paper_formulasi kelembagaan untuk bnpp (firkan dsf) _final_26 march 2010

21
Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010) 1 INPUT PAPER Untuk DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS & DAERAH TERTINGGAL BAPPENAS FORMULASI KELEMBAGAAN UNTUK BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN (BNPP) Oleh FIRKAN MAULANA ([email protected] ) (Senior Consultant of Border Areas DSF/World Bank) 1. Pendahuluan Tugas penyelenggaraan mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan merupakan hal yang strategis karena melibatkan berbagai instansi pemerintah (pusat dan daerah) serta juga melibatkan berbagai kepentingan (nasional dan daerah). Kebutuhan akan adanya institusi yang khusus untuk mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan merupakan sesuatu yang sangat mendesak. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, maka untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola Kawasan Perbatasan perlu dibentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (tingkat pusat dan daerah). Saat ini BNPB sudah terbentuk dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2010 pada akhir Januari 2010 lalu. Batas wilayah negara merupakan garis batas pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Sedangkan kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat berada di kecamatan. Dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, BNPP ini nantinya bertugas untuk (1) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, (2) menetapkan rencana kebutuhan anggaran, (3) mengoordinasikan pelaksanaan, dan (4) melaksanakan evaluasi dan pengawasan. BNPP dibentuk bukan merupakan suatu instansi yang secara teknis melakukan pembangunan di kawasan perbatasan. Undang-undang Wilayah Negara Nomor 43 Tahun 2008 (Pasal 15 ayat 2), menyatakan bahwa pelaksana teknis pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan dilakukan oleh instansi teknis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pelaksana teknis ini didasarkan pada rumusan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten (Pasal 10, 11 dan 12). Keberadaan institusi BNPP harus bisa menciptakan terjadinya koordinasi pembangunan antara instansi teknis (di pusat dan di daerah). Pada hakekatnya, BNPP merupakan suatu badan atau organisasi pemerintah yang dibentuk dengan kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat dan juga untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat, melalui pengembangan kawasan perbatasan. Selama ini fakta secara umum memperlihatkan masih terbelakangnya kondisi kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan. Menurut Ryaas Rasyid dalam Soetrisno (1995), ada enam fungsi pokok pemerintah yang pada intinya merupakan pelayanan terhadap masyarakat, yaitu (1) Menjamin keamanan, (2) Menciptakan perlakuan yang adil, (3) Memelihara ketertiban, (4) Melakukan pekerjaan umum dan pelayanan masyarakat, (5) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, dan (6) Menerapkan kebijakan ekonomi. Namun adanya BNPP ini belum dapat menjamin bahwa persoalan ketertinggalan pembangunan di kawasan perbatasan dapat terselesaikan dengan baik.

Upload: firkan-maulana

Post on 13-Apr-2017

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 1  

INPUT PAPER Untuk

DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS & DAERAH TERTINGGAL BAPPENAS

FORMULASI KELEMBAGAAN UNTUK

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN (BNPP)

Oleh FIRKAN MAULANA

([email protected]) (Senior Consultant of Border Areas DSF/World Bank)

1. Pendahuluan Tugas penyelenggaraan mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan merupakan hal yang strategis karena melibatkan berbagai instansi pemerintah (pusat dan daerah) serta juga melibatkan berbagai kepentingan (nasional dan daerah). Kebutuhan akan adanya institusi yang khusus untuk mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan merupakan sesuatu yang sangat mendesak. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, maka untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola Kawasan Perbatasan perlu dibentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (tingkat pusat dan daerah). Saat ini BNPB sudah terbentuk dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2010 pada akhir Januari 2010 lalu. Batas wilayah negara merupakan garis batas pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Sedangkan kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat berada di kecamatan. Dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, BNPP ini nantinya bertugas untuk (1) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, (2) menetapkan rencana kebutuhan anggaran, (3) mengoordinasikan pelaksanaan, dan (4) melaksanakan evaluasi dan pengawasan. BNPP dibentuk bukan merupakan suatu instansi yang secara teknis melakukan pembangunan di kawasan perbatasan. Undang-undang Wilayah Negara Nomor 43 Tahun 2008 (Pasal 15 ayat 2), menyatakan bahwa pelaksana teknis pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan dilakukan oleh instansi teknis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pelaksana teknis ini didasarkan pada rumusan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten (Pasal 10, 11 dan 12). Keberadaan institusi BNPP harus bisa menciptakan terjadinya koordinasi pembangunan antara instansi teknis (di pusat dan di daerah). Pada hakekatnya, BNPP merupakan suatu badan atau organisasi pemerintah yang dibentuk dengan kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat dan juga untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat, melalui pengembangan kawasan perbatasan. Selama ini fakta secara umum memperlihatkan masih terbelakangnya kondisi kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan. Menurut Ryaas Rasyid dalam Soetrisno (1995), ada enam fungsi pokok pemerintah yang pada intinya merupakan pelayanan terhadap masyarakat, yaitu (1) Menjamin keamanan, (2) Menciptakan perlakuan yang adil, (3) Memelihara ketertiban, (4) Melakukan pekerjaan umum dan pelayanan masyarakat, (5) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, dan (6) Menerapkan kebijakan ekonomi. Namun adanya BNPP ini belum dapat menjamin bahwa persoalan ketertinggalan pembangunan di kawasan perbatasan dapat terselesaikan dengan baik.

Page 2: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 2  

Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan masukan dalam rangka pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sesuai amanat UU No 43/2008 tentang Wilayah Negara. Makalah ini berupaya mengeksplorasi formulasi bentuk kelembagaan BNPP yang efektif dan operasional guna mencapai tujuan percepatan pembangunan kawasan perbatasan. Namun makalah ini membatasi pembahasan pada upaya formulasi berupa prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan saja. Makalah ini diperkaya lampiran sebagai hasil studi kasus Badan Daerah Pengelola Perbatasan (BDPP) yang sudah ada di Provinsi Papua dan Kalimantan Barat. Tulisan ini dibagi menjadi 7 (tujuh) bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan. Selanjutnya bagian kedua menceritakan latar belakang pembentukan BNPP. Bagian ketiga memaparkan visi dan misi. Bagian ketiga mengulas tinjauan kepemimpinan. Bagian keempat menguraikan kewenangan. Bagian kelima membahas tentang struktur organisasi. Bagian keenam menjabarkan koordinasi. Bagian ketujuh membahas tentang pengendalian. 2. Sekilas tentang Latar Belakang Pembentukan BNPP Upaya pembentukan BNPP dimaksudkan untuk mengantisipasi dan menampung tugas pokok dan fungsi kementerian dan lembaga lain yang makin bertambah dan berkembang, mencegah duplikasi kegiatan antar instansi, mengisi kekosongan aktivitas pembangunan, meningkatkan koordinasi dan juga penanganan rentang kendali pada pembangunan di kawasan perbatasan. Sehingga upaya pembentukan BNPP ini bisa lebih mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan secara umum dan juga pembangunan bisa dilakukan secara lebih efektif, efisien, masuk akal dan tanggap, terutama dalam mengantisipasi perkembangan yang akhir-akhir ini semakin dinamis di kawasan perbatasan. Sekarang ini pemerintah telah mengeluarkan dasar pengaturan untuk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan yaitu UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara. Dalam undang-undang ini terdapat pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Kewenangannya tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kewenangan Pengelolaan dan Pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan

TINGKATAN PEMERINTAH RINCIAN KEWENANGAN Pusat 1. Menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;

2. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan dan hukum internasional;

3. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara; 4. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; 5. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial

pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; 6. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan

perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; 7. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan

menghukum pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah Negara atau laut teritorial;

8. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan;

9. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan

10. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah Negara serta Kawasan Perbatasan. Provinsi 1. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi

daerah dan tugas pembantuan; 2. melakukan koordinasi pembangunan di Kawasan Perbatasan; 3. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara

pemerintah daerah dengan pihak ketiga; dan 4. melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan

Pemerintah Kabupaten/Kota.

Page 3: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 3  

TINGKATAN PEMERINTAH RINCIAN KEWENANGAN Kabupaten / Kota 1. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi

daerah dan tugas pembantuan; 2. menjaga dan memelihara tanda batas; 3. melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan di Kawasan Perbatasan

di wilayahnya 4. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara

pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Pada dasarnya kewenangan adalah otoritas (authority) atau kekuasaan (power) yang merupakan hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom). Kewenangan ini diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya kepada suatu badan atau organisasi untuk melakukan sesuatu urusan sesuai dengan ketentuan dan batasan yang berlaku. Kewenangan pasti akan diikuti dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Kewajiban merupakan tugas-tugas yang dilimpahkan dan diserahkan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada suatu badan atau lembaga untuk melaksanakan sesuatu yang disertai dengan pembiayaannya. Terkait hal ini, maka BNPP dibentuk dengan adanya kewajiban untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Hakekat penyelenggaraan pemerintahan adalah pelaksanaan fungsi pelayanan kepada masyarakat, yaitu mengenai bagaimana sumberdaya yang ada dialokasikan kepada masyarakat. Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di kawasan perbatasan maka BNPP dibentuk agar semakin fokus dalam melayani kebutuhan masyarakat melalui percepatan sektor-sektor pembangunan terkait. Keberadaan BNPP harus bisa : (1) Menjamin terlaksananya pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, perlindungan hukum, keamanan dan sebagainya dapat disediakan untuk masyarakat secara adil dan merata, serta (2) Memastikan bahwa pelayanan publik tertentu ditempatkan pada wilayah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. BNPP telah diberikan bekal kewenangan dalam mengelola Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, sebagaimana yang termaktub di dalam UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara. Namun dalam rangka mengoperasionalisasikan kewenangan tersebut yang ditindaklanjuti Perpres No. 12/2010 tentang BNPP, maka BNPP harus menyiapkan arahan kerangka kerja (direction framework) pengembangan kelembagaan sebagai panduan dasar bagi BNPP untuk beraktivitas. Arahan kerangka kerja yang harus disiapkan BNPP meliputi 6 (enam) aspek yaitu (1) Visi dan Misi, (2) Kepemimpinan (3) Kewenangan, (4) Struktur organisasi, (5) Koordinasi dan (6) Pengendalian. Ke-enam aspek tersebut merupakan substansi dari formulasi pengembangan kelembagaan yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan kinerja BNPP untuk dapat tanggap dalam menyelesaikan persoalan pembangunan di kawasan perbatasan sesuai dengan fungsinya. 3. Visi dan Misi yang Jelas Suatu organisasi semestinya harus mempunyai visi dan misi serta strategi yang jelas. Untuk pelaksanaan kegiatannya, maka BNPP perlu merumuskan visi dan misi yang jelas. Visi dan misi bakal menjadi pedoman organisasi dalam menetapkan tujuan dan sasaran serta strategi. Tujuan merupakan pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Sedangkan sasaran adalah tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Lumrahnya, setiap tujuan dan sasaran akan diikuti oleh strategi. Strategi merupakan cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.

Page 4: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 4  

Visi mempunyai pengertian sebagai pernyataan cita-cita yang menggambarkan suatu keadaan tertentu dan harus diperjuangkan sebuah organisasi untuk dicapai di masa depan. Visi masih bersifat umum, namun menjadi dasar bagi pemahaman yang logis sebuah organisasi mengenai apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukan sesuatu hal untuk mencapai kondisi tertentu yang dicita-citakan. Jadi visi adalah sebuah gambaran umum tentang kondisi masa depan yang harus dicapai oleh seluruh komponen BNPP. Sedangkan misi adalah pernyataan yang sangat umum dari sebuah organisasi untuk menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh organisasi, bagaimana melakukannya dan untuk siapa dilakukan. Misi ini dimaksudkan untuk mengarahkan organisasi dalam mencapai kondisi tertentu yang diharapkan dapat dicapai BNPP. Misi yang jelas akan membawa BNPP bisa fokus mengarahkan diri pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan di kawasan perbatasan. Misi BNPP harus dinyatakan secara tegas dengan memuat pernyataan tentang cita-cita yang menjadi landasan kerja bersama sehingga misi BNPP harus ditetapkan dengan tidak terlalu luas namun juga tidak terlalu sempit. Dalam menetapkan visi, maka BNPP harus bisa merumuskan pandangan jangka panjang dalam membawa dan membangun kawasan perbatasan untuk mencapai cita-cita yang diharapkan. Visi tentunya harus berlandaskan pada karakteristik unik kawasan perbatasan. Visi BNPP harus dipahami sehingga akan tercipta komitmen yang kuat di antara seluruh stakeholder pembangunan dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan untuk jangka waktu tertentu. Adapun rekomendasi untuk visi BNPP disajikan dalam kotak di bawah ini. KOTAK 1. Visi untuk BNPP BNPP berhasrat menciptakan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia Untuk mewujudkan visi BNPP tersebut, maka harus dijabarkan melalui misi yang ingin dicapai. Kegiatan BNPP yang baik harus digerakkan oleh misi. Dengan pernyataan misi, maka diharapkan setiap pihak dapat mengetahui dan melaksanakan masing-masing perannya dengan baik sehingga setiap program dapat berhasil dengan baik. Pernyataan misi yang jelas akan memberikan arahan kepada setiap stakeholder untuk mengambil bagian dalam pembangunan di kawasan perbatasan. Adapun rekomendasi untuk misi BNPP disajikan dalam kotak di bawah ini. KOTAK 2. Misi untuk BNPP Untuk mewujudkan visi pembangunan BNPP di kawasan perbatasan, maka dijabarkan melalui misi yang ingin dicapai yaitu :

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan melalui pemberdayaan masyarakat dengan pengolahan segala potensi sumberdaya yang didukung oleh kelengkapan infrastruktur.

2. Menegakkan hukum yang terkait dengan keamanan kawasan perbatasan dan kedaulatan wilayah serta kelestarian lingkungan yang menyangkut segala aspek kehidupan

3. Mengembangkan hubungan bertetangga yang baik dengan negara tetangga melalui pemantapan kerjasama dalam aspek pertahanan dan keamanan, perekonomian serta sosial budaya.

Selanjutnya, setelah visi dan misi ditetapkan, maka perlu ada perumusan kejelasan tujuan dan sasaran. Tujuan dan sasaran yang jelas adalah dasar daripada BNPP untuk bergerak dan beraktivitas. Tujuan, sasaran dan strategi BNPP ditetapkan terlebih dahulu dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Penetapan tujuan dan sasaran yang jelas berikut strateginya memberikan gambaran tentang apa yang harus dicapai melalui kebijakan, kewenangan, struktur organisasi, program, prosedur kerja dan anggaran serta perangkat peraturan.

Page 5: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 5  

4. Kepemimpinan yang Kuat Kehadiran BNPP diharapkan bisa menjadi “pemimpin pembangunan” khusus untuk kawasan perbatasan. Dalam hal ini BNPP harus mampu memimpin berbagai kementerian atau lembaga di tingkat pemerintah pusat dalam menjalankan pembangunan di kawasan perbatasan. Selain itu, BNPP harus juga memimpin BDPP di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang mempunyai kawasan perbatasan. Oleh karena itu, sejak awal kelahirannya maka BNPP harus disiapkan sebagai organisasi yang mempunyai kepemimpinan yang kuat. Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan suatu kegiatan mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Kepemimpinan sering juga dihubungkan dengan seni atau kemampuan mempengaruhi pihak lain dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara internal, segala tingkatan organisasi dalam struktur BNPP harus bisa menggunakan dan menerapkan kepemimpinan. Secara eksternal, BNPP juga harus bisa menjalankan kepemimpinan di dalam menjalankan kerjasama dan koordinasi dengan kementerian dan lembaga di tingkat pemerintah pusat dan di tingkat pemerintah daerah. BNPP sebagai pemimpin pembangunan di kawasan perbatasan harus bisa melakukan komunikasi dan mengambil keputusan dengan pihak-pihak terkait menyangkut persoalan-persoalan pembangunan. Selain itu, BNPP harus mampu melaksanakan peranannya sebagai manajer dalam mengelola kawasan perbatasan. Tentunya BNPP mesti menguasai keterampilan dalam hal melakukan perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian atas upaya-upaya pihak lain untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di kawasan perbatasan. BNPP perlu dipimpin oleh seorang pemimpin yang mampu membawa BNPP menjadi organisasi yang sehat serta mampu tumbuh dan berkembang. Tentunya, pemimpin yang dimaksud bukan hanya pemimpin di level puncak, tetapi pemimpin di segala lapisan level organisasi. Jika BNPP di setiap level atau lini organisasinya, dihuni oleh pemimpin yang kompeten maka BNPP bisa menjadi organisasi pemimpin (institution leaders) yang bisa memimpin segala aktivitas pembangunan di kawasan perbatasan. Perlu dipahami bahwa kepemimpinan bukanlah bersumber dari suatu karakteristik kepribadian seseorang. Dengan kata lain kharisma saja tidak cukup untuk bisa mempengaruhi pihak lain. Kepemimpinan merupakan suatu tugas yang melibatkan segala kompetensi (fisik dan mental) yang bisa menggerakkan semua pihak melaksanakan tugasnya dengan baik. BNPP harus bisa memberikan perumusan visi ke depan dalam pembangunan kawasan perbatasan serta mencipta suatu kondisi yang kondusif untuk mengembangkan diri sebagai organisasi pemimpin. Kotak di bawah ini menyajikan intisari kepemimpinan BNPP. KOTAK 3. Kepemimpinan untuk BNPP Setidaknya kepemimpinan BNPP mesti meliputi :

1) Memotivasi, yang meliputi tugas-tugas memberikan inspirasi, mendorong dan mendesak pihak lain untuk mengambil tindakan yang diperlukan

2) Berkomunikasi, yang meliputi tugas-tugas untuk menciptakan saling memahami dan saling pengertian antar pihak terkait sehingga dapat bertindak secara efektif

3) Mengambil keputusan, yang meliputi tugas-tugas untuk mendapatkan kesimpulan dan memberikan pertimbangan tentang sesuatu hal yang menjadi dasar bagi pihak lain untuk bertindak

4) Memilih pihak yang berkompeten, yang meliputi tugas-tugas untuk mendapatkan dan memilih pihak-pihak berkompeten untuk ditempatkan dalam pemecahan atau pengurusan suatu persoalan tertentu

5) Mengembangkan organisasi, yang meliputi tugas-tugas untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan serta memberdayakan organisasi

Page 6: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 6  

Berkomunikasi dan mengambil keputusan merupakan tugas terpenting dari kepemimpinan. Komunikasi bagi pemimpin terkait dengan menerima pesan dan juga memberikan ide, konsep dan gagasan yang intinya bermuara pada motivasi pihak lain untuk bertindak setelah semua pihak mengerti dan memahami sesuatu hal. Mengambil keputusan (secara berani) adalah ciri kepemimpinan yang kuat. Keberanian untuk mengambil keputusan dalam menangangi suatu masalah sangat terkait dengan kompetensi pemimpin yang meliputi pengetahuan yang dimiliki (knowledge), keterampilan untuk bertindak (skill) dan integritas sikap diri (integrity). Kepemimpinan BNPP harus bisa menjalankan komunikasi dan pengambilan keputusan yang tepat. 5. Kewenangan yang Memadai Kewenangan pengelolaan kawasan perbatasan berada pada lingkup kewenangan vertikal dan kewenangan horisontal. Kewenangan vertikal berhubungan dengan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing kementerian dan lembaga terkait di tingkat pemerintah pusat. Sedang kewenangan horisontal menyangkut kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Secara praktek, pembagian kewenangan vertikal dan horisontal tersebut tidak mudah dilaksanakan dengan lancar. Seringkali penetapan kewenangan yang tidak tepat dan tidak berkesesuaian dengan kepentingan terkait setiap pihak, akan memunculkan persoalan dalam urusan pemerintahan umumnya dan pengelolaan kawasan perbatasan khususnya. Secara konseptual, setiap wewenang (authority) terdiri atas suatu kekuasaan (power) dan hak (rights). Wewenang itu adalah suatu hak untuk memerintah atau bertindak. Wewenang adalah inti suatu organisasi yang berfungsi sebagai penggerak daripada kegiatan-kegiatan organisasi. Wewenang merupakan kekuasaan resmi untuk meminta dan menyuruh pihak lain agar bertindak serta patuh dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang tersebut. Wewenang bisa dipunyai oleh sebuah organisasi atau seseorang yang dilekati oleh peraturan perundang-undangan dengan hak yang cukup sehingga bisa memungkinkan untuk melaksanakan tugas dan kewajiban tertentu. Jadi, wewenang adalah landasan untuk berpikir, bertindak, berbuat dan melakukan suatu kegiatan. Tanpa adanya wewenang, maka BNPP tidak akan bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu, kewenangan BNPP harus mengacu pada lima prinsip yaitu : (1) Wewenang kebijakan, untuk menetapkan kebijakan yang akan ditempuh, (2) Wewenang pengambilan keputusan, untuk mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang dihadapi, (3) Wewenang pemberian perintah, untuk memberikan perintah kepada pihak lain untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing, (4) Wewenang pengawasan, untuk melakukan pengawasan guna mengetahui sejauh mana kebijakan dan perintah telah dilakukan, dan (5) Wewenang pengerahan sumberdaya dan dana, untuk mengerahkan dan mendayagunakan segenap sumberdaya dan dana yang tersedia untuk mencapai tujuan. Penegasan perumusan wewenang ini akan memudahkan secara praktek di lapangan ketika setiap instansi pemerintah (pusat dan daerah) menjalankan kegiatannya. Tanpa wewenang, tidak mungkin tanggung jawab dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Tanpa wewenang yang jelas juga, maka kewajiban tak mungkin dijalankan tuntas. BNPP mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam mengelola kawasan perbatasan, maka bidang-bidang pembangunan tertentu yang terkait dengan kawasan perbatasan secara fungsional harus berada dalam koridor wewenang BNPP. Berdasarkan tinjauan persoalan kewenangan pengelolaan saat ini (tingkat pusat dan daerah), maka BNPP secara substantif harus berorientasi pada persoalan pokok (issue of concern) yang lebih nyata yang selama ini terjadi di kawasan perbatasan sebagai dasar penetapan kewenangan yang menyangkut pengelolaan pembangunan di kawasan perbatasan. Secara garis besar, persoalan pokok

Page 7: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 7  

(issue of concern) di kawasan perbatasan meliputi (1) penegasan batas wilayah, (2) pengamanan, dan (3) pengembangan kawasan perbatasan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya terdapat persoalan kelembagaan eksisting dari sisi kewenangan yaitu : 1. Perlunya kewenangan dalam pengambilan keputusan terkait persoalan penting dan mendesak

yang terjadi di kawasan perbatasan 2. Tumpang tindih kewenangan antar instansi di tingkat pusat dan dengan instansi di tingkat daerah Oleh karena itu, kewenangan BNPP tentunya harus berlandaskan pada upaya penanganan tiga masalah pokok tersebut yang berpangkal pada persoalan kelembagaan eksisting dari sisi kewenangan. Dalam rangka mengoperasionalkan kewenangan yang dimilikinya, maka konteks kewenangan BNPP harus mencermati dua hal berikut ini, yaitu : 1. Melakukan strukturisasi persoalan pokok pembangunan kawasan perbatasan (khususnya BNPP)

sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan tugas pokok dan fungsi instansi teknis 2. Mempunyai kewenangan untuk pengambilan keputusan dalam hal untuk melakukan tindakan

(action) terhadap persoalan yang penting dan mendesak melalui instansi teknis terkait Dengan demikian rekomendasi formulasi dalam konteks kewenangan, maka BNPP harus mempunyai “orientasi” pada persoalan pembangunan yang lebih nyata di kawasan perbatasan, mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam menindaklanjuti persoalan-mendesak. KOTAK 4. Kewenangan untuk BNPP Setidaknya kewenangan BNPP mesti meliputi :

1) Penetapan kebijakan dan perencanaan pembangunan 2) Pengorganisasian dan pengkoordinasian rencana setiap instansi pusat terkait 3) Pengerahan segala sumberdaya dan dana untuk percepatan pembangunan (termasuk dana sendiri dan pihak lain) 4) Pengambilan keputusan untuk menindaklanjuti persoalan penting dan mendesak 5) Pengendalian pembangunan yang terdiri atas pengawasan dan evaluasi

Sementara itu, untuk menjalankan kewenangan secara memadai maka perlu ada penegasan kembali pembagian kewenangan setiap jenjang hirarki pemerintahan dalam pengelolaan kawasan perbatasan, selain berdasarkan bentuk kewenangan yang sudah ada menurut UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara dan Perpres No. 12/2010 tentang BNPP. Urusan-urusan yang diserahkan harus berlandaskan pada hirarki fungsional urusan tersebut, bukan pada sektornya. Misalnya, dalam perencanaan dan pengelolaan jaringan jalan di kawasan perbatasan, pembagian kewenangan mengikuti ketentuan pembinaan yang berlaku pada peraturan perundangan tentang Jalan. Penegasan serupa bisa dilakukan pada bidang-bidang lainnya dan juga ditetapkan dan dikuatkan melalui produk hukum. Dengan demikian, saat BNPP nanti beroperasi maka tidak akan lagi muncul keraguan yang bersumber dari tafsiran kewenangan yang berbeda-beda dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Kemudian, setiap jenjang pemerintahan (vertical dan horizontal) yang mempunyai kepentingan terkait perhatian-perhatian sesuatu hal yang dianggap penting, maka BNPP harus bisa berbagi peran dengan pihak-pihak yang mempunyai kewenangan terkait di kawasan perbatasan. 6. Struktur Organisasi yang Tepat Secara normatif, pembentukan struktur organisasi BNPP harus memperhatikan konteks lingkungan (internal dan eksternal), kompleksitas persoalan kawasan perbatasan dan kemampuan BNPP sendiri. Dalam Perpres No. 12/2010 tentang BNPP telah dirumuskan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BNPP. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyusunan struktur organisasi BNPP akan meliputi siapa yang harus mengerjakan apa, sesuai dengan tupoksi BNPP yang telah diputuskan dalam perpres tersebut. Dengan kata lain, tupoksi BNPP harus bisa dijabarkan melalui struktur organisasi BNPP yang tepat.

Page 8: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 8  

Sebagai gambaran, dalam Perpres No. 12/2010, tugas pokok BNPP adalah menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Sedangkan fungsi BNPP adalah

1) penyusunan dan penetapan rencana induk dan rencana aksi pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;

2) pengoordinasian penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;

3) pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan Batas Wilayah Negara; 4) inventarisasi potensi sumber daya dan rekomendasi penetapan zona pengembangan

ekonomi, pertahanan, sosial budaya, lingkungan hidup dan zona lainnya di Kawasan Perbatasan;

5) penyusunan program dan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan sarana lainnya di Kawasan Perbatasan;

6) penyusunan anggaran pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan sesuai dengan skala prioritas;

7) pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.

Penyusunan (desain) struktur organisasi BNPP pada dasarnya merupakan suatu proses yang berhubungan dengan tupoksi BNPP bakal distrukturkan, dijabarkan dan dituangkan dalam suatu bentuk struktur, yang maksudnya untuk mencapai visi dan misi serta strategi dan tujuan BNPP secara efisien dan efektif. Fokus utama dalam desain struktur organisasi BNPP adalah hirarki dari tujuan organisasi (menjabarkan hubungan antara tujuan dengan cara), pembagian kerja, pola koordinasi dan pengendalian (pengawasan dan evaluasi). Dalam penyusunan struktur organisasi BNPP, maka prinsip mendasar penyusunannya harus berlandaskan “adanya pekerjaan yang akan dikerjakan dan adanya penetapan serta pengelompokkan pekerjaan.” Saat membangun dan mengembangkan organisasi, prinsip ini dikenal dengan “pengorganisasian.” Pengorganisasian merupakan aktivitas yang teramat penting saat pembentukan BNPP karena tanpa adanya pembagian kerja yang jelas, akan sulit melakukan proses manajemen yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas pembangunan di kawasan perbatasan. Pengorganisasian merupakan tindakan mengatur dan menghubungkan aktivitas-aktivitas sehingga semua pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. BNPP sebagai sebuah organisasi harus mencerminkan adanya peran-peran, tanggung jawab, kewenangan, koordinasi dan sebagainya. Hasil dari pengorganisasian akan memunculkan adanya struktur organisasi yang disusun sesuai dengan kepentingan untuk mencapai tujuan dan sasaran serta strategi. Secara singkat, struktur organisasi harus sesuai dengan kebutuhan untuk mewujudkan visi dan misi melalui pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui strategi-strategi tertentu. Oleh karena itu, dalam rangka merancang pembentukan struktur organisasi BNPP maka proses yang dilakukan harus mengacu pada analisis masa lalu dan masa depan. Sangat penting juga untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas struktur organisasi secara terus menerus. Pada saat ada kebutuhan untuk berubah, maka struktur organisasi BNPP harus siap juga untuk berubah dalam merespons adanya perubahan strategi yang dipicu oleh dinamika lingkungan atau perubahan eksternal. Dalam menghadapi dinamika persoalan kawasan perbatasan, maka struktur organisasi BNPP harus memiliki kemampuan untuk bergerak “gesit dan lincah.” Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur organisasi BNPP, meliputi :

Page 9: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 9  

1. Tingkat diferensiasi, yang menunjukkan seberapa besar jumlah unit organisasi yang dibutuhkan serta spesialisasi apa saja yang dibutuhkan dalam organisasi BNPP. Tingkat diferensiasi terdiri atas diferensiasi horizontal dan vertical, yaitu : a. Diferensiasi horizontal berhubungan dengan jumlah unit ke samping yang dibutuhkan sesuai

dengan tujuan dan sasaran BNPP. b. Diferensiasi vertical berhubungan dengan jarak ke atas mulai dari posisi yang paling rendah

hingga ke paling tinggi (hirarki) berdasarkan kompleksitas pekerjaan. 2. Tingkat formalisasi, yang menunjukkan tentang standarisasi, prosedur kerja, serta aturan-aturan

yang ditetapkan untuk dipatuhi dalam melaksanakan pekerjaan. Tingkat formalisasi ini yaitu : a. Standarisasi, berkenaan dengan pengaturan kualitas kerja dalam setiap pekerjaan, kualifikasi

orang yang menangani pekerjaan tertentu, persyaratan minimal untuk menduduki jabatan tertentu, melaksanakan fungsi tertentu dan hasil minimum yang harus diperoleh dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.

b. Prosedur kerja, berkenaan dengan pengaturan urutan-urutan kegiatan dalam organisasi BNPP. Pengaturan didasarkan pada pertimbangan efisiensi. Untuk mempercepat tingkat efisiensi, maka dibutuhkan prosedur pendek.

c. Aturan kerja, berkenaan dengan aturan dan norma yang harus dipatuhi segenap personil, bagian dan tingkatan manajemen.

3. Tingkat penyebaran kewenangan (dispersi), yang menunjukkan bagaimana mengatur pembagian kewenangan untuk memutuskan atau mengambil keputusan tentang suatu persoalan. Dispersi kewenangan ada dua yaitu desentralisasi dan sentralisasi. a. Desentralisasi, berkenaan dengan pendelegasian otoritas yang lebih banyak oleh pengambil

keputusan tingkat atas kepada tingkat yang lebih rendah b. Sentralisasi, berkenaan dengan pemusatan otoritas pengambilan keputusan pada pusat atau

tingkat tertinggi Saat tupoksi BNPP sudah ditetapkan, maka kebutuhan perumusan struktur organisasi mutlak harus dilakukan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran. Berdasarkan kewenangan yang dipunyai BNPP, maka struktur organisasi yang harus dibentuk adalah struktur ramping yang bersifat “operasional dan koordinatif.” Hal ini untuk menghindari struktur organisasi yang terlalu “gemuk” sehingga memperlambat proses manajemen dan untuk menghindari terjadinya tarik-menarik kewenangan atau lambatnya kerjasama serta koordinasi di antara unit-unit kerja terkait dalam organisasi BNPP. Terkait dengan hal tersebut di atas, setidaknya terdapat persoalan kelembagaan eksisting dari sisi tugas pokok dan fungsi yaitu : 1. Tidak adanya perencanaan dan kebijakan program pembangunan untuk kawasan perbatasan 2. Tidak adanya koordinasi baik secara vertical (dengan daerah) maupun dengan instansi teknis

tingkat pusat secara horizontal 3. Kurangnya aspek pengawasan dan pengendalian dalam pembangunan kawasan perbatasan Oleh karena itu, struktur organisasi BNPP tentunya harus berlandaskan pada persoalan kelembagaan eksisting dari sisi tugas pokok dan fungsi. Dalam rangka mengoperasionalkan kegiatannya, maka konteks struktur organisasi BNPP harus mencermati dua hal berikut ini, yaitu : 1. Penguatan BNPP melalui penyusunan struktur organisasi yang diarahkan kepada kebutuhan

penyelesaian persoalan (needs) dan persoalan pokok (issue of concern) 2. Perlunya struktur organisasi BNPP yang lebih operasional yang menekankan pada komunikasi,

koordinasi, kerjasama dan proses pengambilan keputusan yang efisien dan efektif Selanjutnya dalam rangka untuk menyusun struktur organisasi BNPP yang lebih kongkrit bilamana visi dan misi serta strategi dan tujuan BNPP telah ditetapkan, maka langkah-langkah yang harus ditempuh meliputi :

Page 10: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 10  

1. Mengorganisasi, yaitu mengatur dan mengkaitkan kegiatan satu sama lain sehingga dapat dijalankan secara efektif

2. Mendefinisikan pekerjaan, yaitu mengidentifikasi pekerjaan atau kegiatan yang harus dilakukan sehingga hasilnya dapat dicapai

3. Mengelompokkan pekerjaan, yaitu menyusun dan mengelompokkan pekerjaan ke dalam suatu struktur organisasi agar dapat mencapai misi

4. Menugaskan pekerjaan, yaitu mengalokasikan pekerjaan yang harus dilakukan sehingga dapat mencapai sasaran

5. Mengintegrasikan pekerjaan, yaitu mengelola pekerjaan di dalam dan di luar organisasi sehingga semua pihak dapat bekerja efektif dalam meraih misi

6. Mendelegasi, yaitu mempercayakan tanggung jawab dan otoritas kepada pihak lain dan menyusun akuntabilitas serta hasilnya

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka usulan struktur organisasi untuk BNPP yaitu :

Struktur organisasi BNPP yang diusulkan pada dasarnya dirancang untuk menghadapi dinamika perubahan dan perkembangan yang demikian pesat terjadi di kawasan perbatasan. Dengan demikian, struktur organisasi dirancang dengan struktur yang tidak birokratis dan bertingkat. Struktur organisasinya berbentuk ramping tapi kaya fungsi dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas organisasi dalam mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan serta optimal dalam melakukan pelayanan publik bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Sedangkan usulan struktur organisasi untuk masing-masing deputi dalam BNPP, disajikan pada di bawah ini berdasarkan struktur organisasi BNPP seperti yang diusulkan dalam Gambar 1.

Page 11: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 11  

Page 12: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 12  

7. Koordinasi yang Selaras Secara internal organisasi, BNPP dalam menjalankan tupoksi-nya harus mengadakan kerjasama dan koordinasi antar satuan unit kerja di dalam tubuh BNPP sendiri. Sedangkan secara eksternal, BNPP harus mampu juga menjalin kerjasama dan koordinasi dengan instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Yang dimaksud dengan kerjasama adalah suatu aktivitas bantu membantu atau suatu aktivitas yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, berarti BNPP baik secara internal dan eksternal harus saling bahu membahu dan bantu membantu kegiatan bersama-sama untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan perbatasan. Selanjutnya yang dimaksud dengan koordinasi adalah upaya pengaturan berbagai kegiatan beberapa pihak agar tercipta keteraturan dan keterarahan untuk menimbulkan keselarasan dan kesatuan aktivitas dalam usaha mencapai tujuan. Singkatnya, koordinasi adalah upaya sinkronisasi kegiatan yang berdasar pada sumberdaya, waktu dan tahapan pelaksanaan kegiatan. Berbagai masalah yang muncul di kawasan perbatasan tidak mungkin ditangani oleh satu pihak saja. Masalah-masalah yang muncul harus diatasi dengan adanya koordinasi dan juga kerjasama antar berbagai pihak terkait. Koordinasi akan selalu dibutuhkan karena dalam mencapai suatu tujuan pasti terdapat hal-hal yang saling berkaitan. Dengan koordinasi, maka diupayakan agar pembangunan kawasan perbatasan yang dilaksanakan oleh berbagai sektor dan oleh berbagai instansi pemerintah (pusat dan daerah), bisa berjalan selaras dan saling menghasilkan sinergi. Dalam perkembangan, situasi dan kondisi kawasan perbatasan yang makin kompleks, maka kebutuhan adanya koordinasi yang selaras merupakan suatu hal yang pasti untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dalam rangka perwujudan pelayanan publik terhadap masyarakat. Tanpa adanya koordinasi, unit-unit kerja dalam BNPP ataupun organisasi lain yang kerjanya terkait dengan kawasan perbatasan, akan bekerja menuju arah yang berlainan dengan ritme kerja yang berbeda-beda.

Page 13: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 13  

Koordinasi internal yang dilakukan oleh BNPP secara prinsip meliputi :

1) Koordinasi vertical, yaitu upaya pengarahan tindakan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan-kegiatan unit-unit kerja yang berada dalam wewenang dan tanggung jawabnya.

2) Koordinasi horizontal, yaitu upaya pengarahan tindakan untuk mewujudkan keserasian kegiatan antar unit-unit kerja di dalam suatu satuan kerja tertentu yang mempunyai tugas yang sama.

Selain itu, BNPP sangat penting mengadakan koordinasi eksternal terkait dengan badan, lembaga atau instansi pemerintah lainnya (pusat dan daerah) yang fungsinya satu sama lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara internal dan eksternal. Contohnya, masalah program transmingrasi di kawasan perbatasan. Secara fungsional, program ini merupakan tanggung jawab Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam melaksanakan kegiatan ini, perlu ada pembukaan hutan untuk penyediaan lahan transmigran (lahan bertani dan lahan pemukiman). Sedangkan pembukaan lahan hutan merupakan tugas dan tanggung jawab Kementrian Kehutanan, sedang penyediaan kawasan pemukiman beserta infrastruktur adalah tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum. Kemudian rencana pengembangan wilayah di kawasan perbatasan merupakan tanggung jawab dari BNPP, misalnya. Oleh karena itu, pelaksanaan transmigrasi akan berjalan dengan baik bilamana ada koordinasi antara empat instansi tersebut. Jadi, singkatnya koordinasi berfungsi untuk mengarahkan semua aktivitas dari setiap unit kerja ke satu arah yaitu tujuan BNPP. Tidak adanya koordinasi mengakibatkan unit-unit satuan kerja akan membentuk pola hubungan kerja yang tidak selaras. Koordinasi bisa dilakukan pada berbagai tahapan kerja, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi. Secara umum, koordinasi mengandung prinsip berupa mengarahkan (directive) dan memudahkan (facilitated). Terkait dengan hal tersebut di atas, setidaknya terdapat persoalan kelembagaan eksisting dari sisi koordinasi yaitu 1. Koordinasi dengan dan antar instansi teknis (pusat dan daerah) masih belum terbentuk dan

sangat terbatas dalam penanganan kawasan perbatasan 2. Koordinasi antar instansi teknis (pusat) dengan komisi perbatasan sangat kurang 3. Koordinasi internal organisasi BNPP perlu dirumuskan segera dalam bentuk tata kerja Oleh karena itu, koordinasi BNPP tentunya harus berlandaskan pada persoalan kelembagaan eksisting dari sisi koordinasi. Dalam rangka mengoperasionalkan kerja BNPP, maka konteks koordinasi BNPP harus mencermati dua hal berikut ini, yaitu : 1. Penguatan BNPP melalui penyusunan mekanisme koordinasi (baik secara internal dan eksternal)

yang diarahkan pada pencapaian visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran organisasi 2. Penerapan koordinasi dalam berbagai kegiatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan hingga pengawasan dan pengendalian Dengan demikian rekomendasi formulasi dalam konteks koordinasi, maka BNPP harus mempunyai penekanan pada mekanisme koordinasi secara internal dan eksternal untuk pencapaian tujuan organisasi. Mekanisme koordinasi secara internal menyangkut tata kerja di antara unit-unit kerja yang ada. Sedangkan mekanisme koordinasi secara eksternal juga menyangkut tata kerja dengan instansi pemerintahan lainnya, baik di tingkat pusat maupun daerah. Penerapan mekanisme koordinasi ini harus diterapkan dalam berbagai kegiatan tahapan pembangunan (mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan dan pengendalian).

Page 14: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 14  

KOTAK 5. Koordinasi untuk BNPP A. Secara internal, mekanisme koordinasi yang dilakukan di dalam tubuh organisasi BNPP :

1. BNPP harus melakukan koordinasi di antara unit-unit kerjanya secara simultan dalam rangka penyusunan Rencana Kerja (Renja) tahunan BNPP

2. Melakukan pertemuan koordinasi, pada berbagai level : o Level Kepala Badan dengan Dewan Pengarah – minimal 1 kali dalam 6 bulan o Level Kepala Badan dengan para Deputi – sesuai kebutuhan o Level strategis antar Deputi – minimal 1 kali dalam 3 bulan o Level teknis meliputi Deputi dan Bidang-Bidang – minimal 1 kali dalam 1 bulan

B. Secara eksternal, BNPP dalam melaksanakan koordinasi penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan,

pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan antara BNPP dengan instansi pemerintah di tingkat pusat, melalui : 1. Musyawarah perencanaan pembangunan tingkat pusat 2. Rapat koordinasi untuk penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan serta pengendalian pembangunan

yang dilakukan paling sedikit 4 kali dalam 1 tahun 3. Bentuk koordinasi lainnya bisa dilakukan melalui :

o Pertemuan-pertemuan (seminar, lokakarya, pelatihan) – minimal 1 kali dalam 6 bulan o Surat menyurat, internet, telepon dan media cetak – sesuai kebutuhan

C. Secara eksternal, BNPP dalam melaksanakan koordinasi penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan,

pengelolaan serta pemanfaatan Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan antara BNPP dengan instansi pemerintah di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), melalui : 1. Musyawarah perencanaan pembangunan tingkat pusat 2. Rapat koordinasi untuk penetapan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan serta pengendalian pembangunan

yang dilakukan sesuai kebutuhan 3. Rapat kerja untuk pemberian fasilitasi dan konsultasi penyelenggaraan pembangunan di kawasan perbatasan

yang dilakukan sesuai kebutuhan 4. Bentuk koordinasi lainnya bisa dilakukan melalui :

o Pertemuan-pertemuan (seminar, lokakarya, pelatihan) – minimal 1 kali dalam 6 bulan o Surat menyurat, internet, telepon dan media cetak – sesuai kebutuhan

Catatan Penting tentang Penerapan Koordinasi :

1. BNPP harus menerapkan koordinasi dalam berbagai tahapan manajemen pembangunan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengendalian

2. Penerapan koordinasi dalam perencanaan dengan K/L di tingkat pusat: o Proses perencanaan pembangunan – koordinasi dalam alur proses penyusunan rencana pembangunan yang

meliputi RPJM dan RKP o Produk perencanaan – koordinasi untuk sinkronisasi dan harmonisasi Rencana Induk dan Rencana Aksi

pembangunan kawasan perbatasan sesuai dengan RTRW 3. Penerapan koordinasi dalam pengorganisasian dan pelaksanaan dengan K/L di tingkat pusat dan tingkat daerah

o Koordinasi dengan instansi teknis terkait untuk menjalankan berbagai kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

4. Penerapan koordinasi dalam pengendalian dengan K/L di tingkat pusat dan tingkat daerah o Koordinasi dengan instansi teknis terkait untuk mengikuti dan mengamati perkembangan pelaksanaan

pembangunan agar sesuai dengan rencana Hal-hal yang perlu dikoordinasikan oleh BNPP adalah:

1) Penyelengaraan urusan kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan

2) Perumusan berbagai kebijakan penyelengaraan pengelolaan dan pemanfaatan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan

3) Penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) di kawasan perbatasan serta Rencana Induk dan Rencana Aksi untuk pembangunan di kawasan perbatasan

4) Penangangan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pengelolaan dan pemanfaatan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan

5) Pelaksanaan kegiatan pengendalian pembangunan dalam penyelenggaraan pengelolaan dan pemanfaatan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan

Page 15: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 15  

Berikut ini disajikan ilustrasi mekanisme koordinasi internal BNPP yaitu :

Sedangkan mekanisme koordinasi eksternal BNPP dengan Kementerian dan Lembaga di tingkat pusat serta dengan Daerah, misalnya dalam melakukan penyusunan rencana pembangunan. BNPP harus melakukan koordinasi dalam penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi yang berpedoman pada Rencana Tata Ruang (RTR). Gambar dibawah ini memberikan ilustrasinya.

Page 16: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 16  

Selain itu, BNPP harus berkoordinasi dengan pihak lain dalam merumuskan Rencana Induk dan Rencana Aksi pembangunan kawasan perbatasan, yang terintegrasi dengan rencana-rencana lainnya. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasinya.

Sedangkan koordinasi antara BNPP dengan Kementerian dan Lembaga di tingkat pemerintah pusat, salah satunya adalah dalam proses penyusunan rencana pembangunan tahunan yaitu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Pusat. Koodinasinya bisa dilihat dalam ilustrasi pada gambar di bawah ini.

Page 17: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 17  

Sementara itu koordinasi antara BNPP dengan daerah (BDPP), contohnya dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang disajikan dalam gambar di bawah ini.

8. Pengendalian yang Seksama Pengendalian merupakan salah satu pilar aktivitas yang harus dilakukan oleh BNPP. Pengendalian pembangunan terdiri dari dua kegiatan utama yaitu pengawasan dan pemantauan. Dua kegiatan tersebut merupakan kegiatan pengendalian untuk mengikuti dan mengamati perkembangan pelaksanaan pembangunan agar bisa sesuai dengan rencana. Pengawasan mempunyai fungsi untuk pembenahan atas suatu kegiatan yang salah atau melenceng dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan pembangunan di kawasan perbatasan harus senantiasa setiap saat dilakukan oleh BNPP sesuai batasan kewenangannya. Perkembangan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh instansi teknis (baik pusat dan daerah) harus selalu diikuti. Pengawasan juga mengandung upaya mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Kegiatan pengawasan harus berlandaskan pada unsur teknis (kualitas suatu kegiatan) dan unsur administratif (sesuai prosedur aturan yang berlaku). Pengawasan bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan suatu kegiatan termasuk dalam hal ini mencegah penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pengawasan harus dilakukan oleh BNPP tidak saja dalam tahap pelaksanaan kegiatan dan program, melainkan harus dimulai pada tahap perencanaan. Namun tentunya, dalam hal ini BNPP lebih mengawasi aspek kelayakan teknis suatu program dan kegiatan yang berhubungan dengan adanya kebutuhan dari masyarakat akan program dan kegiatan tersebut. Kegiatan pengawasan sangat berkaitan erat dengan perencanaan dan pelaksanaan. Suatu perencanaan, tidak akan berarti jika tidak dapat dilaksanakan. Demikian juga halnya pelaksanaan

Page 18: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 18  

dari suatu kegiatan memerlukan adanya perencanaan. Sedangkan pengawasan sangat diperlukan baik bagi perencanaan dan pelaksanaan. Tanpa adanya pengawasan, maka apa yang direncanakan dan dilaksanakan bisa tidak tepat dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Salah satu unsur pengendalian lainnya adalah kegiatan pemantauan. Pelaksanaan pembangunan di kawasan perbatasan harus dipantau terus menerus oleh BNPP dan dievaluasi perkembangannya. Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, diukur dengan sasaran yang telah dicanangkan sebelumnya. Kegiatan pemantauan sangat penting agar pelaksanaan pembangunan yang bergeser dari rencana dapat diketahui dengan segera dan kemudian ditindaklanjuti dengan langkah-langkah pemecahan. Umumnya, pergeseran itu berupa (1) sasaran yang tidak tercapai, (2) sasaran terlampaui, dan (3) ada peralihan sasaran. Proses pengendalian terhadap aktivitas-aktivtas pembangunan di kawasan perbatasan bisa dilihat pada mekanisme pengendalian yang disajikan dalam Gambar di bawah ini.

Terkait dengan hal tersebut di atas, persoalan kelembagaan eksisting dari sisi pengendalian yaitu : 1. Pengendalian terhadap kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan belum dilakukan secara

khusus dan terpadu 2. Pengendalian pembangunan dilakukan di kawasan perbatasan masih dilakukan secara sektoral

berdasarkan kegiatan instansi pusat dan daerah Oleh karena itu, kegiatan pengendalian BNPP tentunya harus berlandaskan pada persoalan kelembagaan eksisting dari sisi pengendalian pembangunan. Dalam rangka mengoperasionalkan kerja BNPP, maka konteks pengendalian BNPP harus mencermati dua hal berikut ini, yaitu : 1. Penyusunan mekanisme pengendalian (baik secara internal dan eksternal) terhadap kegiatan

pembangunan di kawasan perbatasan

Page 19: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 19  

2. Penerapan pengendalian dalam berbagai kegiatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian hingga pelaksanaan

KOTAK 6. Pengendalian untuk BNPP A. Secara eksternal, BNPP dalam melaksanakan pengendalian pembangunan (pengawasan, pemantauan dan evaluasi)

dengan instansi pemerintah di tingkat pusat, melalui : 1. Pengendalian pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh K/L 2. Pengendalian peraturan perundangan tentang pembangunan kawasan perbatasan yang diterbitkan K/L

B. Secara eksternal, BNPP dalam melaksanakan pengendalian pembangunan (pengawasan, pemantauan dan evaluasi)

dengan instansi pemerintah di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), melalui : 1. Pengendalian pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh BDPP provinsi dan kabupaten/kota 2. Pengendalian peraturan daerah tentang pembangunan kawasan perbatasan 3. Pengendalian atas kinerja BDPP provinsi dan kabupaten/kota

Catatan Penting tentang Proses Pengendalian :

1. Proses pengawasan, menyangkut proses pelaporan perubahan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang terjadi dalam upaya pemanfaatan kawasan perbatasan yang tidak sesuai dengan rencana yang ada (rencana induk dan rencana aksi). Perubahan yang dilaporkan bisa berupa perubahan fungsi pemanfaatan ruang atau peruntukkan infrastruktur di dalam kawasan perbatasan dan sebagainya.

2. Proses Pemantauan, menyangkut tahapan berupa proses identifikasi pelanggaran, penyelidikan lapangan, pembahasan dan perumusan atas hasil-hasil temuan yang terjadi di dalam kawasan perbatasan yang tidak sesuai dengan rencana induk dan aksi.

3. Proses Evaluasi, menyangkut proses tindak lanjut dari hasil proses pengawasan dan pemantauan. Dalam proses evaluasi dilakukan proses penilaian pada prosedur pelaksanaan kegiatan pembangunan dan juga pada substansi dokumen rencana program dan kegiatan pembangunan.

Dengan demikian rekomendasi formulasi dalam konteks pengendalian, maka BNPP harus mempunyai pengendalian pada kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan, baik kegiatan yang dilakukan secara internal dan eksternal. Pengendalian yang dilakukan harus berlandaskan prinsip untuk menjamin bahwa kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya seperti yang disajikan pada gambar dibawah ini.

Page 20: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 20  

Pengendalian pembangunan yang dilakukan oleh BNPP setidaknya mesti meliputi tiga hal berikut ini yaitu, (1) Pengendalian preventif, yaitu pengendalian di awal yang berkaitan dengan perencanaan program dan kegiatan, (2) Pengendalian operasional, yaitu pengendalian yang berhubungan dengan pengawasan dan pemantauan atas pelaksanaan program yang telah ditetapkan, dan (3) Pengendalian kinerja, yaitu pengendalian yang berkait dengan evaluasi kinerja berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan Terkait hal tersebut di atas, maka hubungan pengendalian pembangunan yang dilakukan BNPP dan BDPP terkait dengan aktivitas pembangunan kawasan perbatasan di daerah harus saling berkoordinasi dan bekerjasama. Gambar dibawah ini memperlihatkan hubungan tersebut.

Pengendalian pembangunan yang dilakukan BNPP harus berlandaskan pada urusan kewenangan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Secara khusus, BNPP akan melakukan pengendalian terhadap upaya-upaya pembangunan kawasan perbatasan yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga di tingkat pemerintah pusat. Sedangkan secara umum, BNPP akan berkoordinasi dengan BDPP tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota untuk melakukan pengendalian pembangunan kawasan perbatasan yang dilakukan oleh instansi teknis daerah.

Page 21: Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010

Formulasi Kelembagaan untuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Firkan Maulana (Maret 2010)

 21  

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundangan

Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah & Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi (pengganti Perda No 3 Tahun 2001)

Perda Nomor 10 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Kalimanta Barat

Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 65 Tahun 2008 tentang Tupoksi BPKPK Provinsi Kalimantan Barat

Surat Edaran Gubernur Provinsi Papua No.190/2250/SET, tanggal 9 Agustus 2007 tentang Penatalayanan Kawasan PPLB Skouw

Surat Edaran Gubernur Provinsi Papua No.190/1145/SET, tanggal 25 Mei 2005 tentang Koordinasi Pembinaan dan Supervisi Pengembangan Kawasan Perbatasan Antar Negara

Dokumen

Rencana Kerja (Renja) Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua Tahun 2010

Rencana Strategis (Renstra) Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua Tahun 2010

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua 2006 – 2011

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua 2005 - 2025

Rencana Kerja (Renja) Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat 2008 – 2013

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Barat 2008 - 2028

Program Aksi Pengelolaan Perbatasan Antar Negara Kalimantan Barat - Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007

Rencana Aksi Pembangunan di Kawasan Perbatasan - Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Penelitian dan Buku

Ikhwanuddin, Mawardi 2005. Kajian Penyusunan Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perbatasan, (Staf Ahli Bidang Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Percepatan Pembangunan KTI dan Kawasan Tertinggal), Jakarta

Mahsun, Mohamad, 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta, BPFE UGM

Muis, Saludin, 2007. Pemikiran Teori Organisasi & Manajemen, Yogyakarta, Graha Ilmu

Soetrisno, Lukman, 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta, Kanisius

Thoha, Miftah, 2008. Ilmu Administrai Publik Kontemporer, Jakarta, Kenca Prenada Media

Wursanto, 2005.Dasar-Dasar Ilmu Organisasi,, Yogyakarta, Penerbit Andi

Wahyudi Kumorotomo dan Agus Pramusinto (eds), 2005. Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional, Yogyakarta, Gava Media & MAP UGM