perubahan tingkat harga komoditas pangan di pasar...

20
Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi 263 PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR DUNIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA DI PASAR DOMESTIK DAN KONSUMSI Price Level Changes of Food Commodities in The World Market and Its Impact on Domestic Price and Consumption Reni Kustiari dan Sri Nuryanti Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT Economic globalization has made commodity market more spatially integrated, symmetry and hierarchy. The fluctuation of world price of rice, soy and maize fluctuation influences domestic market price and society consumption, especially in countryside region. This can be seen from the existence of co-integration between domestic and world market price. However, price change in the world market is not perfectly transmitted to domestic market. This is because of intervention in domestic market conducted by government, difference of product characteristics and asymmetric information. The increasing price of agricultural commodity in the world market from time to time has generated problems of food security in household/individual level. Eating pattern has shifted from rice to non rice, for example maize-rice and food made from wheat, namely wheat flour and instant noodle. The quickest eating pattern shifted happened in countryside. Society in food producer area even more depends on imported food. Key words: food security, price fluctuation, price cointegration, asymetric information ABSTRAK Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditas semakin terpadu secara spasial, baik hierarki maupun simetri. Fluktuasi harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia mempengaruhi harga di pasar domestik dan konsumsi masyarakat, terutama di wilayah perdesaan. Ini tampak dari adanya kointegrasi antara harga di pasar domestik dan di pasar dunia. Namun, perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya intervensi di pasar domestik yang dilakukan oleh pemerintah, perbedaan karakteristik produk dan asymetric information. Harga komoditas pertanian di pasar dunia yang meningkat dari waktu ke waktu telah menimbulkan permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Pola makan pokok bergeser dari beras ke selain beras, antara lain beras jagung dan pangan berbahan baku gandum, yaitu tepung terigu dan mi instan. Pergeseran pola makan paling cepat terjadi di perdesaan. Masyarakat di daerah produsen pangan justru lebih tergantung pada pangan impor. Kata kunci : ketahanan pangan, fluktuasi harga, kointegrasi pasar, asymetric information

Upload: dinhanh

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

263

PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR DUNIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA DI

PASAR DOMESTIK DAN KONSUMSI

Price Level Changes of Food Commodities in The World Market and Its Impact on Domestic Price and Consumption

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Economic globalization has made commodity market more spatially integrated, symmetry and hierarchy. The fluctuation of world price of rice, soy and maize fluctuation influences domestic market price and society consumption, especially in countryside region. This can be seen from the existence of co-integration between domestic and world market price. However, price change in the world market is not perfectly transmitted to domestic market. This is because of intervention in domestic market conducted by government, difference of product characteristics and asymmetric information. The increasing price of agricultural commodity in the world market from time to time has generated problems of food security in household/individual level. Eating pattern has shifted from rice to non rice, for example maize-rice and food made from wheat, namely wheat flour and instant noodle. The quickest eating pattern shifted happened in countryside. Society in food producer area even more depends on imported food.

Key words: food security, price fluctuation, price cointegration, asymetric information

ABSTRAK

Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditas semakin terpadu secara spasial, baik hierarki maupun simetri. Fluktuasi harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia mempengaruhi harga di pasar domestik dan konsumsi masyarakat, terutama di wilayah perdesaan. Ini tampak dari adanya kointegrasi antara harga di pasar domestik dan di pasar dunia. Namun, perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya intervensi di pasar domestik yang dilakukan oleh pemerintah, perbedaan karakteristik produk dan asymetric information. Harga komoditas pertanian di pasar dunia yang meningkat dari waktu ke waktu telah menimbulkan permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Pola makan pokok bergeser dari beras ke selain beras, antara lain beras jagung dan pangan berbahan baku gandum, yaitu tepung terigu dan mi instan. Pergeseran pola makan paling cepat terjadi di perdesaan. Masyarakat di daerah produsen pangan justru lebih tergantung pada pangan impor.

Kata kunci : ketahanan pangan, fluktuasi harga, kointegrasi pasar, asymetric information

Page 2: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

264

PENDAHULUAN

Harga komoditas pertanian di pasar dunia cenderung meningkat dari waktu ke waktu, terutama selama tahun 2007. Sebelum era liberalisasi perdagangan (1990-1994) laju pertumbuhan harga beras, jagung, dan kedelai masing-masing hanya 0,3 persen, -0,4 persen, dan 0,5 persen per tahun, namun selama periode 1995-2007, laju pertumbuhan meningkat, masing-masing menjadi 0,5 persen, 5,6 persen dan 5,63 persen per tahun.

Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditas semakin terpadu secara spasial, baik secara hierarki maupun simetri. Keterpaduan pasar pada umumnya direfleksikan oleh keterkaitan harga antarpasar (Ravallion, 1986). Indonesia merupakan negara pengimpor neto beberapa komoditas pertanian, karena itu harga komoditas pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga komoditas di pasar internasional.

Karakteristik pasar dan perannya dalam penentuan harga adalah inti dari ilmu ekonomi (Sexton et al., 1991). Pasar-pasar geografis sangat relevan dengan pertanian karena komoditas pertanian pada umum volumious dan mudah rusak, serta tempat produksi yang letaknya berjauhan dengan tempat konsumsi sehingga biaya transportasi menjadi tinggi.

Karena harga dianggap dapat memberikan gambaran tentang pasar dan menjadi salah satu indikator tingkat penawaran dan permintaan suatu komoditas, maka analisis harga pangan merupakan hal yang penting guna perumusan kebijakan stabilisasi harga dan peningkatan produksi pangan serta membuat peramalan harga (Rachman, 2005). Dengan pertimbangan di atas maka tulisan ini bertujuan (1) mengkaji fluktuasi harga di pasar dunia vs pasar domestik, (2) mengidentifikasi stationaritas harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia, dan (3) mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Pembahasan difokuskan pada perkembangan harga beras, jagung dan kedelai yang merupakan komoditas strategis dan sering dikaitkan dengan aspek politis.

METODE ANALISIS

Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk melihat volatilitas harga, antara lain dengan koefisien variasi dan uji stasionaritas (unit root). Koefisien variasi (biasanya disingkat menjadi CV) adalah statistik yang cukup penting untuk mengetahui sensitivitas pasar karena harga dapat memberikan Gambaran tentang pasar dan menjadi salah satu indikator tingkat penawaran dan permintaan.

Koefisien variasi menunjukkan variabilitas harga dan biasanya dihitung sebagai nilai persentase. Secara matematis koefisien variasi diestimasi mengguna-kan standar deviasi (ukuran absolut dari keragaman) dibagi dengan nilai rata-rata. Rumus perhitungan koefisien variasi adalah sebagai berikut:

Page 3: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

265

CV = SD/M x 100 (1)

Di mana:

CV = Koefisien variasi

SD = Standar deviasi

M = Nilai rata-rata

Stasionaritas data deret harga diidentifikasi dengan uji statistik ordo integrasi (unit root) yaitu uji Dickey-Fuller (DF), uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips Perron (Enders, 1995). Uji ordo integrasi nol, I(0), seperti yang diusulkan oleh Dickey dan Fuller (1981), dilakukan dengan mengestimasi salah satu dari tiga persamaan regresi berikut:

∆Yt = γYt-1 + εt (2)

∆Yt = α0 + γYt-1 + εt (3)

∆Yt = α0 + γYt-1 + α1t + εt (4)

Perbedaan antar ketiga persamaan tersebut adalah unsur deterministik α0

dan α1t. Model pertama adalah random walk murni, persamaan kedua mengandung drift dan yang terakhir mengandung drift dan trend. Jika γ=0 maka Yt

tidak stasioner pada ordo nol. Uji DF dilakukan dengan membandingkan t-statistik dan nilai kritisnya.

Selanjutnya untuk menguji seri data yang tidak direpresentasikan oleh proses autoregresi derajat satu maka dilakukan estimasi autoregresi dengan derajat yang lebih tinggi. Berikut ini uji proses autoregresi berderajat p yang disebut juga uji ADF. Uji ini dilakukan dengan mengestimasi persamaan regresi:

tε1itΔyp

2i iβ1tγytΔy

(5)

tε1itΔyp

2i iβ1tγy0αtΔy

(6)

tε1itΔyp

2i iβt2α1tγy0αtΔy

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volatilitas Harga

Perkembangan harga komoditas pangan di pasar dunia disajikan pada Grafik 1. Tampak bahwa tingkat harga lebih fluktuatif sesudah tahun 1994, yaitu pada saat pemberlakuan liberalisasi perdagangan. Harga beras dan kedelai lebih fluktuatif dibandingkan harga jagung. Pada tahun 1997 harga ketiga komoditas tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat drastis, ini diduga disebabkan

Page 4: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

266

antara lain oleh krisis moneter dan diperparah oleh terjadi kombinasi El Nino di Samudera Pasifik dan La Nina di Samudera Hindia. Peningkatan harga yang drastis terjadi lagi pada tahun 2007. Hal ini antara lain disebabkan oleh kenaikan harga minyak bumi pada tahun 2007 dan awal tahun 2008 sehingga komoditas pertanian yang semula hanya digunakan untuk keperluan pangan juga digunakan sebagai energi alternatif (biofuel). Situasi ini diperparah oleh terjadinya penurunan produksi pangan akibat perubahan iklim dan kekeringan (El Nino) yang terjadi di beberapa negara penghasil pangan dunia.

0100200300400500

600700800900

1000

Jan-90Jan-93

Jan-96Jan-99

Jan-02Jan-05

Jan-08

(US

$/M

T)

Beras Jagung Kedelai

Sumber: Worldbank (2008)

Grafik 1. Perkembangan Harga Beras, Jagung dan Kedelai di Pasar Internasional, Januari 1990 - Oktober 2008

Seperti komoditas pertanian lainnya, penawaran beras, jagung, dan kedelai dipengaruhi oleh musim (cuaca dan iklim). Oleh karena itu, harga komoditas pertanian cenderung volatil. Koefisien variasi harga dihitung dengan moving average 3 bulanan. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan bahwa biasanya masa kontrak penjualan dan masa tanam tiga bulan. Kisaran koefisien variasi harga beras adalah yang terlebar, yaitu berkisar antara 0,1-34,7 persen. Ini menunjukkan bahwa harga beras sangat volatile. Hal ini dapat dimengerti karena pasar beras dunia adalah thin market, persentase yang diperdagangkan sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang di produksi. Beras yang diperdagangkan di tatanan pasar internasional rata-rata 30 juta ton setiap tahun. Pada 2005, Indonesia tercatat sebagai pengimpor terbesar dengan mengimpor sebanyak 3,1 juta ton atau 10 persen dari total beras di pasar internasional. Koefisien variasi harga jagung berkisar antara 0,06-19,3 persen. Sedangkan koefisien variasi kedelai hanya berkisar antara 0,2-16,8 persen (Grafik 2).

Perubahan harga di pasar dunia ternyata tidak selalu segera diikuti oleh perubahan di harga di tingkat petani. Ini tampak dari fluktuasi harga di kedua pasar tersebut tidak bergerak secara paralel (Lampiran 1-3). Hal ini dapat terjadi antara lain karena pemerintah mengintervensi pasar domestik dengan membuat kebijakan

Page 5: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

267

harga dasar atau harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah di tingkat petani, sehingga perubahan harga di tingkat petani tidak mengikuti perubahan harga dunia. Sedangkan untuk jagung dan kedelai, perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke harga di tingkat petani. Hal ini diduga karena asymetric information. Selain itu, karena kualitas produk di tingkat petani berbeda dengan kualitas yang diperdagangkan di pasar dunia. Kualitas produk di tingkat petani masih beragam, sedangkan di pasar dunia sudah tertentu.

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

Mar-90Mar-93

Mar-96Mar-99

Mar-02Mar-05

Mar-08

(%)

Beras Jagung Kedelai

Grafik 2. Perkembangan Koefisien Variasi Harga Beras, Jagung dan Kedelai di Pasar Internasional, Januari 1990- Oktober 2008

Tidak seperti harga di pasar internasional, volatilitas harga di pasar domestik tampak relatif lebih kecil (Lampiran 4-6). Harga di tingkat petani, grosir dan eceran bergerak secara bersama-sama. Ini mengindikasikan bahwa perubahan harga eceran ditransmisikan ke harga di tingkat petani dan harga grosir. Namun selama periode 1998-2000 tampak bahwa peningkatan harga di tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat petani.

Perkembangan koefisien variasi baik di pasar dunia maupun domestik disajikan pada Lampiran 7-9. Harga GKG dan harga jagung di tingkat produsen menunjukkan koefisien variasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga kedelai di tingkat petani. Dengan demikian, upaya pemerintah untuk menstabilkan gejolak harga gabah masih belum sepenuhnya berhasil dilakukan.

Harga jagung di pasar domestik tampaknya lebih volatil dibandingkan dengan pasar internasional. Hal ini terlihat dari koefisien variasi harga internasional hanya berkisar antara 0,1-8,2 persen. Sementara harga di tingkat petani menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi, dengan nilai koefisien variasi sekitar 0,2-30,5 persen. Seperti juga beras, ini dapat terjadi karena produk di tingkat petani masih beragam dan adanya asymetric information serta posisi tawar petani yang masih rendah. Demikian pula harga jagung di tingkat grosir menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi dengan koefisien variasi berkisar antara 0-22,5 persen. Harga

Page 6: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

268

eceran jagung menunjukkan volatilitas yang terendah, ini tampak dari koefisien variasi yang hanya berkisar antara 0 - 15 persen.

Seperti harga jagung, harga kedelai di pasar domestik tampaknya lebih volatil dibandingkan dengan harga di pasar internasional. Hal ini terlihat dari koefisien variasi harga internasional hanya berkisar antara 0,4-10,0 persen. Sedangkan harga grosir menunjukkan volatilitas yang tertinggi dengan koefisien variasi berkisar antara 0,06-15,5 persen. Kemudian diikuti oleh harga eceran yang menunjukkan volatilitas lebih rendah, ini tampak dari nilai koefisien variasi yang hanya berkisar antara 0-13,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga di pasar internasional tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Harga di tingkat petani menunjukkan volatilitas harga yang terendah dengan nilai koefisien variasi hanya sekitar 0,06 - 9,9 persen.

Laju pertumbuhan harga beras di pasar dunia selama periode 1990-1994 adalah 0,32 persen per bulan, namun harga rata-rata tahunan menunjukkan penurunan 0,3 persen per tahun. Sedangkan selama 1995-2007 (era liberalisasi perdagangan) laju pertumbuhan naik menjadi 0,49 persen per bulan atau 6,6 persen per tahun. Sedangkan di pasar domestik selama periode Januari 1998–Juli 2008, harga bulanan GKG di tingkat petani menunjukkan laju peningkatan sebesar 1,24 persen per bulan, kemudian diikuti oleh harga beras grosir 1,22 persen dan harga beras eceran 1,15 persen per bulan. Sementara rata-rata harga tahunan di tingkat grosir menunjukkan laju pertumbuhan tertinggi yaitu 10,4 persen per tahun. Dalam periode yang sama harga GKG di tingkat petani dan harga beras eceran meningkat dengan laju masing-masing sebesar 9,7 persen dan 9,5 persen. Intervensi pemerintah telah membuat harga di pasar domestik meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pasar dunia.

Harga jagung di pasar dunia selama periode 1990-1994 menurun sebesar 0,1 persen per bulan atau 0,4 persen per tahun. Namun selama 1995-2007 laju pertumbuhan naik menjadi 0,49 persen per bulan atau 5,6 persen per tahun. Sebagai dampaknya, selama periode Januari 1998–Juli 2008, harga jagung di pasar domestik meningkat dengan laju sekitar 0,98 persen, 1,02 persen, dan 0,88 persen per bulan, atau 9,16 persen persen, 8,38 persen, dan 8,27 persen per tahun masing-masing untuk harga eceran, harga grosir dan harga di tingkat petani.

Harga kedelai di pasar dunia selama periode 1990-1994 relatif stabil dengan laju pertumbuhan hanya sekitar 0,01 persen per bulan atau 0,5 persen per tahun. Namun dalam era perdagangan bebas (1995-2007), harga meningkat dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,45 persen per bulan atau 5,63 persen per tahun. Sejalan dengan hal itu harga di pasar domestik meningkat dengan laju 1,06 persen, 1,03 persen, dan 1,02 persen per bulan atau 8,05 persen, 6,57 persen, dan 8,29 persen per tahun masing-masing untuk harga eceran, harga grosir, dan harga di tingkat petani, selama periode 1998-2007.

Harga komoditas pertanian di pasar dunia tampak meningkat dari waktu ke waktu, terutama selama tahun 2007. Beberapa penyebabnya, yaitu (1) penduduk dunia bertambah; (2) beberapa komoditas pertanian yang semula hanya digunakan untuk keperluan pangan akhir-akhir ini digunakan juga sebagai energi alternatif (biofuel); (3) meningkatnya permintaan produk ternak, produk pertanian

Page 7: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

269

untuk manusia juga digunakan untuk pakan ternak; (4) kemunduran di pasar modal dan finansial global menyebabkan investor mengalihkan aktivitasnya di bursa komoditas, akibatnya harga komoditas meningkat tajam; (5) perubahan cuaca akibat global warming; (6) kebijakan negara-negara produsen menghentikan ekspor; dan (7) meningkatnya ekonomi China dan India yang berpopulasi raksasa tumbuh tinggi sehingga konsumsinya meningkat (Husodo, 2008).

Selain dengan menggunakan koefisien variasi, volatilitas harga dapat dilihat dengan uji stasionaritas. Uji stasionaritas terhadap harga di tingkat petani, grosir, eceran dan dunia disajikan pada Tabel Lampiran 10-12. Hasil uji stasionaritas menunjukkan bahwa harga GKG dan beras grosir stasionar pada ordo 0, ini diduga karena adanya kendali dari pemerintah. Kedua peubah harga ini mempunyai hubungan jangka panjang (kointegrasi). Sedangkan harga beras eceran dan harga di pasar dunia terintegrasi pada ordo 1.

Harga grosir dan harga eceran jagung sudah stasionar pada ordo 0, sedangkan harga produsen dan harga dunia baru stasionar pada ordo 1. Dengan demikian keempat deret harga stasionar pada ordo 1, sehingga keempat peubah harga tersebut mempunyai hubungan jangka panjang atau terkointegrasi pada ordo 1. Harga kedelai di tingkat petani stasionar pada ordo 0, sementara harga grosir, harga eceran, dan harga di pasar dunia baru stasionar pada ordo 1. Ini mengindikasikan bahwa keempat deret harga kedelai stasionar pada ordo 1,dengan perkataan lain peubah harga tersebut mempunyai hubungan jangka panjang karena terkointegrasi pada ordo 1.

Tingkat Konsumsi

Sampai saat ini harga pangan masih memberi kontribusi besar dalam pembentukan tingkat inflasi di Indonesia. Persentase inflasi telah mengurangi nilai-nilai riil dalam ekonomi, termasuk tingkat pendapatan. Karena kenaikan harga, maka masyarakat melakukan penyesuaian dalam hal alokasi pengeluaran, termasuk di dalamnya pengeluaran pangan. Meskipun banyak kajian menyebutkan bahwa elastisitas permintaan pangan terhadap harga pangan inelastis, namun pada kenyataannya seiring dengan kecenderungan harga yang meningkat jumlah konsumsi pangan penduduk relatif berkurang. Hal ini berhubungan dengan alokasi anggaran (bukan kuantitas yang dikonsumsi). Tampak dalam Grafik 3 bahwa konsumsi beras per kapita penduduk di perdesaan maupun perkotaan cenderung menurun rata-rata 1,98 persen per tahun. Tingkat penurunan yang lebih tinggi terjadi di daerah perdesaan yang dalam hal ini merupakan daerah pertanian atau penghasil padi bahan baku beras. Detil konsumsi beras menurut wilayah disajikan dalam Tabel Lampiran 13. Volumetris beras memang sangat diatur di Indonesia, sehingga meskipun banyak beras impor di pasar dunia, jumlah impornya selalu dalam batas pengawasan dan aturan pemerintah. Oleh karena itu, volume impornya cenderung menurun. Detil tentang volume ekspor dan impor beras disajikan dalam Tabel Lampiran 14.

Selain beras, di Indonesia makanan pokok yang dihasilkan petani adalah jagung. Dalam periode yang sama, penduduk menunjukkan kecenderungan peningkatan konsumsi beras jagung. Hal ini terjadi di daerah perkotaan maupun

Page 8: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

270

perdesaan. Detil tentang konsumsi beras jagung menurut wilayah disajikan dalam Tabel Lampiran 15. Fenomena ini menarik dan memunculkan dugaan bahwa penduduk berpindah ke bahan pangan lain yang lebih murah daripada beras atau karena perubahan pola makan untuk mengurangi asupan kalori. Banyaknya jenis penyakit yang diderita masyarakat akibat kelebihan konsumsi kalori menciptakan pilihan sumber karbohidrat yang lebih rendah kadar kalorinya, antara lain jagung. Dugaan ini didasarkan tingkat kenaikan konsumsi per kapita jagung di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Kemungkinan yang lain ketersediaan jagung tidak saja dari domestik, namun mudah dalam importasinya. Diduga permintaan jagung tidak saja untuk pakan namun juga berkembang menjadi pangan, maka volume impor jagung pun cenderung, meningkat. Detil volume ekspor dan impor jagung disajikan dalam Tabel Lampiran 16.

Konsumsi Pangan

0.0

0.1

1.0

10.0

100.0

1,000.0

2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Kg

/Kap

/Th

Beras Beras Jagung Tepung Terigu Mi Instan

Grafik 3. Perkembangan Konsumsi Beberapa Bahan Pangan, 2002-2007

Ariani (2007) menyatakan bahwa pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan (PPH). Konsumsi dari kelompok padi-padian termasuk beras dan jagung masih dominan di perkotaan dan perdesaan. Yang mengejutkan, Ariani (2007) menyebutkan bahwa di Indonesia saat ini yang menjadi pangan pokok adalah beras, jagung, ubikayu, ubijalar, tales, sagu, pisang (khususnya di provinsi Papua) ditambah dengan makanan berupa mi instant, mi basah, dan lain-lain yang bahan bakunya dari gandum. Menurut Fabiosa (2006) pertumbuhan pendapatan dan urbanisasi di Indonesia merupakan faktor utama terjadinya pergeseran konsumsi

Page 9: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

271

bahan pangan pokok dari beras ke produk gandum. Masyarakat perkotaan hanya berkontribusi sebanyak 0,11–0,13 persen terhadap peningkatan konsumsi produk berbahan baku gandum. Dari sisi ketahanan pangan domestik, fenomena tersebut mengkhawatirkan. Berdasarkan temuan Ariani (2007) tersebut maka perkemba-ngan konsumsi tepung terigu dan mi instan menjadi bagian dari kajian ini sebagai pembanding antara bahan pangan pokok produksi lokal dan yang berbahan baku impor.

Selama periode yang sama, 2002-2007 konsumsi per kapita tepung terigu di perkotaan dan perdesan cenderung meningkat. Namun laju peningkatannya lebih tinggi di perdesaan. Konsumsi per kapita tepung terigu di perkotaan bertumbuh 7,10 persen per tahun, di perdesaan bertumbuh 9,67 persen per tahun serta secara agregat bertumbuh sebesar 8,55 persen per tahun. Sementara itu, konsumsi per kapita mi instan di perkotaan bertumbuh sebesar 12,11 persen per tahun, sedangkan di perdesaan bertumbuh jauh lebih tinggi sebesar 16,99 persenper tahun. Namun secara agregat konsumsi min instan bertumbuh menurun sebesar 5,50 persen per tahun. Detil tentang konsumsi terigu dan mi instan menurut wilayah disajikan dalam Tabel Lampiran 18a dan 118b.

Peralihan pola konsumsi masyarakat perdesaan lokasi produsen pangan yang demikian cepat, bahkan lebih tinggi dari perkotaan untuk makanan yang berasal dari gandum, terutama tepung terigu dan mi instan telah mendorong peningkatan impor gandum atau tepung terigu. Selain itu akan menyebabkan berkurangnya permintaan pangan yang berasal dari sumber daya dalam negeri (Sawit, 2003). Padahal Hardono dan Saliem (2007) menyebutkan bahwa dalam perbandingan secara intertemporal, kenaikan jumlah sumber pendapatan rumah tangga di desa lebih rendah dibandingkan di kota selama periode 1996-2002. Selain itu, kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga berpendapatan rendah lebih sedikit dibandingkan rumah tangga berpendapatan tinggi. Asumsi bahwa penduduk perdesaan relatif lebih rendah tingkat pendapatannya dibanding-kan perkotaan. Kenyataan ini berimplikasi bahwa masyarakat berpendapatan rendah lebih cepat bergeser pola makannya, dari bahan pangan lain ke pangan berbahan baku terigu. Tepung terigu yang dimaksud adalah jenis makanan dari bahan biji-bijian yang tercatat dalam data pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia.

Gandum sebenarnya bukan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Sudah pasti karena tidak dihasilkan sendiri di Indonesia, seluruhnya didatangkan dari impor. Namun, beberapa tahun terakhir telah menjadi bahan makanan pokok selain beras. Permintaan atas gandum dan tepung terigu terus meningkat (Sawit, 2003). Gandum impor digiling menjadi terigu oleh industri penggilingan dalam negeri (Batan, 2003). Karena permintaannya yang terus meningkat maka volume impor gandum terus meningkat sejak tahun 2005 (Tabel Lampiran 19) dan diprediksi akan lebih tinggi lagi tecermin dari tingkat pertumbuhan impornya. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola makan rakyat Indonesia juga (Batan, 2003).

Menurut Sawit (2003), perubahan peran terigu dan pola konsumsi itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah, sehingga berpengaruh terhadap

Page 10: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

272

keputusan konsumen atau tingkat konsumsi terigu, serta pesatnya perkembangan industri penggilingan gandum. Hal ini daat berdampak negatif, sebagian juga dapat berdampak positif. Dampak negatifnya masyarakat menjadi semakin tergantung pada bahan pangan impor, sangat rentan terhadap gejolak ekonomi dunia. Dampak positifnya, masyarakat memperoleh bahan pangan murah dan mudah diperoleh. Dampak agregatnya akan melemahkan ketahanan pangan nasional, karena masyarakat tidak lagi tergantung pada bahan pangan domestik, namun justru meningkatkan ketergantungan pada impor.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatil dibandingkan dengan sebelumnya. Oleh karena itu, ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia akan sangat beresiko. Untuk menghindari ketergantungan tersebut maka pemerintah harus selalu mengupayakan peningkatan produksi yang sesuai dengan karak-teristik permintaan di pasar domestik.

Walaupun tataniaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Oleh karena itu, harus diupayakan mekanisme pasar yang memungkinkan petani dapat ikut menikmati jika terjadi kenaikan harga di pasar dunia.

Di Indonesia komoditas pangan terkait erat dengan pengembangan perdesaan dan ketahanan pangan. Oleh karena itu pemerintah harus selalu berupaya melakukan kebijakan seperti yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang yang tergabung dalam Group 33 (G33) untuk melindungi petani melalui konsep special product (SP) dan special safeguard mechanism (SSM).

Perkembangan harga terbukti mempengaruhi tingkat konsumsi masyara-kat. Kecenderungan naiknya harga pangan menyebabkan perubahan pola makan masyarakat, terutama makanan pokok. Pola makan pokok bergeser dari beras ke selain beras, antara lain beras jagung dan pangan berbahan baku gandum, yaitu tepung terigu dan mi instan.

Bahan pangan selain beras tidak saja berasal dari produksi domestik, namun juga dari impor yang lebih mudah aturannya dan lebih murah harganya dibandingkan dengan beras. Pergeseran pola makan paling cepat terjadi di perdesaan. Masyarakat di daerah produsen pangan justru lebih tergantung pada pangan impor. Hal ini akan berpengaruh negatif terhadap ketahanan pangan nasional.

Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar dunia (terutama beras) maka program jangka panjang yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan produksi dalam negeri dan diversifikasi bahan pangan lokal. Selain itu importasi untuk bahan pangan impor harus diperketat untuk menekan laju

Page 11: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

273

ketergantungan impor yang lebih tinggi lagi. Produksi beras, kedelai dan jagung harus diprioritaskan agar stok di dalam negeri tetap aman.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2002-2007. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. BPS, Jakarta.

Batan. 2003. Penelitian Pemuliaan Tanaman Gandum dengan Teknik Mutasi. http://www.batan.go.id/patir/_kerma/pert/bogasari/bogasari.html.

Bulog. 2008. Statistik Perkembangan Harga Data Operasional, http://www.bulog.co.id/datastatistik.php (13 mei 2008).

Dickey, A. D. and W.A. Fuller. 1981. Likelihood Ratio Statistics for Autoregressive Time Series With a Unit Root. Econometrica, 49(4): 1057-1072.

Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons Inc., New York.

Hardono, G.S. dan H.P. Saliem. 2007. Diversifikasi Pendapatan Rumah Tangga Di Indonesia:Analisa Data BPS. Dalam Suradisastra et al. (2007). Diversifikasi Upayatani dan Konsumsi: Suatu Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-5.pdf (21 Juli 2008).

Sawit, M.H. 2003. Kebijakan Gandum/Terigu: Harus mampu Menumbuh dan Mengembang-kan Industri Pangan dalam Negeri. Analisa Kebijakan Pertanian, Vol. I(2), Juni 2003, Pusat Analisa Sosek dan Kebijakan Pertanian.

Husodo, S.Y. 2008. Menjadi Negara Eksportir Pangan Tropis. http://www.targetmdgs.org/ index.php (13 Mei 2008).

Fabiosa, J.F. 2006. Westernization of the Asian Diet: The Case of Rising Wheat Consumption in Indonesia. Working Paper 06-WP 422 April 2006, www.card.iastate.edu/publications/DBS/PDFFiles/06wp422.pdf (29 Oktober 2008).

Ariani, M. 2007. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia : antara Harapan dan Kenyataan. Dalam Suradisastra et al. (2007). Diversifikasi Upayatani dan Konsumsi: Suatu Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani.http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-7.pdf (21 Juli 2008)

Rachman, H.P.S. 2005. Metode Analisis Harga Pangan. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/ pdffiles/Mono26-7.pdf (21 Juli 2008).

Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agricultural Economics, 68(1): 102-109.

Sexton, R. J., Kling, L. C. and Carman, H. F. 1991. Market Integration, Efficiency of Arbitrage, and Imperfect Competition: Methodology and Application to U.S. Celery. American Journal of Agricultural Economics, 73(3): 568-580.

United Nations Statistics Division. 2008. Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE). http://comtrade.un.org/db/dqBasicQuery (20 Oktober 2008).

World Bank. 2008. Prospects:Commodity Price Data (Pink Sheet). http://econ.worldbank.org/ WBSITE/EXTERNAL/EXTDEC/EXTDECPROSPECTS/.

Page 12: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

274

0.0

500.0

1000.0

1500.0

2000.0

2500.0

3000.0

3500.0

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

Jan-08

(Rp

/Kg

)

01002003004005006007008009001000

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Sumber: Worldbank (2008) dan Bulog (2008)

Lampiran 1. Perkembangan Harga Gabah Kering Giling di Tingkat Petani dan Harga Beras di Pasar Internasional, Januari 1998- Agustus 2008

0

500

1000

1500

2000

2500

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

(Rp

/Kg

)

0

50

100

150

200

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Sumber: Worldbank (2008) dan Bulog (2008)

Lampiran 2. Perkembangan Harga Jagung di Tingkat Petani dan Harga di Pasar Internasional, Januari 1998- September 2008

Page 13: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

275

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

Jan-98

Jan-99

Jan-00

Jan-01

Jan-02

Jan-03

Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

Jan-08

(Rp

/Kg

)

0

100

200

300

400

500

600

700

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Sumber: Worldbank (2008) dan Bulog (2008)

Lampiran 3. Perkembangan Harga Kedelai di Tingkat Petani dan Harga di Pasar Internasional, Januari 1998- September 2008

0,0

1000,0

2000,0

3000,0

4000,0

5000,0

6000,0

Jan-98 Jan-00 Jan-02 Jan-04 Jan-06

(Rp/

Kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Sumber: Bulog (2008)

Lampiran 4. Perkembangan Harga Gabah Kering Giling, Harga Beras Grosir dan Eceran, Januari 1998- April 2007

Page 14: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

276

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

(Rp/

kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Sumber: Bulog (2008)

Lampiran 5. Perkembangan Harga Jagung di Tingkat Petani, Harga Grosir dan Eceran, Januari 1998- Desember 2007

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Jan-98

Jan-99

Jan-00

Jan-01

Jan-02

Jan-03

Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

Jan-08

(Rp/

Kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Sumber: Bulog (2008)

Lampiran 6. Perkembangan Harga Kedelai di Tingkat Petani, Harga Grosir dan Eceran, Januari 1998- Desember 2007

Page 15: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

277

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

Mar-98Mar-99

Mar-00Mar-01

Mar-02Mar-03

Mar-04Mar-05

Mar-06Mar-07

(%)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran Harga dunia

Lampiran 7. Perkembangan Koefisien Variasi Harga GKG dan Beras di Pasar Domestik dan Pasar Dunia, Januari 1998–April 2007

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

Mar-98

Mar-99

Mar-00

Mar-01

Mar-02

Mar-03

Mar-04

Mar-05

Mar-06

Mar-07

(%)

Produsen Grosir Eceran Dunia

Lampiran 8. Perkembangan Koefisien Variasi Harga Jagung di Pasar Domestik dan Pasar Internasional, Januari 1998-September 2008

Page 16: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

278

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

Mar-98

Mar-99

Mar-00

Mar-01

Mar-02

Mar-03

Mar-04

Mar-05

Mar-06

Mar-07

Mar-08

(%)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran Harga Dunia

Lampiran 9. Perkembangan Koefisien Variasi Harga Kedelai di Pasar Domestik dan Pasar Internasional, Januari 1998 - September 2008

Tabel Lampiran 10. Uji Stasionaritas Harga GKG di Tingkat Petani, Harga Beras Grosir, Eceran dan Dunia

Peubah pada Level Peubah pada Beda pertamaHarga

Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADFA. Konstanta tanpa slope

Produsen 1 -2,809* 0 -14,459***

Grosir O -2,785 0 - 6,897***

Eceran 1 -1,454 0 - 7,072***

Dunia 1 -1,155 0 -7,366***

B. Konstanta dengan slope

Produsen 0 -4,135*** 0 -14,467***

Grosir 0 -3,278* 0 -6,913***

Eceran 1 -2,487 0 - 7,029***

Dunia 1 -1,619 0 -7,457***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Page 17: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

279

Tabel Lampiran 11. Uji Stasionaritas Harga Jagung di Tingkat Petani, Grosir, Eceran dan Dunia

Peubah pada Level Peubah pada Beda pertamaHarga

Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADF

A. Konstanta tanpa slopeProdusen 0 -1,410 0 -9,725***

Grosir 11 -1,037 0 -10,532***

Eceran 1 0,488 0 -11,096***

Dunia 1 -0,933 0 -11,561***

B. Konstanta dengan slope

Produsen 0 -2,332 0 -9,761***

Grosir 0 -4,351*** 0 -10,522***

Eceran 1 -3,294* 0 -10,395***

Dunia 1 -2,483 0 -8,938***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Tabel Lampiran 12. Uji Stasionaritas Harga Kedelai di Tingkat Petani, Grosir, Eceran dan Dunia

Peubah pada Level Peubah pada Beda pertamaHarga

Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADF

A. Konstanta tanpa slope

Produsen 0 -3,490* 0 -7,963***

Grosir 0 -2,615 0 -8,772***

Eceran 1 -0,787 0 -7,252***

Dunia 1 -0,689 0 -7,163***

B. Konstanta dengan slope

Produsen 0 -1,891 0 -8,006***

Grosir 0 -1,646 0 -8,834***

Eceran 1 -2,251 0 -7,189***

Dunia 1 -2,573 0 -7,309***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Page 18: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

280

Tabel Lampiran 13. Konsumsi Beras (kg) per Kapita per Tahun menurut Wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 89,13 108,84 100,052003 89,34 108,37 100,362004 88,61 106,44 98,752005 84,81 105,40 95,892006 85,90 103,32 95,632007 81,59 98,23 90,22

%/Tahun -1.72 -1.90 -1.98Sumber: BPS (2002-2007).

Tabel Lampiran 14. Volume Ekspor dan Impor Beras (Ton), 1996-2007

Tahun Ekspor Impor

1996 196 2.149.7581997 64 349.681

1998 2.001 2.895.119

1999 2.700 4.751.398

2000 1.247 1.355.666

2001 4.010 644.7332002 3.991 1.805.380

2003 676 1.428.506

2004 904 236.867

2005 42.286 189.617

2006 959 438.1092007 1.613 1.406.848

%/Tahun 21,54 -12,42Sumber : http://comtrade.un.org/db/dqBasicQuery (diolah)

Tabel Lampiran 15. Konsumsi Beras Jagung (kg) per Kapita per Tahun menurut Wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota

2002 0,42 4,73 2,812003 0,16 3,80 2,292004 0,16 4,32 2,502005 0,16 3,95 2,182006 0,36 4,37 2,602007 0,68 5,46 3,12

%/Tahun 14,20 3,00 2,22Sumber: BPS 2002-2007.

Page 19: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi

281

Tabel Lampiran 16. Volume Ekspor dan Impor Jagung (Ton), 1996-2007

Tahun Ekspor Impor

1996 26.830 616.941

1997 18.957 1.098.354

1998 624.942 299.9171999 90.647 618.060

2000 28.066 1.264.575

2001 90.474 1.035.797

2002 16.306 1.154.063

2003 33.691 1.345.4462004 32.679 1.088.928

2005 54.009 185.597

2006 28.074 1.775.321

2007 101.740 701.953

%/Tahun -1,82 1,93Sumber : http://comtrade.un.org/db/dqBasicQuery (diolah)

Tabel Lampiran 17. Volume Ekspor dan Impor Kedelai (Ton), 1996-2007

Tahun Ekspor Impor1996 240 746.3291997 6 616.3751998 0 343.1241999 5 1.301.7552000 521 1.277.6852001 1.188 1.136.4192002 235 1.365.2532003 0 1.192.7172004 1.300 1.115.7932005 876 1.086.1782006 1.732 1.132.1442007 1.872 1.411.589

%/Tahun 46,35 6,91Sumber : http://comtrade.un.org/db/dqBasicQuery (diolah)

Tabel Lampiran 18a. Konsumsi Tepung Terigu (kg) per Kapita per Tahun menurut Wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 1,35 1,04 1,202003 1,04 1,04 1,042004 1,30 1,14 1,202005 1,25 1,35 1,302006 1,40 1,20 1,302007 1,87 1,82 1,87

%/Tahun 7,10 9,67 8,55Sumber: BPS (2002-2007).

Page 20: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_C1_2009.pdf · tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

282

Tabel Lampiran 18b. Konsumsi Mi Instan (kg) per Kapita per Tahun menurut Wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 0,04 0,02 0,032003 0,03 0,02 0,282004 0,04 0,02 0,032005 0,04 0,03 0,032006 0,04 0,03 0,042007 0,07 0,05 0,06

%/Tahun 12,11 16,99 -5,50Sumber: BPS 2002-2007.

Tabel lampiran 19. Nilai dan Volume Impor Gandum, 2001-2007

Tahun Nilai (US $) Volume (Ton)2001 399.521.728 2.717.6082002 614.447.972 4.250.2722003 579.924.997 3.502.3732004 838.577.108 1.870.1212005 799.003.390 4.428.5112006 816.120.633 4.482.8062007 1.181.312.663 4.615.694

%/Tahun 14,79 6,89Sumber : http://comtrade.un.org/db/dqBasicQuery (diolah)