proposal dendeng.docx

43
 i KAJIAN PENGGUNAAN OVEN HOCK DENGAN SISTEM SUHU TERKONTROL TERHADAP BEBERAPA KOMPONEN MUTU DENDENG SAPI TRADISIONAL SIAP MAKAN RENCANA PENELITIAN OLEH NOVITASARI C1C 010 065 FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM 2014

Upload: candra-pratama

Post on 09-Oct-2015

745 views

Category:

Documents


59 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PENGGUNAAN OVEN HOCK DENGAN SISTEM SUHU TERKONTROL TERHADAP BEBERAPA KOMPONEN MUTU DENDENG SAPI TRADISIONAL SIAP MAKAN

RENCANA PENELITIAN

OLEH

NOVITASARIC1C 010 065

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRIUNIVERSITAS MATARAMi

ii

2014KAJIAN PENGGUNAAN OVEN HOCK DENGAN SISTEM SUHU TERKONTROL TERHADAP BEBERAPA KOMPONEN MUTU DENDENG SAPI TRADISIONAL SIAP MAKAN

OLEH

NOVITASARIC1C 010 065

Usulan Rencana PenelitianSenagai Salah Satu Syarat untuk Melakukan Penelitian

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRIUNIVERSITAS MATARAMii

2014Judul Penelitian:Kajian Penggunaan Oven Hock dengan Sistem Suhu Terkontrol terhadap Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan

Nama Mahasiswa:NOVITASARINomor Mahasiswa:C1C 010 0165Program Studi:ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Mengetahui:Pembimbing Utama

Baiq Rien Handayani, SP., M.Si., Ph.D.NIP. 19681115 199403 2 013

Pembimbing Pendamping

Wiharyani Werdiningsih, SP., M.Si.NIP. 19820822 200812 2 001

Mengetahui:

Program Studi Ilmu dan Teknologi PanganKetua,

Ir. M. Abbas Zaini, MP.NIP. 19551021 198203 1 002

Tanggal Pengesahan :

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga rencana penelitian yang berjudul Kajian Penggunaan Oven Hock dengan Sistem Suhu Terkontrol terhadap Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan ini dapat diselesaikan.Dalam penulisan rencana penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:1. Prof. Ir. H. Eko Basuki, M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.2. Ir. Moh. Abbas Zaini, MP., selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.3. Baiq Rien Handayani, SP., M.Si., Ph.D., selaku Dosen Penasehat Akademik dan Pembimbing Utama.4. Wiharyani Werdiningsih, SP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.Penulis menyadari penyusunan rencana penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Mataram, 31 Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI HalamanHALAMAN JUDULiHALAMAN PENJELASAN iiLEMBAR PENGESAHANiiiKATA PENGANTARivDAFTAR ISIvDAFTAR TABELviiDAFTAR GAMBARviiiDAFTAR LAMPIRANixBAB I. PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 21.2.1. Tujuan Penelitian 21.2.2. Kegunaan Penelitian 21.3. Hipotesis 3BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 42.1. Dendeng Sapi 42.1.1. Dendeng Sapi Tradisional 52.1.2. Syarat Mutu Dendeng Sapi 62.2. Proses Pengolahan Dendeng Sapi72.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi MutuDendeng Sapi Tradisional Siap Makan 102.3.1. Mutu Daging Sapi112.3.2. Bumbu Dendeng 122.3.3. Cara Pengolahan 122.3.4. Water Activity (Aw) dan Relative Humidity (RH)142.4. Pengaruh Pengovenan terhadap Mutu Dendeng 152.5. Jenis Oven yang Digunakan dalam Pembuatan Dendeng 172.5.1. Oven Modern 172.5.2. Oven Tradisional Skala Rumah Tangga (Hock) 18BAB III. METODE PENELITIAN 193.1. Metode dan Rancangan Penelitian 193.1.1. Metode Penelitian193.1.2. Rancangan Penelitian193.2. Tempat dan Waktu Penelitian 203.3. Bahan dan Alat Penelitian 203.3.1. Bahan Penelitian203.3.2. Alat Penelitian 203.4. Pelaksanaan Penelitian 203.4.1. Persiapan Alat213.4.2. Persiapan Bahan Baku (Daging)213.4.3. Persiapan Bumbu223.4.4. Pencampuran dan Penjemuran223.4.5. Pemasangan Suhu Terkontrol Oven Hock233.4.6. Pemanasan dengan Oven (Pengovenan)233.5. Parameter dan Cara Pengamatan 253.5.1. Parameter Pengamatan 253.5.2. Cara Pengamatan 25DAFTAR PUSTAKA31

DAFTAR TABEL HalamanTabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)6Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Dendeng Sapi7Tabel 3. Komposisi Daging Sapi Segar11

DAFTAR GAMBAR HalamanGambar 1. Dendeng Sapi4Gambar 2. Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan Berbagai Rasa6Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan24Gambar 4. Diagram Warna Nilai L, a, b 29

DAFTAR LAMPIRAN HalamanLampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng SapiTradisional Siap Makan34

119

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Dendeng merupakan salah satu hasil olahan daging sapi, kerbau, kijang, domba, kambing, ayam dan daging ternak lainnya yang rasanya disukai dan mempunyai aroma yang khas (Purnomo, 1996). Namun dendeng yang banyak di temui di pasaran maupun dendeng buatan rumah tangga yaitu dendeng sapi. Dendeng awalnya merupakan salah satu cara pengawetan daging secara tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dendeng ini diolah dengan cara daging diiris maupun dihancurkan dengan ukuran tertentu dan diberikan bumbu rempah-rempah yang kemudian dijemur pada sinar matahari dan disajikan dengan cara digoreng (Anonim, 2011). Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini dendeng dapat dikeringkan dan dimasak menggunakan oven sekaligus, sehingga dapat menghasilkan dendeng siap makan.Pembuatan dendeng sapi siap makan dengan menggunakan oven telah dilakukan oleh Handayani, Kartanegara, Margana dan Hidayati (2012) hasil penelitian menunjukan bahwa pengovenan dendeng sapi pada suhu 135C selama 15 menit menggunakan oven skala laboratorium memiliki mutu yang baik serta daya simpan yang cukup lama mencapai 2 tahun. Hasil penelitian ini dapat memberikan peluang bagi industri-industri rumah tangga maupun menengah untuk mengembangkan usaha dendeng sapi tradisional siap makan. Sehingga diperlukan oven skala rumah tangga yang memiliki harga terjangkau untuk keperluan industri kecil menengah tersebut.Uji coba pengolahan dendeng sapi tradisional siap makan menggunakan oven skala rumah tangga (Hock) dilakukan oleh Pratama (2013) dalam penelitiannya melaporkan bahwa dendeng yang dioven pada suhu 135C selama 10 menit memiliki mutu mendekati hasil penelitian Handayani, dkk., (2013). Namun yang menjadi permasalahnnya yaitu jenis oven Hock tidak memiliki sistem kendali suhu yang terkontrol. Suhu yang seharusnya tetap pada kondisi 135C sesuai syarat suhu pengovenan dendeng (Mason, Evers dan Hanley, 2000; Nummer, Harrison, Kendal, Sofos dan Andress, 2004) selama pengovenan mengalami kenaikan suhu mencapai 150C. Sehingga dendeng sapi yang dihasilkan menggunakan oven skala rumah tangga (Hock) cenderung mengalami case hardning. Dimana kondisi ini diakibatkan oleh panas yang berlebihan mengakibatkan bagian permukaan dendeng menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap didalamnya dengan kondisi bagian dalam dendeng masih basah (Umiyasih dan Wardhani, 1989). Sehingga rasa dendeng sapi yang di oven oleh Pratama (2013) tidak matang sempurna dan daya simpan produk hanya sampai selama 7 minggu.Rendahnya daya simpan produk dan rasa produk dendeng sapi yang kurang disukai oleh konsumen secara optimal akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan tingkat pemasaran produk tersebut. Dengan daya simpan yang rendah produk dendeng sapi hasil industri kecil menengah tersebut tidak akan mampu menjangkau pasar secara luas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kajian penggunaan oven Hock dengan sistem suhu yang terkontrol untuk mendapatkan dendeng sapi tradisional siap makan yang bermutu baik dan aman dikonsumsi.

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama pengovenan yang tepat dengan sistem suhu oven Hock yang terkontrol untuk mendapatkan dendeng sapi tradisional siap makan yang memiliki mutu yang baik dan aman dikonsumsi serta memiliki daya simpan yang lebih lama.1.2.2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk dendeng sapi tradisional siap makan yang bermutu dan aman dikonsumsi dilihat dari sifat kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologisnya, serta menjadi sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam usaha pengolahan dendeng sapi tradisional siap makan skala industri kecil menengah dan menjadi sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.1.3. Hipotesis Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini, maka digunakan hipotesis sebagai berikut: Diduga bahwa pengovenan dengan sistem suhu 135C yang terkontrol selama 10 menit menggunakan oven Hock dapat menghasilkan dendeng sapi tradisional siap makan dengan sifat kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologis yang baik sehingga aman konsumsi serta memiliki daya simpan yang lebih lama.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dendeng Sapi Dendeng sapi merupakan salah satu olahan produk daging sapi yang dibuat dengan cara daging sapi diiris tipis atau digiling kemudian dibentuk dan diberikan bumbu rempah-rempah yang kemudian dikeringkan. Menurut SNI 01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan aroma khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Adapun contoh dendeng sapi yang diolah secara tradisional seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Dendeng Sapi Sumber: Warisul (2012)Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan olahan semi basah karena dendeng memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran suatu bahan pangan yang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air yang dapat menurunkan daya ikat air produk, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996).

2.1.1. Dendeng Sapi Tradisional Dendeng sapi tradisional merupakan dendeng sapi yang proses pembuatannya dilakukan secara tradisional. Proses pengeringan dendeng menggunakan sinar matahari langsung kemudian disajikan dengan cara digoreng. Menurut Azman dan Aswardi (2001) dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa yang khas adalah menggunakan pengeringan dengan sumber panas matahari, cara tersebut secara alami dapat memfermentasi daging, sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang khas. Akan tetapi cara pembuatan dendeng tersebut sangat tergantung pada cuaca, bila cuaca mendung atau hari hujan, dendeng yang dihasilkan bermutu jelek dengan cita rasa yang tidak disukai.Dendeng sapi pada umumnya memiliki daya simpan yang rendah. Namun di Nusa Tenggara Barat (NTB) Handayani melalui penelitian MP3EI di tahun 2012 memproduksi dendeng sapi tradisional siap makan yang memiliki daya simpan selama 2 tahun. Selain itu dendeng yang dihasilkan juga memiliki kadar air yang memenuhi standar menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI tahun 1981, kadar protein memenuhi syarat mutu II SNI 01-2908-1992, penerimaan warna, aroma, rasa dan tekstur diterima secara oraganoleptik, serta memenuhi standar keamanan mikrobiologis sehingga aman konsumsi dan dapat diterima oleh masyarakat. Rahayu (2011) memperkenalkan dendeng sapi tradisional siap makan yang pada bumbunya ditambahkan asap cair. Penambahan asap cair tersebut ditujukan untuk memperpanjang umur simpan dendeng sapi siap makan tersebut. Asap cair merupakan zat yang berfungsi untuk menghambat bahkan membunuh mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat merusak bahan pangan (Anonim, 2010).Ada beberapa kelompok usaha yang memproduksi dendeng sapi tradisional siap makan di NTB yaitu kelompok usaha Chandra di daerah Aikmel dengan nama produknya dendeng sapi siap makan rasa manis dan rasa pedas. Kelompok usaha Sedap Malam di daerah Selong yang memproduksi dendeng sapi siap makan rasa asam manis pedas dan rasa empal. Ada juga kelompok usaha yang berada di daerah Masbagik dengan nama produknya dendeng sapi siap makan rasa abon dan rasa sop. Usaha dendeng sapi tradisional siap makan dengan berbagai rasa tersebut mulai diperkenalkan di tahun 2012 (Handayani, dkk., 2013). Adapun contoh produk dendeng sapi tradisional siap makan dengan berbagai citarasa yang diproduksi oleh Handayani di tahun 2012 yaitu, seperti yang terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan Berbagai RasaSumber: Handayani dkk., (2012)

2.1.2. Syarat Mutu Dendeng Sapi Dendeng sapi yang baik yaitu dendeng sapi yang memiliki mutu yang optimal baik dari segi fisik, kimia maupun mikrobiologis. Untuk menghasilkan dendeng sapi yang bermutu baik dan dapat diterima oleh konsumen, produk dendeng yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan. Adapun persyaratan mutu dendeng sapi menurut Badan Standar Nasional yaitu:Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)Jenis UjiPersyaratan

Mutu IMutu II

Warna dan bauKhas dendengKhas dendeng

Kadar air (berat/berat basah) Maks 12% Maks 12%

Kadar Protein (Berat/bahan kering) Min 30% Min 25%

Abu (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%

Benda asing (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%

Kapang dan seranggaTidak Nampak Tidak Nampak

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992)Salah satu upaya peningkatan mutu aman konsumsi dendeng sapi yaitu dengan cara meminimalkan semaksimal mungkin cemaran mikroorganisme yang dapat merusak dendeng sapi. Jika dendeng sapi tidak ditangani dengan baik, maka dalam jumlah tertentu mikroorganisme dapat bersifat toksin atau racun. Untuk mendapatkan dendeng yang aman dari cemaran mikroorganisme tersebut harus memenuhi persyaratan cemaran mikroba, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Dendeng SapiJenis Cemaran MikrobaBatas Maksimal

ALT (30C, 72 jam)1x105 koloni/gram

APM Escherichia coli< 3/gram

SalmonelaNegatif/25 gram

Staphylococcus aureus1x102 koloni/gram

Bacillus cereus1x103 koloni/gram

Keterangan : Angka Lempeng Total (ALT)Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009) 2.2. Proses Pengolahan Dendeng Sapi Proses pembuatan dendeng pada dasarnya belum dibakukan, namun secara umum ditinjau dari cara pembuatannya dendeng dikelompokkan menjadi dendeng iris (slicer) dan dendeng giling. Dendeng sapi sapi iris adalah produk daging segar yang diiris berbentuk lembaran yang diberi bumbu dan dikeringkan. Sedangkan dendeng sapi giling adalah produk daging yang berbentuk lembaran yang terbuat dari gilingan atau hancuran daging sapi segara yang diberi bumbu dan dikeringkan (Purnomo, 1996). Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dendeng adalah produk kering yang merupakan kombinasi antara proses curing (penambahan gula, garam dan rempah-rempah) dengan proses pengeringan.Menurut Harrison, Rose dan Shewflet (2001), metode pengolahan dendeng sapi untuk mencapai standar mutu yang diinginkan dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain: 1) Metode tradisional melalui teknik perendaman/marinasi (marination) baik dalam cairan yang manis atau bergaram dan dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari), 2) Dengan teknik perendaman daging dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari) dan diakhiri pengeringan menggunakan oven pada suhu 135oC selama 10 menit, 3) Teknik perendaman pertama pada suhu kamar, dilanjutkan dengan ekstra perendaman kedua dengan pendidihan dalam cairan perendam selama 5 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan dan 4) Teknik perendaman, pemanasan oven suhu 163oC, selama 10 menit dan pengeringan lanjutan. Selain itu pada proses perendaman dendeng juga dapat menggunakan bahan kimia guna menekan pertumbuhan mikroba pada dendeng (Harrison dkk., 2006).Proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan juga diperkenalkan secara nasional oleh Handayani dkk., (2012 2013) melalui penelitian MP3EI, bahwa proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan tersebut memiliki Standar Operasional Prosesdur (SOP) yaitu:1. Persiapan Bahan MentahBahan baku yang digunakan adalah daging sapi bagian lulur dalam yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH). 2. SortasiDaging sapi yang digunakan dalam pembuatan dendeng ini adalash daging yang bebas lemak dan jaringan ikat lainnya. Daging dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat dengan cara mengiris lapisan yang tidak digunakan dengan pisau yang tajam.3. Pengirisan IDaging diiris dengan ukuran 10 cm x 5 cm.4. PencucianDaging hasil sortasi dicuci dengan menggunakan air bersih dan mengalir.5. PenirisanSetelah pencucian, dilakukan proses penirisan untuk mengurangi jumlah air pada permukaan daging, sehingga lebih mudah untuk pembungkusan dan pembekuan.6. PembungkusanDaging dibungjus menggunakan aluminium foil atau plastik ukuran agar terhindar dari kontaminasi dan mempermudah proses pembekuan daging.

7. PembekuanDaging yang telah dibungkus menggunakan aluminium foil/plastik kemudian dibekukan di dalam freezer selama 4 jam. Pembekuan daging dilakukan untuk mempermudah pengirisan dengan alat pengiris daging beku.8. ThawingDaging beku harus dithawing untuk memudahkan pengirisan. Thawing dilakukan dengan cara mengalirkan air bersih di permukaan kemasan daging. 9. Pengirisan IIDaging beku diiris dengan ketebalan seragam 4 mm sehingga diperoleh ukuran relatif seragam 10 cm x 5 cm x 0,4 cm.10. Persiapan bumbu tradisional Takaran bumbu dasar (dendeng manis Seganteng Cakranegara) yang digunakan untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85 gram (0,885%) ketumbar, 0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%) adas manis, 0,5 gram (0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram (0,023%) supawantu, 17 gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) Merica bubuk, 65 gram (6,5%) lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram (20%) gula merah. Persiapan bumbu dilakukan beberapa tahap, sebagai berikut:a. Disangrai ketumbar selama 5 menit, lalu kemudian digiling kasar.b. Disangrai kayu manis, adas manis, jinten dan cengkeh, kemudian digiling halus.c. Dihaluskan bawang putih, gula merah, merica, garam dan lengkuas.d. Dicampur semua bumbu, lalu disangrai selama 5 menit.e. Bumbu yang telah dipersiapkan untuk 1 kg daging kemudian ditimbang dan dibagi 4 untuk masing-masing sampel daging seberat 250 gram.Pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk dan melumuri seluruh permukaan daging secara merata dengan bumbu dan asap cair.11. Marinasi Marinasi adalah proses perendaman daging irisan dalam bumbu tradisional yang sudah disiapkan. Perendaman dilakukan dalam bumbu yang dipersiapkan sebagai berikut dan ditambah dengan 2.5% asap cair. Selanjutnya campuran daging dan bumbu direndam paling singkat selama 3 jam pada suhu kamar dalam wadah tertutup. 12. PenjemuranDaging yang telah direndam, diletakkan di atas kampu (alas berupa ulatan bambu yang digunakan sebagai alas untuk mengeringkan dendeng), kemudian dijemur di bawah sinar mata hari selama 7 jam saat matahari terik. 13. PengovenanPengovenan dilakukan dengan memanaskan daging mentah hasil jemuran didalam oven yang bisa diatur suhunya. Pengovenan dilakukan pada suhu 135oC, selama 15 menit. Teknik pemasukan daging ke dalam oven dengan cara menunggu suhu oven stabil terlebih dahulu pada suhu 135oC.14. PengemasanPengemasan dilakukan dengan cara memasukkan dendeng matang siap makan secara aseptis ke dalam kemasan plastik-aluminium foil. Tindakan aseptis tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan memanaskan penjepit daging di atas panas selama 2 menit dan menggunakannya untuk menjepit daging dan memasukkan ke dalam kemasan tanpa menyentuh daging dengan tangan. Selanjutnya silica gel bisa ditambahkan di bawah lapisan daging untuk meningkatkan daya simpan dendeng.Standar operasional prosedur tersebut sudah diperkenalkan secara nasional, guna meningkatkan mutu baik secara fisik, kimia, mikrobiologis maupun organoleptik dendeng sapi siap makan yang diolah secara tradisional. 2.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Mutu Dendeng Sapi Dalam memproduksi dendeng sapi tradisional siap makan harus memenuhi persyaratan mutu dendeng sapi agar bisa diterima oleh masyarakat. Selain itu guna memproduksi dendeng sapi yang aman untuk dikonsumsi perlu memperhatikan persyaratan seblum memproduksinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dendeng sapi siap mkan tradisional, antara lain yaitu mutu daging sapi, bumbu-bumbu yang digunakan, cara pengolahan dendeng serta aktivitas air dan kondisi kelembabab relatif selama pengovenan.2.3.1. Mutu Daging Sapi Daging sapi memiliki nilai gizi protein yang tinggi. Daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, disamping adanya lemak, mineral dan vitamin yang dibutuhkan tubuh serta mempunyai daya cerna yang tinggi dan mudah diserap (Ditjen Peternakan, 1998). Untuk mendapatkan dendeng yang bermutu baik, salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu pemilihan daging sapi yang memiliki mutu yang optimal.Pengertian daging sapi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992) adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, laya dan lazim dikonsumsi oleh manusia dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku. Daging segar adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan apapun. Daging segar dingin adalah daging yang mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga suhu bagian dalam daging antara 0C 4C, sedangkan daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami blast freezer bersuhu internal minimum 18C.Menurut Usmiati (2010) cara memilih daging sapi yang baik adalah dengan melihat wana serta mencium aroma khas daging serta merabanya dengan tekstur yang empuk. Ciri ciri daging yang baik adalah dari serat serat yang bergaris melintang arahnya sejajar. Bila menyimpang dari tanda tanda keadaan tersebut, maka kualitas daging tidak baik lagi. Adapun komposisi daging segar, dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 3. Komposisi Daging Sapi SegarKomposisi (dalam 100g daging)Daging Sapi

ABC

Air (%)667075

Protein (%)8.8193.5

Lemak (%)1453.5

Ca (mg)11--

P (mg)170--

Fe (mg)2.8--

Energi (Kal/100g)207--

Sumber : Depkes (1992)A, Anonim (2008)B dan Lawrie (1995)C2.3.2. Bumbu Dendeng Selain kesegaran dan mutu daging, bumbu merupakan faktor kunci yang menentukan kualitas dan daya terima dendeng. Pembuatan dendeng di Indonesia umumnya menggunakan bumbu garam, gula, lengkuas, ketumbar, asam dan bawang merah. Kadang-kadang ada juga yang menambahkan lada dan bawang putih. Gula yang ditambahkan dapat berupa gula merah maupun gula pasir. Campuran bumbu berguna untuk menambah aroma, cita rasa, dan untuk memperpanjang daya awet. Beberapa jenis rempah telah diketahui mempunyai daya antimikroba (Astawan, 2004).Bumbu yang digunakan oleh Rahayu (2011) dalam penelitiannya sangat beragam, dimana bumbu tersebut sangat mudah didapatkan di NTB. Bumbu-bumbu yang digunakan diadopsi dari bumbu dendeng sapi tradisional di daerah Seganteng, Cakranegara. Semua bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng ditimbang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Takaran bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85 gram (0,885%) ketumbar, 0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%) adas manis, 0,5 gram (0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram (0,023%) supawantu, 17 gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) merica bubuk, 65 gram (6,5%) lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram (20%) gula merah.Dalam penelitian Rahayu (2011) mengenai penambahan asap cair pada bumbu dendeng sapi tradisional siap makan ditujukan untuk mempertahankan mutu dan daya simpan dendeng menjadi lebih lama dibandingkan dengan dendeng sapi tradisional yang tidak ditambahkan asap cair sehingga dendeng dapat dipasarkan secara luas.2.3.3. Cara Pengolahan Dalam menjamin mutu dendeng sapi siap makan yang diolah secara tradisional, proses pembuatannya harus memenuhi Standar Operasional Prosesdur (SOP) seperti yang diperkenalkan oleh Handayani, dkk. melalui penelitian MP3EI di tahun 2013. Dalam penelitiannya Handayani, dkk (2013) menguraikan setiap tahapan proses pembuatan dendeng dengan prinsip meminimalisir terjadinya kontaminasi bahan dan meningkatkan prosedur sanitasi atau kebersihan selama pembuatan dendeng.Proses pengolahan atau pembuatan dendeng sapi yang mengikuti SOP akan menghasilkan produk yang bermutu tinggi, baik dari segi fisik, kimia, organoleptik maupun mikrobiologis. Secara umum tahapan proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan meliputi persiapan alat dan bahan, pembuatan bumbu, perendaman, pengeringan serta pemasakan dan pengemaasan. Semua alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan dendeng sebaiknya disterilkan terlebih dahulu guna mencegah terjadinya kontaminasi antara produk dan alat yang digunakan. Bahan baku daging yang digunakan sebaiknya disortasi terlebih dahulu dengan cara memisahkan bagian-bagian lemak dan hanya bagian dagingny saja yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keseragaman bentuk dan tekstur dendeng sapi yang dihasilkan. Yang menjadi bahan tambahan untuk menciptakan rasa khas dendeng yaitu bumbu dari dendeng itu sendiri. Bumbu dendeng sebaiknya disangrai terlebih dahulu. Selain untuk meningkatkan aroma bumbu, proses penyangraian dilakukan dengan tujuan mematikan mikroba-mikroba yang kemungkinan menempel pada bahan baku bumbu. Sehingga dengan suhu udara panas selama proses penyagraian mikroba-mikroba tersebut akan mengalami kematian. Bumbu, selain dijadikan sebagai bahan tambahan pemberi rasa pada dendeng, bumbu juga dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan masa simpan dendeng. Selain dari bahan rempah-rempahnya, bumbu dendeng sapi tradisional siap makan yang digunakan oleh Rahayu (2011) yaitu dengan menambahkan asap cair yang berfungsi membunuh mikroba patogen dan mikroba pembusuk yang dapat merusak produk dendeng sapi.Tahap proses pembuatan dendeng yang berperan penting dalam menjamin mutu dendeng baik secara kimia, fisik, organoleptik maupun mikrobiologis yaitu proses pengeringan dan pemasakan. Suhu dan kondisi pengeringan serta lama waktu pemasakan yang tepat akan menghasilkan produk dendeng yang bermutu baik serta masa simpan yang cukup lama. Hasil penelitian Handayani, dkk., (2012) bahwa dendeng sapi yang dioven pada suhu 135C selama 15 menit menggunakan oven skala laboratorium menghasilkan dendeng sapi tradisional siap makan yang memiliki masa simpan mencapai 2 tahun.Hasil penelitian Pratama (2013) bahwa dendeng sapi tradisional siap makan yang dioven menggunakan oven skala rumah tangga (Hock) dengan suhu 135C selama 10 menit menghasilkan dendeng dengan masa simpan produk selama 7 minggu dan jenis mikroba yang nampak tumbuh yaitu jamur. Hal ini dikarenakan suhu selama pengovenan tidak terkontrol. Sehingga dendeng yang dihasilkan mengalami kematangan yang kurang sempurna (case hardning). Selain proses pengeringan (pengovenan) dan pemasakan, proses pengemasan akan mempengaruhi mutu dendeng sapi. Penggunaan jenis kemasan dan udara dalam kemasan harus disesuaikan dengan jenis produk. Dendeng merupakan produk semi basah yang dalam kondisi penyimpanannya perlu diperhatikan. Jika udara dalam kemasan terlalu banyak, maka kondisi udara untuk mikroba tumbuh akan tercukupi, oleh karena itu pengemasan dendeng sebaiknya dilakukan dengan pengemasan vakum.Menurut Handayani, dkk., (2013) jika kebersihan selama proses pengolahan tidak dijaga dengan baik, maka mikroorganisme yang tidak didinginkan akan tumbuh sehingga kualitas produk akan cepat rusak mengakibatkan produk tidak terjamin mutunya sehingga bagi pengusaha dendeng mengalami kerugian. 2.3.4. Water Activity (Aw) dan Relative Humidity (RH)Water activity (Aw) atau aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Istilah Aw paling umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan pangan dan kualiatas pangan. Nilai Aw minimum yang diperlukan tiap mikroba berbeda-beda seabagai contoh kapang membutuhkan Aw > 0.7, khamir > 0.8 dan bakteri 0.9. Dari data tersebut dapat dilihat kapang paling tahan terhadap bahan pangan yang mengandung Aw rendah sedangkan bakteri paling tidak tahan terhadap Aw rendah (Suharyanto, 2009).Menurut Huang dan Nip (2001) bahwa dendeng sayat memiliki Aw 0,52 -0,67. Tetapi dendeng yang beredar di pasaran pada umumnya memiliki Aw 0,40 -0,50 (Purnomo 1996). Winarno dan Fardiaz (1980) menyatakan kadar air dalam daging berkisar antara 60-70% dan apabila bahan (daging) mempunyai aktivitas air (Aw) tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15-50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh Purnomo (1996), bahwa bahan pangan semi basah seperti dendeng berkadar air 20-40% tidak memerlukan penyimpanan dingin, stabil dalam suhu kamar, dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 0163662000 merekomendasikan bahwa aktivitas air (Aw) air dalam daging berkisar antara 0,40 - 0,90 dan apabila bahan (dendeng) mempunyai aktivitas air (Aw) tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 0,50 - 0,90 maka bahan (dendeng) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Aktivitas air dalam bahan pangan yang diawetkan akan berpengaruh terhadap uap air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Istilah uap air dalam bahan pangan biasanya dikenal dengan Relative Humidity (RH). Istilah ini menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara yang biasanya juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang dikandung di udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik. Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara dengan rasio terhadap uap air di udara kering (Nielsen, 1998). 2.4. Pengaruh Pengovenan terhadap Mutu Dendeng Sapi Proses pembuatan dendeng pada prinsipnya yaitu penurunan jumlah kadar air dengan cara menjemur daging pada sinar matahari langsung tanpa ditutup. Pengeringan cara ini sangat tergantung pada keadaan cuaca, disamping itu daging mudah terkontaminasi oleh kotoran dan mikroorganisme (Azman dan Aswardi, 2002). Salah satu alternatif untuk mengurangi kontaminasi produk dendeng selama proses pengeringan yaitu pengeringan dengan cara pengovenan (Wariyanto, 1987).Menurut Harrison, Harrison, Morrow dan Shewflet (2001) selain dengan penambahan bahan pengawet, untuk meningkatkan keamanan konsumsi dan menurunkan total mikroba pada dendeng sapi tradisional dapat dilakukan dengan cara perendaman daging dalam bumbu dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari) dan diakhiri pengovenan pada suhu 135oC selama 10 menit.Pemanasan suhu 135C selama 10 menit bertujuan untuk memperoleh dendeng siap makan. Hasil penelitian Handayani, Kertanegara, Margana dan Hidayati (2012) menggunakan oven listrik merk MEMMERT (Jerman) skala laboratorium bahwa pengovenan pada suhu 135C selama 10 menit menghasilkan dendeng matang yang masih banyak mengandung uap air. Adanya kandungan air yang cukup banyak memungkinkan untuk pertumbuhan jamur lebih cepat serta kontaminasi mikroba patogen lain, sehingga Handayani dkk., (2012) melakukan pengovenan pada suhu 135C selama 15 menit untuk menghasilkan dendeng dengan tekstur yang lebih baik (tidak keras dan tidak lunak). Proses pengeringan akan mengubah kandungan air, aktivitas air, komposisi kimia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keempukan dan akseptabilitas. Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya case hardning, sedangkan pengeringan pada suhu yang terlalu rendah masih memberikan kesempatan untuk tumbuhnya mikroorganisme. Pengeringan daging memberikan efek terhadap kadar protein, keempukan dan cita rasa dendeng yang dihasilkan. Oleh karena itu proses pengeringan dendeng harus memperhatikan tingginya suhu dan lama pengeringan (Umiyasih dan Wardhani, 1989).Hasil penelitian Azman (2006) mengenai studi beberapa metode pengeringan dendeng sapi, menunjukkan bahwa metode pengovenan memiliki mutu kimia, fisik maupun organoleptik yang memenuhi persyaratan mutu SNI. Hasil penelitian Paratama (2013) juga menunjukkan bahwa dendeng yang dioven pada suhu 135C selama 10 menit menggunakan oven skala rumah tangga (HOCK) menghasilkan dendeng sapi tradisional siap makan dengan kadar air memenuhi standar menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI tahun 1981, kadar protein memenuhi syarat mutu II SNI 01-2908-1992, penerimaan warna, aroma, rasa dan tekstur diterima secara oraganoleptik, serta memenuhi standar keamanan mikrobiologis sehingga aman untuk dikonsumsi. Namun masa simpan produk dendeng sapi ini hanya selama 7 minggu, hal ini dikarenakan suhu selama pengovenan tidak terkontrol, selama pengovenan dengan waktu selama beberapa menit suhu oven mengalami kenaikan mencapai 150C sehingga dendeng yang dihasilkan mengalami kematangan yang kurang sempurna (case hardning). Akibat dari kondisi dendeng yang tidak matang dengan sempurna, kandungan atau kadar air dendeng tidak memenuhi persyaratan mutu, sehingga dendeng mudah ditumbuhi mikroorganisme seperti jamur.2.5. Jenis Oven yang Digunakan dalam Pembuatan DendengPada saat ini dalam pembuatan dendeng sudah banyak pengusaha yang mengeringkan dendeng dengan cara pengovenan, mengingat bahwa dengan pengeringan menggunakan sinar matahari akan bergantung pada cuaca yang tidak stabil. Dalam penelitian Handayani, dkk., (2013) proses pengeringan dendeng menggunakan oven laboratorium. Penggunaan oven ini dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya kontaminasi selama proses pengeringan pada sinar matahari. Oven yang dapat digunakan untuk pengeringan atau pemanasan dendeng ada dua jenis yaitu, oven modern atau oven skala laboratorium dan oven tradisional yang banyak beredar dipasaran. 2.5.1. Oven ModernDewasa ini banyak beredar oven atau alat pengering yang canggih dan mudah digunakan. Oven ini banyak ditemukan pada laboratorium-laboratorium bidang tertentu yang jika ingin digunakan oleh pengusaha dendeng sapi sangat sulit dijangkau. Namun pengeringan dengan oven modern ini sangat menjamin kualitas mutu dari dendeng sapi. Ketersediaan oven modern ini tidak menjamin keuntungan bagi pengusaha dendeng sapi tradisional siap makan, hal ini dikarenakan pengusaha dendeng ingin menggunakan modal yang cukup rendah dengan mendapat keuntungan yang cukup tinggi.

2.5.2. Oven Tradisional (Skala Rumah Tangga) HockDi Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat banyak beredar oven oven skala rumah tangga yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti oven skala laboratorium untuk usaha produksi dendeng spai tradisional siap makan. Salah satu jenis oven yang banyak beredar di NTB yaitu oven merk Hock. Oven skala laboratorium sangat sulit diaplikasikan dalam industri kecil menengah karena harga sulit dijangkau. Di kalangan masyarakat pada umumnya sudah mulai populer dengan penggunaan oven. Oven yang umum digunakan pada skala rumah tangga adalah oven tangkring. Dikatakan oven tangkring karena sumber panas yang digunakan adalah panas api kompor. Salah satu oven tangkring yang banyak digunakan di masyarakat adalah oven tangkring merk HOCK (Pratama, 2013).Oven Hock merupakan jenis oven yang banyak ditemukan dipasaran. Bila dibandingkan oven modern atau oven skala laboratorium, oven Hock mudah dijangkau oleh pengusaha dendeng sapi tradisional siap makan. Selain itu harga oven Hock relatif murah sehingga dapat memberikan peluang keuntungan bagi pengusaha dendeng sapi tradisional. Namun yang menjadi permasalahannya, oven Hock ini memiliki sistem suhu yang tidak terkontrol seperti oven skala laboratorium. Sehingga salah satu alternatif yang bisa ditawarkan yaitu, oven Hock diatur dengan memperbaiki sistem suhunya, sehingga dapat menyerupai suhu oven skala laboratorium.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Metode dan Rancangan Penelitian3.1.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium. 3.1.2. Rancangan PenelitianLama pengovenan sebagai variabel bebas yang akan dilihat pengaruhnya terhadap mutu (kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologi) dendeng sapi sebagai variabel terikat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Polinomial Ortogonal Kontras Rancangan Acak Lengkap untuk uji kimia dan fisik, Polinomial Ortogonal Kontras Rancangan Acak Kelompok untuk uji organoleptik, serta metode kuantitatif untuk uji mikrobiologi. Selama proses pengovenan berlangsung, dilakukan pengontrolan suhu 135C terhadap beberapa perlakuan dan pada perlakuan kontrol menggunakan Oven Hock, suhu 135C tidak dikontrol.Pengovenan terdiri dari enam aras:CL : Pengovenan 15 menit (Oven Laboratorium MEMMERT) (Kontrol I)HT0: Tanpa Pengovenan HT5: Pengovenan 5 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)HT10: Pengovenan 10 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)HT15: Pengovenan 15 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)HT20: Pengovenan 20 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan sehingga diperoleh 18 sampel percobaan. Data hasil pengamatan kimia, organoleptik dan mikrobiologis dianalisis dengan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan software Co-Stat. Apabila terdapat beda nyata, data kimia dan mikrobiologis dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk uji kimia. Uji Beda Jarak Nyata Duncan (DMRT) dilakukan untuk parameter organoleptik pada taraf nyata yang sama (Hanafiah, 2002).3.2. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia dan Kimia Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram pada bulan Juni 2014.3.3. Bahan dan Alat Penelitian3.3.1. Bahan PenelitianBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: daging sapi bagian lulur dalam, bumbu-bumbu (meliputi: ketumbar, bawang putih, gula merah, kayu manis, cengkeh, supawantu, adas manis, jinten, merica, garam dan lengkuas), asap cair grade I LIQUID SMOKE (Coco Power, PT. Tropica Nucifera Industri, Bantul-Yogyakarta), medium Plate Count Agar (PCA) (PGaA, Jerman), medium Violet Red Bile Agar (VRBA) (PGaA, Jerman), medium Potato Dextrose Agar (PDA) (PGaA, Jerman), larutan buffer phosphate, fenolptalein 1%, alkohol dan blanko. 3.3.2. Alat PenelitianAlat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pengiris daging beku/slicer (SIRMAN, Italy), oven listrik (MEMMERT, Jerman), oven skala rumah tangga (HOCK no.2, Indonesia), moisture meter, Aw meter, kompor gas (COSMOS), freezer, alat colorimeter (MSEZ User Manual), pH meter, box plastik, clip lock, gelas ukur, pipet volume, gelas piala, pisau, nampan, baskom, timbangan, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri, botol timbang, erlenmeyer, alat titrasi, timbangan analitik, labu kjedhal, kertas label, sarung tangan, desikator, termodigital, alat tulis dan peralatan laboratorium lainnya.3.4. Pelaksanaan PenelitianPelaksanaan penelitian pembuatan dendeng sapi dilakukan dengan memodifikasi proses pembuatan dendeng sapi tradisional yang terdapat di Lombok khususnya di daerah Seganteng, Cakranegara (Handayani dkk., 2012). Tahap proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan dapat dilakukan dalam 4 tahap, yaitu sebagai berikut:3.4.1. Persiapan Alata. Semua alat-alat dipersiapkan untuk kebutuhan pembuatan dendeng.b. Box untuk mengangkut daging dibersihkan dengan cara dicuci dan disterilkan dengan air panas.c. Alat pengiris daging dibersihkan dari segala jenis kotoran dengan cairan desinfektan dan alkohol.

3.4.2. Persiapan Bahan Baku (Daging)Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi bagian lulur (siloin) luar yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Negeri Mataram. Daging sapi yang telah diperoleh kemudian dibawa dengan menggunakan box yang telah dipersiapkan. Daging kemudian disortasi, dengan cara daging sapi yang digunakan adalah daging yang bebas lemak dan jaringan ikat lainnya. Daging dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat dengan cara mengiris lapisan yang tidak digunakan dengan pisau yang tajam. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm dan tebal 0,4 cm.Daging hasil sortasi dicuci dengan menggunakan air mengalir. Setelah pencucian, dilakukan proses penirisan untuk mengurangi jumlah air pada permukaan daging, sehingga lebih mudah untuk pembungkusan dan pembekuan. Daging dibungkus dengan menggunakan kantong plastik steril agar terhindar dari kontaminasi dan mempermudah proses pembekuan daging. Daging yang telah dibungkus menggunakan kantong plastik kemudian dibekukan di dalam freezer 3 hari. Pembekuan daging dilakukan untuk mempermudah pengirisan dengan alat pengiris daging beku. Daging beku diiris menggunakan pengiris daging beku/slicer (SIRMAN, Italy) dengan ketebalan seragam 0,4 cm. Daging yang telah diiris, kemudian disegarkan kembali (thawing) selama 30 menit di dalam pendingin. Penyegaran kembali (thawing) dilakukan untuk membuat daging beku lunak kembali sebelum diproses lebih lanjut. Irisan daging yang telah dithawing, ditimbang masing-masing 250 gram per sampel. 3.4.3. Persiapan BumbuBumbu-bumbu yang digunakan diadopsi dari bumbu dendeng sapi tradisional di daerah Seganteng, Cakranegara. Semua bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng ditimbang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Takaran bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85 gram (0,885%) ketumbar, 0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%) adas manis, 0,5 gram (0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram (0,023%) saparwantu, 17 gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) merica bubuk, 65 gram (6,5%) lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram (20%) gula merah. Kemudian persiapan bumbu dilakukan beberapa tahap, sebagai berikut:1. Disangrai ketumbar selama 5 menit, kemudian digiling kasar.2. Disangrai kayu manis, adas manis, jinten dan cengkeh kemudian digiling halus.3. Dihaluskan bawang putih, gula merah, merica, garam dan lengkuas.4. Dicampur semua bumbu, lalu disangrai selama 5 menit.5. Bumbu yang telah dipersiapkan untuk 1 kg daging kemudian ditimbang dan dibagi 4 untuk masing-masing sampel daging seberat 250 gram.

3.4.4. Pencampuran dan PenjemuranDicampur irisan daging dengan bumbu dan asap cair dengan konsentrasi 2% (Handayani dkk., 2012). Pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk dan melumuri seluruh permukaan daging secara merata dengan bumbu dan asap cair. Irisan daging yang telah dilumuri bumbu dan asap cair 2% berat bahan dibiarkan selama 3 jam pada suhu kamar di dalam wadah tertutup (Handayani dkk., 2012). Daging yang telah direndam, diletakkan di atas kampu (alas berupa ulatan bambu yang digunakan sebagai alas untuk mengeringkan dendeng), kemudian dijemur di bawah sinar matahari mulai pukul 08.00 - 12.00 wita saat matahari terik (Handayani dkk., 2012).

3.4.5. Pemasangan Kontrol Suhu Oven HockPercobaan penyeimbangan oven Hock dengan Oven MEMERT, dilakukan pengontrolan suhu pada oven Hock. Pengontrolan suhu pada oven Hock ini dilakukan dengan cara memasang alat pengontrol suhu (Thermodigital) pada oven Hock. Alat ini berfungsi sebagai pengatur suhu oven selama proses pengovenan berlangsung. Adapun tahap pengaturan suhu terkontrol pada oven yaitu sebagai berikut:1. Regulator dari tabung gas dipasangkan dan disambungkan pada thermodigital.2. Setelah itu sensor (thermocouple) dipasangkan juga pada thermodigital dan ujung yang satunya dipasangkan pada oven melewati bagian atas oven, yang berfungsi sebagai pengontrol suhu didalam oven.3. Kemudian dipasangkan Hygrometer untuk mendeteksi kelembaban relatif (RH) didalam oven dengan cara kabel Hygrocouple diletakkan di bagian atas oven seperti pada pemasangan sensor di Thermodigital.4. Setelah penyetingan siap, penyangga diletakkan diatas kompor, kemudian diletakkan oven.5. Untuk memulai pengovenan, dinyalakan tombol aktif pada Thermodigital. Kemudian diatur suhu 135C.6. Waktu pengovenan dihitung secara manual dengan menggunakan stopwatch.7. Jika pengovenan selesai, dibuka ovennya kemudian suhu distabilkan kembali untuk proses pengovenan selanjutnya.

3.4.6. Pemanasan dengan Oven (Pengovenan)Unit perlakuan dalam penelitian ini terdapat dua kontrol perlakuan. Kontrol pertama, dendeng dioven menggunakan oven skala Laboratorium (MEMMERT) pada suhu 135C selama 15 menit. Perlakuan kontrol kedua, dendeng dioven menggunakan oven skala rumah tangga (HOCK no.2, Indonesia) pada suhu 135C selama 10 menit dengan sistem suhu yang tidak terkontrol. Kemudian untuk unit perlakuan yang menggunakan oven skala rumah tangga (HOCK) dioven pada suhu 135C selama 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit. Pengovenan ini dilakukan untuk mendapatkan dendeng sapi yang siap untuk dikonsumsi.

Daging sapiBawang putih (1,7%)Gula merah (20%)Merica bubuk (0,25%)Lengkuas (0,5%)Kayu manis (0,051%)Adas manis (0,125%)Jinten (0,055%)Cengkeh (0,016%)Saparwantu (0,023%)Ketumbar(0,885%)

Sortasi

Pencucian PenghalusanPenyangraianPenyangraian

Penirisan Penggilingan kasar Penggilingan halus

Pembungkusan

Pencampuran

Pembekuan

Pengirisan tebal 0,4 mmPenyangraian

Asap cair 2,5%Pencampuran

Perendaman 3 jam

Analisa:Kadar airKadar proteinRHAwOrganoleptik (Rasa, aroma dan warna)ColorimeterTPCKoliformTotal Jamur

Penjemuran 4 jam

Kontrol I : 15 menit (Oven MEMERT)Kontrol II : 10 menit (Oven Hock, suhu Tidak Terkontrol)Perlakuan: 5, 10, 15 dan 20 menit (Oven HOCK)

Pengovenan suhu 135C

Dendeng sapi siap makan

Gambar 3. Diagram alir Proses Pembuatan Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan (Metode Handayani dkk., 2012)3.5. Parameter dan Cara Pengamatan3.5.1. Parameter PengamatanParameter yang diamati dalam penelitian ini adalah mutu dendeng sapi tradisional siap makan, meliputi mutu kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologis. Sifat kimia yaitu kadar air, kadar protein, kelembaban relatif atau Relative Humidity (RH) dan aktivitas air atau Water Activity (Aw). Sifat fisik yaitu warna. Sifat organoleptik yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa secara hedonik. Sifat mikrobiologis yaitu Total Plate Count (TPC) atau total bakteri, total bakteri koliform serta total jamur. 3.5.2. Cara PengamatanCara pengamatan masing-masing parameter adalah sebagai berikut:Kadar air Penentuan kadar air menggunakan metode Thermogravimetri (Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 2007) dengan prosedur sebagai berikut:1. Dipanaskan botol timbang kosong pada oven dengan suhu 105C selama satu jam.2. Didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit.3. Ditimbang dan dicatat bobotnya.4. Ditimbang sampel sebanyak 3 gram pada botol yang sudah didapat bobot konstannya.5. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105C selama empat jam.6. Didinginkan dalam desikator selama 30 menit.7. Ditimbang botol timbang yang berisi cuplikan tersebut.8. Diulangi pemanasan salama satu jam dan penimbangan sampai diperoleh bobot tetap.9. Dengan: m1 = adalah bobot cuplikanm2 = adalah bobot cuplikan setelah pengeringanKadar air dinyatakan sebagai % (b/b), dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus:Kadar air = x 100%

Kadar ProteinPenentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl (Rohman dan Sumantri, 2007) dengan prosedur sebagai berikut: 1. Ditimbang 0,5 g bahan yang telah ditumbuk halus.2. Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan campuran selenium 1 g, 25 ml H2SO4 pekat dan didiamkan selama 2 hari.3. Destruksi dalam lemari asam sampai larutan berwarna jernih.4. Didinginkan dan dimasukkan larutan jernih hasil destruksi kedalam labu 100 mL, ditambahkan aquades hingga tanda batas kemudiah digojok.5. Dipipet 25 mL dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl.6. Didinginkan dan ditambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes dan 20 mL larutan NaOH 45% hingga cairan bersifat basa (berwarna merah muda).7. Didestilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 25 mL H3BO3 ditambahkan indikator campuran BCG : MM.8. Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N yang telah distandarisasi.9. Dilakukan langkah 1-7 untuk blanko dengan mengganti bahan menggunakan aquadest.10. Perhitungan:Kadar N total = x N x 14,008 x FP x100%% protein = % N x faktor koreksi (6,25)Keterangan: B = volume titrasi blanko (ml)S = volume titrasi sampel (ml)W = berat sampel (mg)N = normalitas titran (0,1 N)FP = Faktor Pengenceran

Aktivitas Air atau Water Activity (Aw)Penentuan aktivitas air ditentukan dengan menggunakan Aw meter menurut Suharyanto (2009):1. Alat ini dikalibrasi dengan larutan NaCl yang memiliki nilai Aw sekitar 0,752. Setelah itu, sampel diletakkan ke dalam Aw meter dan bila sudah dalam posisi ready, lalu tekan tombol start.3. Kemudian nilai Aw akan terbaca bila alat tersebut dalam posisi completed. Kelembaban Relatif atau Relative Humidity (RH)Penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan cara memasang alat Hygrometer dygital pada oven, dilakukan dengan cara manual. Sehingga selama pengovenan akan terbaca RH didalam oven pada layar monitor Hygrometer digital tersebut.

Uji Organoleptik Warna, Aroma, Tekstur dan RasaUji organoleptik meliputi parameter warna, aroma, tekstur dan rasa yang dilakukan secara inderawi. Pengujian organoleptik parameter warna, aroma, tekstur dan rasa dilakukan dengan menggunakan metode uji hedonik atau uji kesukaan (Rahayu, 1998).1. Disiapkan sampel (dendeng) dalam piring/wadah yang telah diberi notasi angka tiga digit yang diacak.2. Sampel diletakkan pada piring/wadah sesuai dengan notasi.3. Panelis terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma dan rasa dengan mengisi formulir yang disediakan. Skor uji hedonik warna, aroma dan rasa dinyatakan dalam angka 15 (Lampiran 1).

Uji Warna Secara FisikUji warna secara fisik dilakukan dengan menggunakan alat colorimeter (MSEZ User Manual), dengan langkah-langkah kerja sebagai berikut:1. Dipilih read pada menu utama MSEZ. Pindahkan kursor ke posisi yang diinginkan menggunakan tombol atas dan bawah kemudian tekan tombol tengah.2. Ditekan tombol atas dan bawah untuk memilih setup yang diinginkan lalu tekan tombol tengah untuk menjalankannya.3. Disarankan untuk menentukan standar atau sampel mana yang akan dibaca dari jumlah n (1 dari n atau 2 dari n dan seterusnya jika produk diatur dengan menggunakan standar pengerjaan tertentu). 4. Ditempatkan standar atau sampel sebanyak 50 g pada wadah sampel dengan sisi yang diatur kearah wadah.5. Ditekan tombol tengah untuk membaca, standar atau sampel yang telah dibaca serta jumlahnya akan ditanyangkan pada layar.6. Tekan save/print (tombol bawah) untuk menyimpan data dalam memori MSEZ dan mencetaknya (jika USB printer terhubung), tekan tombol tengah untuk melakukan proses membaca yang selanjutnya pada urutan rata-rata.7. Ditampilkan rata-rata dengan menekan view stdev (tombol kanan) untuk menunjukkan standar deviasi dari semua ukuran yang dibuat pada ukuran rata-rata, setelah standar deviasi ditampilkan, boleh menekan menu utama (tombol kanan) untuk kembali kemenu utama.Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan colorimeter. Pengukuran warna dilakukan dua kali di tempat yang berbeda. Hasil yang didapat adalah nilai L, a, b dan Hue. Nilai Hue diperoleh dari rumus:

Hue = tg-1 (b/a)

Gambar 4. Diagram Warna Nilai L, a, b (Huntching, 1999 dalam Hidayati, 2007)Total BakteriPengamatan untuk total bakteri pada mikroba dilakukan dengan memodifikasi metode tuang atau pour plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang telah disterilkan.2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga pengenceran 10-6.3. Dipipet 1 ml sampel dari pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing secara duplo.4. Ditambah media PCA (47-50C) sebanyak 15-20 ml.5. Digoyangkan supaya sampelnya menyebar.6. Didiamkan sampai agar membeku.7. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 - 48 jam.8. Koloni pada cawan dihitung dengan kisaran jumlah 25 - 250 koloni.

Total KoliformPengamatan untuk Koliform dilakukan dengan memodifikasi metode tuang atau pour plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang telah disterilkan.2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga pengenceran 10-3.3. Dari pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri secara duplo.4. Dituang kira-kira 10 ml Violet Red Bile Agar (VRBA) dan dibiarkan membeku.5. Diinkubasi cawan petri secara terbalik pada suhu 35C selama 18 sampai 24-48 jam.6. Bakteri koliform akan membentuk koloni dengan ukuran diameter kira-kira 0,5 mm atau lebih besar, berwarna merah-ungu, dikelilingi oleh areal yang menunjukkan pengendapan garam bile. Total JamurPengamatan untuk total jamur dilakukan dengan memodifikasi metode sebar atau spread plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang telah disterilkan.2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga pengenceran 10-3.3. Dari pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dipipet sebanyak 0,1 ml ke dalam cawan petri berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) secara duplo.4. Diratakan dengan menggunakan drigalski.5. Diinkubasi pada suhu 30C selama 1-2 hari.Jumlah koloni jamur yang tumbuh dihitung dengan mengalikan faktor pengenceran yang digunakan dikalikan 10 karena hanya 0,1 ml suspensi yang digunakan untuk memperoleh CFU/ml (CFU = Colony Forming Units).DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2008. Dendeng giling. http://www.warintek.ristek.go.id./pangankesehat an/pangan/PIWP/dagingsapi. Diakses pada tanggal 04 April 2014.

Anonim, 2011. Pengolahan Daging. www. pengolahan-daging.html. Diakses pada tanggal 04 April 2014.

Anonim, 2010. Asap Cair. http://id.wikipedia.org/wiki/Asapcair. Diakses 30 April 2014

Astawan, M., 2004. Dapatkan Protein dari Dendeng. http://gizi.depkes.go.id/arsip/ arc3-2004.html. Diakses pada tanggal 01 April 2014.

Azman dan Aswardi. 2001. Laporan hasil penelitian tahun 2000 2001. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sukarami.

Azman, 2006. Peningkatan Mutu Dendeng dengan Menggunakan Tenda Pengering. Prosiding Peternakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatra Barat.

Direktorat Gizi Depkes R.I., 1981. Dendeng. Depkes RI. Jakarta.

Ditjen Peternakan, 1998. Petunjuk Teknis Pengolahan Hasil Peternakan. Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil. Jakarta.Fardiaz, S., 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.Hanafiah, K. A., 2002. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Permata. Jakarta.Handayani, B. R., Kartanegara., Margana, C. C. E. dan Hidayati, A., 2012. Laporan Penelitian Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2012-2015, Koridor V ke Peternakan dan Perikanan: Diversivikasi Dendeng Sapi Jerky Tradisional Siap Saji Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengawet Alami Untuk Meningkatkan Keamanan Pangan dan Perekonomian Masyarakat NTB. Universitas Mataram. Mataram.

Harrison, J. A., Harrison, M. A., Rose-Morrow, R. A. dan Shewfelt, R. L., 2001. Home-style beef jerky: effect of four preparation methods on consumer acceptability and pathogen inactivation. Of Food Prot 64(8):1194-1198

Huang, T. C. dan Nip, W. K., 2001. Intermediate moisture Meat and Dehydrate Meat. Dalam: Meat Science and Aplications. Hui, Y. H., Nip, W. K., Rogers, R. W. dan Young, O. A. Edisi Marcel Dekker. New York.Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penterjemahan Aminuddin Parakkasi & Yuda Amwila. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Mason, A. C., Evers, W. D. dan Hanley, 2000. Drying Food at Home. Departement of Foods and Nutrition. Purdue University.

Nielsen, S. S., 1998. Food Analysis Second Edition. Aspen Publication. Maryland.

Nummer, B. A., Harrison, J. A, Harisson, M. A., Kendall, P., Sofos, J. N. dan Andress E. L., 2004. Safety of Home-Dried Meat Jerky. Journal of Food Protection. 67(10): 2337 2341.

Pratama, A. A., 2013. Pengaruh Lama Pengovenan Dengan Oven Skala Rumah Tangga terhadap Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Mataram.

Purnomo, H., 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT. Grasindo. Jakarta.

Rahayu, T. I., 2011. Pengaruh Penggunaan Asap Cair terhadap Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi yang Diproses Secara Tradisional. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri. UNiversitas Mataram. Mataram.

Rahayu, W. P., 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Rohman, A. dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan. UGM Press. Yogyakarta.Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2908-1992). Dendeng Sapi. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 0163662000). Aktivitas Air pada Daging. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 3932 : 2008). Mutu Karkas Dan Daging Sapi. Badan Standar Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 7388 : 2009). Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi, 2007. Prosedur Analisa Untuk Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.Suharyanto, 2009. Aktivitas Air (Aw) dan Warna Dendeng Daging Giling Terkait Cara Pencucian (Leaching) dan Jenis Daging yang Berbeda. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 4(2) : 133 120.

Supartono, 2006. Pemeriksaan Staphylococcus aureus pada Organ Dalam Hewan dan Bahan Makanan. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor.

Umiyasih dan Wardhani, N. K., 1989. Evaluasi Metode Pengolahan Daging Secara Tradisional . Processing Pertemuan Ilmiah Ruminasia. Bogor.

Usmiati, S., 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembanan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Wariyanto, A., 1987. Penanganan dan Pengawetan Daging Ayam dan Telur. Edisi Juli No.17. Yogyakarta.

Warisul, 2012. Laporan Praktek Lapang Pembuatan Dendeng Sapi. http//www. laporan-praktek-lapang-pembuatan.html. Diakses pada tanggal 04 April 2014.

Winarno, F. G., 1980. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan.Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng Sapi Tradisional Siap MakanNama panelis:Tanggal pengujian:Instruksi : -Berikan penilaian terhadap warna, aroma tekstur dan rasa -Untuk setiap penilaian rasa harus dinetralisir dengan air. -Nyatakan penilaian saudara sebagai berikut:

Uji Hedonik Warna, Aroma, Tekstur dan RasaKeterangan:1 = Sangat Suka2 = Suka3 = Netral4 = Tidak Suka5 = Sangat Tidak Suka

Kriteria PenilaianKode Produk

801865709313308065

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Komentar: