pengertian simplisia

86
Pengertian Simplisia SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan BAHAN ALAMIAH : 1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN. 2. BAHAN HEWANI, FAUNA. 3. BAHAN MINERAL. 1. BAHAN NABATI Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat EKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanaman. 2. BAHAN HEWANI Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. BAHAN MINERAL Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. SUMBER SIMPLSIA 1. TUMBUHAN LIAR - Kerugian: a. umur dan bagian tanaman b. jenis (species) c. lingkungan tempat tumbuh - Keuntungan : ekonomis 2. TANAMAN BUDIDAYA (tumpangsari, TOGA, perkebunan) - Keuntungan : a. bibit unggul b. pengolahan pascapanen c. tempat tumbuh - Kerugian : a. tanaman manja b. residu pestisida SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI

Upload: faiz-amri

Post on 22-Oct-2015

941 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Pengertian Simplisia

SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkanBAHAN ALAMIAH :  1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN. 2. BAHAN HEWANI, FAUNA. 3. BAHAN MINERAL.

1. BAHAN NABATIBerupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudatEKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanaman.

2. BAHAN HEWANIBerupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. BAHAN MINERALBerupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

SUMBER SIMPLSIA1. TUMBUHAN LIAR   - Kerugian: a. umur dan bagian tanaman               b. jenis (species)               c. lingkungan tempat tumbuh   - Keuntungan : ekonomis

2. TANAMAN BUDIDAYA (tumpangsari, TOGA, perkebunan) - Keuntungan : a. bibit unggul       b. pengolahan pascapanen       c. tempat tumbuh        - Kerugian : a. tanaman manja                      b. residu pestisida  

SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI1. Harus bebas serangga, fragmen hewan, kotoran hewan2. Tidak boleh menyimpang dari bau, warna3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menun jukkan tanda-tanda pengotoran lain4. Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%

PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARISASI MUTU SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK ( Curcuma xanthorriza Rhizoma ) dengan PENGERINGAN SINAR MATAHARI NAUNGAN KAIN HITAM dan PENYIMPANAN TERBUKAFiled under: Laporan Praktikum Tempoe Kuliah dulu, Uncategorized — Leave a comment

December 8, 2011

TUJUAN

1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan

penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia temulawak.

DASAR TEORI

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:

1. Bahan baku simplisia2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati  merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat.

Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:

1. Pengeringan2. Fermentasi3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)

Adapun tahapan – tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:

1. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:

Bagian tanaman yang digunakan

Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

Waktu panen

Lingkungan tempat tumbuh

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang

3.   Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang    melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali

4. Perajangan

Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang

Klasifikasi tanaman

Curcuma xanthorriza Roxb.

Sinonim                        : Curcuma zerumbet majus Rumph.

Klasifikasi

Divisi                : Spermatophyta

Sub divisi         : Angiospermae

Kelas                  : Monocotyledonae

Bangsa               : Zingiberales

Suku                   : Zingiberaceae

Marga                : Curcuma

Jenis                  : Curcuma xanthorriza Roxb.

Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996)

Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)

Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)

Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga.

Deskripsi Simplisia.

Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6% v/b .

Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.

Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat;

bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang

Parameter standar simplisia

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.

Penetapan kadar air

Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.

Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.

Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan

Penetapan kadar Minyak atsiri

 Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).

Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri (7-30%) yang terdiri dari xanthorrhizol, α-antlatone, borneol, iso-borneol, bisacumol, bisacurol, bisacurone, bisacurone epoxide, camphene, camphor, d-camphore, cineol, 1,8-cineol, curzurene, curzerenone,α-curcume, ar-curcumene, curlone, cymene, α-elemene, δ-elemene, turmerone, ar-turmerone, α-turmerone, β-turmerone, isofurano-germacrene, phellandrene, cycloisoprene, isoprenemyrcene, myrcene, p-toluyl-methyl-carbinol, (R)-(–)xanthorrizhol, α-pinen, linalool,α-terpineol, limonene, β-farnesene, germacrone, β-sesquiphellandrne, bisacurone A,B, 1-cyclo-isaoprenemyrcene, sinamaldehid ( anonim, 1979; Wagner dkk, 1984)

Kadar Zat Aktif

KLT Densitometri

Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)

KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)

Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)

I.       Alat dan Bahan

Pembuatan Simplisia

Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat

Alat    : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam,  Alat penumbuk

Susut Pengeringan

Bahan  : Serbuk temulawak 10 gram

Alat      : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas (tara)

Penetapan kadar Minyak Atsiri

Bahan   : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest..

Alat  ; Destilasi stahl, flakon

Penetapan Kadar air

Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml

Alat     : Destilasi toluen

Penetapan kadar zat aktif

Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),

Alat  : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber, densitometer

II.   Cara Kerja

Sistematika Kerja

Hari ke Tanggal Jenis kegiatan

0 28 September 2006 Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan

4 2 Oktober 2006 Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan

49 16 November 2006 Penggerusan simplisai temualwak

56 23 November 2006 Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi serbuk

70 7 desember 2006 Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan, penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)

Pembuatan Simplisia

Penimbangan Curcuma xanthorriza rhizome

Sortasi basah

Pencucian Simplisia

Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm

Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam

Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata

Sortasi Kering

Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka

Penulisan Etiket

Simplisia diserbuk dan dihancurkan

Uji kualitas simplisia

Susut Pengeringan

Panaskan cawan petri kosong

Masukkan dalam desikator

Ditimbang sebagai bobot awal

Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan

Petri + simplisia ditmbang lagi

*Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam

Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas

Cawan petri + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator

Cawan petri + simplisia ditimbang lagi

Ulangi langkah dari * dua kali tapi dengan waktu 30 menit

Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Ditimbang 50 mg serbuk kasar temulawak

Dimasukkan ke dalam labu

Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam

Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam

Dihitung volume dan kadar minyak atsiri

Penetapan Kadar air

Serbuk temulawak 10,06 gr dimasukkan dalam labu

Ditambah 200 toluen murni yang talah dijenuhkan

Tunggu sampai mendidih

Hitung sakal air yang terkumpul

Penetapan Kadar Zat aktif

Ditimbang 1 gram serbuk temulawak

Maserasi dalam 5 ml etanol

Dgojog selama 30 menit

Masukkan dalm flakon

Ditambah etanol ad 5 ml

Larutan/maserat diuapkan sampai 1 ml

Ditotolkan di KLT  3 μl

Orientasi Kuva Baku Kurkumin

Randemen ekstrak menurut MMI = 3,5 %

Kadar Kurkumin ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi = 1,55%

Jadi dalam 1 gram temulawak terdapat

3,5% x 1000mg = 35 mg sari ekatrak

Dalam 1 gram temulawak terdapat

1,55% x 35 mg =  0,54 mg kurkumin

ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54 μg/μl

Jadi dengan pengambilan 1μl kadar kurkumin = 0,54 μg/μl

Stok kadar kurkumin standar adalah  1 μg/μl

Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl

Volume penotolan adalah 0,5 μl – 1 μl – 2μl – 4 μl

Volume penotolan sampel adalah 3 μl

III. HASIL PERCOBAAN

Pembuatan Simplisia

1. Sortasi basah

Berat awal : 2 kg

Jenis pencemar : tanah, debu, akar

2.  Pencucian

Berat awal : 2kg

Berat setelah dicuci : 2,1 kg

Masalah yang dihadapi : -

3. Perajangan

Jenis alat : mekanik

Tebal  : 3mm-4mm

4. Pengeringan

Jenis : Sinar matahari di tutup kain hitam

Lama pengeringan : 4 hari

5. Pengepakan

Tidak dikemas, ditempatkan di nampan

6.  Penyimpanan

Jenis : Penyimpanan terbuka

7.  Randemen simplisia

Bobot basah bahan : 2,1 kg

Bobot kering simplisia : 0,45 kg

Perhitungan randemen ; 0,45/2,1 x 100% = 21,428%

8. Susut Pengeringan

Susut Pengeringan I

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 85,32 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak0 95,34g60 94,23g90 94,20g120 94,17g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (94,23 – 85,32)  gram x 100% = 10,9 %

10

Susut pengeringan selama  90 menit

10- (94,20 – 85,32)  gram x 100% = 11,2 %

10

Susut pengeringan selama  120 menit

10- (94,17 – 85,32)  gram x 100% = 11,5 %

10

Susut Pengeringan II

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 84,66 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak0 94, 59g60 93,35g30 93,35g30 93,34g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 90 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,2 %

10

Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 %

2

Rata-rata susut pengeringan selama 90 menit = 11,5 + 13,1 = 12,5%

2

Rata-rata susut pengeringan selama 120 menit = 11,5 + 13,2 = 12,35 %

2

9. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Berat serbuk kasar  = 50 mg

Volume minyak atsiri = 0,5 ml

Kadar minyak atsiri = 0,5ml/ 50 mg = 1 % b/v

Warna minyak atsiri = bening agak kuning muda

Bau minyak atsiri = khas, getir

Penetapan Kadar air

Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air yang tertinggal di toluen

Berat serbuk : 10,06 gram

Volume toluene : 200ml

Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm toluena

=  1,0 ml –0,4 ml

= 0,6 ml

Kadar air  =  0,6 ml/ 10,0 gr x 100 %  = 6 % v/b

Penetapan Kadar Zat aktif

Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri

Fase diam  : Silika gel 60 F 254

Fase gerak  : Kloroform : Metanol : asam formiat

Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl

Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl

Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl

Hasil KLT

no Rf Sinar tampak UV 254 UV 366

1 2,3 / 8 = 0,28 Kuning

2 3,4 / 8 = 0,42 Kuning

3 5,3 / 8 = 0,66 Kuning

Data Kurva Baku

Konsentrasi kurkumin ( μg/μl) Luas area

0,5 1, 10014 x 104

1 2,07481 x 10 4

2 5, 46830 x 104

4 6, 71978 x 10 4

Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930

Y = bx + a  <=> y = 1,6187x + 0,8055

Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104

Jadi konsentrasi kurkumin

Y = 1,6187x + 0,8055

40,69958 = 1,6187x + 0,8055

x = 24, 645  μg/μl

Volume pengambilan 3μl = >  24,645 μg/μl

Jadi dalam 1μl  konsentrasi kurkumin = >  24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl

3

= 8,125 mg/ ml

= 0,8125 g/100ml

= 0,8125 % b/v

IV. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang Temulawak  (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini  meliputi uji kadar minyak atsiri, susut pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air.  Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi simplisia untuk bahan obat.

Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan

Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak. Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg.

Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Dari hasil penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga  kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada  rimpang dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan, kandungan kurkumin dalam rimpang dapat  terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil metan.

Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan

Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.

Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri.

Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)

Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat. Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang

luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, dimakan hewan atau mungkin mudah dicuri.

Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah-milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang  memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45 kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah  menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%

Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan.  Simplisia yang telah kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah nampan dan disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara 15o-30oC. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat basah, tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.

Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kadar zat aktif. Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 hari.

1. Susut pengeringan

Pada uji susut pengeringan, dilakukan  pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya, simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% – 0,2%.

Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC. Jadi pada suhu 105oC, kristal kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses  pengeringan. Senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air

2. Penetapan Kadar Air

Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen. Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air tersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.

Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka kemungkinan dapat  menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.

Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat  kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil  kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari), berjalan optimal

III. Penetapan kadar minyak atsiri

Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih dahulu. Proses perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh, proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil, difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang, karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri akan berkurang.

Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan destilasi  stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia tersebut tidak rusak oleh pendidihan,  simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh air mendidih (Samhoedi, 1976)

Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri.  Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.

2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi panas.

3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri.

4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi oleh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama ( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan.

Pengeringan sinar matahari  yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. Sinar UV dapat merusak minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya randemen minyak atsiri.

Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

4. Penetapan kadar zat aktif

Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.

Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bahan awal akan semakin tebal lapisan batas, akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)

Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain.

Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan rentang kadar tertentu.

Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan  kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar

kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.

Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.

Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104.  Jadi kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/ ml.  Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang  temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya:

1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37% (Murniwaty, 2003)

2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis

3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.

4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

I.      Kesimpulan

1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan

2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml8. PEMBUATAN SIMPLISIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A .     Latar belakang

          Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang

mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan

obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat

tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang

dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut

dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

          Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal

sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan

bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman

obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu

Impatien balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan

fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap

tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur

mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan

dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail. Hanya

beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.

          Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih

dikembangkan, karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data

mengenai bentuk makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.

          Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia

yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia

berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam ,

simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.

          Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat

tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang

dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang

dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

B.      TUJUAN PRAKTIKUM

          a.    Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.

          b.    Mengetahui mutu simplisia daun pacar air yang baik.

          c.    Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.

 

C.      PERUMUSAN MASALAH

1.       Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?

2.       Bagaimanakah mutu yang baik dari suatu simplisia ?

3.       Bagaimanakah cara melihat struktur organoleptis makroskopik serta mikroskopik

simpisia ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

II.1    DASAR TEORI

          SIMPLISIA

          Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang

dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau

mineral.

1 .      Jenis Simplisia

a.       Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau

eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,

atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b.      Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau

zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c.       Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa

zat kimia murni.

          Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka

simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal

tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus

memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.

A .     PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.

1.      BAHAN BAKU

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat

dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah

tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman

yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman

pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya

adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman

simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-

kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat

Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam

tumbuhan obat.

 

 

2.      DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a.   Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,

tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama

akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan

dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan

senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang

memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh

tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b.   Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak

berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c.    Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,

penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang

pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai

dengan persyaratan.

d.   Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang

digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam

berat dan lain-lain.

 

3.      TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A.    Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung

pada :

1.   Bagian tanaman yang digunakan.

2.   Umur tanaman yang digunakan.

3.   Waktu panen.

4.   Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam 

bagian  tanaman  yang akan dipanen. Waktu  panen  yang  tepat  pada saat  bagian 

tanaman  tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah  yang terbesar.

Senyawa  aktif terbentuk  secara maksimal di dalam bagian  tanaman  atau  tanaman 

pada umur tertentu. Sebagai contoh pada  tanaman  Atropa belladonna,  alkaloid 

hiosiamina  mula-mula  terbentuk  dalam  akar. Dalam  tahun  pertama,  pemben-

tukan  hiosiamina berpindah pada  batang yang  masih  hijau. Pada  tahun  kedua

batang  mulai  berlignin  dan kadar  hiosiamina mulai menurun  sedang pada daun

kadar hiosiamina makin  meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I 

dalam  pucuk  tanaman pada saat tanai  an berbunga dan kadar alkaloid  menurun  pada

saat  tanaman  berbualz  dan  niakin turun  ketika buah makin  tua. Contoh  lain, 

tanaman Menthapiperita  muda  mengandung  mentol  banyak  dalanl daunnya. Kadar 

rninyak  atsiri  dan mentol  tertinggi pada daun tanaman ini  dicapai  pada  saat 

tanaman  tepat  akan  berbunga.  Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan

terkumpul dalam kayu tanaman  yang  telah  tua. Penentuan  bagian  tanaman  yang

dikumpulkan dan  waktu  pengumpulan  secara  tepat  memerlukan  penelitian.  Di 

samping waktu  panen  yang dikaitkan  dengan  umur,  perlu diperhatikan  pula  saat

panen dalam sehari. Contoh, simplisia  yang mengandung minyak atsiri  lebih  baik

dipanen  pada  pagi  hari. Dengan  demikian  untuk  menentukan  waktu  panen  dalam 

sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi  dan  fisik  senyawa  aktif  dalam 

simplisia  terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman  panen  sebagai  berikut  :

1.      Tanaman  yang  pada  saat  panen  diambil  bijinya  yang telah tua  seperti 

kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan  biji ditandai  dengan  telah

mengeringnya  buah.  Sering pula  pemetikan  dilakukan sebelum kering benar, 

yaitu  sebelum buah pecah  secara  alami dan  biji  terlempar jauh,  misal jarak 

(Ricinus cornrnunis).

2.      Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  buahnya, waktu pengambilan  sering

dihubungkan  dengan tingkat  kemasakan, yang ditandai dengan  terjadinya

perubahan  pada  buah seperti perubahan  tingkat  kekerasan misal labu merah

(Cucurbita  n~oscllata).  Perubahan warna, misalnya  asam  (Tarnarindus indica),

kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa  belimbi),  jeruk  nipis  (Citrui

aurantifolia)  perubahan  bentuk  buah,  misalnya  mentimun  (Cucurnis sativus),

pare (Mornordica charantia).

3.   Tanaman  yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan 

dilakukan pada  saat  tanaman  mengalami  perubahan  pertumbuhan  dari vegetatif 

ke  generatif. Pada saat itu penumpukan  senyawa  aktif  dalam kondisi  tinggi,  se-

     hingga  mempunyai mutu  yang  terbaik.  Contoh  tanaman yang diambil  daun

pucuk  ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4.   Tanaman  yang  pada saat  panen  diambil  daun  yang telah tua, daun  yang

diambil dipilih yang  telah membuka  sempurna  dan  terletak di bagian  cabang

atau  batang yang menerima  sinar matahari sempurna. Pada  daun tersebut  terjadi 

kegiatan  asimilasi  yang  sempurna. Contoh  panenan  ini misal  sembung  (Blumea

balsamifera).

5.   Tanaman  yang pada  saat panen diambil kulit batang, pengambilan  dilakukan 

pada saat  tanaman  telah  cukup umur. Agar  pada saat pengambilan tidak

mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim  yang menguntungkan

pertumbuhan antara  lain menjelang musim kemarau.

6.   Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  umbi  lapis,  pengambilan  dilakukan 

pada saat umbi mencapai  besar maksimum  dan  pertumbuhan  pada bagian  di atas

tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).

7.   Tanaman yang pada  saat  panen  diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan 

pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam

keadaan ini rimpang dalam keadaan  besar maksimum. Panen  dapat  dilakukan

dengan  tangan,  menggunakan alat atau menggunakan  mesin.  Dalam  ha1 ini

keterampilan  pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak

tercampur  dengan  bagian  lain  dan  tidak merusak  tanaman  induk. Alat  atau

mesin  yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang  sesuai. Alat  yang 

terbuat  dari logam sebaiknya tidak digunakan  bila  diperkirakan  akan merusak 

senyawa aktif  siniplisia  seperti fenol, glikosida  dan sebagainya. Cara 

pengambilan  bagian  tanaman  untuk penibuatan  simplisia dapat dilihat pada 

tabel  I  hal. 6.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.       SORTASI BASAH

Sortasi basah  dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran  atau  bahan-bahan 

asing  lainnya dari bahan  simplisia. Misalnya  pada  simplisia  yang  dibuat  dari akar

suatu  tanaman obat,  bahan-bahan  asing  seperti  tanah,  kerikil,  rumput,  batang, 

daun, akar  yang telah  rusak, serta pengotoran  lainnya harus  dibuang.  Tanah

mengandung  bermacam-macam mikroba  dalam  jurnlah  yang  tinggi,  oleh  karena 

itu  pembersihan simplisia  dari  tanah  yang  terikut dapat  mengurangi  jumlah

mikroba awal.

 

C.       PENCUCIAN

Pencucian dilakukan  untuk  menghilangkan  tanah dan  pengotoran lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian  dilakukan dengan air bersih, misalnya air

dari mata air, air sumur  atau  air  PAM. Bahan simplisia  yang mengandung  zat yang

mudah  larut  di  dalam  air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam  waktu 

yang  sesingkat  mungkin.  Menurut Frazier  (1978),  pencucian sayur-sayuran  satu 

kali  dapat menghilangkan  25% dari jumlah mikroba awal, jika  dilakukan pencucian 

sebanyak  tiga  kali, jumlah mikroba yang  tertinggal hanya  42% dari jumlah 

mikroba  awal.  Pencucian tidak dapat membersihkan  simplisia  dari semua mikroba

karena  air  pencucian  yang  digunakan biasanya  mengandung juga  sejumlah

mikroba. Cara  sortasi dan pencucian  sangat mempengaruhi jenis dan jumlah

rnikroba  awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan  untuk  pencucian  kotor, 

maka jumlah mikroba  pada permukaan  bahan  simplisia  dapat bertambah dan air

yang terdapat  pada  permukaan bahan  tersebut  dapat  menipercepat pertumbuhan 

mikroba.  Bakteri yang  umuln  terdapat  dalam air  adalah  Pseudomonas,

Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter  dan  Escherishia.  Pada 

simplisia akar,  batang  atau  buah  dapat  pula dilakukan  pengupasan  kulit  luarnya

untuk mengurangi  jumlah mikroba awal karena  sebagian  besar jumlah  mikroba 

biasanya  terdapat  pada  permukaan  bahan  simplisia.  Bahan  yang telah  dikupas 

tersebut mungkin tidak memerlukan  pencucian jika  cara pengupasannya dilakukan

dengan tepat dan bersih.

D.      PERAJANGAN

     Beberapa  jenis  bahan  simplisia perlu mengalami  proses perajangan. Perajangan

bahan  simplisia  dilakukan  untuk mempermudah  proses  pengeringan, pengepakan 

dan  penggilingan. Tanaman  yang baru diambil  jangan  langsung  dirajang tetapi

dijemur dalam  keadaan  utuh  selama  1  hari. Perajangan dapat dilakukan  dengan 

pisau, dengan  alat  mesin  perajang  khusus sehingga  diperoleh  irisan  tipis  atau 

potongan  dengan  ukuran yang  dikehendaki.

     Semakin  tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, 

sehingga  mempercepat waktu  pengeringan. Akan  tetapi  irisan  yang  terlalu  tipis

juga  dapat menyebabkan berkurangnya  atau  hilangnya  zat  berkhasiat  yang mudah

menguap. Sehingga mempengaruhi  komposisi bau  dan rasa yang diinginkan. Oleh 

karena  itu bahan  simplisia  seperti  temulawak,  temu  giring, jahe,  kencur dan 

bahan  sejenis  lainnya dihindari perajangan yang terlalu  tipis  untuk mencegah

berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan  seharusnya jumlah mikroba

tidak bertambah. Penjemuran  sebelum  perajangan  diperlukan  untuk mengurangi

pewarnaan  akibat  reaksi  antara bahan dan logam pisau. Pengeringan  dilakukan 

dengan sinar  matahari  selama  satu hari.

E.       PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah 

rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang  lebih lama. Dengan mengurangi

kadar  air dan menghentikan  reaksi  enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau

perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat

merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam

sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama

bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang

masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi

karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,

transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel

tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan

simplisia tersebut lebih dahulu  dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk

menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam

bahan simplisia dengan etanol  70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil

penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung  bila  kadar 

air  dalam  simplisia  kurang dari  10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau 

menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses

pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu

pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak 

dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia,

faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang

tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah

dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah

kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini  dapat disebabkan oleh irisan

bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh

suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih

cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan

menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat

mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

 

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan

simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik

adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang

tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah

mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu

dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga

tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara

pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama

berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai  cara pengeringan telah dikenal dan

digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan

secara alamiah dan buatan.

 

1.    Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang

dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

a.    Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji 

dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan

dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu

cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara  membiarkan bagian

yang telah dipotong-potong di udara  terbuka di atas  tampah-tampah tanpa

kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara

ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga

cara ini hanya baik dilakukan di daerah  yang udaranya panas atau

kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang

mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi

kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia

tersebut kering. F'IDC (Food Technology  Development Center IPB) telah

merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar

matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap

dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak

pengering yang diberi atap  tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah

bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk

mengeringkan singkong yang  telah dirajang dengan demikian dapat pula

digunakan untuk mengeringkan  simplisia.

b.   Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari

langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman 

yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif

mudah menguap.

 

 

 

2.    Pengeringan Buatan

     Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar

matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan

menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan

aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: 

“udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel 

atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang

berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak

pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang

sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

     Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan 

mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu 

pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai

contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran 

dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10%

sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia 

dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8  jam.

     Daya  tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis 

simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat 

tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,

sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan

dengan kadar air 10 sampai 12%.

 

F.        SORTASI KERING

     Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan 

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian 

tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan 

tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus

untuk  kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat

dilakukan dengan  atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah

akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula

adanya partikel-partikel pasir,  besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus

dibuang sebelum simplisia dibungkus.

 

 

G.      PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

       Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan

dalam, antara lain :

  1. Cahaya               :    Sinar dari panjang gelombang tertentu

dapat menimbulkan  perubahan kimia pada simplisia, misalnya

isomerisasi,  polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

          2.  Oksigen udara   :    Senyawa tertentu dalam simplisia

dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen

udara terjadi  oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh

pada bentuk  simplisia, misalnya, yang semula cair dapat

berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan

sebagainya.

       3.  Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia

yang dapat  disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh

enzim,  polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4.  Dehidrasi           :    Apabila kelembaban luar lebih rendah

dari simplisia, maka  simplisia secara perlahan-lahan akan

kehilangan sebagian  airnya sehingga rnakin lama makin

mengecil (kisut).

       5.  Penyerapan air   :    Simplisia yang higroskopik,

misalnya agar-agar, bila  disimpan dalam wadah yang terbuka

akan  menyerap lengas  udara sehingga menjadi kempal basah

atau mencair.

       6.  Pengotoran        :    Pengotoran pada simplisia dapat

disebabkan oleh berbagai  sumber, misalnya debu atau pasir,

ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang

tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

       7.  Serangga           :    Serangga dapat menitnbulkan

kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk

ulatnya maupin oleh bentuk  dewasanya. Pengotoran tidak hanya

berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa

seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang

bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

       8.  Kapang              :    Bila kadar air dalam simplisia terlalu

tinggi, maka simplisia  dapat berkapang. Kerusakan yang timbul

tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan

merusak  susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari 

kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu

kesehatan.

 

          B.   METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA

          Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan

dalam analisa mutu siplisia , yaitu :

1.    Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :

a.  Pengujian Organoleptik

b. Pengujian Makroskopik

c.  Pengujian Mikroskopik

2.    Parameter Non Spesifik :

a.  Penetapan kadar air dengan destilasi

b. Penetapan susut pengeringan

c.  Penetapan kadar abu

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

e.  Penetapan kadar sari yang larut dalam air

f.  Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

g. Uji cemaran mikroba

3.    Parameter Spesifik :

a.  Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

                 Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )

1.    Uji Organoleptik

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia

yang diuji.

2.    Uji Makroskopik

Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari

kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.

3.    Uji Mikroskopik

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya

disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun

serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas.

Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal

yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa adalah serbuk

yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada

4 cara pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :

1.    MIKROSKOPIK 1

Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur

lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut

kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.

 

 

2.    MIKROSKOPIK 2

Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan

larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga

pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga

minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.

3.    MIKROSKOPIK 3

           Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah

serbuk dijernihkan dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu

boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan

jaringan.

           Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan

menimbulkan warna merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut dan

xilem ).

4.    MIKROSKOPIK 4

Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk

mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak

mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.

 

4. Parameter Non-Spesifik

     1.  Penetapan Kadar Air ( MMI )

            Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional

akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah

terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat

mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas

kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian

yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.

       Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal

atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan

kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,

penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang

daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila

mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu ;

a.         Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan

anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi

dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi

tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti

kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk

melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode

ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan

diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).

 

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir

nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan

dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau

dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5

volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang

2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok

yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan

mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk

mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan

semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih

lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya

dilakukan titrasi tidak langsung.

b.        Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan

berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk

mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan

tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).

Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c.         Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim,

1995 ).

2      Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali

dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan

hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,

pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu leburnya

selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang

ditentukan atau hingga bobot tetap.

 

Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk

simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik

menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air

karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi

oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.

3      Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap

dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat

berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya

pasir atau tanah.

 

 

4.    Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau

tanah silikat.

5.    Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari

dengan air dari suatu simplisia.

6.    Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari

dengan etanol dari suatu simplisia.

7.    Uji Cemaran Mikroba

a.       Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan

oleh jamur Aspergillus flavus.

b.      Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka

lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC

FU/gram.

c.       Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total

yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.

5.    Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji

kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa

tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis

(KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian

senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

 

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai

berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak,

senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid,

antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani, karbohidrat

dan lain-lain.

 

Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak

atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan

penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar, pelarut

kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok

kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah

(petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll.

Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai

perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.

 

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil

pengocokan terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat

soxhlet.

 

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan

cairan penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk

penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai

cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1.    Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak

atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain

kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang

disebut senyawa pengotor.

2.    Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a.      Alkaloid

b.      Senyawa fenolik :     * fenol-fenol

                                 * asam fenolat

                                 * fenil propanoid

                                 * flavonoid

                                 * antrakuinon

                                 * xanton dan stilben

                          c.    Koponen minyak atsiri tertentu

                          d.    Asam lemak.

                     3.  Sari dalam etanol-air

                          Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a.       Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b.      Antosianin

c.       Glikosida

d.      Saponin

e.       Tanin

f.       Karbohidrat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II.2    TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman dan Simplisia

          TAKSONOMI :

          Kingdom                       :         Plantae

          Divisio     :                    Magnoliophyta

          Kelas        :                    Magnoliopsida

          Bangsa     :                    Geraniales

          Suku        :                    Balsaminaceae

          Marga       :                    Impatiens

          Jenis         :                    Impatiens balsamina L.

          DESKRIPSI

Habitat     :                    Tumbuhan ini berupa herba tegak berbatang

basah, yang tingginya ± 80 cm.

          Akar         :                    Terna ini berakar serabut.

Batang     :                    Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu

meter berbatang basah, lunak, bulat, bercabang,warna hijau

kekuningan yang tebal. Arah tumbuhnya tegak, percabangannya

monopodial.

Daun                             :            Daunnya tunggal, tersebar,

berhadapan, atau dalam karangan. Bentuk daun lanset memanjang,

tepi daunnya bergerigi, ujung meruncing, tulang daun menyirip.

Warna daun hijau muda tanpa daun penumpu, jika ada daun

penumpu bentuknya kelenjar. Bagian bawah membentuk roset akar.

Tulang daun menyirip. Luas daunnya sekitar 2 sampai 4 inchi.

Pangkal daun bergerigi tajam, runcing. Duduk daun spiral (daun

muncul dari batang mengikuti arah spiral) dan berhadapan.

Bunga      :                    Tanaman ini memiliki aneka macam warana

bunga. ada yang putih, merah, ungu, kuning, jingga, dll. Jika pacar

air yang berbeda warna disilangkan, maka akan terbentuk

keturunan yang beraneka ragam. Bunga zygomorph, berkelamin 2,

di ketiak. Daun kelopak 3 atau 5, lepas atau sebagian melekat,

bertaji. Daun kelopak samping berbentuk corong miring, berwarna,

dan terdapat noda kuning di dalamnya. Sedikit di atas pangkal daun

mahkota memanjang menjadi taji dengan panjang 0,2-2 cm. Daun

mahkota 5, lepas. Daun mahkota samping berbentuk jantung

terbalik dengan panjang 2-2,5 cm, yang 2 bersatu dengan kuku,

yang lain lepas tidak berkuku dan lebih pendek. Ada 5 benangsari

dengan tangkai sari yang pendek, lepas, agak bersatu. Kepala

sarinya bersatu membentuk tudung putih. Bunga terkumpul 1-3.

Setiap tangkai hanya berbunga 1 dan tangkainya tidak beruas.

Memiliki 5 kepala putik.

Buah                             :            Buah kecil-kecil bentuk kapsul.

Bakal buah menumpang, beruang 4-5. Dalam satu ruangan tersebut

terdapat dua atau lebih bakal biji. Buah membuka kenyal dan

termasuk buah batu dengan 5 inti. Bentuk buah elliptis, pecah

menurut ruang secara kenyal.

Biji           :                    Benihnya endospermic. Embrio akan

mengalami diferensiasi.

Sebaran dunia:              Tanaman ini berasal dari Asia Selatan

(India) dan Asia Tenggara. Diperkenalkan di Amerika sekitar abad

19. Di Indonesia, tanaman ini tersebar merata dan dipakai sebagai

tanaman hias.

Sinonim  :                    Impatiens cornuta, Linn. Impatiens

hortensis, Desf. Impatiens mutila, D.C. I.triflora Blanco Balsamina

mutila, DC. (Zainab dan Sumiwi, 2007).

 

          2.    Kandungan Kimia

                 a.  Nama Senyawa      :         Kumarin

                 b.  Struktur Senyawa Kumarin :

 

 

 

                 c.  Termasuk Golongan senyawa fenol.

                 d. Jalur Biosintesis      :

     Kumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan

tinggi dan jarang sekali ditemukan pada mikroorganisme. Dari segi biogenetik,

kerangka benzopiran-2-on dari kumarin berasal dari asam-asam sinamat, melalui

orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan setelah menjalani isomerisasi

cis-trans, menjalani kondensasi.

     Penelitian mengenai biosintesis kumarin pada beberapa jenis tumbuhan ternyata

mendukung biosintesa ini. Walaupun demikian, mekanisme dari sebagian besar

tahap-tahap reaksi tersebut masih belum jelas. Misalnya reaksi isomerisasi cis-trans

dari asam orto-hidroksikumarat mungkin berlangsung dengan katalis enzim atau

melalui proses fotokimia atau suatu proses reduksi-dehidrogenasi yang beruntun.

                 e.  Sifat Fisika dan Kimia    :

                     1) Titik leleh 199-201 ºC.

                     2) Massa relatif 192 dengan rumus molekul C10H8O4 (Adfa, 2006).

 

          3.    Efek in vitro/ Farmakologi

     Senyawa murni hasil isolasi (1,4-naftoquinon yang tersubstitusi gugus metoksi)

memperlihatkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin terhadap bakteri

uji Staphylococcusaureus dan Bacillus cereus (Adfa, 2007).

     Telah dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar air

(Impatiens balsamina L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh karagenan

pada kaki tikus putih jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan per oral dengan dosis

250, 500, dan 1000mg/Kg BB. Indometasin 10 mg/Kg BB digunakan sebagai kontrol

positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa ketiga dosis ekstrak memiliki aktivitas

antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol. Persentase inhibisi

radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol negatif sebesar 49,05, 26,8, dan

40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250, 500, dan 1000 mg/Kg, dan

69,33%untuk indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).

 

 

 

          4.    Analisis

                 a.  Ekstraksi dan Isolasi

     Sebanyak 3 kg sampel daun segar Impatiens balsamina L. dimaserasi dengan

metanol 10 L selama 5 hari, kemudian difraksinasi dengan heksana dan

dilanjutkan dengan etil asetat. Sebanyak 10 g ekstrak etil asetat dikromatografi

kolom menggunakan fasa diam silika gel dan eluen n-heksana, kloroform, etil

asetat, metanol dengan sistem step gradient polarity. Didapat 5 fraksi, fraksi IV

dilanjutkan dengan KLT preparatif menggunakan silika gel G. Noda

yangberfluoresensi biru dikerok lalu direndam dengan metanol selama 1 malam,

disaring dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator,

dilanjutkan dengan rekristalisasi menggunakan kloroform : n-heksana didapat

amorf kuning seberat 6 mg dengan titik leleh 199-201ºC. Setelah dilakukan

kromatografi lapisan tipis dengan pengungkap noda lampu UV 365 nm serta

disemprot dengan NaOH 10% dalam metanol, memperlihatkan 1 noda biru terang,

selanjutnya dengan uap I2 tetap 1 noda (Adfa, 2006).

                 b.  Kualitatif dan Kuantitatif

     Analisis kualitatif metabolit sekunder kultur sel pacar dilakukan terhadap

kandungan naftokinon, flavonoid, kumarin dan saponin dengan metode

kromatografi lapis tipis. Analisis kuantitatif kandungan kumarin dalam kultur

suspensi sel dilakukan dengan metode TLC Scanner(Zainab, 2007).

                 c.  Standarisasi

     Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk

sari berbentuk oval, rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan

papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh kadar

air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam

etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam

0,25% (Anonim, 2007).

 

5.    Manfaat Tanaman Pacar Air

     Pacar air berkasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Jenis-jenis penyakit

yang dapat dicegah dan disembuhkan oleh tumbuhan pacar air adalah: tumor usus,

kanker saluran pencernaan, usus buntu, menurunkan kolesterol, tekanan darah

tinggi, rematik, pembengkakan, sakit pinggang, kaku pinggang, leher kaku, tarsuga

(terkena duri ikan ditenggorokan), sigurdongon (peradangan dipinggir kuku),

merangsang pertumbuhan rambut, pewarnaan kuku seperti kuteks, dan lain-lain.

 

         

 

BAB III

 

          III.1    SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN PACAR AIR

A.  PEMBUATAN SIMPLISIA PACAR AIR

Siapkan Daun Pacar Air 1 kg

PENGERINGAN

SORTASI KERING

PERAJANGAN

SORTASI BASAH

Daun Pacar Air Dicuci dengan Aquadest 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGHALUSAN SIMPLISIA 

 

 

 

B.      UJI MUTU SIMPLISIA / STANDARISASI SIMPLISIA

UJI MAKROSKOPIK         

 

 

 

 

UJI MIKROSKOPIK

UJI PARAMETER SPESIFIK

UJI PARAMETER NON-SPESIFIK 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

III.2  LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

 

N

O

PROSEDUR KERJA KETERANGAN

1. Pemilihan Bahan Baku

 

a.    Bahan baku           : Daun segar bunga pacar air

 

 

 

b.    Waktu Panen         : Dipetik usia tanam 2 bulan.

 

2. Sortasi Basah  

Bahan baku dibersihkan dari pengotor daun kering,

kotoran belalang dan tanah yang tercampur pada

daun.

3. Pencucian  

Setelah di sortasi bahan dicuci dengan aquadest.

4. Berat Basah Bahan Baku 124,36 gram

5. Cara Pengubahan Bentuk Dengan dirajang secara vertikal beraturan.

6. Pengeringan a.      Cara pengeringan   : 

Dijemur dibawah sinar  

matahari tidak langsung.

 

b.     Lama pengeringan :      7 hari

c.      Berat kering           :      56,4 gram

d.     Kadar air                :      45,26 %

7. Pemeriksaan Organoleptik a.       Bentuk                  :       Serbuk halus

b.      Warna                    :       Hijau tua

c.       Bau                        :       Khas Aromatik

d.      Rasa                      :       Pahit

8. Pemeriksaan Makroskopik Serbuk simplisia berbentuk hablur berwarna hujau

tua dengan rasa pahit, dan bau khas aromatik.

9. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik didapat rambut penutup

multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.

10. Penetapan kadar air dengan cara

Destilasi

 

11. Penetapan susut pengeringan  

12. Penetapan kadar abu  

13. Penetapan kadar abu yang tidak

larut dalam asam

 

14. Penetapan kadar sari yang larut

dalam air

 

15. Penetapan kadar sari yang larut

dalam etanol

 

16. Uji Cemaran Mikroba  

17. Identifikasi Kimia Terhadap

Senyawa yang Tersari

 

 

 

 

BAB IV

 

IV.1  PEMBAHASAN

 

          Dari hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens balsamina didapat serbuk kering

simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram dengan kadar air kurng lebih 45,26%. Dalam uji

standarisasi mikroskopik daun pacar air terdapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat

rapida, dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang dibuat telah memenuhi

standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum diklarifikasi secara resmi

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam beberapa literatur menyatakan

standart yang berbeda beda. Akan tetapi dalam literatur dapat ditemukan kesamaan kandungan

mikroskopik, jadi literatur yang saya gunakan adalah  acuan yang memiliki kesamaan dalam

pemeriksaan mikroskopik. Oleh karena itu uji mikroskopik simplisia daun pacar air masih belum

bisa dinyatakan secara resmi memenuhi standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-

spesifik dan spesifik masih belum bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur

yang lebih akurat, dan karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan menjadi

bulukan. Untuk melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa waktu lagi untuk

proses pemanenan tanaman.

 

IV.2  KESIMPULAN

          Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun pacar

air didapat hasil akhir hablur berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air 45,26%. Serta

hasil uji mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.

IV.3  SARAN

          Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar

parameter pembanding bisa lebih akurat.