lp apendiksitis dan laparoscopi appendiktomi
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS DENGAN
TINDAKAN LAPAROSCOPI APPENDIKTOMI
DI RUANG OPERASI 403 RSUP DR. SARDJITO
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktek profesi Ners
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
DISUSUN OLEH :
YASINTA NUR ROHMAH
09/281928/KU/13175
PROFESI STASE KMB
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
APENDISITIS
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun.
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai
apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Apabila
tidak segera ditangani akan menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
Klasifikasi apendisitid terbagi atas 2, yaitu:
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%.
B. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
D. Tanda dan gejala
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendiksitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilicus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya,
sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Terkadang appendiksitis juga disertai dengan demam derajat rendah
37,5-38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik di atas, ada beberapa gejala lain perforasi. Terkadang
appendiksitis juga disertai dengan demam derajat rendah 37,5-38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik di atas, ada beberapa gejala lain yang dapat timbu dari
appendicitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri
ini timbul karena ada kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila appendiks terletak di rongga pelvis.
Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum
akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
3. Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih karena rangsangannya di dinding.
E. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu dapat
mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau
peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi
appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum,
semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan
perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu,
setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan
terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti
bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai
mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian
mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan
kerongkongan dan ke dalam perut dan usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti
adalah sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan
ke bagian tubuh lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah:
1. Infeksi luka,
2. Abses residual,
3. Sumbatan usus akut,
4. Ileus paralitik, dan
5. Fistula tinja eksternal.
F. Pemeriksaan khusus dan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan
ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG)
cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita
hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan
pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran
apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan
dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
G. Terapi/ Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Berikut ini adalah macam-macam insisi untuk appendiktomi:
Apendiktomi Laparoskopi
Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut. Apendiktomi
laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk pasien dengan usus buntu akut, khususnya
wanita muda pada usia subur, karena prosedur laparoskopi memiliki keunggulan diagnosa
untuk diagnosa yang belum pasti. Keunggulan lainnya termasuk hasil kosmetik lebih baik,
nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat.
Laparoskopi disebut juga dengan operasi minimal invasif, dimana kegiatan
operasional di perut dilakukan melalui sayatan kecil (biasanya 0,5-1,5 cm) sehingga tidak
merusak jaringan perut dan tidak perlu menyayat terlalu panjang.
Gambar di atas adalah Instrument Laparaskopi, yaitu alat yang akan dimasukan
melalui dinding perut dengan sayatan 0,5-1,5 cm. Ujung dari Instrument Laparaskopi tersebut
dilengkapi dengan optik untuk menyalurkan gambar yang ada dalam perut ke monitor/televisi
dan ujungnya juga berfungsi untuk memotong usus buntu dan menghentikan perdarahan
(Kauterisasi).
Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil untuk memasukkan kamera miniature
dan peralatan bedah dibuat melintang bagian bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini
dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka.
Dibandingkan dengan prosedur tindakan bedah terbuka, laparoskopi apendiktomi dapat
mengurangi rasa sakit, sebab sayatan lebih kecil dan pendarahan sedikit dan waktu pemulihan
lebih cepat.
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
Diagnosa Pre Operatif
1. Ansietas
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
Diagnosa Intra Operatif
1. Resiko perdarahan
Diagnosa Post Operatif
1. Nyeri
2. Resiko Infeksi
I. Perencanaan Keperawatan
Pre Operatif
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan INTERVENSI
Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di ruang Pre, diharapkan cemas
teratasi, dengan indikator:Indikator Awal tujuan
Kesiapan Belum
siap
Siap
operasi
Wajah Gelisah tenang
a. Gali penyebab kecemasan
b. Berikan kesempatan pasien
untuk mengungkapkan
perasaannya
c. Berikan informasi tentang
penyakit yang diderita klien
d. Berikan prosedur tindakan
yang akan dilakukan
e. Motivasi klien
Gangguan rasa
nyaman b.d
gejala terkait
penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di ruang Pre, diharapkan
kenyamanan dapat meningkat dengan
indikator:
- Relaksasi otot (4)
- Posisi yang nyaman (5)
- Kepatenan jalan nafas (4)
a. Tempatkan pasien pada
posisi semifowler
b. Membantu pasien untuk
bergerak
c. Monitor status respirasi
d. Motivasi klien untuk
relaksasi
Intra Operatif
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan INTERVENSI
Resiko
Perdarahan
Setelah dilakukan perawatan operasi
diruang Operasi masalah Resti
perdarahan dapat teratasi. Dengan
kriteria:
• Tidak terdapat perdarahan hebat
a. Kaji TTV
b. Pantau status cairan input dan
output
c. Kolaborasi berikan obat anti
perdarahan (jika di perlukan)
Post Operatif
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan INTERVENSI
Resiko infeksi
b.d penurunan
pertahanan
primer
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan infeksi terkontrol
NOC :
: Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Infection Control (Kontrol
infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik
selama tindakan
Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
Nyeri akut b.d
agen injuri
fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Daftar Pustaka
Herdman, Heather. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition Classification 2012-
2014. United State of America: Sheridan Books, Inc.
McCloskey, Joanne et al. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). United State of
America: Mosby
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Clasification (NOC). United State of America:
Mosby
Smeltzer, Suzanna. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner&Suddart edisi 8
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume 2. Edisi
6. EGC : Jakarta.