makalah kk 1b (stenosis)(1)
DESCRIPTION
stenosisTRANSCRIPT
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang
sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Jantung termasuk
kedalam sistem kardiovaskuler yang bekerja sama dengan darah dan pembuluh
darah dalam proses peredaran darah dalam tubuh manusia. Jantung terbagi
menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan jantung bagian kiri. Jantung
bagian kanan dan bagian kiri sama – sama terbagi atas dua ruangan yaitu atrium
dan ventrikel. Jadi jantung terdiri atas empat ruangan, yaitu atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Di dalam jantung juga terdapat katup yang menjadi
pembatas antar ruangan di jantung. Terdapat empat katup, yaitu katup bikuspidalis
(katup mitral), katup trikuspidalis, katup aorta, dan katup seminularis pulmonalis.
Katup – katup tersebut memiliki fungsi masing – masing yang
mempengaruhi kerja dari jantung itu sendiri. Katup jantung akan membuka
menutup secara pasif maupun aktif tergantung pada tekanan gradien dikedua sisi
katup. Kinerja katup mempengaruhi arus masuk keluarnya darah di jantung dan
itu juga sangat mempengaruhi untuk kelangsungan kerja jantung untuk kehidupan
mausia.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian
penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit
katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna). Yang sering
terjadi adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral. Jika hal ini
terjadi maka sistem kerja jantung akan tidak sempurna dan menimbulkan maslah
yang membahayakan. Terjadinya stenosis dapat menyebabkan gangguan pada
kinerja jantung dan yang paling fatal akan terjadinya henti jantung. Hal ini sangat
2
akan membahayakan manusia jika memang terjadi. Penyakit katup jantung
diakibatkan dari kerusakan mekanik katup jantung, dan bisa kongenital.
Penyempitan katup jantung (stenosis) ini dapat mengganggu curah jantung. Curah
jantung adalah Jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam 1 menit. Jadi jika
terjadi penyempitan pada katup jantung maka curah jantung akan tidak maksimal.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan
stenosis mitral?;
1.2.2. apa penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan
stenosis mitral?;
1.2.3. Bagaimana tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis pulmonal,
dan stenosis mitral?
1.2.4. Bagaimana pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan dari
stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral?
1.2.5. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta,
stenosis pulmonal, dan stenosis mitral?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan stenosis aorta, stenosis
pulmonal, dan stenosis mitral;
1.3.2. untuk mengetahui penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis
pulmonal, dan stenosis mitral;
1.3.3. untuk mengetahui tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis
pulmonal, dan stenosis mitral;
1.3.4. untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan
dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral;
1.3.5. untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta,
stenosis pulmonal, dan stenosis mitral.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral
2.1.1. Pengertian stenosis aorta
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada
katup aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka
secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju
aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan
menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.
Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic
valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada
penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup
signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang
mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic,
2004;25:185-187). Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan
pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap
aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-
516).
4
Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup
sehingga lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya
ventrikel kiri harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.
2.1.2. Pengertian stenosis pulmonal
Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis
jalan keluar ventrikel kanan yang menyebakan terjadinya perbedaan tekanan
antara ventrikel kanan dan kiri. Stenosis katub pulmoner yang berdiri sendiri,
merupakan salah satu cacat jantung kongenital yang lebih sering ditemukan.
Biasanya lesi tidak menimbulkan gejala-gejala, kecuali jika keadaanya parah,
ditemukan dispnea, sinko dan angina pektoris. Penemuan fisik stenosis pulmonal
ada kaitannya dengan keparahan, sehingga denyut apeks ventrikel kiri tidak
terlihat atau teraba. Terdapat “heaving ” ventrikel kanan. Terdengar bising ejeksi
sistolik yang kasar dan keras di daerah pulmonal dan sering disertai getaran yang
dapat diraba. Bunyi jantung keempat dan “ejection clikc” sistolik dapat terdengar.
Bunyi jantung kedua terpisah luas, tetapi komponen pulmonal bunyi jantung
kedua berkurang.
2.1.3. Pengertian stenosis mitral
Stenosis mitral adalah keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada
tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan struktur mitral leafets. Stenosis
mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium
kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan
strukutur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastole. Stenosis mitral merupakan penyebab utama
terjadinya gagal jantung kongestif di negara – negara berkembang.
5
Stenosis Mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan
penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan Stenosis Mitral secara khas
memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda
tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya
dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium kiri
dapat terlihat. Berikut adalah gambar stenosis katup mitral.
Stenosis mitral menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan
perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya stenosis
mitral dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung mengindikasikan
bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni
stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol.
Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat
signifikan.
Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat
dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral
menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi
ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala
lainnya.
2.2. Penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis
mitral
2.2.1 Penyebab stenosis aorta
1. Kongenital
a) Aorta unikuspid, menyebabkan obstruksi berat pada saat bayi dan
merupakan penyebab kematian pada umur kurang dari satu tahun.
b) Aorta bikuspid, dapat menyebabkan stenosis pada saat lahir, tetapi
kadang – kadang juga tidak. Struktur abnormal ini akan
menyebabkan turbulensi sehingga katup akhirnya menjadi kaku,
fibrosis dan kalsifikasi pada umur dewasa. Kelainan ini dapat
6
diperberat oleh endokarditis bakteralis dan menimbulkan
regurgitasi.
c) Aorta trikuspid dapat juga mengalami abnormalitas dalam bentuk
maupun besarnya sehingga menimbulkan turbulensi, fibrosis, dan
kalsifikasi.
2. Penyakit jantung reumatik
Kelainan akibat penyakit jantung reumatik pada katup aorta jarang
muncul tersendiri, tapi selalu disertai kelainan pada katup lainnya.
3. Stenosis aorta akibat kalsifikasi senilis
Kelainan ini merupakan akibat arteriosklerosis, dimana terjadi sklerosis
dan kalsifikasi katup pada usia lanjut dan jarang mengakibatkan stenosis
berat.
4. Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium
(kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan
pada darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka
menimbulkan akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat
menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah
stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia
di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun.
5. Stenosis aorta pada artritis reumatoid
Terjadi penebalan nodular daun katup dan proksimal aorta. Kelainan ini
jarang sekali terjadi.
6. Demam rheumatik
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya
kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga
menyebabkan sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat
7
kuman tersebut mencapai katup aorta maka terjadilah kematian jaringan
pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan penumpukan
kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam
reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung
dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa
ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.
2.2.2. Penyebab stenosis pulmonal
Stenosis pulmonal biasanya kongenital namun biasa tejadi setelah rubela
maternal. Jarang berhubungan dengan sindrom Noonan (fenotipe Turnen dengan
kromosom normal). Demam reumatik dan karsinoid adalah penyebab yang sangat
jarang. Kelelahan dan sinkop yang terjadi jika stenosisnya berat. Stenosis katup
pulmonal sering disebabkan oleh malformasi selama masa perkembangan janin,
yang penyebabnya belum diketahui. Stenosis pulmonal juga terjadi di kemudian
hari sebagai akibat terjadinya kerusakan atau parut (scarring) pada katup-katup
jantung yang akibat dematik, endokarditis, dan gangguan-gangguan lain. Letak
obstruksinya bisa di supravalvular (sesudah katup), valvular (pada katup), dan
subvalvular (sebelum katup).
2.2.3. Penyebab stenosis mitral
Stenosis mitral merupakan kekalinan katup yang paling sering diakibatkan
oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakana 99% stenosis mitral didasarkan
atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30% pasien stenosis
mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya.
Stenosis mitral sering terjadi karena endokarditis reumatika, akibat reaksi yang
progesif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga stenosis mitral konginetal, defromitas parasut mitral, vegetasi
systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat
obat dari fenfluramin/phentermin, rhematoid arthritis (RA), serta kalsifikasi
annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenaratif.
8
Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling
sering ditemukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang
wanita lebih banyak daripada pria dengan perbandingan kira – kira 4 : 1.
Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar
konginetal, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat
memperlihatkan keadaan kor tri-atrium. Beberapa keadaan juga dapat
menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium,
miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis mitral.
2.3. Tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis
mitral
2.3.1. Tanda dan gejala stenosis aorta
Perjalanan penyakit yang lambat dan bertahap menyebabkan pasien stenosis
aorta baru mengeluh sesak nafas, sinkope dan sakit dada setelah bertahun-tahun
menderita penyakit ini, yaitu pada saat fungsi jantung sudah mulai menurun dan
obstruksi aorta sudah sangat berat. Pada penyakit jantung reumatik umumnya
keluhan muncul pada usia dewasa muda, sedang pada aorta bikuspid muncul pada
masa dewasa, dan pada kalsifikasi senilis biasanya muncul pada usia tua.
Pemeriksaan jasmani pasien stenosis sedang atau berat biasanya ditemukan
nadi tardus atau parvus dan bising sistolik di sela iga 2 kiri atau kanan yang
menjalar ke leher dan apeks. Klik sistolik dini dapat terdengar pada penyakit
jantung reumatik tahap permulaan pada pasien mudam sedang pada usia tua hal
ini tidak lagi ditemukan. Bunyi jantung II biasanya terdiri atas komponen
pulmoner. Pemeriksaan fluoroskopi dan foto rotgen memperlihatkan kalsifikasi
katup serta pembesaran atrium kiri dan dilatasi pascastenotik aorta asendens.
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan
perubahan segmen ST-T (strain pattern)
9
EKG juga memperlihatkan adanya penebalan septum interventrikular,
dinding posterior ventrikel kiri dan kadang – kadang kalsifikasi dan penebalan
katup aorta. Besarnya tekanan intraventrikular dan gradient katup aorta dapat pula
ditaksir berdasarkan ekokardiografi. Tipe gejala dari stenosis katup aorta
berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta
terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung
telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi
klinis dari stenosis katup aorta:
1. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan
akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada
pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang
dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery
disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai
tekanan dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan
dihilangkan dengan beristirahat.
Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan
oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri
koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada
seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang
mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan
yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini
meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim
dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina). Ciri-ciri angina ialah biasanya
penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang
dada (sternum). Nyeri juga bisa dirasakan di:
a) Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.
b) Punggung
c) Tenggorokan, rahang atau gigi
d) Lengan kanan (kadang-kadang).
10
Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak
nyaman dan bukan nyeri. Yang khas adalah bahwa angina:
a) dipicu oleh aktivitas fisik
b) berlangsung tidak lebih dari beberapa menit
c) akan menghilang jika penderita beristirahat.
Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan
kegiatan tertentu. Angina seringkali memburuk jika:
a) aktivitas fisik dilakukan setelah makan
b) cuaca dingin
c) stres emosional.
2. Pingsan (syncope)
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya
dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini
menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
(vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak
mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan
darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan.
Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut
jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan
hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau
gejala-gejala syncope.
3. Sesak napas
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan.
Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan
yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang
meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh
tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri.
Awalnya, sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit
berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya
11
sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan,
harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh
aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.
2.3.2. Tanda dan gejala stenosis pulmonalis
Pasien stenosis biasanya asimtomatik, kecuali dengan keluhan cepat capek.
Hal ini dikarenakan curah jantung berkurang. Jika stenosis pulmonal cukup berat,
disertai dengan defek septum atrium ayau defek septum ventrikel, maka kelainan
tersebut dapat memberikan gejala sianosis yang signifikan dan disebabkan oleh
terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini, katup pulmonal
mengalami deformitas bawaan. Katup mengalami penebalan dan menyempit.
Ventrikel kanan mengalami hipertrofi sebagai kompensasi adanya obstruksi.
Saluran keluar ventrikel kanan yang muskular, yaitu infundibulum, juga
mengalami hipertrofi dan ini akan meningkatkan derajat obstruksi.
Gejala klinis yaitu jika terdapat stenosis yang berat, bayi akan
memperlihatkan gagal jantung kanan. Sianosis mungkin tampak, akibat pirau
darah dari kanan ke kir melalui foramen ovale. Pada kasus ringan dan sedang,
bising jantung terdengar pada pemeriksaan rutin. Gejala jarang dijumpai pada
masa kanak-kanak. Namun pada kasus stenosis sedang, disfungsi ventrikel kanan
dan aritmia mungkin terjadi pada masa dewasa. Sinkope bisa terjadi akan tetapi
kematian mendadak (seperti pada stenosis aorta) tidak terjadi. Nyeri dada
menyerupai angina pektoris dapat terjadi pada stenosis pulmonal yang berat.
Tanda fisis pada stenosis pulmonal diantaranya terdapat habitus sindrom Noonan
berupa badan yang pendek dengan dada seperti perisai dan leher berselaput.
Terdapat sianosis pada pasien stenosis pulmonal berat dan defek septum atrial
atau foramen ovale.
12
2.3.3. Tanda dan gejala stenosis mitral
Kebanyakan pasien degan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya
keluhan utama berupa sesak nafas, dapat juga fatigue. Timbulnya keluhan pada
pasien stenosis mitral ialah sebagai akibat peninggian tahanan di vena pulmonal
yang diteruskan ke paru. Keadaan dimana meningkatnya aliran darah melalui
mitral atau menurunnya waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi
respirasi, demam, aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon
ventrikel cepat. Kadang – kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis, yang dapat
terjadi karena beberapa hal yaitu, apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena
bronkial yang melebar, sputum dengan bercak darah pada saat serangan
2.4. Pemeriksaan Diagnostik Serta Penatalaksanaan dari Stenosis Aorta,
Stenosis Pulmonal, dan Stenosis mitral
2.4.1. Pemeriksaan diagnostik stenosis aorta
1 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita stenosis aorta menunjukkan nadi selar
dengan tekanan nadi yang besar dan tekanan diastolic rendah, gallop dan bising
diastolik timbul akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta
ke ventrikel kiri. Bising diastolic lebih keras terdengar di garis sternal kiri bawah
atau apeks pada kelainan katup organic, sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising
terutama terdengar di garis sterna kanan. Bila ada luktur daun katup, bising ini
sangat keras dan musical.
Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah
sekuncup mieningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan
antara regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral
menyebabkan bising mid/late diastolic (bising Austin Flint).
13
2. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik
jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai
gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang-gelombang
ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan skala voltase
vertikal. Pemeriksaan EKG pada pasien stenosis aorta menunjukkan adanya
hipertrofi ventrikel kiri dengan peubahan segmen ST-T (Strain Pattern).
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang
ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan
gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar
kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan
diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung,
gelombang ultrasonic tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap
kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau
impedansi akustik yang berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang
dipantulkan kembali atau disebut “echo”(gema) jantung ini, akan dikonversi
menjadi impuls listrik oleh transduser dan diperlihatkan sebagai gambaran jantung
pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Alat diagnostic noninvasif ini
digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitralis. Ekokardiografi biasanya
memberikan perhitungan daerah katup yang akurat. Ekokardiografi pada penderita
katup aorta memperlihatkan adanya penebalan septum interventrikular, dinding
posterior ventrikel kiri dan kadang-kadang kalsifikasi dan penebalan katup aorta.
Besarnya tekanan intraventrikular dan gradient katup aorta dapat pula ditaksir
berdasarkan ekokardiografi.
14
2.4.2 Penatalaksanaan Stenosis Aorta
Timbulnya keluhan merupakan indikasi kuat untuk tindakan pembedahan.
Keluhan biasanya baru muncul pada obstruksi berat dimana gradient katup aorta
50 mmHg dan diameter katup kurang dari 0,4 cm2/m
2 permukaan tubuh (25%
diameter katup aorta normal). Kebanyakan pasien anak-anak dengan stenosis
aorta bersifat amistomatik walaupun penyakit sangat berat, dan mereka dianjurkan
untuk dilakukan operasi segera apabila gradient katup aorta mencapai 75 mmHg
atau diameter katup 0,7 cm2/m
2 permukaan tubuh. Gradient antara 50-75 mmHg
atau diameter katup aorta antara 0,7/1,2 cm2/m
2 permukaan tubuh, dengan
keluhan lelah, dispnea, angina atau sinkope jua dianjurkan operasi segera. Anak-
anak dengan stenosis sedang (gradient 50/75 mmHg, diameter katup antara
0,7/1,2 cm2/m
2) tanpa keluhan (EKG dan foto rontgen normal) harus diobati
medikamentosa dan dianjurkan untuk menghindari olahraga kompetitif dan
isometrik.
2.4.3 Pemeriksaan Diagnostik Stenosis Pulmonal
1. Pemeriksaan Fisik
Biasanya diagnosis stenosis pulmonal dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan
fisis diagnostic disertai dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi,
radiologis dan ekokardiografi. Kriteria untuk membuat diagnosis, pada stenosis
pulmonal baik dengan ataupun tanpa keluhan terdengar bising sistolik ejeksi
sepanjang sternum bagian kiri dan sering disertai dengan ejection click atau patent
foramen ovale.
2. Elektrokardiografi
Dengan pemeriksaan elektrokardiografi, stenosis pulmonal yang ringan
biasanya normal, sedang pada yang berat terdapat gambaran hipertrofi atrium dan
ventrikel kanan. Beratnya stenosis pulmonal berhubungan dengan rasio antara
gelombang R/S di V1. Makin berat kelainan makin tingi gelombang di R V1. Ada
deviasi aksis jantung ke kanan pada rekaman elektrokardiografi. Sedangkan pada
15
regurgitasi pulmonal, gambaran elektrokardiografi bias normal atau adanya
gambaran hipertrofi ventrikel kanan.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis pada stenosis pulmonal gambaran vaskularisasi paru
perifer normal, arteria pulmonalis tampak membesar akibat dilatasi poststenosis.
Gambaran pembesaran ventrikel kanan tampak pada stenosis pulmonal sedang
sampai berat. Walaupun jarang, pada stenosis pulmonal bias tampak klasifikasi
katup pulmona. Sedangkan ada regurgitasi pulmonal gambaran radiologis bias
normal atau tampak gambaran pembesaran ventrikel kanan dan pembesaran
arteria pulmonalis.
4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi pada stenosis pulmonal berat menunjukkan adanya
hipertrofi ventrikel kanan. Pada pemeriksaan langsung di katup pulomonal terlihat
kenaikan gelombang katup atrial.
5. Pemeriksaan Radioisotop
Pemeriksaan radioisotope dengan radioangigrafi pada stenosi pulmonal
berguna untuk melihat tidak adanya pintasan dari kiri ke kanan.
6. Pemeriksaan katerisasi dan angiografi
Pemeriksaan kateterisaasi dan angiosgrafi pada stenosi pulmonal dapat
mengukur adanya perbedaan tekanan sistolik melalui katup pulmonal. Ukuran
lubang katup pulmonal yang mengalami stenosis dapat ditetukan dengan
katetersasi jantung sekalian mengukur perbedaan tekanan katup pulmonal saat
sistolik dan isi semenit.
16
2.4.4 Penatalaksanaan Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal yang ringan sampai sedang dapat dikelola tanpa
tindakan operasi. Pada pasien yang membutuhkan tindakan dental ataupun
operasi, dianjurkan pemberian antibiotic profilaksis. Untuk stenosis pulmonal
tanpa keluhan oleh sebagian ahli dianjurkan tindakan konservatif tanpa
valvulotomi, sedangkan sebagian ahli menganjurkan valvulotomi. Pada stenosis
pulmonal berat dengan gagal jantung kanan, semua menganjurkan tindakan
valvulotomi. Pada keadaan dimana pasien menolak operasi atau kondisi pasien
memungkinkan untuk tindakan operasi, dianjurkan pemberian digitalis.
2.4.5 Pemeriksaan diagnostic stenosis mitral
1. Auskultasi
Auskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, bunyi
jantung abnormal, bising, dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal
timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik jantung pada penutupan katup.
Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup arterio ventrikularis
(AV), sedangkan bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup
semilunaris. Oleh karena itu bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada permulaan
sistole ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan
atrium dan menutup katup mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis
terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras pada saat pembukaan daun
katup (opening snap) akibat hilangnya kelenturan daun katup sehingga
menyebabkan kekakuan daun-daun katup. Selain itu, pada kasus stenosis mitralis
juga terdeteksi bising diastolik berfrekuensi rendah.
2. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang
ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan
gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar
kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan
diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung,
17
gelombang ultrasonic tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap
kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau
impedansi akustik yang berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang
dipantulkan kembali atau disebut “echo”(gema) jantung ini, akan dikonversi
menjadi impuls listrik oleh transduser dan diperlihatkan sebagai gambaran jantung
pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Alat diagnostic noninvasif ini
digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitralis. Ekokardiografi biasanya
memberikan perhitungan daerah katup yang akurat.
3. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik
jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai
gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang-gelombang
ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan skala voltase
vertikal. Pada kasus stenosis mitralis biasanya ditemukan pembesaran atrium kiri
(gelombang P melebar dan bertakik, dikenal sebagai “P mitral”), bila iramanya
sinus normal; hipertrofi ventrikel kanan; fibrilasi atrium lazim terjadi tetapi tidak
spesifik untuk stenosis mitralis.
4. Radiografi Dada
Suatu seri pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar dapat
membantu menata kerangka diagnostik jantung. Pada setiap posisi akan terlihat
sudut pandang anatomi jantung yang berbeda. Pada kasus stenosis mitralis akan
tampak adanya pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan; kongesti vena
pulmonalis; edema paru interstisial; redistribusi pembuluh darah paru ke lobus
bagian atas; dan klasifikasi katup mitralis.
5. Temuan Hemodinamik
Pemantauan beberapa tekanan intravaskuler dan intrakardia yang dilakukan
dibangsal memungkinkan evaluasi status kardiovaskular secara terus-menerus.
Pada kasus stenosis mitralis temuan hemodinamik yang ditemukan adalah
18
peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis, peningkatan tekanan
atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang a yang
menonjol, peningkatan tekanan arteria pulmonalis, curah jantung rendah,
peningktanan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena jugularis dengan
gelombang v yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika
terdapat insufisiensi trikuspidalis.
6. Kateterisasi
Dengan kateterisasi dapat terlihat pressure gradiant atrium kiri dan ventrikel
kiri pada saat diastolic. Pemriksaan ini tidak selalu dianjurkan kalau hanya untuk
diagnosis ataupun menentukan derajat stenosis. Dalam keadaan normal tidak
akan ditemukan pressure gradiant antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada
akhir diastolic. Indikasipemeriksaan kateterisasi pada stenosis mitral adalah :
a. keluhan pasien tidak sesuai pada kelainan objektif yang ditemukan
b. melihat adanya bentuk lain penyakit jantung yang mungkin meyertainya.
c. adanya prasangkaan regurgitasi mitral.
d. adanya persangkaan miksoma atrium kiri pada pemeriksaan ekokardiografi.
e. dugaan adanya silent stenosis mitral dengan hasil pada pemeriksaan
ekokardiografi kurang memuaskan.
f. pada umumnya pasien stenosis mitral yang simptomatik mempunyai mitral
valve area 1,5cm2 atau kurang. Juga tekanan pada kapiler pulmonal yang
simptomatis biasanya lebih dari 15-18 mmHg
2.4.6 Penatalaksanaan stenosis mitral
Antibiotic dapat diberikan untuk mencegah reaktivasi penyakit jantung
reumatik, dan pasien dianjurkan untuk tidak bekerja berat. Anemia dan infeksi
harus segera diatasi pada pasien dengan stenosis mitral. Pasien yang simptomatik
biasanya sudah cukup diatasi dengan pembatasan garam dan pemberian diuretic
oral. Digitalis tidak akan memperbaiki keadaan hemodynamic, tetapi masih
bermanfaat apabila ada tanda-tanda dekompesasi. Digitalis juga perlu untuk
mengurangi ventricular rate apabila ada fibrilasiatrial. Pada pasca operasi
19
sebaiknya selalu diberikan obat antikoagulan. Operasi dilakukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. seberapa jauh disability yang ditimbulkannya.
b. keadaan objektiv obstruksinya
c. keadaan mobilitas katup.
d. ada atau tidaknya regurgitasi.
e. adanya kelainan valvular lain atau adanya penyakit jantung koroner.
2.5 Asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan
stenosis mitral
2.5.1 Pengkajian
a) Keluhan Umum
Pada fase awal, keluhan utama biasanya sesak nafas, nyeri dada bahkan
kelemahan menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
1. Riwayat tumbuh:
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
sulit makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit.
2. Riwayat psikososial/ perkembangan
Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
Mekanisme koping anak/ keluarga
Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik, bayi
tampak biru setelah tumbuh, clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan,
seseorang yang menderita stenosis mendadak ditandai dengan dyspnea, napas
cepat dan dalam, lemas, kejan, bahkan sampai koma dan kematian. Pada anak-
anak yang menderita stenosis biasanya akan sering squatting (jongkok) setelah
20
anak dapat berjalan dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali,
sementara bunyi jantung I normal tetapi bunyi jantung II tunggal dan keras.
Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan pada penderita stenosis pulmonal.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang
berhubungan dengan penyakit yang sekarang dirasakan oleh klien. Riwayat
minum obat, catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Juga pengkajian
adanya riwayat alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Perlu
dicermati sering kali klien mengkacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.
d) Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan mengenai penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
e) Pemeriksaan Fisik
Perawat melakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan keadaan atau
penampilan klien secara umum. Misalnya klien terlihat lemas, lemah, gelisah,
sakit berat, atau sakit ringan.
2.5.2 Analisis Data
No Tgl/Jam Data Etiologi Masalah
Keparawatan
1 09-09-
2013
/09:00
WIB
Ds: pasien mengatakan
nyeri dada
Do:
Suhu : : 36,2 º C
TD : 110/70 mmHg
Darah
mengalir tak
sempurna
Penurunan
curah jantung
21
Nadi : 79 x/menit
RR : 25 x/menit
Akral dingin
Sianosis (+)
Konjungtiva pucat
Wheezing (+)
Oedema
CRT ≥ 3 detik
Penurunan
volume
sekuncup
2 09-09-
2013
/09:00
WIB
Ds: pasien mengatakan
sesak nafas
Do:
Suhu : : 36,2 º C
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 79 x/menit
RR : 25 x/menit
Sianosis (+)
Konjungtiva pucat
Wheezing (+)
Suplai O2
menurun
Hipoksia
Hiperventilasi
Pola nafas
tidak efektif
3 09-09-
2013
/09:00
WIB
Ds: pasien merasa kenyang
segera setelah mengingesti
makanan
Do:
Bising usus : 26 x/menit
Pasien tidak tertarik untuk
makan
Porsi makan klien ½ porsi
Total konsumsi : 900
kkal/hari
Mual
Muntal
Suplai O2
menurun
Sesak
pola makan
berkurang
intake nutrisis
tidak adekuat
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
22
2.5.3 Diagnosa Keperawatan
a) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai
dengan RR 25x/menit
b) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume
sekuncup yang ditandai dengan TD : 110/70 mmHg
c) Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi krisis, ancaman atau perubahan kesehatan.
2.5.4 Intervensi Keperawatan
Tgl/
Jam
Dx Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
09/09/
2013
09:30
Pola napas
tidak efektif
yang
berhubungan
dengan
hiperventilasi
yang ditandai
dengan RR
25x/menit.
Ds: pasien
mengatakan
sesak nafas
Do:
Suhu : : 36,2º C
TD : 110/70
mmHg
Nadi : 79
x/menit
Efektifnya pola
nafas setelah
tindakan
keperawatan
selama 1 x 30
menit
dibuktikan
dengan:
Suhu : 36,5-
37,5 º C
TD : 110-
120/70-80
mmHg
Nadi : 80-100
x/menit
RR : 16-20
x/menit
Sianosis (-)
Pengkajian:
Pantau adanya pucat atau
sianosis
Pantau kecepatan irama,
kedalaman, usaha
respirasi
Kaji kebutuhan insersi
jalan nafas.
Auskultasi bunyi nafas,
kaji adanya bunyi nafas
tambahan
HE :
Informasikan kepada
klien dan keluarga
tentang teknik relaksasi
untuk meningkatkan pola
pernafasan
Informasikan pada klien
23
RR : 25
x/menit
Sianosis (+)
Konjungtiva
pucat
Wheezing +
Konjungtiva
normal
Wheezing (-)
dan keluarga bahwa
meraka harus
memberitahukan pada
perawat saat terjadi
ketidakefektifan pola
pernafasan
Kolaborasi:
Berikan oksigen
tambahan dengan kanula
nasal/ masker sesuai
indikasi
Aktifitas lain :
Posisikan pasien untuk
mengoptimalkan
pernafasan
2.5.5 Implementasi
Tgl/Jam No.
Dx
Implementasi Paraf
21/12/
2010
10:00
1 Pengkajian:
Memantau adanya pucat atau sianosis
Hasil : sianosis (-)
Memantau kecepatan irama, kedalaman, usaha respirasi
Hasil : RR : 19 x/menit
Mengkaji kebutuhan insersi jalan nafas.
Hasil :
24
Mengauskultasi bunyi nafas, mengkaji adanya bunyi nafas
tambahan
Hasil : Wheezing masih terdengar namun sudah berkurang
HE :
Menginformasikan kepada klien dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan
Respon : pasien dan keluarga tahu dan paham serta dapat
melakukan teknik relaksasi yang telah diajarkan.
Menginformasikan pada klien dan keluarga bahwa meraka
harus memberitahukan pada perawat saat terjadi
ketidakefektifan pola pernafasan
Respon : klien dan keluarga mau melaporkan jika terjadi
ketidakefektifan pola pernafasan
Kolaborasi:
Memberikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker
sesuai indikasi
Hasil : sesak nafas berkurang
Aktifitas lain :
Memposisikan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan
Hasil : klien merasa nyaman dengan posisi yang diberikan
padanya.
25
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang sangat
berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Jantung termasuk kedalam
sistem kardiovaskuler yang bekerja sama dengan darah dan pembuluh darah
dalam proses peredaran darah dalam tubuh manusia. Penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah satunya
disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain
adalah stenosis (membuka tidak sempurna). Yang sering terjadi adalah stenosis
aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral.
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup
aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara
maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.
Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis jalan
keluar ventrikel kanan yang menyebakan terjadinya perbedaan tekanan antara
ventrikel kanan dan kiri. Stenosis katub pulmoner yang berdiri sendiri, merupakan
salah satu cacat jantung kongenital yang lebih sering ditemukan. Sedangkan
Stenosis mitral adalah keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat
katup mitral oleh karena adanya perubahan struktur mitral leafets. Stenosis mitral
merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri
melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.
3.2 Saran
Mengingat ketiga penyakit tersebut sangat berbahaya dan berpotensi
menyebabkan kematian, maka perlu adanya kesadaran dari dalam diri kita untuk
mencegah terjadinya penyakit tersebut pada diri kita. Cara-cara yang dapat
dilakukan antara lain, dengan menjaga gaya hidup dan memperhatikan asupan
26
nutrisi yang masuk kedalam tubuh kita. Selain itu pengetahuan akan tanda dan
gejala awal sangat penting untuk mencegah keparahan penyakit.
27
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penerbit FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
David Hull & Derek I Johnson. 2008. Dasar-Dasar Pediatrik. Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Mohlan H.Delf 7 Robert T. Manning. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC
Ruberstein, David dkk. 2005. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga
Wahab A, Samik. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung yang Tidak Sianotik.
Jakarta:EGC