prosrrlrffig -...
TRANSCRIPT
Lamp.III.B/22
: -:
";tr
PRosrrlrffiG$erninsr Nasional Gecrnotika
o..,-
Fercnan dun Apllkasi Geomatika dstsmFengelolssn $umberdayc Alom dsnFerenccncfi n Pembsngunsn
lHataraffi, 3 M*vemb*r 2St'!
E$itor: Sambsng ttori Kusumo I Bsrq Devri Kris*ayon?i I Husni ldris
t,
FAKULTAS PTRTANIAN[,iliVERSITAS MATARAM
BADAI\I KOCRDI'\JASI SUI?VE i
DAN PTMTTAAN NASi*NAL
2*'* T
] ISBN
PROSIDINGSeminor Nosionol Geomotiko
Perqnqn don Aplikosi Geomotiko dqlomPengeloloon Sumberdoyo AIom donPerencqnqon Pembongunon
Mataraffi, 3 November 2011
Editor : Bombong Hori Kusumo I BoiC Dewi Krisnoyonti I Husni ldris
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
BADAN KOORD|NASI SURVEI
DAN PEMETMN NASIONAL
20r r
{i.,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah sWT yang telah memberikan kemudahansehingga kegiatan Seminar Nasional Geomatika di Mataram dapat terlaksqna dengan baik dansukses seperti harapan kita semua.
Pemanfaatan geomatika m-elalui Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat diterapkan dalam segalaaspek kehidupan baik itu untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumberdaya lahary perencanaanpembangunan, kartografi maupun Perencanaan rute perjalanan. SIG dapat membantu perencanauntuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam atau unfukmencari lahan basah yang membutuhkan perlindungan dari polusi. Semakin tingginya keinginandari pemerhati dan Pengguna untuk mengaplikasikan penggunaan SIG mendorong untukmemperkenalkan sIG secara luas kepada masyarakat umum baik itu organisasi pemerintafu non-pemerintatg Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa, akademisi, maupun mahasiswa melaluiseminar nasional geomatika ini. Kegiatan ini diharapkan dapat membuka wawasan kita semuatentang peluang, tantangan, keterbatasan dari riset geomatika serta hasil-hasil riset tentanggeomatika sehingga dapat dirnanfaaikan oleh masyarakat iuas.
Kegiatan seminar ini dihadiri oleh lebih dari 150 orang yang berasal organisasi pemerintah, non-pemerintatr, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa, akademisi, maupun mahasiswa.Sedangkan para pembicara berasal dari Badan Koordinasi Suwey dan pemetaan Nasional(Bakosurtanal), Universitas Mataram maupun para pembicara dari Universitas Diponegoro,universitas Brawijaya, dan Badan pelaksana Lumpur sidoarjo, surabaya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada para panitia dari Fakultas pertaniarMataram, P3P unram marlnun Bakosurtanal yang telah menyelenggaraka., ,u*,nul fll';o_4u1}dengan baik dan lancar. semoga dengan kegiatan ini dapat digunakan sebagai awal merintiskerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan Bakosurtanal dalam bidang risetbaik itu berupa kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, pengabdian masyarakat maupunsebagai outlet pemetaan.
Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Ir. M. Sarjan, M.Ag.Cp., ph.D
NtP. 19620406 198703 1 002
a
11t
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Aplikosi Geogrophic lnformotion System (GlS) Untuk MembontuPerenconoon Pembongunon di Koto Mqtorom I M. Nozorudin Fikri
Aplikqsi Penginderoon Jouh Don Sig Dolom Pengeloloon SumberdoyoLohon Don Huton I M. Husni ldris
Anolisis Risiko Bencono Berbosis Gis: Contoh Kosus Bencono SemburonLumpur DiSidoorjo I Didi S. Agustowiioyo
Aplikosi GIS dolom Penyusunon Bosis Doto Doeroh Rowon Bencono StudiKosus: Kob. Lombok Borot I lwon Mulio Septerionsyoh
Estimosi Kodor C-Orgonik Tonoh di Kobupoten Sompong MenggunokonPenginderoon Jouh don Sistem lnformosiGeogrofis I R. Sotivondi, Sudorto,S.Kumiowon
Pengukuron Korbon Dolom Tonoh Dori Pontulon Cohoyo (DiffuseReflectonce) Menggunokon Teknik Proximol Sensing I Bombong HoriKusurno
DAFTAR ISI
Holomon
42t,,
Penotoon Ruong Lohon Pertonion Pongon Berkelonjuton Meloluilnventorisosi Lohon Don Mekonisme lnsentif Don Disins"ntif iSo-rrf Mo'rif 50
Pemonfooton slG dclom Pemetoon Portisipotif (studi Kosus AnolisisKetersedioon Lohon Pengembongon Huton Rotvot di Kobupoten Bimo, 60Nuso Tenggoro Borot) | Roto Firdous Silomon
Pemonfooton sotelit ALos AVNIR-2 Untuk Kojion Kekeringon pertoniondi Sebogion Wiloyoh Kobupoten Lombok Timur I Buston 70
/Model Pendugoon Tingkot Bohayo Erosi Dengon Sistem lnformosi GeogrofisDi sub Doeroh Aliron sungoi Pusur Propinsi Jowo Tengoh I sukorio don Blllurqd
Monitoring Don Evoluosi Penggunoon Lohon Don Toto Air DolomPengeloloon Doeroh Aliron Sungoi (Dos) Rejoso Di PropinsiJowo limur | 9lJoko Sumorsono Don Sukorjo
i
ll
t5
25
32
iiia
Hikmoh Peneropon Geomotiko Terhodop Penguoton Hosit Prokirqon lklimBerbosis Keorifon Lokol Di Nuso Tenggoro Borqt (Srgniflconce OtGeomqtics Appltcotton On Sfrengrfh entng A LocotWisdom Eosed Ctimote
.l00
Forecosting ln Wesf Nuso Tenggoro) | Mohrup, Husni ldrls don lsmoilYosin
Seboron don Anolisis Kekeroboton Spesies Mocroolgo Coklot LombokyongPotensiqlSebogoi Bohon Perongsong Pertumbuhon Tonomon I Sunorpi,
I l6Ahmqd Jupri' Mursql Gozoli, Yuni Widionti' Romdhoni Sucilestori'RinoKumionlngslh don Aluh Nikmotulloh
Penyeboron Jomur Trichodermo Spp, SebogoiAgen Pengendoli Hoyoti 126
Penyokit Tonomon Di Pulou Lombok I Mulot lsnqini
Deskripsi Kowoson Don Floro Endemik Tomon NosionolGunung RinjoniNuso Tenggoro Borot I Ni Mode loksmi E, Febriqno T.W, Abdul Bosit N 13.|
Pengindroon Jorok Jouh Dolom Pemontouon Sel Hujon Untuk Komunikosi 142
Millimeter Wove Doeroh Motorom I Mode Sutho Yodnyo
Anolisis Zonosi Kowoson Konservosi Berbosis Geosposiol I Sltti Hilyono 149
Penelition, Pendidikon, don Sosiolisosi Kortogrofi untuk MendukungKebijokon Percepoion Penyedioon lnformosiGeo-Sposiol I Sukendro 164Mortho
,.,
B--'{"
a
$ss€e**EEE
EE&
EE*f;EE.ETG#E
E
EE
EE*eEgsg
g
e
E
,1*5*l:i
42
Pengukuran Karbon Dalam Tanah Dari Pantulan Cahaya (Diffuse
Reflectance) Menggunakan Teknik Proximal Sensing
Oleh
Bambang Hari Kusumo, Ph.D
Dosen Fakultas pertanian Universitas Mataram
Jl. Majapahit No. 62 Mataram – Lombok
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pemanasan global yang diakibatkan oleh meningkatkan kadar CO2 di udara telah banyak
menarik perhatian para peneliti tentang dinamika karbon (C) dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh
tingginya total kandungan C tanah secara global (1500 Pg C) yang diperkirakan mencapai 3 kali
lipat dari kandungan C dalam tubuh tanaman. Sejak revolusi industri diperkirakan 135±55 Pg C
dari dalam tanah teremisi ke udara akibat proses respirasi organisme tanah, pencucian (leaching)
dan erosi. Jumlah C dari dalam tanah akan teremisi semakin cepat akibat perubahan penggunaan
lahan; misalnya perubahan fungsi dari hutan ke tanaman semusim (arable land). Disamping
perubahan penggunaan lahan, lepasnya CO2 ke udara sangat dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban tanah, pengolahan tanah, dan management tanah dan tanaman. Sebaliknya, untuk
mengurangi kadar CO2 di atmosfer, diperlukan teknik pengelolaan lahan yang dapat
mengembalikan (sequester) CO2 ke dalam tanah, seperti menanam spesies tanaman yang berakar
dalam, mengembalikan bahan organik (dan juga biochar) ke dalam tanah, dan merubah fungsi
lahan dari arable land ke padang rumput atau hutan. Untuk mengevaluasi keefektifan teknik
tersebut diperlukan teknik pengukuran yang cepat dan akurat yang dapat mengukur C dalam dalam
tanah menurut variasi tempat dan waktu (spatial and temporal variability).
Tulisan ini mendiskripsikan cara mengukuran C tanah dari pantulan cahaya (soil spectral
reflectance) menggunakan teknik proximal sensing. Pantulan cahaya dari tanah berupa cahaya
tampak (visible, Vis) dan cahaya near-infrared (NIR) yang ditangkap menggunakan sensor dari alat
spectroradiometer dari jarak yang relatif dekat, kemudian spectral data yang ditangkap diproses
(pre-processing data), dan dibuat model kalibrasi antara spectral data dengan data analisis C tanah
yang telah diukur menggunakan metode standard (seperti LECO – dry combustion technique).
Akhirnya model kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur C langsung dari spectral data
lain yang belum diketahui kandungan C tanahnya. Teknik ini terbukti mampu mengukur
kandungan C dan juga nitrogen (N) pada berbagai jenis tanah di New Zealand, mengukur C dan N
pada berbagai kedalaman, dan juga dapat mengukur kepadatan akar (root density; a dynamic
property of soil C) dari akar rumput dan akar jagung. Cara ini sangat cepat dalam mengukur C
tanah dan sangat potential digunakan untuk pemetaan cepat (rapid mapping) kandungan C tanah.
Cara ini juga dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga.
Pendahuluan
Pemanasan global yang diakibatkan oleh meningkatkan kadar CO2 di udara telah
banyak menarik perhatian para peneliti tentang dinamika karbon (C) dalam tanah. Hal ini
disebabkan oleh tingginya total kandungan C tanah secara global (1500 Pg C) yang
diperkirakan mencapai 3 kali lipat dari kandungan C dalam tubuh tanaman (Post et al,
2001). Sejak revolusi industri diperkirakan 135±55 Pg C dari dalam tanah teremisi ke
udara akibat proses respirasi organisme tanah, pencucian (leaching) dan erosi (Lal, 2003).
Jumlah C dari dalam tanah akan teremisi semakin cepat akibat perubahan penggunaan
lahan; misalnya perubahan fungsi dari hutan ke tanaman semusim (arable land).
Disamping perubahan penggunaan lahan, lepasnya CO2 ke udara sangat dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban tanah, pengolahan tanah, dan management tanah dan tanaman (Rees
et al, 2005). Sebaliknya, untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfer, diperlukan teknik
43
pengelolaan lahan yang dapat mengembalikan (sequester) CO2 ke dalam tanah, seperti
menanam spesies tanaman yang berakar dalam, mengembalikan bahan organik (dan juga
biochar) ke dalam tanah, dan merubah fungsi lahan dari arable land ke padang rumput atau
hutan (Lal, 2003). Untuk mengevaluasi keefektifan teknik tersebut diperlukan teknik
pengukuran yang cepat dan akurat yang dapat mengukur C dalam dalam tanah menurut
variasi tempat dan waktu (spatial and temporal variability).
Teknik yang telah dikembangkan di laboratorium dalam mengukur C seperti
destruksi basah (Walkely and Black) dan destruksi kering (LECO) memerlukan waktu,
biaya dan tenaga yang banyak, karena proses yang dilalui cukup panjang, mulai dari
pengumpulan sampel, persiapan sampel tanah dan kemudian analisis sampel (Post et al,
2001). Teknik tersebut membutuhkan pengangkutan sampel ke laboratorium. Waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proses tersebut bisanya lama, apabila sampel tanahnya
banyak. Selain itu, mengingat sampel tanah yang biasa digunakan adalah sampel komposit
(kumpulan beberapa sub-sub sampel), teknik ini tidak bisa digunakan untuk mengukur
secara detail kandungan C pada setiap titik pengamatan dengan jarak dekat misalnya setiap
2-3 meter. Demikian juga dengan pengukuran akar membutuhkan teknik yang melelahkan
pada saat pemisahan antara akar dengan tanah, walaupun sudah ditemukan teknik lain
seperti metode scanning pada akar, tapi metode ini masih membutuhkan pemisahan akar
dati tanah (Kusumo et al, 2009; 2010). Berkembangkanya teknologi pembuatan portable
(field) spectroscopy (spectroscopy yang bisa dibawa ke lapangan) memberikan solusi
terhadap permasalahan tersebut. Teknik ini mampu mempercepat pengukuran C dan
nitrogen (N) langsung di lapangan tanpa harus membawa sampel tanah ke laboratorium,
kecuali sampel yang digunakan untuk membuat model kalibrasinya (Kusumo et al, 2008).
Setelah model kalibrasi dibuat, teknik ini tidak lagi membutuhkan pengumpulan sampel,
persiapan sampel dan analisis sampel. Teknik ini juga bisa digunakan untuk memetakan
kandungan C maupun N dalam tanah dengan mengambil spectral reflectance dari tanah
dengan metode grid dengan jarak yang relatif dekat (misalnya setiap 2-3 meter). Metode
ini juga mampu digunakan untuk memetakan C dan N pada areal yang luas. Untuk
pengukuran akan metode tersebut tidak memerlukan pemisahan akar dari tanah, kecuali
untuk sampel yang dibutuhkan untuk pembuatan model kalibrasi.
Tulisan ini mendiskripsikan cara mengukuran C (juga N) tanah dari pantulan
cahaya (soil spectral reflectance) menggunakan teknik proximal sensing, termasuk juga
pengukuran kepadatan akar yang merupakan dynamic property dari karbon tanah.
Metode
Pantulan cahaya dari tanah berupa cahaya tampak (visible, Vis) dan cahaya near-
infrared (NIR) yang ditangkap menggunakan sensor dari alat spectroradiometer dari jarak
yang relatif dekat, kemudian spectral data yang ditangkap diproses (pre-processing data),
dan dibuat model kalibrasi antara spectral data dengan data analisis C (juga N) tanah yang
telah diukur menggunakan metode standard (seperti LECO – dry combustion technique)
(Kusumo et al, 2008; 2011). Sementara untuk mendapatkan data akar dari metode standard
dilakukan dengan pemisahan akar dari tanah menggunakan air yang mengalir yang
ditampung dengan ayakan mulai dari diameter kasar sampai sangat halus (Kusumo et al,
2010; 2011). Akhirnya model kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur C (juga
N dan kepadatan akar) langsung dari spectral data lain yang belum diketahui kandungan C
dan N tanahnya (juga kepadatan akarnya). Visualisasi dari metode yang dikembangkan,
prinsip dari penangkapan spectral reflectance (Kusumo et al, 2008b), dan teknik
memproses spectral data dan membuat model kalibrasi disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3.
44
Pembahasan
Pengukuran C dan N pada Berbagai Jenis Tanah di New Zealand
Kemampuan teknik Visible-Near Infrared Spectroscopy (Vis-NIRS teknik) dalam
mengukur C dan N dari berbagai jenis tanah di New Zealand disajikan pada Gambar 4.
Jenis tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Alophanic Soil, Taupo Sandy Soil,
Pumice Soil dan Thepric Recent Soil (menurut klasifikasi tanah New Zealand, Hewitt,
1998) yang berlokasi di sekitar zona vulkanik di daerah Taupo. Tanah tersebut memiliki
teksur yang relative kasar dengan kandungan pasir dan debu yang dominan (Hewitt, 1998).
Lokasi penelitian merupakan padang rumput yang baru dikonversi 1-, 3-, dan 5-tahun dari
hutan pinus, dan juga permanen padang rumput yang sudah digunakan puluhan tahun.
Diperoleh hubungan yang sangat erat antara C dan N yang diukur dengan LECO (dry
combustion) dan NIRS teknik yang ditunjukkan oleh koeffisien determinasi (R2) yang
tinggi (C = 0.75; N = 0.86) (Kusumo et al, 2008). Semakin mendekati R2=1.00, keakuratan
metode NIRS semakin mendekati keakuratan metode standard yang digunakan yaitu
LECO.
Pengukuran C dan N yang lebih akurat diperoleh pada pengukuran satu jenis tanah
(Gambar 5) dengan R2=0.97 dan 0,96 untuk C dan N (Kusumo et al, 2008b). Jenis tanah
yang diambil adalah Recent Soil (Hewitt, 1998) dengan tekstur fine sandy loam yang
berlokasi di Kairanga sekitar 17 km dari kota Palmerston North. Lokasi penelitian
merupakan permanen padang rumput yang sudah digunakan puluhan tahun.
Pengukuran C dan N pada Berbagai Kedalaman
Kemampuan metode NIRS dalam mengukur C dan N tidak hanya terbatas pada tanah
sekitar permukaan, tetapi juga pada dapat digunakan untuk mengukur C dan N pada
berbagai kedalaman. Metode NIRS masih akurat dalam mengukur C dan N sampai
kedalaman 60 cm (Gambar 6) (Kusumo et al, 2011).
Pengukuran Kepadatan Akar (Root Density)
Tidak hanya C dan N yang dapat diukur menggunakan metode NIRS, tapi juga
kepadatan akar. Gambar 7 berikut menyajikan hubungan antara kepadatan akar yang
diukur dengan menggunakan metode wet sieve (pemisahan menggunakan air mengalir)
dibandingkan dengan metode NIRS untuk masing-masing (7.a) akar rumput (Kusumo et al,
2010) dan (7.b) akar jagung (Kusumo et al, 2011).
Kesimpulan
Teknik NIRS terbukti mampu mengukur kandungan C dan juga N pada berbagai
jenis tanah di New Zealand (Kusumo et al, 2008), mengukur C dan N pada berbagai
kedalaman (Kusumo et al, 2011), dan juga dapat mengukur kepadatan akar (root density; a
dynamic property of soil C) dari akar rumput dan akar jagung (Kusumo et al, 2009;
Kusumo et al, 2010). Cara ini sangat cepat dalam mengukur C tanah dan sangat potential
digunakan untuk pemetaan cepat (rapid mapping) kandungan C tanah. Cara ini juga dapat
menghemat biaya, waktu dan tenaga.
45
Daftar Pustaka
Hewitt AE (1998) ‘New Zealand Soil Classification.’ Landcare Research Science Series
No. 1. (Manaki Whenua Press: Lincoln, New Zealand)
Lal R (2003) Offsetting global CO2 emissions by restoration of degraded soils and
intensification of world agriculture and forestry. Land Degradation and Development
14, 309–322.
Kusumo BH, Hedley CB, Hedley MJ, Hueni A, Tuohy MP, Arnold GC (2008a) The use of
diffuse reflectance spectroscopy for in situ carbon and nitrogen analysis of pastoral
soils. Australian J Soil Research 46:623–635.
Kusumo BH, Hedley MJ, Tuohy MP, Hedley CB, Arnold GC (2008b) Predicting soil
carbon and nitrogen concentrations and pasture root densities from proximally sensed
soil spectral reflectance. In: 1st Global Workshop on High Resolution Digital Soil
Sensing & Mapping. 5–8 February 2008 Sydney, Australia. The Australian Centre for
Precision Agriculture, University of Sydney & CSIRO Land and Water.
Kusumo BH, Hedley MJ, Hedley CB, Hueni A, Arnold GC, Tuohy MP (2009) The use of
Vis-NIR spectral reflectance for determining root density: evaluation of ryegrass roots
in a glasshouse trial. European J Soil Sci 60:22–32.
Kusumo BH, Hedley MJ, Hedley CB, Arnold GC, Tuohy MP (2010) Predicting pasture
root density from soil spectral reflectance: field measurement. European J Soil Sci
61:1–13.
Kusumo BH, MJ. Hedley, CB. Hedley & MP. Tuohy (2011). Measuring carbon dynamics
in field soils using soil spectral reflectance: predicting of maize root density, soil
organic carbon and nitrogen content. Plant and Soil, 338:233–245.
Post WM, Izaurralde RC, Mann LK, Bliss N (2001) Monitoring and verifying changes of
organic carbon in soil. Climatic Change 51, 73–99.
Rees RM, Bingham IJ, Baddeley JA, Watson CA (2005) The role of plants and land
management in sequestering soil carbon in temperate arable and grassland ecosystems.
Geoderma 128, 130–154.
46
Gambar 1. Teknik yang dikembangkan untuk menangkap spectral reflectance dari tanah
(Kusumo et al, 2008b).
Gambar 2. Prinsip dari reflectance spectroscopy.
47
Raw spectrum
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
350 500 650 800 950 1100 1250 1400 1550 1700 1850 2000 2150 2300 2450
Wavelength (nm)
Refl
ecta
nce
2150 data points
Pre-processing Spectral Data and Building Calibration Model usingPartial Least Squares Regression
Raw spectral data
Averaging
Waveband filtering
Smoothing
Data reduction byselecting every 5th band
Derivative transformation
1-nm
5-nm
Pre-processed
spectral data
Eliminating
Eliminating 350-
470 nm and
2440-2500 nm
Savitzky-Golay
filter
Smooth spectrum
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
350 500 650 800 950 1100 1250 1400 1550 1700 1850 2000 2150 2300 2450
Wavelength (nm)
Refl
ecta
nce
1970 data points
First derivative
-0.0040
-0.0035
-0.0030
-0.0025
-0.0020
-0.0015
-0.0010
-0.0005
0.0000
0.0005
0.0010
350 500 650 800 950 1100 1250 1400 1550 1700 1850 2000 2150 2300 2450
Wavelength (nm)
Fir
st
de
riv
ati
ve
386 data points
Calibration
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
Reference data
Pre
dic
ted
by
NIR
S
e.g. Measured Carbon
Calibration
PLSR
Reference data(e.g. Leco-C&N)
Gambar 3. Tahap pre-prosesing spectral data dan pembuatan model kalibrasi menggunakan
Parsial Least Square Regression (PLSR).
Selection Method I (B to A test)
R2 = 0.75
RPD = 2.01
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
LECO Measured Total C (%)
NIR
Pre
dic
ted
To
tal C
(%
)
Selection Method I (A to B test)
R2 = 0.86
RPD = 2.54
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
LECO Measured Total N (%)
NIR
Pre
dic
ted
To
tal N
(%
)
Gambar 4. Hubungan antara C dan N yang diukur dengan menggunakan metode standard
(LECO) dibandingkan dengan metode pengukuran menggunakan metode Near-Infrared
spectroscopy (NIRS) pada beberapa jenis tanah di New Zealand (Kusumo et al, 2008).
48
Gambar 5. Hubungan antara C dan N yang diukur dengan menggunakan metode standard
(LECO) dibandingkan dengan metode pengukuran menggunakan metode Near-Infrared
spectroscopy (NIRS) pada satu jenis tanah di NZ (Kusumo et al, 2008b).
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
Dep
th (
cm
)
% Carbon
r2 = 0.86RPD = 2.66RMSECV = 0.48%
C-LECO
C-NIRS
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
Dep
th (
cm
)% Nitrogen
r2 = 0.81RPD = 2.32RMSECV = 0.05%
N-LECO
N-NIRS
Gambar 6. C dan N yang diukur dengan menggunakan metode standard (LECO)
dibandingkan dengan metode pengukuran menggunakan metode Near-Infrared
spectroscopy (NIRS) pada berbagai kedalaman (Kusumo et al, 2011).
49
With removing 2 outliers
R2 cross-validation = 0.85
RMSECV = 0.47 mg cm-3
RPD = 2.63
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5 6
Wet sieve - root rensity /mg cm-3
NIR
S -
ro
ot
de
ns
ity
/m
g c
m-3
(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
0 2 4 6 8
Soil
De
pth
(cm
)
Root Density (mg/cm3)
RD-Wet Sieve
RD-NIRS
r2=0.75RPD=2.03RMSCV=1.68 mg/cm3
(b)
Gambar 7. Kepadatan akar yang diukur dengan menggunakan metode wet sieve
(pemisahan menggunakan air mengalir) dibandingkan dengan metode pengukuran
menggunakan metode Near-Infrared spectroscopy (NIRS) pada (a) akar rumput (Kusumo
et al, 2010) dan (b) akar jagung (Kusumo et al, 2011).