makalah metode radiasi
TRANSCRIPT
Makalah Hari : Rabu
M.K Teknologi Pangan Tanggal : 30 April 2014
TEKNOLOGI MODERN PENGOLAHAN PANGAN DENGAN METODE
RADIASI
Oleh:
Kelompok 2 (II B)
Aliyatul Khairah (PO7131312 451)
Amalina Rizma (PO7131312 452)
Fitria Ananda (PO7131312 462)
Pembimbing Praktikum:
Sri Mulyani, STP
Esthy Rahman Asih, STP, MSc
Fitri Lianisa, A.Md.Gz
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
JURUSAN GIZI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Proses pengolahan pangan memiliki interelasi
terhadap kualitas produk pangan yang dihasilkan. Sehingga kualitas dari
pangan sangat penting menjadi indikator dalam mengkonsumsi makanan
yang berkualitas, dimana sejak di panen sampai siap di meja makan,
panganan harus melewati perjalanan yang panjang seperti penanganan pasca
panen sampai penyajian. Selama perjalanan ini, pangan mempunyai risiko
pencemaran baik secara biologis, kimia, maupun fisik, oleh karenanya ada
resiko menjadi tidak aman, maka keamanan pangan menjadi tolak ukur dalam
mengkonsumsi pangan. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara
pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan
terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi (Fardiaz,1996).
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan
dalam hal pengolahan pangan. Salah satunya yaitu dengan pengolahan secara
termal (dengan menggunakan panas), akan tetapi metode ini dirasa kurang
optimal karena banyak terjadi perubahan karakteristik pangan yang tidak
diinginkan, sehingga timbul pengolahan non-termal yaitu proses pengolahan
tanpa adanya proses pemanasan, salah satunya dengan irradiasi sinar pengion
yang diharapkan akan meminimalisir perubahan karakteristik pangan yang
dihasilkan. Radiasi sinar pengion contohnya yaitu sinar ultra violet, sinar alfa,
sinar beta dan sinar gamma, namun secara umum pada sinar gamma yang
biasa digunakan dalam pengolahan pangan karena memiliki daya tembus
yang baik terhadap bahan padat dan biayanya relatif murah.
1.2 Tujuan
1. Dapat memahami teknologi modern dalam pengolahan pangan dengan
teknik radiasi.
2. Dapat mengetahui aplikasi teknologi modern dalam pengolahan pangan
dengan teknik radiasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi
A. Pengertian Umum Radiasi
Radiasi berasal dari sinar yang terdiri dari beberapa panjang
gelombang yang sangat pendek sampai gelombang yang sangat panjang.
Berikut data klasifikasi panjang gelombang jenis sinar radiasi:
Klasifikasi
Panjang
Gelombang
Sinar panjang:
Radio 1000000
Infra merah 8000-3000
Sinar tampak (merah,
jingga, 4000-8000
kuning, hijau, biru, violet)
Sinar Pendek:
Ultra Violet 136-4000
Sinar X 1000-1500
Sinar alfa, beta, gamma 1000
Secara umum radiasi adalah istilah yang biasa digunakan untuk
semua jenis energi yang dipancarkan tanpa media. Sedangkan iradiasi
adalah penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan
sumber radiasi buatan (winarno et al, 1980).
B. Prinsip Pengawetan Pangan Dengan Iradiasi
Pada proses pengawetan bahan pangan dengan iradiasi berenergi
tinggi yang dikenal dengan radiasi pengion, karena dapat menimbulkan
ionisasi pada materi yang dilaluinya (Maha, 1988).
Eksitasi adalah suatu keadaan dimana sel hidup dalam keadaan peka
terhadap pengaruh dari luar. Sedangkan ionisasi adalah proses penguraian
senyawa kompleks/makromolekul menjadi fraksi atau ion radikal bebas.
Perubahan kimia adalah proses perubahan yang timbul sebagai
akibat dari eksitasi, ionisasi dan reaksi – reaksi kimia yang terjadi baik saat
berlangsung maupun setelah proses iradiasi selesai. Bila perubahan kimia
terjadi dalam sel hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang
menyebabkan proses pembelahan sel atau proses kehidupan normal dalam
sel akan tergangu dan terjadi efekbiologis. Efek inilah yang digunakan
sebagai dasar pengawetan bahan pangan dengan iradiasi (Maha, 1988).
- Sinar gamma
- Sinar X
- Elektron
C. Jenis Iradiasi Pangan
Berdasarkan spectrum elektromagnetiknya, radiasi dibedakan
menjadi dua macam yaitu radiasi panas (heating radiation) dan radiasi
Sumber radiasi
Sel hidup pada bahan pangan dan mikroorganisme
Eksitasi, ionisasi dan perubahan kimia
Efek biologis pada sel hidup
- Pertumbuhan sel pangan terhambat
- Mikroorganisme patogen dan pembusuk musnah
Daya awet bahan pangan meningkat
pengion (ionizing radiation). Radiasi panas adalah radiasi yang
menggunakan sinar dengan frekuensi rendah atau gelombang yang
panjang, sedang radiasi pengion menggunakan sinar dengan frekuensi
yang tinggi atau gelombang yang pendek. (Fardiaz, 1996).
Contoh-contoh radiasi pengion ialah radiasi sinar ultra violet, radiasi
sinar alfa, beta dan gamma. Radiasi sinar gamma inilah yang digunakan
untuk pengawetan bahan pangan. Sinar gamma ini adalah radiasi
elektroagnetik yang dikeluarkan oleh nukleus unsur-unsur 60Co (kobalt)
dan 137Cs (caesium), dan sinar ini memiliki daya tembus yang baik
terhadap bahan padat.
Jenis radiasi yang dapat digunakan untuk pengawetan pangan, adalah
radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang dibawah 10 nm. Foton
yang dihasilkan harus mempunyai energi yang cukup tinggi, sehingga
sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang
dilaluinya. Oleh karena itu jenis radiasi seperti ini, selalu juga dinamakan
radiasi pengion, misalnya sinar gamma dan sinar X.
Suatu persyaratan penting yang harus dipenuhi adalah bahwa radiasi
yang digunakan tidak boleh menyebabkan terbentuknya senyawa yang
radiokatif pada bahan pangan. Berdasarkan penelitian, FAO dan IAEA
(Badan Tenaga Atom Internasional) telah menetapkan bahwa sumber
radiasi untuk pengawetan bahan pangan harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut : Energi maksimum untuk sumber elektron sebesar 10 meV
( FAO / IAEA / WHO 1984).
D. Penggunaan Iradiasi Pangan
Jenis iradiasi dapat digunakan untuk berbagai tujuan dalam upaya
meningkatkan daya simpan, mutu dan menjaga higiene bahan pangan.
Berikut ini merupakan pembagian fungsi iradiasi pangan, yaitu:
1. Memperbaiki mutu bahan pangan.
Selain dapat mempengaruhi faktor penyebab kerusakan bahan,
iradiasi ternyata dapat juga mempengaruhi struktur molekul bahan
pangan yang dalam beberapa hal menguntungkan. Misalnya sayuran
kering yang diradiasi dengan dosis 30 kGy, akan menjadi lebih cepat
empuk bila dimasak karena pengaruh iradiasi pada struktur polisakarida
yang menentukan konsistensinya. Demikian juga pada kacang kedelai,
akan lebih cepat empuk apabila dimasak setelah iradiasi.
2. Memperbaiki higiene bahan pangan.
Dalam masyarakat sering dijumpai kasus keracunan makanan
yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroba patogen
misalnya salmonela yang sering ditemui pada daging, telur, udang,
paha kodok dan sebagainya. Cara-cara konvensional belum ada satupun
yang mampu menghilangkan salmonella dalam bahan pangan segar
secara sempurna. Iradiasi ternyata sangat efektif untuk menghilangkan
salmonella baik dalam bahan pangan segar maupun yang telah
dibekukan. Cara ini telah banyak digunakan secara komersil diluar
negeri.
3. Memberantas serangga perusak bahan pangan.
Pada bahan pangan kering yang disimpan, penyebab kerusakan
yang utama adalah ganguan serangga. Kerugian karena gangguan
serangga sangat tinggi pada padi-padian, biji-bijian dan bahan pangan
kering lainnya misalnya beras, jagung, berbagai jenis kacang, rempah-
rempah, kopi, ikan kering dan tepung terigu. Untuk mencegah
gangguan serangga, biasanya dilakukan fumigasi atau penyemprotan
dengan insektisida yang tertinggal pada bahan pangan dapat
membahayakan kesehatan konsumen. Lagi pula, serangga dapat
menjadi resisten terhadap insektisida tertentu, sehingga daya buunh
insektisida menjadi berkurang. Dengan dosis yang relatif rendah antara
0,2-0,8 kGy, semua jenis serangga yang biasa ditemukan pada bahan
pangan dapat dilumpuhkan daya perusaknya.
4. Menurunkan residu zat kimia pada bahan pangan.
Zat kimia tambahan pada bahan pangan umumnya mempunyai
pengaruh negatif terhadap kesehatan, bila kadarnya melebihi batas
ketentuan, sedang bahan pangan iradiasi telah dapat dibuktikan tidak
berbahaya bagi konsumen setelah penelitian yang sangat teliti selama
kira-kira 30 tahun. Maka iradiasi telah dianjurkan untuk dipakai sebagai
pengganti zat pengawet kimia, baik mengantikan sama sekali ataupun
hanya menurunkan jumlah pemakaiannya, sehingga bahaya pun
menjadi lebih kecil.
5. Perlakuan untuk karantina buah – buahan.
Penentuan karantina mengharuskan buah-buahan tropis
didisinfektasi terlebih dahulu sebelum diimpor, karena sering didalam
buah-buahan terdapat larva serangga yang terkurung dalam daging
buah-buahan atau biji-bijian, yang setelah tiba dinegara tujuan dapat
berkembang dan dapat pula menjadi salah satu sumber bencana bagi
pertanian. Perlakuan karantina yang lazim digunakan adalah buah-
buahan dialiri uap panas atau fumigasi serta membutuhkan waktu
perlakuan yang agak lama. Dengan iradiasi, prosesnya lebih cepat dan
praktis,lebih efektif karena adanya daya tembus lebih besar dan timbul
persolan residu zat kimia
Penggunaan dosis iradiasi untuk berbagai tujuan pengawetan
bahan pangan yaitu:
No. Tujuan pengawetan Dosis (kGy)
1. Pasteurisasi (radurisasi) 1-5
2. Menghilangkan mikroba patogen (radisidasi) 1-10
3. Menghilangkan serangga (desinfektasi) 0,2-0,8
4. Sterilisasi (radappertisasi) 10-60
5. Menunda kematangan pada buah 0,10-0,12
6. Menghambat pertumbuhan tunas pada umbi-umbian 0,10-3,00
E. Dosis Iradiasi
Dosis yang diizinkan bervariasi bergantung pada tipe bahan
makanan dan juga aksi yang diinginkan. Tingkat dosis yang diizinkan oleh
FDA adalah sebagai berikut:
1. Dosis rendah (hingga 1 kGy), digunakan untuk:
- Mengendalikan serangga dalam biji-bijian
- Mencegah pertunasan pada kentang
- Mengendalikan jumlah trichinae dalam daging babi
- Mencegah peluruhan serta mengendalikan serangga pada buah dan
sayuran
2. Dosis medium (1 – 10 kGy), digunakan untuk:
- Mengendalikan salmonella, Shigella, Champylobacter, Yersinia, dan
E. Coli dalam daging, unggas, dan ikan
- Memperlambat pertumbuhan jamur dalam buah-buahan
3. Dosis tinggi (>10 kGy), digunakan untuk:
- Membunuh mikroorganisme dan serangga dalam cabai
- Sterilisasi makanan secara komersial
- Penerapan dosis dalam berbagai penerapan radiasi pangan
Tujuan Dosis (kGy) Produk
Dosis rendah (s/d 1
KGy)
Pencegahan pertunasan
Pembasmian serangga
dan parasit
Perlambatan proses
fisiologis
0,05 – 0,15
0,15 – 0,50
0,50 – 1,00
Kentang, bawang putih,
bawang bombay, jahe,
Serealia, kacang-
kacangan, buah segar
dan kering, ikan, daging
kering
Buah dan sayur segar
Dosis sedang (1- 10
kGy)
Perpanjangan masa
simpan
Pembasmian
mikroorganisme perusak
dan patogen
Perbaikan sifat teknologi
pangan
1,00 – 3,00
1,00 – 7,00
2,00 – 7,00
Ikan, arbei segar
Hasil laut segar dan
beku, daging unggas
segar/beku
Anggur(meningkatkan
sari), sayuran kering
(mengurangi waktu
pemasakan)
Dosis tinggi1 (10 – 50
kGy)
Pensterilan industri
10 – 50 Daging, daging unggas,
hasil laut, makanan siap
hidang, makanan steril
Pensterilan bahan
tambahan makanan
tertentu dan
komponennya
- 1 Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius
Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini.
F. Keunggulan dan Kelemahan Proses Radiasi
Banyak manfaat bisa diperoleh dari aplikasi radiasi. Selain mampu
mengendalikan mikroba patogen, teknik tersebut juga berhasil mengurangi
muatan mikroba dan infestasi serangga, menghambat pertunasan, serta
mencegah perkecambahan. Salah satu negara di dunia yang telah memetik
manfaat maksimal terkait penerapan iptek nuklir di bidang tanaman
pangan adalah Brasil. Negara Samba ini sudah mengembangkan sejak
tahun 2003, terutama pada ekspor buah-buahan untuk menghilangkan ulat
buah.
Keunggulan utama dari radiasi adalah:
- Tidak ada atau sedikit sekali proses pemanasan pada makanan sehingga
hampir tidak ada perubahan dalam sensor karakteristik makanan,
- Dapat dilakukan pada makanan kemasan dan makanan beku,
- Dapat dilakukan pada makanan segar melalui satu kali operasi dan
tanpa menggunakan tambahan bahan kimia,
- Hanya membutuhkan sedikit energi,
- Perubahan pada aspek nutrisi dapat dibandingkan dengan metoda
pengawetan makanan lainnya, dan
- Proses otomatis terkontrol dan memiliki biaya operasi rendah.
Pengawetan makanan memiliki berbagai keunggulan dan kemudahan
dalam prosesnya. Namun demikian, pengawetan makanan dengan cara
radiasi juga memiliki kelemahan. Masalah utama dalam proses ini adalah:
- Proses dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri dalam jumlah
besar sehingga dapat membuat makanan yang tidak layak makan
menjadi layak jual
- Jika mikro-organisme pembusuk dimusnahkan tetapi bakteria patogen
tidak, konsumen tidak bisa melihat indikasinya dari bentuk makanan
- Makanan akan berbahaya bagi kesehatan jika bakteri penghasil racun
dimusnahkan setelah bakteri tersebut mengkontaminasi makanan
- Kemungkinan perkembangan resistensi mikroorganisme terhadap
radiasi
- Hilangnya nilai nutrisi makanan
- Sampai sekarang, prosedur analitik dalam mendeteksi apakah makanan
telah diirradiasi belum mencukupi, dan
- Resistensi publik disebabkan oleh kekhawatiran akan pengaruh
radioaktif atau alasan lain yang berhubungan dengan kekhawatiran
terhadap industri nuklir.
G. Permasalahan Iradiasi Pangan
Permasalahan yang menyangkut kesehatan pada makanan yang
diiradiasi adalah permasalahan tentang gizi, mikrobiologi dan toksikologi.
1. Aspek Gizi
Masalah gizi pada makanan yang diiradiasi ialah kekhawatiran
akan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan penurunan nilai gizi
makanan, yang menyangkut perubahan komposisi protein, vitamin dan
lain-lain (Glubrecht, 1987). Berbagai penelitian telah membuktikan
bahwa makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak menimbulkan
perubahan yang nyata, sedangkan pada dosis 1 – 10 kGy bila udara
pada saat iradiasi dan penyimpanan tidak dihilangkan akan
mengakibatkan penurunan beberapa jenis vitamin. Untuk itu telah
dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui kondisi iradiasi yang
tepat, sehingga pada prakteknya tidak akan terjadi perubahan nilai gizi
dalam bahan pangan, terutama makronutrisinya sepperti karbohidrat,
lemak dan protein.
2. Aspek Mikrobiologi
Dalam makanan iradiasi, masalah mikrobiologi yang mungkin
timbul adalah sifat resistensi atau efek mutagenik dan peningkatan
patogenitas mikroba (WHO, 1991 dalam Simatupang, 1983). Daya
tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi secara berurutan
adalah sebagai berikut : spora bakterI > khamir > kapang > bakteri
gram positif > bakteri gram negatif. Ternyata bakteri gram negatif
merupakan yang paling peka terhadap radiasi. Oleh karena itu, untuk
menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dosis
rendah (Jay, 1996).
3. Aspek Toksikologi
Analisis kimia yang dilakukan terhadap makanan yang diawetkan
dengan iradiasi tidak ditemukan senyawa yang berbahaya bagi
kesehatan. Namun uji tersebut saja tidak cukup untuk meyakinkan
keamanannya sehingga perlu dilakukan uji toksikologi. Uji toksikologi
terhadap makanan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih
teliti dan kompleks bila dibandingkan dengan pengujian sebelumnya,
karena sejak awal keamanan makanan iradiasi sangat banyak
dipertanyakan.
Kekhawatiran ini mungkin disebabkan adanya senyawa radioaktif
pada makanan yang diiradiasi. Iradiasi pada suatu bahan pangan yang
mengandung air menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul air
dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat
reaktif. Radikal-radikal ini sangat berperan terhadap pengaruh biologis
iradiasi pengion. Oleh karena itu terdapat pengaruh tidak langsung dari
iradiasi jaringan-jaringan lembab yang disebabkan oleh air yang
diaktivasikan. Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi dikenal
sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai zat pereduksi ataupun
pengoksidasi.
Kekhawatiran ini dapat terjawab melalui beberapa penelitian
yang dilakukan dan tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa
makanan iradiasi berbahaya bagi kesehatan konsumen, sehingga
berdasarkan hal tersebut, pada bulan Nopember 1980, para pakar dari
FAO, WHO dan IAEA yang tergabung dalam Joint Expert Committee
on Food Irradiation (JECFI) mengeluarkan rekomendasi yang
menyatakan bahwa semua jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai
batas 10 Kgy adalah aman dikonsumsi.
H. Legalitas Iradiasi
Setiap metode pengolahan pangan mengakibatkan perubahan sifat
pangan yang mungkin menimbulkan konsekuensi pada konsumen, tetapi
jelas bahwa pangan yang diiradiasi aman, dan konsumsinya sebagai bagian
dari makanan sehari-hari sama sekali tanpa akibat yang membahayakan
(Hermana, 1991).
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan,
pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang
diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang
sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan
tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan
Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.
Menurut Hermana (1991), pangan yang diiradiasi tidak dapat
dikenali dengan penglihatan, penciuman, pencecapan ataupun perabaan.
Satu-satunya cara agar konsumen mengetahui dengan pasti bahwa suatu
pangan telah diiradiasi adalah dengan menyertakan label yang menyatakan
dengan jelas perlakuan tersebut dalam kata, logo atau keduanya. Pelabelan
pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 69 Tahun
1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur dalam pasal 34.
I. Penerapan Metode Radiasi
a. Penerapan Iradiasi Pada Bubuk Cabe
Berbagai penelitian telah menunjukkan bukti bahwa dengan
menggunakan metode radiasi dapat memperpanjang daya simpan (shelf
life) suatu bahan pangan yang tujuannya untuk mencegah pembusukan
makanan sehingga shelf life cukup lama, kualitasnya tetap terjaga, dan
ketersediaannya berada di sepanjang waktu. Salah satu jurnal yang
membuktikan bahwa metode radiasi dapat memperpanjang daya simpan
bahan pangan yaitu Study Of Gamma Ray Irradiation On Food
Preservetion (Case Study On Chili Powder). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah serbuk cabai yang banyak dijual dipasar
tradisional, namun dalam penggunaannya belum diketahui apakah ada
mikroba atau tidak dalam serbuk cabai tersebut.
Sampel yang telah dibeli dipasar kemudian diuji dengan
menggunakan metode ALT (angka lempeng total). Sumber radiasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah radiasi berenergi tinggi yang
dikenal dengan nama radiasi pengion (sinar gamma (Co-60). Sebelum
melakukan penyinaran dengan menggunakan sampel terlebih dahulu
ditentukan latar belakangnya, yaitu perhitungan tanpa ada sampel
prosesnya sebagai berikut sinar gamma ditempatkan kearah yang
terlindungi misalnya kearah dinding, selanjutnya dicacah dengan
menggunakan detektor selama 15 menit, 60 menit dan 120 menit
dengan jarak 25 cm, diulangi sebanyak 3 kali sampai dianggap stabil.
Demikian pula pada jarak 45 cm. Setelah detektor dan sumber radiasi
dianggap stabil, bungkus plastik kosong diletakkan diantara detektor
dengan sumber radiasi kemudian disinari selama 15 menit, 60 menit
dan 120 menit pada jarak 25 cm untuk mendapatkan hasil cacahan
tanpa ada sampel, setiap bungkusan diulangi sampai 3 kali, demikian
pula pada jarak 45 cm. Setelah semua rancangan peralatan dianggap
stabil sampel (serbuk cabai) dimasukkan kedalam bungkusan plastik,
kemudian disinari dengan menggunakan sinar gamma. Selama 15
menit, 60 menit, dan 120 menit pada jarak 25 cm, setiap sampel
diulangi sampai 3 kali. Demikian pula pada jarak 45 cm pada perlakuan
yang sama.
Pengambilan data untuk jarak penyinaran adalah dengan variasi
jarak sumber radiasi dengan sampel yaitu pada jarak 25 cm, dan 45 cm.
Data yang didapatkan dilihat pada hasil cacahan. Setiap sampel disinari
selama 15 menit, 60 menit, dan 2 jam dan dicatat hasil cacahannya.
Perhitungan mikroba dilakukan sebelum dan sesudah penyinaran,
sebelum melakukan perhitungan mikroba dilakukan proses
pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet
volume steril, 1 gr serbuk cabai dimasukkan kedalam tabung reaksi
steril yang berisi 9 ml aquades steril, lalu dikocok sampai homogen dan
diberi tanda 10-1 diambil 1 ml sampel dari tabung pertama dan
dimasukkan kedalam 9 ml aquades yang lain diberi tanda 10-2 dan
dilakukan sampai didapatkan pengenceran 10-5.
Setelah dilakukan proses pengenceran selanjutnya dilakukan
proses penanaman mikroba Sebelum melakukan penanaman mikroba
ruangan dan tempat penanamannya harus steril. Dari setiap
pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam cawan petri serta
dibuat duplo diantara lampu bunsen, selanjutnya ditambahkan media
dan diratakan dengan membentuk angka 8 sampai media mengeras,
diinkubasi pada suhu 250C selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Setelah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya dilakukan perhitungan
mikroba, perhitungan mikroba dilakukan dengan cara menggunakan
metode hitung cawan petri (plate cawan metode).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian 1 gr sampel
dengan jarak sampel terhadap sumber 25 cm yang disinari selama 15
menit, didapati mikroba yang terbunuh sebesar 35 %. Sedangkan untuk
penyinaran selama 60 dan 120 menit, mikroba yang terbunuh masing-
masing 70 % dan 90 %. Untuk pengujian dengan jarak sampel terhadap
sumber 45 cm dan lama penyinaran 15, 60, dan 120 menit, mikroba
yang terbunuh adalah masing-masing 6 %, 29 % dan 89 % dan didapati
pengurangan jumlah mikroba 90 % untuk penyinaran 120 menit pada
jarak 25 cm. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan penggunaan Co-
60 dalam kondisi aman dapat dipakai sebagai suatu teknik pengawetan
makanan.
b. Teknologi dan Metode Penyimpanan Makanan Sebagai Upaya
Memperpanjang Shelf Life
Terobosan baru dari Zhaoxin Lu et al. (2004) yang meneliti efek
pengawetan potongan selendri segar dengan proses iradiasi gamma.
Mereka melaporkan iradiasi mampu menurunkan jumlah E.coli.
Polifenol oksidan dan laju pernapasan sampel terhambat dan lebih kecil
dari yang tidak teriradiasi. Waktu simpan diperpanjang 3-6 hari dan
kualitas tetap terjaga setelah disimpan 9 hari. Prakash et al., (2000) juga
meneliti pengaruh dosis rendah iradiasi gamma terhadap kualitas
potongan seledri. Demikian pula yang dilaporkan Chervin,
Triantaphylides, Libert, Siadous, & Boisseau (1992) bahwa penerapan
proses iradiasi terhadap potongan wortel segar yang disimpan dalam
kantong berpori mikro akan membatasi peningkatan laju pernapasan,
dan produksi etilen dapat direduksi sehingga meningkatkan shelf life
produk.
M. G. Sajilata et al. (2005) meneliti pengaruh iradiasi dan
penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan kacang mende. Ia
melaporkan dosis iradiasi gamma pada 0,25-1,00 kGy dapat mereduksi
aktivitas antioksidan kacang mende dengan shelf life selama 6 bulan.
Ahn et al. (1986) menyatakan efek yang tidak diinginkan dari pengaruh
iradiasi gamma membentuk oksida lipid dari reaksi lipid membran
dengan lipid lainnya yang ada di dalam makanan dengan radikal
oksidan yang dihasilkan gamma. Penurunan jumlah oksigen dan suhu
dapat menurunkan pembentukan oksida selama proses iradiasi.
Pemanfaatan iradiasi gamma telah lebih dulu dilakukan oleh
Bhattacharjee et al.(2003) yang mengiradiasi serangga pada kacang
mende dengan dosis 0,25-1,00 kGy. Kacang mende kaya akan zat
antioksidan seperti vitamin E. Tocopherol sangat sensitif terhadap
pengiradiasian dalam menghadirkan oksidan di mana memberikan
kontribusi dalam menurunkan aktivitas oksidan (Urbain,1986). Diehl
(1981) melaporkan bahwa hilangnya α-tocopherol yang disimpan
setelah diiradiasi (1kGy) menggulung gandum. Penurunan aktivitas
oksidan dapat dihubungkan dengan pencarian radikal bebas yang
diproduksi dalam pengiradiasian dan secara alami menjadi antioksidan
di dalam kacang mende. Penurunan aktivitas oksidan tentunya akan
menurunkan shelf life produk.
c. Iradiasi Pada Jamur Tiram Putih
Iradiasi merupakan salah satu teknologi alternatif untuk
memperpanjang daya simpan bahan pangan. Jamur tiram putih
merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga
memiliki daya simpan rendah. Pengaruh iradiasi gamma dengan dosis 5
kGy pada kualitas higienis jamur tiram putih kering selama
penyimpanan telah diteliti. Jamur tiram putih segar dibersihkan, disortir
dan dicuci, lalu ditiriskan. Selanjutnya jamur dibagi dua, sebagian
dikeringkan dengan matahari pada jam 9.00-16.00 dan sebagian lainnya
dikeringkan dengan oven listrik pada suhu 55OC. Jamur tiram putih
kering kemudian dikemas di dalam kantong Polypropilene (PP)
(divakum) lalu diiradiasi pada dosis 5 kGy dan tanpa iradiasi sebagai
kontrol. Selanjutnya jamur disimpan pada suhu ruangan berpendingin
pada suhu 18-20oC dengan kelembaban (RH) 65-70%.
Pengamatan dilakukan secara berkala setelah penyimpanan 0, 1,
2, dan 3 bulan. Parameter pengujian meliputi angka bakteri, angka
kapang dan khamir, kadar air, pH, Aw, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat, kadar karoten serta pengujian secara subyektif
terhadap sifat organoleptik bahan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa iradiasi 5 kGy dapat
menekan secara nyata pertumbuhan mikroba jamur baik bakteri maupun
khamir 2 log cycle dengan tidak mengubah sifat-fisiko dan kualitas
organoleptiknya sampai penyimpanan 3 bulan, sedangkan kontrol (0
kGy) hanya bertahan sampai 2 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz Dedi. 1996. Proses Termal Dalam Tahap Pengelolahan Kritis Untuk Menjamin Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta.
Glubrecht. 1987. Basic Effect of Radiation on Matter Food Preservation by Irradiation. Vol. 1. IAEA Vienna.
Hermana. 1991. Iradiasi Pangan. Cara Mengawetkan dan Meningkatkan Keamanan Pangan. Penerbit ITB Bandung.
Jay, J.M. 1996. Modern Food Microbiology. Chapman & Hall,International Thomson Publishing, New York.
Maha, M. 1988. Keamanan Bahan Pangan yang Diawetkan dengan Iradiasi. PAIR-BATAN. Jakarta.
Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.Gramedia, Jakarta.