makalah kk 1b (stenosis)(1)

27
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Jantung termasuk kedalam sistem kardiovaskuler yang bekerja sama dengan darah dan pembuluh darah dalam proses peredaran darah dalam tubuh manusia. Jantung terbagi menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan jantung bagian kiri. Jantung bagian kanan dan bagian kiri sama sama terbagi atas dua ruangan yaitu atrium dan ventrikel. Jadi jantung terdiri atas empat ruangan, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Di dalam jantung juga terdapat katup yang menjadi pembatas antar ruangan di jantung. Terdapat empat katup, yaitu katup bikuspidalis (katup mitral), katup trikuspidalis, katup aorta, dan katup seminularis pulmonalis. Katup katup tersebut memiliki fungsi masing masing yang mempengaruhi kerja dari jantung itu sendiri. Katup jantung akan membuka menutup secara pasif maupun aktif tergantung pada tekanan gradien dikedua sisi katup. Kinerja katup mempengaruhi arus masuk keluarnya darah di jantung dan itu juga sangat mempengaruhi untuk kelangsungan kerja jantung untuk kehidupan mausia. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna). Yang sering terjadi adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral. Jika hal ini terjadi maka sistem kerja jantung akan tidak sempurna dan menimbulkan maslah yang membahayakan. Terjadinya stenosis dapat menyebabkan gangguan pada kinerja jantung dan yang paling fatal akan terjadinya henti jantung. Hal ini sangat

Upload: intan-prawesti

Post on 25-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

stenosis

TRANSCRIPT

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang

sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Jantung termasuk

kedalam sistem kardiovaskuler yang bekerja sama dengan darah dan pembuluh

darah dalam proses peredaran darah dalam tubuh manusia. Jantung terbagi

menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan jantung bagian kiri. Jantung

bagian kanan dan bagian kiri sama – sama terbagi atas dua ruangan yaitu atrium

dan ventrikel. Jadi jantung terdiri atas empat ruangan, yaitu atrium kanan dan kiri

serta ventrikel kanan dan kiri. Di dalam jantung juga terdapat katup yang menjadi

pembatas antar ruangan di jantung. Terdapat empat katup, yaitu katup bikuspidalis

(katup mitral), katup trikuspidalis, katup aorta, dan katup seminularis pulmonalis.

Katup – katup tersebut memiliki fungsi masing – masing yang

mempengaruhi kerja dari jantung itu sendiri. Katup jantung akan membuka

menutup secara pasif maupun aktif tergantung pada tekanan gradien dikedua sisi

katup. Kinerja katup mempengaruhi arus masuk keluarnya darah di jantung dan

itu juga sangat mempengaruhi untuk kelangsungan kerja jantung untuk kehidupan

mausia.

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian

penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit

katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna). Yang sering

terjadi adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral. Jika hal ini

terjadi maka sistem kerja jantung akan tidak sempurna dan menimbulkan maslah

yang membahayakan. Terjadinya stenosis dapat menyebabkan gangguan pada

kinerja jantung dan yang paling fatal akan terjadinya henti jantung. Hal ini sangat

2

akan membahayakan manusia jika memang terjadi. Penyakit katup jantung

diakibatkan dari kerusakan mekanik katup jantung, dan bisa kongenital.

Penyempitan katup jantung (stenosis) ini dapat mengganggu curah jantung. Curah

jantung adalah Jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam 1 menit. Jadi jika

terjadi penyempitan pada katup jantung maka curah jantung akan tidak maksimal.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan

stenosis mitral?;

1.2.2. apa penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan

stenosis mitral?;

1.2.3. Bagaimana tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis pulmonal,

dan stenosis mitral?

1.2.4. Bagaimana pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan dari

stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral?

1.2.5. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta,

stenosis pulmonal, dan stenosis mitral?

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan stenosis aorta, stenosis

pulmonal, dan stenosis mitral;

1.3.2. untuk mengetahui penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis

pulmonal, dan stenosis mitral;

1.3.3. untuk mengetahui tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis

pulmonal, dan stenosis mitral;

1.3.4. untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan

dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral;

1.3.5. untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta,

stenosis pulmonal, dan stenosis mitral.

3

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral

2.1.1. Pengertian stenosis aorta

Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada

katup aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka

secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju

aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan

menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.

Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic

valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada

penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup

signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang

mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic,

2004;25:185-187). Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan

pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap

aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-

516).

4

Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup

sehingga lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya

ventrikel kiri harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.

2.1.2. Pengertian stenosis pulmonal

Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis

jalan keluar ventrikel kanan yang menyebakan terjadinya perbedaan tekanan

antara ventrikel kanan dan kiri. Stenosis katub pulmoner yang berdiri sendiri,

merupakan salah satu cacat jantung kongenital yang lebih sering ditemukan.

Biasanya lesi tidak menimbulkan gejala-gejala, kecuali jika keadaanya parah,

ditemukan dispnea, sinko dan angina pektoris. Penemuan fisik stenosis pulmonal

ada kaitannya dengan keparahan, sehingga denyut apeks ventrikel kiri tidak

terlihat atau teraba. Terdapat “heaving ” ventrikel kanan. Terdengar bising ejeksi

sistolik yang kasar dan keras di daerah pulmonal dan sering disertai getaran yang

dapat diraba. Bunyi jantung keempat dan “ejection clikc” sistolik dapat terdengar.

Bunyi jantung kedua terpisah luas, tetapi komponen pulmonal bunyi jantung

kedua berkurang.

2.1.3. Pengertian stenosis mitral

Stenosis mitral adalah keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada

tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan struktur mitral leafets. Stenosis

mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium

kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan

strukutur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan timbul gangguan

pengisian ventrikel kiri saat diastole. Stenosis mitral merupakan penyebab utama

terjadinya gagal jantung kongestif di negara – negara berkembang.

5

Stenosis Mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan

penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan Stenosis Mitral secara khas

memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda

tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya

dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium kiri

dapat terlihat. Berikut adalah gambar stenosis katup mitral.

Stenosis mitral menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan

perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya stenosis

mitral dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung mengindikasikan

bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni

stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol.

Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat

signifikan.

Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat

dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral

menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi

ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala

lainnya.

2.2. Penyebab terjadinya stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis

mitral

2.2.1 Penyebab stenosis aorta

1. Kongenital

a) Aorta unikuspid, menyebabkan obstruksi berat pada saat bayi dan

merupakan penyebab kematian pada umur kurang dari satu tahun.

b) Aorta bikuspid, dapat menyebabkan stenosis pada saat lahir, tetapi

kadang – kadang juga tidak. Struktur abnormal ini akan

menyebabkan turbulensi sehingga katup akhirnya menjadi kaku,

fibrosis dan kalsifikasi pada umur dewasa. Kelainan ini dapat

6

diperberat oleh endokarditis bakteralis dan menimbulkan

regurgitasi.

c) Aorta trikuspid dapat juga mengalami abnormalitas dalam bentuk

maupun besarnya sehingga menimbulkan turbulensi, fibrosis, dan

kalsifikasi.

2. Penyakit jantung reumatik

Kelainan akibat penyakit jantung reumatik pada katup aorta jarang

muncul tersendiri, tapi selalu disertai kelainan pada katup lainnya.

3. Stenosis aorta akibat kalsifikasi senilis

Kelainan ini merupakan akibat arteriosklerosis, dimana terjadi sklerosis

dan kalsifikasi katup pada usia lanjut dan jarang mengakibatkan stenosis

berat.

4. Penumpukan kalsium pada daun katup

Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium

(kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan

pada darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka

menimbulkan akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat

menimbulkan penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah

stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia

di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun.

5. Stenosis aorta pada artritis reumatoid

Terjadi penebalan nodular daun katup dan proksimal aorta. Kelainan ini

jarang sekali terjadi.

6. Demam rheumatik

Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya

kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga

menyebabkan sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat

7

kuman tersebut mencapai katup aorta maka terjadilah kematian jaringan

pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan penumpukan

kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam

reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung

dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa

ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.

2.2.2. Penyebab stenosis pulmonal

Stenosis pulmonal biasanya kongenital namun biasa tejadi setelah rubela

maternal. Jarang berhubungan dengan sindrom Noonan (fenotipe Turnen dengan

kromosom normal). Demam reumatik dan karsinoid adalah penyebab yang sangat

jarang. Kelelahan dan sinkop yang terjadi jika stenosisnya berat. Stenosis katup

pulmonal sering disebabkan oleh malformasi selama masa perkembangan janin,

yang penyebabnya belum diketahui. Stenosis pulmonal juga terjadi di kemudian

hari sebagai akibat terjadinya kerusakan atau parut (scarring) pada katup-katup

jantung yang akibat dematik, endokarditis, dan gangguan-gangguan lain. Letak

obstruksinya bisa di supravalvular (sesudah katup), valvular (pada katup), dan

subvalvular (sebelum katup).

2.2.3. Penyebab stenosis mitral

Stenosis mitral merupakan kekalinan katup yang paling sering diakibatkan

oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakana 99% stenosis mitral didasarkan

atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30% pasien stenosis

mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya.

Stenosis mitral sering terjadi karena endokarditis reumatika, akibat reaksi yang

progesif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain walaupun

jarang dapat juga stenosis mitral konginetal, defromitas parasut mitral, vegetasi

systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat

obat dari fenfluramin/phentermin, rhematoid arthritis (RA), serta kalsifikasi

annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degenaratif.

8

Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling

sering ditemukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang

wanita lebih banyak daripada pria dengan perbandingan kira – kira 4 : 1.

Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar

konginetal, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat

memperlihatkan keadaan kor tri-atrium. Beberapa keadaan juga dapat

menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium,

miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis mitral.

2.3. Tanda dan gejala dari stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis

mitral

2.3.1. Tanda dan gejala stenosis aorta

Perjalanan penyakit yang lambat dan bertahap menyebabkan pasien stenosis

aorta baru mengeluh sesak nafas, sinkope dan sakit dada setelah bertahun-tahun

menderita penyakit ini, yaitu pada saat fungsi jantung sudah mulai menurun dan

obstruksi aorta sudah sangat berat. Pada penyakit jantung reumatik umumnya

keluhan muncul pada usia dewasa muda, sedang pada aorta bikuspid muncul pada

masa dewasa, dan pada kalsifikasi senilis biasanya muncul pada usia tua.

Pemeriksaan jasmani pasien stenosis sedang atau berat biasanya ditemukan

nadi tardus atau parvus dan bising sistolik di sela iga 2 kiri atau kanan yang

menjalar ke leher dan apeks. Klik sistolik dini dapat terdengar pada penyakit

jantung reumatik tahap permulaan pada pasien mudam sedang pada usia tua hal

ini tidak lagi ditemukan. Bunyi jantung II biasanya terdiri atas komponen

pulmoner. Pemeriksaan fluoroskopi dan foto rotgen memperlihatkan kalsifikasi

katup serta pembesaran atrium kiri dan dilatasi pascastenotik aorta asendens.

Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan

perubahan segmen ST-T (strain pattern)

9

EKG juga memperlihatkan adanya penebalan septum interventrikular,

dinding posterior ventrikel kiri dan kadang – kadang kalsifikasi dan penebalan

katup aorta. Besarnya tekanan intraventrikular dan gradient katup aorta dapat pula

ditaksir berdasarkan ekokardiografi. Tipe gejala dari stenosis katup aorta

berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta

terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung

telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi

klinis dari stenosis katup aorta:

1. Nyeri dada

Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan

akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada

pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang

dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery

disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai

tekanan dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan

dihilangkan dengan beristirahat.

Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan

oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri

koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada

seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang

mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan

yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini

meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim

dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina). Ciri-ciri angina ialah biasanya

penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang

dada (sternum). Nyeri juga bisa dirasakan di:

a) Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.

b) Punggung

c) Tenggorokan, rahang atau gigi

d) Lengan kanan (kadang-kadang).

10

Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak

nyaman dan bukan nyeri. Yang khas adalah bahwa angina:

a) dipicu oleh aktivitas fisik

b) berlangsung tidak lebih dari beberapa menit

c) akan menghilang jika penderita beristirahat.

Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan

kegiatan tertentu. Angina seringkali memburuk jika:

a) aktivitas fisik dilakukan setelah makan

b) cuaca dingin

c) stres emosional.

2. Pingsan (syncope)

Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya

dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini

menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh

(vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak

mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan

darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan.

Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut

jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan

hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau

gejala-gejala syncope.

3. Sesak napas

Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan.

Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan

yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang

meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh

tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri.

Awalnya, sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit

berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya

11

sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan,

harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh

aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.

2.3.2. Tanda dan gejala stenosis pulmonalis

Pasien stenosis biasanya asimtomatik, kecuali dengan keluhan cepat capek.

Hal ini dikarenakan curah jantung berkurang. Jika stenosis pulmonal cukup berat,

disertai dengan defek septum atrium ayau defek septum ventrikel, maka kelainan

tersebut dapat memberikan gejala sianosis yang signifikan dan disebabkan oleh

terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini, katup pulmonal

mengalami deformitas bawaan. Katup mengalami penebalan dan menyempit.

Ventrikel kanan mengalami hipertrofi sebagai kompensasi adanya obstruksi.

Saluran keluar ventrikel kanan yang muskular, yaitu infundibulum, juga

mengalami hipertrofi dan ini akan meningkatkan derajat obstruksi.

Gejala klinis yaitu jika terdapat stenosis yang berat, bayi akan

memperlihatkan gagal jantung kanan. Sianosis mungkin tampak, akibat pirau

darah dari kanan ke kir melalui foramen ovale. Pada kasus ringan dan sedang,

bising jantung terdengar pada pemeriksaan rutin. Gejala jarang dijumpai pada

masa kanak-kanak. Namun pada kasus stenosis sedang, disfungsi ventrikel kanan

dan aritmia mungkin terjadi pada masa dewasa. Sinkope bisa terjadi akan tetapi

kematian mendadak (seperti pada stenosis aorta) tidak terjadi. Nyeri dada

menyerupai angina pektoris dapat terjadi pada stenosis pulmonal yang berat.

Tanda fisis pada stenosis pulmonal diantaranya terdapat habitus sindrom Noonan

berupa badan yang pendek dengan dada seperti perisai dan leher berselaput.

Terdapat sianosis pada pasien stenosis pulmonal berat dan defek septum atrial

atau foramen ovale.

12

2.3.3. Tanda dan gejala stenosis mitral

Kebanyakan pasien degan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya

keluhan utama berupa sesak nafas, dapat juga fatigue. Timbulnya keluhan pada

pasien stenosis mitral ialah sebagai akibat peninggian tahanan di vena pulmonal

yang diteruskan ke paru. Keadaan dimana meningkatnya aliran darah melalui

mitral atau menurunnya waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi

respirasi, demam, aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon

ventrikel cepat. Kadang – kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis, yang dapat

terjadi karena beberapa hal yaitu, apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena

bronkial yang melebar, sputum dengan bercak darah pada saat serangan

2.4. Pemeriksaan Diagnostik Serta Penatalaksanaan dari Stenosis Aorta,

Stenosis Pulmonal, dan Stenosis mitral

2.4.1. Pemeriksaan diagnostik stenosis aorta

1 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita stenosis aorta menunjukkan nadi selar

dengan tekanan nadi yang besar dan tekanan diastolic rendah, gallop dan bising

diastolik timbul akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta

ke ventrikel kiri. Bising diastolic lebih keras terdengar di garis sternal kiri bawah

atau apeks pada kelainan katup organic, sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising

terutama terdengar di garis sterna kanan. Bila ada luktur daun katup, bising ini

sangat keras dan musical.

Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah

sekuncup mieningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan

antara regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral

menyebabkan bising mid/late diastolic (bising Austin Flint).

13

2. Elektrokardiografi

Elektrokardiografi (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik

jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai

gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan

pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang-gelombang

ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan skala voltase

vertikal. Pemeriksaan EKG pada pasien stenosis aorta menunjukkan adanya

hipertrofi ventrikel kiri dengan peubahan segmen ST-T (Strain Pattern).

3. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang

ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan

gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar

kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan

diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung,

gelombang ultrasonic tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap

kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau

impedansi akustik yang berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang

dipantulkan kembali atau disebut “echo”(gema) jantung ini, akan dikonversi

menjadi impuls listrik oleh transduser dan diperlihatkan sebagai gambaran jantung

pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Alat diagnostic noninvasif ini

digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitralis. Ekokardiografi biasanya

memberikan perhitungan daerah katup yang akurat. Ekokardiografi pada penderita

katup aorta memperlihatkan adanya penebalan septum interventrikular, dinding

posterior ventrikel kiri dan kadang-kadang kalsifikasi dan penebalan katup aorta.

Besarnya tekanan intraventrikular dan gradient katup aorta dapat pula ditaksir

berdasarkan ekokardiografi.

14

2.4.2 Penatalaksanaan Stenosis Aorta

Timbulnya keluhan merupakan indikasi kuat untuk tindakan pembedahan.

Keluhan biasanya baru muncul pada obstruksi berat dimana gradient katup aorta

50 mmHg dan diameter katup kurang dari 0,4 cm2/m

2 permukaan tubuh (25%

diameter katup aorta normal). Kebanyakan pasien anak-anak dengan stenosis

aorta bersifat amistomatik walaupun penyakit sangat berat, dan mereka dianjurkan

untuk dilakukan operasi segera apabila gradient katup aorta mencapai 75 mmHg

atau diameter katup 0,7 cm2/m

2 permukaan tubuh. Gradient antara 50-75 mmHg

atau diameter katup aorta antara 0,7/1,2 cm2/m

2 permukaan tubuh, dengan

keluhan lelah, dispnea, angina atau sinkope jua dianjurkan operasi segera. Anak-

anak dengan stenosis sedang (gradient 50/75 mmHg, diameter katup antara

0,7/1,2 cm2/m

2) tanpa keluhan (EKG dan foto rontgen normal) harus diobati

medikamentosa dan dianjurkan untuk menghindari olahraga kompetitif dan

isometrik.

2.4.3 Pemeriksaan Diagnostik Stenosis Pulmonal

1. Pemeriksaan Fisik

Biasanya diagnosis stenosis pulmonal dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan

fisis diagnostic disertai dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi,

radiologis dan ekokardiografi. Kriteria untuk membuat diagnosis, pada stenosis

pulmonal baik dengan ataupun tanpa keluhan terdengar bising sistolik ejeksi

sepanjang sternum bagian kiri dan sering disertai dengan ejection click atau patent

foramen ovale.

2. Elektrokardiografi

Dengan pemeriksaan elektrokardiografi, stenosis pulmonal yang ringan

biasanya normal, sedang pada yang berat terdapat gambaran hipertrofi atrium dan

ventrikel kanan. Beratnya stenosis pulmonal berhubungan dengan rasio antara

gelombang R/S di V1. Makin berat kelainan makin tingi gelombang di R V1. Ada

deviasi aksis jantung ke kanan pada rekaman elektrokardiografi. Sedangkan pada

15

regurgitasi pulmonal, gambaran elektrokardiografi bias normal atau adanya

gambaran hipertrofi ventrikel kanan.

3. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis pada stenosis pulmonal gambaran vaskularisasi paru

perifer normal, arteria pulmonalis tampak membesar akibat dilatasi poststenosis.

Gambaran pembesaran ventrikel kanan tampak pada stenosis pulmonal sedang

sampai berat. Walaupun jarang, pada stenosis pulmonal bias tampak klasifikasi

katup pulmona. Sedangkan ada regurgitasi pulmonal gambaran radiologis bias

normal atau tampak gambaran pembesaran ventrikel kanan dan pembesaran

arteria pulmonalis.

4. Pemeriksaan Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi pada stenosis pulmonal berat menunjukkan adanya

hipertrofi ventrikel kanan. Pada pemeriksaan langsung di katup pulomonal terlihat

kenaikan gelombang katup atrial.

5. Pemeriksaan Radioisotop

Pemeriksaan radioisotope dengan radioangigrafi pada stenosi pulmonal

berguna untuk melihat tidak adanya pintasan dari kiri ke kanan.

6. Pemeriksaan katerisasi dan angiografi

Pemeriksaan kateterisaasi dan angiosgrafi pada stenosi pulmonal dapat

mengukur adanya perbedaan tekanan sistolik melalui katup pulmonal. Ukuran

lubang katup pulmonal yang mengalami stenosis dapat ditetukan dengan

katetersasi jantung sekalian mengukur perbedaan tekanan katup pulmonal saat

sistolik dan isi semenit.

16

2.4.4 Penatalaksanaan Stenosis Pulmonal

Stenosis pulmonal yang ringan sampai sedang dapat dikelola tanpa

tindakan operasi. Pada pasien yang membutuhkan tindakan dental ataupun

operasi, dianjurkan pemberian antibiotic profilaksis. Untuk stenosis pulmonal

tanpa keluhan oleh sebagian ahli dianjurkan tindakan konservatif tanpa

valvulotomi, sedangkan sebagian ahli menganjurkan valvulotomi. Pada stenosis

pulmonal berat dengan gagal jantung kanan, semua menganjurkan tindakan

valvulotomi. Pada keadaan dimana pasien menolak operasi atau kondisi pasien

memungkinkan untuk tindakan operasi, dianjurkan pemberian digitalis.

2.4.5 Pemeriksaan diagnostic stenosis mitral

1. Auskultasi

Auskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, bunyi

jantung abnormal, bising, dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung normal

timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik jantung pada penutupan katup.

Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup arterio ventrikularis

(AV), sedangkan bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup

semilunaris. Oleh karena itu bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada permulaan

sistole ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan

atrium dan menutup katup mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitralis

terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras pada saat pembukaan daun

katup (opening snap) akibat hilangnya kelenturan daun katup sehingga

menyebabkan kekakuan daun-daun katup. Selain itu, pada kasus stenosis mitralis

juga terdeteksi bising diastolik berfrekuensi rendah.

2. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang

ultrasonik sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan

gelombang ultrasonik atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar

kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan

diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung,

17

gelombang ultrasonic tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap

kali gelombang itu melewati batas antara jaringan yang memiliki densitas atau

impedansi akustik yang berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang

dipantulkan kembali atau disebut “echo”(gema) jantung ini, akan dikonversi

menjadi impuls listrik oleh transduser dan diperlihatkan sebagai gambaran jantung

pada osiloskop atau secarik kertas pencatat. Alat diagnostic noninvasif ini

digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitralis. Ekokardiografi biasanya

memberikan perhitungan daerah katup yang akurat.

3. Elektrokardiogram

Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik

jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai

gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan

pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang-gelombang

ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan skala voltase

vertikal. Pada kasus stenosis mitralis biasanya ditemukan pembesaran atrium kiri

(gelombang P melebar dan bertakik, dikenal sebagai “P mitral”), bila iramanya

sinus normal; hipertrofi ventrikel kanan; fibrilasi atrium lazim terjadi tetapi tidak

spesifik untuk stenosis mitralis.

4. Radiografi Dada

Suatu seri pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar dapat

membantu menata kerangka diagnostik jantung. Pada setiap posisi akan terlihat

sudut pandang anatomi jantung yang berbeda. Pada kasus stenosis mitralis akan

tampak adanya pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan; kongesti vena

pulmonalis; edema paru interstisial; redistribusi pembuluh darah paru ke lobus

bagian atas; dan klasifikasi katup mitralis.

5. Temuan Hemodinamik

Pemantauan beberapa tekanan intravaskuler dan intrakardia yang dilakukan

dibangsal memungkinkan evaluasi status kardiovaskular secara terus-menerus.

Pada kasus stenosis mitralis temuan hemodinamik yang ditemukan adalah

18

peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis, peningkatan tekanan

atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang a yang

menonjol, peningkatan tekanan arteria pulmonalis, curah jantung rendah,

peningktanan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena jugularis dengan

gelombang v yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika

terdapat insufisiensi trikuspidalis.

6. Kateterisasi

Dengan kateterisasi dapat terlihat pressure gradiant atrium kiri dan ventrikel

kiri pada saat diastolic. Pemriksaan ini tidak selalu dianjurkan kalau hanya untuk

diagnosis ataupun menentukan derajat stenosis. Dalam keadaan normal tidak

akan ditemukan pressure gradiant antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada

akhir diastolic. Indikasipemeriksaan kateterisasi pada stenosis mitral adalah :

a. keluhan pasien tidak sesuai pada kelainan objektif yang ditemukan

b. melihat adanya bentuk lain penyakit jantung yang mungkin meyertainya.

c. adanya prasangkaan regurgitasi mitral.

d. adanya persangkaan miksoma atrium kiri pada pemeriksaan ekokardiografi.

e. dugaan adanya silent stenosis mitral dengan hasil pada pemeriksaan

ekokardiografi kurang memuaskan.

f. pada umumnya pasien stenosis mitral yang simptomatik mempunyai mitral

valve area 1,5cm2 atau kurang. Juga tekanan pada kapiler pulmonal yang

simptomatis biasanya lebih dari 15-18 mmHg

2.4.6 Penatalaksanaan stenosis mitral

Antibiotic dapat diberikan untuk mencegah reaktivasi penyakit jantung

reumatik, dan pasien dianjurkan untuk tidak bekerja berat. Anemia dan infeksi

harus segera diatasi pada pasien dengan stenosis mitral. Pasien yang simptomatik

biasanya sudah cukup diatasi dengan pembatasan garam dan pemberian diuretic

oral. Digitalis tidak akan memperbaiki keadaan hemodynamic, tetapi masih

bermanfaat apabila ada tanda-tanda dekompesasi. Digitalis juga perlu untuk

mengurangi ventricular rate apabila ada fibrilasiatrial. Pada pasca operasi

19

sebaiknya selalu diberikan obat antikoagulan. Operasi dilakukan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. seberapa jauh disability yang ditimbulkannya.

b. keadaan objektiv obstruksinya

c. keadaan mobilitas katup.

d. ada atau tidaknya regurgitasi.

e. adanya kelainan valvular lain atau adanya penyakit jantung koroner.

2.5 Asuhan keperawatan klien dengan stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan

stenosis mitral

2.5.1 Pengkajian

a) Keluhan Umum

Pada fase awal, keluhan utama biasanya sesak nafas, nyeri dada bahkan

kelemahan menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan.

b) Riwayat Penyakit Saat Ini

1. Riwayat tumbuh:

Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena

sulit makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi

penyakit.

2. Riwayat psikososial/ perkembangan

Kemungkinan mengalami masalah perkembangan

Mekanisme koping anak/ keluarga

Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

3. Pemeriksaan fisik

Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik, bayi

tampak biru setelah tumbuh, clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan,

seseorang yang menderita stenosis mendadak ditandai dengan dyspnea, napas

cepat dan dalam, lemas, kejan, bahkan sampai koma dan kematian. Pada anak-

anak yang menderita stenosis biasanya akan sering squatting (jongkok) setelah

20

anak dapat berjalan dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali,

sementara bunyi jantung I normal tetapi bunyi jantung II tunggal dan keras.

Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak

menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan pada penderita stenosis pulmonal.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah

sebelumnya klien pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang

berhubungan dengan penyakit yang sekarang dirasakan oleh klien. Riwayat

minum obat, catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Juga pengkajian

adanya riwayat alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Perlu

dicermati sering kali klien mengkacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.

d) Riwayat Keluarga

Perawat menanyakan mengenai penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,

serta bila ada anggota yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.

e) Pemeriksaan Fisik

Perawat melakukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan keadaan atau

penampilan klien secara umum. Misalnya klien terlihat lemas, lemah, gelisah,

sakit berat, atau sakit ringan.

2.5.2 Analisis Data

No Tgl/Jam Data Etiologi Masalah

Keparawatan

1 09-09-

2013

/09:00

WIB

Ds: pasien mengatakan

nyeri dada

Do:

Suhu : : 36,2 º C

TD : 110/70 mmHg

Darah

mengalir tak

sempurna

Penurunan

curah jantung

21

Nadi : 79 x/menit

RR : 25 x/menit

Akral dingin

Sianosis (+)

Konjungtiva pucat

Wheezing (+)

Oedema

CRT ≥ 3 detik

Penurunan

volume

sekuncup

2 09-09-

2013

/09:00

WIB

Ds: pasien mengatakan

sesak nafas

Do:

Suhu : : 36,2 º C

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 79 x/menit

RR : 25 x/menit

Sianosis (+)

Konjungtiva pucat

Wheezing (+)

Suplai O2

menurun

Hipoksia

Hiperventilasi

Pola nafas

tidak efektif

3 09-09-

2013

/09:00

WIB

Ds: pasien merasa kenyang

segera setelah mengingesti

makanan

Do:

Bising usus : 26 x/menit

Pasien tidak tertarik untuk

makan

Porsi makan klien ½ porsi

Total konsumsi : 900

kkal/hari

Mual

Muntal

Suplai O2

menurun

Sesak

pola makan

berkurang

intake nutrisis

tidak adekuat

Nutrisi kurang

dari kebutuhan

22

2.5.3 Diagnosa Keperawatan

a) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai

dengan RR 25x/menit

b) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume

sekuncup yang ditandai dengan TD : 110/70 mmHg

c) Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status

kesehatan, situasi krisis, ancaman atau perubahan kesehatan.

2.5.4 Intervensi Keperawatan

Tgl/

Jam

Dx Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi

09/09/

2013

09:30

Pola napas

tidak efektif

yang

berhubungan

dengan

hiperventilasi

yang ditandai

dengan RR

25x/menit.

Ds: pasien

mengatakan

sesak nafas

Do:

Suhu : : 36,2º C

TD : 110/70

mmHg

Nadi : 79

x/menit

Efektifnya pola

nafas setelah

tindakan

keperawatan

selama 1 x 30

menit

dibuktikan

dengan:

Suhu : 36,5-

37,5 º C

TD : 110-

120/70-80

mmHg

Nadi : 80-100

x/menit

RR : 16-20

x/menit

Sianosis (-)

Pengkajian:

Pantau adanya pucat atau

sianosis

Pantau kecepatan irama,

kedalaman, usaha

respirasi

Kaji kebutuhan insersi

jalan nafas.

Auskultasi bunyi nafas,

kaji adanya bunyi nafas

tambahan

HE :

Informasikan kepada

klien dan keluarga

tentang teknik relaksasi

untuk meningkatkan pola

pernafasan

Informasikan pada klien

23

RR : 25

x/menit

Sianosis (+)

Konjungtiva

pucat

Wheezing +

Konjungtiva

normal

Wheezing (-)

dan keluarga bahwa

meraka harus

memberitahukan pada

perawat saat terjadi

ketidakefektifan pola

pernafasan

Kolaborasi:

Berikan oksigen

tambahan dengan kanula

nasal/ masker sesuai

indikasi

Aktifitas lain :

Posisikan pasien untuk

mengoptimalkan

pernafasan

2.5.5 Implementasi

Tgl/Jam No.

Dx

Implementasi Paraf

21/12/

2010

10:00

1 Pengkajian:

Memantau adanya pucat atau sianosis

Hasil : sianosis (-)

Memantau kecepatan irama, kedalaman, usaha respirasi

Hasil : RR : 19 x/menit

Mengkaji kebutuhan insersi jalan nafas.

Hasil :

24

Mengauskultasi bunyi nafas, mengkaji adanya bunyi nafas

tambahan

Hasil : Wheezing masih terdengar namun sudah berkurang

HE :

Menginformasikan kepada klien dan keluarga tentang teknik

relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan

Respon : pasien dan keluarga tahu dan paham serta dapat

melakukan teknik relaksasi yang telah diajarkan.

Menginformasikan pada klien dan keluarga bahwa meraka

harus memberitahukan pada perawat saat terjadi

ketidakefektifan pola pernafasan

Respon : klien dan keluarga mau melaporkan jika terjadi

ketidakefektifan pola pernafasan

Kolaborasi:

Memberikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker

sesuai indikasi

Hasil : sesak nafas berkurang

Aktifitas lain :

Memposisikan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan

Hasil : klien merasa nyaman dengan posisi yang diberikan

padanya.

25

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang sangat

berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Jantung termasuk kedalam

sistem kardiovaskuler yang bekerja sama dengan darah dan pembuluh darah

dalam proses peredaran darah dalam tubuh manusia. Penyakit kardiovaskular

merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah satunya

disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain

adalah stenosis (membuka tidak sempurna). Yang sering terjadi adalah stenosis

aorta, stenosis pulmonal, dan stenosis mitral.

Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup

aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara

maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.

Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis jalan

keluar ventrikel kanan yang menyebakan terjadinya perbedaan tekanan antara

ventrikel kanan dan kiri. Stenosis katub pulmoner yang berdiri sendiri, merupakan

salah satu cacat jantung kongenital yang lebih sering ditemukan. Sedangkan

Stenosis mitral adalah keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat

katup mitral oleh karena adanya perubahan struktur mitral leafets. Stenosis mitral

merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri

melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.

3.2 Saran

Mengingat ketiga penyakit tersebut sangat berbahaya dan berpotensi

menyebabkan kematian, maka perlu adanya kesadaran dari dalam diri kita untuk

mencegah terjadinya penyakit tersebut pada diri kita. Cara-cara yang dapat

dilakukan antara lain, dengan menjaga gaya hidup dan memperhatikan asupan

26

nutrisi yang masuk kedalam tubuh kita. Selain itu pengetahuan akan tanda dan

gejala awal sangat penting untuk mencegah keparahan penyakit.

27

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penerbit FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

David Hull & Derek I Johnson. 2008. Dasar-Dasar Pediatrik. Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mohlan H.Delf 7 Robert T. Manning. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC

Ruberstein, David dkk. 2005. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga

Wahab A, Samik. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung yang Tidak Sianotik.

Jakarta:EGC