periodontal heigya

35
Makalah HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN GASTROINTESTINAL DISORDER Oleh: Heigy Mutiha Putri G99141029 Pembimbing: Christianie, drg., Sp.Perio KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Upload: adhie-badri

Post on 06-Sep-2015

229 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Makalah

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN GASTROINTESTINAL DISORDER

Oleh:Heigy Mutiha PutriG99141029

Pembimbing:Christianie, drg., Sp.Perio

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit gastrointestinal merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan. Penyakit gastrointestinal yang termasuk di dalamnya, yaitu kelainan esofagus, lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pancreas.Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Menurut WHO di Indonesia angka kejadian gastritis di beberapa daerah juga cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan pada mukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan umum diskontinuitas dari mukosa lambung, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti alkohol, stres, infeksi bakteri H. pylori, dan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).Periodontitis adalah peradangan jaringan periodontium yang merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi. Periodontitis kronik merupakan tipe periodontitis yang paling sering, Derajat keparahan dari periodontitis kronik sebanding dengan faktor kesehatan rongga mulut dan jumlah paparan agen patologik yang ada pada rongga mulut. Pada periodontitis terjadi perluasan peradangan dari ginggiva ke jaringan periodontal yang lebih dalam. Pencegahan aktif periodontitis kronis adalah penting, dan penyelidikan faktor risiko potensial periodontitis kronis sangat dibutuhkan. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai hubungan periodontitis dan gangguan pada sistem gastrointestinal khususnya gastritis kronis. Pada beberapa penelitian menyimpulkan bahwa rongga mulut dan plak gigi merupakan reservoir penting untuk tumbuhnya bakteri H. pylori serta menjadi sumber potensial untuk terjadinya infeksi berulang pada gastritis kronis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Gastointestinal Disorders1a. DefinisiGastointestinal disorders ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan, termasuk kelainan di kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas.

b. KlasifikasiBerdasarkan gejalanya, klasifikasi sistem gastrointestinal dibagi menjadi dua yaitu sistem gastrointestinal atas seperti gangguan nafsu makan, mual muntah dan sistem gastronitestinal bawah yaitu konstipasi, diare. Penyakit gangguan gastrointestinal yang termasuk yaitu gangguan esofagus, gangguan lambung dan usus, neoplasma intestinal dan proses inflamasi, trauma abdomen, gangguan hepatik dan billiaris.

c. Manifestasi Klinisa. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, rasa tidak enak atau rasa pahit pada mulut. b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua penyakit, termasuk juga penyakit gastrointestinal.c. Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada esofagus, yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan. Kesulitan meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung biasanya disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di orofaring, laring, spasme otot. Rasa terhentinya makanan didaerah retrosternal setelah menelan makanan, biasanya disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri, yaitu timbulnya regurgitasi, refluks asam. Rasa nyeri di dada yang intermiten, misalnya pada akhalasia, karsinoma esofagus, dan spasme yang difus pada esofagus.d. Nausea. Salah satu rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual adalah: rasa nyeri dalam perute. Vomitus. Timbulnya muntah sebagai akibat adanya kontraksi yang kuat dari antrum dan pilorus dan timbulnya antiperistaltik yang kuat pada antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul melebarnya esofagus dan menutupnya glotis.f. Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus berubah, perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda disfungsi hepar.

2. Gastritis2a. Definisi Merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling.sering terjadi,. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis akut adalah inflamasi mukosa lambung yang sering diakibatkan dari oleh poli makan yang tidak baik. Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan oleh bakteri bakteri H. pylori.

b. PatofisiologiGastritis terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung akibat iritasi mukosa yang menimbulkan rasa nyeri yang dialihkan ke epigastirum bagian atas. Reflek-reflek pada mukosa lambung menyebabkan kelenjar saliva mengeluarkan saliva dalam jumlah besar. Penggunaan aspirin, alkohol, memakan makanan yang berbumbu secara berlebihan atau dalam jumlah yang besar dapat mengurangi daya tahan mukosa, ditambah dengan keadaan stres yang dapat menyebabkan sekresi asam lambung berlebihan dan ini akan menimbulkan komplikasi yaitu tukak lambung.

c. EtiologiSalah satu penyebab dari penyakit gastritis adalah karena penggunaan obat-obatan. Pada penderita yang sering menggunakan obat anti infamasi nonsteroid (NSAID) termasuk aspirin, sering kali mengalami perubahan mukosa gaster dan perdarahan. Efek iritasi obat terhadap mukosa gaster pada tiap individu umumnya berlainan, tergantung dari dosis pemakaian.Obat-obatan lain yang berpengaruh terhadap perubahan mukosa gaster yaitu digitalis, antibiotik spectrum luas dan lain-lain. Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dan berulang juga dapat meningkatkan pembentukan ulkus. DietMakan makanan yang pedas, asam, gorengan, atau berlemak dapat menyebabkan iritasi pada gaster. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menghindari makanan-makanan tersebut. InfeksiSebagian besar populasi terinfeksi oleh bakteri H. pylori yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Sampai saat ini belum jelas betul proses penularannya serta patomekanisme infeksi kuman ini pada berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas. Pada tukak peptik, infeksi bakteri H. pylori merupakan faktor etiologi yang utama sedangkan untuk kanker lambung merupakan karsinogen tipe 1 yang definitif.Infeksi bakteri H. pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai variasi klinis yang luas, mulai dari kelompok asimtomatik sampai tukak peptik, bahkan dihubungkan dengan keganasan di lambung seperti adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid tissue (MALT) limfoma. UsiaSemakin tua seseorang maka kemungkinan dapat terinfeksi oleh bakteri H. pylori semakin besar. Hal ini di karenakan pada orang tua terjadi penipisan lapisan lambung dan produksi mucus yang berkurang seiring dengan penambahan umur. Rokok dan alkoholMerokok dapat mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah atas lambung sehingga mempercepat terjadinya gastritis. Merokok dapat meningkatkan asam lambung sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab terjadinya kanker lambung. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding gaster dan membuat dinding gaster lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.

d. Klasifikasi3 Gastritis akutLesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu iritasi oleh obat-obatan, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid, asam lambung dan pepsin yang berlebihan, stress yang dapat merangsang produksi asam lambung berlebihan, pola makan tidak teratur, dan penggunaan alkohol.

Gastritis kronisSalah satu penyebab utama gastritis kronis adalah infeksi bakteri H. pylori dan merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di lambung. bakteri H. pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya deskuamasi sel dan munculah respon radang kronis pada gaster yaitu destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, metapalasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.

e. Tanda dan Gejala Sindrom dispepsia, seperti: Nyeri epigastrium (ulu hati)Hal ini dapat disebabkan karena adanya suatu proses peradangan yang terjadi akibat adanya iritasi pada mukosa lambung. Kembung, nausea, vomitus, anoreksia, yang semakin memberat karena stress.Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kadar asam lambung didalam tubuh khususnya pada organ lambung. Melena dan HematemesisHal ini dapt disebabkan karena adanya suatu proses perdarahan yang berawal dari adanya iritasi dan erosi pada mukosa lambung.

f. Komplikasi Perdarahan saluran cerna bagian atas Hematemesis dan melena Anemia Ulkus peptikum Perforasi

g. Penatalaksanaan4Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis akut akibat konsumsi alkohol dan kopi berlebihan, obat-obat NSAID dan kebiasaan merokok dapat sembuh dengan menghentikan konsumsi bahan tersebut. Gastritis kronis akibat infeksi bakteriH. pyloridapat diobati dengan terapi eradikasiH. pylori. Terapi eradikasi ini terdiri dari pemberian 2 macam antibiotik dan 1 macam penghambat produksi asam lambung, yaitu PPI (proton pump inhibitor).1. Non Farmakoterapi DietDiet makanan lunak, porsi kecil tapi sering, serta hindari makanan atau minuman asam, pedas, sayur mengandung gas, kopi, soft drink, obat-obatan NSAID dan kortikosteroid. Jika ada hematemesis-melena, pasien sebaiknya puasa Reduksi stress2. Farmakoterapi AntasidaObat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasigastritisringan. Obat ini dapat menetralkan asam lambung sehingga cepat mengobati gejala antara lain promag, mylanta, dan lain-lain. AH2 blocker Jika antasid tidak cukup untuk mengobati gejala, dokter biasanya meresepkan obat penghambat reseptor antihistamin antara lain simetidin, ranitidin, atau famotidin.

Cytoprotective agentsObat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sukralfat dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya juga menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini.Cytoprotective agentsyang lainnya adalah bismuth subsalisilat yang juga menghambat aktivitasH. Pylori. Penghambat pompa protonCara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup pompa asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari pompa-pompa ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerjaH. pylori. AntibiotikaH.. pylory dapat diatasi dengan antibiotic, seperti tetrasiklin atau amoxicillin dan garam.Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksiH. pylori, yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, sedangkan penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksiH. pyloritidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuhH. pylorisangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikanH. pylorisudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feses adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanyaH. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

3. Struktur Jaringan Periodontala. Dentoginggival junctionDentoginggival junction adalah ginggiva yang melapisi gigi. Dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu epithelial dan connective tissue component. Epithelium dibentuk oleh sel basa, sel superbasal, dan sel permukaan yang terdiri dari basal lamina, merupakan sel perlekatan. Sel-sel tersebut memiliki banyak sitoplasma, retikulum endoplasma, dan badan golgi.Connective tissue terdiri dari 2 bagian, yaitu superficial dan deep. Terletak bersebelahan dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong epithelium. Selain itu connective tissue memiliki peranan untuk memulihkan dentoginggival junction setelah pembedahan periodontal. Jaringan ini dibentuk oleh inflammatory cell infiltrate. Jaringan yang berbatasan dengan epithelium adalah extensive vascular plexus.5b. CementumCementum merupakan bagian yang menyelimuti akar gigi. Bersifat keras, tak berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama periodontal ligament.6

c. Periodontal ligament Sebagian besar periodontal ligament bersifat lunak, terutama jaringan yang berada diantara cementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari periodontal ligament adalah senantiasa menjaga gigi pada tempatnya yang disesuaikan dengan kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang selama pengunyahan, serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi.6d. Alveolar boneAdalah tulang yang berongga, tepatnya di samping periodontal ligament. Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta lapisan dasar adalah alveolar bone.Lapisan luar (compact bone) dan lapisan tengah (spongiosa/trabecular bone) tersusun atas lamel-lamel dengan system havers. Trabecular tulang tidak hadir pada daerah anterior dari gigi, dan pada beberapa kasus, cortical plate dan alveolar bone yang melekat satu sama lain, tanpa adanya spongiosa bone.6

Gambar 2.1. Struktur jaringan periodontal pada gigi-geligi manusia

4. Penyakit PeriodontalPenyakit periodontal merupakan suatu penyakit peradangan atau kerusakan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh faktor lokal, yaitu plak bakteri. Selain faktor tersebut, terdapat juga beberapa penyakit sistemik ataupun kelainan tertentu yang dapat menurunkan respon hospes. Hal tersebut dapat mendukung terjadinya kelainan pada jaringan periodontal. 7,8Kebersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat dapat memudahkan terjadinya penumpukan bakteri patogen dalam jaringan periodontal di celah gingiva dan membentuk struktur terorganisir yang dikenal sebagai "biofilm bakteri". Dalam biofilm matang, bakteri memiliki sejumlah faktor virulensi, termasuk lipopolisakarida (LPS) yang mungkin menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan periodontal atau merangsang host untuk mengaktifkan respon inflamasi lokal.Biofilm plak gigi merupakan struktur kompleks bakteri yang ditandai dengan ekskresi matriks pelindung dan perekat. Dalam matriks tersebut terdapat di dalamnya bakteri Gram negatif anaerob dan bakteri mikroaerofilik yang berkoloni pada struktur gigi dan kemudian memulai proses inflamasi sehingga dapat menyebabkan hilangnya tulang dan migrasi junctional epithelium. Aktivitas bakteri tersebut kemudian dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. 7,8Faktor penyebab penyakit periodontal dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. a. Faktor Sistemik91. Kelainan GenetikPertahanan hospes yang dibawa sejak lahir dapat menentukan individu mana yang dapat terkena periodontitis dengan derajat yang parah. Monosit atau makrofag ditemukan dalam kadar tinggi pada individu yang rentan terhadap periodontitis destruktif yang hebat. Gen IL-1 ini menyebabkan terjadinya inflamasi dan destruksi periodontal yang lebih parah.2. Ketidakseimbangan HormonPada hiperparatiroidisme terjadi mobilisasi dari kalsium tulang secara berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan osteoporosis dan kelemahan tulang yang hebat pada periodontitis karena plak.3. Defisiensi NutrisiDefisiensi vitamin C yang berat dapat menginduksi kerusakan jaringan periodontal secara nyata pada manusia. Perubahan awal dapat bermanifestasi sebagai ginggivitis ringan hingga sedang, yang diikuti oleh pembesaran ginggiva yang terinflamasi akut, edematous dan hemoragik. Jika tidak terdeteksi pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan periodontal yang hebat.4. Defisiensi vitamin DMenyebabkan terjadinya osteoporosis yang bermanifestasi sebagai riketsia pada anak atau osteomalasia pada orang dewasa. Kedua kondisi ini dapat dikaitkan dengan kerusakan jaringan ikat periodontal dan penyerapan tulang alveolar.5. Diabetes MellitusKadar gula darah yang tinggi dapat menekan respon imun inang dan menyebabkan penyembuhan luka yang tidak baik serta infeksi kambuhan Manifestasi dalam rongga mulut dapat berupa abses periodontal multipel atau kambuhan dan selulitis. Pasien penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosa, lebih rentan terhadap gingivitis, hyperplasia ginggiva, dan periodontitis.

b. Faktor Lokal101. Plak BakteriPlak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan ginggiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra ginggival yang berada disekitar tepi ginggival dan plak sub-ginggiva yang berada apikal dari dasar ginggival.Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus ginggiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan mengganggu pertahanan jaringan tubuh dan menggerakkan proses imunopatologi.2. KalkulusKalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus merupakan penyebab terjadinya gingivitis dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi ginggiva secara tidak langsung.3. Impaksi MakananImpaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik akan lebih mudah dibersihkan oleh proses-proses alami.

4. Pernafasan MulutKebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Keadaan ini menyebabkan kekentalan saliva akan bertambah pada permukaan ginggiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal.5. Sifat Fisik MakananSifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semi cairan membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi. Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah.6. Iatogrenik DentistryIatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya.7. Trauma OklusiTrauma oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodontal, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.

5. PeriodontitisPeriodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium. Periodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk mempertahankan dan menyokong gigi. Jaringan ini terdiri dari dentoginggival junction, cementum, periodontal ligament, dan alveolar bone.11Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu alveolar bone juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.11Pengamatan klinis menunjukkan bahwa mikroorganisme cepat berkumpul di permukaan gigi ketika seseorang berhenti menjaga kebersihan mulutnya. Hanya dengan beberapa hari, tanda-tanda mikroskopis dan klinis dari gingivitis sudah terlihat. Mikroorganisme yang berasal dari plak pada gigi dan menyebabkan gingivitis juga termasuk pelepasan bakteri yang menyebabkan peradangan jaringan. Percobaan klinis menekankan pada kebutuhan untuk membuang microbial plaque pada supra- dan subgingival dalam perawatan gingivitis dan periodontitis.12Plak gigi merupakan microbial yang mengawali terjadinya penyakit jaringan periodontal. Namun bagaimana hal itu dapat mempengaruhi suatu subjek, bagaimana penyakit tersebut timbul dan bagaimana dengan progressnya, semuanya tergantung dari kekebalan atau pertahanan dari host itu sendiri. Faktor pendukung yang mempengaruhi semua hal dari periodontitis secara utama dengan efeknya terhadap kekebalan normal dan pertahanan terhadap pembengkakan adalah sebagai berikut :a. Infeksi HIVMeskipun banyak orang yang terinfeksi HIV tanpa periodontitis, mereka mungkin sering mengalami gangguan dalam rongga mulut, beberapa ditemukan pada periodontium. Jaringan periodontal pada penderita HIV-positif termasuk linear gingival erythema, necrotizing ulcerative gingivitis, periodontitis lokal parah dan severe destructive necrotizing stomatitis yang mempengaruhi gingival dan tulang (mirip noma dan cancrum oris) 12

b. Tekanan EmosiStress yang berkepanjangan telah menjadi faktor pendukung timbulnya necrotizing ulcerative gingivitis. Dampak negatif dari stress pada jaringan periodontium dapat disebabkan juga oleh perubahan perilaku, misalnya kebersihan mulut yang buruk dan rokok. Hal ini dapat merusak fungsi imun sehingga meningkatkan kerentanan terkena infeksi. Pengaruh stress pada jaringan periodontium yaitu dapat meningkatkan level sirkulasi kortikostiroid. Meskipun stress merupakan faktor yang tidak mudah diukur, level kortikostiroid pada urin dapat diukur dan ditemukan lebih tinggi pada pasien necrotizing ulcerative gingivitis. 12c. Diabetes MellitusPenyakit jaringan periodontal merupakan komplikasi ke enam dari penyakit diabetes mellitus. Beberapa review menunjukkan bukti dari keterkaitan secara langsung antara diabetes mellitus dengan penyakit periodontitis. Hubungan antara diabetes mellitus dengan periodontitis tampak dengan kuat dalam populasi khusus. Dari sebuah studi melibatkan 75 penderita diabetes (IDDM dan NIDDM) didapatkan bahwa keakutan dari dari periodontitis meningkat seiring dengan control yang buruk dari diabetes. Sebuah laporan menyebutkan bahwa metabolik kontrol dapat menjadi faktor terpenting antara kesehatan periodontal dengan IDDM. Data tersebut mendukung hipotesis bahwa diabetes dan level dari metabolik kontrol penting dalam hubungannya dengan penyakit periodontitis.12d. Hormon SexElevasi di level plasma dari hormone sex selama kehamilan menyebabkan modifikasi dari respon host pada plak gigi, namun hal ini mempegaruhi jaringan yang lembut yang meningkatkan pembengkakan dan gingivitis kronis. Beberapa studi menyebutkan keadaan dari kemerahan gusi, edema, pendarahan, meningkat pada bulan ke-2 kehamilan sampai bulan ke-8 dan akhirnya menurun. Fluktuasi gingivitis dengan fase siklus menstruasi dan efek dari kontrasepsi oral pada gingival merupakan efek dari hormon sex terhadap jaringan periodontal. Lebih lanjut pubertas juga merupakan hal yang dapat menaikkan pembengkakan gingiva dan peningkatan respon pada plak merupakan akibat dari konsentrasi hormone sex dalam plasma.13

BAB IIIPEMBAHASAN

Banyak penelitian membahas mengenai hubungan antara infeksi oral dan penyakit sistemik yang sering dikaitkan dengan penyakit periodontal. Dalam makalah ini akan dibahas tentang hubungan penyakit periodontal dengan gangguan sistem gastrointestinal khususnya penyakit gastritis kronis.Faktor-faktor seperti kebersihan dan kesehatan gigi yang buruk, hilangnya gigi atau keduanya dikaitkan dengan adanya peningkatan risiko penyakit gastrointestinal termasuk diantaranya kanker mulut, esofagus, dan kanker lambung. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi mikroorganisme dalam plak gigi dan air liur, dan didapatkan temuan bahwa plak gigi merupakan reservoir penting untuk bakteri H. pylori serta mungkin menjadi fokus infeksi untuk penyebaran ke organ lainnya. Terdapatnya bakteri H. pylori telah banyak dikaitkan dengan penyakit gastritis kronis dan ulkus duodenum.Salah satu penyebab utama gastritis kronis adalah infeksi bakteri H. pylori yang merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di lambung. Nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, vomitus, melena, serta hematemesis dapat menjadi gejala dari penyakit gastritis kronis. Miyabayashi et al (2010) menyatakan bahwa bakteri H. pylori di plak gigi dapat menjadi faktor risiko utama untuk terjadinya infeksi berulang khususnya pada penyakit gastritis kronis. Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.Mikroorganisme akan cepat berkumpul di permukaan gigi ketika kebersihan mulut tidak dijaga. Mikroorganisme yang berasal dari plak gigi dan menyebabkan gingivitis juga termasuk pelepasan bakteri yang menyebabkan peradangan jaringan. Percobaan klinis menekankan pada kebutuhan untuk membuang microbial plaque pada supra- dan subgingival dalam perawatan gingivitis dan periodontitis. Plak gigi merupakan microbial yang mengawali terjadinya penyakit jaringan periodontal.Riggio dan Lennon (2009) melakukan penelitian tentang keberadaan bakteri H. pylori dalam plak subgingiva pada pasien periodontitis. Dalam penelitian ini, bakteri H. pylori diperiksa di plak gigi dan mukosa lambung pasien dengan gejala sistem gastrointestinal. Lima puluh persen dari subyek penelitian dengan periodontitis, ditemukan bakteri H. pylori di plak gigi. Sedangkan diantara subyek yang positif terdapat bakteri H. pylori di mukosa lambung, 74% subyek juga mengalami periodontitis kronis.Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa rongga mulut dan plak gigi merupakan reservoir penting untuk tumbuhnya bakteri H. pylori serta menjadi sumber potensial untuk terjadinya infeksi berulang pada gastritis kronis. Kombinasi penatalaksanaan baik untuk infeksi lambung khususnya gastritis kronis dan kesehatan gigi sangat diperlukan untuk pasien dengan infeksi bakteri H. pylori.

BAB IVPENUTUP

A. SimpulanMeskipun sudah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara infeksi periodontal dengan penyakit kardiovaskuler, agaknya masih diperlukan banyak bukti yang lebih kuat untuk menyatakan penyakit periodontal sebagai suatu faktor risiko dari penyakit kardiovaskuler. Studi lanjutan masih sangat diperlukan sebelum dapat disimpulkan secara pasti dan kuat adanya hubungan tersebut. Akan tetapi penyakit periodontal tetap perlu mendapat perhatian terutama dalam hal pencegahan dan pengobatannya.

B. SaranPentingnya menjaga kebersihan mulut agar tidak terjadi periodontitis yang dapat berakibat timbulnya penyakit sistemik, khususnya penyakit gangguan kardiovaskuler.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasno, Prasetyo A. Patologi rongga mulut dan traktus gastrointestinal. Semarang : Badan Penerbit Undip, 2003: p.66-70

2. Suyono Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd ed, Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.

3. Mukheriee S. Chronic Gastritis. 2009. Available from : http://www.emedicine.medscape.com

4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27475/3/Chapter%20II.pdf

5. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

6. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.2004.Biology 5th ed vol.3. Jakarta: Erlangga.P81-2.

7. Carranza FA, Jr.: Glickman's Clinical Periodontology, Sixth Edition, Philadelphia, London, W. B. Saunders Company, 2003.

8. Cotti Elisabetta, Dessi Cristina, Piras Alessandra, Mercuro Guiseppe. Can a chronic dental infection be considered a cause of cardiovasculer disease?. A Review of The Literature. International Journal of Cardiology.; 2010.

9. Djajapranata, Indrawan. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

10. Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2001. Periodonsia Edisi Revisi 2008. Medan.

11. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspect of chronic renal failure. Journal of Dental Research.2005; 84(3): 199-208.

12. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspect of chronic renal failure. Journal of Dental Research.2005; 84(3): 199-208

13. Rose LF, Mealey BL. Periodontics: medicine, surgery, and implants. Saint Louis: Elsevier Mosby; 2004

14. Riggio MP, Lennon A. Identification by PCR of Helicobacter pylori in subgingival plaque of adult periodontitis patients. J Med Microbiol 2009;48:317-22.

15. Miyabayashi H, Furihata K, Shimizu T, Ueno I, Akamatsu T. Influence of oral Helicobacter pylori on the success of eradication therapy against gastric Helicobacter pylori. Helicobacter 2010;5:30-7.

16. M Al Asqah, N Al Hamoudi, S Anil, A Al jebreen, WK Al-hamoudi. Is the presence of Helicobacter pylori in the dental plaque of patients with chronic periodontitis a risk factor for gastric infection? Can J Gastroenterol 2009;23(3):177-179.20