modul 2 skenario 1 sesak nafas a2
DESCRIPTION
Modul mengenai sesak napas pada sistem trauma dan kegawatdaruratanTRANSCRIPT
LAPORAN KELOMPOK PBL
MATA KULIAH
SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI
MODUL 2
SESAK NAPAS
KELOMPOK A-2
MATA KULIAH
SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010
ANGGOTA KELOMPOK
1. C111 05 207 IBRAHIM ZUHRI B. ABDUL SHUKOR
2. C111 06 136 MUHAMMAD RIFAT
3. C111 07 172 LD MALY RAY
4. C111 07 182 IRFAN ADI SAPUTRA
5. C111 07 192 A. HARFIKA FEBRIANTI D
6. C111 07 202 RINDAYANTI DAHLAN
7. C111 07 212 IRMA RAHAYU
8. C111 07 221 ISVAN DAVIS
9. C111 07 232 SITI HARDIYANTI
10. C111 07 243 ARMAN
11. C111 07 254 VIESNA BABY AULIANA
12. C111 07 264 ARMIN
13. C111 07 275 AVRESVIANTY ASMIRALDA
14. C111 07 340 AHMAD FAHIMULLAH HAMZAH
15. C111 07 381 NURFARHANA BT. AB AZIZ
BAB I
SESAK NAPAS
SKENARIO 1
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas.
Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.
Kata Sulit : Tidak ditemukan kata sulit
Kata kunci :
Laki-laki 25 tahun
Sesak napas
Pucat dan kebiruan
Nadi teraba cepat dan lemah
Penyebab sesak nafas
Trauma
Pneumothorax
Hemothorax
Flail chest
Non trauma
Asma
Efusi pleura
ARDS
Gejala- gejala sesak nafas yang mengancam jiwa :
Pada sesak nafas sering terjadi hipoksia, hiperkarbia atau bahkan dapat keduanya. Gejala yang
terlihat pada penderita sesak nafas adalah :
a) Bingung
b) Gelisah
c) Sensitif
d) Gangguan mental
e) Sianosis
f) Berkeringat berlebihan
g) Takikardi
h) Sakit kepala
i) Ngatuk
j) Sedasi
k) Vasodilatasi pembuluh darah
l) Batuk
m) Dan penggunaan otot pernafasan tambahan.
Penilaian gangguan pernafasan dapat di lihat dari :
o Pernafasan cepat
o Pernafasan dangkal
o Pernafasan tambahan
o Pernafasan tercekik
o Merasa dada sempit
o Adanya penigkatan usaha untuk bernafas.
PRIMARY SURVEY
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut survei
primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban
mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas?
A. Look : gerakan pengembangan dada, ada tidakya retraksi, penggunaan otot napas
tambahan, dll
B. Listen : suara napas yang normal dan adanya suara napas tambahan
C. Feel : apakah terasa hembusan napas
Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
• Suction / hisap (jika alat tersedia)
• Guedel airway / nasopharyngeal airway
• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Mekanisme terjadinya sumbatan jalan nafas
Pada keadaan dimana kesadaran menurun atau hilang maka :
Secara refleks posisi kepala tertekuk sehingga jalan nafas ikut tertekuk
Otot – otot kendor termasuk otot lidah dan sphincter cardia mengalami relaksasi
Refleks perlindungan menurun atau hilang, sehingga bila di jalan nafas ada benda
asing penderita tidak mampu membatukkannya.
Hal – hal tersebut mengakibatkan jalan nafas mudah mengalami sumbatan baik oleh karena
pangkal lidah yang jatuh kebelakang ataupun benda asing.
Macam –macam sumbatan jalan nafas:
Sumbatan dapat berupa cair atau padat yang dapat mengakibatkan gangguan pada jalan
nafas berupa sumbatan partial ringan, sedang, berat ataupun total.
Sumbatan partial ditandai dengan kebolehan mangsa batuk dan berbicara karena batuk
adalah cara yang efektif untuk mengeluarkan benda asing daripada jalan napas dan
kebolehan berbicara menandakan masih ada ventilasi yang adekuat.
Antara tanda-tanda sumbatan total adalah bunyi high-pitched dan stridor sewaktu inhalasi
; batuk yang lemah dan tidak efektif ; distress respiratorik ; tidak bisa bicara ; dan
sianosis.
Resusitasi :
Lakukan manuver jaw thrust atau chin lift ( tidak dianjurkan melakukan manuver head tilt
pada pasien yang mempunyai ini kecurigaan fraktur cervical). Selama melakukan tindakan ini
harus disertai immobilisasi segaris untuk melindungi servikal. Setelah itu, lakukan penilaian
ulang terhadap jalan napas dengan look, listen, dan feel. Bila didapatkan pengembangan dada,
suara napas normal atau hilangnya suara mendengkur menunjukkan jalan napas pasien sudah
bebas.
Manuver Jaw Thrust
Selanjutnya untuk mempertahankan jalan napas dapat dilakukan pemasangan
oropharyngeal atau nasopharyngeal airway untuk sementara (oropharyngeal airway lebih
dianjurkan pada pasien yang tidak sadar). Bila tersedia fasilitas yang memadai dapat
dipertimbangkan pemasangan airway definitif berupa endotracheal tube sehingga dapat
menjamin jalan napas bebas dan memungkinkan pemberian ventilasi yang memadai bila
diperlukan. Pasien dengan skor GCS kurang atau sama dengan 8 diindikasikan untuk
pemasangan airway definitif.
Oropharyngeal airway Nasopharyngeal airway
Setelah jalan napas terjamin maka dilakukan immobilisasi servikal dengan
pemasangan collar neck oleh karena adanya kecurigaan fraktur servikal pada pasien ini.
“Anggaplah selalu ada cervical spine fracture pada penderita dengan: “
a. gangguan kesadaran
b. multi trauma
c. nyeri leher
d. cedera di atas klavikula
e. kelemahan/defisit neurologis
f. riwayat jatuh > 6 meter
B - Breathing and ventilation (Pernafasan dan ventilasi)
Diagnosa Gangguan nafas :
Look
Listen
Feel
Pemberian bantuan nafas :
Tanpa alat : mouth to mouth, mouth to nose
Dengan alat : penggunaan face mask, bag valve, ventilator mekanik .
Pemberian terapi oksigen :
Penggunaan flow meter
Penggunaan humidifier
Penggunaan kanula nasal
Penggunaan face mask
Penggunaan reservoir, ventury
Patofisiologi :
Jalan nafas yang tersumbat akan mengakibatkan gangguan ventilasi maka usahakan dan
pertahankan agar jalan nafas tetap terbuka.
Penyebab gangguan ventilasi yang lain utamanya gangguan pada mekanik ventilasi dan
depresi susunan saraf pusat.
Gangguan mekanik menyebabkan Hipoventilasi dan berakibat timbulnya Hipoksemia dan
Hiperkarbia.
Hiperkarbia menyebabkan tekanan intra kranial meningkat sehingga kesadaran dan pusat
nafas terganggu dan Hipoksemia semakin parah.
Seandainya fasilitas ada, maka :
Parameter ventilasi Pa CO2 ( N 35 – 65 mmHg )
ET CO2 ( N 25 – 35 mmHg )
Parameter oksigenasi Pa O2 ( N 80 – 100 mmHg )
Sa O2 ( N 95 – 100 % )
Cara memeriksa tanda – tanda gangguan pernafasan :
Look :
Ada tidak pernafasan, status mental, warna, distensi vena leher, jejas thorak.
Bila ada nafas, hitung frekwensi pernafasan & keteraturannya.
Besar kecil volume / pengembangan dada / Simetris?
Adakah gerak cuping hidung, tegangnya otot-otot bantu nafas serta tarikan /
cekungan antar iga?
Listen : Keluhan dan suara pernafasan, adakah Stridor, Wheezing, Ronchi
Feel : Adakah hawa ekshalasi dari lubang hidung/mulut/trakheostomi atau pipa
endotrakheal.
Adakah empisema subkutis.
Adakah krepitasi / nyeri tekan pada thorak.
Adakah deviasi trakhea.
Pengelolaan fungsi pernafasan :
Kesimpulan fungsi pernafasan :
Pernafasan ada adekuat
Pernafasan ada tidak adekuat, tersengal – sengal dengan frekwensi rendah / tinggi
Pernafasan tidak ada – henti nafas
Pada fungsi pernafasan yang adekuat lakukan monitoring ketat, jaga jangan sampai
mengalami gangguan.
Pada fungsi pernafasan yang tidak adekuat, penderita masih bernafas maka
pengelolaan dapat berupa bantuan oksigenasi menggunakan alat – alat bantu untuk terapi
oksigen.
o Kanula oksigen : dengan flow oksigen 2 – 3 liter / menit konsentrasi 30%
o Sungkup sederhana : dengan flow oksigen 6 – 8 liter / menit konsentrasi 60%
o Sungkup berbalon / Jackson Rees : dengan flow oksigen > 10 liter / menit
konsentrasi 100%
o Penggunaan venturi : dengan flow oksigen > 10 liter / menit konsentrasi dapat
diatur sesuai dengan alat venturi yang digunakan
C – Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi, raba nadi, adakah denyut nadi radialis – brachialis – femoralis maupun karotis.
Bila nadi teraba berarti jantung masih berdenyut nilai segera frekwensi keteraturan. Nilai
segera perfusi perifer, hangat – dingin, kering – basah, merah – pucat. Nilai pula waktu
pengisian ulang kapiler ( N < 2 detik )
Pedoman kasar, radialis teraba - tekanan sistole paling tidak 80 mmHg
Femoralis teraba, radialis tidak teraba - tekanan sistole paling tidak 70 mmHg
Hanya karotis yang teraba - tekanan sistole paling tidak 60 mmHg.
Bila karotis dalam 10 detik tidak teraba denyut maka dikatakan jantung berhenti.
D – Disability
Tingkat kesadaran penderita dapat diketahui dengan cara memberikan rangsangan suara
atau nyeri.
Dengan menggunakan metode A (Alert), V (Voice Responsive), P (Pain Responsive), U
(Unresponsive) atau penilaian dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Cara menilai tingkat kesadaran dengan cara AVPU :
A : Alert
V : Responds to Vocal stimuli
P : Responds only to painful stimuli
U : Unresponsive to all stimuli
Glasgow Coma Scale (GCS) pada kasus – kasus trauma kepala
Eye opening (E) spontaneously 4
To speech 3
To pain 2
Nil 1
Motor response (M) obeys 6
Localized 5
With draw flexion 4
Abnormal flexion 3
Extention 2
Nil 1
Verbal response (V) Oriented 5
Confused conversation 4
In appropriate word 3
In comprehensivable sound 2
Nil 1
Penderita dikatakan Coma - mata tidak pernah terbuka, tidak bisa diperintah, dan tidak
pernah berucap kata / suara dari mulutnya.
Tanda – tanda neurology :
Mata : pupil – lebar, simetris,refleks terhadap cahaya ?
Gerak bola mata :gerakan spontan, gerak occulocephalik, gerak acculo vestibular doll’s
eye phenomen ?
Papil : adakah papil edema
Anggota gerak adakah hemiplegia? Untuk memperkenankan letak lesi
Sistem autonomi, pernafasan, nadi & tensi, suhu ?
Bila ada fasilitas dapat dilengkapi pemeriksaan CT Scan, arteriografi, EEG dll
Exposure :
Nilai riwayat trauma dan penyakit sebelumnya. Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien
agar dapat dicari semua cedera yang mungkin ada.
Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dik-
erjakan.
SECONDARY SURVEY
Setelah selesai dilakukan primary survey dan resusitasi dimana status ABC pasien
sudah membaik, maka kita melangkah ke secondary survey. Di sini kita melakukan pemeriksaan
dari kepala sampai kaki (head to toe examination) disertai reevaluasi pemeriksaan tanda vital.
A. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap membutuhkan anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Selain
itu riwayat AMPLE perlu ditanyakan.
Riwayat “AMPLE” terdiri atas :
A : Alergi
M : Medication
P : Past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy
L : Last meal
E : Event/environment (lingkungan) yang berhubungan dengan riwayat perlukaan/ cedera.
B. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan lengkap dari kepala sampai kaki, terdiri atas :
- kepala
- maksilofasial
- vertebra servikalis dan leher
- toraks
- abdomen
- perineum/rektum/vagina
- muskuloskeletal
- neurolog
BAB II
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
PNEUMOTORAKS
Definisi
Pneumotoraks berarti adanya udara atau gas lain dalam rongga pleura. Ini bisa terjadi
tanpa adanya penyakit paru tertentu (pneumotoraks saja), atau mungkin terjadi sebagai akibat
dari beberapa kelainan toraks atau paru (pneumotoraks sekunder) seperti iga yang fraktur atau
emfisema.
Epidemologi
Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun
karena lesi primer seperti emfisema, abses paru, tuberkulosis, karsinoma lebih sering pada
penderita di atas 40 tahun, dan sering menyerang pria dibanding wanita.
Klasifikasi
Pneumotoraks dapat digolongkan sebagai:
1. Pneumotoraks sederhana
Pleura parietal dan viseral seharusnya dipertahankan tetap berkontak karena ada
gabungan antara tekanan intrapleura yang negatif dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil
oleh sejumlah kecil cairan pleura. Jika udara memasuki ruang pleura, faktor-faktor ini
hilang. Peru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu..
2. Tension pneumotoraks
Jika lebih banyak udara memasuki ruang pleura pada saat inspirasi dibandingkan
dengan yang keluar pada saat ekspirasi, akan tercipta efek bola berkatup. Tekanan
intrapleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total. Akhirnya tekanan ini ini
menjadi sedemikian tinggi sehingga mediastinum terdorong ke sisi yang berlawanan, dan
paru yang sebelah juga terkompresi. Hipoksia yang sangat berat dapat timbul. Ketika
tekanan intrapleura meninngi dan kedua paru tertekan, aliran darah ang melaui sirkulasi
sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.
Tension pneumotoraks adalah kedaan darurat yang gawat. Keadaan ini dapat mematikan
dalam beberapa menit kalo tidak segera dikoreksi.
3. Pneumotoraks terbuka (sucking chest wound)
Walaupun ada trauma tembus dinding dada, udara yang masuk ke ruang pleura
lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak daripada dari defek dinding dada. Namun,
jika defek dinding dada cukup lebar, udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura
pada setiap pernapasan sehingga menyebabkan paru di dalamnya kolaps. Pneumotoraks
terbuka dapat cepat menjadi fatal, kecuali bila segera dilakukan koreksi.
Diagnosis
a. Gejala: dispnea dan nyeri dada pleuritik.
b. Pemeriksaan fisik:
(1) Pneumotoraks sederhana
- Bunyi pernapasan yang meredup pada auskultasi di atas sisi dada yang sakit.
- Dapat ditemukan timpani pada perkusi.
- Mungkin ada emfisema subkutan.
- Tanda-tanda ini mungkin tidak jelas jika pneumotoraksnya kecil.
(2) Tension pneumotoraks
- Distensi vena leher – sering sulit dinilai, terutama jika juga disertai kehilangan darah
yang banyak.
- Deviasi trakea ke sisi yang berlawanan dari pneumotoraks yang terdeteksi dengan
palpasi leher.
- Pergeseran jantung ke isi berlawanan yang terdeteksi dengan perkui dan auskultasi
dada.
- Syok. Syok dengan distnsi vena leher memberi dugaan kuat tension pneumothoraks jika
bunyi pernapasn/asimetrik , dan dugaan tamponae perikardium jika bunyi pernpasan
normal . syok akibat kehilangan darah akan menyebabkan kolaps vena-vena leher.
(3) Pneumotoraks terbuka
- Gelembung-gelembung udara dapat terlihat bergerak melewat darah didalam luka.
- Bunyi desis yang khas dapat terdengar ketika udara melintasi defek dinding dada.
c. Foto toraks
(1) Terpisahnyan permukaan pleura visera dari parietal merupakan tanda nyata
pneumotoraks.
(a) Tepi paru tampak jelas sebelaah medial pleura parietal.
(b) Gambaran garis-garis pembuluh darah paru tidak tampak di daerah antara kedua
permukaan pleura.
(2) Foto dalam keadaan ekspirasi dapat membantu menampakan pneumotoraks yang
bersamar karena saat ekspirasi paru menjadi lebih kecil dengan garis-garis pembuluh
darah yang lebih terkonsentrasi sedangkan jumlah udara di dalam pleura tetap konstan.
(3) Foto tegak sangat di anjurkan jika tidak ada fraktur tulang belakang dan hemodinamk
pasien stabil. Pneumotoraks kecil dan sedang mungkin sulit terlihat pada foto terlentang
karena udara akan membentuk lapisan di atas seluruh permukaan paru.
(4) Petunjuk-petunjuk tentang pneumotoraks berikut mungkin terdeteksi ada foto terlentang:
- Satu lapangan paru lebih lusen dibandingkan dengan lapangan aru lainnya.
- Penumomediastinum.
- Pneumoperikardium.
- Emfisema subkuan.
HEMOTHORAX
Definisi
Akumulasi darah di dalam dada, atau hemothorakx adalah masalah yang relative, paling
sering akibat cedera ke struktur intrathoracic atau dinding dada. Hemothorax adalah kumpulan
darah di dalam rongga pleural. Untuk menentukan hematorax, nilai hematokrit 50% (diband-
ingkan dengan berdarah cairan pleural),. Etiologi yang paling umum adalah hemothorax tumpul
atau trauma tembus, dapat juga hasil dari penyebab nontraumatic atau dapat juga terjadi secara
spontan.
Epidmiologi
Hemothorax paling utama adalah yang berkaitan dengan trauma. Sekitar 150.000 kema-
tian terjadi setiap tahun dari trauma. Sekitar 3 kali ini jumlah orang yang cacat permanen karena
trauma, dan sebagian besar ini adalah gabungan kelompok korban polytrauma. Trauma dada ter-
jadi di sekitar 60% dari kasus polytrauma, sehingga diperkirakan terjadinya hemothorax yang
berhubungan dengan trauma di Amerika adalah 300.000 kasus per tahun.
Etiology
Penyebab hemotorax adalah:
Trauma
o Trauma tumpul
o Penetrasi trauma (termasuk iatrogenic)
Nontrauma atau spontan
o Neoplasia (primer atau metastatic)
o Dyscrasias darah, termasuk komplikasi dari anticoagulasi
o Emboli paru dengan infark
o Adhesi torn pleura yang berkaitan dengan pneumothorax spontan
o Emphysema bullous
o Infeksi Necrotizing
o Tuberculosis
o Pulmonary arteriovenous fistulae
o Telangiektasis hemoragic heredeitar
o Patologi Nonpulmonary intrathoracic vascular (misalnya, yg berkenaan dgn pem-
bengkakan pembuluh darah aorta.
o Intralobar and extralobar sequestration
o Patologi abdominal (misalnya, pancreatic pseudocyst, , hemoperitoneum)
o Catamenial
Pathophysiology
Pendarahan ke dalam ruang pleural dapat terjadi pada hampir setiap gangguan pada sel-
sel dari dinding dada dan selaput paru-paru atau intrathoracic struktur. Respon Faal terhadap
hemothorax adalah bemanifestasi dalam 2 bidang utama yaitu : hemodynamic dan pernapasan.
Tanggapan sudut hemodynamic ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnya darah. Gerakan
normal pernafasan mungkin terhambat oleh ruang yang menempati dampak besar akumulasi
darah di dalam ruang pleural. IDalam kasus trauma, abnormalities dari oxygenation Mei ventilasi
dan hasilnya, terutama jika dikaitkan dengan cedera pada dinding dada. Dalam beberapa kasus
nontraumatic , terutama yang berkaitan dengan pneumothorax dan terbatasnya jumlah
perdarahan, gejala pernafasan Mei menonjol.
Systemic physiologic response – Hemodynamic. Perubahan hemodynamic bervariasi,
tergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah sampai 750 mL
dalam 70-kg pada manusia seharusnya tidak menyebabkan perubahan signifikan hemodynamic.
Hilangnya 750-1500 mL dalam individu yang sama akan menyebabkan gejala awal shock, yakni
tachycardia, tachypnea, dan penurunan tekanan nadi. Gejala signifikan pada shock yaitu
kehilangan darah dengan volume 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleural dari 70
kg-manusia terdapat darah 4 liter atau lebih, dapat terjadi pendarahan exsanguinating eksternal
tanpa bukti kehilangan darah.
Systemic physiologic response – Respiratory. Darah yang menempati rongga pleural
menempati ruang yang akan mengisi respernapasan. Hal ini akan menyebabkan pasien untuk
sesak nafas dan dapat menghasilkan tachypnea. Volume darah yang diperlukan untuk
menghasilkan gejala-gejala yang ada berbeda-beda, tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
organ yang terluka, kerasnya cedera, dan jantung cadangan. Sesak napas merupakan gejala
umum dalam kasus-kasus yang berkembang di hemothorax Kehilangan darah dalam kasus
tersebut tidak akut seperti untuk menghasilkan respon hemodynamic sering terlihat sesak napas
dan ini merupakan keluhan utama.
Late physiologic sequelae of unresolved hemothorax Akhir dari faali sequelae belum
hemothorax .Dua Pathologi yang terkait dengan tahapan hemothorax. Yaitu empyema dan
fibrothorax. Empyema hasil dari kontaminasi bakteri yang tetap hemothorax. Jika diketahui hal
ini dapat mengakibatkan infeksi bacteremia dan shock. Hasil dari Fibrothorax yaitu endapan
fibrin dan hemothorax coats baik parietal dan visceral, Atelectaksis persisten dari bagian paru-
paru dan penurunan fungsi pulmonary hasil dari proses ini
Tanda dan Gejala
Tachypnea
Dyspnea
Cyanosis
Berkurang atau tidak ada suara nafas pada sisi yang terkena
Deviasi Tracheal
Dull resonansi pada percussion
Unequal chest rise
Tachycardia
Hypotension
Pucat, dingin, kulit lembab dan dingin
Mungkin emphysema subkutaeus
Narrowing pulse tekanan
Penatalaksanaan
Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi
dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai
dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun
banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita
hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor
utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak
1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika
membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
EFUSI PLEURA
DEFENISI
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga
dada.Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua
lapisanpleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah,
nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi4.
ETIOLOGI
Bisa terjadi dua jenis efusi yang berbeda, yaitu;
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di
dalam paru-paru.Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung
kongestif 4. Kandungan protein pada cairan pleura <30 g/dL dan biasanya jernih, serosa 3.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh
penyakitparu-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan
sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura
eksudativa4 . Kandungan protein pada cairan pleura >30 g/dL, biasanya serosa, keruh, dan
berdarah 3.
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada
dada, ruptur esophagus karena muntah hebat, atau pemakaian alat sewaktu tindakan
esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa (transudat/eksudat), hemotoraks, kilotoraks, dan
empiema. Analisis cairan efusi dapat menentukan lokalisasi trauma 2.
EPIDEMIOLOGI
Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura didapatkan lebih banyak pada wanita
daripada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberculosis paru lebih banyak dijumpai pada
pria daripada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura karena tuberculosis adalah 21-30 tahun 1
PATOFISIOLOGI
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20ml. Cairan di rongga pleura
jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis, dan absorbsi
oleh pleura visceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura visceralis 10 cm H2O 1
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila;
1. Tekanan osmotik menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi
2. Terjadi peningkatan;
- Permeabilitas kapiler (peradangan, neoplasma)
- Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ v. Pulmonalis (gagal jantung
kiri)
- Tekanan negatif intrapleura (ateletaksis) 1
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin
memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali4. Gejala sesak napas timbul pada efusi dengan jumlah yang
sangat banyak3. Sesak pada efusi pleura berjalan kronis karena berlangsung dalam hitungan
minggu-bulan dan memberat saat aktivitas3 .
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan4:
-batuk
-cegukan
-pernafasan yang cepat
- nyeri perut.
DIAGNOSIS
Adapun upaya penegakan diagnosis pada efusi pleura, yaitu1 ;
1. Klinis
Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak memberi tanda fisik yang nyata. Bila lebih
dari 500cc akan memberikan kelainan pada pemeriksaan fisik seperti penurunan
pergerakan hemitoraks yang sakit., fremitus suara dan suara napas melemah. Cairan
pleura yang lebih dari 1000cc dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan
syarat cairan tidak memenuhi seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000cc,
suara napas melemah atau menurun, mungkin menghilang sama sekali dan mediastinum
terdorong ke arah paru yang sehat 1.
Pada pemeriksaan fisis juga ditemukan pengembangan paru menurun, pekusi pekak
(stony dullness) tetap, dan suara napas serta resonansi vokal memendek 3.
2. Radiologi
Cairan yang kurang dari 300cc, pada flouroskopi maupunfoto toraks PA tidak tampak.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan sinus kostophrenikus. Pada
efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc, sinus kostophrenikus
tidak tampak tumpul tetapi diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dapat
dilakukan dengan membuat foto dan lateral dari sisi yang sakit 1.
Foto thorax PA dan posisi latral dekubitus pada sisi yang sakit seringkali memberi hasil
yang memuaskan bila cairan pleura sedikit, atau cairan subpulmnal yaitu tampak garis
batas cairan yang sejajar dengan kolumna vertebralis atau berupa garis horizontal 1.
3. Laboratorium
Analisa cairan pleura dengan cara uji kimia klinik1. Pemeriksaan khusus untuk mencari
penyebab efusi adalah dengan membedakan kandungan protein tinggi atau rendah, yaitu
apakah efusi berupa eksudat atau transudat3 .
4. Patologi Anatomi
Didapatkan dari hasil biopsi pleura maupun cairan pleura1.
PENATALAKSANAAN
Pengelolaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan pengosongan
cairan (torakosintesis) 1.
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap
penyebabnya. Jika jumlah cairannya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak
nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).Cairan bisa
dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke
dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi
pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus
dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada
Indikasi torakosintesis
Indikasi untuk melakukan torakosintesis adalah1;
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
c. Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000cc, karena pengambilan cairan
pleura pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan sembab paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak 1.
Kerugian torakosintesis
Adapun kerugian yang dapat ditimbulkan dari tindakan torakosintesis adalah1;
a. Tindakan torakosintesis menyebabkan keholangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi rongga pleura (empiema)
c. Dapat terjadi pneumotoraks
PENCEGAHAN
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang apat
menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosis
kausal belum ditegakkan 1.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mengobati penyakit dasar,
misalnya biopsi pleura, bronkoskopi, torakotomi dan torakoskopi 1
SINDROM DISTRES RESPIRASI DEWASA
Defenisi
Sindrom distres respirasi dewasa, atau adult respiratory distress syndrome (ARDS)
adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus, ditandai dengan kerusakan
sawar membran kapiler-alveoli sehingga menyebabkan terjadinya edema alveoli yang kaya
protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini umumnya timbul mendadak pada pasien
tanpa kelainan paru sebelumnya dan disebabkan dengan berbagai macam keadaan antara lain
trauma yang berat, pankreatitis dan penyalahgunaan obat, dan lain-lain. ARDS tidak dapat
diatasi dengan penanganan konvensional.
Etiologi
Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan
sindrom ini dapat dibagi 2 kelompok, yaitu :
Langsung
● Aspirasi asam lambung
● Tenggelam
● Kontusio paru
● Infeksi paru yang difus
● Inhalasi gas toksik
● Keracunan oksigen
Tidak langsung
● Sepsis
● Pankreatitis akut
● Trauma multipel
● Penyalahgunaan obat
Patofisiologi
Sindrom distres respirasi dewasa selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam
paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan
permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan
intersisial. Pada keadan normal, membran kapiler alveoli relatif tidak permeabel, tidak mudah
ditembus partikel-partikel. Tetapi dengan adanya cidera maka terjadi perubahan permeabilitas,
sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar dari 60 amstrong sehingga terjadi
perembesan cairan dan unsur-unsur darah lainnya ke dalam alveoli dan akhirnya menjadi edema
paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru (compliance) menurun. Kapasitas sisa fungsional
(functional residual capacity) juga menurun.
Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan kalau kapasitas interstisium terlampaui,
cairan akan berkumpul di alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif dan pirau
intrapulmonal. Bila pirau intrapulmonal menjadi masif, maka mengakibatkan hipoksemia. Pada
keadaan normal, pirau intrapulmonal ini didapatkan dalam persentase yang kecil dari curah
jantung total. Pada sindrom gagal napas, piaru meningkat 25-50% dari curah jantung total dan
hal ini terjadi karena adanya perfusi yang persisten pada alveoli yang kolaps. Akibatnya darah
yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak
terjadi pertukaran gas sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara ventilasi-
perfusi. Pada keadaan ini darah dari arteri pulmonalis dengan kadar oksigen yang rendah akan
bercampur dengan darah dari jantung kiri yang kaya oksigen sehingga rata-rata saturasi oksigen
dalam darah arteri sistemik menjadi lebih rendah. Pada keadaan normal perfusi darah akan
berkurang pada daerah paru yang mengalami gangguan ventilasi karena aadanya refleks
vasokontriksi akibat hipoksemia., sehingga akan mengurangi jumlah pirau yang terjadi. Pada
sindrom ini, mekanisme kompensasi tersebut tidak terjadi karena adanya mediator inflamasi
yang berperan sebagai vaodilator yaitu aksida nitrit.
Akhir-akhir ini terjadi perubahan konsep yang bermakna mengenai sindrom distres
respirasi dewasa karena didapatkan disfungsi berbagai organ ektrapulmonal lainnya. Antara lain,
peran beberapa sitokin yaitu TNF dan IL-1. Tumor necrosis factor yang dihasilkan oleh fagosit
mononuklear akan memasuki sirkulasi sehingga mempengaruhi organ-organ ekstrspulmonal
lainnya. TNF dan IL-1 akan menginduksi berbagai sel untuk memproduksi oksida nitrit yang
dapat menyebabkan vasodilatasi yang persisten sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
fugsi berbagai organ, hipotensi dan renjatan.
Gejala Klinis dan Pemeriksaan
Manifestasi klinis sindrom ini bervariasi tergantung penyebabb. Penyebab yang paling
penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma, operasi besar, dan kelebihan dosis
narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan
timbulnya gejala klinis sindrom gagal napas selam 18-24 jam. Gejala klinis yang paling
menonjol adalah sesak napas. Pada saluran napas pada orang dewasa didapatkan adanya trias
gejala yang penting yaitu hipoksia, hipotensi, dan hiperventilasi.
Pada tahap dini, pada pemeriksaan fisis mungkin tidak banyak ditemukan kelainan, tetapi
kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada kedua lapangan paru dalam waktu
singkat. Pada tahap berukutnya, sesak napas bertambah, sianosis menjadi lebih berat, gelisah dan
mudah tersinggung. Ronkhi mungkin terdengar di seluruh paru.
Gambaran Radiologis
Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto toraks. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat
tanpa batas-batas yang tegas (soft, fluffy, cotton wool) pada hampir seluruh lapangan paru, tanpa
tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya meluas
dengan cepat dan simetris dalam beberapa hari/jam sehingga mengenai seluruh lapangan paru
tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat bisa juga
berjalan lambat dan asimetris.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan kelainan adalah analisis gas
darah. Mula-mula didapatkan adanya alkalosis respiratorik dengan berbagai derajat hipoksemia
yang relatif resisten terhadap pemberian oksigen. Hipoksemia refrakter merupakan tanda klasik
pada sindrom ini yang menunjukkan adanya pirau intrapulmonal. pada tahap selanjutnya, akan
terjadi gangguan karbondioksida sehingga menyebabkan asidosis respiratorik.
Sindrom distres respirasi dewasa dapat diketahui dengan menentukan perbedaan tekanan
oksigen antara alveoli dan arteri pulmonalis (A-aDO2). Rumus lain yang dapat digunakan adalah
dengan menggunakan hipoxemia score, yaitu perbandingan antara tekanan O2 arteri pulmonal
dengan konsentrasi O2 inspirasi.
Kelainan laboratorium lain bisa didapatkan pada sindrom gagal napas pada orang dewasa
yang berkaitan dengan penyakit dasarnya, kelainan fungsi hati dan ginjal bisa juga akibat
disfungsi organ multipel.
Batasan klinis sindrom distres respirasi dewasa menurut American-European Consensus
Conference (1994) :
1. Rasio PaO2/ FiO2 ≤ 200
2. Foto toraks memperlihatkan infiltrat bilateral sesuai dengan edema paru
3. Tidak didapatkan adanya gagal jantung kongestif (tekanan wedge arteri pulmonalis ≤ 18
mmHg)
Pengobatan
Pengobatan sindrom ini, lebih efektif bila pengobatan dilakukan dalam masa laten
daripada bila sudah timbul gejala sindrom gagal napas. Tujuan pengobatan adalah sama
walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan alveoli secara optimal untuk
mempertahankan gas darah arteri untuk oksegenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam
basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh
kembali.
Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung
yang tidak cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru.
Secara umum obat-obat yang diberikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu;
1. Obat untuk menekan proses inflamasi
a. Kortikosteroid dapat mengurangi pembentukan kolagen sehingga mungkin berman-
faat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Biasanya diberikan
dalam dosis besar, metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam
b. Prostaglandin E1 mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta efek antiagre-
gasi trombosit. Pemberian secara aerosol dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi
karena dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang masih baik.
c. OAINS
d. ketokenazol
2. Obat untuk memperbaiki kelainan Faal paru
a. Oksida nitrit pemberian oksida nitrit secara inhalasi dengan dosis rendah akan menye-
babkan dilatasi pembuluh darah paru secara efektif khususnya pada daerah paru dengan
ventilasi yang masih baik
b. Surfaktan bermanfaat untuk mencegah atelektasis alveoli
c. Antibiotik karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien sindrom distres respirasi
dewasa maka dianjurkan untuk memberikan antibiotik sejak awal yang berspektrum
luas, hingga didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi paru dan abdomen. Adanya edema
paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.
Prognosis
Mortalitas rata-rata 50-60%. Mortalitas 40% didapatkan pada pasien dengan gagal napas
saja, sedang pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama didapatkan mortalitas
sekitar 70-80%. Pada pasien yang bertahan hidup, umunya fungsi paru akan kembali setelah
berbulan-bulan. Tetapi pasien sindrom gagal napas berat, harapannya kurang menguntungkan
karena akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis.
FLAIL CHEST
Definisi
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
dinding dada secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh adanya fraktur iga multiple pada dua
atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen yang mengambang
(flail chest) ini menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.
Patofisiologi
Jika terjadi patah tulang iga multiple biasanya dinding toraks tetap stabil. Tetapi jika
beberqapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat maka suatu segmen dinding dada
terlepas dari kesatuannya. Keadaan ini sering diakibatkan oleh trauma tumpul pada dinding dada
dan sering disertai dengan kerusakan pada parenkim paru, misalnya kontusio paru. Bila terjadi
kerusakan parenkim paru di bawah dinding dada maka akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding
dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini saja tidak akan menimbulkan hipoksia. Hipoksia
pada penderita ini terutama disebabkan oleh nyeri hebat yang mengakibatkan gerakan dinding
dada menjadi tertahan saat bernapas, sehingga mengganggu mekanisme bernapas, dan cedera
jaringan paru itu sendiri.
Diagnosis
Falil chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan
dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang
rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga
yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan
analisis gas darah yang menunjukkan hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu
dalam diagnosis Flail Chest.
Terapi
Terapi awal yang diberikan adalah pemberian ventilasi yang adekuat dan oksigen yang
dilembabkan. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi
serta ventilasi untuk waktu singkat mungkin diperlukan, sampai diagnosis dan pola cedera yang
terjadi pada penderita tersebut lengkap. Tapi tidak semua penderita membutukan bantuan
ventilator.
Berikutnya adalah resusitasi cairan, bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan
kristaloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan.
Kerusakan parenkim paru pada flail chest akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun
kelebihan cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberia cairan benar-
benar optimal.
Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang
cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Nyeri harus
dihilangkan untuk menjamin pernapasan yang baik atau mencegah pneumonia akibat gerak
napas tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika pemberian analgesik tidak
menghilangkan nyeri maka harus diberikan anastesi blok interkostal yang meliputi segmen di
kaudal dan cranial iga yang patah.
Pemasangan bidai rekat (adhesive strapping) tak ada manfaatnya walaupun memberikan
rasa aman pada penderita. Bidai ini akan mengganggu pengembangan rongga dada, gerakan
napas, dan menyebabkan dermatitis, sedangkan dalam mengurangi nyeri tidak lebih efektif
dibandingkan dengan analgesik. Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat
dan otot. Karena tulang iga memiliki perdarahan yang baik, maka penyembuhan dan penyatuan
tulang biasanya berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit.
Penyulit
Penyulit yang mungkin dapat ditemukan seperti pneumonia, pneumotoraks, dan
hemotoraks. Pneumonia dapat disebabkan oleh ganggua gerak napas dan gangguan batuk.
Sedangkan pneumotoraks dan hemotoraks terjadi karena tusukan patahan tulang pada pleura
parietalis dan/atau pleura visceralis. Luka pleura parietalis menyebabkan hemotoraks, sedangkan
cedera pleura visceralis menyebabkan hemotoraks dan/atau pneumotoraks.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku ajar
a. American college of surgeons. 2004. Advance Trauma Life Support Program for
Doctors, 7th edition. USA (Diterjemahan dan dicetak oleh komisi trauma IKABI)
b. Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat,
Jilid 1. Jakarta. FKUI
c. Alsagaff, Hood dan Mukty Abdul H.2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press : Surabaya.
d. PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta.
e. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Airlangga: Jakarta.
f. Modul Departemen Kesehatan RI (DIT YANMED GIGI DASAR – PUSDIKLAT
KESEHATAN)
g. Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship, McGraw Hill
Companies,Inc, 2003.
2. Tim Dosen UNHAS : Diktat kuliah Sistem Gawat Darurat dan Traumatologi, UNHAS, 2010.
3. www.emedicine.com
4. www.medlinux.blogspot.com