makalah stacy

21
Gangguan Tidur pada Usia Lanjut Stacy Vania 102012043/D1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021- 5631731 Email : [email protected] Pendahuluan Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang essensial sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Penyebab gangguan tidur pada usia lanjut sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, bahwa penyebab gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisis, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta yang diderita. Beberapa faktor penyebab pada gangguan tidur dapat dilihat pada table dibawah ini : 1 Tabel 1. Penyebab Gangguan Tidur pada Usia Lanjut Perubahan-perubahan irama sirkardian Gangguan tidur primer (SDB, PLMS, RBD) Penyakit-penyakit fisik (hipertiroid, artitis) Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas) Pengobatan poliferasi, alcohol, 1

Upload: delphine

Post on 29-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Insomnia

TRANSCRIPT

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut

Stacy Vania

102012043/D1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email : [email protected]

Pendahuluan

Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang essensial sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Penyebab gangguan tidur pada usia lanjut sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, bahwa penyebab gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisis, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta yang diderita. Beberapa faktor penyebab pada gangguan tidur dapat dilihat pada table dibawah ini : 1Tabel 1. Penyebab Gangguan Tidur pada Usia Lanjut

Perubahan-perubahan irama sirkardian

Gangguan tidur primer (SDB, PLMS, RBD)

Penyakit-penyakit fisik (hipertiroid, artitis)

Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas)

Pengobatan poliferasi, alcohol, kafein

Demensia

Kebiasaan hygiene tidur yang tidak baik

Gangguan tidur pada malam hari akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari esok hal ini menyebabkan berkurangnya daya konsentrasi seseorang sehingga bisa mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Pada orang usia lanjut akan mengakibatkan hal-hal lain yaitu, ketidakbahagiaan, perasaan tercekam oleh kesepian, mengakibatkan penyakit-penyakit yang sudah diderita menjadi lebih parah dan tidak terkontrol, selain itu dapat menimbulkan problema sosial terhadap lingkungan terutama keluarga. Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur (sleep onset problems), kesulitan mempertahaan tidur nyenyak (deep maintenance problem), dan bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA). Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi ketiganya, muncul ada yang sementara atau kronik. Gangguan tidur ini dapat dikarenakan juga oleh insomnia (gangguan tidur) itu sendiri,depresi atau demensia. 1Gangguan Tidur (Insomnia)Gangguan susah tidur atau insomnia menurut DSM ( Diagnostic and Statistical Manual of Mental disordes) IV dibagi menjadi 4 tipe yaitu 1) Gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain, 2) gangguan tidur yang disebabkan gangguan medis umum, 3) gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu, 4) Gangguan tidur primer (gangguan yang tidak berhubungan dengan kondisi mental, penyakit ataupun obat-obatan). Pada gangguan tidur primer, gangguan tidur atau insomnia sudah berada pada taraf kronik dan sudah diderita lebih dari 1 bulan. Gangguan tidur primer dibagi menjadi menjadi 3 yaitu : 11. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan

Gangguan tidur karena gangguan pernapasan ditandai dengan mengorok pada waktu tidur, tersedak, batuk-batuk pada manifestasi klinik yang berat sering terjadi gerakan-gerakan seperti orang kehabisan napas, gambaran klinik seperti itu biasanya dilaporkan oleh teman tidurnya. Yang dirasakan oleh pasien adalah sering terbangun tanpa sebab, nokturia, dan merasa tidak tidur semalaman, dan pada pagi hari sering muncul keluhan sakit kepala dan mengantuk terus. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan ini meruoakan interaksi kompleks dari system saraf pusat dan perifer, otot-otot saluran napas atas dan beberapa neurotransmiter yang menghasilkan kolaps sebagian atau seluruh saluran pernapasan atas, sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas dan hipoksia. Hipertrofi tonsil, obstruksi hidung, distribusi dan pengumpulan lemak tubuh, mungkin dapat memperberat gangguan tidur tipe ini. Gangguan tidur tipe ini dialami oleh sekitar 28%-67% laki-laki berusia lanjut dan 20%-54% perempuan berusia lanjut. Pemeriksaan fisik untuk pasien ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan umum (pemeriksaan tanda-tanda vital dan antropometri),pemeriksaan morfologi saluran napas (pemeriksaan ukuran leher, hidung, orofaring dan organ-organ lain yang terkasit dengan saluran napas) hal ini dikarena untuk melihat ada atau tidaknya obstruski pada saluran napas yang mengakibatkan insomnia dan dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik lain (pemeriksaan kardiovaskular atau paru) hal ini dikarenakan terdapat penyakit yang bersangkut paut dengan organ tersebut sehingga dapat dilakukan penanganan terhadap penyakit tersebut sejak dini. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu polisomnogram yang dilakukan di labolatorium tidur, pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung jumlah apneu (henti napas) pada salukan napas. Hasil labolatorium ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu ringan sedang dan berat dengan kriteria sebagai berikut:a. Osa ringan bila terdapat 5-15 kali apnea per jam pada waktu tidur

b. Osa sedang bila terdapat 15-30 kali apnea per jam tidur pada waktu tidur

c. Osa berat bila terdapat lebih dari 30 kali apnea per jam pada waktu tidur

Gambar 1. Polisomnogram Menunjukan OSA dan CSA 12. Sindrom kaki kurang tenang dan gangguan gerakan tungkai periodic

Sindrom ini ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat pasien istirahat. Ini adalah bentuk akathisia, sering disebut perasaan dirayapi semut atau hewan kecil. Perasaan ini menggerakan kakinya sehingga bangun lalu berjalan guna menghilangkan rasa tidak enak ini. Pada kebanyakan pasien gerakan kaki untuk menghilangkan akathisia ini terjadi pada saat tidur tanpa disadari oleh pasien tersebut biasanya gerakan tersebut berupa gerakan-gerakan kaki. Oleh karena gerakan-gerakan kaki ini pasien sering mengeluh rasa lelah yang berlebihan saat bangun tidur dan tidur tidak nyenyak dan mengantuk pada siang hari. Prevalensi usia lanjut 45% dan tidak ada perbedaan untuk laki-laki dan perempuan. Untuk patofisiologi sindrom ini belum dibuktikan karena apa tetapi hipotesis sementara menyatakan adanya disfungsi system dopamine dalam sisten saraf pusat, hal ini dikarenakan adanya efek agonis dopamine yang efektif untuk mengatasi gangguan tidur ini. 3. Gangguan perilaku REM

Gangguan tidur ini sangat jarang ditemukan pada usia lanjut. Proses yang mendasari gangguan tidur ini adalah adanya disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat bermimpi. Gangguan tidur ini sering muncul pada tengah malam saat periode REM terjadi. Bentuk gangguan dapat berupa mengigau, bicara sambil tidur, berjalan, bahkan makan sambil tidur. Pasien sering jatuh atau lompat dari tempat tidur sehingga banyak terjadi perlukaan. Pada kasus ini banyak penelitian melaporkan prevalensi pada laki-laki lebih besar dari perempuan. Gangguan ini pada fase kronik banyak dihubungkan dengan penyaki neurodegenerative seperti demensia dan penyakit Parkinson. Tatalaksana pada Kasus Gangguan Tidur Usia Lanjut

Karena banyaknya penyebab gangguan tidur pada usia lanjut, maka penatalaksanaan gangguan tidur pada usia lanjut harus dilakukan secara individual, dengan meneliti dan menilai gejala dan tanda yang ada pada tiap pasien. Beberapa hal yang dapat diterapkan pada semua jenis gangguan tidur pada usia lanjut, yaitu: edukasi tidur, mengubah gaya hidup, psikoterapi, dan medikamentosa. 1

Edukasi tidur diberikan baik kepada pasien maupun keluarga atau care giver. Edukasi tersebut meliputi: 1 Tunggu sampai terasa sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur. Bila dalam 20 menit berbaring belum bisa tidur maka lebih baik bangun lagi, lakukan kegiatan lagi dengan tenang dan lakukan relaksasi. Bila mengantuk baru kembali ke tempat tidur. Hindarkan penggunaan kamar tidur untuk bekerja untuk bekerja, membaca atau menonton televisi. Pada gangguan perilaku rem lebih baik melakukan penataan ulang kamar tidur dan sebaiknya tempat tidur tidak diletakan ditempat yang tinggi dan dianjurkanuntuk memasang teralis besi dan selalu dikunci pada waktu tidur untuk menjaga pasien tidak keluar kamar pada fase berjalan sambil tidur Bangun tidur pagi hari pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur. Hindarkan minum kopi atau atau merokok. Lakukan olahraga ringan setiap pagi setelah bangun tidur. Kurangi tidur siang,, lakukan kegiatan/hobi yang menyenangkan. Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alcohol. Pelajari teknik relaksasi atau lakukan meditasi. Hindarkan gerakan badan berlebihan saat di tempat tidur. Hindarkan gerakan badan berlebihan saat ditempat tidur. Berdoa sebelum tidur. Mengubah gaya hidup (life style), diperlukan untuk memperbaiki faktor fisis dan psikis yang mendasari terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi: Usaha menurunkan berat badan dengan memperbaiki pola makan pada pasien GTGP. Menghindari perjalanan jauh atau bekerja sampai malam hari (shift malam), agar tidak terjadi jet lag. Menghindari membaca atau menonton atau mendengarkan cerita-cerita yang menakutkan atau sangat menyedihkan. Bila memungkinkan buar suasana lingkungan rumah bersih dan menyenangkan. Perbaiki hubungan antar anggota keluarga, tumbuhkan suasana aman dan penuh kasih antar sesame penghuni rumah. Lakukan aktivitas fisis, jangan duduk diam sepanjang hari Psikoterapi perlu diberikan pada pasien gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas dan depresi. Di samping psikoterapi dari seorang psikolog, psikoterapi berupa dorongan dan penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu pasien. Terapi medikamentosa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obat transkuiliser minor seperti golongan benzodiazepine dapat diberikan pada pasien insomnia akut, diberikan dosis kecil dan dalam waktu yang tidak lama. Terapi terhadap penyakit penyerta yang diderita usia lanjut harus dilakukan dengan menghindarkan sebisa mungkin obat-obatan yang menyebabkan gangguan tidur. Melatonin yang sedang marak dipakai sebagai obat tidur, sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut. 1Pada gangguan sindrom kaki kurang tenang dapat digunakan anti Parkinson karbidopa-levodopa (25-100mg) dengan dosis awal 1 kali setengah tablet saat mau todur dosis dapat ditingkatkan setengah tablte tiap 3-4 hari nila belum membaik. Hati-hati bila gejala muncul lebih awal atau pada siang hari mungkin ini effek samping dari obat, sehingga dosis harus diturunkan atau harus digabungkan dengan obat anti Parkinson lain seperti bromokriptin, karbamezepin, dan klonozepam. Obat lain yang dapat digunakan untuk sindrom kaki kurang tenang dan gangguan perilaku rem adalah benzodiazepine (1 kali saat tidur ), kodein atau oksikodon. 1Langkah-langkah yang umum yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan gangguan tidur pada usia lanjut dapat dilihat pada algoritme. Gambar 2. Algoritme untuk Penipisan Ganguan Tidur dan Pendekatan untuk Diagnosis dengan Perawatan1Depresi Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering menyerang orang usia lanjut atau pasien yang berusia 60 tahun ke atas dan merupakan penyakit dengan tampilantidak spesifik pada pasien geriatric. Terdapat beberapa faktor biologi, fisis, psikologis dan sosial yang membuat sesorang berusia lanjut rentan terhadap depresi. Faktor psikososial juga berperan sebagai faktor presdiposisi dari depresi. Orang tua sering kali mengalami periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Faktor kehilangan fisik juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurannya kemampuan merawat diri serta hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensori akan mengakibatkan penderita merasa terisolasi dan berujung pada depresi. Berkurangnya kemampuan daya ingat, fungsi intelektual, kehilangan pekerjaan, penghasilan dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi faktor predisposisi seseorang berusia lanjut menderita depresi. Sedangkan prevalensi penyakit depresi pada usia lanjut lebih sering terjadi di tempat perawatan seperti rumah sakit dan semakin lama perawatannya akan semakin banyak kemungkinannya untuk mengalami depresi. 1Depresi pada pasien geriatric adalah masalah besar karena penyakit depresinya sering tertutupi oleh penyakit somatic yang dideritanya sehingga sulit diidentifikasi dan hal ini mengakibatkan terlambatnya terapi untuk depresi tersebut. Selain dapat tertutupinya diagnosis untuk penyakit depresi karena penyakit somatiknya, depresi juga dapat memperberat penyakit somatic yang diderita oleh pasien tersebut dan juga sebaliknya. Oleh karena itu obat antidepresi yang efektif mempunyai potensi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya serta menurunkan biaya perawatan. 1Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps, rekurens dan kronisitas. Depresi pada geriatri dapat lebih efektif diobati dengan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai disertai pendekatan interdisiplin yang menyeluruh. Terapi harus diberikan dengan memperhatikan secara individual harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem-problem fisis yang ada bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati. Semua teknik psikoterapi (psikodinamik, kognitif, perilaku, dll) dapat dipergunakan. Intervensi terapeutik untuk memacu kemandirian seperti melatih keterampilan sehari-hari dan peningkatan keamanan di rumah, terapi okupasi dan berbagai program rehabilitasi yang praktis serta pemberian informasi jangan dilupakan. 1Penanganan depresi pada usia lanjut memerlukan perhatian ekstra, segala kesulitan dan keluhan perlu didengarkan dengan sabar. Strategi praktis pada terapi individu adalah : 1) menyusun jadwal pertemuan untuk menjaga kepatuhan dan komitmen, 2) mengetengahkan topik pembicaraan tentang kehidupan sosial yang umum untuk membangun hubungan dokter-pasien yang baik, 3) secara terfokus membicarakan masalah dan menetapkan sasaran realistis yang dapat dicapai untuk memberikan arah yang pasti bagi pasien, 4) mendorong pasien terlibat dalam kegiatan yang berarti dan berguna untuk meningkatkan kemampuan menikmati pengalaman yang menyenangkan, 5) menunjukkan kepedulian melalui sentuhan fisis yang wajar, 6) meninjau kembali apa yang telah dicapai di masa lalu untuk membangkitkan rasa mampu dan harga diri. Pendekatan aspek sosial dalam penanganan pasien depresi meliputi antara lain diikutkan dalam lembaga sosial kemasyarakatan yang berperan dalam mendukung sosialisasi dan mengatasi beberapa masalah sosial ekonomi dan juga harus melibatkan keluarga pada saat yang tepat. Faktor-faktor yang memberatkan depresi perlu diperhatikan, antara lain penyakit fisis, penyakit neurologis, obat-obatan, kehilangan, serta kemiskinan sosial dan lingkungan. 1Secara umum pemberian obat antidepresi adalah untuk gangguan depresi sedang sampai berat, episode depresi berulang, dan depresi dengan gambaran melankolia atau psikotik. Pemilihan jenis obat antidepresi bagi pasien usia lanjut lebih merujuk pada profil efek samping obat. Antidepresi generasi lama seperti golongan trisiklik dan golongan penghambat enzim monoamine oksidase, meskipun cukup efektif meredakan gejala gejala depresi namun mempunyai efek sampaing seperti antikolinergik, hipotensi ortostastik, bahkan dapat memicu komplikasi medic serius. Obat-obat yang kurang dianjurkan untuk pasien usia lanjut karena efek samping tersebut adalah golongan tersier trisiklik (amitriptilin, imipramin), sedangkan preparat sekunder trisiklik (desipramin, nortriptilin) masih cukup aman dan efektif untuk digunakan pada usia lanjut. Antidepresi generasi baru bekerja pada reseptor susuna system saraf otak, bersifat lebih selektif dan spesifik sehingga profil efek sampingnya lebih baik. Termasuk dalam kelompok ini adalah Serotonin Selective Reuptake Inhibitor/ SSRI (fluoxetin, sertralin, paroksetin, fluvoksamin, sitalopram), Serotonin Enhancer (tianeptin), Reversible MAOIs (monoclobemide), antidepresi lainnya (trazodone, nefadozone, mitrazepin, venilafaksin). Oleh sebab itu saat ini pemilihan antidepresi lini pertama untuk pasien geriatric mulai bergeser ke generasi baru. Saat ini golongan SSRI merupakan obat antidepresi yang dianjurkan sebagai lini pertama pengobatan depresi pada usia lanjut. 1Pertimbangan lain dari pemilihan obat antidepresi adalah tampilan gejala-gejala klinis yang akan menjadi bagian dari target terapi. Pasien dengan keluhan insomnia dapat dipilihkan preparat antidepresi yang bersifat sedative seperti mirtazepin atau trazodone. Pemberian antidepresi dimulai dengan dosis rendah, dinaikkan perlahan-lahan (start low and go slow). Pengobatan antidepresi dibedakan atas tiga fase, yaitu : 1 Fase akut yang berlangsung antara 6-12 minggu. Pada tahap ini dosis optimal obat untuk memperbaiki gejala depresi diharapkan berhasil.

Tahap kedua disebut sebagai fase lanjutan yakni dosis optimal dipertahankan selama 4 sampai 9 bulan untuk mencegah terjadinya relaps.

Tahap berikunya disebut sebagai terapi rumatan yang dapat berlangsung hingga satu tahun atau lebih. Terapi rumatan diberikan terutama untuk gangguan depresi dengan riwayat episode berulang.

Perawatan lanjut dan asuhan rumah untuk pasien depresi

Setelah terdapat perbaikan selama 6 bulan, biasanya pasien mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh). Pengobatan ini digunakan untuk mencegah kekambuhan. Pasien dengan risiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun, antidepresi yang dapat dipakai antara lain setralin, fluoxetin, dan paroxetin. 1Pelayanan kesehatan asuhan rumah bagi usia lanjut adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk kesehatan perorang atau kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka dalam dalam segi promotif, rehabilitative, kuratif, dalam upaya mempertahankan kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. 1Idealnya asuhan rumah dilaksanakan oleh suatu tim dengan melibatkan dokter keluarga, bila diperlukan dokter spesialis, ahli gizi, paramedic, care giver (pramuwherda), relawan usia lanjut, dan lain-lain dengan tujuan khususnya adalah 1) menekan nserendah mungkin biaya perawatan kesehatan, 2) mengurangi frekuensi hospitalisasi dan memperpendek lama perawatan di rumah sakit setelah fase akut, 3) meningkatkan usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative, 4) melakukan pencegahan primer, sekunder dan tersier. Keuntungan/manfaat program lainnya dari asuhan rumah ini bagi pasien depresi dan keluarganya adalah mengurangi stress akibat perawatan di RS dan pasien lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya; serta memberikan suasana yang lebih nyaman dan akrab bagi pasien. 1Demensia

Hampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi.1

Riwayat adanya strok dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark. Demensia multi-infark umumnya terjadi pada pasien-pasien dengan faktor risiko hipertensi, fibrilasi atrium, penyakit vaskular perifer, dan diabetes. Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah demensia yang terjadi adalah penyakit Alzheimer, demensia multi-infark, atau campuran keduanya. Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab penyakit demensia, maka anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor risiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susunan saraf pusat akibat sifilis (neurosifilis), konsumsi alkohol berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka panjang. Riwayat keluarga juga harus menjadi bagian dari evaluasi, mengingat bahwa pada penyakit Alzheimer terdapat kecenderungan familial. Gejala depresi seperti insomnia dan kehilangan berat badan sering tampak pada pseudodemensia akibat depresi, yang dapat disebabkan oleh anggota keluarga yang baru-baru ini meninggal.1Pemerikasaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan umum seperti pemeriksaan tanda-tanda vital, selain itu dapat dilakukan juga pemerisaan fisiologis untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan disalahartikan sebagai demensia. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah Pemindaian MRI otak yang merupakan modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam mendiagnosis kelainan intrakranial. MRI dapat melukiskan anatomi dengan detail yang sangat baik dan dapat memperlihatkannya dengan akurasi yang sangat baik. 1,2

Gambar 3. T1 aksial pada ventrikel lateral dan regio kapsula interna, CSF terlihat berwarna hitam.2

Gambar 4. Pemindaian T2 aksial, CSF terlihat berwarna putih.2

Gambar 5. MRI dari Penderita Alzheimer, CSF berwarna hitam.3

Gambar 6. MRI dari Penderita Alzheimer, CSF berwarna putih.3gejala klinik yang dapat dialami selama stadium dini Alzheimer, pasien tidak bergejala namun mengalami pengurangan kapasitas dalam menyelesaikan masalah, keterbatasan kemampuan untuk mengatasi situasi yang kompleks dan berpikir abstrak, emosi yang labil, pelupa, apati, dan hilangnya memori terbaru. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit, perilaku pasien menjadi lebih tidak menentu dan aneh dengan kecenderungan sering berkelana dan marah yang meledak-ledak. Anggota keluarga harus selalu waspada untuk mencegah supaya pasien tidak terluka. Kemunduran dapat diperkirakan dan timbul selama periode 3 hingga 10 tahun. Selama stadium akhir penyakit, kemampuan pasien menjadi terbatas dan tidak mampu untuk mengurus kebutuhan dasar mereka atau untuk mengenali anggota keluarganya. Kematian biasanya disebabkan oleh malnutrisi atau infeksi.2Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan tingkah laku dan membangun rapport dengan pasien, anggota keluarga, dan pramuwerdha, saat ini fokus pengobatan fungsi kognitif adalah pada defisit sistem kolinergik. Selain itu beberapa penelitian klinis juga mencoba mengarah pada terapi lain yang sesuai dengan patofisiologi timbulnya demensia yang melibatkan berbagai mekanisme.1

Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantimin adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui oleh US. Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak. Dari keempat obat itu, tacrine jarang digunakan karena efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil, rivastigmin, dan galantamin interval peningkatan dosis yang lebih lama akan meminimalkan efek samping yang terjadi.1Tabel 2. Dosis Kolinesterase Inhibitor.1

ObatDosis Awal (mg)Dosis yang Ditingkatkan (mg)Interval Peningkatan (minggu)Dosis Efektif per hari (mg)

Donepezil5, 1x110, 1x145-10

Rivastigmin1.5, 2x13, 2x11-46-12

4.5, 2x1

6, 2x1

Galantamin4, 2x18, 2x11-416-24

12, 2x1

Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian obat-obatam kolinesterase inhibitor ini antara lain adalah mual, muntah, dan diare, dapat pula timbul penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kramotot, brakikardia, sinkop, dan fatig.Alzheimer mulanya dihubungkan dengan penurunan memori yang semakin lama semakin buruk. Dari waktu ke waktu, pasien dengan Alzheimer dapat juga memperlihatkan kecemasan, depresi, insomnia, agitasi, dan paranoia. Ketika penyakit itu berlangsung, pasien dengan Alzheimer datang dengan membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-hari, termasuk menggunakan maju, mandi, dan ke toilet. Nantinya, kesulitan dalam berjalan dan menelan akan berkembang. Makan dapat pula hanya menggunakan gastrointestinal tube, dan kesulitan menelan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.4

Waktu dari diagnosis hingga meninggal bervariasi dari yang paling singkat 3 tahun sampai yang paling lama 10 tahun atau lebih. Pasien dengan gejala awal Alzheimer cenderung lebih agresif, lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang lama menderita Alzheimer. Penyebab primer kematian adalah kekambuhan penyakit seperti pneumonia.4Faktor-faktor yang Menyebabkan Gangguan Tidur

1. Faktor Psikologis

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa. Misalnya, ketidakpedulian orangtua terhadap anak, juga tekanan dan penyiksaan yang dialaminya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan. Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan keluarga.5,62. Faktor Biologi

Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, penyebab gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisik, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta lain yang diderita. Gangguan tidur primer terdiri atas gangguan tidur karena gangguan pernapasan (sleep disoredered breathing), sindrom kaki kurang tenang (restless legs syndrome) dan gangguan gerakan tungkai periodik (periodic limb movement disorder), dan gangguan perilaku REM. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan (GTGP) merupakan interaksi komplek dari sistem saraf pusat dan perifer otot-otot saluran napas atas dan beberapa neurotransmitter yang menghasilkan kolaps (collapse) sebagian atau seluruh lubang pernapasan atas (faring) sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas dan hipoksia. Faktor dasar seperti anatomi saluran napas (hipertrofi tonsil), obstruksi hidung, distribusi dan pengumpulan lemak tubuh, dan tonus otot pernapasan atas, mungkin memegang peranan pada berat ringannya GTGP, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama. Sindrom kaki kurang tenang (RLS) ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat pasien istirahat. Ini adalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai perasaan seperti dirayapi semut atau hewan kecil. 7Gangguan gerakan tungkai yang periodik (PLMS), mungkin menyertai sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. PLMS ditandai oleh munculnya episode gerakan yang sama dan berulang, biasanya pada kaki tapi tidak jarang muncul juga pada tangan. Gangguan perilaku REM (GPR) sangat jarang, tetapi sering muncul pada usia lanjut. Proses yang mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat bermimpi. Gangguan ini sering muncul tengah malam saat periode REM terjadi. Beberapa laporan menunjukkan ada hubungan kejadian GPR akut dengan pemakaian obat-obatan antidepresi seperti antidepresi trisiklik, floksetin, inhibitor monoamin oksidase, dan ketagihan alkohol atau sedatif. GPR kronik dihubungkan dengan narkolepsi dan beberapa penyakit neurodegeneratif idiopatik seperti demensia dan penyakit Parkinson.73. Faktor Sosial Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran (loss of roles), hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships), serta berkurangnya komitmen (reduced commitment to social morales and values).Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.6Kesimpulan Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa gangguan sulit tidur pada lansia disebabkan oleh berbagai hal dari berbagai aspek, yaitu aspek psikologis seperti depresi, aspek biologis seperti gangguan tidur karna saluran pernapasa, dan gangguan tidur terusebut akan memberikan dampak yang cukup berarti kepada aspek sosial dari pasien itu sendiri.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 25-7, 31-2, 757-8, 837-44, 1079.

2. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.266.

3. Osborn AG, Blaser, Salzman, Katzman, Provenzale, Castillo, et al. Diagnostic imaging brain. Canada: Amirsys; 2004. h. 62-5

4. Alzheimer Disease, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#aw2aab6b2b6, 14 Desember 2013.

5. Santoso H, Ismail A. Memahami krisis lanjut usia: uraian medis dan pedagogis-pastoral. Jakarta: Gunung Mulia; 2009. h. 101-2.

6. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 47-8.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 804-10.

13