referat stenosis

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS) adalah salah satu penyakit gastrointestinal yang paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir, dengan insidensi satu sampai dua per seribu kelahiran hidup. Hal ini paling sering ditemkan saat bayi berumur 2 – 8 minggu, dan berdasarkan jenis keamin kecenderungan insidensi pria : wanita (4 : 1). HPS jarang terjadi pada anak berusia lebih dari 6 bulan (Croteau, 2007; Patel, 2005) Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS) merupakan suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga menyebabkan penyempitan pada pylorus. HPS pertama kali dikemukakan oleh Hirschsprung pada 1888, menurutnya HPS merupakan penyakit kongenital dan dapat menyebabkan kegagalan perkembangan pilorus pada bayi. Ramstedt pertama kali mendeskripsikan operasi untuk keadaan ini. Ia menganjurkan untuk melakukan splitting pada otot pilorus dan dibiarkan terbuka. Walaupun penyakit ini mudah diterapi dengan pembedahan, namun etiologinya masih belum diketahui. (Reid, 2011) B. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui HPS secara umum 1

Upload: nico-adrian

Post on 02-Jan-2016

331 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stenosis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Stenosis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS) adalah

salah satu penyakit gastrointestinal yang paling sering terjadi pada bayi yang baru

lahir, dengan insidensi satu sampai dua per seribu kelahiran hidup. Hal ini paling

sering ditemkan saat bayi berumur 2 – 8 minggu, dan berdasarkan jenis keamin

kecenderungan insidensi pria : wanita (4 : 1). HPS jarang terjadi pada anak berusia

lebih dari 6 bulan (Croteau, 2007; Patel, 2005)

Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS)

merupakan suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang mengalami

hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga menyebabkan penyempitan pada pylorus.

HPS pertama kali dikemukakan oleh Hirschsprung pada 1888, menurutnya HPS

merupakan penyakit kongenital dan dapat menyebabkan kegagalan

perkembangan pilorus pada bayi. Ramstedt pertama kali mendeskripsikan operasi

untuk keadaan ini. Ia menganjurkan untuk melakukan splitting pada otot pilorus

dan dibiarkan terbuka. Walaupun penyakit ini mudah diterapi dengan

pembedahan, namun etiologinya masih belum diketahui. (Reid, 2011)

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui HPS secara umum

2. Mengetahui teknik pencitraan yang digunakan dalam mendiagnosis HPS

3. Mengetahui gambaran-gambaran dari pencitraan radiologis HPS

1

Page 2: Referat Stenosis

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI

Pylorus, adalah bagian dari gaster yang terhubung ke duodenum, merupakan

suatu daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk membentuk musculus

sphincter pylori. Sfingter pylorus merupakan suatu cincin otot polos yang

berfungsi untuk mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium pyloricum ke

dalam duodenum. (Snell, 2000)

Gambar 1. Anatomi gaster yang menunjukkan bagian pylorus

Pylorus terbagi menjadi 2, yaitu : pyloric antrum yang menghubungkan kr

corpus gaster serta pyloric canal yang menghubungkan ke duodenum.

B. DEFINISI

Stenosis pylorus hipertropi adalah suatu kondisi yang menyebabkan muntah

proyektil parah dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Terdapat penyempitan

dari pembukaan dari lambung ke duodenum, akibat pembesaran otot musculus

sphincter pylori, yang menyebabkan spasme ketika perut dalam keadaan kosong.

Hipertrofi ini biasanya dapat dirasakan sebagai massa berbentuk buah zaitun di

bagian atas tengah atau kuadran kanan atas perut bayi. Kondisi ini biasanya

berkembang pada bayi laki-laki dalam 2-6 minggu pertama kehidupan. Stenosis

2

Page 3: Referat Stenosis

pilorus juga dapat terjadi pada orang dewasa dimana penyebabnya biasanya akibat

jaringan parut dari ulkus peptikum kronis. (Patel, 2005)

Pada stenosis pylorus, lapisan otot sirkular menebal, yang mempersempit

saluran pylorus & menyebabkan pylorus memanjang. Selama proses ini mukosa

menjadi berlebihan dan menjadi hipertrofi. Akibat dari perpanjangan dan

penebalan otot, pylorus menyimpang ke atas mendekati kantong empedu, hal ini

berfungsi sebagai penanda, dimana pylorus dapat dilihat berdekatan dengan

kantong empedu dan anteromedial ginjal kiri. (Nazer, 2012)

Pylorus yang menebal mempersempit saluran pylorus sehingga

menyebabkan onstruksi lambung dan distensi lambung.(Nazer, 2012)

Gambar 2. Perbedaan anatomi gaster normal dengan hypertrophic pyloric

stenosis

C. ETIOLOGI

Penyebab kelainan ini belum pasti diketahui.  Kelainan ini  biasanya  baru

diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu  dengan  gejala  muntah  yang 

proyektil  (menyemprot)  beberapa  saat  setelah  minum  susu  dimana yang 

dimuntahkan hanya susu saja. (Nazer, 2012)

D. PATOFISIOLOGI

Stenosis pylorus terjadi sebagai akibat dari hipertrofi dan hiperplasia lapisan

otot pylorus. Nitrit oksida sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus

karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergik sepanjang

3

Page 4: Referat Stenosis

usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi

hipertofi sebagai kompensasi dari lemahnya gerakan peristaltik. (Nazer, 2012)

Hipertrofi difus dan hiperplasia otot polos antrum dan pylorus akan

mempersempit saluran, yang kemudian menyebabkan mudah terjadi obstruksi.

Regio antrum memanjang dan menebal dua kali dari ukuran normal. (Nazer,

2012)

Sebagai respon dari obstruksi aliran keluar dan gerak peristaltik yang kuat,

otot-otot perut hipertrofi dan melebar. Hal tersebut menyebabkan gangguan

pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan

disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. Makanan yang

dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya

tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum. (Nazer, 2012)

Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya

menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja

lambung untuk mensekresikan bikarbonat. Gastritis mungkin terjadi setelah stasis

yang lama. Hematemesis dapat pula terjadi. (Singh, 2010; Nazer, 2012)

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala stenosis pylorus adalah muntah proyektil mulai umur 2-3 minggu,

dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting). Bayi senantiasa menangis

sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan

karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntah berwarna hijau dan

dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa

lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit

merupakan tanda adanya dehidrasi. (Nazer, 2012)

Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah

cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan

terus menangis. (Nazer, 2012)

4

Page 5: Referat Stenosis

Gambar 3. Gejala utama hypertrophic pyloric stenosis berupa muntah

proyektil

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kontour dan peristatik lambung terlihat di

perut bagian atas, teraba adanya tumor di daerah epigastrium atau

hipokondrium kanan. Keadaan ini mudah terlihat dan teraba waktu bayi

diberikan minum sewaktu pemeriksaan. (Nazer, 2012)

Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah bayi selalu rewel dengan kesan

lapar dan selalu ingin minum lagi setelah muntah,muntah dapat bercampur darah

hingga berwarna kecoklatan akibat perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya

pembuluh darah kapiler lambung, pada stadium lanjut bayi dalam keadaan

dehidrasi, manutrisi, hipokalemi dan alkalosis hipokloremik. (Singh, 2010; Nazer,

2012)

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesa riwayat yang cermat dan pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang radiologi juga biasanya dibutuhkan. Harus ada

kecurigaan terjadi stenosis pilorus pada bayi muda dengan muntah parah. (Singh,

2010; Nazer, 2012)

Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen dapat mengungkapkan massa

berbentuk buah zaitun di epigastrium. Pada palpasi juga dirasakan gelombang

peristaltik yang teraba jelas dan sering (atau bahkan terlihat) karena perut

berusaha memaksa keluar isi lambung akibat pilorus menyempit. (Singh, 2010;

Nazer, 2012)

Dewasa ini sebagian besar kasus stenosis pilorus didiagnosis / dikonfirmasi

dengan USG, yang menunjukkan penebalan dari otot sfingter pylorus.

5

Page 6: Referat Stenosis

Penggunaan foto kontras gaster juga dapat dilakukan, dimana terlihat penyempitan

pylorus yang menyebabkan kontras tidak dapat berlanjut ke duodenum. (Singh,

2010; Nazer, 2012)

G. PENCITRAAN RADIOLOGI

1. Radiografi

Radiografi abdomen mungkin menunjukkan perut berisi cairan atau udara,

menunjukkan adanya obstruksi lambung. Perut yang melebar dengan incisura

yang besar-besar (caterpillar sign), yang mewakili peningkatan gerak

peristaltik lambung pada pasien ini. Jika pasien baru saja muntah atau

memiliki tabung nasogastrik di tempat, perut sudah didekompresi dan temuan

pada foto menjadi normal. (Reid, 2011)

Gambar 4. caterpillar sign, berupa gambaran lusen pada bagian kiri atas abdomen

Pemeriksaan saluran cerna atas merupakan pilihan yang tepat untuk stenosis

pylorus hipertrofi. Hasil yang didapatkan adalah: (Reid, 2011)

Tertundanya pengosongan lambung (jika parah, hal ini dapat mencegah

barium lewat ke pilorus).

Filling defect pada antrum diciptakan oleh prolaps dari otot yang

hipertrofik.

Mushroom atau umbrella sign (yaitu, penebalan otot yang menonjol ke

dalam duodenum)

6

Page 7: Referat Stenosis

Gambar 5. Mushroom sign, gambaran seperti jamur karena penebalan otot sfingter pylorus ke arah duodenum, disertai juga gambaran string sign

Double tract sign yaitu, mukosa berlebihan dalam lumen pylorus yang

sempit, menghasilkan pemisahan kolom barium menjadi 2 saluran.

Gambar 6. Gambaran Double tract sign

String sign : barium melewati saluran menyempit, menciptakan satu garis

yang tipis dan memanjang

Tingkat keakuratan pemeriksaan

Film radiografi polos memiliki tingkat keakuratan yang rendah menegakkan

diagnosis stenosis pilorus hipertropi. Sebuah studi menunjukkan, bahwa

radiografi polos memiliki sensitivitas yang tinggi (> 90%) dan spesifisitas

rendah. (Reid, 2011)

7

Page 8: Referat Stenosis

2. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonography penting dalam mendiagnosis stenosis

pilorus hipertropi, karena pemeriksaan ini menghasilkan gambaran perubahan

dini yang terjadi pada HPS. Ultrasonografi memiliki sensitivitas dan

spesifisitas sekitar 100%. (Reid, 2011)

Dalam sebuah studi oleh Leaphart dkk, ultrasonografi menegaskan

stenosis pilorus hipertropi ketika ketebalan otot pilorus (MT) lebih besar dari 4

mm dan panjang saluran pilorus (CL) lebih besar dari 15 mm. Namun, pada

bayi baru lahir untuk ketebalan otot pylorus (MT) nilai batasnya adalah 3,5

mm. (Reid, 2011)

Teknik pemeriksaan ultrasonografi dilakukan dengan transduser 7,5

menjadi 13,5 MHz linier pada anak terlentang. Gambar melintang di

epigastrium mengidentifikasi pilorus ke kiri dari kantong empedu dan antero

ke ginjal kanan (lihat gambar di bawah). Perut yang membuncit atau distensi

abdomen menyebabkan pilorus terdorong oleh karena itu memerlukan

penempatan tabung nasogastrik untuk mendekompresi perut. (Reid, 2011)

Jika aspirasi lambung lebih dari 5 mL pada bayi yang telah tanpa asupan

oral (NPO) selama beberapa jam menunjukkan obstruksi lambung. Posisi

miring kanan posterior dan memindai dari pendekatan posterior dapat

membantu untuk meningkatkan visualisasi dari pylorus. (Reid, 2011)

Gambar 7. Gambar ultrasonografi melintang pada pasien dengan stenosis pilorus hipertropi

8

Page 9: Referat Stenosis

Tanda-tanda HPS yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi, adalah

sebagai berikut: (Reid, 2011)

MT lebih dari 4 mm

Target sign pada pylorus.

Panjang saluran pilorus lebih besar dari 17 mm

Ketebalan pylorus (serosa ke serosa) 15 mm atau lebih besar

Kegagalan saluran untuk membuka selama minimal 15 menit scanning

Antral nipple sign (yaitu, prolaps mukosa berlebihan ke dalam antrum,

yang menciptakan pseudomass)

Gambar 8. Ultrasonogram longitudinal menunjukkan mukosa berlebihan yang

menciptakan antral nipple sign

Temuan yang positif untuk sebuah pyloric stenosis hipertrofik pada

pemeriksaan ultrasonografi hampir selalu menunjukkan kondisi ini.

Pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada awal penyakit atau pada pasien

muda yang MT kurang dari 3 mm. (Reid, 2011)

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama stenosis pylorus adalah dengan pembedahan

piloromiotomi yang dikenal sebagai Ramstedt’s procedure (membagi otot pilorus

untuk membuka outlet lambung). Ini adalah operasi yang relatif mudah yang

mungkin dapat dilakukan melalui sayatan tunggal (biasanya 3-4 cm panjang) atau

laparoskopi.

9

Page 10: Referat Stenosis

BAB III

KESIMPULAN

1. Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS)

merupakan suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang mengalami

hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga menyebabkan penyempitan pada pylorus.

2. Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah muntah proyektil yang

nonbilious.

3. Teknik pencitraan yang dapat digunakan adalah foto polos abdomen dan

USG. Namun, yang memiliki spesifisitas dan sensitivitas mendekati 100% adalah

USG.

10

Page 11: Referat Stenosis

DAFTAR PUSTAKA

Patel, Pradip L. 2005, Lecture Notes Radiologi, Edisi Kedua. Penerbit Erlangga,

Jakarta

Croteau, Lynn. 2007, Evidence Based Clinical Practice Guideline for Hypertrophic

Pyloric Stenosis. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, Ohio, USA

Reid, Janet R. 2011, Imaging in Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/409621-overview#showall, tanggal 10 Juni 2012

Nazer, Hisham. 2012, Pediatric Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/929829-overview#showall tanggal 10 Juni 2012

Cronan, Kate M. 2011, Pyloric Stenosis. Diunduh dari http://kidshealth.org/parent/medical/digestive/pyloric_stenosis.html# tanggal 10 Juni 2012

Singh, Jagvir. 2010, Pediatrics, Pyloric Stenosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/803489-overview#showall tanggal 10 Juni 2012

Snell, Richard S. 2000, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6, EGC, Jakarta

11