pfm aceh full bhs

Upload: meliana-octavia

Post on 08-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    1/110

    PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK DI ACEH

    Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah di Aceh

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    2/110

    WORLD BANK OFFICE JAKARTA

    Jakarta Stock Exchange Building Tower II/12 th floor

    Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53

    Jakarta 12910

    Tel: (+62-21) 5299-3000

    Fax: (+62-21) 5299-3111

    Website: www.worldbank.or.idWebsite: www.decentralizationindonesia.org

    Dicetak pada bulan Maret 2007

    Laporan ini disusun oleh staf Bank Dunia. Penemuan, interpretasi dan kesimpulan yang terdapat

    dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan dari Dewan Eksekutif Direktur Bank Dunia

    atau pemerintah-pemerintah yang mereka wakili.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    3/110

    PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK DI ACEHMengukur Kinerja Pemerintah Daerah di Aceh

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    4/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    5/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    v

    Ucapan Terima KasihLaporan ini disusun oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Badan Rehabilitasi dan

    Rekonstruksi (BRR).

    Laporan ini ditulis oleh Peter Rooney (Bank Dunia, Jakarta) dengan bimbingan Ahya Ihsan

    dan Enrique Blanco Armas (Bank Dunia, Banda Aceh).

    Proses pembuatan laporan ini berada dibawah pengarahan Wolfgang Fengler (Bank Dunia).

    Kami ingin berterima kasih kepada Victor Bottini (Bank Dunia, Resident Representative,

    Banda Aceh) atas dukungan dan bantuan yang diberikan terhadap penelitian dan diseminasi

    laporan, juga kepada Cut Dian Rahmi, Ahmad Zaki, Sylvia Njotomihardjo dan Niltha Mathias

    atas kontribusi yang telah diberikan. Selain itu kami ingin berterima kasih kepada

    fotographer Ramli, Damrudin, Athaillah dan YanAli Zebua.

    Kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kami kepada BRR atas segala dukungan

    yang telah diberikan, terutama kepada Tedy Jiwantara Sitepu dan Sudirman Said. Kami juga

    berterima kasih kepada USAID-LGSP, terutama kepada Andrew Urban, untuk dukungan

    beliau, atas pelatihan untuk para peneliti dan atas pengorganisiran tahap pertama dari

    penelitian.

    Task Manager untuk persiapan kerangka PKP adalah Rajiv Sondhi, Senior Financial

    Management Specialist di Bank Dunia. Jessica Ludwig berperan sangat penting dalam

    pembuatan kerangka dan masukan-masukan beliau dalam pelaksanaan sangat berharga.

    Kami berterima kasih atas dukungan dan masukan yang telah diberikan oleh Departemen

    Dalam Negeri, Departemen Keuangan, AusAID, Asian Development Bank, CanadianInternational Development Agency, GTZ, USAID dan DSF.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    6/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    vi

    Kata PengantarPemerintah daerah memainkan peran yang semakin penting dalam pelayanan publik diIndonesia. Dengan semakin banyaknya tanggung jawab fiskal yang diserahkan ke daerah

    saat ini, pemerintah daerah memiliki peran yang jauh lebih besar dalam pelayanan publik.

    Di Aceh, pemerintah daerah memainkan peranan penting. Sejak penandatanganan

    kesepakatan perdamaian pada bulan Agustus 2005 dan pemilihan kepala daerah yang telah

    berhasil dilaksanakan pada Agustus 2006, dua puluh satu pemerintah daerah di Aceh

    memiliki momentum berharga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui

    perbaikan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang lebih baik

    dan kesempatan untuk pembangunan ekonomi.

    Pemerintah daerah Aceh, bersama-sama dengan pemerintah propinsi, mengendalikan dana

    dalam jumlah besar. Sekarang adalah saatnya untuk memastikan bahwa dana tersebut

    dikelola dengan bijaksana untuk kepentingan semua masyarakat Aceh. Dengan pengelolaan

    sumber daya publik yang efisien, transparan, dan efektif pada tingkat daerah, dana ini

    memiliki potensi untuk merubah Aceh.

    Laporan penelitian ini merupakan hasil kerjasama antara BRR NAD-Nias, Bank Dunia,

    Unsyiah dan USAID-LGSP. Laporan ini mewakili sebagian dari upaya kolektif yang tengah

    dijalankan untuk membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik.

    Laporan ini disusun terutama untuk pemerintah-pemerintah daerah di Aceh, yang

    merupakan pemimpin perubahan. Dengan adanya laporan ini diharapkan pemerintah

    daerah dapat mengidentifikasi dan menangani aspek-aspek pengelolaan keuangan yang

    membutuhkan perhatian segera. Nilai yang buruk tidak berarti kegagalan, namun suatu

    kesempatan untuk memperbaharui upaya dan mencari cara untuk memperbaiki kinerja.Dengan pendekatan ini, kita dapat bergerak dari penelitian ke rencana kerja yang

    komprehensif.

    BRR berterima kasih atas dukungan dari semua pihak yang terlibat, dan khususnya kepada

    pemerintah-pemerintah daerah Aceh sendiri yang telah banyak memberikan kontribusi

    dalam laporan ini.

    Assalamu alaikum.

    Deputi

    Kelembagaan dan Pengembangan SDM

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    7/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    vii

    Daftar IsiBab 1 Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh ........................................................................1Bab 2 Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil, dan indikator................................................. 3Bab 3 Survei PKP di Aceh........................................................................................................ 9Bab 4 Rincian Hasil dan Analisis ..........................................................................................19

    4.1 Bidang Strategis 1: Kerangka peraturan perundangan daerah.......... ........... ........... .....21

    4.2 Bidang Strategis 2: Perencanaan dan Penganggaran .......... ........... .......... ........... .......... 23

    4.3 Bidang Strategis 3: Pengelolaan kas...............................................................................25

    4.4 Bidang Strategis 4: Pengadaan barang dan jasa............ .......... ........... ........... ........... .....27

    4.5 Bidang Strategis 5: Akuntansi dan pelaporan.......... .......... ........... ........... ........... ........... .29

    4.6 Bidang Strategis 6: Audit Internal ....................................................................................30

    4.7 Bidang Strategis 7: Hutang dan Investasi .......................................................................32

    4.8 Bidang Strategis 8: Pengelolaan Aset..............................................................................33

    4.9 Bidang Strategis 9: Audit Eksternal......... ........... .......... ........... ........... .......... ........... ......... 35

    Bab 5 Isu-isu Utama..............................................................................................................37Bab 6 Langkah ke depan ......................................................................................................43Lampiran 1: Kerangka Pengukuran Bidang Strategis dan Indikator ........... ........... .......... ........... ....47

    Lampiran 2: Kerangka Pengukuran, Bidang, Hasil Dan Indikator................ ........... .......... ........... .......49

    Lampiran 3: Hasil PKP di setiap kabupaten/kota.......... ........... ........... ........... .......... ........... ........... .....70

    Lampiran 4: Metodologi .........................................................................................................................93

    Lampiran 5: Universitas dan Peneliti ....................................................................................................95

    Lampiran 6: Hasil PKP di setiap pemerintah daerah di Aceh............. ........... ........... ........... ........... .....96

    Daftar Gambar, Tabel dan DiagramGambar 1. Struktur kerangka PKP.............................................................................................. 6Tabel 1. Pedoman penilaian kerangka PKP...........................................................................12 Tabel 2. Nilai PKP berdasarkan bidang strategis untuk pemerintah daerah di Aceh...............13Diagram 1. Jumlah indikator pada setiap bidang strategis ........................................................... 6Diagram 2. Nilai PKP untuk masing-masing 21 Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi ........12Diagram 3. Pebandingan Pemerintah Daerah dengan Kinerja Terbaik dan Kinerja Terburuk ......15Diagram 4. Perbandingan Kinerja Pemerintah Daerah yang sudah lama terbentuk dengan

    Pemerintah Daerah yang baru terbentuk .................................................................16 Diagram 5. Rata-Rata nilai PKP berdasarkan bidang strategis ...................................................14 Diagram 6. Kerangka Peraturan Perundangan Daerah ..............................................................22 Diagram 7. Perencanaan dan Penganggaran ............................................................................23

    Diagram 8. Pengelolaan Kas .....................................................................................................26 Diagram 9. Pengadaan .............................................................................................................28 Diagram 10. Akuntansi dan Pelaporan ........................................................................................29 Diagram 11. Audit Internal ..........................................................................................................31 Diagram 12. Hutang dan Investasi publik ....................................................................................32 Diagram 13. Pengelolaan aset ....................................................................................................34 Diagram 14. Audit eksternal dan pengawasan ............................................................................36

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    8/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    viii

    Daftar Istilah: Akronim dan SingkatanAPEA Kajian Pengeluaran Publik Aceh(Aceh Public Expenditure Analysis)BPK Badan Pengawasan Keuangan

    BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

    Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

    Bawasda Badan Pengawasan Daerah

    BPKD Badan Pemeriksa Keuangan Daerah

    BUMD Badan Usaha Milik Daerah

    DAU Dana Alokasi Umum

    Dana Otsus Dana Otonomi Khusus

    Dispenda Dinas Pendapatan Daerah

    DPRD Dewan Perwakilan Raykat Daerah

    DSF Decentralized Support Facility

    Inpres Instruksi Presiden

    Juknis/Juklak Petunjuk Teknis/Petunjuk Pelaksana

    Kepmendagri Keputusan Menteri Dalam Negeri

    Keppres Keputusan Presiden

    KPPU Komite Pengawas Persaingan Usaha

    LGSP Local Government Support Program

    LKPJ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

    Depkeu Departemen Keuangan

    Depdagri Departemen Dalam Negeri

    Musbangdes Musyawarah Pembangunan Desa

    PAD Pendapatan Asli Daerah

    PDAM Perusahaan Daerah Air Minum

    Perda Peraturan Daerah

    PKP Pengelolaan Keuangan Publik

    Qanun Peraturan Daerah (Syariah Islam)

    Renstra Rencana Stategis

    RKA-SKPD Rencana Kerja dan Anggaran-Satuan Kerja Pemerintah Daerah

    RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

    Sekda Sekretariat Daerah

    SK Bupati Surat Keputusan Bupati

    SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah

    SKO Surat Keputusan Otorisasi

    SPM Surat Perintah Membayar

    SPP Surat Permohonan Pembayaran

    USAID United States Agency for International Development

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    9/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    ix

    IkhtisarKapasitas pengelolaan keuangan di Aceh sangat beragam antar pemerintah daerah yang

    satu dengan yang lain. Beberapa pemerintah daerah memiliki hasil yang cukup baik dalam

    kapasitas pengelolaan keuangan, sementara beberapa pemerintah daerah lainnya masih

    tertinggal. Perbedaan kapasitas pengelolaan keuangan juga ditemui di dalam masing-

    masing pemerintah daerah. Hasil rata-rata menunjukkan kelemahan, terutama di dalam

    bidang akuntansi dan pelaporan, pengelolaan kas dan audit eksternal.

    Kerangka Pengelolaan Keuangan Publik (PKP)Survei Pengelolaan Keuangan Publik dilaksanakan di setiap pemerintah daerah di Aceh

    antara Mei sampai November 2006. Penilaian kapasitas didasarkan pada sembilan bidang

    utama pengelolaan keuangan: (1) Kerangka peraturan perundangan daerah; (2)

    Perencanaan dan penganggaran; (3) Pengelolaan kas; (4) Pengadaan; (5) Akuntasi dan

    pelaporan; (6) Audit internal; (7) Hutang dan investasi publik; (8) Pengelolaan aset; dan (9)

    Audit eksternal dan pengawasan. Setiap bidang strategis dibagi menjadi satu sampai lima

    hasil dan terdapat serangkaian indikator yang membutuhkan jawaban ya/tidak untuk

    setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang

    strategis dan indikator digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan pemerintah

    kabupaten dalam mencapai hasil tersebut. Kerangka PKP memberikan gambaran sekilas

    atas kapasitas pengelolaan keuangan untuk setiap pemerintah daerah, dengan fokus

    terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan, dalam arti lingkungan pengelolaan keuangan

    dalam pemerintah daerah. Bidang-bidang yang menjadi kelemahan pemerintah daerah

    dalam pengelolaan keuangan sengaja di garis bawahi, sehingga dapat menunjukkan aspek-

    aspek apa saja yang perlu diperbaiki. Sebelum survei PKP dilaksanakan, pengetahuanmengenai kapasitas pemerintah daerah sangat terbatas. Oleh karena itu, diharapkan

    dengan adanya laporan ini beserta analisisnya dapat memberikan masukan untuk penilaian

    kapasitas keuangan yang lebih efektif di Aceh dan dampaknya terhadap proses

    desentralisasi dalam propinsi.

    Hasil PKPSecara keseluruhan, pemerintah daerah dengan nilai tertinggi adalah Aceh Utara (69

    persen) dan yang terendah adalah Aceh Jaya (15 persen); sehingga nilai berada dalam

    rentang baik sampai dengan sangat buruk, berdasarkan panduan kerangka penilaian. Nilai

    rata-rata adalah 41 persen. Delapan pemerintah daerah mendapatkan nilai antara 39sampai 42 persen dan enam pemerintah daerah mendapatkan nilai di bawah 39 persen.

    Semua pemerintah daerah, kecuali tiga diantaranya, mendapat nilai yang buruk pada

    sedikitnya satu bidang strategis. Selama lebih dari lima tahun, setelah pelaksanaan

    desentralisasi, kapasitas pengelolaan keuangan di empat belas pemerintah daerah di Aceh

    masih relatif lemah.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    10/110

    Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh

    x

    Implikasi KebijakanHasil PKP ini memiliki empat aplikasi potensial. Pertama, dan yang paling penting, kerangka

    PKP ini beserta hasil PKP untuk masing-masing pemerintah lokal, dapat membantu

    pemerintah daerah dalam mengatasi kelemahan mereka dalam pengelolaan keuangan.

    Dengan mengidentifikasi bidang-bidang yang menjadi kelemahan mereka, pemerintahdaerah dapat mengembangkan strategi untuk meningkatkan kapasitas pada bidang-bidang

    tersebut. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus diambil oleh pemerintah daerah

    adalah memastikan bahwa kebijakan, prosedur dan peraturan sudah tersedia dan kemudian

    memastikan hal-hal tersebut ditaati dan praktek-praktek pengelolaan keuangan yang baik

    dilembagakan dan dikembangkan lebih jauh lagi. Tanpa adanya ketaatan dan pelembagaan,

    upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas akan menjadi tidak efektif. Hasil PKP ini juga

    akan memungkinkan pembelajaraan sesama pemerintah lokal. Lembaga non-pemerintah

    dapat mendukung pemerintah daerah dalam mengembangkan kapasitas mereka dengan

    cara memberikan bantuan teknis dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas, apabila

    diperlukan. Pemerintah propinsi bisa mengambil peran utama dalam mengembangkan

    strategi untuk semua pemerintah daerah di Aceh.

    Kedua, dengan menggaris bawahi bidang-bidang utama yang memiliki kelemahan

    kapasitas,, akan memungkinkan badan-badan yang merencanakan untuk bekerja sama

    dengan pemerintah daerah untuk mengikutsertakan kapasitas pengelolaan keuangan dan

    pemerintah daerah tertentu dalam bentuk kerja sama yang spesifik..

    Ketiga, dalam rangka mendorong pendekatan yang pro-aktif oleh pemerintah daerah perlu

    diberikan insentif untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan, sebagai contoh

    dengan mengaitkan sebagian alokasi dana otonomi khusus dengan perbaikan kapasitas.

    Yang terakhir, dengan mengikuti perubahan kapasitas pengelolaan keuangan, pemerintah

    Indonesia dapat membuat penilaian yang lebih akurat terhadap dampak desentralisasi di

    Aceh. Dengan demikian, hal kebijakan dan peraturan dalam konteks desentralisasi dapatlebih diidentifikasi, juga dalam kemajuan reformasi dan pelayanan publik dapat dipantau

    lebih baik.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    11/110

    Bab 1Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    12/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    13/110

    Bab 1: Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    1

    Sejak tahun 2001, Indonesia telah menjalani transformasi yang mendasar dari

    pemerintahan yang tersentralisasi menjadi pemerintahan yang terdesentralisasi. Namun,

    sampai saat ini, pemahaman mengenai transisi kekuasaan dan tanggung jawab menyangkut

    sumber daya publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam berbagai kapasitas

    masih sangat terbatas. Terutama, status otonomi khusus Aceh telah memberikan propinsi

    ini persentase sumber daya keuangan yang bahkan lebih besar lagi bagi pemerintah daerah.

    Ketiadaan informasi yang sistematis baik kualitatif maupun kuantitatif mengenai bagaimanadesentralisasi fiskal ini dikelola oleh kabupaten telah menjadi pemicu untuk mengembangan

    kerangka pengukuran untuk pemerintah daerah di Indonesia.

    Kerangka PKP merupakan salah satu dari empat pilar kerangka pengukuran pemerintah

    daerah. Pilar-pilar lainnya adalah pemberian layanan publik, iklim investasi, dan kesehatan

    fiskal. Dengan mengukur kinerja dalam empat bidang utama ini, penilaian yang sistematis

    terhadap kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan.

    Untuk Aceh, kapasitas pengelolaan keuangan yang efektif di tingkat pemerintah daerah

    penting untuk pencapaian tujuantujuan pembangunan jangka panjang. Beberapa faktor

    telah membatasi kapasitas pengelolaan keuangan di Aceh. Pertama, desentralisasi yang

    dilakukan secara cepat di Indonesia yang merupakan pengalihan tanggung jawab fiskal danpenyerahan sumber daya keuangan kepada pemerintah daerah tidak diikuti oleh

    peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya tersebut.

    Mengingat sebelum desentralisasi tugas utama pemerintah daerah hanyalah menjalankan

    proritas pembangunan pemerintah pusat, sistem pengelolaan keuangan tidak dirancang

    untuk mengatasi perubahan pengaturan fiskal. Kedua, Aceh telah mengalami peningkatan

    jumlah pemerintah daerah sejak tahun 2000. Sampai bulan November 2006, dari 21

    pemerintah daerah yang ada, 11 diantaranya dibentuk setelah tahun 2000. Walaupun hal

    ini tidak serta merta berarti kapasitas pengelolaan keuangan akan selalu lebih rendah pada

    pemerintah daerah yang baru dibentuk, hasil dari survei PKP mengindikasikan bahwa,

    secara rata-rata, hasil pengelolaan keuangan lebih rendah pada pemerintah daerah yang

    baru,

    Sebelum diadakannya survei PKP, pengetahuan mengenai kapasitas pengelolaan keuangan

    pemerintah daerah di Aceh dan di seluruh Indonesia pada umumnya masih kurang. Apabila

    keefektivitasan atas desentralisasi hendak dinilai secara efektif, salah satu komponen

    utama penilaian ini adalah kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola keuangan

    mereka. Jika pengelolaan keuangan masih lemah setelah lima tahun sejak perubahan yang

    dibawa oleh desentralisasi, hal ini berarti tujuan-tujuan desentralisasi masih belum tercapai

    di Aceh. Yang lebih penting dari penilaian pengelolaan keuangan secara keseluruhan adalah

    tujuannya untuk membuat gambaran yang rinci mengenai kapasitas pengelolaan keuangan

    masing-masing pemerintah daerah di seluruh Aceh, dan di Indonesia pada umumnya,

    karena pada saat ini pemerintah daerahlah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap

    kehidupan masyarakat. Berangkat dari argumen ini, kerangka PKP dibuat untuk

    menfasilitasi penilaian dan analisis kapasitas pengelolaan keuangan pada tingkat daerah.

    Pengetahuan ini memiliki beberapa aplikasi. Pertama, hasil dan analisis akan disebarkan

    kepada pemerintah daerah itu sendiri. Sehingga, pemerintah daerah akan mendapatkan

    penilaian yang akurat dan independen mengenai kapasitas pengelolaan keuangan mereka

    sendiri dan dapat berfokus untuk memperbaiki bidang-bidang utama yang menjadi

    kelemahan mereka. Kedua, badan-badan pemerintah lainnya, seperti BRR dan pemerintah

    propinsi, dapat menggunakan hasil yang diperoleh untuk merancang intervensi peningkatan

    kapasitas dan juga untuk merancang program yang lebih baik dengan memperhitungkan

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    14/110

    Bab 1: Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh

    2

    kekuatan dan kelemahan tertentu dalam kapasitas pengelolaan keuangan. Begitu juga

    donor akan dapat merancang intervensi peningkatan kapasitas dan mengakomodasi

    kapasitas pemerintah daerah dalam berbagai bentuk program secara lebih baik. Ketiga,

    hasil dan analisis juga dapat digunakan untuk memberikan insentif bagi pemerintah daerah

    untuk meningkatkan kapasitas PKP mereka. Sebagai contoh, apabila survei ini diadakan

    kembali setiap tahun atau setiap dua tahun, perubahan kapasitas PKP dapat diidentifikasi.

    Pemerintah daerah dengan kinerja yang bagus dapat diberikan penghargaan berupatambahan pendapatan melalui dana otonomi khusus untuk mendorong perbaikan yang lebih

    jauh, sementara pemerintahan yang terus menerus berkinerja buruk dapat dikecualikan dari

    menerima sumber tambahan pendapatan ini. Hal ini dapat menjadi bagian dari keseluruhan

    strategi untuk memberikan bantuan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan

    kapasitas pengelolaan keuangan mereka.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    15/110

    Bab 2Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil, dan indikator

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    16/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    17/110

    Bab 2: Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil dan indikator

    5

    Kerangka PKP dikembangkan oleh Bank Dunia dan Departemen Dalam Negeri Republik

    Indonesia untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Kerangka ini

    terbagi menjadi sembilan bidang strategis yang utama untuk pengelolaan keuangan publik

    yang efektif pada tingkat pemerintah daerah: (1) kerangka peraturan perundangan daerah;

    (2) perencanaan dan penganggaran; (3) pengelolaan kas; (4) pengadaan; (5) akuntasi dan

    pelaporan; (6) audit internal; (7) hutang dan investasi publik; (8) pengelolaan aset; dan (9)

    audit eksternal dan pengawasan.

    Setiap bidang stragis terbagi atas satu hingga lima hasil, dan sebuah daftar indikator

    diberikan untuk setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada

    setiap bidang strategis dan indikator-indikator digunakan untuk menilai sejauh mana

    pemerintah daerah telah berhasil mencapai hasil-hasil ini. Walaupun kerangka ini

    menggunakan beberapa konsep dan perangkat dari PKP nasional dan internasional,

    kerangka PKP ini telah khusus dirancang untuk pemerintah daerah di Indonesia. Sehingga,

    walaupun standar minimum internasional telah ditetapkan, standar tersebut tidak dijadikan

    dasar dalam mengidentifikasi hasil-hasil yang ideal, atas pertimbangan bahwa standar-

    standar tersebut terlalu tinggi untuk membuat penilaian yang valid terhadap pemerintah

    daerah dalam konteks Indonesia.

    Responden diminta untuk memberikan jawaban ya atau tidak untuk setiap pernyataan

    pada masing-masing indikator. Respon positif dijumlahkan pada setiap hasil dan nilai

    diperhitungkan berdasarkan persentase atas jawaban ya. Persentase nilai kemudian

    diberikan untuk setiap hasil yang diinginkan yang mencerminkan sejauh mana pemerintah

    daerah telah berhasil mencapai hasil ini. Dengan menjumlahkan semua jawaban positif

    pada setiap bidang strategis, didapatkan nilai yang mencerminkan kapasitas pemerintah

    daerah pada aspek pengelolaan keuangan tersebut.

    Hasil penilaian didapatkan melalui wawancara dan kelompok diskusi terarah dengan

    perwakilan pemerintah daerah pada departemen-departemen terkait. Perwakilan

    pemerintah termasuk: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), bagian

    keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dinas pendapatan daerah, kantor kas

    daerah dan Badan Pengawasan Daerah (lihat Lampiran 4). Untuk memastikan keakuratan

    data jawaban ya harus didukung oleh dokumen yang relevan atau/dan diperiksa silang

    dengan responden tambahan. Sebagian besar hasil dapat dikumpulkan dalam tempo tiga

    atau empat hari.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    18/110

    Bab 2: Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil dan indikator

    6

    Gambar di bawah ini menunjukkan struktur kerangka, dengan fokus pada salah satu bidang

    strategis sebagai contoh.

    Gambar 1. Struktur Kerangka PKP

    Beberapa bidang strategis memiliki lebih banyak indikator dibanding bidang strategis lainnya. Sebagai

    contoh, perencanaan dan penganggaran memiliki 53 indikator, sedangkan hutang dan investasi

    publik hanya memiliki 8 indikator. Nilai keseluruhan untuk masing-masing pemerintah daerah adalah

    perhitungan rata-rata dari sembilan bidang strategis, sehingga, setiap bidang strategis memiliki bobot

    yang sama dalam perhitungan.

    Diagram 1. Jumlah indikator pada setiap bidang strategis

    25

    53

    4450

    27

    18

    8

    229

    Kerangka peraturan perundangandaerah

    Perencanaan dan penganggaran

    Pengelolaan kas

    Pengadaan

    Akuntansi dan pelaporan

    Audit internal

    Hutang dan investasi

    Pengelolaan aset

    Audit dan eksternal danpengawasan

    Pemerintah Daerah

    Kapasitas Pengelolaan Keuangan

    Bidang Strategis 1:Kerangka peraturan perundangan daerah 2 3 4 5 6 7 8 9

    Hasil 1:Kerangka peraturandaerah menyediakan dasar

    penegakan hukum danstruktur organisasi yang

    efektif

    Hasil 3:Kerangka peraturandaerah mencakup

    pengukuran untukmeningkatkan tranparansi

    dan partisipasi masyarakat

    Hasil 2:Kerangka peraturandaerah yang komprehensif

    diharuskan oleh perundangannasional mengenai pengelolaan

    keuangan daerah

    12 indikator 7 indikator 6 indikator

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    19/110

    Bab 2: Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil dan indikator

    7

    Keterbatasan kerangka iniKerangka pengukuran ini dirancang untuk menjadi sekomprehensif mungkin. Namun,

    beberapa kekurangan tidak dapat dihindari. Kerangka ini tidak dapat mengukur semua hal

    yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan akuntabilitas pemerintah daerah.

    Kerangka ini mempertimbangkan apa yang mungkin dan yang realistis untuk dilakukan

    dalam pemerintah daerah Indonesia. Oleh sebab itu, indikator-indikator mengarah kepadadasar yang bukan saja dibutuhkan tetapi juga dinilai memungkinkan untuk dicapai. Hal ini

    dilakukan untuk menyesuaikan model terhadap perbaikan yang relatif kecil dalam bidang

    PKP yang kemungkinan dapat direalisasikan oleh banyak pemerintah daerah di Indonesia,

    setidaknya dalam jangka pendek.

    Kerangka ini dirancang agar mudah digunakan. Tingkat selektivitas tertentu diterapkan

    dalam mengikutsertakan hasil, indikator, dan pertanyaan-pertanyaan diagnostik tertentu

    dan mengesampingkan yang lainnya, sehingga kerangka ini dapat dengan mudah digunakan

    oleh surveyor. Lingkungan kontrol internal di beberapa institusi kunci PKP tidak tercakup

    sepenuhnya dalam model ini. Melaksanakan penilaian atas kontrol/pengendalian internal

    bisa menjadi suatu latihan yang sangat rumit. Oleh sebab itu, pada institusi-institusi utama

    PKP regional, seperti bagian akuntansi dan kas daerah hanya beberapa pertanyaan utamayang dimasukkan yang mencerminkan indikator-indikator secara luas di bidang

    pengendalian.

    Selain penting untuk memiliki prosedur dan kebijakan yang benar di tempat, penting juga

    untuk memastikan bahwa prosedur dan kebijakan ini benar-benar dijalankan di lapangan.

    Kerangka ini lebih mengarah kepada penilaian mengenai apakah kebijakan dan prosedur

    yang ada telah memadai, dan secara umum bergantung pada diskusi antara enumerator

    dan pegawai pemerintahan daerah. Terdapat kesulitan dalam mengindentifikasi praktek-

    praktek yang tidak sejalan dengan peraturan, kebijakan dan prosedur yang mengatur

    pengelolaan keuangan. Sehingga, hal ini berarti, nilai yang tinggi untuk misalnya audit

    internal tidak selamanya berarti audit internal dijalankan dengan tepat atau secara efektif.

    Melainkan, hal ini hanya berarti bahwa terdapat kebijakan dan prosedur untuk melakukan

    audit internal secara tepat.

    Perlu untuk dicatat bahwa pembuatan kerangka pengukuran disiapkan tanpa adanya

    informasi pendukung yang lengkap mengenai proses PKP yang saat ini dilakukan oleh

    pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia. Karena pada saat kerangka ini dibuat

    informasi-informasi tersebut tidak tersedia. Sehubungan dengan pengalaman

    mengaplikasikan kerangka ini di seluruh Aceh, penyesuaianpenyesuaian perlu untuk

    dilakukan pada masa yang akan datang agar kerangka ini lebih sesuai dengan konteks

    Indonesia dan lebih fokus untuk mendapatkan hasil-hasil PKP yang dapat diukur.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    20/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    21/110

    Bab 3Survei PKP di Aceh

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    22/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    23/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    11

    Survei PKP di Aceh dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama melibatkan lima pemerintah

    daerah: Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya. Survei dilakukan

    selama bulan Mei sampai bulan Juni 2006. Kelima wilayah ini dipilih karena USAID-LGSP (Local

    Governance Support Program) memiliki program di lima pemerintahan daerah yang terkena

    dampak tsunami ini. LGSP mendanai survei tahap pertama ini dan memberikan pelatihan bagi

    para peneliti (suatu lokakarya tiga hari dilaksanakan di Medan pada bulan April 2006). LGSP

    dan Bank Dunia mengkoordinasikan kegiatan survei dan mengawasi pelaksanaan surveitersebut. Tahap kedua dilakukan pada empat pemerintah daerah: Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie

    dan Bireuen. Bank Dunia mendanai dan mengorganisir survei tahap kedua ini, yang dilakukan

    pada bulan Juli 2006. Tahap ketiga dilaksanakan pada 12 pemerintah daerah lainnya serta

    pemerintah propinsi pada bulan November 2006. Survei tahap ke-tiga ini didanai oleh BRR dan

    diorganisir oleh Bank Dunia. Laporan ini berfokus pada 21 pemerintah kabupaten maupun kota.

    Survei ini dilaksanakan oleh peneliti dari empat universitas di Indonesia: UNSYIAH di Banda

    Aceh, USU di Medan, dan UNHAS di Makassar dan UNAND di Padang. Beberapa peneliti juga

    dikontrak dari LSM-LSM yang ada di Aceh. Peneliti-peneliti ini memiliki latar belakang akademis

    yang solid di bidang pengelolaan keuangan, sebagian besar dengan gelar MSc yang relevan, dan

    beberapa diantara mereka bergelar PhD.

    Hasil awal telah dipublikasikan pada Analisa Pengeluaran Publik Aceh1 yang diterbitkan oleh

    Bank Dunia dan Aceh and Nias Two Years after the Tsunami2 yang diterbitkan oleh BRR.

    Diharapkan bahwa pelaksanaan kerangka PKP di masa yang akan datang dapat mencakup

    semua wilayah Indonesia. LGSP juga telah melakukan survei terhadap beberapa pemerintah

    daerah di luar Aceh, dengan fokus kepada bidang-bidang strategis yang berkaitan dengan

    program-program peningkatan kapasitas yang dimiliki oleh LGSP.

    Hasil-hasil PKP di AcehRadar di bawah ini (Diagram 2) menunjukan perbedaan kapasitas pengelolaan keuangan di

    Aceh. Nilai rata-rata untuk semua 21 pemerintah daerah di Aceh adalah 41 persen. Yang segeramenjadi perhatian adalah sembilan pemerintah daerah mendapatkan nilai di bawah 40 persen

    dan lima pemerintah daerah mendapatkan nilai antara 40 sampai 42 persen. Hanya satu, Aceh

    Utara yang mendapatkan nilai di atas 60 persen.

    Banyak faktor yang dapat menyebabkan hasil yang kurang baik dalam pengelolaan keuangan,

    seperti kabupaten dipimpin oleh seorang pejabat bupati sementara, kualitas pegawai di daerah

    terpencil, insiden konflik di masa lalu, dampak langsung dari tsunami, sejarah pengelolaan yang

    kurang baik dari pemerintahan sebelumnya, dan kurangnya sumber daya keuangan. Rendahnya

    tingkat kapasitas pengelolaan keuangan di beberapa pemerintah daerah saat ini perlu

    mendapatkan perhatian segera dan berkelanjutan. Kelemahan-kelemahan tertentu

    menunjukkan bidang-bidang yang memerlukan upaya peningkatan kapasitas. Perubahan yang

    diharapkan nanti, dapat dikaitkan dengan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab.

    Perbaikan-perbaikan tersebut harus mendapatkan pengakuan dan diberikan penghargaan,

    sebaliknya, kegagalan juga perlu disadari dan dipertanggung jawabkan.

    1Analisa Pengeluaran Publik Aceh Belanja untuk rekonstruksi dan pengentasan kemiskinan. Bank Dunia, 2006.2Aceh and Nias Two Years after the Tsunami, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, 2006.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    24/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    12

    Ringkasan hasilNilai PKP untuk semua 21 pemerintah daerah dan pemerintah propinsi disajikan di bawah ini.

    Panduan penilaian juga diberikan untuk menunjukkan tingkatan nilai dari sangat baik sampai

    sangat buruk.

    Tabel 1: Pedoman penilaian kerangka PKP

    Pedoman penilaian81 - 100% Sangat baik/Dapat diterima sepenuhnya

    61 - 80% Baik/Secara umum dapat diterima

    41 - 60% Sedang/Sebagian dapat diterima

    21 - 40% Buruk/Sebagian besar tidak dapat diterima

    0 - 20% Sangat buruk/Tidak dapat diterima

    Diagram 2: Nilai PKP untuk masing-masing 21 pemerintah kabupaten/kota dan propinsi

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh

    Utara

    BandaAceh

    Aceh

    Besar

    Aceh

    Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    NAD

    Gayo

    Lues

    Pidie

    Sabang

    Average

    A.Tenggara

    Aceh

    Selatan

    Bireuen

    A.Tam

    iang

    Aceh

    Barat

    Aceh

    Tengah

    NaganRaya

    Lhokseum

    awe

    A.Barat

    Daya

    BenerMeriah

    Aceh

    Jaya

    hasil(%)

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    25/110

    Tabel 2: Nilai PKP berdasarkan bidang strategis untuk pemerintah daerah di Ac

    Bidang StrategisPemerintah Hasil

    terakhir

    Kerangka

    peraturan

    perundangan

    daerah

    Perencanaan

    dan

    penganggaran

    Pengelolaan

    kas

    Pengadaan Akuntansi

    dan

    pelaporan

    Audit

    internal

    H

    in

    1 Aceh Utara 69 68 74 57 78 63 78

    2 Banda Aceh 56 48 53 61 68 59 56

    3 Aceh Besar 54 56 42 48 62 59 67

    4 Aceh Timur 52 68 51 34 64 52 78

    5 Langsa 50 56 55 43 66 48 61

    6 Simeulue 49 36 51 43 76 52 56

    7 Singkil 47 44 51 39 68 33 50

    8 Gayo Lues 42 36 51 34 58 74 39

    9 Pidie 42 32 36 48 72 41 67

    10 Sabang 41 36 34 41 54 59 50 11 A. Tenggara 40 48 49 27 74 19 50

    12 Aceh Selatan 40 24 49 16 58 22 44

    13 Bireuen 39 32 47 36 72 41 44

    14 A. Tamiang 39 44 30 39 58 37 44

    15 Aceh Barat 39 8 26 50 70 19 61

    16 Aceh Tengah 33 32 40 23 56 30 33

    17 Nagan Raya 29 12 25 23 64 19 67

    18 Lhokseumawe 29 24 33 36 32 33 50

    19 A. Barat Daya 26 24 42 14 48 15 44

    20 Bener Meriah 25 20 30 18 38 15 33

    21 Aceh Jaya 15 20 25 14 34 11 11

    Rata-rata 41 37 43 35 60 38 52 NAD 43 36 46 41 52 56 61

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    26/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    14

    Radar di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata pada sembilan bidang strategis untuk

    seluruh 21 pemerintah daerah. Rentang nilai rata-rata untuk bidang strategis jauh lebih

    sempit dibandingkan dengan rentang nilai untuk pemerintah daerah. Nilai rata-rata tertinggi

    adalah untuk pengadaan (60 persen) disusul oleh audit internal (52 persen). Nilai paling

    rendah terdapat pada hutang dan investasi publik (28 persen) disusul oleh pengelolaan kas

    (35 persen)

    Diagram 5: Rata-rata nilai PKP berdasarkan bidang strategis

    Pemerintah daerah dengan kinerja terbaik dan kinerja terburukNilai keseluruhan tertinggi untuk pengelolaan keuangan diraih oleh Aceh Utara (69 persen),

    sementara nilai paling rendah dihasilkan oleh Aceh Jaya (15 persen). Radar di bawah ini

    membandingkan nilai-nilai untuk pemerintah daerah dengan nilai tertinggi dan terendah,

    menunjukkan perbedaan besar dalam hasil pengelolaan keuangan di antara pemerintah-

    pemerintah daerah di Aceh.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Kerangka peraturanperundangan daerah

    Perencanaan danpenganggaran

    Pengelolaan kas

    Pengadaan

    Akuntansi danpelaporan

    Audit internal

    Hutang dan investasi

    Pengelolaan aset

    Audit dan pengawsaneksternall

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    27/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    15

    Diagram 3: Pebandingan pemerintah daerah dengan kinerja terbaik dan kinerja terburuk

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Regulatory framework

    Planning & budgeting

    Cash management

    Procurement

    Accounting & reportingInternal audit

    Public debt & investment

    Asset management

    External audit & oversight

    Aceh Utara Aceh Jaya Tim peneliti untuk Aceh Utara mengidentifikasi kemauan politik dan komitmen bupati

    merupakan pendorong utama kinerja pengelolaan keuangan yang baik. Memiliki pegawai

    dengan kualifikasi baik mendukung upaya peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan.

    Selain itu, dukungan dari dewan perwakilan rakyat daerah, LSM dan kelompok masyarakat,

    mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Kinerja buruk Aceh Jaya

    sebagian disebabkan karena status kabupaten yang relatif baru, sehingga menyebabkan

    sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang dimiliki oleh daerah ini kurang

    memadai. Sebagai tambahan, dampak tsunami yang memprihatinkan di Aceh Jaya, (ibukota

    Aceh Jaya, Calang, hancur sepenuhnya) tentu saja berdampak pada hasil pengelolaan

    keuangan dalam jangka menengah.

    Kinerja PKP di pemerintahan daerah yang sudah lama terbentuk dan yang baruterbentukPemerintah daerah yang banyak baru terbentuk belakangan ini mendapatkan nilai lebih

    rendah, secara rata-rata, untuk masing-masing sembilan bidang strategis. Sebelas dari 21

    kabupaten/kota baru dibentuk setelah tahun 2000. Hal ini merupakan bagian dari pola

    pemekaran kebupaten yang terjadi di seluruh Indonesia serta pembentukan administrasi

    kota yang secara fiskal independen sebagai akibat dari desentralisasi. Di Aceh terdapat

    sembilan kabupaten dan dua kota yang baru terbentuk. Kapasitas pengelolaan keuangan

    yang lebih rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor: kurangnya pra-sarana

    pemerintah dalam kabupaten/kota yang baru untuk menjalankan fungsi-fungsi

    pemerintahan secara efektif (atau setidaknya, sama baiknya dengan sebelum pemekaran) di

    kabupaten baru; kurangnya tenaga-tenaga terlatih apabila kebanyakan pegawai negeri tetap

    berada pada kabupaten asal; kurangnya waktu untuk mengembangkan praktek-praktek

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    28/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    16

    pengelolaan keuangan; dan tidak cukupnya waktu untuk mengesahkan peraturan-preaturan

    yang mendukung. Namun, kabupaten/kota yang baru terbentuk tidak semuanya

    mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan kabupaten asal. Jelas bahwa,

    pemekaran daerah memerlukan pertimbangan yang seksama untuk memastikan standar-

    standar pengelolaan keuangan setidaknya dapat dipertahankan. Beberapa dari pemerintah

    daerah yang baru terbentuk mendapatkan hasil yang sangat buruk, mengindikasikan

    kurangnya persiapan untuk memastikan bahwa standar-standar dapat dipertahankan.Bahkan tiga sampai lima tahun setelah pemekaran, kapasitas beberapa pemerintah daerah

    yang baru dibentuk masih jauh lebih rendah dibandingkan kabupaten asal.

    Diagram 4: Perbandingan kinerja pemerintah daerah yang sudah lama terbentuk dengan

    pemerintah daerah yang baru terbentuk

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Kerangka peraturan perundangan daerah

    Perencanaan dan penganggaran

    Pengelolaan kas

    Pengadaan

    Akuntansi dan pelaporanAudit internal

    Hutang dan investasi

    Pengelolaan aset

    Audit eksternal dan pengawasan

    Pemerintah lama Pemerintah baru Kinerja PKP di kabupaten dan kotaSebelum diadakannya survei, kota diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan

    kabupaten karena beberapa alasan. Pertama, sebagai pusat perkotaan, kota-kota dapat

    menarik lebih banyak pegawai yang berkualitas yang lebih memilih untuk hidup dan bekerja

    di pusat-pusat keramaian. Kota memiliki pra-sarana yang lebih baik untuk menjalankanfungsi pemerintahan, terutama apabila dibandingkan dengan pemerintahan kabupaten di

    sekitarnya yang relatif baru terbentuk. Hasil survei PKP mangindikasikan bahwa kota, secara

    rata-rata, memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan kabupaten, walaupun terdapat satu

    perbedaan yang jelas.

    Empat dari pemerintah daerah di Aceh merupakan kota. Banda Aceh dan Sabang telah

    memiliki administrasi yang terpisah untuk cukup lama sedangkan Langsa dan Lhokseumawe

    keduanya baru terbentuk pada tahun 2001 ketika desentralisasi baru dimulai. Perbandingan

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    29/110

    Bab 3: Survei PKP di Aceh

    17

    antara kota dan kabupaten tidak menunjukkan perbedaan yang besar, walaupun rata-rata

    nilai PKP untuk kota jauh lebih rendah dari yang seharusnya disebabkan kinerja

    Lhokseumawe yang buruk (29 persen). Kebalikannya, Langsa, mendapatkan nilai yang lebih

    tinggi pada setiap bidang strategis kecuali audit eksternal, dengan nilai keseluruhan sebesar

    50 persen.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    30/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    31/110

    Bab 4Rincian Hasil dan Analisis

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    32/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    33/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    21

    Nilai-nilai yang ditunjukkan di atas untuk ke sembilan bidang strategis di dalam

    pemerintahan daerah hanya menunjukkan selintas dari kapasitas PKP di bidang-bidang

    kunci ini. Gambaran yang lebih rinci menunjukkan perbedaan signifikan pada indikator

    tingkat individual dan hasil (outcome). Bagian berikutnya akan menganalisis masing-masing

    bidang strategis secara mendetil dan membandingkan nilai pemerintah daerah pada tingkat

    hasil dan juga indikator, apabila dipandang berarti. Mengingat analisis mendetail untuk

    bidang strategis di setiap pemerintah daerah akan terlalu berlebihan mengingat jumlahpemerintah lokal yang ada (21) dan jumlah indikator-indikator (256), perbandingan antara

    nilai tertinggi dan terendah untuk setiap bidang merupakan bagian terbesar dari analisis.

    Dengan jalan ini, diharapkan bahwa pemerintah daerah dengan kinerja terburuk akan

    menyadari sejauh mana kapasitas pengelolaan keuangan perlu untuk ditingkatkan.

    4.1 Bidang Strategis 1: Kerangka peraturan perundangan daerahBaik di Aceh maupun di daerah-daerah lain di Indonesia, kerangka hukum untuk

    pengelolaan keuangan yang komprehensif, yang sejalan dengan perundang-undangan

    nasional dan ditegakkan secara efektif, merupakan hal yang penting dalam konteksdesentralisasi di Indonesia. Sejak desentralisasi, pemerintah daerah diwajibkan (UU No. 22/

    1999 dan UU No. 17/ 2003) untuk memiliki peraturan daerah yang mengatur pengelolaan

    keuangan pada pemerintah daerah. Sebelum desentralisasi, undang-undang nasional

    menjadi payung hukum bagi administrasi keuangan tetapi dengan penyerahan kewenangan

    dan tanggung jawab fiskal ke pemerintah daerah, peraturan-peraturan baru yang

    mendukung diperlukan keberadaannya. Pemerintah daerah telah menjawab kebutuhan ini

    dengan berbagai cara. Beberapa di antaranya bergegas dan menerbitkan Perda sesuai

    dengan kewajiban nasional, sementara yang lainnya menerbitkan SK Bupati (Surat

    Keputusan Bupati) untuk menjawab keperluan yang sama, sedangkan yang lainnya masih

    bergantung pada peraturan tingkat nasional yang ada sekarang. Perbedaan utama antara

    Perda dengan SK Bupati adalah Perda perlu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah sementara SK Bupati, sesuai dengan namanya, diterbitkan oleh badan eksekutif

    tanpa adanya persetujuan legislatif. Pada prakteknya, SK Bupati memiliki beban hukum

    yang lebih ringan dan hal ini berdampak pada ketaatan dan penegakan hukum.

    Tujuan strategis secara keseluruhan adalah untuk menciptakan kerangka peraturan

    perundangan daerah yang mendukung untuk mendorong tata kelola keuangan yang efektif

    sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Bidang strategis kerangka

    peraturan perundangan daerah terbagi menjadi tiga hasil yang diiginkan: (1) terdapat

    kerangka peraturan perundangan daerah yang komprehensif mengenai pengelolaan

    keuangan daerah; (2) kerangka ini memfasilitasi penegakan hukum dan struktur organisasi

    yang efektif; dan (3) kerangka ini meliputi cara-cara untuk meningkatkan transparansi dan

    keterlibatan publik.

    Sementara bidang strategis ini berfokus pada peraturan daerah, termasuk Perda dan SK

    Bupati, bidang strategis lainnya lebih berfokus pada kebijakan dan prosedur. Sebagai

    contoh, Hasil Satu, meliputi indikator-indikator mengenai keberadaan peraturan daerah

    mengenai Rencana Pembangunan Jangka Mengenah Daerah (RPJMD) dan peraturan daerah

    mengenai dana cadangan dan perubahan anggaran tahunan. Hasil Tiga meliputi indikator-

    indikator yang menyangkut transparansi dan proses konsultasi.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    34/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    22

    Diagram 6: Kerangka peraturan perundangan daerah

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Kerangka peraturan perundangan daerah Rata rata

    Nilai rata-rata untuk bidang strategis ini bagi 21 pemerintah daerah yang disurvei adalah 37

    persen, di bawah rata-rata keseluruhan 41 persen. Tiga belas pemerintah daerah

    mendapatkan nilai buruk atau sangat buruk. Hanya dua pemerintah daerah yang

    mendapatkan nilai baik.

    Kerangka peraturan perundangan daerah yang berkinerja baik dan yang berkinerjakurang baikAceh Utara, pemerintah daerah dengan nilai tertinggi, mendapatkan nilai 68 persen untuk

    bidang strategis ini. Untuk hasil yang pertama semua, kecuali dua, dari ke dua belas

    indikator terpenuhi. Telah ada Perda kecuali untuk peraturan obligasi daerah, dan investasi

    publik dan swasta. Untuk hasil yang kedua mengenai penegakan hukum dan struktur

    organisasi, empat dari tujuh indikator terpenuhi. Dari ketiga indikator-indikator yang tidak

    tercapai, kekurangan meliputi ketiadaan pengukuran kinerja dan ketiadaan struktur

    insentif/ sanksi bagi para pegawai. Untuk hasil ketiga mengenai transparansi dan partisipasi

    publik, Aceh Utara mendapatkan nilai sebesar 50 persen. Walaupun terdapat tanda-tanda

    mengenai keberadaan prosedur keterlibatan publik dalam penganggaran dan proses

    pembuatan kebijakan, tidak ada prosedur formal untuk partisipasi bottom-up dalam

    perencanaan dan tidak ada peraturan mengenai proses konsultasi atau transparansi. Perluuntuk dicatat bahwa walaupun secara formal masyarakat mendapatkan akses terhadap

    sesi-sesi anggaran di DPRD, kerangka ini tidak menegaskan sejauh mana masyarakat dapat

    melakukan observasi atas sesi-sesi anggaran.

    Aceh Jaya baru mensahkan peraturan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    (APBD) dan baru mensahkan dua SK Bupati sebagai pengganti Perda yang berkaitan dengan

    ke sebelas indikator pada hasil satu. Hal yang serupa juga terjadi untuk hasil dua, hanya

    satu SK Bupati yang tercatat, yang hanya membahas aspek teknis dari pengelolaan

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    35/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    23

    keuangan secara parsial. Hasil tiga mendapatkan nilai nol, karena tidak ada satupun dari ke

    enam indikator yang dicapai. Kekurangan kerangka hukum untuk memastikan adanya

    transparansi dan keterlibatan masyarakat perlu mendapatkan perhatian segera. Status Aceh

    Jaya sebagai kabupaten yang baru dibentuk mungkin dapat dijadikan sebagian dari

    penjelasan mengenai rendahnya nilai yang didapatkan (20 persen) untuk kerangka

    peraturan perundangan daerah, tetapi ketiadaan SK Bupati sebagai pengganti Perda

    menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan tekanan untuk pembuatan danpengesahan peraturan-peraturan pendukung bahkan setelah enam tahun setelah

    desentralisasi atau pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan peraturan.

    Terdapat kasus-kasus di mana pemerintah daerah bergantung pada Keppres (Keputusan

    Presiden). Sebagai contoh, Aceh Barat masih menggunakan Keppres untuk pengadaan

    barang dan jasa. Di Aceh Barat dan Nagan Raya hanya tiga indikator yang dipenuhi untuk

    hasil yang berkaitan dengan kerangka peraturan perundangan daerah untuk pengelolaan

    keuangan. Hambatan dan penghalang perlu untuk diidentifikasi dan diatasi secara

    komprehensif, apakah karena kurangnya dorongan dari pemimpin, kekurangan keahlian

    teknis atau hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah daerah dengan DPRD.

    4.2 Bidang Strategis 2: Perencanaan dan PenganggaranPerencanaan dan penganggaran yang efektif merupakan inti dari pengelolaan keuangan

    yang efektif. Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara efektif

    apabila sistem perencanaan dan penganggaran yang dimiliki buruk. Tujuan strategisnya

    adalah untuk pembuatan anggaran daerah multi tahun yang seksama yang secara jelas

    terkait dengan rencana daerah. Dari enam hasil, hasil yang pertama mengenai konsistensi

    antara proses perencanaan partisipatif bottom-up, pembangunan daerah, perencanaan

    sektoral dan APBD merupakan sepertiga dari total nilai bidang strategis ini.

    Diagram 7: Perencanaan dan Penganggaran

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Perencanaan dan penganggaran Rata rata

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    36/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    24

    Perencanaan dan Penanggaran: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurangbaikNilai rata-rata untuk bidang strategis ini adalah 43 persen. Sembilan pemerintah daerah

    mendapatkan angka buruk atau sangat buruk. Aceh Utara adalah satu-satunya pemerintah

    daerah yang mendapatkan nilai di atas 60 persen, dengan nilai 74 persen untuk

    perencanaan dan penganggaran. Aceh Utara mendapatkan nilai yang baik untuk dua diantara empat hasil. Untuk hasil yang pertama mengenai konsistensi antara proses

    perencanaan partisipatif bottom-up, perencanaan sektoral dan APBD Aceh Utara memenuhi

    14 dari total 17 indikator. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dinilai

    realistis, dengan strategi yang jelas dan program-program yang berdasarkan target.

    Perencaaan sektoral didasarkan pada RPJMD dan mencerminkan prioritas-prioritas

    pembangunan. Standar pelayanan minimum digunakan untuk keperluan penganggaran dan

    dokumen-dokumen perencanaan dan kegiatan-kegiatan di APBD menggunakan struktur

    yang konsisten. Namun dokumen perencanaan tidak didukung oleh biaya proyek sejalan

    dengan keterbatasan anggaran dan dokumen perencanaan tidak meliputi kegiatan-kegiatan

    yang didanai di luar APBD. Untuk catatan, dalam bidang strategis kerangka peraturan

    perundangan daerah, proses perencanaan bottom-up tidak dimasukkan ke dalam peraturan

    daerah. Hasil dua mengenai penganggaran jangka menengah tidak mendapatkan nilai yangbaik (hanya satu dari antara tiga indikator yang dicapai). Laporan pertanggung jawaban lima

    tahunan diserahkan kepada DPRD tetapi kerangka pengeluaran jangka mengenagan tidak

    dilaksanakan dan tataran waktu multu tahun tidak digunakan dalam perencanaan dan

    proyeksi anggaran.

    Hasil tiga mengenai proses pembuatan anggaran yang realistis mendapatkan nilai yang

    relatif buruk, hanya empat dari sebelas indikator yang terpenuhi. Seringkali anggaran belum

    disetujui pada tanggal 31 Desember, strategi untuk meningkatkan pendapatan yang sejalan

    dengan peraturan nasional tidak ada, dan perbedaan antara pengeluaran dan pendapatan

    yang direncanakan dan yang terealisasi melebihi 10 persen.

    Perencanaan partisipatif bottom-up mendapatkan nilai yang baik, dengan bukti bahwaRPJMD merupakan suatu usulan yang realistis, sementara dokumen perencanaan yang

    didasarkan pada RPJMD mencerminkan prioritas-prioritas pembangunan. Anggaran

    sepertinya memihak kelompok miskin dan semua indikator dipenuhi. Data-data kualitatif

    dan kuantitatif mengenai kemiskinan dikumpulkan dengan menggunakan pendekatan

    partisipatif dan kebijakan yang memihak kepada kelompok miskin dicerminkan pada SKPD

    (Satuan Kerja Perangkat Daerah, atau Dinas, anggaran rencana kerja) dan RPJMD. Prioritas-

    prioritas anggaran juga secara umum memihak kepada kelompok miskin dengan

    pengeluaran pada layanan publik meningkat dari tahun sebelumnya dan pengeluaran pada

    sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur merupakan 50 persen dari total anggaran.

    Walaupun masih terdapat aspek-aspek perencanaan dan penganggaran yang perlu

    ditingkatkan, terutama dalam perencanaan dan peanggaran jangka menengah, nilai Aceh

    Utara yang tinggi secara keseluruhan dapat dijadikan standar bagi pemerintah-pemerintah

    daerah lainnya di Aceh untuk aspek utama pengelolaan keuangan ini.

    Kebalikannya Aceh Jaya dan Nagan Raya, mendapatkan nilai terendah untuk perencanaan

    dan penganggaran (25 persen). Dari enam hasil, Nagan Raya hanya mendapatkan nilai baik

    pada hasil enam mengenai pengendalian pengeluaran untuk memastikan output anggaran.

    Hasil satu mengenai konsistensi antara proses perencanaan partisipatif bottom-up,

    perencanaan sektoral dan APBD mendapatkan nilai yang sangat buruk, hanya berhasil

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    37/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    25

    memenuhi dua dari total 17 indikator. Responden mengindikasikan bahwa Musyawarah

    Pembangunan Desa (Musbangdes) tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat , dan

    usulan perencanaan bottom-up berisikan jumlah item yang tidak realistis dan perencanaan

    sektoral tidak didasarkan pada RPJMD dan tidak mencerminkan prioritas-prioritas

    pembangunan. Kelemahan lainnya meliputi inkonsistensi pada struktur dokumen

    perencanaan dan kegiatan di APBD dan ketiadaan indikator-indkator yang dapat diukur.

    Hasil dua mengenai perencanaan jangka menengah mendapatkan nilai nol dan untuk hasiltiga mengani proses pembuatan anggaran yang realistis hanya satu dari 11 indikator yang

    berhasil dipenuhi. Anggaran tidak disetujui pada waktunya (anggaran tahun 2006 disetujui

    pada bulan Mei 2006, terlambat lima bulan), proyeksi pendapatan bulanan dan catur wulan

    tidak terdapat pada anggaran, tidak ada strategi untuk meningkatakan pendapatan dan

    peraturan mengenai penggunaan dana darurat dan penggunaan dana non-bujeter tidak

    jelas.

    Sebagian dari anggaran memihak pada kelompok miskin, Nagan Raya memenuhi empat dari

    sembilan indikator. Data mengenai kemiskinan sedikit, walaupun kebijakan-kebijakan yang

    memihak pada kelompok miskin tercermin dalam Renstra (Rencana Strategis) SKPD dan

    RPJMD. Pengeluaran pada pelayanan publik telah meningkat dalam tiga tahun terakhir dan

    pengeluaran pada sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur merupakan bagianterbesar anggaran.3 Hasil lima mengenai pengawasan partisipatori dan sistem evaluasi

    yang komprehensif untuk proses perencanaan dan penganggaran mendapatkan nilai buruk,

    hanya memenuhi dua dari sembilan indikator. Masyarakat tidak dilibatkan dalam

    pengawasan dan evaluasi kegiatan, tidak ada peraturan daerah mengenai sistem evaluasi

    perencanaan dan pengawasan, dan dokumen perencanaan dan kegiatan tidak dibuka untuk

    publik atau tidak dibuat mudah untuk diakses oleh publik.

    Dengan sembilan pemerintah daerah mendapatkan nilai di bawah tingkat sedang,

    komponen utama pengelolaan keuangan ini merupakan prioritas apabila hasil-hasil

    pengelolaan keuangan akan ditingkatkan. Pedoman yang jelas perlu dibuat untuk

    pemerintah daerah yang berisikan strategi untuk meningkatkan hasil-hasil di bidang

    perencanaan dan penggangaran sejalan dengan hasil-hasil yang diharapkan. Reformasi di

    bidang ini tidak mudah dilakukan dan membutuhkan perbaikan bukan hanya pada proses

    tetapi juga pada sikap-sikap pemerintah daerah. Kenyataan bahwa anggaran sering tidak

    disetujui pada waktunya, dengan penundaan terkadang sampai tahun berikutnya,

    menunjukkan bahwa hal ini perlu untuk segera diatasi. Hal ini tidak hanya menimbulkan

    masalah dalam perencanaan dan pelaksanan tetapi juga mengurangi kepercayaan publik

    terhadap proses anggaran. Transparansi perlu untuk berubah dari hanya sekedar kata-kata

    mutiara di lingkungan pemerintah daerah menjadi suatu kenyataan. Pemberian informasi

    secara berkala pada waktu-waktu yang tepat, membuat informasi ini dapat diakses dengan

    mudah dan memberikan ruang untuk diskusi dan perbedaan pendapat akan menjadi

    langkah maju ke depan yang besar.

    4.3 Bidang Strategis 3: Pengelolaan kasPenempatan pengelolaan kas sebagai bidang strategis yang terpisah mencerminkan

    pentingnya menginstitusionalisasikan praktek-praktek penanganan kas yang tepat di

    pemerintah daerah. Hal ini dapat menjadi bidang strategis yang paling mudah untuk

    3Data anggaran tidak tersedia untuk Kabupaten Nagan Raya, Bener Meriah, Aceh Jaya dan Aceh Singkil (APEA,

    2006); sehingga jawaban ini tidak dapat diverifikasi.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    38/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    26

    mendapatkan nilai baik, karena pengelolaan kas yang efektif dan tepat merupakan

    komponen dasar pengelolaan keuangan yang mantap. Namun, ke 21 pemerintah daerah

    hanya mendapatkan nilai rata-rata 35 persen (buruk), dengan 14 pemerintah daerah

    mendapat nilai buruk/ sangat buruk dan hanya satu yang mendapat nilai baik.

    Diagram 8: Pengelolaan Kas

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Pengelolaan kas Rata rata

    Pengelolaan kas: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikBanda Aceh mendapatkan nilai yang paling tinggi untuk pengelolaan kas (61 persen). Banda

    Aceh mendapatkan nilai yang cukup baik untuk ke empat hasil. Untuk hasil satu, kebijakan,

    prosedur dan kendali untuk mengelola pengelolaan kas sebagian telah ada, pemerintah

    daerah memenuhi enam dari 10 indikator. Pedoman tertulis mengenai kebijakan dan

    prosedur pengelolaan kas tersedia dan didukung oleh peraturan daerah mengenai

    pengelolaan kas yang sejalan dengan peraturan nasional. Namun, pelatihan pegawai secara

    rutin dalam pengelolaan kas tidak diadakan dan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah)

    tidak melaksanakan evaluasi kepatuhan pengelolaan kas tahunan.

    Pemasukan dan pengeluaran kas dikelola dengan cukup efisien, memenuhi delapan dari 11indikator. Penerimaan kas di simpan pada suatu rekening bank yang ditunjuk pada hari

    penerimaan atau satu hari setelahnya. Rekonsiliasi harian dibuat untuk penerimaan kas dan

    penyimpanan, dan pembayaran di atas Rp 5 juta tidak dilakukan secara tunai melainkan

    ditransfer atau dibayar dengan menggunakan cek. Namun, belum ada sistem yang

    terkomputerisasi dan rekonsiliasi rekening bank, deposito, piutang dan hutang belum dibuat

    secara teratur.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    39/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    27

    Hasil tiga berfokus pada sistem penagihan dan pengumpulan pendapatan daerah dan,

    dengan 17 indikator, aspek ini dianggap penting. Banda Aceh memenuhi 10 indikator

    mengenai Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Kebijakan mengenai retribusi dan pajak

    daerah diatur dalam peraturan daerah, yang sejalan dengan peraturan nasional. Dasar dari

    pendapatan daerah dievaluasi setiap tahunnya untuk menghitung kapasitas pendapatan

    untuk setiap item pendapatan. Konsumen ditagih tepat pada waktunya dan tersedia layanan

    untuk menangani pertanyaan- pertanyaan dari wajib pajak. Namun sistem pembuatan tandaterima tidak memadai untuk mencegah penggelapan dan sistem ini kurang bisa

    memberikan kejelasan pada saat timbul masalah. Dan juga sistem penagihan dan

    pengumpulan tidak terintegrasi dan sanksi-sanksi tidak dijatuhkan kepada debitor yang

    menunggak.

    Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya mendapatkan nilai paling rendah (14 persen). Aceh Barat

    Daya tidak berhasil memenuhi indikator manapun mengenai kebijakan, prosedur dan

    kendali pengelolaan kas. Hal ini dikarenakan karena digunakannya SK Bupati dan bukan

    peraturan daerah untuk mengatur pengelolaan kas. Sehingga kerangka hukum tersedia

    walaupun belum terinstitusionalisasi melalui penerbitan peraturan daerah. Hasil dua

    mengenai penerimaan dan pembayaran kas memenuhi empat dari 11 indikator.

    Penerimaan kas disimpan di rekening bank khusus dan pembayaran senilai lebih dari Rp 5juta ditransfer ke sebuah rekening bank. Kontraktor dibayar sesuai dengan persyaratan dan

    laporan berkala mengenai neraca kas diberikan kepada bupati, bendahara dan kepala

    bagian keuangan. Namun kas seringkali tidak disetorkan pada hari yang sama dengan

    penerimaan, tidak ada rekonsiliasi penerimaan dan penyetoran harian, dan kelebihan kas

    tidak ditempatkan pada investasi jangka pendek secara teratur. Untuk hasil tiga mengenai

    sistem penagihan dan pengumpulan pendapatan daerah, Aceh Barat Daya hanya memenuhi

    dua dari 17 indikator. Terdapat kekurangan peraturan dan pedoman mengenai hal ini, sekali

    lagi karena bergantung pada SK Bupati sebagai pengganti Perda. Pemberitahuan tagihan

    tidak disampaikan kepada wajib pajak, sistem penerimaan tidak dirancang untuk mencegah

    penggelapan, seringkali pembayaran tidak diambil tepat pada waktunya, denda tidak

    dikenakan atas pembayaran yang terlambat dan sistem penagihan dan pengumpulan tidak

    terintegrasi. Hasil empat mengenai PAD mendapatkan nilai nol.

    4.4 Bidang Strategis 4: Pengadaan barang dan jasaTujuan strategis secara keseluruhan adalah untuk mendorong pengadaan barang yang jasa

    yang efisien dan kompetitif melalui kebijakan, prosedur dan kendali. Hasil satu dengan 47

    indikator berfokus pada nilai uang pada pengeluaran daerah, transparansi dan akuntabilitas

    dalam kegiatan pengadaan. Hasil dua, dengan tiga indikator, menyangkut sistem

    penanganan keluhan.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    40/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    28

    Diagram 9: Pengadaan

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Pengadaan Rata rata

    Pengadaan: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikDengan nilai rata-rata 60 persen pengadaan adalah bidang strategis dengan nilai tertinggi.

    Dua belas pemerintah daerah mendapatkan nilai dapat diterimaatau baikdan hanya dua

    yang mendapatkan nilai buruk. Aceh Utara sekali lagi mendapatkan nilai tertinggi (78

    persen) dan Lhokseumawe mendapatkan nilai terendah (32 persen). Aceh Utara

    mendapatkan nilai yang sangat tinggi untuk hasil satu. Terdapat sebuah peraturan daerah

    untuk mengatur pengadaan barang dan jasa, terdapat pedoman formal mengenai tata cara

    pelaksanaan pengadaan, rencana pengadaan di buat setiap tahunnya, estimasi biaya dibuat

    dan dokumen-dokumen penawaran dirahasiakan. Namun, indikator-indikator yang belum

    terpenuhi penting untuk memastikan praktek pengadaan yang baik. Anggota DPRD secara

    berkala terlibat dalam panitia pengadaan, kurang dari 75 persen pengadaan dilakukan

    dengan penawaran umum terbuka dan tidak ada aturan dan/atau penegakan yang

    mengatur keterlibatan anggota panitia pengadaan dan pejabat dengan hubungan keluarga

    dengan pejabat yang menunjuk mereka. Hasil kedua sepenuhnya dipenuhi menyangkut

    pelaksanaan prosedur keluhan. Terdapat sebuah Perda yang mengatur prosedur keluhan

    dan keluhan dicatat dan diproses sejalan dengan Perda.

    Di Lhokseumawe, tidak ada peraturan yang mengatur pengadaan, tidak ada pedoman

    mengenai prosedur, biaya rencana pengadaan tidak dibuat dan direvisi setiap tahunnya, dan

    pegawai bagian pengadaan tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Hal-hal yang baik

    adalah dokumen tender dirahasiakan, sesi pengarahan dilakukan secara terbuka, dan

    pengumuman mengenai pengadaan diterbitkan di media. Namun, tidak ada sistem untuk

    menangani keluhan.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    41/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    29

    Terlepas dari nilai yang seringkali tinggi, hal ini tidak serta merta berarti bahwa proses

    pengadaan dilakukan secara transparan dan efisien. Kerangka PKP hanya melihat

    lingkungan dari praktek-praktek pengadaan dan tidak mengevaluasi praktek-praktek

    pengadaan di setiap kabupaten dan kota. Walaupun terdapat prosedur, kepatuhan masih

    lemah dan kebocoran dan korupsi masih dapat terjadi walaupun telah ada prosedur formal

    di lingkungan di mana kepatuhan dan penegakan lemah. Namun, beberapa pemerintah

    daerah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki bidang kegiatan pemerintahanyang banyak dikritisi ini. Langkah pertama adalah menciptakan kerangka hukum,

    menegakkan prosedur dan secara ketat menindak lanjuti keanehaan-keanehan yang

    dicurigai.

    4.5 Bidang Strategis 5: Akuntansi dan pelaporanAkuntansi dan pelaporan merupakan komponen yang tidak dapat dihindarkan pada

    pengelolaan keuangan. Bidang ini memerlukan prosedur yang tertata dengan baik dan

    pegawai yang terlatih untuk melakukan pencatatan data-data keuangan. Tujuan strategis

    adalah untuk membuat sebuah sistem akuntansi yang memastikan akuntansi yang cepatuntuk semua transaksi keuangan dan membuat laporan keuangan eksternal dan internal

    yang terpercaya, berimbang dan tepat waktu. Bidang ini meliputi empat hasil: kapasitas

    sumber daya manusia dan institusi, sistem akuntansi dan pelaporan yang terintegrasi;

    pencatatan yang cepat dan akurat untuk semua transaksi keuangan pemerintah daerah;

    dan, laporan informasi pengelolaan keuangan yang terpercaya.

    Diagram 10: Akuntansi dan pelaporan

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Akuntansi dan pelaporan Rata rata

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    42/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    30

    Akuntansi dan pelaporan: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikAkuntansi dan pelaporan mendapatkan nilai di bawah rata-rata keseluruhan (38 persen dari

    41 persen). Gayo Lues mendapatkan nilai tertinggi (74%) dan Aceh Jaya mendapatkan nilai

    terendah (11%). Aceh Utara mendapatkan nilai yang cukup tinggi (64%). Aceh Utara

    membuat perubahan solid, perkembangan yang dicapai oleh Aceh Jaya di bidang ini sangatsedikit, kalaupun ada, sejak pembentukan kabupaten ini pada tahun 2002.

    Terlepas dari nilai keseluruahn untuk akuntansi dan pelaporan yang tinggi, Aceh Utara tidak

    memiliki Badan Pengawasan Keuangan Daerah atau BPKD) dan, sehingga kabupaten ini

    mendapatkan angka nol untuk hasil satu. Namun Aceh Utara mendapatkan angka yang

    tinggi untuk hasil transaksi dan neraca tercatat secara akurat dan tepat waktu dan juga

    untuk laporan keuangan dan informasi pengelolaan dapat diandalkan. Aset dinilai secara

    sesuai dan didokumentasikan, sistem pembukuan double-entry diterapkan dan pencatatan

    akuntansi dan catatan bank direkonsiliasi secara berkala. Untuk hasil 4, neraca,, realisasi

    anggaran dan laporan arus kas dan laporan keuangan tahunan dibuat dan diserahkan

    kepada badan audit secara tepat waktu.

    Kebalikannya, Aceh Jaya mendapatkan nilai nol untuk tiga hasil. Kapasitas sumber daya

    manusia dan kelembagaan sangat lemah, sistem akuntansi dan manajemen tidak

    terintegrasi dan transaksi keuangan dan neraca tidak dicatat secara tepat waktu dan akurat.

    Dengan sistem akuntansi dan pelaporan yang lemah, Aceh Jaya membutuhkan dukungan

    untuk membuat sistem yang dibutuhkan dan mendukung pengembangan staf-staf yang

    terampil.

    Walaupun Aceh Jaya memberikan gambaran yang sangat bertolak belakang, Aceh Jaya

    bukanlah satu-satunya pemerintah daerah di Aceh dengan hasil yang buruk untuk akuntansi

    dan pelaporan. Bener Meriah, Aceh Tenggara, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya semuanya

    mendapat nilai di bawah 20 percent (sangat buruk).

    4.6 Bidang Strategis 6: Audit InternalAudit internal yang efektif merupakan aspek penting dalam pengelolaan keuangan. Audit

    internal pemerintah daerah yang efektif memerlukan sistem pencatatan yang tepat dan

    efisiensi di departemen-departemen yang ada di pemerintahan daerah, dan penurunan

    korupsi dan kebocoran. Tujuan strategis audit internal adalah pembuatan dan pemeliharaan

    fungsi-fungsi audit internal yang efektif dan efisien. Untuk menilai sejauh mana tujuan

    strategis berhasil dicapai dalam hal ini terdapat tiga hasil: (1) badan audit pemerintah

    daerah terorganisir dan berdaya untuk beroperasi secara efektif; (2) standar dan prosedur-

    prosedur yang digunakan dapat diterima; dan (3) temuan-temuan ditindaklanjuti secaramemadai.

    Kerangka PKP hanya dapat melihat pengaturan formal untuk audit internal. Kerangka PKP

    tidak mengevaluasi efektifitas audit. Laporan tahunan audit internal, yang tidak menemukan

    bukti-bukti kejanggalan keuangan atau penyalahgunaan dana, tidak berarti bahwa audit

    internal dilakukan dengan benar.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    43/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    31

    Diagram 11: Audit Internal

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Audit internal Rata rata

    Audit Internal: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikSecara keseluruhan audit internal mendapatkan nilai rata-rata 52 persen. Aceh Timur dan

    Aceh Utara mendapatkan nilai 78 persen dan sekali lagi Aceh Jaya mendapatkan nilaiterendah yaitu 11 persen. Di Aceh Timur peran dan tanggung jawab Bawasda terdefinisi

    dengan jelas dan Bawasda memiliki kewenangan untuk menjalankan fungsinya dan

    didukung dengan pelatihan pegawai secara berkala. Namun, kualifikasi pegawai berada di

    bawah rata-rata dan peralatan-peralatan yang ada tidak memadai. Untuk hasil dua

    mengenai standar dan prosedur yang dapat diterima, Aceh Timur mendapatkan nilai baik

    karena Aceh Timur melakukan tindak lanjut atas temuan-temuan audit. Sementara Aceh

    Jaya hanya memenuhi indikator mengenai peran dan tanggung jawab yang terdefinisi

    dengan baik, dan kewenangan untuk menjalankan tugasnya. Standar dan prosedur yang

    dapat diterima benar-benar kurang dan temuan-temuan audit internal tidak ditindak lanjuti

    secara memadai.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    44/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    32

    4.7 Bidang Strategis 7: Hutang dan InvestasiBidang strategis hutang dan investasi hanya memiliki satu hasil dengan delapan indikator.

    Tujuan strategsinya adalah mengimplementasikan pengelolaan hutang dan investasi

    pemerintah daerah secara berhati-hati termasuk pengelolaan BUMD. Hasil yang diharapkan

    adalah pembuatan dan penerapan kebijakan, prosedur dan kendali atas pengelolaan hutang

    dan investasi daerah.

    Diagram 12: Hutang dan investasi Publik

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Hutang dan investasi Rata rata

    Hutang dan investasi hanya mendapatkan nilai 28 persen yang terendah di antara bidang-

    bidang strategis lainnya. Beberapa pemerintah daerah tidak memiliki hutang dan juga tidak

    memiliki investasi jangka panjang. Sebagai contoh, Aceh Barat Daya, dengan nilai 25

    persen, tidak memiliki catatan hutang dan investasi selama masa berdirinya yang relatif

    baru. Tujuh pemerintah daerah memiliki catatan pinjaman: Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh

    Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara dan Banda Aceh. Ke tujuh pemerintahan

    daerah itu mendapatkan angka di atas rata-rata kecuali Aceh Tengah. Data DepartemenKeuangan tahun 20044menunjukkan bahwa pemerintah daerah meminjam sebesar Rp 25

    milyar, sedangkan pemerintah propinsi meminjam Rp 24 milyar. PDAM di kabupaten dan

    kota meminjam dana Rp 40 milyar, sedangkan PDAM di propinsi tidak melakukan pinjaman.

    Beberapa Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM meminjam dana Rp 40 milyar, dari

    pemerintah daerah masing-masing. Total hutang pemerintah daerah yang ada pada tahun

    2004 mencapai Rp 66 milyar. Total pinjaman meningkat dari Rp 55 milyar pada tahun 2001

    4Departemen Keuangan

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    45/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    33

    menjadi Rp 90 milyar pada tahun 2004 (gabungan antara pemerintah daerah dan propinsi).

    Penambahan ini dilakukan oleh pemerintah daerah dan tidak ada penambahan hutang oleh

    pemerintah propinsi. Terlepas dari peningkatan tersebut, hutang yang diakumulasi masih

    berada jauh di bawah rata-rata hutang propinsi secara nasional. Undang-undang nasional

    membatasi jumlah hutang yang diizinkan, beberapa pemerintah daerah dilarang untuk

    melakukan pinjaman tambahan. Bahkan dengan pembatasan ini, pemerintah daerah Aceh

    masih dapat meminjam sampai dengan Rp 500 milyar (lihat: Analisis Pengeluaran PublikAceh, Bank Dunia, 2006).

    Hutang dan investasi: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikAceh Utara mendapatkan nilai tertinggi (63 persen) dan Aceh Tengah mendapatkan nilai

    terendah (13 persen) dari semua pemerintah daerah yang memiliki catatan pinjaman. Lima

    pemerintah daerah lainnya mendapatkan nilai nol dengan tidak adanya kerangka untuk

    mengelola hutang dan investasi. Di Aceh Utara, peran dan kewenangan anggota DPRD dan

    pejabat pemerintah terdefinisi dengan baik, anggaran tahunan (APBD) meliputi usulan

    pinjaman dan investasi jangka panjang, investasi jangka panjang harus mendapatkan

    persetujuan dari DPRD terlebih dahulu, dan transaksi-transaksi hutang dan investasi dicatatdengan baik pada laporan keuangan yang ditujukan kepada bupati. Namun, kebijakan

    pengelolaan tidak konsisten dengan kerangka kebijakan nasional, tidak ada tingkat spesifik

    pinjaman yang diperbolehkan dan tidak ada kebijakan yang menyebutkan tujuan pinjaman

    tertentu sehingga pinjaman dan jaminan dapat dilakukan. Di Aceh Tengah hanya satu dari

    delapan indikator yang dipenuhi: DPRD harus menyetujui transaksi investasi jangka panjang.

    Mengingat cakupan pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah (dan

    pemerintah propinsi), penting bagi pemerintahan-pemerintahan sub-nasional ini untuk

    memiliki kerangka pengelolaan hutang dan investasi mereka secara efektif. Mengingat

    cukup tingginya arus keuangan untuk pemerintah daerah di Aceh pada tahun-tahun

    mendatang, penting bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan strategi yang jelas

    untuk membuat investasi jangka panjang yang efektif.

    4 8 Bidang Strategis 8: Pengelolaan AsetTujuan strategis dari pengelolaan aset adalah untuk pengelolan aset daerah secara efektif

    melalui penggunaan rencana pengelolaan aset jangka panjang. Secara eksplisit

    penekanan dilektakan pada pengelolaan jangka panjang dan aset-aset ini harus

    mendukung tujuan pemberian layanan publik daerah. Kerangka penelitian ini tidak

    mengukur nilai dari aset terhadap ekonomi daerah, atau apakah mereka merupakan

    kontributor atau penyerap pendapatan tetapi penelitian ini mengevaluasi cara-cara

    pengelolaan aset-aset ini. Kapasitas pengelolaan aset dibagi menjadi empat hasil: hasil

    pertama menyangkut prosedur dan mekanisme untuk memastikan BUMD dikelola secara

    efektif; hasil dua menyangkut kebijakan, prosedur dan kontrol untuk pembelian aset baru

    dan pengelolaan aset jangka panjang secara efektif; hasil tiga menyangkut dasar informasi

    untuk mendukung pengelolaan aset; dan hasil empat menyangkut kaitan antara

    pengelolaan aset dengan rencana dan anggaran.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    46/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    34

    Diagram 13: Pengelolaan Aset

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Pengelolaan aset Rata rata

    Pengelolaan aset: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikNilai rata-rata adalah 37 persen. Lagi-lagi Aceh Utara mendapatkan nilai paling tinggi untuk

    pengelolaan aset (68 persen). Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya mendapatkan nilai terendah

    (14 persen). Aceh Utara mendapatkan nilai yang baik untuk hasil satu, dengan adanya

    konsistensi antara kegiatan yang diusulkan untuk Badan Usaha Milik Daerah denganrencana pembangunan strategis, rencana bisnis dievaluasi oleh pemerintah daerah untuk

    mempertimbangkan pembentukan perusahaan baru dan transaksi-transaksi perusahaan

    dievaluasi oleh auditor internal. Hasil dua mendapatkan nilai buruk dengan dua dari tiga

    indikator tidak dipenuhi. Aceh Utara tidak memiliki peraturan daerah untuk dijadikan

    sebagai kebijakan dan rencana pengelolaan aset daerah dan juga tidak memiliki panduan

    pengelolaan aset dan prosedur untuk dijadikan rujukan pengelolaan aset. Hasil tiga

    sebagian besar terpenuhi, dengan adanya deskripsi fisik aset yang memadai yang

    disertakan pada catatan aset-aset secara tepat. Hasil empat, dengan hanya satu indikator

    rencana dan anggaran kabupaten mencerminkan biaya perawatan aset yang tercatat

    dalam rencana perawatan tidak terealisasi.

    Aceh Barat Daya mendapatkan angka nol untuk hasil satu, dua dan empat. Untuk hasil duayang menyangkut kebijakan, prosedur dan kendali Aceh Barat Daya mendapatkan angka nol

    karena pemerintah daerah mengunakan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri)

    dan SK Bupati dan bukan membuat Perda baru. Hasil tiga mendapatkan nilai yang lebih

    baik, karena aset diberikan nomor pengenal yang berbeda satu dengan yang lain, lokasi-

    lokasi aset dicatat dengan baik dan nama pejabat yang bertanggung jawab atas aset

    tersebut juga dicatat dengan baik. Semua indikator-indikator lainnya untuk bidang strategis

    pengelolaan aset tidak terealisasi. Sejak pemisahan dengan Aceh Barat, hampir semua aset

    di kabupaten baru ini masih berada di bawah kewenangan kabupaten asal. Tidak ada

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    47/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    35

    perusahaan daerah yang tercatat walaupun sedang dilakukan pembentukan dan pemilihan.

    Kota Lhokseumawe juga mendapatkan nilai yang buruk (18 persen) tetapi angka yang

    rendah ini sebagian disebabkan karena ketiadaan Badan Usaha Milik Daerah sampai

    dengan akhir tahun 2006 dan dalam rencana pembangunan jangka menengah tidak ada

    rencana untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah. Aceh Utara, sebagai kabupaten

    induknya, mempertahankan kendali atas semua Badan Usaha Milik Daerah. Pergantian

    walikota dan kepala kantor dinas yang sering terjadi mengakibatkan kurangnyaperencanaan strategis di wilayah ini. Aset-aset pemerintah yang lain seperti kantor, kurang

    memadai dan prosedur untuk memastikan perawatan aset kurang.

    Dua belas pemerintah daerah di Aceh mendapatkan nilai di bawah 40 persen (buruk/

    sangat buruk) untuk pengelolaan aset. Hal ini berarti lebih dari separuh dari pemerintahan

    gagal dalam bidang pengelolaan keuangan ini. Buruknya pengelolaan keuangan aset yang

    dimiliki oleh kabupaten berarti bahwa aset-aset ini memiliki kinerja kurang. Hal ini perlu

    dikhawatirkan mengingat skala rekonstruksi di Aceh pada saat ini dan pentingnya merawat

    aset-aset yang baru didapat ini. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas pada bidang ini dan

    peraturan dan kebijakan perlu untuk dibuat dan dilaksanakan segera untuk memastikan

    pemerintah daerah dapat mengelola aset-aset ini dengan baik

    4.9 Bidang Strategis 9: Audit EksternalMekanisme audit eksternal yang efektif memainkan peranan penting dalam menciptakan

    dan mempertahankan pemerintah daerah yang akuntabel. Badan Pemeriksaan Keuangan

    atau BPK memiliki tugas untuk melaksanakan audit eksternal dan hasil dari audit tersebut

    diserahkan dan seharusnya dibahas oleh DPRD. Peran utama dari DPRD adalah untuk

    memberikan pengawasan independen terhadap fungsi pemerintah daerah, eksekutif.

    Semakin lemah audit internal, semakin penting peran audit eksternal.

    Audit eksternal memiliki dua hasil dan sembilan indikator. Hasil satu menyangkut

    pelaksanaan audit eksternal secara berkala untuk memberikan akuntabilitas kepada

    pemerintah daerah secara efektif. Hasil dua berfokus pada keberadaan pengawasan

    independen terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang efektif.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    48/110

    Bab 4: Rincian Hasil dan Analisis

    36

    Diagram 14: Audit eksternal dan Pengawasan

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    Aceh Utara

    Banda Aceh

    Aceh Besar

    Aceh Timur

    Langsa

    Simeulue

    Singkil

    Gayo Lues

    Pidie

    Sabang

    A. TenggaraAceh Selatan

    Bireuen

    A. Tamiang

    Aceh Barat

    Aceh Tengah

    Nagan Raya

    Lhokseumawe

    A. Barat Daya

    Bener Meriah

    Aceh Jaya

    Audit dan eksternal dan pengawasan Rata rata

    Audit Eksternal: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baikNilai rata-rata untuk audit eksternal adalah 36 persen. Tiga pemerintah daerah

    mendapatkan nilai diterimadan 13 mendapatkan nilai buruk/sangat buruk

    Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Utara semuanya mendapatkan nilai 67 persen,memenuhi enam dari sembilan indikator. Aceh Barat dan Nagan Raya tidak memenuhi

    satupun indikator, dan mendapatkan nilai nol untuk audit eksternal. Aceh Besar memenuhi

    tiga dari empat indikator pada hasil satu. Laporan keuangan tahunan diserahkan untuk

    pemeriksaan ke BPK dalam batas waktu yang ditetapkan menurut hukum, masyarakat

    dapat menghadiri sidang DPRD pada saat laporan pemeriksaan dibahas dan laporan audit

    eksternal berisikan opini pemeriksaan yang dapat dipahami oleh masyarakat awam. Namun

    laporan audit tidak dipublikasikan di media-media setempat atau dipasang pada papan

    pengumuman resmi agar dapat dilihat oleh masyarakat. Untuk hasil yang diharapkan

    mengenai pengawasan independen yang efektif, DPRD mengawasi dan mengevaluasi

    kinerja pemerintah daerah, memberikan persetujuan kepada laporan tahunan terakhir tanpa

    catatan, tidak memberikan sanksi atau memastikan sanksi ditegakkan dan laporan audit

    tidak menyarankan untuk dimulainya investigasi mengenai korupsi.

    Nagan Raya dan Aceh Barat tidak memiliki sistem audit eksternal. Walaupun nilai untuk

    audit internal di kedua wilayah ini di atas 60 persen, ketiadaaan mekanisme audit eksternal

    oleh badan independen perlu untuk dijadikan perhatian.

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    49/110

    Bab 5Isu-isu Utama

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    50/110

  • 7/22/2019 PFM Aceh Full Bhs

    51/110

    Bab 5: Isu-isu Utama

    39

    Kerangka hukum yang tidak lengkapLima tahun semenjak pelaksanaan desentralisasi, kapasitas pengelolaan keuangan

    masih lemah di beberapa pemerintah daerah di Aceh. Salah satu prioritas mendesak

    bagi pemerintah daerah adalah untuk memastikan bahwa mereka memiliki kerangka

    hukum yang lengkap, tepat secara keseluruhan dan dapat ditegakkan. Praktek-

    prakte