ricka setyo susanti_ (a2006).pdf

Upload: riaartajunistia

Post on 30-Oct-2015

545 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

  • KARAKTERISTIK KELEMBABAN TIGA JENIS TANAH

    (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon)

    Oleh: Ricka Setyo Susanti

    A 24101027

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • RINGKASAN

    Ricka Setyo Susanti. Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon). Dibawah bimbingan Kukuh Murtilaksono dan Enni Dwi Wahjunie

    Karakteristik kelembaban tanah mempunyai peranan yang penting dalam

    berbagai studi mengenai hubungan air-tanah, seperti perencanaan irigasi dan

    drainase, konservasi tanah dan air, dan pertumbuhan tanaman. Mengingat

    pentingnya hubungan ini, maka keakuratan dalam pengukurannya sangat

    diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih dalam mengenai metode

    penetapan kurva karakteristik kelembaban tanah untuk mendapatkan hasil yang

    lebih akurat.

    Metode penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan contoh tanah di

    lapang dan analisis tanah di laboratorium yang berlangsung dari bulan Maret

    sampai Agustus 2005. Pengambilan contoh tanah dilakukan di Cihea, Darmaga,

    dan Laladon yang berada di Jawa Barat. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

    Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor yang meliputi pengukuran kelembaban tanah pada tekanan setara

    pF 1, 2, 2.54, 3, 3.5, dan 4.2 dengan menggunakan alat Pressure Plate Apparatus,

    penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang dengan metode Bouyoucos, Alhrick,

    dan menggunakan alat Pressure Plate Apparatus , analisis tekstur tanah tiga

    fraksi, penetapan bobot isi dengan menggunakan metode ring (untuk bobot isi

    seragam di tiap taraf nilai pF) dan metode clod (untuk bobot isi tidak seragam di

    tiap taraf nilai pF), penetapan Kerapatan Jenis Zarah dan Ruang Pori Total,

    pengukuran kadar (%) C-organik, dan penetapan nilai COLE (Coefficient of Linier

    Extensibility).

    Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kurva karakteristik

    kelembaban tanah khususnya mengenai pengaruh jenis contoh tanah pada

    pengukuran Kadar Air, pengaruh pengukuran bobot isi terhadap pengukuran kadar

    air di tiap taraf nilai tekanan (pF), pendugaan kurva karakteristik kelembaban

    tanah dengan persamaan matematis Raws et al. (1982), pengaruh tekstur tanah

    terhadap kurva karakteristik kelembaban tanah; penetapan Kadar Air Kapasitas

    Lapang; dan penetapan Jumlah Air Tersedia.

  • Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pada penetapan kurva karakteristik

    kelembaban tanah, penggunaan jenis contoh tanah utuh sangat tepat terutama pada

    penetapan Kadar Air (% v) pF rendah. Penggunaan bobot isi tidak seragam di tiap

    taraf nilai pF sangat sesuai terutama untuk jenis tanah yang memiliki kandungan

    liat tinggi dan mempunyai kemampuan mengembang-mengerut. Penggunaan

    perhitungan matematis Raws et al. (1982) sesuai untuk digunakan dalam

    pendugaaan kurva karakteristik kelembaban tanah pada tanah yang bertekstur

    lempung dengan kandungan bahan organik dan liat yang rendah. Persamaan

    matematis tersebut juga dapat digunakan dalam membuat perencanaan irigasi dan

    drainase di daerah yang belum memiliki fasilitas lengkap untuk menetapkan kurva

    karakteristik kelembaban tanah dimana informasi tekstural dan bahan organik

    tersedia. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanah yang mempunyai tekstur halus

    (liat) memiliki bentuk kurva karakteristik kelembaban yang tegak sedangkan

    tanah yang bertekstur kasar (pasir) memiliki bentuk kurva karakteristik

    kelembaban yang landai. Tanah yang memiliki tekstur sedang (lempung) memiliki

    bentuk kurva karakteristik kelembaban diantara tanah liat dan pasir. Pada

    penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) metode dengan menggunakan

    alat Pressure Plate Apparatus (dengan contoh tanah utuh dan bobot isi yang tidak

    seragam di tiap taraf nilai pF) merupakan metode yang paling tepat. Penelitian ini

    juga menunjukkan bahwa pada penetapan Jumlah Air Tersedia, disarankan untuk

    menggunakan jenis contoh tanah utuh dengan bobot isi tidak seragam di tiap taraf

    nilai pF pada penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) dan

    menggunakan jenis contoh tanah kering udara (lolos ayakan 2 mm) pada

    penetapan Kadar Air Titik Layu Permanen (setara pF 4.2).

  • SUMMARY

    Ricka Setyo Susanti. The Soil Moisture Characteristics of Three Different Soil Types (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon). Under supervision of Kukuh Murtilaksono and Enni Dwi Wahjunie

    The soil moisture characteristics play an important role in many studies

    concerning soil-water relation, such as irrigation and drainage planning, soil and

    water conservation, and plant growth. The objective of this research is to study

    soil moisture characteristic s curve in order to establish the methods to find the

    most accurate result.

    The research method includes soil sampling in the field and labotatory soil

    analysis and it conducted from Maret untill August 2005. The soil were sampled

    from Sukaratu, Darmaga, and Laladon village in West Java. The soil analysis was

    carried out at the Laboratory of Department of Soil Science and Land Resource,

    Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. It includes the

    measurement of soil moisture at the given pressure equal to pF 1, 2, 2.54, 3, 3.5,

    and 4.2 using Pressure Plate Appara tus equipment. Water Content of Field

    Capacity were measured by methods of Bouyoucos, Alhrick, and Pressure Plate

    Apparatus equipment. Three fraction of Soil Texture Analysis was analyzed by

    pipete method. Bulk Density was determined by using Ring method (for the

    uniform bulk density in every pF value) and Clod method (for the different bulk

    density in every pF value). Total Porousity and Particle Density, (%) C-organic,

    and COLE (Coefficient of Linier Extensibility) value were measured as well.

    The observed parameters are soil moisture characteristics curve, especially

    influence of soil samples type on water content measurement, influence of bulk

    density measurement types on soil moisture measurement in every pF value,

    determination of soil moisture characteristics curve using Raws et al. (1982)

    mathematics equation, influence of soil texture on soil moisture characteristics

    curve, determination of Water Content of Fie ld Capacity and Available Water.

    The result shows that in the determination of soil moisture characteristics

    curve, the using of undisturbed soil samples is quite appropriate especially for

    water content (% v) determination at low pF. The using of different bulk density

    in every pF value is appropriate especially to the soil with high clay content and

  • swelling-shrinkage properties. The mathematic equation of Raws et al. (1982) is

    able to describe the moisture characterist ics for the loamy (moderate) soil type

    with low organic matter and clay content. The research shows that the soil textural

    class of clay (clayley) indicates vertical shape of soil moisture characteristic s

    curve, in the other hand the coarse soil textural class (sandy) indicates nearly flat

    shape of soil moisture characteristics curve. The moderate soil textural class

    (loamy) shows a shape of soil moisture characteristics curve in between of the two

    curves shape. The method by using Pressure Plate Apparatus (undisturbed soil

    samples and different bulk density in every pF value) is the most appropriate

    method to determine Water Content of Field Capacity. The research also shows

    that determination of Available Water using undisturbed soil samples with

    different bulk density in every pF value for Water Content of Field Capacity

    measurement (equal to pF 2.54) and the air-dry soil samples (2 mm sieved) for

    Pemanent Wilting Point measurement (equal to pF 4.2) is suggested.

  • KARAKTERISTIK KELEMBABAN TIGA JENIS TANAH

    (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon)

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    Ricka Setyo Susanti

    A 24101027

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • Judul Penelitian : Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah

    (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon)

    Nama Mahasiswa : Ricka Setyo Susanti

    Nomor Pokok : A 24101027

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing I

    Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. NIP. 131 861 468

    Dosen Pembimbing II

    Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi NIP. 131 574 871

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Petanian

    Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr

    NIP. 130 422 698

    Tanggal Lulus:

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 18 Agustus 1983, dari

    pasangan Ibu Tri Winarni dan Bapak Joko Subantiyono, sebagai anak pertama

    dari tiga bersaudara.

    Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SD Negeri 4 Wonogiri da n lulus

    pada tahun 1995. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Wonogiri dan lulus

    pada tahun 1998. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 1 Wonogiri

    dan lulus pada tahun 2001.

    Pada Tahun 2001 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan

    Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui

    Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB,

    penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai

    anggota biro hubungan luar dan alumni periode 2003/2004. Pada tahun yang sama

    penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Geomorfologi dan Analisis

    Lansekap. Selain itu, pada tahun ajaran 2004/2005 penulis juga menjadi asisten

    praktikum mata kuliah Fisika Tanah selama satu semester di Departemen Ilmu

    Tanah dan Sumberdaya Lahan.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrohmanirrohim,

    Alhamdulillahirrobilaalamin, puji syukur kepada Alloh SWT yang telah

    memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    Sholawat serta salam sela lu tercurah pada Nabi Muhammad SAW, semoga Alloh

    senantiasa melimpahkan rahmat kepada keluarga, sahabat, dan serta umatnya.

    Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tana h dan

    Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang

    penulis lakukan adalah mengenai Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah

    (Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon).

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh

    Murtilaksono, MS dan Ibu Ir. Enni Dwi Wahyunie, MSi selaku dosen

    pembimbing yeng telah memberikan saran, bimbingan, dan motivasi sehingga

    penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa karya ini

    terwujud berkat dorongan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis

    mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak, Ibu, Adikku Febri dan Dhion, yang selalu memberikan doa,

    semangat, kasih sayang kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan

    pendidikan.

    2. Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro selaku dosen penguji yang telah

    memberikan saran, kritik, dan masukan yang membangun.

    3. Pak Maspadin, Mas Syaiful, Bu Tini atas segala bantuan yang diberikan.

  • 4. Teman-teman seperjuangan: Ike, Nyit2, Yani, Liya, Patma, Eko, Subekhi,

    Apie, Yayah, Anna dan teman-teman Tanah 38 atas kebersamaan,

    dukungan moral, dan bantuanya.

    5. Teman-teman spesial di Raihanas Crew, Inuyasha ^_^, atas segala

    dukungan, pengertian, bantuan, kasih sayang dan hari-hari indahnya.

    6. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah

    membantu penelitian dan penulisan skripsi ini.

    Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

    Semoga tulisan ini bermanfaat untuk semua pihak.

    Bogor, Februari 2006

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................... viii

    ....................................................................................................................

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix

    PENDAHULUAN .................................................................................... 1

    Latar Belakang ............................................................................. 1

    Tujuan ........................................................................................... 2

    Hipotesis ....................................................................................... 3

    TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

    Karakteristik Kelembaban Tanah ................................................. 4

    Bobot Isi ....................................................................................... 5

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Kelembaban Tanah ............................................................................................. 6

    Porositas .................................................................................. 6

    Tekstur ..................................................................................... 7

    Liat ......................................................................................... 8

    Struktur Tanah ......................................................................... 10

    COLE (Coefficient of Linier Extensibility) ............................. 11

    Contoh Tanah .......................................................................... 12

    BAHAN DAN METODE ........................................................................ 14

    Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 14

    Bahan dan Alat ............................................................................. 14

    Metode Penelitian ......................................................................... 14

    Penetapan Kurva Retensi Tanah ............................................ 14

    Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang ................................. 16

    Model Matematis .................................................................... 17

    Penetapan Bobot Isi ................................................................ 18

    Penetapan Tekstur Tanah ....................................................... 19

  • Penetapan Kerapatan Jenis Zarah dan Ruang Pori Total ........ 19

    Penetapan Kadar C-Organik ................................................... 20

    Penetapan nilai COLE (Coefficient of Linier Extensibility)......................................... 20

    ..................................................................................................

    HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 21

    Kurva Karakteristik Kelembaban ................................................. 21

    Pengaruh Jenis Contoh Tanah pada Pengukuran Kadar Air ................................................... 21

    Pengaruh Pengukuran Jenis Bobot Isi Terhadap Pengukuran Kadar Air di Tiap Taraf Nilai Tekanan (pF) .......................... 24

    Pendugaan Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah dengan Persamaan Matematis Raws et al. (1982) .............................. 26

    Pengaruh Kelas Tekstur Tanah pada Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah ................................ 29

    Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang ....................................... 30

    Penetapan Jumlah Air Tersedia .................................................... 33

    KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 39

    Kesimpulan ................................................................................... 39

    Saran ............................................................................................. 39

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 40

    LAMPIRAN ............................................................................................. 44

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Rangkuman Koefisien-koefisien Untuk Regresi Linier Oleh Raws et al. (1982) .......................................................................... 17

    2. Hasil Pengukuran Kadar Air (KA %v) pada Berbagai Taraf pF dengan Berbagai Pendekatan ........................................................ 22

    3. Perbandingan Karakteristik Kelembaban Air Tanah dari Penetapan Bobot Isi yang Sama dengan Bobot Isi yang Berbeda Pada TiapTaraf pF............................................................ 25

    4. Persamaan Empiris pada Penetapan KA (%v) di Beberapa Taraf pF Berdasarkan Persamaan Raws et al. (1982).............................. 26

    5. Kadar Air Kapasitas Lapang pada Berbagai Metode Pengukuran..................................................................................... 31

    6. Hasil Pengukuran Jumlah Air Tersedia Metode Pressure Plate Apparatus dengan Berbagai Jenis Contoh Tanah ....................... 34

    Lampiran

    1. Hasil Pengukuran Sifat Fisik Tanah untuk Contoh Tanah Utuh .... 45

    2. Hasil Pengukuran Dbm/Bobot Isi Lembab (g/cm3) dan Dbd/Bobot Isi Kering (g/cm3) pada Jenis Contoh Tanah Utuh...... 45

    3. Data Pengukuran Sifat Fisik untuk Contoh Tanah Terbagi........... 45

    4. Data KA (%v) Hasil Persamaan Raws et al. (1982) ...................... 45

    5. Hasil Penetapan Distribusi Ukuran Pori......................................... 46

    6. Data Pengukuran Tekstur ............................................................ .. 46

    7. Kisaran Kadar Air Gravimetrik (% b) Tanah (Rowell, 1937) ........ 46

    8. Hasil Penetapan KA (% berat), Dbm, Dbd, KAKL Metode Alhrick dan Bouyoucos pada Jenis Contoh Tanah Utuh................ 47

    9. Hasil Penetapan Kadar Air (% b) pada Jenis Contoh Tanah Terbagi ........................................................................................... 62

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Efek dari Tekstur Terhadap Kurva Retensi Air ............................ 8

    2. Perbandingan Kurva pF Antara Contoh Tanah Terbagi dengan ContohTanah Utuh ....................................................................... 23

    3. Perbandingan Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah Antara Pengukuran di Laboratorium (Jenis contoh Tanah Utuh dan Ter-

    bagi) dengan Model Persamaan Matematis Raws et al. (1982) ..... 28

    4. Perbandingan antara kurva pF Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon, dan Regosol Muntilan ...................................... 30

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Karakteristik kelembaban tanah merupakan salah sifat-sifat dasar hidrolik

    tanah yang mempunyai peranan penting dalam berbagai studi mengenai hubungan

    air-tanah, seperti perencanaan irigasi dan drainase, konservasi tanah dan air, dan

    pertumbuhan tanaman. Mengingat pe ntingnya peranan karakteristik kelembaban

    tanah, maka keakuratan dalam pengukurannya sangat diperlukan.

    Kelembaban tanah dapat dinyatakan dalam berbagai satuan misalnya

    dalam persen volume (% v/v) dan persen berat (% b/b). Karakteristik kelembaban

    sendiri dapat digambarkan oleh kurva retensi air tanah atau kurva karakteristik

    kelembaban tanah, yang menghubungkan antara kadar air tanah/kelembaban tanah

    (% v/v) dengan tekanan matriks yang diberikan. Nilai tekanan matriks sebanding

    dengan tinggi kolom air sesuai nilai tekanan yang diberikan. Pada umumnya,

    simbol yang digunakan untuk menyatakan tekanan matriks adalah pF, dimana

    nilainya sama dengan logaritma dari tinggi kolom air (dalam cm).

    Kurva karakteristik kelembaban tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur

    (distribusi partikel tanah) dan struktur (penyusunan partikel) tanah (Salter dan

    Williams, 1965; Richards dan Weaver, 1944; Reeve, Smith dan Thomasson, 1973;

    Sharma dan Uehara, 1968; Croney dan Coleman, 1954). Kandungan bahan

    organik dan komposisi fase larutan juga mempunyai peranan menentukan pada

    fungsi retensi. Bahan organik mempunyai efek langsung pada retensi dimana

    secara alamiah bahan organik bersifat hidrofilik. Efek tidak langsung dari bahan

    organik adalah dalam hal struktur tanah, dimana modifikasi dari bentuk struktur

    tanah dipengaruhi oleh prosentase bahan organik di dalamnya. Pada tanah yang

  • mengandung liat mengembang-mengerut, komposisi dan konsentrasi larutan tanah

    mempengaruhi jumlah air yang dapat ditahan saat tekanan diberikan (Klute, 1986)

    Umumnya, penetapan kurva karakteristik kelembaban di laboratorium

    menggunakan alat pressure plate apparatus pada berbagai tekanan pF. Contoh

    yang digunakan adalah contoh tanah utuh dari ring contoh yang dibagi menjadi

    empat bagian sama besar dan kemudian diberikan tekanan sesuai dengan yang

    diinginkan, kemudian diukur kadar airnya. Cara ini dirasakan kurang akurat,

    karena struktur tanah menjadi rusak oleh pemotongan contoh menjadi empat

    bagian. Selain itu, cara tersebut juga tidak dapat mewakili kondisi tanah

    sebenarnya di lapang karena tidak dapat dipastikan apakah setiap potongan contoh

    tersebut memiliki jumlah, distribusi, dan ukuran pori yang sama. Oleh karena itu,

    penggunaan contoh tanah utuh diperlukan untuk memperoleh kurva karakteristik

    kelembababan tanah yang sesuai dengan kondisi lapang.

    Pada studi ini, diujicobakan berbagai metode untuk mendapatkan kurva

    karakteristik kelembaban tanah. Metode tersebut meliputi metode dengan alat

    pressure plate apparatus menggunakan dua jenis bobot isi (bobot isi yang

    seragam dan bobot isi tidak seragam pada tiap taraf pF) dan dua jenis contoh

    tanah (contoh tanah utuh dan terbagi), metode matematis Raws, Brakensiek dan

    Saxton (1982), serta metode Alhrick dan Bouyoucos untuk menetapkan Kadar Air

    Kapasitas Lapang (KAKL).

    Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih dalam metode penetapan

    kurva karakteristik kelembaban tanah untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

  • Hipotesis

    Penetapan karakteristik kelembaban tanah dengan alat pressure plate

    apparatus yang menggunakan contoh tanah utuh dengan bobot isi yang ditetapkan

    pada tiap taraf nilai tekanan (pF) akan memberikan hasil yang mewakili kondisi di

    lapang.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Karakteristik Kelembaban Tanah

    Klute (1986) menyatakan bahwa hubungan antara kadar air tanah dan

    hisapan air tanah adalah bagian fundamental dari karakteristik sifat-sifat dasar

    hidrolik tanah. Hubungan tersebut ditandakan dengan banyak istilah termasuk

    fungsi retensi air, karakteristik kelembaban, dan kurva tekanan kapiler-

    penjenuhan. Fungsi tersebut menghubungkan antara kadar air pada energi air

    tanah. Metode tradisional untuk menentukan fungsi retensi air meliputi penetapan

    seri kesetimbangan air pada contoh tanah dan tubuh air melalui piringan atau

    membran berpori yang basah. Pada tiap keseimbangan, KA volumetrik (q) dari

    tanah ditentukan dan dipasangkan dengan nilai dari tekanan matrik (hm), yang

    diperoleh dari tekanan dalam tubuh air dan tekanan fase gas dalam tanah.

    Pasangan data (q, hm) adalah satu titik dalam sebuah fungsi retensi.

    Jumlah air yang diretensi pada nilai hisapan matriks relatif rendah

    (misal antara 0 dan 1 bar) sangat tergantung pada efek kapilaritas dan distribusi

    ukuran pori, dengan demikian sangat dipengaruhi oleh struktur tanah. Retensi air

    tanah pada kisaran hisapan yang lebih tinggi dipengaruhi oleh adsorpsi, tekstur

    tanah serta permukaan spesifik dari materi tanah dan kurang dipengaruhi oleh

    struktur (Hillel, 1980). Menurut Gardner (1963) kadar air pada hisapan 15 bar

    (sering disebut juga batas bawah kelembaban tanah yang dapat digunakan oleh

    tanaman) berkorelasi baik dengan daerah permukaan tanah dan akan

    menghasilkan sekitar 10 lapisan molekul air (secara kasar) jika terdistribusi secara

    seragam berdasarkan permukaan partikel. Black (1973) menyatakan bahwa dalam

    kondisi hampir jenuh pada hisapan matriks yang rendah, pori makro lebih banyak

  • ditemukan pada tanah yang bertekstur kasar daripada tanah yang bertekstur halus.

    Adapun jumlah pori yang kecil dan selaput air (dimana aliran air terjadi pada

    tekanan matriks yang tinggi) lebih banyak ditemukan pada tanah bertekstur halus

    daripada yang bertekstur kasar.

    Data serapan air yang lengkap pada beberapa titik dalam kurva

    karakteristik kelembaban tanah dari tekanan

  • Bobot isi bukan merupakan jumlah yang tetap dalam tanah, namun

    bervariasi sesuai dengan kondisi struktural dari tanah khususnya berhubungan

    dengan pemadatan. Untuk alasan ini bobot isi sering digunakan sebagai ukuran

    dari struktur tanah. Pada tanah mengembang-mengerut, bobot isi bervariasi sesuai

    dengan kadar air. Untuk tanah seperti itu, bobot isi yang diperoleh harus disertai

    dengan kadar air tanah pada saat pengambilan contoh (Hartge, 1965; 1968)

    Bobot isi sering digunakan untuk menghitung porositas total (dengan

    asumsi bahwa Kerapatan Jenis Zarah adalah 2.65 g/cc) dan jumlah air tersedia

    (% volume). Metode untuk menetapkan bobot isi adalah metode ring, bongkah

    (clod) berselimut plastik atau parafin, excavator, dan teknik pengukuran kerapatan

    dengan menggunakan radiasi sinar Gamma (Blake, 1965).

    Metode yang sering digunakan untuk menetapkan bobot isi adalah metode

    ring dan clod. Metode clod berguna untuk memperoleh data horison tanah yang

    padat maupun remah. Selain itu, dapat juga digunakan dalam perhitungan

    potensial mengembang-mengerut tanah (Grossman, 1968). Bagaimanapun, harus

    dicatat bahwa nilai bobot isi dari metode bongkah (clod) akan menghasilkan nilai

    yang lebih tinggi karena tidak menyertakan ruang antar ped atau ruang pori.

    Bobot isi tanah dipengaruhi oleh struktur tanah seperti: 1) kegemburan dan tingkat

    pemadatan; 2) karakteristik mengembang-mengerut yang tergantung dari

    kelembaban (Buol dan Mc Cracken, 1978).

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Kelembaban Tanah

    Porositas

    Porositas adalah index dari volume pori dalam tanah. Pada umumnya

    nilainya berkisar dari 0.3-0.6 (30%-60%). Tanah bertekstur kasar akan

  • mempunyai ruang pori total yang lebih kecil daripada tanah bertekstur liat,

    walaupun ukuran dari tiap-tiap pori pada tanah bertekstur kasar lebih besar

    daripada tanah ya ng bertekstur halus. Pada tanah berliat, porositas berubah-ubah

    seiring terjadinya proses mengembang-mengerut, agregrasi, dispersi, pemadatan,

    dan retakan (Hillel, 1971). Pori tanah ditempati oleh air dan udara. Fluktuasi kadar

    air terjadi bersamaan dengan adanya pengaruh iklim, drainase, evaporasi, serta

    transpirasi. Kemampuan tanah untuk terdrainase, memegang air untuk kebutuhan

    tanaman, dan menjerap kuat air yang tidak dapat digunakan tanaman tergantung

    pada ukuran, bentuk, dan kontinyuitas pori dalam tanah (Rowell, 1937).

    Tekstur Tanah

    Partikel primer dalam tanah berbeda-beda ukurannya, ada yang kasar

    sehingga bisa dilihat dengan mata sedangkan yang lainnya berukuran cukup kecil

    sehingga bisa dikelompokkan menjadi koloid. Istilah tekstur tanah adalah

    perwujudan dari ukuran yang dominan atau kisaran ukuran dari partikel-partikel

    tanah, keduanya merupakan gambaran secara kualitatif maupun kuantitatif.

    Gambaran secara kualitatif mengacu pada rasa dari bahan tanah apakah kasar

    atau halus sedangkan secara kuantitatif tekstur tanah merupakan proporsi relatif

    dari ukuran partikel yang berbeda-beda pada tanah tertentu. Metode tradisional

    untuk mengkarakterisasi ukuran partikel tanah adalah membagi fase ini kedalam

    tiga kisaran ukuran yang dikenal sebagai fraksi tekstural atau pemisahan, yaitu:

    pasir, debu, dan liat. Selanjutnya Hillel (1980) menambahkan bahwa kurva

    karakteristik kelembaban tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Semakin

    besar kandungan liat, pada umumnya semakin besar pula retensi air pada hisapan

    berapapun dan kurvanya berangsur -angsur menjadi lebih curam. Pada tanah

  • berpasir sebagian besar dari pori-pori adalah relatif besar, jika pori-pori besar ini

    dikosongkan saat diberikan hisapan hanya sedikit jumlah air yang tersisa. Pada

    tanah ya ng mengandung liat, distribusi ukuran pori lebih seragam sehingga lebih

    banyak air yang diserap. Peningkatan hisapan matriks mengakibatkan kadar air

    yang berangsur -angsur menurun ( Gambar 1.)

    Gambar 1. Efek dari tekstur terhadap kurva retensi air

    Liat

    Liat adalah fraksi yang menentukan perilaku fisik tanah karena liat

    menghasilkan daerah permukaan spesifik yang paling besar dan hal tersebut

    merupakan faktor yang paling aktif dalam proses-proses fisika-kimia. Partikel liat

    mampu menyerap air, hal itulah yang menyebabkan tanah menjadi mengembang

    mengerut berdasarkan pembasahan dan pengeringan (Grim, 1958). Sebagian besar

    partikel liat bermuatan negatif dan membentuk lapisan elektrostatik ganda dengan

    kation yang dapat dipertukarkan. Pasir dan debu mempunyai permukaan spesifik

    yang relatif kecil dan akan menghasilkan aktivitas fisika -kimia yang kecil pula.

    Tanah liat

    Tanah pasir

    Kadar Air

    Hisapan

  • Partikel liat pada keadaan normal tidak pernah benar-benar kering, bahkan

    setelah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam (standar untuk mengeringkan

    tanah) partikel liat masih bisa menjerap sejumlah air yang teradsorbsi. Pada saat

    liat menyerap air maka tekanan pengembangan meningkat sampai beberapa bar.

    Tekanan pengembangan berkaitan dengan perbedaan tekanan osmotik antara

    lapisan ganda difus dengan larutan luar. Pada sebagian misel yang terhidrasi,

    ketebalan selimut air kurang dari ketebalan potensial lapisan ganda difus. Lapisan

    ganda difus yang terpotong cenderung untuk mengembang mendekati ketebalan

    potensial maksimum dan menipis oleh adanya penyerapan osmotik dari tambahan

    air (Hillel, 1980).

    Fenomena yang penting dan belum dapat dimengerti secara menyeluruh

    adalah bahwa ada kemungkinan perubahan karakteristik kelembaban tanah yang

    disebabkan oleh pengembangan dan pengerutan liat dan juga dipengaruhi oleh

    komposisi serta konsentrasi larutan tanah (Russel, 1941). Pengembangan liat pada

    umumnya tertekan saat larutan tanah jenuh dengan elektrolit, khususnya

    presentase besar dari kation-kation divalen seperti Kalsium (Ca). Pada sisi lain

    pengembangan dan atau retensi air pada berbagai nilai hisapan lebih terlihat saat

    larutan tanah ditambahkan air dengan kandungan kation monovalen seperti

    sodium dalam jumlah besar (Dane dan Klute, 1977). Faktor-faktor lain yang

    mempengaruhi karakteristik kelemba ban tanah adalah adanya gelembung udara

    (Peck, 1969) dan perubahan dalam struktur tanah hasil pembasahan tiba-tiba yang

    disebabkan oleh penjenuhan dalam jangka waktu lama (Hillel, 1980).

  • Struktur Tanah

    Pada umumnya struktur tanah didefinisikan sebagai pe ngaturan, orientasi,

    dan organisasi dari partikel-partikel dalam tanah. Istilah itu juga digunakan untuk

    menunjukkan geometri dari ruang pori. Tekstur tanah dan permukaan spesifik

    lebih konstan dibandingkan dengan struktur tanah. Hal ini disebabkan karena

    struktur tanah bisa berubah dari waktu ke waktu dalam merespon perubahan

    kondisi alam, aktivitas biologis, dan praktek pengelolaan tanah. Struktur tanah

    juga berpengaruh pada sifat-sifat mekanik tanah, perkecambahan benih,

    pertumbuhan akar, dan penempatan benih. Struktur tanah dapat pula

    mempengaruhi kenampakan atau performa dari operasional pertanian seperti

    pengolahan, irigasi, drainase, dan penanaman (Russel, 1938; Boekel, 1963).

    Struktur tanah terdiri dari tiga tipe, yaitu: remah, masif, dan agregat. Saat

    partikel tanah benar-benar tidak terikat satu dengan yang lain, struktur disebut

    remah. Saat partikel-partikel tanah terkait dalam blok yang besar dan masif,

    struktur tanah dapat disebut sebagai masif. Diantara dua kelompok ekstrim ini ada

    kondisi pertengahan, dimana partikel tanah terorganisasi dalam bongkah kecil

    yang dikenal sebagai agregat. Dalam agregat partikel-partikel tanah diikat lebih

    stabil dengan ikatan intra -agregat (Hillel, 1971).

    Pembentukan dan stabilitas agregat tanah sangat bergantung pada jumlah

    dan keberadaan liat serta persentase dari berbagai macam bahan organik. Emerson

    (1938) menunjukkan model tanah berdasarkan berbagai cara partikel liat disusun

    dan dikaitkan pada partikel kuarsa berupa pasir dan debu untuk membentuk mikro

    dan makro agregat. Liat tidak hanya menyemen agregat secara internal tapi juga

  • melindungi agregat alami (sering disebut juga sebagai ped) untuk membentuk

    selaput liat.

    Struktur tanah juga mempengaruhi bentuk dari kurva karakteristik

    kelembaban tanah, khususnya pada kisaran hisapan rendah. Pengaruh dari

    pemadatan tanah melalui penurunan porositas total, khususnya penurunan volume

    pori-pori besar antar agregat. Hal ini akan menyebabkan nilai kadar air tanah pada

    titik jenuh dan pada hisapan rendah semakin menurun. Sebaliknya, volume dari

    pori sedang cenderung meningkat seiring dengan adanya perubahan pori makro

    alami menjadi pori sedang (Hillel, 1971)

    Coefficient of Linier Extensibility (COLE)

    Tanah-tanah tertentu mempunyai kemampuan untuk mengembang pada

    waktu basah dan mengerut pada waktu kering. Hal ini berhubungan dengan kadar

    liat monmorilonit. Nilai COLE ditetapkan sebagai berikut (Grossman et al., 1968;

    Soil Survey Staff, 1967):

    COLE = (Lm-Ld) / 1

    dimana: Lm = panjang dari contoh tanah lembab

    Ld = panjang dari contoh tanah kering

    Pada prakteknya, koefisien ini dihitung berdasarkan bobot isi dari clod

    (bongkah) yang terselimuti bahan kedap air (plastik atau parafin) saat kelembaban

    (1/3 bar atau 1/10 bar pada tanah berpasir/kasar) dan saat kering mutlak

    (Grossman et al. 1968; SCS-USDA, 1967).

    COLE = 13 -Dbm

    Dbd

  • dimana: Dbd = Bobot Isi Kering

    Dbm = Bobot Isi Lembab

    Beberapa kegunaan yang dapat digambarkan dari data COLE adalah:

    1. Jika COLE lebih dari 0.09, aktivitas kembang kerut yang nyata dapat

    diharapkan.

    2. Jika COLE lebih besar dari 0.03, maka ada jumlah yang nyata dari liat

    montmorilonit (Grossman et al., 1968).

    Contoh Tanah

    Contoh tanah yang digunakan untuk menentukan kurva retensi dapat

    berupa contoh tanah tidak utuh yang dipadatkan kembali atau contoh dari struktur

    alami. Struktur dari contoh tanah mempengaruhi retensi air tanah khususnya

    pada kisaran hisapan rendah. Oleh karena itu, penetapan kurva retensi pada

    hisapan rendah disarankan untuk menggunakan contoh tanah dengan struktur

    alami. Ukuran contoh tanah pada umumnya dalam kisaran diameter 5 sampai 15

    cm dan tinggi 1 sampai 5 cm. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

    kesetimbangan proporsional dengan kuadrat tinggi contoh tanah dan ukuran

    tingginya harus kecil untuk mengurangi waktu pencapaian kesetimbangan.

    Diameter contoh tanah harus lebih besar (sekitar sepuluh kali lipat) dari ukuran

    unit struktural dalam contoh (seperti ped) agar data retensi seragam. Umumnya,

    digunakan contoh tanah dengan diameter 5-8 cm dan tinggi 2-3 cm (Klute, 1986).

    Klute (1986) menambahkan bahwa meskipun bobot isi contoh tanah

    hancur yang dipadatkan ulang sama dengan bobot isi tanah di lapang, penggunaan

    contoh tanah ini dapat menghasilkan hasil pengukuran yang tidak mewakili

    kondisi tanah di lapang. Penghancuran, pengeringan, dan pengayakan tanah akan

  • merusak atau mungkin mengubah unit struktural tanah yang ada di lapang.

    Pemadatan ulang (dengan bobot isi yang sama dengan kondisi tanah di lapang)

    tidak dapat menghasilkan struktur tanah yang sa ma dengan kondisi lapang.

    Contoh yang dipadatkan ulang cukup sesuai untuk tanah yang bertekstur kasar

    dengan perkembangan struktural yang lemah. Namun pada tanah yang bertekstur

    kasar sekalipun mungkin masih mempunyai bentuk struktural yang

    mempengaruhi karakteristik kelembaban tanah.

    Praktek penempatan contoh tanah hancur di atas piringan berpori tanpa

    adanya kontrol atau pengetahuan mengenai bobot isi contoh yang dipadatkan

    ulang tidak disarankan. Data kadar air volumetrik pada hisapan tertentu tidak

    dapat diperoleh dengan mengalikan kadar air (% berat) yang diperoleh dari contoh

    yang hancur dengan bobot isi yang dirasa sesuai dengan tanah di lapang (Young

    dan Dixon, 1966). Kadar air volumetrik yang diperoleh dengan prosedur tersebut

    mempunyai kesalahan yang sangat besar pada hisapan rendah, akan tetapi pada

    hisapan yang lebih tinggi dimana retensi air terutama dipengaruhi oleh gaya

    adsorbsi dan proporsional dengan permukaan spesifik tanah praktek ini bisa

    menghasilkan hasil yang lebih tepat (Elrick dan Ta nner, 1955)

  • BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2005 di

    laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah dan laboratorium Genesis dan

    Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

    Pertanian, Instititut Pertanian Bogor

    Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan adalah contoh tanah utuh yang diambil dengan

    metode ring contoh pada Grumusol Cihea, Latosol Darmaga dan Regosol

    Laladon. Disamping bahan-bahan kimia, alat-alat yang digunakan adalah Pressure

    Plate Apparatus, Corong Buchner, alat-alat gelas, cawan alumunium, timbangan,

    dan oven

    Metode Penelitian

    Penetapan Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah.

    Penetapan kurva karakteristik kelembaban tanah dilakukan menggunakan

    alat pressure plate apparatus yang bekerja pada pF 1; pF 2; pF 2,54; pF 3;

    pF 3,5; dan pF4,2. Pada tiap taraf nilai pF di setiap jenis tanah, contoh tanah utuh

    yang digunakan berasal dari ring contoh yang berbeda-beda. Jenis contoh tanah

    dan tekanan yang diberikan ada dua macam yaitu: 1) jenis contoh tanah utuh,

    yaitu contoh tanah berbentuk silinder utuh dari ring contoh yang dibuang bagian

    atas dan bawahnya, dengan diameter 7 cm dan tinggi 1.5 cm serta penetapan

    kurva karakteristik kelembaban tanah dilakukan pada enam taraf pF (pF 1, 2, 2.54,

    3, 3.5 dan 4.2); 2) jenis contoh tanah terbagi, yaitu contoh tanah dari ring contoh

  • yang juga dibuang bagian atas dan bawahnya sehingga diameternya 7 cm dan

    tingginya 1.5 cm kemudian dibagi menjadi empat bagian, tiga bagian digunakan

    untuk menetapkan kadar air pada pF 1, 2, dan 2.54. Sedangkan satu bagian

    sisanya digunakan untuk menetapkan kadar air pada perhitungan bobot isi dengan

    metode ring. Pada jenis contoh tanah terbagi, digunakan contoh tanah kering

    udara (lolos ayakan 2 mm) pada penetapan kadar air pF 4.2-nya (sesuai dengan

    yang selama ini dilakukan di laboratorium).

    Jumlah contoh tanah utuh yang digunakan sebanyak 19 contoh tanah, 18

    contoh tanah digunakan untuk menetapkan kurva karakteristik kelembaban pada 6

    taraf nilai pF dengan 3 kali ulangan dan 1 contoh tanah digunakan untuk

    menetapakan bobot isi tanah (bobot isi seragam pada tiap taraf pF). Delapan belas

    contoh tanah utuh tersebut dijenuhi selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke

    dalam pressure plate apparatus pada tekanan setara pF 1. Setelah mencapai

    kesetimbangan, contoh tanah diambil sebanyak tiga buah dan kemudian tiap

    contoh tanah (dari tiga contoh tersebut) dibagi menjadi dua bagian sama besar

    untuk menetapkan kadar air (KA % berat pada pF 1), bobot isi (bobot isi tidak

    seragam di tiap taraf pF) dan nilai COLE. Penetapan tersebut dilakukan dengan

    menimbang bobot basah dan bobot kering mutlak (setelah dioven) dan mengukur

    volume tanah kering mutlak pada separuh bagian yang pertama. Sedangkan pada

    separuh bagian yang kedua diukur bobot basah dan volume tanah dalam keadaan

    lembab. Contoh tanah yang lainnya selanjutnya dipindahkan ke tekanan yang

    lebih tinggi (pF 2, 2.54, 3, 3.5, dan 4.2). Pada tiap taraf nilai pF (setelah contoh

    tanah mencapai kesetimbangan dengan tekanan yang diberikan), contoh tanah

  • diambil sebanyak tiga buah dan ditetapkan kadar air, bobot isi (bobot isi tidak

    seragam pada tiap taraf nilai pF) dan nilai COLE.

    Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang.

    Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) untuk tiap jenis tanah

    digunakan metode Bouyoucos, metode Alhrick, dan metode dengan alat Pressure

    Plate Apparatus. Pada metode Bouyoucos, contoh tanah kering udara lolos

    ayakan 2 mm seberat 100 gram diletakkan pada corong Buchner yang telah

    dialasi kertas saring dan ditambahkan air secara berlebih. Selanjutnya corong ini

    dihubungkan dengan pompa vakum untuk menghisap kelebihan air. Pompa ini

    diatur dengan kekuatan hisap pada 330 mm Hg atau setara dengan 1/3 atmosfer.

    Pompa vakum mulai menghisap setelah air menetes dari corong Buchner sampai

    air tidak menetes lagi dari corong tersebut. Penetapan KAKL dilakukan secara

    gravimetrik dengan menimbang berat basahnya (BKU) kemudian dioven pada

    suhu 1050 C untuk mendapatkan berat kering mutlak (BKM).

    Metode Alhrick menggunakan contoh tanah kering udara yang lolos

    ayakan 2 mm dan pasir kuarsa. Gelas piala ukuran 500 ml diisi dengan pasir

    kuarsa setinggi 1-2 cm, kemudian diletakkan pipa kapiler tegak lurus dengan

    permukaan pasir. Setelah itu, gelas piala diisi dengan tanah kering udara sampai

    setinggi 3.5 cm dari bibir gelas piala. Lapisan tanah kering udara ini dibasahi

    dengan air sedalam 2.5 cm-4 cm dari permukaan lapisan tanah. Pembasahan

    dilakukan perlahan-lahan agar air tidak sampai membasahi pasir. Gelas piala

    ditutup dan disimpan selama 24 jam. Penetapan KAKL dilakukan dengan

    mengambil contoh tanah dari gelas piala sedalam 2.5 cm dari permukaan,

    ditimbang berat basahnya (BKU), dan kemudian dioven pada suhu 1050 C

  • selama 24 jam untuk mendapatkan berat kering mutlaknya (BKM). Baik pada

    metode Bouyoucos, metode Alhrick, maupun metode dengan alat Pressure Plate

    Apparatus, dilakukan 3 kali ulangan untuk tiap jenis tanah. Kadar Air

    (% b) ditetapkan dengan cara sebagai berikut:

    ( )

    %100)(% xBKM

    BKMBKUberatKA

    -=

    Model Matematis

    Selain dengan metode dengan alat pressure plate apparatus, kurva

    karakteristik kelembaban tanah juga ditetapkan dengan menggunakan persamaan

    matematis berdasarkan tekstur tanah yang dikembangkan oleh Raws et al. (1982),

    sebagai berikut:

    qp = a + b (% sand) + c (% silt) + d (% clay) + e (% organic matter) +

    f (bulk density, Mg/m3)

    dimana a, b, c, d, dan f adalah koefisien regresi dan komponen tekstur berdasarkan

    sistem USDA. Raws et al. (1982) mengkorelasikan hanya untuk peubah yang

    paling nyata pada persamaan di atas. Nilai koefisien pada persamaan diatas

    dirangkum pada Tabel 1.

    Tabel 1. Rangkuman Koefisien-koefisien Untuk Regresi Linier oleh Raws et al. (1982)

    Tension (kPa)

    Intercept ( a )

    %Sand ( b )

    % Silt ( c )

    % Clay ( d )

    % Organic matter ( e)

    Correlation coefficient

    10 0.4118 -0.0030 0.0000 0.0023 0.0317 0.81 20 0.3121 -0.0024 0.0000 0.0032 0.0314 0.86 33 0.2576 -0.0020 0.0000 0.0036 0.0299 0.87 60 0.2065 -0.0016 0.0000 0.0040 0.0275 0.87

    100 0.0349 0.0000 0.0014 0.0055 0.0251 0.87 200 0.0281 0.0000 0.0011 0.0054 0.0220 0.86 400 0.0238 0.0000 0.0008 0.0052 0.0190 0.84 700 0.0216 0.0000 0.0006 0.0050 0.0167 0.81

    1000 0.0205 0.0000 0.0005 0.0049 0.0154 0.81 1500 0.0260 0.0000 0.0000 0.0050 0.0158 0.80

  • Beberapa koefisien pada Tabel 1 mempunyai nilai nol yang menunjukkan

    pengaruh tidak nyata. Contohnya, pada potensial 10 kPa dan diatasnya bobot isi

    (bulk density) tidak mempengaruhi kadar air (Borg, 1982).

    Penetapan Bobot Isi

    Penetapan bobot isi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode ring

    untuk penetapan bobot isi seragam di tiap taraf nilai pF dan metode clod

    (bongkah) untuk penetapan bobot isi yang tidak seragam di tiap taraf nilai pF

    Contoh tanah dari pressure plate apparatus dibagi menjadi dua bagian,

    satu bagian ditimbang bobot basahnya kemudian dioven pada suhu 105 oC untuk

    menetapkan kadar air pada pF yang dimaksud, sedangkan bagian yang satu lagi

    diikat dengan menggunakan benang tipis, ditimbang, dan selanjutnya dilapisi

    dengan parafin yang sudah diketahui berat jenisnya. Bongkahan tanah + parafin

    ini kemudian dimasukkan ke dalam air untuk mengetahui volume tanah + parafin

    dengan menggunakan Hukum Archimides. Bobot isi yang diperoleh pada tahap

    ini adalah bobot isi dalam keadaan lembab pada nilai taraf pF tertentu. Pada

    bagian tanah yang dioven juga mendapatkan perlakuan yang sama, setelah keluar

    dari oven bagian tersebut ditimbang dan kemudian dilapisi parafin dan selanjutnya

    diukur volume tanah + parafin dengan menggunakan Hukum Archimides. Bobot

    isi yang diperoleh pada tahap ini adalah bobot isi kering pada nilai pF tertentu..

    Secara umum, bobot isi tanah dengan metode clod diperoleh dari perhitungan

    sebagai berikut:

    BI = )(()( parpartnh VV

    KABKU-+

    +

    1/=

    .Vtnh

    BKM

  • Rumus tersebut berasal dari rumus:

    BI = ( )

    -+ +-

    air

    airdiudarapardiudaraparpardlmairtnhdiudaratnh

    air

    xBBBB

    BKMx

    .... ...

    .

    rr

    r

    dengan menggunakan asumsi bahwa: 1) air = 1 g/ml. 2) Berat tanah+parafin di udara =

    Berat tanah+parafin di dalam air. Sehingga berat tanah+paraffin = volume air yang

    dipindahkan tanah+paraffin, maka persamaan menjadi:

    BI =

    -=

    +par

    parpartnh

    BB

    BKM

    .r

    =-+ parpartnh VB

    BKM parpartnh VV

    BKM-+

    Jadi, tiap jenis tanah mempunyai bobot isi dalam keadaan lembab dan

    kering pada tiap titik penetapan kurva pF. Tiap titik dalam kurva pF ditetapkan

    dengan memasangkan antara hisapan matriks (hm) dengan KA (%v). Kadar air

    (%v) ditetapkan dengan mengalikan kadar air (%b) pada bobot isi dalam keadaan

    lembab untuk tiap taraf nilai pF pada kurva karakteristik kelembaban.

    Penetapan Tekstur Tanah

    Tekstur dari tiga contoh tanah yang meliputi Latosol Darmaga, Grumusol

    Cihea dan Regosol Laladon, ditetapkan dengan menggunakan metode pipet untuk

    3 fraksi yang meliputi fraksi pasir, fraksi debu dan fraksi liat. Kelas tekstur

    ditetapkan dengan menggunakan segitiga tekstur berdasarkan USDA.

    Penetapan Kerapatan Jenis Zarah dan Ruang Pori Total (KJZ dan RPT).

    Penetapan Kerapatan Jenis Zarah ditetapkan dengan menggunakan metode

    piknometer. Adapun Ruang Pori Total ditetapkan secara matematis, yaitu:

    %1001 xKJZBI

    RPT

    -=

  • Penetapan Kadar C-organik (%)

    Kadar C-organik ditetapkan dengan menggunakan metode Walkley dan

    Black (1946). Secara matematis perhitungan kadar C-organik dituliskan sebagai

    berikut:

    ( )

    %100003.0%4722

    xfxxBKM

    meFeSOOCrmeKorganikC

    -=-

    dimana:

    f = 1.33

    me = N x V

    N = normalitas K2Cr2O7 dan FeSO4

    V = volume K2Cr2O7 dan FeSO4

    BKM = berat kering oven 1050 C contoh tanah

    % Bahan Organik = %C-organik x 1.724

    Penetapan Nilai COLE (Coefficient of Linier Extensibility)

    Nilai COLE (Coefficient of Linier Extensibility) ditetapkan dengan

    menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh Grossman et al. (1968) dan

    SCS-USDA (1967):

    COLE = 13 -Dbm

    Dbd

    dimana:

    Dbd = Bobot Isi Kering

    Dbm = Bobot Isi Lembab

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah

    Pengaruh Jenis Contoh Tanah pada Pengukuran Kadar Air

    Tabel 2 menyajikan perba ndingan hasil pengukuran Kadar Air (KA)

    % volume antara jenis contoh tanah utuh dan jenis contoh tanah terbagi.

    Berdasarkan Tabel 2, untuk ketiga jenis tanah tampak bahwa pada penggunaan

    jenis contoh tanah terbagi selalu menghasilkan nilai Kadar Air (% v) yang lebih

    kecil dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh jenis contoh tanah utuh di tiap

    taraf nilai pF. Pada jenis contoh tanah terbagi terjadi kerusakan struktur tanah

    yang disebabkan oleh pemotongan contoh tanah yang digunakan. Hal ini

    mengakibatkan pori tanah menjadi rusak dan kontinyuitasnya tidak terjaga,

    sehingga kemampuan dalam meretensi air pada tiap taraf nilai pF menjadi

    berkurang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hillel (1980) yaitu

    bahwa jumlah air yang diretensi pada nilai hisapan matriks relatif rendah (misal

    antara 0 dan 1 bar) sangat dipengaruhi oleh efek kapilaritas dan distribusi ukuran

    pori, dengan demikian sangat dipengaruhi oleh struktur tanah.

    Perbedaan antara Kadar Air hasil contoh tanah utuh dengan contoh tanah

    terbagi semakin besar dengan makin tingginya hisapan matriks. Pada pF 4.2

    terlihat bahwa nilai KA (% b) yang dihasilkan oleh jenis contoh tanah utuh untuk

    Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, dan Regosol Laladon adalah sebesar 40.05 %,

    47.72 %, dan 31.23 %. Nilai ini ternyata terlalu besar bila dibandingkan dengan

    yang dikemukakan oleh Rowell (1937) yaitu bahwa pada Titik Layu Permanen

    (setara pF 4.2) untuk tanah yang bertekstur berat (liat) mempunyai nilai KA (% b)

    berkisar antara 24 34 % sedangkan untuk tanah bertekstur sedang (lempung)

  • berkisar antara 12-15 % (Tabel Lampiran 7). Nilai KA (% b) pada pF 4.2 yang

    dihasilkan oleh jenis contoh tanah terbagi untuk ketiga jenis tanah adalah 31.28

    %, 37.43 %, 16.92%, nilai ini lebih mendekati nilai yang dikemukaka n oleh

    Rowell (1937). Penggunaan jenis contoh tanah utuh ternyata kurang sesuai untuk

    menetapkan nilai KA pada pF 4.2. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh

    Richards (1965) dan SCS-USDA (1967) yaitu bahwa pada penetapan retensi air

    tanah pada kisaran tekanan rendah (1-2 bar) digunakan contoh tanah yang

    mewakili kondisi struktural tanah, sedangkan pada tekanan yang lebih tinggi

    khususnya 15 bar (setara pF 4.2) digunakan contoh tanah terganggu karena retensi

    air tanah pada 15 bar sangat dipengaruhi oleh luas permukaan spesifik tanah.

    Retensi air tanah pada kisaran hisapan yang tinggi dipengaruhi oleh adsorpsi,

    tekstur tanah, serta permukaan spesifik dari materi tanah dan kurang dipengaruhi

    oleh struktur (Hillel, 1980)

    Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Air (KA %v) pada Berbagai Taraf pF dengan Berbagai Pendekatan

    Grumusol Cihea Latosol Darmaga Regosol Laladon Contoh Tanah Utuh

    Contoh Tanah Terbagi

    Persamaan Matematis Raws et al.

    (1982)

    Contoh Tanah Utuh

    Contoh Tanah Terbagi

    Persamaan Matematis Raws et al.

    (1982)

    Contoh Tanah Utuh

    Contoh Tanah Terbagi

    Persamaan Matematis Raws et al.

    (1982)

    pF

    ........................................................................................KA (%v)................................................................... ....................... 1.00 55.94 55.24 * 59.48 55.77 * 53.38 47.98 * 2.00 55.37 49.65 55.96 58.37 51.46 74.19 42.72 40.28 42.99 2.54 54.36 38.86 47.83 53.25 49.79 68.13 39.94 32.59 31.60 3.00 53.99 * 42.64 50.77 * 61.63 39.38 * 26.39 3.50 47.87 * * 47.96 * * 37.03 * * 4.20 47.26 31.28 32.45 47.24 33.69 49.43 36.23 18.61 15.67

    Keterangan : * = tidak ditetapkan

    Gambar 2 menunjukkan bahwa kurva karakteristik kelembaban yang

    diperoleh dengan kedua jenis contoh ternyata berbeda. Tampak bahwa kurva yang

    dihasilkan oleh jenis contoh tanah terbagi lebih miring dibandingkan jenis contoh

  • tanah utuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada jenis contoh tanah terbagi terjadi

    perubahan distribusi ukuran pori menjadi lebih seragam (Tabel Lampiran 5)

    Gambar 2. Perbandingan Kurva pF Antara Contoh Tanah Terbagi dengan Contoh Tanah Utuh

    0

  • Pengaruh Jenis Pengukuran Bobot Isi Terhadap Pengukuran Kadar Air di Tiap Taraf Nilai Tekanan (pF)

    Bobot isi merupakan faktor yang penting dalam penetapan kurva

    karakteristik kelembaban karena bobot isi adalah faktor konversi dari kadar air

    (% berat) ke kadar air (% volume) yang selanjutnya dipasangkan dengan nilai

    tekanan (pF) untuk menentukan tiap titik pada kurva karakteristik kelembaban.

    Menurut Hartge (1965; 1968) bobot isi bukan merupakan jumlah yang tetap dalam

    tanah. Bobot isi bervariasi sesuai dengan kondisi struktural dari tanah, sehingga

    sering digunakan sebagai ukuran perkembangan struktur tanah. Pada tanah

    mengembang-mengerut, bobot isi bervariasi sesuai dengan kadar air. Untuk tanah

    seperti itu, bobot isi yang diperoleh harus disertai dengan kadar air tanah pada saat

    pengambilan contoh tanah. Berdasarkan pendapat tersebut maka dilakukan

    pengamatan terhadap pengaruh pengukuran bobot isi. Hal ini dilakukan dengan 2

    cara yaitu bobot isi yang seragam dan bobot isi tidak seragam pada tiap taraf nilai

    pF. Bobot isi seragam pada tiap taraf pF adalah bobot isi yang ditetapkan pada

    awal pengukuran dengan menggunakan metode Ring, sedangkan bobot isi tidak

    seragam pada tiap taraf nilai pF adalah bobot isi yang ditetapkan di tiap taraf nilai

    pF yang ditetapkan dengan menggunakan metode Clod. Nilai bobot isi tidak

    seragam di tiap taraf nilai nilai pF yang digunakan adalah Dbm (bobot isi lembab)

    yang tercantum pada Tabel Lampiran 2. Hasil Penetapan KA (% v) dengan

    menggunakan pendekatan berbagai bobot isi ditampilkan pada Tabel 3.

    Tabel 3 menunjukkan bahwa pada Grumusol Cihea dan Latosol Darmaga,

    selisih antara KA (% v) yang dihasilkan dengan menggunakan bobot isi yang

    berbeda di tiap taraf nilai pF dengan yang menggunakan bobot isi seragam di tiap

  • taraf nilai pF adalah lebih besar bila dibandingkan pada Regosol Laladon. Hal ini

    menunjukkan bahwa penetapan bobot isi pada tiap taraf nilai pF diperlukan pada

    tanah yang memiliki kandungan liat yang tinggi terutama yang memiliki

    kemampuan mengembang-mengerut seperti pada Latosol Darmaga dan Grumusol

    Cihea. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hartge (1965, 1968) bahwa

    pada tanah mengembang-mengerut, bobot isi bervariasi sesuai dengan kadar air.

    Pada Regosol Laladon, perbedaan KA (%v) yang diperoleh dengan kedua cara

    penetapan bobot isi tidak berbeda jauh. Hal ini disebabkan karena Regosol

    Laladon memiliki kandungan liat yang rendah (19.73%) dengan kemampuan

    mengembang-mengerut rendah (Tabel Lampiran 2).

    Tabel 3. Perbandingan Kadar Air (% v) dengan Pendekatan Penetapan Bobot Isi yang Seragam dan Bobot Isi yang Tidak Seragam di Tiap Taraf nilai pF

    Bobot Isi Seragam di Tiap Taraf Nilai pF

    Bobot Isi Tidak Seragam di Tiap Taraf Nilai pF

    Grumusol Cihea

    Latosol Darmaga

    Regosol Laladon

    Grumusol Cihea

    Latosol Darmaga

    Regosol Laladon

    pF

    ...................KA (%v).................... ....................KA (%v)................... 1.00 55.94 59.48 53.38 52.52 51.39 49.01 2.00 55.37 58.37 42.72 51.75 50.17 42.85 2.54 54.36 53.25 40.62 48.97 48.11 42.13 3.00 53.99 50.76 39.39 48.29 47.88 40.85 3.50 47.87 47.96 37.02 45.53 46.23 37.74 4.20 47.26 47.25 36.23 43.65 44.85 36.57

    Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan

    bobot isi diperlukan pada setiap penetapan KA (% v) pada tanah yang

    mengandung liat tinggi dan mempunyai kemampuan untuk mengembang-

    mengerut. Adapun untuk tanah yang mempunyai kandungan liat yang rendah,

    penetapan bobot isi cukup dilakukan dengan cara yang umum dilakukan

    (satu nilai bobot isi untuk semua penetapan kadar air di berbagai tekanan).

  • Pendugaan Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah dengan Persamaan Raws et al. (1982)

    Selain dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan di laboratorium,

    kurva karakteristik kelembaban tanah juga ditetapkan dengan menggunakan

    model pendugaan Raws et al. (1982). Model ini dikembangkan untuk

    mempermudah penetapkan kurva karakteristik kelembaban tanah pada kelas

    tekstur yang luas dalam kaitannya dengan penentuan kadar air yang tersedia bagi

    tanaman. Hasil perhitungan KA (% v) dengan menggunakan persamaan

    matematis Raws et al. (1982) ditampilkan pada Tabel 2, sedangkan perbandingan

    antara kurva karakteristik kelembaban tanah dari model persamaan Raws et al.

    (1982) dengan pengukuran di laboratorium disajikan pada Gambar 3. Bentuk

    persamaan empiris dari persamaan matematis Raws et al. (1982) pada berbagai

    taraf tekanan (pF) disajikan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Persamaan Empiris pada Penetapan KA (%v) di Beberapa Taraf pF Berdasarkan Persamaan Raws et al. (1982) Tekanan Bentuk Persamaan

    10 kPa (= pF 2.00) = 0.4118- 0.003 (% sand) + 0.0023 (% clay) + 0.0317 (organic matter)

    33 kPa (= pF 2.54) = 0.2576- 0.002 (% sand) + 0.0036 (% clay) + 0.0299 (organic matter)

    100 kPa (= pF 3.00) = 0.0349+ 0.0014 (% silt) + 0.0055 (% clay) + 0.0251 (organic matter)

    1500 kPa (=pF 4.20) = 0.026+ 0.005 (% clay) + 0.0158 (organic matter )

    Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum nilai KA (% v) hasil

    perhitungan matematis Raws et al. (1982) lebih tinggi dari nilai KA (% v) yang

    dihasilkan oleh jenis contoh tanah terbagi untuk ketiga jenis tanah. Hal yang unik

    terlihat pada Latosol Darmaga, dimana persamaan matematis Raws et al. (1982)

    menghasilkan nilai KA (% v) yang jauh lebih besar dari yang dihasilkan dari

  • pengukuran dengan jenis contoh tanah utuh maupun terbagi. Pada persamaan

    matematis yang dikembangkan oleh Raws et al. (1982), parameter yang

    berpengaruh terhadap kemampuan retensi air tana h adalah kandungan bahan

    organik dan komponen tekstur (kandungan pasir, debu, liat). Diantara parameter

    tersebut, kandungan bahan organik dan liat merupakan parameter yang paling

    berpengaruh pada penetapan retensi air tanah di tiap taraf nilai tekanan. Hal ini

    ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien pada parameter kandungan bahan

    organik dan liat di tiap taraf tekanan (Tabel 1). Oleh karena itu pada Latosol

    Darmaga yang mempunyai kandungan bahan organik yang cukup tinggi (5.12 %)

    dan kandungan liat yang tinggi (77.48 %) hasil prediksi dengan persamaan

    matematis Raws et al. (1982) lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran dengan

    jenis contoh tanah utuh maupun terbagi.

    Adapun pada Regosol Laladon penggunaan persamaan matematis Raws et.

    al (1982) menghasilkan nilai KA (% v) yang mendekati KA (% v) yang dihasilkan

    oleh jenis contoh tanah utuh dan terbagi (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa

    persamaan matematis Raws et al. (1982) sesuai untuk jenis tanah yang memiliki

    kandungan liat yang rendah dan kandungan bahan organik yang sedang seperti

    pada Regosol Laladon.

    Perhitungan kadar air (% v) pada tiap taraf nilai tekanan dengan

    menggunakan model matematis Raws et al. (1982) juga dapat digunakan untuk

    melakukan perencanaan irigasi dan drainase di daerah yang kurang memiliki

    fasilitas yang lengkap untuk menetapkan kurva karakteristik kelembaban dimana

    informasi tekstural dan kandungan bahan organik tersedia.

  • Gambar 3. Perbandingan Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah Antara

    Pengukuran di Laboratorium (Jenis contoh Tanah Utuh dan Terbagi) dengan Model Persamaan Matematis Raws et al. (1982)

    0

  • Pengaruh Kelas Tekstur Tanah pada Kurva Karakteristik Kelembaban Tanah

    Tekstur tanah adalah perbandingan antara persentase kandungan pasir,

    debu, dan liat dalam tanah. Partikel pasir, debu, dan liat mempunyai karakter yang

    berbeda-beda dalam meretensi air. Urutan kemampuan meretensi air pada partikel

    tanah dari yang terbesar sampai terkecil yaitu liat > debu > pasir, dimana hal ini

    akan berpengaruh terhadap kurva karakteristik kelembaban tanah. Tanah yang

    memiliki kandungan liat yang tinggi akan meretensi air lebih kuat.

    Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa Grumusol Cihea dan Latosol Darmaga

    mempunyai bentuk kurva pF yang lebih tegak daripada kurva pF Regosol Laladon

    dan Regosol Muntilan. Kurva pF Latosol Darmaga mempunyai bentuk yang lebih

    tegak dibandingkan kurva pF Grumusol Cihea. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

    Latosol Darmaga memiliki kandungan liat yang lebih tinggi yaitu 77.50%

    dibandingkan dengan Grumusol Cihea sebesar 51.79%. Disamping itu, kandungan

    bahan organik Latosol Darmaga juga lebih besar dari Grumusol Cihea

    (5.12% > 2.50%). Kandungan liat dan bahan organik yang tinggi menyebabkan

    tanah mempunyai kemampuan meretensi air yang kuat pada tiap nilai hisapan

    matriks. Hal tersebut menyebabkan selisih kadar air dari tiap-tiap hisapan matriks

    tidak terlalu besar, sehingga kurva karakteristik kelembaban yang terbentuk lebih

    tegak.

    Regosol Laladon yang mempunyai tekstur lempung mempunyai kurva pF

    yang lebih landai dibandingkan kurva pF Latosol Darmaga dan Grumusol Cihea,

    sedangkan Regosol Muntilan yang bertekstur pasir mempunyai bentuk kurva pF

    yang paling landai. Tanah bertekstur pasir umumnya memiliki ukuran pori yang

    besar, sehingga saat tekanan diberikan air segera keluar dari jerapan tanah dan

  • hanya sedikit saja yang mampu dijerap. Akibatnya, selisih kadar air di tiap nilai

    hisapan matriks sangat besar sehingga kurvanya menjadi landai.

    Sumber kurva pF Regosol Muntilan : Giyanto (2004)

    Gambar 4. Perbandingan antara kurva pF Grumusol Cihea, Latosol Darmaga, Regosol Laladon, dan Regosol Muntilan

    Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang

    Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) adalah kadar air dari bagian lembab

    pada tanah, setelah kelebihan air didrainase keluar dan rata-rata pergerakan air ke

    bawah telah menurun (Veihmeyer dan Hendrickson, 1950). Penetapan KAKL

    dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu metode dengan alat

    pressure plate apparatus menggunakan contoh tanah utuh (KA dan BI pada

    pF 2.54) maupun contoh tanah terbagi, metode Alhrick, dan metode Bouyoucos.

    Nilai hasil penetapan KAKL (% b) dengan keempat pendekatan tersebut disajikan

    pada Tabel 5.

    Tabel 5 menunjukkan bahwa pada Grumusol Cihea, KAKL (% b) yang

    dihasilkan dengan keempat pendekatan tersebut adalah sebesar 46.07%, 38.86%,

  • 47.38%, dan 50.82%. Nilai tersebut sejalan dengan kisaran yang dikemukakan

    oleh Rowell (1937) yaitu bahwa kisaran Kadar Air Kapasitas Lapang (% b)

    (setara pF 2.54) pada tanah yang bertekstur berat (liat) adalah 38-53 %,

    sedangkan untuk tanah yang bertekstur sedang (lempung) adalah 27-35 %

    (Tabel Lampiran 7).

    Tabel 5. Kadar Air Kapasitas Lapang pada Berbagai Metode Pengukuran

    Kadar Air Kapasitas Lapang (% b)

    Metode Grumusol Cihea

    Latosol Darmaga

    Regosol Laladon

    Pressure Plate Apparatus (contoh tanah utuh)

    46.07 53.79 34.43

    Pressure Plate Apparatus (contoh tanah terganggu)

    38.86 55.32 29.63

    Alhrick 47.38 51.53 36.93 Bouyoucos 50.82 50.17 30.86

    Pada Latosol Darmaga nilai KAKL (% b) yang dihasilkan oleh pressure

    plate apparatus dengan menggunakan jenis contoh tanah terbagi menghasilkan

    nilai yang lebih tinggi (55.32 %) dibandingkan dengan kisaran yang dikemukakan

    oleh Rowell (1937). Penetapan retensi air tanah dengan mengguna kan jenis

    contoh tanah terbagi mengakibatkan pori tanah menjadi rusak akibat dari

    pemotongan contoh tanah yang digunakan. Hal ini menyebabkan adanya

    perubahan ukuran pori tanah dari makro menjadi pori meso ataupun mikro.

    Berdasarkan Tabel Lampiran 5 tampak bahwa pada Latosol Darmaga untuk jenis

    contoh tanah terbagi, perubahan jenis pori lebih banyak ke arah jenis pori air

    tersedia dimana kadar air pada pF 2.54 merupakan batas atasnya.

    Pada penetapan KAKL (% b) untuk Regosol Laladon, metode Alhrick

    menghasilkan nilai yang lebih besar dari kisaran yang dikemukakan oleh Rowell

  • (1937). Pada metode Alhrick digunakan tanah kering udara (lolos ayakan 2mm)

    yang kurang mewakili kondisi struktural tanah di lapang. Hal ini kurang sesuai

    untuk digunakan pada penetapan KAKL (setara pF 2.54) yang masih termasuk

    pada kisaran hisapan matriks rendah. Hillel (1980) menyatakan bahwa jumlah air

    yang diretensi pada nilai hisapan matriks relatif rendah (misal antara 0 dan 1 bar)

    sangat dipengaruhi oleh efek kapilaritas dan distribusi ukuran pori, dengan

    demikian sangat dipengaruhi oleh struktur tanah. Selain itu, kondisi tanah di

    lapang bukanlah seperti yang diwakilkan pada tanah kering udara yang lolos

    ayakan 2 mm. Pada kondisi sebenarnya di lapang, tanah bertekstur kasar sekalipun

    masih mempunyai unit struktural.

    Metode Bouyoucos memberikan hasil yang sesuai dengan kisaran KAKL

    yang dikemukakan oleh Rowell (1937) untuk ketiga jenis tanah. Namun metode

    ini memiliki kekurangan yaitu bahwa pada metode ini digunakan contoh tanah

    kering udara lolos ayakan 2 mm dan adanya penjenuhan tanah secara tiba-tiba

    serta penghisapan dengan hisapan setara dengan 1/3 atmosfer untuk mendapatkan

    nilai KAKL. Penjenuhan yang tiba-tiba dapat menyebabkan partikel liat belum

    menyerap air dengan sempurna dan adanya udara yang terperangkap dalam pori

    tanah. Selain itu, pengosongan pori-pori tanah yang dilakukan dengan jalan

    memberikan hisapan dalam waktu singkat dapat mengakibatkan pori tanah yang

    seharusnya kosong pada hisapan tersebut belum sepenuhnya kering.

    Adapun pada metode dengan alat pressure plate apparatus dengan jenis

    contoh tanah utuh dianggap paling sesuai untuk menetapkan nilai KAKL karena

    pada pendekatan ini contoh tanah yang digunakan sudah mewakili kondisi

    struktural tanah di lapang karena merupakan contoh tanah utuh. Selain itu, nilai

  • KAKL (% b) yang dihasilkan dengan pendekatan ini sesuai dengan kisaran yang

    dikemukakan oleh Rowell (1937) untuk ketiga jenis tanah.

    Penetapan Jumlah Air Tersedia

    Jumlah air tersedia adalah selisih antara air yang ditambat pada Kapasitas

    Lapang (0.3 bar) dan Titik Layu Permanen (15 bar) (Black, 1973). Giyanto (2004)

    menyatakan bahwa walaupun pasir tidak mempunyai pengaruh secara nyata tetapi

    ada kecenderungan penurunan air tersedia disebabkan oleh bertambahnya

    persentase pasir. Hal ini dapat terjadi karena tanah bertekstur pasir didominasi

    oleh pori makro yang tidak menyediakan air bagi tanaman. Demikian juga antara

    persentase liat dengan kandungan air tersedia, walaupun persentase liat tidak

    secara nyata mempunyai pengaruh terhadap air tersedia tetapi ada kecenderungan

    peningkatan air tersedia oleh bertambahnya persentase liat. Hasil penetapan

    Jumlah Air Tersedia dengan berbagai pendekatan jenis contoh tanah disajikan

    pada Tabel 6.

    Pada Grumusol Cihea, kelima jenis contoh tanah yang digunakan

    menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang berbeda. Tiga jenis contoh

    yang pertama menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang berdekatan

    yaitu sebesar 7.10%, 5.32%, dan 7.58%. Adapun dua jenis contoh terakhir

    menghasilkan Jumlah Air Tersedia (%v) yang lebih tinggi (23.08%, 17.69%).

    Pada Latosol Darmaga, nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang dihasilkan oleh jenis

    contoh tanah ke tiga, empat dan lima menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia

    yang berdekatan (16.10%, 19.56%, 14.42%). Adapun kedua jenis contoh tanah

    lainnya menghasilkan Jumlah Air Tersedia (% v) yang lebih rendah

    (6.00% dan 3.26%).

  • Tabel 6. Hasil Pengukuran Jumlah Air Tersedia (% volume) Metode Pressure Plate Apparatus dengan Berbagai Pendekatan Jenis Contoh Tanah

    Grumusol Cihea

    Latosol Darmaga

    Regosol Laladon No Jenis Contoh Tanah

    ....................... KA (% v)....................

    1 Contoh Tanah Utuh (bobot isi seragam di tiap taraf pF) 7.10 6.00 4.39

    2 Contoh Tanah Utuh (bobot isi tidak seragam di tiap taraf pF)

    5.32 3.26 5.56

    3 Contoh Tanah Terbagi untuk KA pF 2.54 dan Contoh Tanah Kering Udara (Lolos Ayakan 2 mm) untuk KA pF 4.2

    7.58 16.10 13.98

    4

    KA pF 2.54 dengan Contoh Tanah Utuh (bobot isi seragam di tiap taraf pF) dan KA pF 4.2 dengan Contoh Tanah Kering Udara (Lolos Ayakan 2 mm)

    23.08 19.56 22.01

    5

    KA pF 2.54 dengan Contoh Tanah Utuh (bobot isi tidak seragam di tiap taraf pF) dan KA pF 4.2 dengan Contoh Tanah Kering Udara (Lolos Ayakan 2 mm)

    17.69 14.42 23.52

    Adapun pada Regosol Laladon, nilai Jumlah Air Tersedia hasil metode

    dengan alat pressure plate membran apparatus pada jenis contoh tanah utuh

    (bobot isi yang seragam maupun bobot isi yang tidak seragam di tiap taraf pF)

    menunjukkan perbedaan yang tida k besar (berdasarkan selisih persen kadar air).

    Adapun pada tiga jenis contoh terakhir menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia

    yang lebih tinggi (13.98%, 22.01%, dan 23.52%).

    Pada pendekatan pertama yang menggunakan contoh tanah utuh dan bobot

    isi seragam di tiap taraf pF, nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang dihasilkan lebih

    besar dari jenis contoh yang ke dua (menggunakan bobot isi yang tidak seragam di

    tiap taraf nilai pF). Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan jenis penetapan

    bobot isi. Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada Grumusol Cihea dan Latosol Darmaga

    selisih Jumlah Air Tersedia (% v) yang diperoleh dengan menggunakan jenis

    contoh pertama dan ke dua lebih besar dibandingkan pada Regosol Laladon. Hal

  • ini menunjukkan terlihat bahwa adanya pengaruh dari perubahan bobot isi sebagai

    akibat dari aktivitas liat pada kedua jenis tanah tersebut. Pada Regosol Laladon

    yang mempunyai kandungan liat yang rendah (19.73%), tampak bahwa tidak ada

    perbedaan yang mencolok antara nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang dihasilkan

    baik dengan menggunakan pendekatan pertama (bobot isi seragam di tiap taraf

    pF) maupun pendekatan ke dua (bobot isi tidak seragam di tiap taraf pF). Pada

    pendekatan ke dua, yang menggunakan jenis contoh tanah utuh dan bobot isi yang

    tidak seragam di tiap taraf pF sebenarnya cukup bagus karena telah menggunakan

    contoh tanah utuh yang mewakili kondisi struktural tanah di lapang dan

    menggunakan bobot isi yang tidak seragam di tiap taraf pF yang diperlukan untuk

    tanah yang mengandung liat ataupun liat tipe 2: 1 yang tinggi. Namun, pada

    pendekatan ini masih menggunakan jenis contoh tanah utuh yang kurang tepat

    digunakan pada penetapan KA (% v) pF 4.2 (setara dengan 15 bar).

    Jenis contoh tanah yang digunakan pada pendekatan ke tiga adalah contoh

    tanah terbagi untuk penetapan KA (% v) pF 2.54 dan contoh tanah kering udara

    (lolos ayakan 2 mm) untuk penetapan KA (% v) pF 4.2. Tabel 6 memperlihatkan

    bahwa dengan menggunakan jenis contoh tanah ini untuk Grumusol Cihea

    memiliki nilai Jumlah Air Tersedia (% v) ya ng paling kecil dibandingkan Latosol

    Darmaga dan Regosol Laladon. Namun, nilai Jumlah Air Tersedia (% v)

    Grumusol Cihea pada jenis contoh tanah ini mendekati nilai yang dihasilkan dua

    jenis contoh tanah sebelumnya (jenis contoh pertama dan ke dua). Penggunaan

    contoh tanah terbagi pada penetapan KA (% v) pF 2.54 untuk Grumusol Cihea

    menghasilkan nilai KA (% v) yang rendah. Hal ini disebabkan karena adanya

    perusakan pada pori tanah akibat dari pemotongan sampel sehingga pori yang

  • seharusnya masih mampu merete nsi air pada kisaran pF 2.54 telah berubah

    menjadi ukuran pori yang lebih kecil. Selain itu, penggunaan contoh tanah terbagi

    juga merusak kontinyuitas pori tanah sehingga air lebih mudah untuk dilepaskan.

    Retensi air tanah pada keadaan Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) masih sangat

    dipengaruhi oleh struktur tanah, sehingga penggunaan contoh tanah terbagi pada

    penetapan nilai KA (% v) dirasakan kurang tepat. Penggunaan jenis contoh utuh

    (bobot isi seragam maupun tidak seragam di tiap taraf nilai pF) pada Latosol

    Darmaga dan Regosol Laladon menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia (% v)

    yang lebih rendah dari jenis contoh ke tiga. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai

    KA (% v) Titik Layu Permanen (setara pF 4.2) pada penggunaan jenis contoh

    utuh sehingga selisih antara KA (% v) Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) dan KA

    (% v) Titik Layu Permanen (setara pF 4.2) lebih lebih kecil dibandingkan pada

    contoh terbagi. Penggunaan jenis contoh kering udara (lolos ayakan 2 mm) lebih

    tepat digunakan pada penetapan KA (% v) Titik Layu Permanen.

    Pendekatan ke empat menggunakan jenis contoh tanah utuh dengan bobot

    isi seragam di tiap taraf pF untuk menetapkan KA (% v) pF 2.54 dan jenis contoh

    tanah kering udara (lolos ayakan 2 mm) untuk menetapkan KA (% v) pF 4.2.

    Pada Grumusol Cihea, pendekatan jenis contoh pertama dan ke dua menghasilkan

    nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang jauh lebih kecil dari jenis contoh tanah ini.

    Hal tersebut dipengaruhi oleh penggunaan contoh tanah utuh pada penetapan nilai

    KA (% v) Titik Layu Permanen (setara pF 4.2) pada jenis contoh pertama dan ke

    dua. Penggunaan jenis contoh utuh menghasilkan nilai KA (% v) Titik Layu

    Permanen yang lebih besar dari jenis contoh kering udara (lolos ayakan 2 mm)

    Pada Latosol Darmaga dan Regosol Laladon pendeka tan jenis contoh tanah ini

  • menghasilkan nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang lebih besar dari jenis contoh

    yang ke tiga. Hal ini disebabkan karena pada Latosol Darmaga dan Regosol

    Laladon nilai KA (% v) Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) yang dihasilkan oleh

    jenis contoh tanah utuh (bobot isi seragam di tiap taraf pF) adalah 53.25% dan

    39.94%, yang lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan contoh tanah

    terbagi (49.79% dan 32.59%) (Tabel 2). Kelemahan dari pendekatan jenis contoh

    tanah ini adalah penggunaan bobot isi yang seragam di tiap taraf pF yang kurang

    sesuai untuk tanah yang memiliki kandungan liat tinggi dan mempunyai

    kemampuan mengembang-mengerut.

    Jenis contoh tanah terakhir yang digunakan adalah contoh tanah utuh

    dengan bobot isi tidak seragam di tiap taraf nilai pF untuk penetapan KA (% v)

    Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) dan contoh tanah kering udara

    (lolos ayakan 2 mm) untuk penetapan KA (% v) Titik Layu Permanen

    (setara pF 4.2). Pada penggunaan jenis contoh tanah ini, terlihat bahwa nilai

    Jumlah Air Tersedia (% v) untuk Grumusol Cihea dan Latosol Darmaga berbeda

    (lebih kecil) dari nilai yang dihasilkan oleh jenis contoh ke empat sedangkan

    untuk Regosol Laladon nilai Jumlah Air Tersedia (% v) yang dihasilkan tidak

    terlalu berbeda dengan nilai yang dihasilkan oleh jenis contoh ke empat.

    Perbedaan nilai Jumlah Air Tersedia (% v) pada Grumusol Cihea dan Latosol

    Darmaga ini disebabkan oleh penggunaan bobot isi yang tidak seragam di tiap

    taraf pF. Tampak bahwa pada Grumusol Cihea yang memiliki liat mengembang-

    mengerut dan Latosol Darmaga yang memiliki kandungan liat yang tinggi,

    penggunaan nilai bobot isi yang tidak seragam pada tiap taraf pF berpengaruh

    terhadap nilai KA (% v) Kapasitas Lapang (setara pF 2.54) yang dihasilkan

  • sehingga secara langsung juga mempengaruhi nilai Jumlah Air Tersedia (% v).

    Sedangkan pada Regosol Laladon yang bertekstur lempung dengan kadar liat

    yang rendah (19.73%), penggunaan nilai bobot isi yang seragam maupun yang

    tidak seragam di tia p taraf pF tidak berpengaruh terhadap nilai KA (% v) yang

    dihasilkan. Pada pendekatan ini, Jumlah Air Tersedia (% v) pada Regosol Laladon

    yang bertekstur lempung adalah lebih besar daripada Grumusol Cihea dan Latosol

    Darmaga yang bertekstur liat (23.52% >> 17.69% dan 14.42%). Hal ini sejalan

    yang dikemukakan oleh Indranada (1986) yaitu bahwa ketersediaan air yang

    paling tinggi akan dijumpai pada tanah yang bertekstur sedang (lempung),

    sedangkan pada tanah yang bertekstur ekstrim (kasar maupun halus) paling rendah

    Jumlah Air Tersedianya. Rowell (1937) juga menyatakan bahwa pada tanah yang

    bertekstur sedang (lempung), jika ditangani dengan baik akan mempunyai

    distribusi ukuran pori yang menghasilkan sifat tanah dengan drainase dan

    ketersediaan air yang bagus. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan jenis contoh

    tanah inilah yang paling tepat dibandingkan pendekatan jenis contoh lainnya. Hal

    ini disebabkan karena pada pendekatan ini menggunakan jenis contoh tanah utuh

    yang struktur tanahnya masih terjaga, sehingga pada penetapan KA (% v) pada

    kisaran pF rendah hasilnya lebih akurat. Penggunaan bobot isi yang tidak seragam

    di tiap taraf pF akan bermanfaat pada penetapan nilai KA (% v) pada tanah yang

    memiliki kandungan liat tipe 2:1 yang mengembang-mengerut maupun pada tanah

    yang memiliki kandungan liat yang tinggi. Selain itu, penggunaan jenis contoh

    tanah kering udara (lolos ayakan 2 mm) tepat untuk digunakan pada penetapan

    KA (% v) Titik Layu Permanen (setara pF 4.2).

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Penetapan Kadar Air (% v) dengan menggunakan jenis contoh tanah

    terbagi menghasilkan nilai yang selalu lebih kecil dibandingkan jenis contoh tanah

    utuh. Penetapan bobot isi pada tiap titik taraf nilai pF diperlukan pada tanah yang

    memiliki kandungan liat tinggi dan mempunyai kemampuan untuk

    mengembang-mengerut. Persamaan matematis Raws et al. (1982) sesuai untuk

    jenis tanah bertekstur sedang dengan kandungan bahan organik dan liat yang

    rendah. Pada tanah yang bertekstur berat dengan kandungan liat dan bahan

    organik tinggi, persamaan Raws et al. (1982) menghasilkan nilai KA (% v) yang

    lebih tinggi dari pengukuran dengan jenis contoh tanah terbagi maupun utuh.

    Kurva karakteristik kelembaban pada tanah yang bertekstur liat

    mempunyai bentuk yang tegak, sedangkan tana h yang bertekstur pasir cenderung

    memiliki bentuk yang landai. Pada penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang

    (% volume) metode dengan alat pressure plate apparatus menggunakan contoh

    tanah utuh (bobot isi tidak seragam di tiap taraf pF) merupakan metode yang

    paling sesuai. Pada pengukuran jumlah air tersedia (% v), Regosol Laladon

    mempunyai nilai yang paling tinggi.

    Saran

    Untuk mendapatkan nilai Kadar Air Tersedia, sebaiknya menggunakan

    contoh tanah utuh (bobot isi yang berbeda di tiap taraf nilai pF) untuk penetapan

    Kadar Air Lapasitas Lapang (kisaran pF 2.54) sedangkan untuk penetapan Kadar

    Air Layu Permanen (kisaran pF 4.2) dengan menggunakan contoh tanah kering

    udara (lolos ayakan 2 mm).

  • DAFTAR PUSTAKA

    Black, C.A. 1973. Soil-Plant Relationships. 2nd Edition. Wiley Eastern Private Limited. New Delhi.

    Blake, G. R.1965. Methods of Soil Analysis: Bulk Density. C. A. Black (ed). Agron. 9. Am. Soc. Agron. Madison, Wis. Dalam : Buol, S. W., F. D. Hole, dan R. J. Mc Cracken. 1978. Soil Genesis and Classification. Second Indian Reprint. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcuta.

    Blake, G. R. and Hartge. 1986. Methods of Soil Analysis Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Bulk Density . Klute. A (ed). American Society of Agronomy-Soil Scie nce Society of America. Minnesota.

    Boekel, P. 1963. Soil Structure and Plant Growth . Neth. J. Agr. Sci. 11, 120-127. Dalam : Hillel, D. 1971. Soil and Water: Physical Principles and Proceses. Academic Press. New York.

    Borg, H. 1982. Estimating Soil Hydaraulic Properties from Textural Data. Ph.D. thesis. Washingthon State Univ., Pullman (Diss. Abstr. 83-03292). Dalam: Saxton, K. E., W. J. Raws, J. S. Rornberger, and R. I. Papendick. 1986. Estimating Generalized Soil-Water Characteristics from Texture. Soil Sci. Soc. Am. J. 50:1031-1036.

    Buol, S. W., F. D. Hole, dan R. J. Mc Cracken. 1978. Soil Genesis and Classification. Second Indian Reprint. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcuta.

    Croney, D. and J. D. Coleman. 1954. Soil Structure in Relation to Soil Suction (pF). J. Soil Sci. 5:75-84. Dalam: Klute, A (ed). 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Laboratory Methods. American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota.

    Dane, J. H. and A. Klute. 1977. Salt Effect on The Hydraulic Properties of Swelling Soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 41: 1043-1049. Dalam : Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, New York.

    Elrick, D. E. and C. B. Tanner. 1955. Influence of Sample Pretreatment on Soil Moisture Retention. Soil Sci. Soc. Am. J. Proc. 19:279-282. Dalam : Klute, A (ed). 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Laboratory Methods. American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota.

    Emerson, W. W. 1938. Soil Stucture. Imperial Bur. Soil Sci. Tech. Commun. 317. Dalam : Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academic Press. New York.

  • Gardner, W. 1920. The Capillary Potensial and Its Relation to Soil Moisture Content. Soil Sci. Soc. Am. J. 10:357-359. Dalam: Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press. New York.

    Giyanto, I. 2004. Karakterisasi Kelembaban Tanah dalam Kaitannya dengan Sifat Fisika Tanah pada Berbagai Tekstur dan Jenis Tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Grim, R. E. 1958. Organization of Water on Clay Mineral Surfaces and Its Implications for The Properties of Claywater System. Water and Its Conduction Soils. Highway Res. Board. Spec. Rep 40. Nat. Acad. Sci. Nat. Res. Council. Publ. 629, pp 17-23. Dalam : Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical Principles and Proce sses. Academic Press. New York.

    Grossman, R. B., B. R. Brasher, D. P. Franzmeizer, dan J. L. Walker. 1968. Linier Extensibility as Calculated from Natural Clod Bulk Density Measurements. Soil. Sci. Soc. Am. Proc. 32 : 5 70-73. Dalam: Buol, S. W., F. D. Hole, dan R. J. Mc Cracken. 1978. Soil Genesis and Classification. Second Indian Reprint. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcuta.

    Hartge, K. H. 1965. Vergleich der Schrumpfung Ungestorter Boden und Gekneteter Pasten. Z. Friedr. Wilh. Univ. Jena. (math-nat. reihe) 14 : 53-57. Dalam: Blake, G. R. and Hartge. 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Bulk Density. Klute, A. (ed). American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota.

    .1968. Heterogenitat oles Bodens Oder Quellung? Trans. Int. Congr. Soil Sci, Soil Sci. 69: 487-496. Dalam: Blake, G. R. and Hartge. 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Bulk Density. Klute, A. (ed). American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota.

    Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academic Press. New York.

    . 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, New York.

    Indranada, H. K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT. Bina Aksara. Jakarta

    Jenny, H. 1932. Studies on The Mecanism of Ionic Exchange In Colloidal Alluminium Sillicates. J. Phys. Chem. 36, 2217-2258. Dalam: Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academic Press. New York.

    .1938. Properties of Colloid. Stanford Univ. Press, Polo Alto, California. Dalam : Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical Principles and Processes. Academic Press. New York.

  • Klute, A (ed). 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Laboratory Methods. American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota.

    Peck, A. J. 1969. Entrapment, Stability, and Persistence of Air Bubbles In Soil Water. Aust. J. Soil. Res. 7:79-90. Dalam: Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, New York.

    Raws, W. J., D. L. Brakensiek, and K. E. Saxton. 1982. Estimation of Soil Water Properties. Trans. ASAE 25:1316-1320. Dalam: Saxton, K. E., W. J. Raws, J. S. Rornberger, and R. I. Papendick. 1986. Estimating Generalized Soil-Water Characteristics from Texture. Soil Sci. soc. Am. J. 50:1031-1036.

    Reeve, M. J., P. D. Smith, and A. J. Thomasson. 1973. The Effect of Density on Water Retention Properties of Fields Soil. J. Soil. Sci. 24:335-367. Dalam: Klute, A (ed). 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods: Laboratory Methods. American Society of Agronomy-Soil Science Society of America. Minnesota

    Richards, L. A. 1965. Methods of Soil Analysis: Physical Condition of Water in Soil. C. A. Black (ed). Agron 9. Am. Soc. Agron. Madison. Wis. Dalam: Buol, S. W., F. D. Hole, dan R. J. Mc Cracken. 1978. Soil Genesis and Classification. Se