nur proposal, fisika

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar konsep-konsep fisika masih merupakan konsep yang abstrak bagi siswa dan bahkan mereka sendiri tidak mengenali konsep-konsep kunci ataupun hubungan antara konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut, akibatnya siswa tidak membangun pemahaman konsep yang fundamental pada awal mereka belajar fisika (Muhammad Ihsanuddin, 2013). Rendahnya pemahaman konsep fisika juga disebabkan adanya pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh konsepsi siswa atau tafsiran siswa terhadap suatu konsep. Siswa datang ke kelas dengan membawa konsepsi maupun pengetahuan awal mengenai suatu konsep atau penjelasan suatu fenomena sebagaimana yang mereka lihat dengan mata sendiri. Dimana, penjelasaan terhadap fenomena atau konsepsi tersebut 1

Upload: irm-abdullah-ajmal

Post on 15-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

model pembelajaran laboratory

TRANSCRIPT

Page 1: Nur Proposal, fisika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar konsep-konsep fisika masih merupakan konsep yang

abstrak bagi siswa dan bahkan mereka sendiri tidak mengenali konsep-konsep

kunci ataupun hubungan antara konsep yang diperlukan untuk memahami

konsep tersebut, akibatnya siswa tidak membangun pemahaman konsep yang

fundamental pada awal mereka belajar fisika (Muhammad Ihsanuddin, 2013).

Rendahnya pemahaman konsep fisika juga disebabkan adanya

pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh konsepsi siswa atau tafsiran siswa

terhadap suatu konsep. Siswa datang ke kelas dengan membawa konsepsi

maupun pengetahuan awal mengenai suatu konsep atau penjelasan suatu

fenomena sebagaimana yang mereka lihat dengan mata sendiri. Dimana,

penjelasaan terhadap fenomena atau konsepsi tersebut terkadang tidak sesuai

dengan penjelasan secarah ilmiah. Selain itu rendahnya pemahaman konsep

juga diakibatkan adanya proses belajar mengajar di kelas yang cenderung

bersifat analitis dengan menitikberatkan pada penurunan rumus-rumus fisika

melalui analisis matematis, (Mariati, P.S , 2013). Kemampuan pemahaman

konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut

siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang

diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara verbal, tetapi

1

Page 2: Nur Proposal, fisika

mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya

(Ismuddin Arief, 2013).

Pemahaman konsep fisika merupakan hal yang paling dasar dalam

mempelajari fisika. Dengan memahami konsep, siswa dapat mengembangkan

kemampuannya dalam pembelajaran fisika, menerapkan konsep yang telah

diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan yang sederhana sampai

dengan yang kompleks, mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya,

menginterprestasikannya, dan meramalkan kearah mana suatu permasalahan

akan diselesaikan (Muhammad Ihsanudin 2013). Pemahaman konsep fisika

dapat ditingkatkan dengan menerapkan pembelajaran pemecahan masalah.

Karena melalui proses pemecahan masalah lebih mudah mengkonstruksi

pengetahuan, menggali ide-ide yang berkaitan dengan konsep-konsep esensial

memperdalam dan memahami konsep-konsep sehingga ide-ide yang muncul

dapat dikembangkan (Simanjuntak, Mariati Purnama 2012).

Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa lebih aktif dan metode

pembelajaran yang diterapkan berdasarkan pada pengamatan siswa secara

langsung, yakni dengan melakukan eksperimen atau penemuan sehingga

pemahaman konsep siswa akan semakin meningkat. Desy Hanisa Putri dan M.

Sutarno, (2012) menyatakan bahwa pembelajar harus diberi pengalaman

untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang

dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasilnya baik

secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, solusi yang terbaik untuk

2

Page 3: Nur Proposal, fisika

meningkatkan pemahaman konsep siswa yaitu melalui model praktikum.

Namun, pada kenyataanya tidak demikian, metode pembelajaran fisika yang

diterapkan di sekolah masih cenderung berpusat pada guru. Sehingga konsep-

konsep yang seharusnya ditemukan secara langsung oleh siswa tidak banyak

dialami siswa dan pemahaman siswa terhadap konsep fisika pun sangat

menurun. Hal ini karena metode eksperimen jarang dilakukan di sekolah-

sekolah, kendalanya yakni alokasi waktu proses pembelajaran yang diberikan

tidak memungkinkan untuk melakukan percobaan, dan guru lebih fokus untuk

mengejar materi. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh penelitian yang

dilakukan Rosane, (2013) bahwa kemandirian siswa dalam belajar terutama

dalam memecahkan masalah sangat kurang. Sekolah telah memiliki

labororatorium tapi jarang sekali dimanfaatkan oleh guru. Siswa nya pun

jarang diajak untuk melakukan praktikum dilaboratorium, karena itu siswa

menjadi kurang paham dalam menggunakan alat-alat yang ada di

laboratorium, kurang mengerti bagaimana tata cara dalam melakukan

praktikum dilaboratorium, tidak tahu bagaimana cara menjaga keselamatan

alat dan diri mereka sendiri serta tidak tahu tentang peraturan-peraturan yang

harus mereka indahkan saat berada di laboratorium.

Dari permasalahan di atas perlu strategi atau metode pembelajaran

yang dapat menghubungkan antara materi dan praktikum guna untuk

meningkatkan pemahaman konsep siswa. Salah satu metode pembelajaran

yang sesuai adalah metode pembelajaran Problem Solving Laboratory. Model

pembelajaran Problem solving Laboratory adalah salah satu model

3

Page 4: Nur Proposal, fisika

pembelajaran yang menitikberatkan keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran. Pembelajaran diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu

menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan

suatu permasalahan yang bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat

dipecahkan melalui aktivitas di laboratorium (Hariani, 2013).

Problem solving laboratory juga merupakan salah satu metode

eksperimen yang berorientasi pada penggunaan konsep fisika untuk

memecahkan berbagai masalah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putri dan M. Sutarno (2012),

menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa yang

mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model kegiatan laboratorium

berbasis problem solving secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan

mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan kegiatan

praktikum verifikasi.

Selain itu, penerapan Model Pembelajaran Problem Solving

Laboratory juga mampu mengubah pola praktikum mahasiswa pada

Matakuliah Elektronika Dasar II. Model praktikum Elektronika Dasar II yang

selama ini menggunakan teknik non resep masakan, mampu ditingkatkan

kualitas pelaksanaan praktikumnya dengan Model Problem Solving

Laboratory. Model Praktikum Problem Solving Laboratory sebagai suatu

model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan mahasiswa dalam

proses belajarnya, dimana mahasiswa menggali atau menjumpai permasalahan

4

Page 5: Nur Proposal, fisika

selanjutnya mahasiswa dengan bantuan dan media praktikum yang terintegrasi

berusaha mencari pemecahannya sendiri (Sujarwata ; 2009).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Fitri Hariani (2013) bahwa

dengan pembelajaran Problem Solving Laboratory dapat meningkatkan

keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika siswa kelas XI di SMA

Negeri 2 Tanggul. Maka diharapkan model pembelajaran Problem Solving

Laboratory juga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa, khususnya

pada materi mekanika.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

penelitian adalah “apakah terdapat pengaruh dari penerapan model

pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep fisika

siswa SMA?”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka penelitian bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran problem

solving laboratory terhadap pemahaman konsep fisika siswa SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, agar dapat membuka wawasan dalam pembelajaran dengan

model pembelajaran problem solving laboratory sehingga dapat

meningkatkan pemahaman konsep siswa.

5

Page 6: Nur Proposal, fisika

2. Bagi siswa, diharapkan dapat mengalami perubahan tentang paradigma

belajar dan meningkatkan motivasi belajar sehingga pemahaman konsep

siswa pun dapat berkembang.

3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dalam melakukan perbaikan-perbaikan

pendekatan pembelajaran guna meningkatkan mutu pembelajaran.

4. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan

untuk memperbaiki dan memperbaharui pembelajaran fisika serta dapat

membantu pengadaan alat-alat praktikum nantinya.

1.5 Batasan Istilah

1) Model pembelajaran problem solving laboratory Pembelajaran diarahkan

agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara

sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang

bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui

aktivitas di laboratorium.

2) Sedangkan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat

kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep,

situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya

hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta

yang dinyatakannya. Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah

understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang

dipelajari . Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti

dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan.

6

Page 7: Nur Proposal, fisika

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian Yang Relevan

Banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Solving Laboratory, di antaranya yaitu, Fitri Hariani, et.al

(2013) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem

Solving Laboratory Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Fisika

Siswa Kelas Xi Di Sma Negeri 2 Tanggul” dari hasil penelitiannya menunjukan

bahwa (1) model problem solving laboratory berpengaruh signifikan terhadap

keterampilan proses sains siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Tanggul, dan (2)

model problem solving laboratory berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar

fisika siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Tanggul.

Sujarwata, et.al (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul

“Peningkatan Hasil Belajar Elektronika Dasar II Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Problem Solving Laboratory” dari hasi penelitiannya menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan hasil belajar Elektronika Dasar II melalui penerapan

model pembelajaran Problem Solving Laboratory sebesar 75%, serta mahasiswa

mengalami ketuntasan belajar. Model Praktikum Problem Solving Laboratory

sebagai suatu model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan mahasiswa

dalam proses belajarnya, dimana mahasiswa menggali atau menjumpai

permasalahan selanjutnya mahasiswa dengan bantuan dan media praktikum yang

terintegrasi berusaha mencari pemecahannya sendiri.

7

Page 8: Nur Proposal, fisika

Hatice Gungor Seyhan & Gulseda Eyceyurt Turk , et.al (2013) telah

melakukan penelitian yang berjudul “An Investigation Of The Relationship

Between Performance In The Problem Solving Laboratory Applications And

Views About Nature Of Science Of Pre-Service Science Teachers” dari hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa Setelah aplikasi pemecahan masalah pada lab

kimia dilaksanakan, tingkat pengetahuan guru tentang sains meningkat secara

statistik. Analisis Data menyimpulkan bahwa aplikasi problem solving laboratory

dapat memperpanjang pengetahuan guru tentang sifat ilmu pengetahuan. Hasil

penelitian ini membuktikan bahwa pendapat pada sifat dari ilmu pengetahuan

dapat ditingkatkan dengan bantuan dari berbagai aplikasi pendidikan.

Laboratorium mengaktifkan siswa untuk melihat menggunakan teori pengetahuan

mereka dalam praktik dan membuat untuk menjelaskannya di dalam memperoleh

bukti.

Desy Hanisa Putri, et.al (2012) telah melakukan penelitian yang berjudul

“Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving Pada Pembelajaran

Gelombang Dan Optik Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains

Mahasiswa” dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan

keterampilan proses sains mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan

menerapkan model kegiatan laboratorium berbasis problem solving secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti

pembelajaran dengan menerapkan kegiatan praktikum verifikasi.

Ellianawati , B. Subali, et.al (2010) telah melakukan penelitian yang

berjudul “Penerapan Model Praktikum Problem Solving Laboratory Sebagai

8

Page 9: Nur Proposal, fisika

Upaya Untuk Memperbaiki Kualitas Pelaksanaan Praktikum Fisika Dasar” dari

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa melalui penerapan model praktikum

problem solving laboratory telah berhasil meningkatkan kualitas pelaksanaan

praktikum Fisika Dasar 1. Indikator dari meningkatnya kualitas praktikum

tercermin dari peningkatan hasil belajar mahasiswa dan aktivitas belajarnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan praktikum fisika dasar terlihat pada

saat kegiatan praktikum pada setiap siklusnya terjadi peningkatan aktivitasnya,

baik untuk kegiatan pra praktikum, pada saat praktikum dan presentasi hasilnya

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory

Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory adalah model

pembelajaran yang memberikan permasalahan dalam kelas, dan teknik

penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan kegiatan laboratorium.

Setelah permasalahan terpecahkan melalui kegiatan laboratorium, siswa

melakukan diskusi dalam kelas untuk menyampaikan konsep yang telah

ditemukan. Model Problem Solving Laboratory adalah salah satu model

pembelajaran fisika yang dapat memberikan pengalaman langsung dan

menghendaki sebanyak mungkin keterlibatan siswa dalam belajar. Pembelajaran

diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara

sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang bersifat

nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui aktivitas di

laboratorium.

9

Page 10: Nur Proposal, fisika

Menurut Walton dan Matthews (1989) yang dikutip oleh Friedman dan

Deek dalam Journal International of Interactive Learning Research (2002)

menyatakan bahwa metode Problem Solving Laboratory memberikan stimulus

dan tantangan kepada peserta didik untuk berusaha memecahkan permasalahan

dilingkungannya dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman

tertentu.

2.2.2 Pembelajaran Masalah Berbasis Laboratorium atau Problem Solving

Laboratory

Proses pembelajaran yang digariskan oleh kurikulum sekarang lebih

menitikberatkan peran aktif peserta didik dalam kegiatan belajar, seorang

pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator. Dengan demikian terjadi

perubahan paradigma pembelajaran yaitu dari lecture based format menjadi

student active atau approach student centered instruction. Salah satu bentuk

pembelajaran yang menerapkan student active Approach adalah model Problem

Solving. Menurut Camp, sebagaimana yang dikutip oleh Bound & Ton (2005)

bahwa Problem solving as being for the learner active , adult oriented, problem

centered, student centered, collaborative, interdisiplinary, utilizing small groups

ang operating in a clinical context.

Dalam penelitain ini yang dimaksud model Pembelajaran Berbasis

Masalah adalah suatu cara mengajar dengan menghadapkan siswa kepada suatu

permasalahan agar dipecahkan atau diselesaikan. Metode ini menuntut

kemampuan untuk melihat sebab akibat, mengobservasi masalah, mencari

10

Page 11: Nur Proposal, fisika

hubungan antara berbagai data yang terkumpul kemudian menarik kesimpulan

yang merupakan hasil pemecahan masalah. Model Pembelajaran Problem Solving

Laboratory merupakan elaborasi dari model pembelajaran berbasis masalah.

Sintaks permasalahan sama, namun teknik penyelesaian masalah dilakukan

melalui kegiatan laboratorium.

Langkah Model Pembelajaran yang dielaborasi dari Bound & Ton (2005) dengan

karakteristik sebagai berikut;

1. Mahasiswa dapat memecahkan masalah sesuai tahapan yang terpilih,

dengan menggunakan curah pendapat dan teknis investigasi masalah.

2. Membangun ilmu yang telah dimiliki dan memperoleh ilmu yang baru

melalui studi kasus.

3. Dapat mengoperasikan alat-alat laboratorium yang berkaitan dengan teori

yang diberikan.

4. Mahasiswa dapat mempergunakan media yang ada, dan dapat melakukan

teknik analisis.

5. Mahasiswa dapat menganalisis dan mendiskripsikan, mendiskusikan hasil

data praktikum dengan cara laporan tertulis, poster, dan presentasi lisan,

6. Mahasiswa dapat bekerja dalam kelompok dengan mengorganisasi tiap-

tiap kelompok.

Salah satu model pembelajaran yang sangat konstruktivistis adalah model

inquiry (penyelidikan). Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory

merupakan cerminan dari kontruktivisme. Dalam model ini mahasiswa sungguh

dilibatkan untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin

11

Page 12: Nur Proposal, fisika

diketahuinya (Suparno, 2007). Model pembelajaran inquiry ini mahasiswa

dilibatkan dalam proses penemuan melalui pengumpulan data dan berhipotesis.

Selanjutnya menurut Schanble & Glaser (1995) menyampaikan bahwa inquiry

adalah proses dimana para saintis mengajukan pernyataan tentang alam dunia ini

dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabnya. Secara sederhana

dapat dijelaskan sebagai model pengajaran yang menggunakan proses identifikasi,

membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalis data dan mengambil

kesimpulan. Langkah-langkah tersebut nampak jelas bahwa model inquiry ini

menggunakan metode ilmiah atau saintis dalam menemukan suatu prinsip,

hukum, atau teori.

2.2.3 Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving

Inovasi pembelajaran dalam kegiatan praktikum ini diilhami oleh

kegiatan praktikum yang didesain dan dikembangkan di Universitas Minnesota

serta di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, yang memberikan penekanan

utama pada aspek problem solving. Kegiatan laboratorium ini terintegrasi dengan

pembelajaran. Tujuannya  seperti dikemukakan oleh Heller&Heller adalah

menjadikannya sarana bagi siswa untuk : (a) mengkonfrontasi konsep awal

mereka dengan bagaimana alam bekerja; (b) melatih skill problem solving; (c)

belajar menggunakan alat;  (d) belajar mendesain ekperimen; (e) mengobservasi

sebuah peristiwa yang memerlukan penjelasan yang tidak mudah sehingga mereka

menyadari bahwa diperlukan ilmu untuk menjawabnya; (f) mendapatkan apresiasi

kesulitan dan kegembiraan saat melakukan eksperimen; (g)mengalami

pengalaman seperti ilmuwan asli dan (h) merasa senang melakukan kegiatan yang

12

Page 13: Nur Proposal, fisika

lebih aktif daripada duduk dan mendengarkan. Berdasarkan desain problem

solving laboratory yang dikembangkan di universitas Minnesota dan FPMIPA

UPI, komponen-komponen kegiatan laboratoriumnya diuraikan sebagai berikut:

a.  Petunjuk Praktikum

Perbedaan yang mencolok adalah tidak adanya dasar teori dan langkah-

langkah percobaan pada petunjuk praktikum yang akan dikembangkan. Peniadaan

dasar teori didasarkan pada alasan untuk menegaskan bahwa kegiatan praktikum

ini merupakan bagian terintegrasi dengan pembelajaran, sehingga teori yang

mendasari praktikum dapat digali dan dibaca sebanyak-banyaknya dari buku-buku

paket sekolah. Adanya prediksi dan pertanyaan metode dalam petunjuk praktikum

dimaksudkan untuk men-trigger penggalian teori oleh siswa. Sedangkan

peniadaan langkah-langkah percobaan yang mendetil dalam petunjuk praktikum

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melatih skill

problem solving-nya, sehingga dengan demikian kemampuan problem solving-nya

dapat terus dipertajam. Berikut perbandingan antara petunjuk praktikum lama dan

petunjuk praktikum problem solving.

Tabel 2.1 Perbandingan Petunjuk Praktikum verifikasi dan Problem Solving

Petunjuk praktikum verifikasi Petunjuk prakrtikum problem solving

TujuanAlat dan Bahan

Dasar TeoriProsedur Percobaan

Tugas Sebelum PercobaanTugas Setelah Percobaan

Masalah (Problem)Peralatan ( Equipment)Prediksi (Prediction)

Pertanyaan metode (Method questions)Eksplorasi (Exploration)

Pengukuran (Measurement)Analisis (Analysis)

Kesimpulan (conclusion)(Sumber : Feranie, et al., 2005)

13

Page 14: Nur Proposal, fisika

Petunjuk praktikumnya terdiri dari langkah-langkah: permasalahan yang

dijumpai dalam kehidupan siswa disajikan, kemudian disediakan alat dan bahan

yang diperlukan. Siswa diarahkan untuk memprediksi tentang alternatif solusi dari

masalah yang disajikan. Untuk mengarahkan siswa agar dapat melakukan

eksplorasi dengan benar, maka guru memberikan pertanyaan-pertanyaan

metode/pengarah.  Jika langkah kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai,

kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk memperoleh data yang

akan dianalisis. Dari hasil analisis data maka diperoleh kesimpulan berupa suatu

konsep yang utuh.

b. Setting Kegiatan Praktikum

Perbedaan seting kegiatan praktikum lama adalah diawali dengan

pengumpulan tugas awal untuk dinilai dan tanya jawab tentang penggunaan alat

dan proses pengukuran, pada seting baru diadakan tahap pra eksperimen (pre-

experiment) yang berbentuk diskusi. Diskusi ini diadakan untuk memonitor

prediksi dan jawaban pertanyaan metode dari setiap anggota kelompok untuk

kemudian diseragamkan menjadi prediksi kelompok. Sedangkan tujuan pasca

eksperimen (post-experiment) adalah mendiskusikan data yang diperoleh dari

hasil pengukuran untuk memantau kelengkapan data dan ketepatannya, jika terjadi

kekeliruan dapat segera diadakan perbaikan. Perbedaannya dapat dilihat pada

Tabel 2.2 .

14

Page 15: Nur Proposal, fisika

Tabel 2.2 Perbedaan Kegiatan Praktikum Verifikasi dan Praktikum

Problem Solving

Seting kegiatan praktikum verifikasi Seting kegiatan praktikum problem solving

Mengumpulkan tugas awalTanya jawab

Merangkai alatMelakukan pengambilan data

Pre-eksperimen (diskusi)Eksplorasi

Pengambilan dataPost-eksperimen (diskusi)

(Sumber : Feranie, et al., 2005)

Pada setting kegiatan praktikum problem solving, dapat dijelaskan bahwa

dua hari menjelang pembelajaran dilakukan, kelompok siswa diberi LKS pre

eksperimen yang berisi tahap: penyajian masalah, pengenalan alat-alat

eksperimen, prediksi yang harus dilakukan siswa dan penyampaian pertanyaan-

pertanyaan metode/pengarah.  LKS pre eksperimen ini dikerjakan secara

berkelompok di rumah siswa. Pada saat pembelajaran berlangsung maka hasil

rumusan masalah, pemilihan alat eksperimen, hasil prediksi siswa dan langkah-

langkah eksperimen didiskusikan sebelum melakukan eksplorasi. Jika langkah

kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan

pengukuran untuk memperoleh data yang akan dianalisis. Dari hasil analisis data

maka diperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh. Kegiatan analisis

data, perolehan kesimpulan dan penentuan solusi masalah disebut kegiatan post

eksperimen.

2.2.4 Pengertian Konsep

Menurut Rosser (1984) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili

suatu kelas objek-objek., kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-

hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama (Ratna Wilis Dahar, 1989).

15

Page 16: Nur Proposal, fisika

Sementara menurut Ausabel, et al (1978) dalam E. Van Den Berg (1991:8),

konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang

memiliki ciri khas yang mewakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau

simbol (objects, events, situation, or properties that posses common critical

attribute and are designated in any given culture by some accepted sign or

symbol).

Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri dari sesuatu yang

mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia

berpikir (bahasa adalah alat berpikir). Secara singkat dapat kita katakan, bahwa

suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu kelas

stimulus-stimulus.

2.2.5 Pemahaman Konsep

Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang

diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari . Dalam kamus

Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep

berarti suatu rancangan.  Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide

abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau

kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu

rancangan atau ide abstrak.

Nasution (2006) mengungkapkan “ Konsep sangat penting bagi manusia,

karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam

belajar, membaca, dan lain-lain.  Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat.

Hanya dengan bantuan konsep dapat dijalankan pendidikan formal.” Kemampuan

16

Page 17: Nur Proposal, fisika

pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pem-belajaran,

memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan

hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat

lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis

juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru,

sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang

diharapkan. Hal ini sesuai dengan  Hudoyo ( dalam Herdian, 2010 ) yang

menyatakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat

dipahami peserta didik.

Menurut Depdiknas (dalam Jannah, 2007: 18) menjelaskan ”Penilaian

perkembangan anak didik dicantumkan dalam  indikator dari kemampuan

pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika. Indikator tersebut adalah

sebagai berikut:

a.       Menyatakan ulang suatu konsep.

b.      Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c.       Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d.      Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

e.       Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

f.       Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

g.      Mengaplikasikan konsep.

2.2.6 Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Fisika

Konsep belajar juga dikenal sebagai kategori pembelajaran dan

pencapaian konsep, sebagian besar didasarkan pada karya-karya psikolog kognitif

17

Page 18: Nur Proposal, fisika

Jerome Bruner. Bruner, Goodnow, & Austin (1967) pencapaian konsep yang

didefinisikan (atau belajar konsep) sebagai "pencarian dan daftar atribut yang

dapat digunakan untuk membedakan eksamplar dan non eksamplar dari berbagai

kategori. Lebih sederhananya, konsep kategori mental yang membantu kita

mengklasifikasikan benda-benda, peristiwa, atau ide-ide dan masing-masing

objek, peristiwa, atau ide memiliki seperangkat fitur yang relevan.

Dengan demikian, konsep pembelajaran merupakan strategi yang

mengharuskan seorang pelajar untuk membandingkan kelompok kontras dan atau

kategori yang berisi fitur-konsep yang relevan dengan kelompok atau kategori

yang tidak berisi fitur-konsep yang relevan. (Bruce Joice dkk, 1980 :37)

Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah

tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep,

situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal

secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang

dinyatakannya.

Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir (2009 : 30)

mengemukakan  bahwa  : pemahaman berkenaan dengan inti sari dari sesuatu,

yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang

sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus

menghubungkannya dengan materi lain. Pemahaman dapat dibedakan atas :

1. Translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang

dinyatakan dengan cara asli yang di kenal sebelumnya.

18

Page 19: Nur Proposal, fisika

2. Interpretasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide

yang direkam, di ubah, atau di susun dalam bentuk lain (grafik, tabel, atau

diagram).

3. Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan kelanjutan

kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan

akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi

yang digambarkan  dalam komunikasi yang ada.

19

Page 20: Nur Proposal, fisika

2.3 Kerangka Pemikiran

20

Rendahnya pemahaman konsep fisika

Siswa pasif

Pembelajaran berpusat pada guru

Pembelajaran Problem Solving Laboratory

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Jarang melakukan eksperimen

Siswa tidak menemukan konsep

fisika secara langsung

Siswa aktif

Menyelesaikan masalah melalui aktivitas

laboratorium/penemuan secara langsung

Pemahaman konsep fisika meningkat

Page 21: Nur Proposal, fisika

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model

pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep pada siswa

SMA.

21

Page 22: Nur Proposal, fisika

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan rancangan

eksperimen kuasi (quasi-experimental designs).

3.2 Desain/Rancangan penelitian

3.2.1 Desain penelitian

Adapun desain penelitian menggunakan Rancangan Prates-Pascates yang

tidak Ekuivalen (the non equivalen, Pretest-Postest Design).

Jenis rancangan ini biasanya dipakai pada eksperimen yang

menggunakan kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, dengan memilih

kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaan/kondisinya (Taniredja,T. 2011:56)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 O2

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA NEGERI x Palu

22

Page 23: Nur Proposal, fisika

3.3.2 Waktu Penelitian

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri

x Palu yang terdiri atas 2 kelas dengan jumlah x siswa. Satu kelas sebagai kelas

eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel bebas : model pembelajaran problem solving laboratory

Variabel terikat : pemahaman konsep.

3.6 Tehnik Pengumpulan Data

Tahapan dalam penelitian meliputi 3 tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

1) Mencari literatur yang berkaitan dengan judul penelitian

2) Menentukan populasi dan sampel penelitian

3) Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian

4) Melakukan Validitas ahli dan validitas konstruksi

b. Tahap pelaksanaan

1) Penentuan kelas yang akan dijadikan sampel

2) Pemberian tes awal

3) Pemberian perlakuan (penyajian materi)

4) Pemberian tes akhir

23

Page 24: Nur Proposal, fisika

c. Tahap Akhir

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah mengolah dan

menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis. Hasil analisa data akan

digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian.

3.7 Instrumen Penelitian

1. Tes Pemahaman Konsep Fisika

Tes ini digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep fisika pada

kelas yang menjadi sampel penelitian. Tes dibuat dalam bentuk tes esai.

2. Perangkat Pembelajaran

Instrumen ini terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

silabus, bahan ajar dan LKS.

3. Lembar Observasi

Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran di

kelas berupa penilaian efektif dan psikomotor.

3.8 Tehnik Analisa Data

3.8.1 Analisis Instrumen

a. Analisa Validitas butir soal

Validitas butir soal digunkan untuk mengetahui dukungan suatu

butir soal terhadap skor total. Perhitungan validitas dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi Biserial Point , sebagai berikut: (Arikunto,

2006 : 283)

24

Page 25: Nur Proposal, fisika

rpbis =(Mp−Mt )

St √ Pq

.......................... (3. 1)

Keterangan

rpbis : Koofisien korelasi antara variabel X ( butir soal) dan variabel Y (skor total)

p : Proporsi siswa yang menjawab benarq : Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1- P )

Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab benarMt : Rerata skor totalSt : Standar Deviasi

Tabel 3.2 Kriteria validitas soal (rpbis)

Besar Kriteria0,80 ≤ rpbis≤ 1,00 Sangat tinggi0,60 ≤ rpbis≤ 0,80 Tinggi0,40 ≤ rpbis≤ 0,60 Cukup0,20 ≤ rpbis≤ 0,40 Rendah

≤ rpbis≤ 0,20 Sangat rendah

b. Menentukan Indeks Kesukaran Butir Tes (P)

Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks (taraf) kesukaran

butir tes adalah (Arikunto, S., 2002 : 208):

P= BJs

……. .. . . .. . . .. . . .. . .. . .. .. . . .(3.2)

Dengan :

P: Indeks kesukaran butir tes

B : Banyaknya siswa yang menjawab tes dengan benar

Js : Jumlah keseluruhan testee (peserta tes)

25

Page 26: Nur Proposal, fisika

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Tes (P)

Indeks Kesukaran Interpretasi

0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sukar

0,31 ≤ P ≤ 0,70 Sedang

0,71 ≤ P ≤ 1,00 Rendah

Kriteria penerimaan butir tes adalah memenuhi jika 0,31 ≤ P ≤ 0,70

c. Menentukan Daya Pembeda Butir Tes (Dp)

Suatu tes memiliki derajat membedakan yang tinggi jika tes itu

memuat tugas-tugas yang hanya siswa yang mencapai tujuan yang dapat

mengerjakannya (Hamalik, O., 2004 : 206). Daya pembeda butir tes

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, S.,

2002 ; 208):

DP=BA

J A

−BB

J B

…………………………………….(3.3)

Dengan :

Dp : Daya Pembeda Butir Tes

BA : Banyaknya Peserta Tes Kelompok Atas Yang Menjawab Tes Dengan

Benar

BB : Banyaknya Peserta Tes Kelompok Bawah Yang Menjawab Tes

Dengan Benar

JA : Banyaknya Peserta Tes Kelompok Atas

JB : Banyaknya Peserta Tes Kelompok Bawah

26

Page 27: Nur Proposal, fisika

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ButirTes (DP)

Daya Pembeda Interpretasi

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek

0,21 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup

0,41 ≤ DP ≤ 1,70 Baik

0,71 ≤ DP ≤ 1,00 Baik Sekali

d. Analisa Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah instrumen sebagai alat ukur dapat memperoleh

“hasil ukur” yang ajeg (consistant) atau tetap asas. Untuk menentukan

koefisien reliabilitas tes digunakan rumus Kuder Richardson (KR-20)

sebagai berikut (Arikunto, S., 2002 : 100):

r11=[ nn−1 ][1− μ̂ (n− μ̂ )

n σ t2 ] ………………………………….(3.4)

Dengan:

r11 : Koefisien reliabilitas tesn : Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tesσ t

2 : varian totalμ̂ : skor total rata-rata

Sedangkan rumus varians yang digunakan untuk menghitung reliabilitas

adalah:

σ 2=∑ x2−

(∑ x)2

NN

……………………………………………..(3.3)

Keterangan:

27

Page 28: Nur Proposal, fisika

σ 2 : varians(∑x)2 : kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa∑x2 : jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswaN : jumlah subjek

Kriteria koefisien relaibilitas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Relaibilitas

Batasan Kategori0,80< r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)0,60< r≤ 0,80 Tinggi (baik)0,40< r11≤ 0,60 Cukup(sedang)0,20< r11≤ 0,40 Rendah (kurang)r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

3.8.2 Analisa Data Hasil Penelitian

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini selanjutnya diolah dengan

menggunakan teknik statistik. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan

ini adalah sebagai berikut :

a. Uji Peningkatan Hasil Tes

Untuk mengetahui peningkatan hasil tes pemahaman konsep pada

kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran problem

solving laboratory maupun kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional dihitung berdasarkan skor N-gain. Untuk memperoleh skor

N-gain digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al,

2004):

g=

SPost−SPr e

Smaks−Spre

x100 % .......................................................(3. 4)

28

Page 29: Nur Proposal, fisika

keterangan:

Spost : Skor tes akhirSpre : Skor tes awalSmax : Skor maks ideal

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Gain

Tingkat Gain Kriteriag > 7030 ¿ g < 70g < 30

TinggiSedangRendah

b. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah kelas

eksperimen dan kelas kontrol setelah dikenai perlakuan berdistribusi

normal atau tidak. Untuk menguji normalitas, data yang digunakan adalah

nilai semester gasal dan uji yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat,

dengan hipotesis:

H0 = data berdistribusi normal

H1 = data tidak berdistribusi normal

Pengujian hipotesis:

x2=∑i=1

k (Oi−Ei )2

Ei

Keterangan :

2 = Chi Kuadrat

Oi =Frekuensi hasil pengamatan

29

Page 30: Nur Proposal, fisika

Ei = Frekuensi yang diharapkan

Kriteria yang digunakan diterima H 0=x2hitung<x2

tabel20

Adapun langkah-langkah uji normalitas data awal sebagai berikut:

a. Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah.

b. Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas.

c. Menghitung rata-rata dan simpangan baku.

d. Membuat tabulasi data ke dalam interval kelas.

e. Menghitung nilai Z dari setiap batas kelas dengan rumus sebagai

berikut:

Zi=x i−x

s

f. Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan

menggunakan tabel.

g. Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dengan rumus sebagai

berikut :

x2=∑ei

k (Oi−Ei )2

Ei

dengan:

2 Chi Kuadrat

Oi = Frekuensi pengamatan

Ei = Frekuensi yang diharapkan

h. Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel

dengan taraf signifikansi 5%.

30

Page 31: Nur Proposal, fisika

i. Menarik kesimpulan, yaitu H0 diterima jika hitung 2 < tabel 2 maka data

berdistribusi normal, jika hitung 2 ≥ 2 tabel, maka H0 ditolak artinya

populasi tidak berdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelas kontrol

dan kelas eksperimen setelah dikenai perlakuan mempunyai varian yang

sama (homogen) atau tidak. Statistik yang digunakan untuk uji homogenitas

sampel adalah dengan uji F, dan uji Barlett. Uji F digunakan berdasarkan

variansnya, jika terdiri dari 2 varians maka pengujian homogenitas untuk

dua sampel bebas menggunakan uji F dengan rumus :

F= varians terbesarvarians terkecil

Hipotesis yang digunakan :

H0 : σ12 = σ2

2

H1 : σ12 σ2

2

Kedua kelompok mempunyai varian yang sama, atau dengan kata lain

Ho diterima apabila menggunakan = 5 % menghasilkan F hitung Ftabel21

Ftabel diperoleh dengan: dk pembilang= N1 – 1 dan dk penyebut = N2 – 1.

d. Uji Hipotesis

Untuk melihat seberapa jauh hipotesis yang telah dirumuskan

didukung oleh data yang dikumpulkan, maka hipotesis tersebut harus diuji.

Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka data yang

diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Parametrik (uji “t”).

Menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t satu pihak (1-tailed). Jika tidak

31

Page 32: Nur Proposal, fisika

terdistribusi normal, maka data diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji

Statistik Non Parametrik.

Rumus yang digunakan untuk uji-t satu pihak (1-tailed) adalah sebagai

berikut (Sudjana, 2005: 239) :

thit=x1−x2

S √ 1

n1

+ 1n2 ……………………………….(3.5)

dimana

S=√ (n1−1 ) S12+(n2−1 ) S2

2

n1+n2−2 ……………………………….(3.6)

dengan :

x1 : Gain rata-rata kelas eksperimenx2 : Gain rata-rata kelas kontrol n1 : Jumlah siswa kelas eksperimen n2 : Jumlah siswa kelas kontrol S : Simpangan baku

Dengan pasangan hipotesis adalah :

H0 :μ0≥μ1 Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran

problem solving laboratory terhadap pemahaman

konsep pada siswa SMA.

H1 :μ0<μ1 Terdapat pengaruh model pembelajaran problem

solving laboratory terhadap pemahaman konsep

pada siswa SMA.

32

Page 33: Nur Proposal, fisika

Ketentuan uji-t satu pihak (1-tailed) dengan derajat kebebasan (dk = n1 +

n2 - 2) pada taraf nyata α = 0,05 adalah :

1) Jika thitung > t tabel berarti H1 diterima.

2) Jika thitung < t tabel berarti H1 ditolak.

3.8.3 Analisis Data Observasi

Untuk mengetahui presentase nilai rata-rata aktivitas guru dan

siswa, digunakan rumus sebagai berikut:

presentase nilairata−rata (% )= jumlah skorskor maksimum

×100 %

33