my case paru
DESCRIPTION
laporan kasus paruTRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.1 Penyakit paru
kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru
yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama
PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3
Prevalensi
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai
angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal
selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan
untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa
menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab
penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan
sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial
menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab
PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-
lainnya.2
1
Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari
partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat
mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya
tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease
serin.3
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4
Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak
merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya,
seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan
berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-
gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut
terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin,
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin
dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin
tersebut.
Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar
ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,
2
pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki
tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas
buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak
setiap tahunnya.
Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada
laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok
itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk
terkena COPD dibandingkan perokok pria.
Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia
Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan
Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini
adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
3
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di
dalam paru dan saluran udara kolaps.4
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan
jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding
saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang
mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5
Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat :4
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien
biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang
berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan
gagal jantung kanan.
4
Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-
batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80%
prediksi
5
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah
Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
Diagnosa Banding
COPD didiagnosa banding dengan :1
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama
tatalaksana COPD.5
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1
6
1. Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring
berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting
dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah
gejala klinis dan fungsi paru.
Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah
di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :
Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik
lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-
penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,
kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas
Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok
Dukungan dari keluarga
2. Menurunkan faktor resiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :
1). Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan
2). Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3). Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4). Assist (Bantu)
7
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling
praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5). Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut
3. Tatalaksana PPOK stabil
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
3 golongan :
o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol
o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid
belum memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
b. Steroid
- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein,
gliserol iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
Antitusif : tidak rutin
Vaksinasi : influenza, pneumokokus
8
Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,
AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau
secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang
menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam
keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di
dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer
yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan
muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang
tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang
sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini
sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif
untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau
gerakan mekanik paru)
9
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua
derajat
Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK
Ringan)
VEP1 / KVP < 70 %
VEP1 80% Prediksi
a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II
(PPOK
sedang)
VEP1 / KVP < 70 %
50% VEP1 80%
Prediksi dengan atau
tanpa gejala
1. Pengobatan reguler
dengan bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja
lama sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
Derajat III
(PPOK
Berat)
VEP1 / KVP < 70%;
30% VEP1 50%
prediksi
Dengan atau tanpa
gejala
1. Pengobatan reguler
dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja
lama sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
atau eksaserbasi
berulang
Derajat IV
(PPOK
sangat berat)
VEP1 / KVP < 70%;
VEP1 < 30% prediksi
atau gagal nafas atau
gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
b. LABA
10
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal
nafas
pertimbangkan terapi bedah
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK
stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri.
Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H
influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
Indikasi rawat inap :
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal jantung kanan
11
Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50
mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
2.9. Prognosa
Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6
2.10. Komplikasi
Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6
12
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.J
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh reparasi stik golf
Status : Menikah
Masuk RS : 15 Oktober 2012
ANAMNESIS
Keluhan utama : sesak nafas memberat sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 8 bulan SMRS pasien mengeluhkan sering sesak nafas, sesak nafas saat aktivitas
(+), terbangun malam hari karena sesak (+). Sesak dipicu oleh debu (+), udara dingin (+),
asap (+), terdapat suara nafas “ngik”, batuk (+), dahak (-),demam (-), mudah lelah (+).
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas, flu (+) dan batuk berdahak (+),
dahak berwarna putih, demam (-).
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin bertambah berat,
sesak nafas saat beraktivitas (+),sesak nafas saat berbaring (+), batuk (+) berdahak warna
putih,demam (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Asma (+) sejak usia 23 tahun.
13
Hipertensi (-)
DM (-)
Penyakit Jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
2 orang saudara kandung pasien menderita Asma.
Riwayat sosial :
Pekerjaan : buruh reparasi stik golf.
Riwayat merokok (+) sejak ±25 tahun yang lalu sebanyak ½ - 1 bungkus rokok/hari.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
HR : 103 kali/menit
RR : 33 kali/menit
Suhu : 36,7° C
- Kepala dan leher:
Mata : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Mulut : tampak pursed-lip breathing
Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi supraklavikula (+)
- Paru :
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi intercosta (+),
barrel chest (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (+/+) di semua lapang paru.
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
14
Palpasi : Ictus cordis teraba pada 1 jari medial linea midclavicula spatium
intercosta V
Perkusi :Batas jantung
Kanan : Linea para sternalis dextra spatium intercosta V
Kiri : 1 jari medial linea midclavicula spatium intercosta V
Auskultasi : S1 dan S2 normal, gallop (-), murmur (-).
- Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung (normal)
Auskutasi :Bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi :Timpani
- Ekstremitas :
Teraba hangat (+), CRT < 2”, Edema (+) minimal pada ekstremitas bilateral.
Pemeriksaan penunjang :
- Darah rutin (15/10/12)
Hb :15,1 gr/dl
Ht : 43,6%
Leukosit : 11.100/mm3
Trombosit :347000/mm3
Glukosa :80 mg/dl
BUN : 6 mg/dl
Cr-s : 0,93 mg/dl
Ureum : 12,8 mg/l
15
- Ro Thorax PA (16/10/12)
Cor : CRT < 50 %. Aorta tidak melebar. Cor Pendulum (-)
Pulmo : Corakan bronkovaskuler dextra meningkat, hilus dextra tampak menebal, tidak
tampak infiltrat di kedua lapang paru, hiperaerasi (-), sela iga melebar (+).
Sinus dan hemidiafragma dextra & sinistra tampak normal.
Trakea ditengah.
Resume :
Pasien Tn.J, 47 tahun, masuk ke RSUD AA tanggal 15 Oktober 2012, dyspnea (+),
paroksimal nocturnal dyspnea (+), dyspnea d’ effort (+), ortopnea (+), fatigue (+), batuk
berdahak (+), merokok (+), Wheezing (+) di semua lapang paru, leukositosis (+),pada rongten
thorak tampak peningkatan corakan bronkovaskuler dextra, penebalan hilus dextra, dan sela iga
melebar (+).
Daftar Masalah : PPOK eksaserbasi akut
Diagnosis : PPOK eksaserbasi akut
Rencana Pemeriksaan :
1. Spirometri
2. AGD
16
Rencana Penatalaksanaan :
- O2 nasal kanul 4 L/menit
- IVFD NaCl 0,9% 500cc + Aminofilin 240mg/12 jam
- Dexametaxone 2x1
- Salbutamol 2x2
- Ceftriaxone 2x1
- Inhalasi combivent 4x/hari
- OBH 3x1
- Fisioterapi
17
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006.
p. 1-18.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran
Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.
3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p.
6. [serial online] 2007. [Cited] 16 oct 2012. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 16 oct
2012. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?
l1=2&l2=1&intId=1116
5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.
6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,
2006. p. 105-8
18