise acak; seringkali counts dari 5 baris scan yang berurutan
dirataratakan karena diperlukan 5 baris untuk memperoleh satu set pengukuran seluruh 4
PRT. Count blackbody rata-rata (CBB) dan count angkasa (space) rata-rata (CS) bersama
dengan radiansi blackbody NBB dan radiance angkasa (NS) digunakan untuk menghitung
perkiraan radiansi linier (NLIN),
di mana CE adalah keluaran count AVHRR pada target permukaan bumi (2048 count
tiap baris scan).
Detektor Mercury-Cadmium-Telluride yang digunakan untuk kanal 4 dan 5
mempunyai respon non linier terhadap radiansi yang datang. Pengukuran laboratorium
pada pre-launch menunjukkan bahwa:
a. Radiansi scene adalah fungsi non linier (kuadratik) dari count keluaran AVHRR.
b. Ketidaklinieran tersebut tergantung pada suhu operasi AVHRR
Diasumsikan bahwa respon non linier akan tetap ada pada saat mengorbit. Untuk
seri satelit NOAA KLM (NOAA 18 dan 19), NESDIS menggunakan metode koreksi
non linier berdasarkan radiansi. Pada metode ini, perkiraan radiansi linier mula-mula
dihitung menggunakan radiansi angkasa non-zero (NS) pada persamaan diatas.
Kemudian, nilai radiansi linier dimasukkan ke dalam persamaan kuadrat untuk
menghasilkan koreksi radiansi non linier, NCOR:
Akhirnya, radiansi permukaan bumi (NE) diperoleh dengan menambahkan NCOR pada
NLIN,
Menetapkan nilai radiansi angkasa non-zero merupakan cara matematis yang
mempunyai dua keuntungan utama. Pertama, hanya diperlukan satu persamaan koreksi
kuadratik per kanal; koefisien kuadratik adalah tidak bergantung pada suhu operasi
AVHRR. Kedua, metode ini menghasilkan pengukuran pre-launch dengan sangat baik;
perbedaan RMS antara data fitted dan data hasil pengukuran adalah sekitar 0.1 K untuk
kedua kanal 4 dan 5. Nilai NS dan koefisien kuadratik b0, b1, dan b2 ditampilkan pada
Tabel 4.5 dan 4.6 untuk NOAA 18 dan 19.
Tabel 4.5 NOAA-18 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance
correction quadratic
NS b0 b1 b2
Channel 4 -5.53 5.82 -0.11069 0.00052337Channel 5 -2.22 2.67 -0.04360 0.00017715
Table 4.6 NOAA-19 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance
correction quadratic
NS b0 b1 b2
Channel 4 -5.49 5.70 -0.11187 0.00054668Channel 5 -3.39 3.58 -0.05991 0.00024985
Langkah 4. Konversi radiansi permukaan bumi (NE) menjadi suhu blackbody
(TE)
Suhu TE didefinisikan dengan membuat invers langkah-langkah yang digunakan
untuk menghitung radiansi NE yang diukur oleh kanal AVHRR dari blackbody pada
suhu TE. Proses dua-langkah tersebut adalah:
Langkah 5. Perhitungan suhu permukaan laut
Perhitungan suhu permukaan laut (SPL) dilakukan hanya pada piksel yang bebas
awan. Oleh karena itu perlu dilakukan prosedur untuk mendeteksi piksel yang berawan.
Langkah-langkah untuk mendeteksi awan dilakukan sebagai berikut:
1. Jika suhu kecerahan dari kanal 5 (Tb5) lebih kecil dari 280 K maka pixel tersebut
berawan. Ambang batas 280 K adalah berdasarkan analisis statistik piksel yang
berawan dan yang bebas awan untuk daerah di Samudera Hindia antara 5°LS-30°LU
(Nath, 1993).
2. Jika standard deviasi dari window 3 x 3 suhu kecerahan kanal 4 (Tb4) lebih besar
dari 0.2 K maka pixel-pixel tersebut terkontaminasi oleh awan.
3. Jika rasio kanal 2 dan kanal 1 lebih besar dari 0.6 maka pixel tersebut berawan.
4. Jika selisih antara suhu kecerahan kanal 4 dan kanal 5 lebih besar dari 2.5 K maka
piksel tersebut berawan.
Metode untuk mendeteksi piksel berawan pada data NOAA-AVHRR lebih lengkap
terdapat pada Saunders dan Kribel (1988).
Selanjutnya, dilakukan perhitungan suhu permukaan laut pada piksel-piksel yang
bebas awan menggunakan algoritma multichannel, yaitu kombinasi kanal 3, 4, dan 5.
Ketelitian estimasi SPL menggunakan kanal 3, 4 dan 5 dipengaruhi oleh absorpsi uap air
di atmosfer rendah (Brown et al., 1985). Di samping itu, ketelitian pengukuran SPL juga
dipengaruhi oleh kalibrasi dan disain sensor, algoritma koreksi atmosfer, prosedur
pengolahan data, dan variasi lokal interaksi antara udara dan laut (Brown et al., 1993).
Perbedaan antara SPL dari satelit dengan pengukuran in situ juga dipengaruhi
oleh ‘cool skin effect’, yaitu lapisan permukaan laut yang sangat tipis (beberapa mikro
meter) yang lebih dingin dari air di bawahnya. Satelit hanya mendeteksi suhu permukaan
laut (‘cool skin’) sementara pengukuran secara in situ umumnya dilakukan pada
kedalaman beberapa cm dari permukaan laut. Perbedaan ini dapat dikurangi dengan menguji
pasangan data SPL dari satelit dan in situ (McClain, 1985).
Ada berbagai algoritma multichannel, beberapa di antaranya ditampilkan pada Tabel
4.7, dengan SPL dalam °C, Tb4 dan Tb5 adalah suhu kecerahan kanal 4 dan 5 (Yokoyama
dan Tanba, 1991).
Tabel 4.7 Algoritma SPL multichannel
No.
Algoritma Fungsi Estimasi SPL
1 Deschamps&Phulpin, 1980 SPL = Tb4 + 2.1 (Tb4 - Tb5) - 1.28 - 273.02 McClain, 1981 SPL = Tb4 + 2.93 (Tb4 - Tb5) - 0.76 - 273.03 McMillin&Crosby, 1984 SPL = Tb4 + 2.702 (Tb4 - Tb5) - 0.582 - 273.04 Singh, 1984 SPL = 1.699 Tb4 - 0.699 Tb5 - 0.24 - 273.05 Strong & McClain, 1984 SPL = 1.0346 Tb4 + 2.55 (Tb4 - Tb5) + 0.21 - 273.06 Callison et al, 1989 SPL = 1.0351 Tb4 + 3.046 (Tb4 -Tb5) - 10.93 - 273.07 Maul, 1983 SPL = Tb4 + 3.35 (Tb4 - Tb5) + 0.32 - 273.08 McClain et al, 1983 SPL = 1.035 Tb4 + 3.046 (Tb4 - Tb5) - 1.305 - 273.09 Goda, 1993 SPL = 3.6569 Tb4 - 2.6705 Tb5 - 268.92
Selain algoritma-algoritma tersebut, ada algoritma SPL non linier, yang dikenal
dengan Coastwatch SST, dengan persamaan sebagai-berikut:
NLSST=A1 (T11) + A2(T11-T12)(MCSST) + A3(T11-T12)(Secq -1) - A4
MCSST= B1 (T11) + B2(T11-T12) + B3(T11-T12)(Secq -1) - B4
Di mana T11 dan T12 adalah suhu AVHRR kanal 11 dan 12 μm dalam Kelvin; Secq
adalah secant sudut zenith satelit q; NLSST adalah SPL non linier dan MCSST adalah SPL multi
kanal masing-masing dalam derajat Celcius, A1-A4 dan B1-B4 adalah koefisien konstanta seperti
pada Tabel 4.8 dan 4.9.
Tabel 4.8 Koefisien algoritma SPL non linier (NLSST)
Satellite Time Coefficients
NOAA-18
DayA1= 0.934004
A2= 0.0724457A3= 0.748044
A4= 253.308
NOAA-18
NightA1= 0.939146
A2= 0.0750661
A3= 0.728430
A4= 255.063
NOAA-19
Day A1= 0.95606 A2= 0.06340 A3= 0.83725A4= 259.86382
NOAA-19
Night A1= 0.94519 A2= 0.06559 A3= 0.74479A4= 256.82409
Tabel 4.9 Koefisien algoritma SPL multi kanal (MCSST)
Satellite Time Coefficients
NOAA-18 Day A1= 1.02453 A2= 2.10044 A3= 0.784059 A4= 280.430
NOAA-18 Night A1= 1.00841 A2= 2.23459 A3= 0.736946 A4= 276.075
NOAA-19 Day A1= 1.01922 A2= 1.72270 A3= 0.80263 A4= 278.74596
NOAA-19 Night A1= 1.01432 A2= 1.91798 A3= 0.72064 A4= 277.71304
4.4.5 Penyeleksian data yang dianggap sebagai awan menggunakan formula SPL
panas LAPAN pada Er Mapper 7.0
LAPAN membuat suatu algoritma untuk mempermudah penyeleksian data SPL
yang dianggap sebagai awan. Sebelum penyeleksian data, data harus di cropping sesuai
dengan lintang dan bujur wilayah Indonesia atau wilayah daerah penelitian.
Input data SPL pada window algorithm
- Input data : 1106161246N19_spl
- Klik Geoposition Window
Gambar 4.25 Input data SPL pada window algorithm
Cropping data
- Klik Extents
- Ubah Latitude dan Longitude
Top Left Latitude : 10N (jika lebih kecil dari 10N, tidak perlu diubah)
Bottom Right Latitude : 15S (jika lebih kecil dari 15S, tidak perlu diubah)
Top Left Longitude : 90E (jika lebih besar dari 90E, tidak perlu diubah)
Bottom Right Longitude : 141E (jika lebih kecil dari 141E, tidak perlu diubah)
- Klik OK
Gambar 4.26 Window Geoposition Extents
Seleksi data yang dianggap Awan
- Pada window algorithm, klik surface
- Ubah Color Table : Spl_panas
Gambar 4.27 Window Algorithm
- Klik Tab Layer
- Klik E=mc2
Gambar 4.28 Window Algorithm
- Pada window Formula Editor, Open formula :
RECLASS_awan_WEB2_panas.frm
Atau dengan memasukkan algoritma :
IF INREGION(R1) AND i1<30 then 0 else if INREGION(R2) AND I1<28
THEN 0 ELSE IF i1<=32.9 then i1 ELSE IF (I1>32.9 AND I1<35) then 32.9
else if (I1>35 AND I1<37) THEN 0 else IF I1=255 THEN 0 ELSE 100
- Klik OK
Gambar 4.29 Window Open Formula
- Klik Apply changes
- Klik Close
Gambar 4.30 Window Formula Editor
- Save As File : 1106161246N19_SPL_WEB
Files of Type : ER Mapper Raster Dataset (.ers)
- Klik Ok
Gambar 4.31 Window Save As
- Data Type : IEEE 4ByteReal
- Klik OK
Gambar 4.32 Window Save As ER Mapper Dataset
4.4.6 Pembuatan Layout Peta
Pembuatan layout peta juga menggunakan algoritma yang telah disediakan oleh
LAPAN. Algoritma tersebut dikonfigurasikan di dalam Er Mapper, dan berikut langkah-
langkahnya :
Input data
- Klik Open New pada Er Mapper
Gambar 4.33 Window Er Mapper
- Pada window Open, input : LAYOUT_SPL_PANAS.alg
- Klik OK
Gambar 4.34 Window Open
Gambar 4.35 Layout SPL LAPAN
- Pada window algorithm, input data pada Pseudo Layer 1, Misal :
1106161246N19_SPL_WEB.ers
Gambar 4.36 Window Algorithm
- Edit tanggal dan sumber pada layout peta menggunakan tools
Gambar 4.37 Window Algorithm
- Pilih Tools Panah
Gambar 4.38 Window Tools
- Edit tanggal dan sumber sesuai dengan data pada layout peta, menggunakan
tools panah dan double klik fonts yang ingin diubah
Gambar 4.39 Edit Layout Peta
- Close window tools
- Save As data menggunakan print screen atau klik File pada bar Er Mapper >
Save As, misal : 1106161246N19
Files of Type : JPEG(.jpg)
- Klik Ok
Gambar 4.40 Window Save As
Gambar 4.41 Peta Suhu Permukaan Laut Indonesia tanggal 16 Juni 2011
4.5. Permasalahan Yang Dihadapi Dan Alternative Penyelesaian
4.5.1. Sensor Citra Satelit NOAA Tertutup Awan
Salah satu kendala terbesar bagi aplikasi data penginderaan jauh di Indonesia
adalah liputan awan dan asap yang tebal. Akibatnya semua informasi yang ditampilkan
tidak seluruhnya dapat menggambarkan objek yang ada. Objek yang berada tepat
dibawah awan atau bayangannya tidak dapat diketahui. Indonesia yang terletak di garis
khatulistiwa dan merupakan negara kepulauan sangat banyak diliputi oleh awan.
Beberapa daerah di Indonesia bahkan sepanjang tahun diliputi oleh awan, juga asap tebal
di wilayah Kalimantan, Sumatera dan sekitarnya akibat kebakaran hutan beberapa waktu
yang lalu. Dengan keadaan cuaca seperti yang dijumpai inilah, sulit bagi kita untuk
memanfaatkan data satelit ini dengan hasil yang memuaskan.
Dalam hal ini solusi yang dilakukan adalah saat pengambilan citra sebaiknya
dilakukan pada saat cuaca baik atau cerah sehingga hasil pemotretan akan jelas tanpa
tertutup awan, kemudian cara lain adalah hasil citra yang didapatkan dilakukan
penyeleksian data yang dianggap sebagai awan untuk menghilangkan awan tersebut
dengan menggunakan software Er Mapper.
4.5.2. Keakuratan Dan Ketelitian Data
Dalam pengolahan data, faktor sumberdaya manusia juga berperan besar dalam
kebenaran dan keakuratan data. Oleh karena itu, kesalahan dalam pengolahan data pasti
ada walaupun sedikit. Kesalahan ini akan nampak sekali saat proses klasifikasi. Hal ini
dikarenakan dalam menentukan suatu kelas seorang pengolah data harus mempunyai
banyak pengetahuan dan informasi dalam mengamati suatu area yang disajikan dalam
sebuah citra.
Oleh karena pengetahuan dan pengalaman pengolah data berbeda-beda maka
perlu adanya pengecekan dilapangan (ground truth) terhadap citra yang sudah
diklasifikasi, agar kesalahan yang ada dapat diperkecil sehingga hasilnya nanti sesuai
yang diinginkan.
Software sebagai sarana pembantu pengolah data bagi interpreter juga memegang
peranan penting terhadap proses interpretasi. Jadi apapun metode dan bagaimanapun
cara software mengintepretasikan gejala ataupun obyek memang di luar kemampuan kita
untuk mengkajinya. Jadi, seorang interpreter hanyalah menjalankan proses sebaik
mungkin berdasarkan langkah-langkah yang harus diikuti dan berikutnya kemampuan
software-lah yang melanjutkan langkah-langkah selanjutnya.
4.5.3. Proses Download Data
Proses download data merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan
Praktek Kerja Lapang ini karena dari proses download ini kita dapat memperoleh
sumber data yang nantinya akan diolah sehingga menjadi Peta Suhu. Data ini diperoleh
dari Bank Data di LAPAN, namun kendala utama adalah dalam proses download
diperlukan koneksi intranet secara kontinyu agar data yang diperoleh dalam kondisi baik
sehingga dapat diolah. Apabil proses download data gagal atau mendapatkan data yang
corrupt, maka data tidak dapat diolah menjadi peta suhu.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil PKL ini adalah :
1. Penggunaan teknologi Penginderaan Jauh (PJ) adalah alternatif yang sangat tepat
dalam menyediakan informasi potensi sumberdaya perikanan secara cepat, akurat
dan murah, pemetaan akan potensi sumberdaya perikanan merupakan suatu
kebutuhan yang sangat esensial.
2. Satelit NOAA/AVHRR dapat dimanfaatkan salah satunya untuk pembuatan peta
suhu permukaan laut.
3. Proses pengolahan data citra satelit NOAA/AVHRR hingga menjadi peta suhu
permukaan laut dibutuhkan 4 software yaitu : Envi 4.5 untuk registrasi awal data
citra yang telah di download, Er Mapper 7.0 untuk koreksi geometrik pada citra
yang telah diregistrasi sebelumnya pada Envi 4.5, HRPT untuk menentukan
thelematry data suhu, mulai dari nilai suhu pada suatu band (Average Space
Count/Cs), nilai kalibrasi (Average Blackbody Count/Cbb), dan temperatur
(Internal Blackbody Temperature/Tbb), dan Program NOAA SPL LAPAN v1.6
untuk perhitungan SPL. Proses membuat layout dengan memasukkan kembali
data SPL ke dalam Er mapper 7.0 dan dikonfigurasikan ke algoritma SPL
LAPAN.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis kepada pembaca jika ingin melakukan PKL
di tempat ataupun dengan tema yang sama adalah :
1. Citra MODIS dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pemetaan
sebaran suhu permukaan laut, dengan software pengolahan data Seadas, Erdas
serta ArcGIS.
2. Sebaiknya dipilih citra atau image yang bebas awan. Jika diperlukan untuk
menghilangkan tutupan awan pada citra dapat dilakukan penyeleksian data yang
dianggap awan menggunakan algoritma RECLASS_awan_WEB2_panas.frm
atau memasukan algoritma IF INREGION(R1) AND i1<30 then 0 else if
INREGION(R2) AND I1<28 THEN 0 ELSE IF i1<=32.9 then i1 ELSE IF
(I1>32.9 AND I1<35) then 32.9 else if (I1>35 AND I1<37) THEN 0 else IF
I1=255 THEN 0 ELSE 100 pada formula editor Er Mapper.
3. Meyakinkan data utama dan semua data pendukung citra satelit ter-copy secara
sempurna agar hasil pengolahan citra dapat dibuka dan diolah lebih lanjut
diperangkat computer lainnya.
4. Diperlukan ketelitian peneliti dalam penggunaan algoritma dan formula yang
telah disediakan oleh LAPAN ke dalam formula editor Er Mapper.