nata de bankin

32
1 Delia Damayanti, Haris Setya, dan Oktaviana Sri Hardyanti. Pembuatan Nata de Bankin. Studi Lapangan Bioproses Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. Pembimbing : Ir. Sri Rulianah, M.T. Kata Kunci : Nata, Acetobacter xylinum, Inkubasi. ABSTRAKSI Buah pisang adalah buah tropis yang sangat digemari di Negara Indonesia. Berbagai olahan buah pisang yang menjamur, menyisakan limbah kulit pisang. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata kulit pisang masih mengandung nutrisi yang dapat dimanfaatkan. Nutrisi yang mendominasi yaitu karbohidrat. Karbohidrat dapat menjadi sumber nutrisi gula bagi Acetobacter xylinum untuk proses metabolisme agar membentuk selulosa yang biasa disebut nata. Nata yang berasal dari kulit pisang disebut Nata de Bankin. Proses pembuatan nata dipengaruhi oleh banyak variabel. Diantaranya yaitu varietas kulit pisang yang digunakan untuk media pembuatan, keadaan suasana lingkungan tempat penyimpanan nata, serta penambahan ekstrak tauge sebagai tambahan nutrien bagi mikroba. Dalam percobaan ini terdapat dua belas variabel, yaitu yaitu dengan tiga jenis klit pisang diantaranya kulit pisang Emas, kulit pisang Candi, dan kulit pisang Hijau. Masing-masing dari kulit pisang ini dikondisikan dalam empat kondisi yaitu dengan penambahan ekstrak tauge dan diletakkan dalam lingkungan asam. Pembuatan nata dari kulit pisang diawali dengan pengadaptasian bakteri pada media pisang dengan cara mencampur sari kulit pisang dengan cuka, urea dan gula dilanjutkan dengna proses perebusan untuk sterilisasi. Setelah media dingin dapat ditambahkan Acetobacter xylinum untuk kemudian diinkubasi pada empat hari. Cara pembuatan media dengan dua belas variabel adalah sama dengan proses pengadaptasian hanya saja waktu inkubasi diperpanjang menjadi tujuh hari. Analisis yang dilakukan pada percobaan ini adalah analisis ketebalan nata dan rendemen nata. Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak semua media membentuk nata beberapa media lebih didominasi oleh kontaminan. Selain itu penambahan ekstrak tauge dan pengkondisisan pada lingkungan asam tidak terbukti menambah rendemen nata pada percobaan ini. Hal ini terjadi karena kerja yang kurang aseptis, suhu inkubator yang terlalu tinggi, dan hilangnya nutrisi pisang karena proses penyaringan.

Upload: delia-damayanti

Post on 02-Aug-2015

59 views

Category:

Engineering


1 download

TRANSCRIPT

1

Delia Damayanti, Haris Setya, dan Oktaviana Sri Hardyanti. Pembuatan Nata de

Bankin. Studi Lapangan Bioproses Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik

Negeri Malang.

Pembimbing : Ir. Sri Rulianah, M.T.

Kata Kunci : Nata, Acetobacter xylinum, Inkubasi.

ABSTRAKSI

Buah pisang adalah buah tropis yang sangat digemari di Negara

Indonesia. Berbagai olahan buah pisang yang menjamur, menyisakan limbah kulit

pisang. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata kulit pisang masih mengandung nutrisi

yang dapat dimanfaatkan. Nutrisi yang mendominasi yaitu karbohidrat.

Karbohidrat dapat menjadi sumber nutrisi gula bagi Acetobacter xylinum untuk

proses metabolisme agar membentuk selulosa yang biasa disebut nata. Nata yang

berasal dari kulit pisang disebut Nata de Bankin.

Proses pembuatan nata dipengaruhi oleh banyak variabel. Diantaranya

yaitu varietas kulit pisang yang digunakan untuk media pembuatan, keadaan

suasana lingkungan tempat penyimpanan nata, serta penambahan ekstrak tauge

sebagai tambahan nutrien bagi mikroba.

Dalam percobaan ini terdapat dua belas variabel, yaitu yaitu dengan tiga

jenis klit pisang diantaranya kulit pisang Emas, kulit pisang Candi, dan kulit

pisang Hijau. Masing-masing dari kulit pisang ini dikondisikan dalam empat

kondisi yaitu dengan penambahan ekstrak tauge dan diletakkan dalam lingkungan

asam.

Pembuatan nata dari kulit pisang diawali dengan pengadaptasian bakteri

pada media pisang dengan cara mencampur sari kulit pisang dengan cuka, urea

dan gula dilanjutkan dengna proses perebusan untuk sterilisasi. Setelah media

dingin dapat ditambahkan Acetobacter xylinum untuk kemudian diinkubasi pada

empat hari. Cara pembuatan media dengan dua belas variabel adalah sama dengan

proses pengadaptasian hanya saja waktu inkubasi diperpanjang menjadi tujuh hari.

Analisis yang dilakukan pada percobaan ini adalah analisis ketebalan

nata dan rendemen nata. Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak semua media

membentuk nata beberapa media lebih didominasi oleh kontaminan. Selain itu

penambahan ekstrak tauge dan pengkondisisan pada lingkungan asam tidak

terbukti menambah rendemen nata pada percobaan ini. Hal ini terjadi karena kerja

yang kurang aseptis, suhu inkubator yang terlalu tinggi, dan hilangnya nutrisi

pisang karena proses penyaringan.

2

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyusun dan menyelesaikan Laporan Studi Lapang Pembuatan Nata de Bankin

ini.

Penyusunan tugas laporan ini guna untuk melengkapi tugas mata kuliah

Praktikum Bioproses.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan di dalam penyusunan tugas laporan

ini di samping rahmat dan petunjuk dari Tuhan YME juga bimbingan serta

bantuan dari semua pihak yang selama ini telah rela memberikan uluran tangan

dan pikiran baik materil maupun moril kepada penulis. Oleh karena itulah patut

kepada semua pihak yang telah banyak berbuat amal kebaikan pada kesempatan

ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang terlibat.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, mendapatkan

imbalan yang sesuai dari Tuhan YME.

Dalam penyusunan tugas laporan ini, penulis menyadari bahwa masih

banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat

menghargai kritik dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya tugas

ini.

Akhirnya dengan terselesainya tugas ini, dapatlah kiranya bermanfaat pada

diri penulis maupun kepada para pembaca yang berkepentingan dengan tugas ini.

Malang, November 2014

Penyusun

3

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI .......................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 6

I.1. Latar Belakang .............................................................................................. 6

I.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6

I.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7

I.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 8

II.1. Pengertian Nata ............................................................................................ 8

II.2 Bakteri Acetobacter xylinum ......................................................................... 8

II.3 Kulit Pisang .................................................................................................. 9

II.4 Urea ............................................................................................................. 10

II.5 Kecambah ................................................................................................... 10

II.6 Asam Asetat ................................................................................................ 11

II.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Nata.................................. 12

BAB III METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 14

III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 14

III.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 14

III.3 Cara Kerja Penelitian ................................................................................. 14

III.4 Pengujian Sifat Fisikokimia Nata .............................................................. 15

III.5 Data Pengamatan ....................................................................................... 16

III.6 Pembahasan ............................................................................................... 19

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 21

IV.1 Kesimpulan ............................................................................................... 21

IV.2 Saran .......................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

LAMPIRAN .......................................................................................................... 23

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 pengerokan kulit pisang ....................................................................... 23

Gambar 2 penimbangan hasil kerokan kulit pisang .............................................. 23

Gambar 3 proses penyaringan sari kulit pisang .................................................... 24

Gambar 4 sari kulit pisang .................................................................................... 24

Gambar 5 sterilisasi alat ........................................................................................ 24

Gambar 6 pamasakan sari kulit pisang.................................................................. 25

Gambar 7 pembuatan starter ................................................................................. 25

Gambar 8 starter setelah empat hari ...................................................................... 25

Gambar 9 mikroba pada starter ............................................................................. 26

Gambar 10 pembuatan ekstrak kecambah............................................................. 26

Gambar 11 sterilisasi alat ...................................................................................... 26

Gambar 12 pengukuran pH sari kulit pisang......................................................... 27

Gambar 13 pemindahan sari kulit pisang dan bakteri dalam toples plastik .......... 27

Gambar 14 penyimpanan nata dalam kondisi suasana lingkungan asam ............. 27

Gambar 15 penyimpanan nata dalam kondisi tanpa suasana lingkungan asam .... 28

Gambar 16 indikator buatan .................................................................................. 28

Gambar 17 struktur permukaan nata biakan dari mikroskop.................................28

Gambar 18 nata indikator kulit pisang hijau, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam

............................................................................................................................... 29

Gambar 19 nata indikator kulit pisang hijau, tanpa tauge, dengan lingkungan asam

............................................................................................................................... 29

Gambar 20 nata indikator kulit pisang hijau, dengan tauge, dengan lingkungan

asam....................................................................................................................... 29

Gambar 21 nata indikator kulit pisang hijau, dengan tauge, tanpa lingkungan asam

............................................................................................................................... 30

5

Gambar 22 nata indikator kulit pisang emas, dengan tauge, dengan lingkungan

asam....................................................................................................................... 30

Gambar 23 nata indikator kulit pisang emas, tanpa tauge, dengan lingkungan asam

............................................................................................................................... 30

Gambar 24 nata indikator kulit pisang emas, dengan tauge, tanpa lingkungan asam

............................................................................................................................... 31

Gambar 25 nata indikator kulit pisang ema, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam

............................................................................................................................... 31

Gambar 26 nata indikator kulit pisang candi, dengan tauge, tanpa lingkungan

asam....................................................................................................................... 31

Gambar 27 nata indikator kulit pisang candi, dengan tauge, dengan lingkungan

asam....................................................................................................................... 32

Gambar 28 nata indikator kulit pisang candi, tanpa tauge, dengan lingkungan

asam....................................................................................................................... 32

Gambar 29 nata indikator kulit pisang candi, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam

............................................................................................................................... 32

6

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kulit pisang merupakan salah satu dari limbah organik rumah tangga yang

sering kali kita temui. Limbah tersebut sebenarnya masih dapat diolah menjadi

bahan baku makanan yang nantinya dapat mengurangi jumlah limbah kulit pisang

tersebut. Pada dasarnya, limbah kulit pisang mengandung beberapa nutrisi yang

masih dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Dengan pengolahan limbah kulit pisang itu

bearti kita mengoptimalkan pemanfaatan buah pisang, yang biasanya hanya

dimanfaatkan buahnya saja.

Kulit pisang diketahui memiliki kandungan unsur gizi cukup lengkap,

seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C

dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan

antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1983). Dengan demikian kulit pisang

dapat dimanfaatkan menjadi bahan makanan yang benilai gizi yaitu nata.

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi

seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk nata secara

umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan glukosa (karbohidrat) yang

cukup tinggi. Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk.

Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizinya ternyata mempunyai

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50 g dalam 100 g bahan,

sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses

pembuatan produk nata (Suprapti, 2005).

Ada berbagai varietas pisang yang terdapat di Indonesia. Oleh karena itu,

dalam penelitian kali ini akan dikaji pengaruh berbagai varietas pisang terhadap

pembuatan nata. Dan juga dalam penelitian ini akan dibahas pengaruh

penembahan ekstrak tauge dan suasana lingkungan penyimpanan nata, yang

meliputi percepatan proses fermenasi nata.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut

7

1. Bagaimana pengaruh varietas jenis pisang terhadap pembuatan nata?

2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak tauge dalam pembuatan

nata?

3. Bagaimana pengaruh suasana lingkungan tempat penyimpanan nata

dalam pembuatan nata?

I.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang dicapai dalam penelitian

sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan pengaruh varietas jenis pisang terhadap pembuatan

nata

2. Mendeskripsikan pengaruh penambahan ekstrak tauge dalam

pembuatan nata

3. Mendeskripsikan pengaruh suasana lingkungan tempat penyimpanan

nata dalam pembuatan nata

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, adalah :

1. Bagi penulis, sebagai syarat memenuhi studi lapang mata kuliah

Bioproses dan memahami informasi pembuatan nata dengan bahan

baku berbagi jenis kulit pisang dan pengaruh penambahan ekstrak serta

suasana penyimpanan.

2. Bagi pembaca, sebagai informasi tentang pembuatan nata dan dapat

memberikan rekomendasi penggunaan berbagai jenis kulit pisang untuk

memproduksi nata.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Nata

Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu “nadar” yang berarti terapung-

apung. Nata sendiri sebenarnya merupakan pelikel atau polisakarida ekstraseluler

yang dihasilkan dari bakteri Acetobacter xylinum, terakumulasi pada bagian

permukaan cairan dan terapung-apung. Terapungnya biomassa yang sebagian

besar terdiri atas selulosa disebabkan oleh adanya gas-gas CO2 yang dihasilkan

selama proses metabolisme dan menempel pada fibril-fibril pelikel sehingga

menyebabkan terapung (Gunzales, 1972).

Petumbuhan Acetobacter xylinum dalam medium yang sesuai akan

menghasilkan massa berupa selaput tebal pada permukaan medium. Selaput tebal

tersebut mengandung 35-62 % selulosa, terbentuk di permukaan dan merupakan

hasil akumulasi polisakarida ekstraseluler yang tersusun oleh jaringan

mikrofibril/pelikel. Pelikel tersebut adalah tipe selulosa yang mempunyai struktur

kimia seperti selulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Gunzales,

1972; Moat, 1988).

Nata merupakan substansi selulosa yang berwarna putih sampai kuning krem

yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum pada permukaan air kelapa,

ekstrak tumbuhan, sari buah, air limbah cair tahu dalam media yang mengandung

gula (Grimwood, 1979).

II.2 Bakteri Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum tergolong familia Pseudomonadaceae dan

termasuk genus Acetobacter. Sel berbentuk bulat, panjang 2 mikron, biasanya

terdapat sel tunggal atau kadang-kadang membentuk rantai dengan sel yang lain

(Stainer et al., 1963).

Menurut Bielecki dan Kristynowichz (2002) terdapat beberapa bakteri yang

mampu menghasilkan selulosa, seperti Acetobacter, Achromobacter, Aerobacter,

Agrobacterium, Azotobacter, Alcaligenes, Pseudomonas, Rhizobium, Sarcina, dan

9

Zoogloea dilaporkan dapat membentuk selulosa. Di antara genus-genus tersebut

Acetobacter merupakan strain yang paling banyak diteliti dan telah digunakan

sebagai model mikroorganisme untuk penelitian dasar dan penerapan penghasil

selulosa.

II.3 Kulit Pisang

Kandungan unsur gizi dalam kulit pisang cukup antara lain seperti

karbohidrat, protein, lemak, kalsium, zat besi, fosfor, bebebapa vitamin seperti B

dan C, serta air. Kesemua unsur ini dapat bermanfaat sebagai sumber energi juga

antibodi bagi tubuh manusia. Kulit pisang mengandung air dalam jumlah besar

yaitu mencapai 68,90 %, unsur kedua yg terkandung cukup besar dalam kulit

pisang yaitu karbohidrat sebesar 18,50 %. Sisanya terdiri dari protein, zat besi dan

unsur lainnya. Dibawah ini adalah komposisi lengkap unsur-unsur kimia dalam

100 g kulit pisang :

Zat Gizi

Kadar Air (g) 68.90

Karbohidrat (g) 18.50

Lemak (g) 2.11

Protein (g) 0.32

Kalsium (mg) 715

Fosfor (mg) 117

Zat Besi (mg) 1.60

Vitamin B (mg) 0.12

Vitamin C (mg) 17.50

Balai penelitian dan pengembangan Industri, Jatim Surabaya (1982)

Nutrisi yang terkandung di dalam kulit pisang tergantung pada tingkat

kematangan buah dan jenis pisangnya. Pisang sayur atau plaintain memiliki kulit

yang mengandung serat lebih sedikit dibandingkan pisang biasa. Kandungan

lignin dalam kulit pisang umumnya meningkat seiring peningkatan tahap

kematangan buah. Kandungan protein pada kulit pisang kering antara 6 hingga 9

persen. Pisang sayur yang masih hijau mengandung sekitar 40 persen pati

10

sedangkan pisang biasa yang hijau mengandung 15 persen pati. Pati ini berubah

menjadi gula bebas seiring peningkatan tahap kematangan buah.

(http://www.slideshare.net/muhammadalbara/bussiness-plan-keripik-kulit-pisang)

II.4 Urea

Pupuk Urea adalah pupuk anorganik (kimia) yang mengandung unsur

Nitrogen berkadar tinggi. Unsur N nya sebesar 46 %. Itu artinya dalam 100 kg

pupuk urea ada 46 kg hara N. Pupuk ini mudah larut dalam air dan bersifat

higroskopis ( mudah menghisap air ). Biasanya berbentuk butir-butir kristal putih

dng rumus kimia NH2CONH2.

(http://www.tanijogonegoro.com/2013/12/pupukurea.html)

II.5 Kecambah

Kecambah atau taoge adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru

saja berkembang dari tahapembrionik di dalam biji. Tahap perkembangannya

disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan

tumbuhan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecambah)

Kandungan gizi pada tauge dipengaruhi oleh proses perkecambahan.

Proses ini dapat meningkatkan daya cerna zat-zat gizi yang terdapat pada biji

kacang-kacangan sebelum berkecambah. Artinya zat gizi pada tauge lebih mudah

dicerna oleh tubuh daripada biji kacang. Proses perkecambahan juga

mengaktifkan zat-zat anti gizi yang terdapat pada kacangan-kacangan seperti anti-

tripsin, hemaglutinin, lektin, asam fitat. Komponen zat gizi seperti karbohidrat,

protein, lemak mengalami pemecahan menjadi senyawa yang lebih sederhana

sehingga mudah diserap. Hal ini juga menyebabkan waktu pemasakan tauge lebih

singkat dari biji kacangnya.

Vitamin E. Konsumsi tauge sebagai sayuran terkenal dengan khasiatnya

bagi kesuburan. Tauge memiliki kandungan vitamin E yang berfungsi

meningkatkan kesuburan, perannya sebagai antioksidan dapat melindungi sel sel

telur atau spermatozoa dari kerusakan akibat radikal bebas.

Asam folat, yang termasuk golongan vitamin B komplek. Kandungan

asam folat pada tauge dapat menyumbang 15% dari kebutuhan hariannya. Seperti

11

asam folat yang terkandung pada kacang hijau, sangat baik bagi ibu hamil, ibu

menyusi, dan bayi, serta sangat penting untuk pembentukan DNA.

Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah. Kandungan

vitamin K pada Tauge cukup tinggi dalam 100 gram menyumbangkan 41%

terhadap kebutuhan harian vitamin K atau 33µg. Vitamin K pada ibu hamil sangar

diperlukan saat persalinan untuk mencegah kehilangan darah yang banyak yang

bisa mengakibatkan anemia.

Mangan dan tembaga. Dua mineral yang kandungannya cukup tinggi pada

tauge. Mangan menjaga kesehatan reproduksi dalam memproduksi hormon

seksual, juga memperkuat jaringan ikat. Tembaga berfungsi memelihara imunitas

tubuh, membantu penyerapan zat besi, menjaga fungsi otak tetap optimal.

Tauge mengandung canavanine yaitu bahan penyusun asam amino

arginin. Menurut penelitian, canavanine mampu melumpuhkan bibit kanker

leukimia, usus besar, dan pankreas. Esterogen alami (fitoesterogen) yang

terkandung dala tauge dapat berfungsi meningkatkan kepadatan tulang sehingga

mencegah osteoporosis. Gangguan premenstrual syndrome pada wanita menjelang

menstruasi dapat dikurangi dengan konsumsi tauge. Kandungan zat lain yang

bermanfaat dari tauge adalah saponin, merupakan senyawa kimia hasil metabolit

sekunder yang banyak terdapat pada bahan alami seperti tumbuhan. Orang yang

beresiko terhadap penyakit jantung dianjurkan mengkonsumsi tauge karena

kandungan saponin-nya. Saponin dapat mengeluarkan kolesterol LDL dari tubuh

tanpa menggangu kadar HDL.

II.6 Asam Asetat

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka

adalah senyawa kimia

asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.

Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam

bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut

asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik

beku 16.7°C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,

setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam

12

lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO

-. Asam

asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam

asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa

asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam

industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah

tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat)

II.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Nata

Menurut Lapuz et al. (1967) medium fermentasi merupakan medium

pertumbuhan mikrobia yang dibutuhkan oleh mikrobia untuk memperoleh energi,

pertumbuhan, motilitas, dan biosintesa makromolekul. Medium yang

dipergunakan untuk pertumbuhan mikrobia harus mengandung komponen nutrien

yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan mikrobia yang menjalankan proses

fermentasi.

Sumber karbon yang utama adalah karbohidrat, meliputi : monosakarida

(glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), trisakarida

(rafinosa), dan polisakarida (pati, dekstrosa, pektin, selulosa).

Pembentukan nata oleh bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan gula

sebagai sumber C, substrat gula sebagai sumber karbon terdiri atas glukosa,

maltosa, laktosa, sukrosa, dekstrin dan galaktosa. Penelitian-penelitian

sebelumnya melaporkan bahwa sumber C yang menunjang pertumbuhan optimal

Acetobacter xylinum adalah glukosa dan sukrosa. Sukrosa paling banyak

digunakan para produsen nata karena mudah mendapatkannya. Menurut

Steinkraus (1983) penambahan sukrosa 10 % berat per volume menghasilkan nata

yang paling baik berdasarkan ketebalan dan tekstur yang terbentuk.

Pertumbuhan dan aktivitas mikrobia membutuhkan sumber nitrogen yang

dapat diperoleh dalam bentuk ammonium nitrat, asam-asam amino, pepton, dan

protein (Alaban, 1962). Senyawa-senyawa tersebut digunakan oleh bakteri untuk

biosintesis protein dan pembentukan sel bakteri. Dari hasil penelitian (Lapuz et al,

1967) diketahui bahwa sumber nitrogen yang paling baik adalah (NH4)H2PO4

dengan konsentrasi 0,5 % per volume.

13

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian (2001)

dalam Prastyana (2002) penggunakan ZA (Zwafel Ammonium) sebanyak 0,4 %

dalam pembuatan nata de coco dan penggunaan urea sebanyak 0,2 % sebagai

sumber nitrogen dalam pembentukan nata de soya.

Media fermentasi yang bersifat asam juga merupakan faktor penghambat bagi

pertumbuhan mikrobia fermentasi yang tidak tahan terhadap kondisi asam,

sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Tingkat

keasaman medium fermentasi yang optimal untuk fermentasi nata de coco oleh

bakteri Acetobacter xylinum berkisar 4,5-6,0. Untuk mencapai pH optimum

pertumbuhan Acetobacter xylinum biasanya ditambahkan asam asetat dalam

media fermentasi (Lapuz et al., 1967).

Suhu inkubasi terbaik untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum menurut

Lapuz et al. (1967) adalah 28-310C (suhu kamar). Pada temperatur tersebut

dihasilkan nata yang paling tebal dibandingkan temperatur inkubasi yang lain.

Pada temperatur 200C pertumbuhan bakteri terhambat sehingga hanya dihasilkan

lapisan nata yang tipis dan lunak. Menurut Steinkraus (1983) kondisi inkubasi

dengan kisaran temperatur optimal akan mampu menghasilkan nata yang tebal,

keras dan berat yang paling baik.

Menurut Moheimin (1991) umur kultur bakteri Acetobacter xylinum yang

digunakan dalam medium fermentasi produksi nata berpengaruh terhadap produk

nata yang dihasilkan. Kriteria penting mikrobia yang dapat digunakan sebagai

inokulum yaitu harus berada dalam kondisi sehat, aktif, tersedia dalam jumlah

yang cukup, morfologi bakteri normal, bebas dari kontaminan dan

kemampuannya dalam memproduksi nata.

14

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses, Jurusan Teknik Kimia,

Politeknik Negeri Malang, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dan Kecamatan

Wagir Kabupaten Malang, mulai tanggal 1-24 Desember 2014.

III.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian, meliputi: kulit pisang

(candi, hijau, emas), asam asetat 75 %, pupuk urea, ekstrak tauge, air, oven,

neraca, gelas beaker, indikator universal, kompor gas, gelas ukur, botol bekas

sirup, kertas koran, karet gelang, panci tahan asam, toples plastik transparan,

blender, pisau, sendok, setrika, satu set inkubator buatan (bohlam, kabel, kardus

bekas), pembakar spirtus, penggaris, kain saring.

III.2.1 Mikroorganisme

Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit cair

Acetobacter xylinum dari pabrik produksi nata de coco desa Tulus Besar, Jalan

Kendedes, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.

III.3 Cara Kerja Penelitian

Hal-hal yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah:

III.3.1 Proses Pembuatan Starter dan Fermentasi

Pembuatan medium starter, dengan bahan-bahan larutan kulit pisang, gula

pasir,urea, dan asam cuka. Komposisi medium starter terdiri atasi: 10 % gula

pasir, 0,8 % urea, 4-5 % asam cuka, 10 % ekstrak tauge, dan 1 liter larutan kulit

pisang.

Setelah selesai penyiapan medium selanjutnya dicampurkan bibit cair

Acetobacter xylinum ke dalam larutan kulit pisang dan diinkubasi pada suhu

kamar. Adanya perubahan kekeruhan dan terbentuknya lapisan nata yang

mengapung pada medium starter nata kulit pisang mengindikasikan adanya

15

keberhasilan tahap aklimasi Acetobacter xylinum dari medium nata de coco ke

medium nata kulit pisang.

III.3.2 Proses Pembuatan Nata Kulit Pisang

Penyiapan medium fermentasi dilakukan dengan cara membuat larutan kulit

pisang dengan cara mengerok bagian dalam kulit pisang. Hasil kerokan diblender

dan dicampur dengan air bersih dengan perbandingan 1 : 2, setelah itu disaring

untuk mendapatkan air perasan. Selanjutnya ditambahkan asam cuka sebanyak 4-

5 % dari air perasan, pupuk urea sebanyak 0,8 %, ekstrak tauge 10 % dan gula

pasir sebanyak 10 %. Bahan-bahan tersebut dicampur dan dipanaskan sampai

mendidih, kemudian dituang ke dalam toples plastik transparan hingga hampir

penuh. Setelah dingin dimasukkan 10% starter cair bakteri Acetobacter xylinum

ke dalam toples, selanjutnya ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet

gelang. Medium cair fermentasi nata kulit pisang diinkubasikan selama tujuh hari

pada suhu kamar.

III.4 Pengujian Sifat Fisikokimia Nata

Pengujian sifat fisikokimia nata de banana dilakukan melalui pengukuran:

ketebalan, rendemen, dan kadar air nata yang dihasilkan.

III.4.1 Analisis Ketebalan

1. Nata ditiriskan selama 5 menit.

2. Ketebalan nata diukur pada berbagai sisi dengan menggunakan jangka

sorong.

3. Rata-rata hasil pengukuran dihitung.

III.4.2 Analisis Rendemen

1. Nata ditiriskan selama 10 menit

2. Berat nata yang diperoleh ditimbang

3. Rumus perhitungan:

Rendemen =

x 100 %

16

III.5 Data Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Jenis Pisang Hijau

Perlakuan 1. Tanpa Tauge

2. Tanpa lingkungan asam

1. Tanpa Tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Dengan tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Dengan tauge

2. Tanpa lingkungan asam

Pengamatan Larutan cokelat kehitaman,

terdapat empat koloni

berwarna hijau tua, berbau

nata, tidak terbentuk nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan cokelat pekat

kehitaman muncul empat

koloni berwarna hijau tua,

berbau khas kecoa, tidak

terbentuk nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan keruh cokelat

karamel dengan endapan

cokelat pekat, muncul lima

koloni warna hijau tua,

berbau nata, tidak terbentuk

nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan keruh cokelat

karamel dengan endapan

cokelat pekat, terdapat tiga

koloni warna hijau tua, satu

koloni warna putih

berserabut, dan buih

berwarna putih, berbau nata,

tidak terbentuk nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Ketebalan

Nata

- - - -

Berat Nata dan

Rendemen

- - - -

17

Jenis Pisang Emas

Perlakuan 1. Dengan tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Tanpa tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Dengan tauge

2. Tanpa lingkungan asam

1. Tanpa tauge

2. Tanpa lingkungan asam

Pengamatan Larutan cokelat keruh

karamel dengan endapan

cokelat, muncul lendir putih

di permukaan, muncul satu

koloni berwarna cokelat

krem seperti lemak, berbau

nata, tidak terbentuk nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan keruh cokelat

karamel dengan endapan

cokelat, terdapat delapan

koloni, tiga koloni berwarna

kuning, satu koloni berwarna

hijau, empat koloni berwarna

putih

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan keruh cokelat karamel

dengan endapan cokelat, tidak

terbentuk koloni apa pun,

terbentuk nata, berbau nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan cokelat keruh

dengan endapan cokelat,

terbentuk sembilan belas

koloni, satu koloni berwarna

kuning, satu koloni

berwarna hijau muda, satu

koloni berwarna hijau tua,

dan enam belas koloni

berwarna putih, terbentuk

nata, berbau nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Ketebalan

Nata

- Sisi 1 : 1 cm

Sisi 2 : 0.5 cm

Sisi 3 : 0.5 cm

Rata-rata :

0.6 cm

Sisi 1 : 1 cm

Sisi 2 : 1 cm

Sisi 3 : 0.5 cm

Rata-rata :

0.83 cm

Sisi 1 : 0.1 cm

Sisi 2 : 0.1 cm

Sisi 3 : 0.1 cm

Rata-rata :

0.1 cm

Bert Nata dan

Rendemen

- Berat nata :

40 gram

Berat kulit pisang :

125 gram

Rendemen:

x 100%

= 32%

Berat nata :

40 gram

Berat kulit pisang :

125 gram

Rendemen:

x 100%

= 32%

Berat nata :

30 gram

Berat kulit pisang :

125 gram

Rendemen:

x 100%

= 24%

18

Jenis Pisang Candi

Perlakuan 1. Dengan tauge

2. Tanpa lingkungan asam

1. Dengan tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Tanpa tauge

2. Dengan lingkungan asam

1. Tanpa tauge

2. Tanpa lingkungan asam

Pengamatan Larutan cokelat keruh

dengan endapan cokelat,

terbentuk satu koloni

berwarna putih, satu

koloni berwarna cokelat

karamel, berbau nata, tidak

terbentuk nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan cokelat keruh dengan

endapan cokelat, tidak

terbentuk koloni dan nata,

berbau nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan cokelat keruh dengan

endapan cokelat, tidak

terbentuk koloni, terbentuk

nata di tepian, bau nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Larutan cokelat keruh

dengan endapan cokelat,

terbentuk dua koloni

berwarna putih, terbentuk

nata, bau nata

Gambar dapat dilihat di

lampiran

Ketebalan

Nata

- - Sisi 1 : 0.2 cm

Sisi 2 : 0.1 cm

Sisi 3 : 0.1 cm

Rata-rata:

0.13 cm

Sisi 1 : 0.5 cm

Sisi 2 : 2 cm

Sisi 3 : 1 cm

Rata-rata

1.16 cm

Berat Nata dan

Rendemen

- - Berat nata :

10 gram

Berat kulit pisang :

125 gram

Rendemen:

x 100%

= 8%

Berat nata :

40 gram

Berat kulit pisang :

125 gram

Rendemen:

x 100%

= 32%

19

III.6 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua sampel membentuk nata.

Hal ini dapat terjadi karena pada starter hasil pengadaptasian Acetobacter xylinum

juga ditemukan koloni dengan ciri-ciri yang identik dengan koloni yang terbentuk

pada sampel. Terbentuknya koloni lain ini disebabkan oleh kerja yang kurang

aseptis. Hal ini terbukti ketika biakan hasil pengadaptasian diamati di mikroskop,

berdasarkan literatur bentuk dari Acetobacter xylinum adalah bulat panjang,

namun hasil pengamatan menunjukkan bentuk biakan dominan adalah

kontaminan. Kontaminasi ini dapat terjadi karena pada saat proses pembuatan

nata, salah satu sampel dimasuki seekor laron yang menyebabkan terjadinya

kontaminasi. Faktor lain yang menyebabkan adalah pada proses pengadaptasian

Acetobacter xylinum, kelompok penyusun berdekatan dengan kelompok lain yang

tengah melakukan isolasi mikroba lain, hal ini pula yang memicu terjadinya

kontaminasi. Faktor berikutnya adalah pengeringan kertas koran yang dilakukan

dalam oven dimana dalam oven tersebut terdapat banyak media yang akan

digunakan untuk isolasi mikroba lain, kertas koran yang telah terkontaminasi

digunakan untuk menutup media untuk pengadaptasian Acetobacter xylinum

sehingga mikroba yang telah menempel pada kertas koran selanjutnya

mengkontaminasi media untuk pengadaptasian Acetobacter xylinum. Faktor

lainnya adalah kurang akurat penimbangan komposisi media yang digunakan,

karena yang digunakan untuk menimbang adalah timbangan kue dimana skala

terkecil adalah 10 gram sehingga, untuk penimbangan bahan yang kurang dari 10

gram tidak akurat.

Sampel yang tidak membentuk nata disebabkan oleh suhu inkubator buatan

yang terlalu tinggi, hal ini terbukti pada sampel yang letaknya tidak terlalu dekat

dengan lampu selama proses inkubasi mampu membentuk nata. Sementara sampel

yang letaknya sangat dekat dengan lampu selama proses inkubasi, tidak

membentuk nata.

Varietas kulit pisang, berpengaruh pada pembentukan nata. Hal ini terbukti

dari nata yang terbentuk. Pada varietas kulit pisang emas lebih banyak terdapat

pembentukan nata dibandingkan dengan varietas kulit pisang hijau dan candi.

20

Pada segi rasa, pisang emas cenderung lebih manis dibandingkan dengan pisang

hijau dan candi.

Berdasarkan literatur, penambahan ekstrak tauge dan penempatan pada

lingkungan asam berpengaruh terhadap rendemen nata. Namun hal ini tidak

terbukti pada hasil praktikum. Hal ini terjadi karena berdasarkan literatur,

percobaan pembuatan nata dengan penambahan ekstrak tauge menggunakan

media air kelapa dimana memiliki kandungan gizi yang berbeda dengan kulit

pisang. Meskipun nilai karbohidrat kulit pisang lebih banyak daripada air kelapa,

namun pada proses pembuatan kulit pisang dihaluskan dan disaring sehingga

banyak kandungan karbohidrat yang akan dikonversi menjadi gula terbuang.

Sementara pada pembuatan nata dengan media air kelapa tidak ada proses

penyaringan yang menyebabkan beberapa kandungan gizi terbuang. Penempatan

pada lingkungan asam tidak berpengaruh, karena media diletakkan dalam toples

plastik transparan yang jarak antara larutan dan mulut toples berjauhan, sehingga

kondisi asam di lingkungan luar toples tidak memberikan pengaruh pada

pertumbuhan nata.

Berdasarkan literatur kandungan gizi air kelapa adalah sebagai berikut:

Sunber Air Kelapa

(dalam 100 g) Air Kelapa Muda Air Kelapa Tua

Kalori

Protein

Lemak

Karbohidrat

Kalsium

Fosfor

Besi

Air

Bagian yang dapat dimakan

17,0 kal

0,2 g

1,0 g

3,8 g

15,0 g

8,0 g

0,2 g

95,5 mg

100,0 g

-

0,14 g

1,5 g

4,6 g

-

0,5 g

-

91,5 mg

-

Sumber Palungkun 1992

21

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

1. Pembuatan nata pada kulit pisang diawali dengan pengadaptasian

Acetobacter xylinum pada ekstrak kulit pisang selama empat hari karena

pada saat itu bakteri mengalami fase log (eksponensial) yang

memungkinkan bakteri tumbuh secara optimum. Kemudian, dilakukan

pembuatan media dengan berbagai varietas kulit pisang yaitu, pisang

emas, pisang hijau, dan pisang candi. Bagian yang diambil untuk media

adalah bagian dalam kulit pisang. Sari kulit pisang yang sudah dibuat

disterilkan dengan cara direbus bersama dengan urea, cuka, dan gula.

Media dikondisikan dalam dua belas variabel yaitu, dengan penambahan

ekstrak tauge dan kondisi lingkungan asam saat penyimpanan.

Selanjutnya, media yang telah dibuat ditambahkan Acetobacter xylinum

lalu diinkubasi selama tujuh hari dalam inkubator.

2. Berdasarkan hasil praktikum varietas kulit pisang yang digunakan

berpengaruh pada pembuatan nata. Hasil percobaan penyusun kurang

aseptis sehingga banyak media yang tidak membentuk nata dan lebih

dominan kontaminan.

IV.2 Saran

1. Bagi penulis, diharapkan mampu membuat penelitian selanjutnya dengan

perbaikan kekurangan dari penelitian ini.

2. Bagi pembaca, diharapkan mampu memanfaatkan limbah kulit pisang

menjadi produk yang layak dipasarkan sebagai contoh nata dari kulit

pisang.

22

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Agus. 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis Kulit

Pisang. Madiun : Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.

Anonim. 2014. Kecambah. [Online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Kecambah [26 November 2014]

Anonim. 2013. Asam Asetat. [Online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat [26 November 2014]

Zaelani, Achmad dan Albara, Muhammad. 2013. Bussines Plan Keripik Kulit

Pisang. [Online]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/muhammadalbara/bussiness-plan-keripik-

kulit-pisang [26 November 2014]

Jogonegoro, Tani. 2013. Pupuk Urea. [Online]. Tersedia:

http://www.tanijogonegoro.com/2013/12/pupukurea.html [26

November 2014]

23

LAMPIRAN

Gambar 1 pengerokan kulit pisang

Gambar 2 penimbangan hasil kerokan kulit pisang

24

Gambar 3 proses penyaringan sari kulit pisang

Gambar 4 sari kulit pisang

Gambar 5 sterilisasi alat

25

Gambar 6 pamasakan sari kulit pisang

Gambar 7 pembuatan starter

Gambar 8 starter setelah empat hari

26

Gambar 9 mikroba pada starter

Gambar 10 pembuatan ekstrak kecambah

Gambar 11 sterilisasi alat

27

Gambar 12 pengukuran pH sari kulit pisang

Gambar 13 pemindahan sari kulit pisang dan bakteri dalam toples plastik

Gambar 14 penyimpanan nata dalam kondisi suasana lingkungan asam

28

Gambar 15 penyimpanan nata dalam kondisi tanpa suasana lingkungan asam

Gambar 16 indikator buatan

Gambar 17 struktur permukaan nata biakan dari mikroskop

29

Gambar 18 nata indikator kulit pisang hijau, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam

Gambar 19 nata indikator kulit pisang hijau, tanpa tauge, dengan lingkungan asam

Gambar 20 nata indikator kulit pisang hijau, dengan tauge, dengan lingkungan

asam

30

Gambar 21 nata indikator kulit pisang hijau, dengan tauge, tanpa lingkungan asam

Gambar 22 nata indikator kulit pisang emas, dengan tauge, dengan lingkungan

asam

Gambar 23 nata indikator kulit pisang emas, tanpa tauge, dengan lingkungan asam

31

Gambar 24 nata indikator kulit pisang emas, dengan tauge, tanpa lingkungan asam

Gambar 25 nata indikator kulit pisang ema, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam

Gambar 26 nata indikator kulit pisang candi, dengan tauge, tanpa lingkungan

asam

32

Gambar 27 nata indikator kulit pisang candi, dengan tauge, dengan lingkungan

asam

Gambar 28 nata indikator kulit pisang candi, tanpa tauge, dengan lingkungan

asam

Gambar 29 nata indikator kulit pisang candi, tanpa tauge, tanpa lingkungan asam