sindrom dispepsia

15
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit non infeksius yang memiliki prevalensi global yang tinggi. Penyakit ini diderita oleh 77,9 juta atau 1dari 3 populasi dewasa dunia. Poupulasi hipertensi ini tidak hanya menyerang populasi dengan kondisi ekonomi yang baik, tetapi juga pada kalangan ekonomi rendah . Penyakit ini telahh menjadi bencana global bagi populasi manusia 1 . Hipertensi dapat memberikan banyak kelainan penyakit atau komplikasi. Komplikasi dari penyakit ini meliputi multi sistem organ tubuh, mulai darisistem saraf pusat yang dapat berakibat pada strok hemoragic, gangguan pada vaskuler mata, gangguan pada jantung dengan manifestasi gagal jantung, gangguan pada ginjal dengan manifestasi gagal ginjal akut, serta gangguan pada arteri perifer /makroangiopati, terutama pada extremitas inferior dengan keluhan utama berupa kesemutan hingga terjadi Pheriperal Arteri Disease 2 . Hipertensi pada dasarnya dapat dicegah progrsivitasnya menjadi kearah yang lebih buruk. Terapi yang dapat dilakukan, terutama ialah perbaikan pola hidup. Terapi ini mencakup ppengaturan pola makan, diet rendah garam, dan olahraga

Upload: aditya-rizky

Post on 26-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sindrom dispepsia+ hipertensi

TRANSCRIPT

Page 1: sindrom dispepsia

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit non infeksius yang memiliki prevalensi global yang

tinggi. Penyakit ini diderita oleh 77,9 juta atau 1dari 3 populasi dewasa dunia. Poupulasi

hipertensi ini tidak hanya menyerang populasi dengan kondisi ekonomi yang baik, tetapi juga

pada kalangan ekonomi rendah . Penyakit ini telahh menjadi bencana global bagi populasi

manusia 1.

Hipertensi dapat memberikan banyak kelainan penyakit atau komplikasi. Komplikasi

dari penyakit ini meliputi multi sistem organ tubuh, mulai darisistem saraf pusat yang dapat

berakibat pada strok hemoragic, gangguan pada vaskuler mata, gangguan pada jantung

dengan manifestasi gagal jantung, gangguan pada ginjal dengan manifestasi gagal ginjal akut,

serta gangguan pada arteri perifer /makroangiopati, terutama pada extremitas inferior dengan

keluhan utama berupa kesemutan hingga terjadi Pheriperal Arteri Disease 2.

Hipertensi pada dasarnya dapat dicegah progrsivitasnya menjadi kearah yang lebih

buruk. Terapi yang dapat dilakukan, terutama ialah perbaikan pola hidup. Terapi ini

mencakup ppengaturan pola makan, diet rendah garam, dan olahraga teratur. Terapi

farmakologis juga perlu diberikan ketika tekanan darah telah mencapai hippertensi derajat 1.

Setiap derajat dari hipertensi memiliki jenis terapi yang berbeda. Adanya komplikasi tertentu

seperti diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik memilki target terapi yang berbeda dalam

menurunkan tekanan darah, guna mencegah perburukan dari kedua penyakit sebelumnya 2.

Page 2: sindrom dispepsia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya

di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg

3. Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga

melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan

produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kejadian hipertensi sangat banyak terjadi pada populasi penduduk dunia.

Berdasarkan data dari AHA ,1 dari 3 populasi dunia mengidap hipertensi. Data dari

NHANES 2007 menyebutkan bahwa dari keselurahan populasi hipertensi, 47, 5 % penderita

hipertensi tidak pernah terkontrol, sedangkan pada 52,5 % sisanya terkontrol. Angka

kematian karna hipertensi di amerika serikat pada 2009 menyebutkan bahwa 348.102 dari

total 2,4 juta kematian pada tahun tersebut meninggal karna hipertensi. Pada populasi dunia.

Berdasarkan data Gialiano 2012, tentang sebaran jumlah pasien hipertensi di beberapa

negara Eropa dapat dilihat pada bagan berikut 4 :

Gambar 2.1 Preevalensi hipertensi di Eropa

Page 3: sindrom dispepsia

C. ETIOLOGI

Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan

Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang

tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi 5.

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf

atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik

sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung

biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak

meninbulkan hipertensi .

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat

peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan

air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau

aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan

garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume

diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata

preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik .

Adanya resistensi vaskular turut meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi, sebagai

akibat faktor endokrin dan faktor neurologis. Aktivitas hormon angiotensin II dapat

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah. Demikian pula aktivitas dari hormon epineprin

dan dopamin dapat menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan berimplikasi pada

peningkatan tekanan darah. Aktivitas saraf simpati, dapat menyebabkan kontraksi otot

vaskuler dan menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah. Hal ini juga akan

berimplikasi pada peningkatan tekana darah 5

Page 4: sindrom dispepsia

D. FAKTOR RISIKO

Faktor resiko hipertensi meliputi :

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya

umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin

meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah

di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi

pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri

koroner dan kematian prematur 5.

Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada

masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada

wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami

menopause. Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak

menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi

6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6%

pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada

pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6

pada pria dan 13,7% pada wanita 5

Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya

hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari

orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki

kemungkinan 25% terkena hipertensi 6. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan pada

fungsi nitrit oxide/cyclic GMP yang berfungsi sebagai vasodilator alami dalam

tubuh. Pada keadaan hipertensi karna faktor familial, gangguan sekresi pada faktor

Page 5: sindrom dispepsia

ini menyebabkan kemampuan tubuh dalam melakukan vasodilatasi pada pembulluh

darah tubuh menurun dan menyebabkan terjadinya hipertensi 7.

Konsumsi garam > 6 gram per hari, kurangnya olah raga dan toleransi gula terganggu

dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi pada pasien 6. Berdasarkan data

prevalensi hypertennsi di asia, kasus hypertensi banyak ditemukan di jepang yang

diakibatka oleh konsumsi garam 5,8 mg/ hari. Konumsi garam dalam jumlah besar

dalam sehari dapat menyebabkan terjadinya aktivitas hormon aldosteron. Hormon ini

dapat menyebabkan terjadinya induksi retensi cairan dalam pembuluh darah. Hal ini

dapat menyebabkan terjadinya peninngkatan volume cardiac output dan secara nyata

dapat meningkatkan tekanan darah 8.

E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di

pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke

ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik

ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah 4.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa

terjadi6 .

Page 6: sindrom dispepsia

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan

vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan

hipertensi 6

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung

jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut

meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot

polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya

regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer 4 6

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang paling sering muncul pada hipertensi grade 2 6 :

Dada berdebar-debar

Nyeri kepala, dapat berupa migrain, dapat pula berupa nyeri kepala oksipitl

Mata dan muka yang berubah menjadi kemerahan

Page 7: sindrom dispepsia

Mual muntah

Pusing ( gambaran seperti terombang ambing)

G. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis dari hipertensi ditetapkan bila tekanan darah pasien lebih dari

139/89 pada pemeriksaan dengan keadaan pasien rileks, tanpa beraktivitas dan tidak dalam

pengaruh obat/makanan tertentu dan dalam keadaan tertentu yang merangsang peningkatan

tekanan darah , pada pemeriksaan pertama dan persisten dalam satu bulan dengan dua kali

pemeriksaan pada 1 bulan tersebut 7 .

Klasifikasi dari hypertensi sendiri berdasarkan JNC 7 ialah sebagai berikut 9 :

Gambar 2.2 Klasifikasi Hypertensi

Adapun hipertensi dikatakan maligna bila mencapai mencapai tekanan darah >

220/>120. Hipertensi malignan sendiri terbagi jadi hipertensi urgensi dan emergensi, dimana

pada hipertensi urgensi belum terdapat kerusakan organ target, sedangkan pada hipertensi

emergensi telah terdapat kerusakan organ target. Organ target yang wajib ada ketika

mendefinisikan hipertensi emergensi ialah papil edeme 10, 11.

Page 8: sindrom dispepsia

H. TATALAKSANA

Penatalaksanaan hypertensi dapat dilakukan via terapi farmaklogis dan non

farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi 6,9 :

Menurunkan berat badan dengan target BMI < 25kg/m2

Restriksi konsumsi garam < 6 gram /hari

Hindari konsumsi alkohol

Aktif berolahraga 30 menit perhari 5-6 kali perminggu

Terapi farmakologis yang dapat dilakukan dapat dilihat pada bagan berikut 9,12:

Gambar 2.3 Flow chart terapi anti hipertensi

Page 9: sindrom dispepsia

Regimen anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut 6 :

Page 10: sindrom dispepsia

Gambar 2.4 regimen terapi anti hipertensi