perdarahan saluran cerna bagian bawah

51
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) menyumbang sekitar 20-33% dari episode perdarahan saluran cerna. Walaupun secara statistic, LGIB mempunyai frekuensi yang lebih jarang dari perdarahan saluran cerna bagian atas. Setiap tahunnya sekitar 20-27 kasus per 100,000 populasi pada negara-negara barat. LGIB memerlukan perawatan di rumah sakit dan merupakan faktor morbiditas dan mortalitas di Rumah Sakit. LGIB mencakup gejala yang luas, mulai dari hematochezia ringan sampai perdarahan masif yag disertai shock. LGIB akut didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi baru saja, yang berasal dari distal ligamen Treitz, yang menghasilkan ketidakstabilan tanda vital, dengan tanda-tanda anemia dengan atau tanpa perlu untuk transfusi darah. LGIB mempunyai angka kematian mulai dari sekitar 10% sampai 20%, dengan pasien lanjut usia (> 60 tahun) dan pasien dengan komorbidnya. LGIB lebih mungkin pada orang tua karena insiden yang lebih tinggi pada diverticulosis dan penyakit pembuluh darah pada kelompok ini. Insiden LGIB lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.

Upload: ari-wibowo-kasta

Post on 22-Jun-2015

199 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding

(LGIB) menyumbang sekitar 20-33% dari episode perdarahan saluran cerna.

Walaupun secara statistic, LGIB mempunyai frekuensi yang lebih jarang dari

perdarahan saluran cerna bagian atas. Setiap tahunnya sekitar 20-27 kasus per

100,000 populasi pada negara-negara barat. LGIB memerlukan perawatan di

rumah sakit dan merupakan faktor morbiditas dan mortalitas di Rumah Sakit.

LGIB mencakup gejala yang luas, mulai dari hematochezia ringan sampai

perdarahan masif yag disertai shock. LGIB akut didefinisikan sebagai perdarahan

yang terjadi baru saja, yang berasal dari distal ligamen Treitz, yang menghasilkan

ketidakstabilan tanda vital, dengan tanda-tanda anemia dengan atau tanpa perlu

untuk transfusi darah.

LGIB mempunyai angka kematian mulai dari sekitar 10% sampai 20%,

dengan pasien lanjut usia (> 60 tahun) dan pasien dengan komorbidnya. LGIB

lebih mungkin pada orang tua karena insiden yang lebih tinggi pada diverticulosis

dan penyakit pembuluh darah pada kelompok ini. Insiden LGIB lebih tinggi pada

pria dibandingkan pada wanita.

LGIB dapat disebabkan oleh berbagai keadaan diantaranya adalah

diverticulosis, anorectal diseases, carcinomas, inflammatory bowel disease (IBD),

dan angiodysplasias. LGIB juga dapat dibagi menjadi massive bleeding, moderate

bleeding, dan occult bleeding dimana terdapat perbedaan dengan faktor

predisposisi usia pasien, manifestasi klinis serta penyebab terjadinya perdarahan.

Selain diberikan terapi medikamentosa, penanganan LGIB tidak jarang

memerlukan tindakan operatif yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

Page 2: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bawah atau  Lower gastrointestinal

bleeding (LGIB) didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari organ traktus

gastrointestinalis yang terletak distal dari Ligamentum Treitz yang menyebabkan

ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis.1

II. INSIDENSI

Lebih dari 95% sampai 97% kasus, sumber perdarahan berasal dari kolon,

sedangkan 3 sampai 5% sisanya berasal dari usus halus, LGIB memegang 15%

dari episode perdarahan gastrointestinal. Insidensi LGIB meningkat dengan

bertambahnya usia, yang berhubungan dengan lesi yang didapat pada colon

sehingga terjadi perdarahan yang berasal dari kolon yaitu pada diverticulosis dan

angiodisplasia.

LGIB yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit di Amerika adalah

sebesar kurang dari 1 %. Penyebab LGIB yang paling sering adalah diverticulosis

yaitu sekitar 30-50% dan angiodisplasia sekitar 20-30% dari seluruh kasus. Para

ahli juga mengatakan bahwa angiodisplasia dialami lebih sering oleh pasien

dengan usia lebih dari 65 tahun.

Hemorrhoid merupakan penyebab tersering LGIB pada pasien dengan usia

kurang dari 50 tahun, tetapi perdarahan biasanya ringan. Penyebab utama LGIB

adalah divertikulosis sebesar 33% kasus, diikuti dengan kanker dan polip yaitu

sebesar 19 %.

Page 3: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Menurut penelitian yang dilakukan di RSCM, tingkat kematian karena

perdarahan saluran cerna bagian atas juga cukup tinggi hampir mencapai 26%.

Penelitian yang dilakukan terakhir di RSCM dari 4.154 endoskopi saluran cerna

atau selama 5 tahun (2001-2005) didapatkan 837 kasus dengan perdarahan saluran

cerna.

III. ANATOMI

Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya dalah suatu saluran

(tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian

tengah tubuh dari mulut ke anus. Saluran cerna terbagi menjadi saluran cerna atas

dan bawah yang dipisahkan oleh ligamentum treitz yang merupakan bagian

duodenum pars ascending yang berbatasan dengan jejunum (Richard Snell, 2006).

Page 4: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Intestinum Tenue dan Intestinum Crassum merupakan bagian saluran pencernaan makanan (traktus digestivus). Setelah melewati pilorus disebut Intestinum Tenue atau usus halus. Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjangnya dalam keadaan hidup. Angka yang biasa diberikan, enam meter adalah penemuan setelah mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ilio-kolika, tempat bersambungnya dengan usus besar.

Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dan dibagi dalam beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Karena tidak mempunyai mesenterium maka duodenum disebut juga Intestinum Tenue non Mesenteriale dan jejunum serta ileum yang mempunyai mesenterium disebut Intestinum Tenue Mesenteriale.

Page 5: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Intestinum Tenue

Duodenum disebut juga usus dua belas jari yaitu 12 jari orang yang bersangkutan (panjang kira-kira 25 cm) yaitu bagian usus setelah pilorus sampai pada permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepalapankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus.

Duodenum ini sebagian besar letaknya secundair Retro Peritoneal (semasa fetus muda letaknya Intra peritoneal kemudian pada fetus lebih tua letaknya beralih melekat pada dinding belakang abdomen) letaknya rapat pada dinding abdomen belakang kanan dan didepannya dilapisi oleh peritoneum viscerale.

Duodenum terdiri dari empat bagian :

1. Pars Superior Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) yang berjalan horizontal. Bagian permulaannya (setelah pilorus) disebut Bulbus duodeni, sebab berbentuk membesar dan meluas. Bagian ini mempunyai mesenterium, pada bagian belakang abdomen tiba-tiba membelok 90 derajat ke bawah secara vertikal. Di depan pars superiorini terdapat Ligamentum Hepato Duodenale dan dibelakangnya berjalan V. Cava Inferior

2. Pars Descendens Duodeni (panjang kira-kira 8 cm) berada rapat pada dinding belakang abdomen; sebelah kanan belakang terdapat ginjal kanan,

Page 6: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

dan masuk Ductus Choledocus dan Ductus Pancreaticusserta ductus Wirsungi. Di depan Bagian ini berjalan Colon Transversum.

3. Pars Inferior (horizontal) Duodeni (panjang kira-kira 7.5 cm) berjalan horizontal kekiri pada level L-3. Didepan duodenum ini terbentang mesenterium yang didalamnya terdapat arteri dan V. Mesenterica Superior, serabut-serabut syaraf dan pembuluh limfe. Di belakang bagian ini berjalan V. Kava Inferior dan Aorta Abdominalisserta Pankreas diatasnya. Akhir bagian ini membelok ke atas depan menjadi Pars Ascendens Doudeni.

4. Pars Ascendens Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) sampai level L-2  dan berlanjut sampai jejunum.

Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodeno jejunalis. Permukaan dalam duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1 cm dan satu sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahan duodenum pars desendens di bagian kiri terdapat muara bersama duktus choledochus (saluran empedu) dan ductus wirsungi (saluran pankreas).

Jejunum adalah usus halus lanjutan duodenum yang panjangnya kira-kira ½ meter, penampangnya berkisar 25-35 mm. Jejunum berkelok-kelok dan berada di bawah colon transversum dan ditutupi oleh omentum mayus. Permulaannya pada flexura duodeno jejunalis (level L2) dan berakhir pada sacro iliaca junction kanan. Penampang permulaan 33,5 cm dan makin ke kaudal makin kecil 2,5 cm. Jejunum mempunyai mesenterium lengkap permukaan mukosa jejunum memperlihatkan Plicae Mucosa Circulare yang pada pangkalnya agak tinggi (kira-kira 5 cm) dan jarang, makin ke kaudal lebih rendah (kira-kira 2 cm) dan lebih rapat. Disini terdapat limfonodi solitaris (sebesar kepala jarum pentul).

Ileum adalah usus halus lanjutan jejunum yang menempati rongga perut kawasan hypogastrica, panjang ileum ini berkisar 2-2.5 meter dengan lumen permulaan 25 mm dan lumen kaudal 20 mm. Ileum ini warnanya agak kemerahan sebab mempunyai banyak kapiler. Absorpsi makanan terutama terjadi pada usus ini. Ileum mempunyai mesenterium lengkap. Permukaan mukosa memperlihatkan plicae mucoase semisircularis agak rendah (kira-kira 2 mm) dan rapat, pada bagian kaudal plika lebih lengkap. Disini terdapat limfonodi aggregati (peyer plexus).

Page 7: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteria ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya, arteria pankreatikoduodenalis superior.

Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Page 8: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Intestinum Crassum

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan

panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani.

Diameter usus besar sekitar 6.5 cm (2.5 inchi), tetapi makin dekat anus

diameternya makin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat

katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati

sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan

aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah aliran balik bahan fekal

dari usus besar ke dalam usus halus. 

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden,

dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan

kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika danfleksura

lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan mebentuk lekukan

berbentuk–S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon

sigmoidbersatu dengan rektum. Bagian utama dari usus besar yang terakhir

disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara

bagian keluar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut kanalis ani dan

dilindungi oleh ototsfingter ani

Page 9: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5.9

inci).

Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang

ditemukan pada bagian usus lain. Lapisan otot longitusinal usus besar tidak

sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia

koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan

otot longitusinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek dari pada usus,

sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang

disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium

yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar

jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili

atau rugae. Kripte Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan

mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan usus halus.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi bagian kiri dan kanan berdasarkan

suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian kanan

(sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria

mesenterica inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,

kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah

tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang

dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis.

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena

mesenterika superior, vena mesenterika inverior, dan vena hemoroidalis

superior(bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis

media daninferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian

dari sirkulasi sistemik.

Persyarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan

pengecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut

parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum,

dansaraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut

simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf

Page 10: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut

pascaganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan

kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsang parasimpatis mempunyai

efek berlawanan

IV. ETIOLOGI

Dalam review yang di lakukan oleh Vernava dan rekandi Amerika Serikat,

pasien dengan LGIB terdiri hanya 0,7% dari seluruh penerimaan rumah sakit

(17.941 pasien); di antara pasien yang menjalani pemeriksaan diagnostik (4410

[24%]), penyebab paling umum dari perdarahan adalah penyakit divertikular

(60%), IBD (13%), dan penyakit anorektal (11%).2

Lower Gastrointestinal Bleeding in Adults Percentage of

Patients

Diverticular disease

Diverticulosis/diverticulitis of small intestine

Diverticulosis/diverticulitis of colon

60%

Inflammatory bowel disease

Crohn disease of small bowel, colon, or both

Ulcerative colitis

Noninfectious gastroenteritis and colitis

13%

Benign anorectal diseases

Hemorrhoids

Anal fissure

Fistula-in-ano

11%

Neoplasia

Malignant neoplasia of small intestine

Malignant neoplasia of colon, rectum, and anus

9%

Coagulopathy 4%

Arteriovenous malformations (AVMs) 3%

Source: Vernava AM, Longo WE, Virgo KS. A nationwide study of the incidence and etiology of lower

gastrointestinal bleeding. Surg Res Commun. 1996;18:113-20.[10]

Page 11: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

DIVERTIKULAR DISEASE

Diverticular disease adalah istilah klinis yang digunakan untuk

menggambarkan adanya gejala divertikel. Diverticulosis mengacu pada adanya

divertikula tanpa peradangan. Diverticulitis mengacu pada peradangan dan infeksi

yang terkait dengan divertikula. Mayoritas divertikula kolon adalah divertikula

palsu di mana terjadi herniasi mukosa dan mukosa muskularis melalui dinding

kolon. Divertikula ini terjadi antara taeniae coli, pada titik-titik di mana pembuluh

darah utama menembus dinding kolon (mungkin menciptakan area kelemahan

relatif pada otot kolon). Perdarahan divertikular bisa besar, tetapi biasanya diri

terbatas.

Diverticulosis sangat umum di Amerika Serikat dan Eropa. Diperkirakan

bahwa separuh dari populasi dengan umur dari 50 tahun memiliki divertikula

Page 12: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

kolon. Kolon sigmoid adalah daerah yang paling umum dari diverticulosis.

Diverticulosis dianggap suatu kelainan yang didapat, namun etiologi kurang

dipahami. itu teori yang paling diterima adalah bahwa kurangnya konsumsi

makanan serat dalam volume tinja, sehingga terjadi peningkatan tekanan

intraluminal dan juga meningkatkan ketegangan dinding otot kolon. Kontraksi

terus berlanjut atau kronis kemudian menyebabkan hipertrofi otot dan terjadi

proses segmentasi pada kolon, sehingga tampak seperti segmen yang terpisah,

bukan berfungsi sebagai tabung berkesinambungan.3

Inflammatory Complications (Diverticulitis)

Diverticulitis mengacu pada peradangan dan infeksi yang terkait dengan

divertikulum dan diperkirakan terjadi pada 10 sampai 25% orang dengan

diverticulosis. Peridiverticular dan hasil infeksi dari perforasi (baik makroskopik

atau mikroskopik) dari divertikulum, yang menyebabkan kontaminasi,

peradangan, dan infeksi.

Page 13: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Spektrum penyakit berkisar dari ringan, uncomplicated diverticulitis yang

dapat diobati melaui rawat jalan, perforasi yang bebas dan peritonitis difus yang

membutuhkan laparotomi darurat.

Kebanyakan pasien datang dengan nyeri sisi kiri perut, dengan atau tanpa

demam, dan leukositosis. Pada pemeriksaan fisik dapat teraba massa. Pemeriksaan

radiografi foto polos abdomen berguna untuk mendeteksi adanya udara bebas

intra-abdominal. CT scan sangat berguna untuk mendefinisikan adanya

peradangan perikolik, phlegmon, atau abses. Enema kontras dan atau endoskopi

relatif kontraindikasi karena risiko perforasi.

Page 14: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

HEMORHAGE

Perdarahan terjadi akibat erosi arteriol peridiverticular dan dapat

menyebabkan perdarahan masif. Perdarahan GI bagian bawah paling signifikan

terjadi pada pasien usia lanjut. Akibatnya, sumber perdarahan yang pasti

mungkin sulit untuk di identifikasi. Untungnya, pada 80% pasien, perdarahan

berhenti secara spontan.

Endoscopic findings of diverticular bleeding. (A) Fresh blood clot is

impacted in the diverticulum, (B) After removal of blood clot, active

bleeding from the diverticulum is noted, (C) Slow bleeding can be

detected under water examination.

Page 15: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Manajemen klinis harus fokus pada resusitasi dan lokalisasi situs

perdarahan. Kolonoskopi kadang-kadang dapat mengidentifikasi pendarahan

divertikulum yang kemudian dapat diobati dengan suntikan epinefrin atau kauter.

Angiography mungkin diagnostik dan terapeutik dalam pengaturan ini. Dalam

contoh langka di mana perdarahan divertikular menetap atau kambuh, laparotomi

dan segmental colectomy mungkin diperlukan.

INFLAMMATORY BOWEL DISEASE

Definisi

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan

untuk mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi

traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua

kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi,

alergi dan keganasan.

Etiologi

Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas.

Namun diduga penyakit ini disebabkan oleh. multifaktor, yang meliputi genetik,

pengaruh lingkungan, integritas mukosa, dan faktor imunologis.

Beberapa etiologi untuk penyakit radang usus telah diusulkan, tetapi tidak

terbukti. Faktor lingkungan seperti diet atau infeksi. Merokok, alkohol, dan

penggunaan kontrasepsi oral juga telah terlibat. Riwayat keluarga mungkin

berperan karena 10 sampai 30 % dari pasien dengan inflamasi laporan penyakit

usus anggota keluarga dengan penyakit sama.

Bakteri seperti Mycobacterium paratuberculosis dan Listeria

monocytogenes, dan virus seperti paramyxovirus dan virus campak, diduga

sebagai agen etiologi pada penyakit Crohn. Sebuah cacat pada barrier mukosa

usus, yang meningkatkan paparan bakteri intraluminal, toxin, atau bahan

proinflamasi. Akhirnya, di duga adanya mekanisme autoimun. Terlepas dari

penyebab yang mendasari baik ulcerative colitis atau penyakit Crohn, kedua

Page 16: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

gangguan yang ditandai dengan peradangan usus dan terapi medis sebagian besar

didasarkan pada mengurangi peradangan.

PATHOLOGY AND DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Meskipun ulcerative colitis dan Crohn’s colotis mempunyai banyak

kesamaan dalam patologis dan klinis, kondisi ini dapat dibedakan dalam 85% dari

pasien.

Ulseratif colitis adalah mucosal process di mana mukosa dan submukosa

kolon diinfiltrasi oleh sel-sel inflamasi. Mukosa mungkin atrofi dan terdapat abses

crypt yang umum. Dengan endoskopi, mukosa sering rapuh dan mungkin

ditemukan beberapa pseudopolyps inflamasi. Dalam kolitis ulseratif lama (long-

standing colitis), usus besar mungkin menyempit dan mukosa digantikan oleh

scar. Dalam kolitis ulseratif yang diam (quiescent colitis), mukosa kolon mungkin

tampak normal pada pemeriksaan endoskopi dan mikroskopis.

Page 17: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Ulseratif colitis dapat mempengaruhi rektum (proktitis), rektum dan kolon

sigmoid (proctosigmoiditis), rektum dan kolon sebelah kiri (kolitis sisi kiri), atau

rektum dan seluruh kolon (pancolitis).

Colitis tidak melibatkan usus kecil, tetapi ileum terminal dapat

menunjukkan perubahan inflamasi ("backwash ileitis").

Gejala berhubungan dengan tingkat peradangan mukosa dan luasnya

kolitis. Pasien biasanya mengeluh diare berdarah dan kram nyeri perut (crampy

abdominal pain). Proktitis dapat menghasilkan tenesmus. Nyeri perut yang parah

dan demam menimbulkan kekhawatiran kolitis fulminan atau megakolon toksik.

Temuan fisik tidak spesifik dan berkisar dari nyeri perut minimal dan distensi.

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan kolonoskopi dan biopsi mukosa.

Page 18: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Berbeda dengan ulcerative colitis, Crohn disease adalah proses inflamasi

transmural yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan dari

mulut ke anus. Ulserasi mukosa, infiltrasi sel inflamasi, dan granuloma

nonkaseosa adalah temuan patologis karakteristik.

Peradangan kronis pada akhirnya dapat menyebabkan fibrosis, striktur,

dan fistula baik dalam usus besar atau usus kecil. Penampilan endoskopi kolitis

Crohn ditandai dengan ulkus serpiginous yang dalam dan penampilan "cobble

stone".

Page 19: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Gejala penyakit Crohn tergantung pada tingkat keparahan peradangan dan

atau fibrosis dan lokasi peradangan pada saluran pencernaan. Peradangan akut

dapat menyebabkan diare, nyeri perut kram, dan demam. Striktur dapat

menghasilkan gejala obstruksi. Penurunan berat badan adalah umum, baik karena

obstruksi dan dari hilangnya protein.

BENIGN ANORECTAL DISEASE

Hemoroid

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada

mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi

ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari

“hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan

superior” (Dorland, 2002).

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena

hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena

hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur

berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

Page 20: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

2.2. Etiologi Hemoroid

Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini

belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya

adalah:

a. Penuaan

b. Kehamilan

c. Hereditas

d. Konstipasi atau diare kronik

e. Penggunaan toilet yang berlama-lama

f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama

g. Obesitas.

Page 21: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus

mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid

dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution

LCC, 2004).

Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum

hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh

epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian

yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur

morgagni). Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal

superior sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua

pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal

dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka

interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Page 22: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang

biasanya ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan

bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan

terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal

superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan

antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar. Persarafan pada bagian atas anal

canal disuplai oleh plexus otonom, bagian bawah dipersarafi oleh saraf somatik

rektal inferior yang merupakan akhir percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

Page 23: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

2.4. Patogenesis Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau

alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat

yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap

bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur

vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya

inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003). Efek degenerasi akibat penuaan

dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha

pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan

tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan

yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi

semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat,

berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang

meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran

hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak

pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).

Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran

multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin

yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi

bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang

diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat

dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel

darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor

sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut

Page 24: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan

mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan

granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi

jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α

serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya

pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari

sel mast.

2.5. Klasifikasi Hemoroid

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line

menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi

oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut

saraf nyeri somatik

b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi

mukosa.

Page 25: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit

pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)

2.6. Derajat Hemoroid Internal

Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa

tingkatan yakni:

Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.

Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat

pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.

Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk

kembali secara manual oleh pasien.

Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski

dimasukkan secara manual.

Page 26: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

2.7. Gejala klinis Hemoroid

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:

a. Hemoroid internal

1. Prolaps dan keluarnya mukus.

2. Perdarahan.

3. Rasa tak nyaman.

4. Gatal.

b. Hemoroid eksternal

1. Rasa terbakar.

2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).

Page 27: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

3. Gatal.

V. KLASIFIKASI

Perdarahan saluran cerna bagian bawah dibagi menjadi 3 jenis,

berdasarkan jumlah perdarahan, yaitu massive bleeding, moderate bleeding, occult

bleeding.

Massive bleeding merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang

memerlukan sedikitnya 5 unit labu tranfusi darah. Pemeriksaan yang didapatkan

pada pasien dengan keadaan seperti ini adalah tekanan darah sistol kurang dari 90

mmHg dan kadar hemoglobin darah kurang atau sama dengan 6 gr/dl. Kasus ini

lebih sering terjadi pada pasien dengan usia lebih atau sama dengan 65 tahun, ada

penyakit penyerta, dengan risiko kematian karena perdarahan akut atau

komplikasi perdarahan. Tingkat kematian LGIB jenis massive bleeding sebesar 0-

21%. Occultbleeding menunjukkan adanya anemia hipokrom mikrositer dan

reaksi guaiac intermiten.5

Page 28: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Definisi massive bleeding adalah adanya darah dalam jumlah yang sangat

banyak dan berwarna merah marun yang melewati rectum, adanya

ketidakseimbangan hemodinamik dan syok, penurunan initial hematokrit kurang

atau sama dengan 6 gr/ dl, tranfusi minimal 2 unit labu transfuse PRC, perdarahan

yang berlangsung terus menerus selama 3 hari.5

Algorithm for massive lower gastrointestinal (GI) bleeding, surgical perspective. EGD =

esophagogastroduodenoscopy; NG = nasogastric; 99mTc RBC = technetium-99m pertechnetate–labeled

autologous RBC.

Page 29: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

VI. MANIFESTASI KLINIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan sumber

perdarahan dan berat ringannya perdarahan. Sebagian besar kasus LGIB

disebabkan oleh angiodisplasia dan divertikutlitis. Pada kedua kelainan ini tidak

memberikan gejala sampai perdarahan pertama kali terjadi. Pada anamnesis juga

harus ditanyakan tentang riwayat penggunaan NSAID atau obat antikoagulan,

adanya sakit perut atau tidak, adanya diare dan demam yang dialami sebelumnya

yang dapat mengarah pada colitis baik infeksi atau iskemi. Pasien yang pernah

mempunyai operasi aorta harus terlebih dahulu dianggap memiliki fistula

aortoenteric sampai dibuktikan bukan.

Baru-baru ini ditemukan bahwa kolonoskopi dapat menyebabkan

perdarahan dari daerah yang pernah di biopsy atau pernah mengalami

polypectomy. Penyebab perdarahan sebelumnya harus ditelusuri, yang pada

sebagian besar kasus adalah inflammatory bowel disease. Riwayat penyakit

keluarga berupa sindrom poliposis atau keganasan kolon juga dapat

dipertimbangkan. Perdarahan Saluran Cerna Bawah pada pasien yang berusia

kurang dari 30 tahun biasanya berhubungan dengan polip usus dan Meckel

diverticulum.

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital untuk

mengetahui adanya syok, oropharynx, nasopharynx, abdomen, perineum, and anal

canal. Semua pasien harus diresusitasi. Pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah

luka bekas operasi terdahulu, adanya masa di abdominal, lesi pada kulit dan mulut

yang menunjukkan sindrom poliposis.

Perdarahan yang berasal dari hemorrhoid atau varices yang disebabkan

hipertensi portal pada pasien sirosis sebaiknya dipertimbangkan. Pemeriksaan

rectum diperlukan untuk mengetahui adanya kelainan pada anorectal, yaitu tumor,

ulser, atau polip. Warna pada daerah anorectal, dan adanya bentuk atau gunpalan

darah harus diperhatikan. Nasogastric tube (NGT) harus dipasang untuk

menyingkirkan penyebab perdarahannya adalah bukan dari saluran cerna atas

yang menunjukkan adanya gambaran coffee ground. Pada 50 % kasus pasien yang

Page 30: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

dipasang NGT, hasil aspirasinya adalah false negative. Oleh karena itu diperlukan

pemeriksaan lain yaitu esogastroduodenoscopy (EGD) untuk mengetahui lokasi

sumber perdarahan. Pasien dengan hematochezia dan hemodinamik yang tidak

seimbang, dilakukan emergency upper endoscopy.

Perdarahan saluran cerna bawah yang massive merupakan kondisi yang

mengancam jiwa. Terkadang manifestasi LGIB yang massive adalah feses yang

berwarna merah marun atau merah muda yang berasal dari rectum juga muncul

pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Salah satu penanganan yang penting

pada pasien LGIB yang massive adalah resusitasi. Pasien ini dipasang infuse

dengan cairan kristaloid dan dipanatu tekanan darah sistolik, pulse pressure, urine

output. Hipotensi ortostatik (tekanan darah menurun > 10 mmHG) menandakan

adanya kehilangan darah lebih dari 1000 ml.

VII. TERAPI

Salisilat

Sulfasalazine (Azulfidine)adalah agen lini pertama dalam pengobatan

medis ringan sampai sedang penyakit inflamasi usus. Senyawa ini mengurangi

peradangan dengan menghambat siklooksigenase dan 5-lipoxygenase di mukosa

usus. Mereka membutuhkan kontak langsung dengan mukosa yang terkena

dampak untuk khasiat. Beberapa persiapan yang tersedia untuk administrasi ke

situs yang berbeda di usus kecil dan usus besar [sulfasalazine, mesalamine

(Pentasa), Asacol, Rowasa, Canasa]3

Antibiotik

Antibiotik sering digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri intraluminal

pada penyakit Crohn. Metronidazole telah dilaporkan untuk memperbaiki kolitis

Crohn dan perianal penyakit, tetapi bukti-bukti yang lemah. Fluoroquinolones

mungkin juga efektif dalam beberapa kasus.3

Kortikosteroid

Kortikosteroid (baik oral atau parenteral) merupakan komponen penting

dari pengobatan untuk eksaserbasi akut baik ulcerative colitis atau penyakit

Page 31: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Crohn. Sekitar 75 sampai 90% dari pasien akan membaik dengan pemberian obat

ini. Namun, kortikosteroid memiliki jumlah efek samping yang serius dan

penggunaan agen ini harus dibatasi program sesingkat mungkin. Selain itu,

kortikosteroid harus digunakan secara bijaksana dalam anak-anak karena potensi

efek buruk pada pertumbuhan. Kegagalan untuk menghentikan ketergantungan

kortikosteroid merupakan indikasi relatif untuk operasi.3

Karena efek sistemik kortikosteroid, upaya telah dilakukan untuk

mengembangkan obat yang bekerja secara lokal dan memiliki penyerapan

sistemik terbatas. Zat baru seperti sebagai budesonide, beklometason dipropionat,

dan tixocortol pivalate mengalami degradasi hati cepat sehingga secara signifikan

mengurangi toksisitas sistemik. Budesonide ini tersedia sebagai preparasi oral.

Enema Kortikosteroid menyediakan terapi lokal yang efektif untuk proctitis dan

proctosigmoiditis dan memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada sistemik

kortikosteroid.

Agen imunosupresif

Azathioprine dan 6-merkaptopurin adalah obat antimetabolit yang

mengganggu sintesis asam nukleat dan dengan demikian mengurangi proliferasi

sel-sel inflamasi. Zat ini berguna untuk mengobati kolitis ulserativa dan penyakit

Crohn pada pasien yang telah gagal terapi salisilat atau yang tergantung pada

kortikosteroid. Onset kerja obat ini memakan waktu 6 sampai 12 minggu, dan

penggunaan bersamaan kortikosteroid hampir selalu diperlukan.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Endoskopi

Thermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah banyak

digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa elektrokoagulasi bdapat

berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula kolon, meskipun terapi ini

belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy ini juga dapat memicu perdarahan

berulang yang lebih signifikan. Sebaliknya, angiodysplasias dapat segera diobati

Page 32: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

dengan tindakan endoskopik. Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80%

dari pasien dengan perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang

juga dapat terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk pasien

dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy. Pendarahan

dapat terjadi pada 1% sampai 2% pasien setelah polypectomy dan mungkin terjadi

hingga 2 minggu setelah polypectomy dimana terapi endoskopik dianjurkan.

Angiographic

Angiography dipakai sebagai metode perioperatif, terutama pada pasien-

pasien dengan risiko gangguan vascular, sementara menunggu terapi bedah

definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari pembuluh darah

mesentrika yang langsung menuju ke lokasi sumber perdarahan yang akan

dilanjutkan dengan pemberian vasokontriktor intra-arteridengan vasopressin yang

dapat menghentikan perdarahan sekitar 80 % kasus. Perdarahan berulang mungkin

terjadi jika terapi tidak dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada

metode ini adalah iskemi miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan

hiponatremia. Transarterial vasopressin tidak boleh digunakan pada pasien dengan

penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular lainnya. Peran utama dari terapi ini

adalah untuk mengehentikan perdarahan sebagai terapi darurat sebelum bedah

definitif. Embolisasi transkateter pendarahan massive dapat juga dilakukan pada

pasien yang tidak mempunyai cukup biaya untuk menjalani operasi. Embolisasi

dari gelatin spons atau microcoils dapat menghentikan pendarahan sementra yang

disebabkan angiodysplasias dan divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan

demam dan dan sepsis yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon

sehingga terjadi infark kolon.3

Pembedahan

Indikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya pasien dengan

perdarahan yang terus menerus berlangsung dan berulang, tidak sembuh dengan

tindakan non operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC, perlu

transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan indikasi

colectomy pada perdarahan akut.

Page 33: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Pembedahan emergensi dilakukan pada pasien dengan LGIB sebanyak

10% kasus, dilakukan pada saat setelah ditemukannya lokasi sumber perdarahan.

Tingkat kejadian perdarahan yang berulang adalah 7% (0-21%) dan tingkat

mortalitas sebesar 10% (0-15%). Pada sebagian besar studi segmental colectomy

tidak mempunyai tingkat mortalitas, morbiditas dan perdarahan berulang yang

tinggi. Segmental colectomy diindikasikan pada pasien dengan perdarahan colon

persisten dan rekuren. Pasien dengan LGIB rekuren juga sebaiknya dilakukan

colectomy karena risiko meningkatnya beratnya perdarahan dengan berjalannya

waktu.

Jika pasien mengalami ketidakseimbangan hemodinamik pembedahan

emergensi ini dilakukan tanpa uji diagnostic dan lokasi sumber perdarahan

ditentukan pada intraoperatif dengan cara EGD, surgeon-guided enteroscopy, and

colonoscopy. Dengan melihat kondisi dan peralatan yang ada, dapat dilakukan

subtotal colectomy dengan inspeksi distal ileal daripada dengan ketiga metode

yang telah disebutkan.13

Subtotal colectomy dilakukan jika sumber perdarahan tidak diketahui

dengan studi diagnostic perioperatif dan intraoperatif. Jika lokasi sumber

perdarahan tidak dapat didiagnosis dengan endoscopy intraoperatif dan dengan

pemeriksaan dan jika terdapat bukti perdarahan berasal dari kolon, subtotal

colectomy dilakukan dengan anastomosis iloerectal. Subtotal colectomy adalah

pilihan yang tepat karena berhubungan dengan tingkat perdarahan berulang yang

rendah dan tingkat morbiditas (32%) dan tingkat mortalitas (19%).

Hemicolectomy lebih baik dilakukan daripada blind subtotal abdominal

colectomy, apabila bertujuan untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan. Saat

lokasi sumber perdarahan diketahui, operasi dengan positive 99m Tc-red blood

cell scan. juga dapat menyebabkan perdarahan berulang pada lebih dari 35%

pasien.“Blind” total abdominal colectomy tidak dianjurkan karena memiliki

perdarahan berulang 75% tingkat morbiditas 83%, tingkat mortalitas 60%. Sekali

lokasi sumber perdarahan diketahui, lakukan segmental colectomy.

Page 34: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Diare setelah total abdominal colectomy juga dapat terjadi pada pasien

dengan dengan usia yang lebih tua. Jenis operasi ini hanya dilakukan pada pasien

dengan tingkat perdarahan berulang sebanyak 75%. Mortalitas setelah colectomy

rata-rata adalah kerang dari 5%.

Pasien dengan riwayat perdarahan berulang dengan lokasi sumber

perdarahan yang tidak diketahui harus dilakukan elective mesenteric angiography,

upper and lower endoscopy, Meckel scan, Foto serial saluran cerna atas dengan

usus halus, and enteroclysis. Pemeriksaan seluruh bagian saluran cerna diperlukan

untuk mendiagnosis lesi yang jarang dan AVM yang tidak terdiagnosis.

Jika lokasi sumber perdarahan telah diketahui dengan mesenteric

angiography, infuse vasopressin dapat digunakan secara berkala untuk control

perdarahan dan penstabilan pasien untuk antisipasi apabila harus dilakukan

segmental colectomy semi urgent. Embolisasi mesenteric selektif digunakan pada

pasien dengan risiko tinggi apabila dilakukan operasi, dan perhatikan iskemi dan

perforasi. Subtotal colectomy dengan ileoprostostomy dilakukan pada pasien

dengan perdarahan berulang dengan lokasi sumber perdarahan tidak diketahui,

dan pada pasien dengan perdarahan yang berasal dari kedua bagian colon.

Tidak ada kontraindikasi terhadap pembedahan pada pasien dengan

hemodinamik yang tidak stabil dan perdarahan yang berlangsung terus menerus.

Pembedahan juga diperintahkan walaupun pada pasien yang membutuhkan 5 unit

labu transfuse atau lebih pada 24 jam dan penentuan lokasi sumber perdarahan

secara perioperatif tidak akurat. embedahan juga perlu dilakukan pada pasien

dengan perdarahan berulang selama dirawat di rumah sakit.

Preoperatif

Perdarahan Saluran cerna bawah akut merupakan masalah kesehatan yang

serius yang berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Tingkat mortalitas adalah sebesar 10-20% dan tergantung pada usia (> 60 tahun),

penyakit multiorgan, kebutuhan transfuse (> 5 labu), perlu dilakukan operasi, dan

stress (pembedahan, trauma, sepsis).

Page 35: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

Tiga aspek utama yang berperan dalam penanganan LGIB adalah

perawatan initial syok, mecari lokasi sumber perdarahan, dan rencana intervensi.

Pasang NGT pada semua pasien, aspirasi cairan yang jernih tanpa cairan empedu

menyingkirkan perdarahan yang berasal dari proximal Ligamentum Treitz.

Setelah resusitasi inisial, sumber perdarahan dapat dicari dengan cara angiogram,

perdarahan dapat terkontrol sementara dengan embolisasi angiographic atau

infuse vasopressin. Segmental colectomy dilakukan 12-24 jam kemudian.

Intraoperatif

Intervensi pembedahan yang diperlukan memiliki persentase yang kecil

pada kasus LGIB. Pilihan dilakukanyya tindakan bedah tergantung dari sumber

perdarahan yang telah diidentifikasi pada saat preoperative sebelumnya.setelah itu

baru dapat dilakukan segmental colectomy.

Jika sumber perdarahan tidak diketahui, dilakuakan endoscopy saluran

cerna bagian atas. Jika tidak berhasil lakukan intraoperative pan-intestinal

endoscopy dan jika gagal, lakukan subtotal colectomy dengan end ileostomy

Postoperatif

Hipotensi dan syok biasanya terjadi akibat kehilangan darah, tetapi

tergantung dari tingkat perdarahan dan respon pasien. Syok dapat mempresipitasi

infark miokard, kelainan cerecrovaskular, gagal ginjal dan gagal hati. Azotemia

biasanya muncul pada pasien dengan perdarahan saluran cerna.

Komplikasi pembedahan

Komplikasi dini postoperative yang paling sering adalah perdarahan

intraabdomina dananastomose, ileus, obstruksi usus halus mekanik, sepsis

intraabdominal, peritonitis local dan diffuse, infeksi luka operasi, Clostridium

difficile colitis, pneumonia, retensi urin, infeksi saluran kemih, deep vein

thrombosis, dan emboli paru. Sedangkan komplikasi lanjut biasanya muncul lebih

dari 1 minggu setelah operasi, yaitu sriktur anastomosis, hernia insisional, dan

incontinens.

Page 36: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

IX. PROGNOSIS

Identifikasi letak pendarahan adalah langkah awal yang paling penting

dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan

dibuat secara langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk

menentukan letak perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade

terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak

dapat dibuktikan sumber pendarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks

ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi

persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak

terobati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara LB, Douglas JT. Acute Gastrointestinal Hemorrhage. In:Courtney

MT et al, editor. Sabiston textbook of surgery 17ed. Pennsylvania: Elsevier

Saunders; 2004. p. 1256-1261.

Page 37: Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

2. Vernava AM, Longo WE, Virgo KS. A nationwide study of the incidence and

etiology of lower gastrointestinal bleeding. Surg Res Commun. 1996;18:113-

20.

3. E-book. Brunicardi, F. Charles. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth

edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010.

4. Lower Gastrointestinal Bleeding. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview#showall. Accessed

in 22 Januari 2014.

5. Burt C. Lower Gastrointestinal Bleeding, Surgical Treatment. 2009.

Available from : http://emedicine.medscape.com/article/195246 Accessed in :

January 22nd, 2014