psi ko revised

12
PSIKOLINGUISTIK BAB II BAGAIMANA MANUSIA MEMPERSEPSI UJARAN DOSEN : Prof.Dr.H. Dendy Sugono, P.U. Kelompok 3 1. Ahmad Syafiq NPM : 20147470142 2. Asep Mahmud NPM : 20147470153 3. Rina Rose NPM : 201474701 4. Somariah Fitriani NPM : 20147470179 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

Upload: cyevic

Post on 10-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: Psi Ko Revised

PSIKOLINGUISTIK

BAB IIBAGAIMANA MANUSIA MEMPERSEPSI UJARAN

DOSEN : Prof.Dr.H. Dendy Sugono, P.U.

Kelompok 3

1. Ahmad Syafiq NPM : 20147470142

2. Asep Mahmud NPM : 20147470153

3. Rina Rose NPM : 201474701

4. Somariah Fitriani NPM : 20147470179

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRISPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRIJAKARTA 2014

BAB I

Page 2: Psi Ko Revised

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,

sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan

pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan

kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran

bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat

bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti,

bahasa adalah alat untuk menyampaikan  isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berinteraksi,

bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil

kebudayaan, semuanya dapat diterima.

Waktu kita mendengarkan orang lain berbicara, kita rasanya dengan begitu saja dapat

memahami apa yang dia katakan. Kita tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam

bentuk bunyi-bunyi yang melewati udara itu sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat

kompleks. Hal ini kita rasakan apabila kita mendengarkan orang yang berbicara dalam bahasa

asing. Kecuali bila bahasa asing kita itu telah sangat baik, biasanya kita benar-benar menyimak

tiap kata yang dia keluarkan untuk dapat memahaminya. Bahkan yang sering terjadi ialah bahwa

belum lagi kita menagkap dan memahami suatu deretan kata yang diucapkan, pembicara tadi

telah berlanjut dengan kata-kata yang lain sehingga akhirnya kita ketinggalan. Hasilnya adalah

bahwa kita tidak dapat memahami, atau tidak memahami dengan baik, apa yang dia katakan.

Kita malah mendakwa orang asing itu berbicara terlalu cepat.

Masalah yang dihadapi oleh pendengar adalah bahwa dia harus dapat meramu bunyi-

bunyi yang dia dengar itu sedemikian rupa sehingga bunyi-bunyi itu membentuk kata yang tidak

hanya bermakna tetapi juga cocok dalam kontek diamana kata-kata itu dipakai. Bagi penutur asli,

atau penutur yang sudah fasih berbahasa tersebut, proses seperti ini tidak terasakan dan datang

begitu saja secara naluri. Akan tetapi, bagi penutur asing proses ini sangat rumit.

Page 3: Psi Ko Revised

BAB IIPEMBAHASAN

1.             PENELITIAN MENGENAI PERSEPSI UJARAN

Dari segi ilmu pengetahuan, kajian dan penelitian mengenai bagaimana manusia

mempersepsi ujaran dapat dikatakan masih sangat baru. Penelitian mengenai bagaimana kita

mempersepsi ujaran baru mulai menjelang Perang Dunia II (Gleason dan Ratner 1998).

Perkembangan penelitian di bidang ini mulai dengan adanya kemajuan dalam bidang

teknologi terutama dengan terciptanya alat telepon. Pada tahun 1940-an perusahaan telepun ini

ini mengembangkan spektograf, yakni, alat untuk merekam suara dalam bentuk garis-garis tebal-

tipis dan panjang-pendek yang dinamakn spektogram. Kini teknologi sudah dapat mengetahui

siapa pembicara dalam suatu rekaman dengan akurat.

2.             MASALAH DALAM MEMPERSEPSI UJARAN

Dalam bahasa Inggris orang rata-ratanya mengeluarkan 125-180 kata tiap detik (Gleson

dan Ratner 1998). Jumlah ini tentunya didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar kata

dalam bahasa ini besuku satu: book, go, eat, com, dsb. Untuk bahasa Indonesia belum ada orang

yang telah menelitinya,tetapi karena kata-kata dalam bahasa Indonesia pada umumnya bersuku

kata dua atau lebih (makan, tidur, membawa, menyelesaikan) maka jumlah kata per menit yang

diujarkan pastila lebih kecil, mungkin sekitar 80-110 kata.

Bunyi dalam bahasa mana pun sifatnya sama, maka dapat diduga bahwa orang Indonesia

mengeluarkan jumlah bunyi antara 25-30 bunyi tiap detiknya. Dengan demikian, tiap kali kita

berbicara satu menit kita telah akan mengeluarkan antara 1500-1800 bunyi.

Suara seorang wanita, seorang pria, dan seorang anak juga berbeda-beda. Getar pita suara

wanita berkisar antara 200-300 per detik, sedangkan untuk pria hanya sekitar 100. Karena itu,

suara seorang pria kedengaran lebih “berat”. Suara anak lebih tinggi dari suara wanita karena

getaran pita suaranya bisa mencapai 400 per detik. Perbedaan-perbedaan itu tentu saja

memunculkan bunyi yang berbeda-beda. Meskipun kata yang diucapkan itu sama. Kata tidur

yang diucapkan oleh seorang wanita, pria, dan anak tidak akan berbunyi sama.

Page 4: Psi Ko Revised

3.             MEKANISME UJARAN

Semua bunyi yang dibuat dengan udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara

itu, semua bunyi yang udaranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi oral. Pada mulut

terdapat dua bagian: bagian atas dan bagian bawah mulut. Bagian atas mulut umumnya tidak

bergerak sedangkan bagian bawah mulut bisa digerakkan. Bagian-bagian ini adalah sebagai

berikut:

·    Bibir: bibir atas dan bibir bawah. Kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk

bunyi yang dinamakn bilabial yang artinya dua bibir bertemu. Bunyi seperti (p), (b) dan (m)

adalah bunyi bilabial.

·    Gigi: untuk ujaran hanya gigi ataslah yang mempunyai peran. Gigi ini dapat berlekatan

dengan bibir bawah untuk membentuk bunyi yang dinamakan labiodental. Contohnya bunyinya

adalah (f) dan (v). Gigi juga bisa berlekatan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental

seperti bunyi (t) dan (d) dalam bahasa Indonesia.

·    Alveolar: daerah ini berada dibelakang pangkal gigi atas. Ujung lidah dapat

ditempelkan pada alveolar yang menghasilkan bunyi (t) dan (d) dalam bahasa Inggris.

·    Palatal keras: daerah ini ada di rongga atas mulut, persis diblakang daerah alveolar.

Pada daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan

alveopalatal seperti bunyi (c) dan (j).

·    Palatal lunak: daerah ini ada dibelakang rongga mulut atas. Pada daerah itu dapat

dilekatkan bagian belakang lidah untuk membentuk bunyi yang dianmakan velar seperti bunyi

(k) dan (g).

·    Uvula: pada ujung rahang atas terdapat tulang lunak yang dinamakan uvula. Uvula

dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hidung atau membukanya. Bila uvula  tidak

berlekatan dengan bagian atas laring maka buni udara keluar melalui hidung. Bunyi inilah yang

dinamakan bunyi nasal. Bila uvula berlekatan dengan dinding laring maka udara disalurkan

melalui mulut dan menghasilkan bunyi oral.

·    Lidah: lidah adalah bagian mulut yang fleksibel: ia dapat digerakkan dengan lentur .

lidah memiliki bagian-bagian, yaitu ujung lidah, mata lidah, depan lidah, dan belakang lidah.

Bagian-bagian ini dapat digerak-gerakkan dengan cara dimajukan, dimundurkan, dikeataskan,

dan dikebawahkan untuk membentuk bunyi-bunyi tertentu.

Page 5: Psi Ko Revised

·    Pita suara: pita suara adalah sepasang selaput yang berada di jakun. Status selaput

suara ini ikut menentukan perbedaan antara satu konsonan dengan konsonan yang lain.

·    Faring: saluran udara menuju ke rongga mulut atau rongga hidung.

·    Rongga hidung: rongga untuk bunyi-bunyi nasal seperti /m/ dan /n/.

·    Rongga mulut: untuk bunyi-bunyi oral seperti /p/, /b/, /a/, dan /i/.

3.1         Bagaimana Bunyi Dibuat

Di samping pembagian bunyi menjadi bunyi nasal dan oral seperti dinyatakan di atas,

bunyi juga dapat dibagi menjad dua kelompok besar: konsonan dan vokal. Perbedaan antara

kedua macam bunyi ini terletak pada cara pembuatannya.

3.1.1   Pembuatan Bunyi Konsonan

Bunyi dibuat dengan memanfaatkan bagian mulut seperti lidah, bibir, dan gigi. Bagian-

bagian ini dinamakan artikulator. Untuk membuat bunyi konsonan perlu diperhatikan tiga faktor.

Pertama adalah titik artikulasi, yakni, tempat di mana artikulator itu berada, berdekatan, atau

berlekatan.

Faktor kedua dalam membuat bunyi konsonan adalah cara artikulasi, yakni, bgaimana

caranya udara dai paru-paru itu kita lepaskan. Apabila udara itu kita tahan dengan ketat di mulut

lalu kemudian kita lepaskan dengan serentak maka bunyi tadi akan menimbulkan semacam

letupan. Karena itu, bunyi ini dinamakan bunyi plosif atau stop. Dalam bahasa Indonesia sering

diapakai istilah bunyi hambat.

Faktor ketiga adalah status pita suara. Seperti dinyatakan sebelumnya, pita suara dapat

terbuka penuh, agak, tetutup, atau tertutup. Bila kita sedang tidak berbicara maka pita suara kita

terbuka lebar.

3.1.2  Pembuatan Bunyi VokalKriteria yang dipakai untuk membentuk bunyi vokal, yaitu:

a)      Tinggi- rendahnya lidah

            Karena lidah itu lentur, maka lidah dapat digerakkan untuk dinaikan atau

diturunkan. Naik-turunnya lidah menyebabkan ukuran rongga mulut berubah.

b)      Posisi lidah

Page 6: Psi Ko Revised

   Posisi lidah di depan atau di belakang memegang peran dalam membentuk bunyi vokal.

Bila digabungkan dengan tinggi-rendahnya lidah maka akan terbentuklah bunyi-bunyi vokal

tertentu.

c)      Ketegangan lidah

            Vokal juga ditentukan oleh tegan atau tidaknya syaraf kita waktu

mengucapkannya. Waktu mengucapkan bunyi /i/ seperti pada kata bahasa Inggris “beat” dapat

kita rasakan ketegangan syaraf pada samping leher kita, tetapi hal seperti ini tidak kita rasakan

bila kata yang kita ucapkan adalah bit. Kriteria ini dinyatakan dengan istilahtense dan lax yang

diterjemahkan menjadi tegang dan kendur.

d)     Bentuk bibir

            Bunyi-bunyi vokal tertentu diucapkan dengan kedua bibir dibulatkan atau

dilebarkan. Pada umumnya bunyi vokal depan seperti /i/ tiba dan /e/ kere diucapkan dengan bibir

dilebarkan, sedangkan bunyi vokal belakang seperti /u/ buku dan /o/ ruko dengan bibir

dibulatkan.

3.1.3  Fonotaktik 

Tiap bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi

suku dan kemudian kata.  Dengan demikian maka tidak mustahil adanya dua bahasa yang

memiliki beberapa fonem yang sama tetapi fonotaktiknya, yakni, sistem pengaturan fonemnya

berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, misalnya, memiliki fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/.

Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada

awal suku seperti pada kata-kata sprite /sprat/ dan split /split/.

Bahasa Inggris sangat kaya dengan gugus konsonan: ada 45 gugus yang dapat berada di

awal, dan 190 gugus di akhir kata (Fries 1945). Bahasa Indonesia tidak kaya dengan gugus

konsonan, tetapi bahasa Indonesia modern kini telah menyerap gugus asing sehingga

memungkinkan adanya tiga konsonan di awal suku, meskipun bentuk-bentuk ini hanya terdapat

pada kata-kata pinjaman.

3.1.4  Struktur SukukataSuatu sukukata terdiri dari dua bagian utama, yakni, onset (pembuka) dan rima (rhyme).

Rima terdiri dari nukleus dan koda. Secara gramatik struktur sukukata adalah seperti berikut:

            Suku

Page 7: Psi Ko Revised

 Onset                       Rima

                        

                      Nukleus                         Kodau

Suatu suku dapat memiliki ketiga-tiganya: onset,  nukleus, dan koda. Akan tetapi, hal ini

tidak harus. Nukleus selalu berupa vokal. Konsonan atau konsonan-konsonan yang berada di

muka nukleus dalam satu suku yang sama adalah onset dan yang di belakang nukleus adalah

koda.

3.1.5  Fitur DistingtifSejak tahun 1940-an, linguis mulai melihat ihwal bunyi dari segi oposisi yang sifatnya

biner, yakni, sesuatu itu ya atau tidak, yang biasanya ditandai dengan simbol + dan -.

Berikut adalah fitur-fitur distingtif yang ada  pada konsonan:

a)      Vokalik dan konsonantal: semua konsonan adalah [+konsonantal] dan [-vokalik]

sedangkan semua vokal adalah [+vokalik] dan [-konsonantal].

b)      Anterior: bunyi yang dibuat di bagian depan mulut adalah  [+anterior]. Jadi, bunyi /p/

adalah [+anterior] sedangkan /k/ adalah[-anterior].

c)      Koronal: bunyi yang dibuat di bagian tengah atas mulut adalah [+koronal]. Jadi,

bunyi seperti /p/ adalah [-koronal] tetapi /s/ adalah [+koronal].

d)     Kontinuan: bunyi yang dibuat dengan aliran udaranya biasa terus berlanjut.

e)      Straident: bunyi yang dibuat dengan iringan desahan suara.

f)       Nasal: bunyi yang dibuat dengan udara keluar melalui hidung.

g)      Vois: bunyi yang disertai  getaran pada pita suara.

Page 8: Psi Ko Revised

BAB IIIPENUTUP

3.1         Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah yang telah kami uraikan adalah sebagai

berikut:

3.1.1        Dalam penelitian mengenai persepsi ujaran itu dapat dikatakan masih baru. Perkembangan

penelitian di bidang ini mulai dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi, terutama dengan

terciptanya alat telepon.

3.1.2        Mengenai masalah dalam mempersepsi ujaran telah didapati tiap kali kita berbicara, satu menit

kita telah akan mengeluarkan antara 1500-1800 bunyi.

3.1.3        Dalam mekanisme ujaran terdapat bagian-bagian yang mendukung: bibir, gigi, alveolar, palatal

karas (hard palate), palatal lunak (soft palate), uluva, lidah, pita suara, faring, rongga hidung,

rongga mulut.

3.1.4        Dalam persepsi terhadap ujaran dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, diantaranya: tahap

auditori, tahap fonetik, tahap fonologis.

3.1.5        Dalam rangka memahami ujaran terdapat beberapa model persepsi ujaran, antara lain: model

teori motor untuk persepsi ujaran, analisis dengan sintesis, fuzzy logical model, model cohort,

model trace.

3.1.6        Dalam persepsi dalam konteks, bunyi di ujarkan secara berurutan dengan bunyi yang lain

sehingga bunyi-bunyi itu membentuk semacam deretan bunyi.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.