responsi roi(1)

17
RESPONSI DOKTER MUDA Presentasi Kasus ROI Cedera Otak Sedang + ICH Burst Lobe Temporoparietal Sinistra Disusun oleh: Ridwan Yasin 011011020 Ilham Ikhtiar 011011051 Wahyu Nur Faizah 011011117 Dia Inda Amalia 011011178 M. Deyu Wisnubrata 011011206

Upload: ridwan-yasin

Post on 09-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

responsi

TRANSCRIPT

RESPONSI DOKTER MUDA

Presentasi Kasus ROI

Cedera Otak Sedang + ICH Burst Lobe Temporoparietal Sinistra

Disusun oleh:Ridwan Yasin 011011020 Ilham Ikhtiar 011011051

Wahyu Nur Faizah 011011117

Dia Inda Amalia 011011178

M. Deyu Wisnubrata 011011206 DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

RSU DR. SOETOMO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015BAB 1LATAR BELAKANG Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan terbanyak pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ).

Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) tahun 2006, cedera kepala adalah penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia dan menduduki urutan ke empat penyebab kematian di seluruh Dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala.

Di Negara maju, seperti Amerika Serikat cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia (15-44) tahun. kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dan lebih dari 100.000 penderita cedara kepala mengalami berbagai tingkat kecacatan sesuai dengan daerah yang terkena. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. Yang sampai di Rumah Sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah Cedera Kepala Berat (CKB). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi (Wilkinson, 2007).

Di Negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi cedera kepala cenderung meningkat. Dari Data epidemiologi cedera kepala di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu Rumah Sakit di Jakarta yaitu RS Cipto Mangunkusumo melaporkan bahwa untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal (WHO, 2008).

Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat.Pemanganan cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit (Sjahrir, 2004).

Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus Cedera kepala di ruang observasi intensif (ROI) IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Trauma Kepala

2.1.1 Pendahuluan

Trauma kepala adalah penyeb utama kematian dan kecacatan pada orang muda. Lebih dari 2 juta pasien mengalami trauma kepala dirawat pada unit gawat darurat (UGD) di Amerika serikat. Sekitar 10% dari semua kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh karena trauma yang mengenai otak. (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)

Trauma kepala dapat terjadi pada semua usia, namun puncaknya pada usia 15-24 tahun. Trauma kepala adalah penyebab kematian tertinggi pada usia kurang dari 24 tahun. Laki-laki mengalami trauma kepala 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)

2.1.2 Patogenesa

a. Concussi Otak

Gerakan aselerasi deselerasi kepala terutama gerakan anguler dan putar menyebabkan tegangan dan perlukaan akson yang akan menyebabkan hilangnya kesadaraan sesaat saat terjadi benturan. Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat (< 6 jam) maka dinamakan sebagai concussion. Pasien dapat mengalami penurunan kesadaran maupun kebingungan. (Kuniyoshi S and Suarez JI, 2004)b. Fraktur Tulang Tengkorak

Fraktur tulang tengkorak adalah pertanda cedera serius di kepala. Fraktur terbagi menjadi linier, depressi, comminuted. Bila scalp juga terlibat, maka disebut sebagai patah tulang terbuka. Fraktur liner terjadi pada 80% pasien. Paling sering terjadi pada daerah temporoparietal dimana tulangnya lebih tipis. (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)c. Edema Otak

Mekanisme terjadinya edema otak pada cedera kepala masih kurang difahami. Edema otak dapat terjadi diffuse maupun fokal. Dapat terjadi oleh karena perdarahan di parenkim otak maupun ekstra dura. (Atkinson and Wilberger, 2004)d. Contussio Otak dan Perdarahan IntraccerebralContussio otak adalah perdarahan parenkim fokal yang disebabkan oleh karena cedera otak yang bergerak melewati permukaan dalam dari otak. Kontussio traumatic sering terjadi pada lobus frontal dan temporal dimana jaraingan otak kontak dengan permukaan dalam tulang kepala yang irregular. (Atkinson and Wilberger, 2004)Perdarahan intracerebral dapat terjadi oleh karena robekan pembuluh darah kecil maupun besar yang terjadi oleh karena gaya rotasi. Perdarahan intracranial sering terjadi pada area substansia alba yang dalam sedangkan perdarahan contussi terlaka di daerah kortikal. Bila terdapat perdarahan yang menimbulkan efek maka memerlukan tindakan pembedahan (Gilroy, 2000)

Perdarahan intracerebral dapat berupa subdural hematoma, epidural hematoma, dan sub arachnoid hemorrhage. Burst lobe terjadi ketika perdarahan intracerebral bersama jaringan otak yang nekrosis mengalami kebocoran ke ruang subdural dan bercampur dengan subdural hematoma.

2.1.3 Evaluasi Klinis

a. Assessment awalResusitasi, anamnesa, dan pemeriksaan haruslah dimulai secara simultan ketika pasien dating di UGD. Assessment dan stabilisasi airwat, breathing dan sirkulasi adalah langkah yang paling penting untuk mengelola trauma kepala. Pemeriksaan neurologis haruslah dilakukan bersamaan dengan penilaian ABC (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)

Intubasi haruslah segera dilakukan pada pasien trauma kepala yang mengalami hipoksia atau distress nafas. Intubasi harus dilakukan dengan hati-hati dan menjaga supaya tidak terjadi mobilisasi tulang vertebra. Hipotensi haruslah dikoreksi dengan pemberian cairan isotonik. (Kuniyoshi S and Suarez JI, 2004)b. Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik

Mekanisme cedera dan kondisi klinis sebelum pasien masuk di UGD haruslah diperiksa. Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kebingungan, kejang haruslah dicatat. Adanya bloody rhinorhea atau bloody otorhea menunjukkan adanya kebocoran likuor. Gerakan bola mata, bentuk dan ukuran pupil serta reflex cahaya haruslah diperiksa untuk menentukan adanya tanda-tanda herniasi serta lesi pada batang otak. (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)c. Pemeriksaan Imaging

CT scan adalah pemeriksaan pilihan pada kondisi gawat darurat pada cedera kepal. CT scan dapat menunjukkan adanya perdarahan epidural, subdural, intra cranial maupun intra ventricular, serta edema otak. (Wartenberg KE and Mayer SA, 2007)2.2 Cedera Otak

2.2.1DefinisiCedera otak adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer, 2007)2.2.2Klasifikasi

Berdasarkan beratnya cidera, The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma Scale, yaitu :

a. Cedera Otak Ringan (COR)

Adalah cedera otak yang bercirikan tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing. GCS pasien 13 15. Pasien dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurangdari 30 menit. (Wahjoepramono,2005)b. Cedera Otak Sedang (COS)Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien sempat kehilangan kesadarannya kurangdari 30 menit, muntah, dan dapat pula mengalami fraktur otak. GCS pasien 9 12.(Wahjoepramono,2005)c. Cedera Otak Berat (COB)Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien kehilangan kesadaran dalam waktu lebih dari 24 jam, mengalami penurunan tingkat kesadaran secara progresif, GCS 3 8. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.(Wahjoepramono,2005)

Sedangkan berdasarkan mekanisme terjadinya, cedera otak dibagi menjadi :

a. Trauma TumpulAdalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan). (Wahjoepramono,2005)b. Trauma TembusAdalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing. (Wahjoepramono,2005)2.2.3 Manifestasi KlinisManifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain: a. Nyeri kepalab. Kehilangan kesadaranc. Pusingd. Tengkuk kaku dalam sikap kepala mengadah/hiperekstensie. Keletihanf. Ketidakmampuan berkonsentrasig. Terdapat laserasi dan hematoma pada kulit kepala.(Masjoerarief, 2007)

2.2.4 KomplikasiKomplikasi yang terjadi pada pasien cedera otak antara lain :a. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi

b. Edema cerebral, peningkatan tekanan intra cranial

c. Herniasi jaringan otak

d. Infeksie. Hidrosefalus(Wahjoepramono,2005)BAB 3

KASUS3.1 Identitas Pasien

Nama: Tn. NJenis Kelamin: Laki-laki

Usia: 35 tahunAlamat: Kradenan Kalisari GroboganBerat badan: 55 kg

Keterangan: Pasien IRDDiagnosa: COS + ICH busrt lobe temporoparietal sinistra

Post operasi: Craniotomy evakuasi ICH

3.2 Evaluasi

a. Anamnesis

Riwayat penyakit sekarangKU: Penurunan kesadaran.Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah terjatuh dari plafon dengan ketinggian 3 meter pada jam 12.30, 3 jam sebelum MRS. Pasien tidak mengalami mual, muntah, ataupun kejang setelahnya. Pasien dibawa ke RS BDH. Terdapat luka di kepala serta keluar darah dari telinga kiri. Luka di tempat lain tidak didapatkan. Pasien dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo dengan diagnosis Cedera Otak Sedang dan bloody otorhea dengan GCS 335.Riwayat penyakit dahulu

DM (-). HT (-). Alergi (-)b. Pemeriksaan FisikPrimary Survey :

A : bebas, snoring (-), gargling (-), C spine stabilB : simetris, retraksi (-) RR 20 x/ menit

C : akral hangat kering merah, CRT < 2, nadi 80 x/menit TD 120/80 mmHgD : GCS 335, PBI 3mm/3mm, RC +/+Assesement :

COS + ICH burst lobe temporoparietal sinistraSikap ( RES):

1. Posisi slight head up2. Intubasi dengan O2 Jackson Reese 10 lpm3. Infus PZ4. Pasang monitor5. Pro craniotomy evakuasi ICHc. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (22-6-2015)

Hb

12,5 mg/dL

Leu

17.200/ul

Trombosit

201.000/ul

HBsAg

Negatif

SGOT/SGPT

36 U/L / 23 U/L

GDA

155 mg/dL

BUN

13 mg/dL

SK

0,83 mg/dL

Albumin

4,09 g/dLNa

147 mmol/l

K

4 mmol/l

Cl

117 mmol/l

PPT

11,6 detik (11,4)

aPTT

23,8 detik (26,2)

X Ray : thorax dalam batas normal, cervical dalam batas normal

CT scan kepala: ICH busrt lobe temporoparietal sinistra vol 22 ccEvaluasi ROI :

B1 : A : bebas, terpasang endotracheal tube B : memakai ventilator, suara nafas vesikuler/vesikuler simetris, ronki -/-, wheezing -/- Sp O2 100% O2 Jackson Rees 10 lpm.

B2 : p HKM. CRT