lapsus ten
DESCRIPTION
penyakit pada mataTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Toxic Epidermal Necrolysis (T.E.N) umumnya merupakan penyakit yang berat,
lebih berat daripada sindrom steven johnson (S.S.J), sehingga jika pengobatannya tidak
cepat dan tepat sering menyebabkan kematian. Insidennya juga makin meningkat karena
penyebab utamanya alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas. Dahulu
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S) dimasukkan dalam TEN, tetapi
sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosissnya berbeda.
Penatalaksaan secara cepat dan tepat akan mempengaruhi prognosis dari penyakit
TEN.
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN?
I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TEN.
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya TEN.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.
2
BAB II
STATUS PASIEN
II.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 47 tahun
Alamat : Wonosari
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Periksa : 14 Januari 2010
No. RM : 243507
II.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan wajah membengkak dan terasa
panas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien di bawa ke Rumah Sakit tanggal 14 januari
2011 dengan keluhan dan gejala seperti di atas, Gejala tersebut muncul 2 hari
setelah pasien mengkonsumsi obat paramex. Setelah pasien mengkonsumsi
paramex, gejala yang paling awal muncul ialah gatal-gatal seluruh badan,
kemudian pasien merasa sakit kepala dan demam. Kemudian wajah pasien mulai
terasa panas dan akhirnya membengkak yang berawal dari bibir. Kemudian mulai
muncul bercak-bercak merah di wajah dan dada, kemudian berlanjut hingga
punggung.
Di rumah sakit pasien di tangani oleh doker spesialis kulit dan didiagnosa TEN
serta diberi terapi berupa Infus RL 20 tetes/menit, injeksi Cefotaxim 3x1 gr IV,
Gentamycin 2x80 mg, Metilprednisolon 2x ½ vial, dan Borax Gliserin untuk
bagian bibirnya. Karena kelopak mata pasien lengket dan tidak bisa membbuka,
maka pada tanggal 18 januari pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis mata.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami gejala seperti
ini sebelumnya. Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit jantung (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
3
5. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat ke dokter mata
sebelumnya, hanya pernah berobat ke dokter umum dan ke puskesmas bila sakit.
6. Riwayat Kebiasaan : Pasien biasa mengkonsumsi jamu dan pasien
sering mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli sendiri di warung maupun apotik.
II.3 STATUS GENERALIS
Kesadaran : compos mentis (GCS 456)
Vital sign :
• Tensi : 130/90 mmHg
• Nadi : 92 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Suhu : 37oC
II.4 STATUS OFTALMOLOGIS
S : Mata tidak bisa membuka dan terasa sakit dan kulit kelopak mata terkelupas.
O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV Sde sde
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan Sde sde
Pergerakan Sde sde
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
-
+
-
+
-
+
-
+
4
- ekskoriasi
- krusta
- simblefaron
+
+
+
+
+
+
Konjungtiva Sde sde
Kornea Sde sde
Bilik mata depan Sde sde
Iris / pupil Sde sde
Lensa Sde sde
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
II.5 DIAGNOSIS
Working diagnosis : ODS simblefaron et causa TEN
Differential Diagnosis : ODS konjungtivitis et causa SJS
II.6 PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis : Pemeriksaan laboratorium
Planning Therapy : Kompres hangat sesering mungkin
Tobroson ED/jam
Protagent A/15menit
Oculent A/2 jam
II.7 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
II.8 Follow Up
Tanggal 19 Januari 2011
S : Mata tidak bisa membuka dan terasa sakit dan kulit kelopak mata terkelupas.
O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV sde sde
TIO N/palpasi N/palpasi
5
Kedudukan sde sde
Pergerakan sde sde
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- simblefaron
-
+
-
+
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
Konjungtiva sde sde
Kornea sde sde
Bilik mata depan sde sde
Iris / pupil sde sde
Lensa sde sde
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : ODS simblefaron et causa TEN
P : Kompres Hangat sesering mungkin
Tobroson ED/jam
Protagent A/15menit
Oculent A/2 jam
Tanggal 21 Januari 2011
S : Mata bisa membuka sedikit
O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV sde sde
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan sde sde
Pergerakan sde sde
Palpebra
- edema - -
6
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- simblefaron
+
-
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Konjungtiva
- sekret
- injeksi konjungtiva
- injeksi silier
+
sde
sde
+
sde
sde
Kornea sde sde
Bilik mata depan sde sde
Iris / pupil sde sde
Lensa sde sde
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : ODS simblefaron et causa TEN
P : Kompres Hangat sesering mungkin
Tobroson ED/jam
Protagent A/15menit
Oculent A/2 jam
Tanggal 25 Januari 2011
S : mata sudah lebih enak, bisa membuka dengan bantuan
O: Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV sde sde
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan sde sde
Pergerakan sde sde
Palpebra
- edema
- hiperemi
-
+
-
+
7
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- simblefaron
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
Konjungtiva
- hiperemia
- bleeding
- sekret
+
+
+
+
+
+
Kornea sde sde
Bilik mata depan sde sde
Iris / pupil sde sde
Lensa sde sde
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN
P : C. Protagenta 1tetes/15 menit
C. tobroson 1 tetes/jam
Ikamycetin 6xqs ODS
26 Januari 2011
S : sudah tidak ada keluhan
O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV (dengan jari) 6/60 6/60
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan sde sde
Pergerakan
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
-
+
-
-
+
-
8
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- fisura palpebra
- simblefaron
+
+
+
Mulai melebar
-
+
+
+
Mulai melebar
-
Konjungtiva
- hiperemia
- bleeding
- sekret
+
+
+
+
+
+
Kornea
- warna
- permukaan
Jernih
Cembung
Jernih
Cembung
Bilik mata depan cukup cukup
Iris
- Kripti Normal Normal
Pupil
- Ukuran
- Reflek Cahaya
Langsung
- Reflek Cahaya
Langsung
Isokor
+
+
Isokor
+
+
Lensa jernih jernih
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN
P : C. Protagenta 1tetes/15 menit
C. tobroson 1 tetes/jam
Ikamycetin 6xqs ODS
27 Januari 2011
S : sudah tidak ada keluhan
O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
9
AV (dengan jari) 6/60 6/60
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan normal normal
Pergerakan
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- fisura palpebra
- simblefaron
-
+
-
+
+
+
melebar
-
-
+
-
+
+
+
melebar
-
Konjungtiva
- hiperemia
- bleeding
- sekret
+
-
-
+
-
-
Kornea
- warna
- permukaan
Jernih
Cembung
Jernih
Cembung
Bilik mata depan cukup cukup
Iris
- Kripti Normal Normal
Pupil
- Ukuran
- Reflek Cahaya
Langsung
- Reflek Cahaya
Langsung
Isokor
+
+
Isokor
+
+
Lensa jernih jernih
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10
A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN
P : C. Protagenta 1tetes/15 menit
C. tobroson 1 tetes/jam
Ikamycetin 6xqs ODS
29 Januari 2011
S : sudah tidak ada keluhan
O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV (dengan jari) 6/60 6/60
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan normal normal
Pergerakan
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- fisura palpebra
- simblefaron
-
+
-
+
+
+
Mulai melebar
-
-
+
-
+
+
+
Mulai melebar
-
Konjungtiva
- hiperemia
- bleeding
- sekret
+
-
-
+
-
-
Kornea
- warna
- permukaan
Jernih
Cembung
Jernih
Cembung
Bilik mata depan cukup cukup
Iris
- Kripti Normal Normal
Pupil
11
- Ukuran
- Reflek Cahaya
Langsung
- Reflek Cahaya
Langsung
Isokor
+
+
Isokor
+
+
Lensa jernih jernih
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN
P : C. Protagenta 1tetes/15 menit
C. tobroson 1 tetes/jam
Ikamycetin 6xqs ODS
1 Februari 2011
S : sudah tidak ada keluhan
O : Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik
Pemeriksaan OD OS
AV (dengan jari) 6/60 6/60
TIO N/palpasi N/palpasi
Kedudukan normal normal
Pergerakan
Palpebra
- edema
- hiperemi
- trikiasis
- erosi
- ekskoriasi
- krusta
- fisura palpebra
- simblefaron
-
+
-
+
+
+
lebar
-
-
+
-
+
+
+
lebar
-
Konjungtiva
- hiperemia + +
12
- bleeding
- sekret
-
-
-
-
Kornea
- warna
- permukaan
Jernih
Cembung
Jernih
Cembung
Bilik mata depan cukup cukup
Iris
- Kripti Normal Normal
Pupil
- Ukuran
- Reflek Cahaya
Langsung
- Reflek Cahaya
Langsung
Isokor
+
+
Isokor
+
+
Lensa jernih jernih
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
A : Konjungtivitis membranosa et causa TEN
P : C. Protagenta 1tetes/15 menit
C. tobroson 1 tetes/jam
Ikamycetin 6xqs ODS
Lepas rawat
BAB III
TELAAH KASUS
III.1 ANATOMI
13
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari
bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi
banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva
bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan.
Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva
bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air
mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
Gambar Anatomi Konjungtiva
III.2 PENGERTIAN
TEN adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah Epidermolisis
Generalisata, dapat disertai kelainan Selaput Lendir di orifisium dan Mata.
14
III.3 ETIOLOGI
Etiologi TEN adalah Reaksi hipersensitivitas tipe III yang biasanya disebabkan oleh :
• Derivat Penisilin (24%)
• Parasetamol (17%)
• Karbamazepin (14%)
• Lain-lain : analgetik/antipiretik, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson,
jamu dan zat2 aditif.
Tabel Variasi obat Penyebab Nekrolisis Epidermal dan SJS
III.4 PATOFISIOLOGI
Patogenesis SSJ dan TEN sampai saat ini belum jelas walaupun sering
dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang
disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM
dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions,
tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik. Oleh karena
proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi:
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
15
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun
5. Infeksi
Gambar Reaksi Hipersensitivitas
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang dapat
berupa didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak, gejala
bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata,
genitalia sehingga terbentuk trias (stomatitis, konjunctivitis, dan uretritis). Gejala
prodormal tidak spesifik, dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat
menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan
mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat
meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat makan dan
minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik.
16
III.5 GEJALA
Gejala Prodormal :
• Demam Tinggi
• Sakit Kepala
• Tampak sakit berat
• Kesadaran menurun
• Pruritus
• Kulit :
• Mulai dengan eritema, vesikula, bula hingga purpura.
• Epidermolisis à Nikolski Sign (+)
• Mukosa Orifisium :
• Bibir : Erosi, Ekskoriasi & perdarahan à Krusta
• Bisa juga pada mukosa genital
• Mata:
• Konjungtivitis, Erosi konjungtiva
• Photofobia, discharge musin
17
Gambar TEN
SJS dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14
hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal
otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala
tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan
batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak
rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya.
Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan
halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit
yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin
dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok.
Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi
mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata. Kehilangan kulit dalam TEN serupa
18
dengan luka bakar yang gawat dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam
jumlah yang sangat besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah
tersebut sangat rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat
TEN.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi
dari ringan sampai berat. Pada umumnya yang berat kesadarannya menurun, penderita
dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal
berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
a. Kelainan kulit
b. Kelainan selaput lender di orifisium
c. Kelainan mata
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi
purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan selaput lender di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang
hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi
dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di
bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam dan tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas,
dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/ tidak dapat
menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar
bernafas.
c. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus; yang tersering adalah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. pada kasus berat
terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera
mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular
19
cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya
ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Bila kita mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita
baru mulai memakai obat baru, segera periksa ke dokter.
III.6 DIAGNOSA
Diagnosa ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan
kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis
terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.
Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi,
serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat
dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat
peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau
sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit
direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bias membantu diagnosa
kasus-kasus atipik.
III.7 DIAGNOSA BANDING
• Steven Jhonson Syndrome. Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN.
SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN
• Eritema Multiforme. Eritema multiformis merupakan erupsi mendadak dan rekuren
pada kulit dan/atau selaput lendir dengan tanda khas berupa lesi iris (target lesion).
• SSSS (Staphylococcus Scalded Skin Syndrome). Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang
mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena
20
Gambar Diagnosa Banding Eritema Multiforme, SJS, TEN
Tabel Perbedaan Eritema Multiformis, Steven-Johnsons Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis
21
III.8 PENGOBATAN
Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yang
dicurigai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan.
Orang dengan SJS/TEN biasanya dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN dirawat
dalam unit rawat luka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk
menghindari infeksi. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkan
22
spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan
cairan dengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk mendorong kepulihan.
Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis.
Obat nyeri, misalnya morfin, juga diberikan agar pasien merasa lebih nyaman.
Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati
SJS/TEN. Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam
beberapa hari pertama memberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini
sebaiknya tidak dipakai. Obat ini menekankan sistem kekebalan tubuh, yang
meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi pada ODHA dengan sistem kekebalan
yang sudah lemah. Pada umumnya penderita TEN datang dengan keadaan umum berat
sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :
Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian
selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih
kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak
bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,
namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan
nyawa.
Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat
(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia
3- 12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat
diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-
10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik
topikal.
Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya
klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.
Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2,
3, 4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS
23
dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS (Adithan, 2006; Siregar,
2004).
Sedangkan terapi SJS / TEN pada mata dapat diberikan dengan :
Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis
setiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya
kekeringan pada bola mata.
Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya
perlekatan konjungtiva.
III.9 PROGNOSIS
Lebih dari 50% dari pasien dapat bertahan dari sekuel penyakit TEN. Seperti
symblepharon, sinekia konjungtiva, entropion, trikiasis, luka kulit, pigmentasi
irreguler, erupsi Nevi, dan erosi persisten membran mukus, phimosis, synechiae
vagina, distrofi kuku, dan rambut rontok.
BAB IV
PENUTUP
24
IV.1 KESIMPULAN
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa konjungtivitis
membranosa et causa TEN.
TEN adalah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting adalah Epidermolisis
Generalisata, dapat disertai kelainan Selaput Lendir di orifisium dan Mata. Etiologi
TEN adalah Reaksi hipersensitivitas tipe III yang biasanya disebabkan oleh alergi obat.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan
halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit
yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin
dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok. Pada sindrom ini terlihat
adanya trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lender di orifisium,
kelainan mata. Terapi TEN pada mata dapat diberikan dengan pemberian obat tetes
mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis setiap 2 jam, untuk
mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.
Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinya
perlekatan konjungtiva. Lebih dari 50% dari pasien dapat bertahan dari sekuel
penyakit TEN. Seperti symblepharon, sinekia konjungtiva, entropion, trikiasis, luka
kulit, pigmentasi irreguler, erupsi Nevi, dan erosi persisten membran mukus, phimosis,
synechiae vagina, distrofi kuku, dan rambut rontok.
IV.2 SARAN
Pemberian KIE kepada masyarakat awam mengenai erupsi akibat obat dalam hal
ini yang berakibat menjadi TEN dan penanganannya perlu dilakukan untuk
menghindarkan terjadinya kerusakan mata yang irreversible.
DAFTAR PUSTAKA
25
Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Ilyas S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa Kedokteran,
PERDAMI.
Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition. Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-
142.
Hamzah M. Nekrolisis Epidermal Toksik ; ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2002. p:166-168.
Kanski JJ. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-Heinemann, Boston, 2009.
Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum. Editor : Y. Joko Suyono. Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika. 1996. h. 81 - 2.
Lang G. Ophthalmology - A Short Textbook. Thieme. Stuttgart · New York. 2000.