skripsi - eprints.iain-surakarta.ac.ideprints.iain-surakarta.ac.id/1418/1/download file.pdf ·...
TRANSCRIPT
BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM HADITS
(Analisis Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh:
WAHYU ABDUL ZAHLIL 26.10.1.2.022
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017
BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM HADITS
(Analisis Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh:
WAHYU ABDUL ZAHLIL 26.10.1.2.022
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017
ii
BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM HADITS
(Analisis Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling)
SKRIPSI
Oleh:
WAHYU ABDUL ZAHLIL 26.10.1.2.022
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017
iii
iv
v
vi
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
1. Bu’e Sarmi, yang selalu menasihati saya dengan untaian kata sederhana tapi
sarat motivasi. Semoga Allah senantiasa mengampuni, menyayangi dan
memberi kesehatan selalu.
2. Istri dan putriku tercinta yang menyemangati dan setia menemani. Semoga
Allah beri kita bahagia sampai surga.
3. Guru-guru dan dosen-dosen yang telah memberi pencerahan kepada kami,
menerangi jalan kami.
4. Almamater IAIN Surakarta yang mewarnai kehidupanku.
viii
HALAMAN MOTTO
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat pahala dari kebajikan yang dikerjakannya dan dia
mendapat siksa dari kejahatan yang diperbuatnya. (Mereka berdo’a),” Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan
kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang
berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan pada kami apa yang tidak sanggup kami
memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah
pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
(QS Al Baqarah : 286)
ix
ABSTRAK
Wahyu Abdul Zahlil (261012022), Bimbingan dan Konseling Islam dalam Hadits(Analisis Dasa-Dasar Bimbingan dan Konseling).skripsi: Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Ushuludin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Juni 2017.
Kata kunci: Bimbingan dan Konseling, Hadits
Dalam proses bimbingan dan konseling, metode merupakan aspek penting
dalam mencapai tujuan namun sebagian konselor masih belum memahami dan menerapkan metode yang tepat untuk menangani klien. Teori bimbingan konseling yang selama ini lazim digunakan dalam proses konseling belum sepenuhnya sesuai dengan epistemologi Islam dan kondisi sosial budaya umat Islam. Konsep tentang metode bimbingan konseling yang secara eksplisit maupun implisit terdapat dalam teks-teks hadits belum sepenuhnya disadari, dipahami dan diterapkan dengan baik oleh konselor dan praktisi konseling Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode Bimbingan Konseling dalam Hadits yang terdapat dalam Kitab Riyadus Shalihin
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskristif dengan pendekatan studi pustaka. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Sumber dokumentasi yang digunakan ialah kitab Riyadhus Shalihin. karangan Imam An-Nawawi (Terjemahan: Arif Rahman Hakim). Untuk memastikan ontetisitas sumber referensi peneliti upayakan setiap hadits telah dijelaskan derajat keshahihannya. Dalam melakukan hal tersebut peneliti mengambil hadits dari shahih bukhari dan shahih muslim. Metode analisis data pada studi ini menggunakan teknik analisis pragmatik fungsionalis yang mengacu pada dua tahap yaitu interpreasi dan holistik. Penelitian ini tidak akan menafsirkan maksud atau kandungan hadits sebagai teks murni yang tidak terkait dengan hal-hal di luar teks itu sendiri akan tetapi lebih pada pemaknaan hadits sebagai sesuatu yang terkait dengan metode bimbingan konseling Nabi Muhammad SAW.
Penelitian ini menunjukan bahwa Rasulullah menerapkan metode direktif, non-direktif, dan eklektik yang terekam dalam hadits. Rasulullah menitik beratkan pada perbedaan individu. Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu menjadi pertimbangan dalam menyesuaikan beban dan menakar kemampuan yang dimiliki klien. Pada metode direktif Rasulullah melakukan proses konseling, Rasulullah sebagai konselor secara langsung memberi jawaban atau nasehat terhadap problem yang dialami klien/sahabat. Pada metode Non-direktif bimbingan Rasulullah kepada klien memperhatikan dinamika yang terjadi dalam melakukan terapi Rasulullah tidak mengulang hal-hal lama yang bersifat monoton. Rasulullah melakukan kegiatan secara dinamik sehingga menghantarkan klien kearah tujuan yang hendak dicapainya. Pada metode eklektik Rasulullah memberi ruang dan kesempatan bagi klien untuk menyadari kebebasan dan tanggungjawab yang diambil oleh klien.
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil’alamin
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam atas
limpahan rahmat, kasih sayang dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan perjuangan yang mengesankan. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, insan
dengan kepribadian paripurna yang menjadi suri teladan bagi umat di sepanjang
zaman, juga keluarga, sahabat serta para pengikut beliau.
Penyusunan skripsi berjudul Bimbingan dan Konseling dalam Hadits
(Analisis Dasa-Dasar Bimbingan dan Konseling) selesai dengan bimbingan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. H Mudhofir S.Ag, M.Pd selaku rektor IAIN Surakarta,
2. Dr. H Imam Mujahid, S.Ag, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah IAIN Surakarta,
3. Supandi, M.Ag Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam,
4. Syakirin Al Ghazali PhD selaku Wali Studi yang memberikan motivasi dan
bimbingan dari awal hingga akhir kuliah,
5. Dr. H Lukman Harahap,M.Pd, dan Drs H Ahmad Hudaya M.Ag selaku
pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, koreksi dan motivasi
kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar,
xi
6. Dr.H Khalilurrahman M.Psi dan Budi santosa, M.Psi selaku penguji yang
telah memberikan koreksi dan masukan saat seminar proposal dan sidang
munaqosyah demi perbaikan penulisan skripsi.
7. Dosen Jurusan Bimbingan Konseling Islam yang telah mentransfer ilmu dan
nilai (value) yang berguna bagi penulis.
8. Keluarga tercinta yang tiada henti memberi motivasi, inspirasi dan apresiasi.
9. Teman-teman angkatan 2010, baik teman BKI, maupun teman KAMMI-LDK
IAIN Surakarta yang memberikan motivasi dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini,
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dari berbagai
pihak sangat penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Surakarta, 05 Juni 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................... i
HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vii
HALAMAN MOTTO ............................................................................ viii
ABSTRAK .............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 9
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 9
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
G. Telaah pustaka............................................................................... 11
H. Metode Penelitian.......................................................................... 13
1. Jenis penelitian......................................................................... 13
2. Sumber Data............................................................................. 14
a. Sumber Data Primer............................................................. 14
b. Sumber Data Sekunder........................................................ 14
3. Teknik Pengumpulan Data...................................................... 15
4. Teknik Analisis Data................................................................ 15
5. Sistematika Penulisan.............................................................. 17
xiii
BAB II TINJAUAN TENTANG BIMBINGAN DAN KONSELING.... 18
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling ...................................... 18
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling ............................................. 21
C. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling ................................ 22
D. Metode Bimbingan dan Konseling............................................... 25
1. Counselor-centered method (directive approach)...................... 25 2. Client-centered method (Nondirective approach)...................... 28 3. Eclectic method......................................................................... 39
BAB III TINJAUAN HADITS RASULULLAH ................................... 33
A. Pengertian Hadits ....................................................................... 33
B. Kedudukan dan Fungsi Hadits dalam Bimbingan dan Konseling 37
BAB IV ANALISIS METODE BIMBINGAN DAN KONSELING
DALAM
HADITS...................................................................................................... 40
A. Kandungan Metode Konseling dalam Hadits............................. 40 B. Analisis Metode Bimbingan dan Konseling dalam Hadits........ 60
1. Counselor-centered method (directive approach)...................... 60 2. Client-centered method (Nondirective approach)...................... 65
3. Eclectic method......................................................................... 70
BAB V PENUTUP..................................................................................... 74
A. Kesimpulan ........................................................................... 74
B. Keterbatasan
Penelitian............................................................. .................... 75
C. Saran .................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 77
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01. Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi......................
Lampiran 02. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Prayitno dan Erman Amti.
Lampiran 03. Ar-Rasul Nabi Muhammad SAW karya Sa’id Hawwa ........
ABSTRAK
Wahyu Abdul Zahlil (261012022), Bimbingan dan Konseling Islam dalam Hadits(Analisis Dasa-Dasar Bimbingan dan Konseling).skripsi: Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Ushuludin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Juni 2017.
Kata kunci: Bimbingan dan Konseling, Hadits
Dalam proses bimbingan dan konseling, metode merupakan aspek penting
dalam mencapai tujuan namun sebagian konselor masih belum memahami dan menerapkan metode yang tepat untuk menangani klien. Teori bimbingan konseling yang selama ini lazim digunakan dalam proses konseling belum sepenuhnya sesuai dengan epistemologi Islam dan kondisi sosial budaya umat Islam. Konsep tentang metode bimbingan konseling yang secara eksplisit maupun implisit terdapat dalam teks-teks hadits belum sepenuhnya disadari, dipahami dan diterapkan dengan baik oleh konselor dan praktisi konseling Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode Bimbingan Konseling dalam Hadits yang terdapat dalam Kitab Riyadus Shalihin
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskristif dengan pendekatan studi pustaka. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Sumber dokumentasi yang digunakan ialah kitab Riyadhus Shalihin. karangan Imam An-Nawawi (Terjemahan: Arif Rahman Hakim). Untuk memastikan ontetisitas sumber referensi peneliti upayakan setiap hadits telah dijelaskan derajat keshahihannya. Dalam melakukan hal tersebut peneliti mengambil hadits dari shahih bukhari dan shahih muslim. Metode analisis data pada studi ini menggunakan teknik analisis pragmatik fungsionalis yang mengacu pada dua tahap yaitu interpreasi dan holistik. Penelitian ini tidak akan menafsirkan maksud atau kandungan hadits sebagai teks murni yang tidak terkait dengan hal-hal di luar teks itu sendiri akan tetapi lebih pada pemaknaan hadits sebagai sesuatu yang terkait dengan metode bimbingan konseling Nabi Muhammad SAW.
Penelitian ini menunjukan bahwa Rasulullah menerapkan metode direktif, non-direktif, dan eklektik yang terekam dalam hadits. Rasulullah menitik beratkan pada perbedaan individu. Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu menjadi pertimbangan dalam menyesuaikan beban dan menakar kemampuan yang dimiliki klien. Pada metode direktif Rasulullah melakukan proses konseling, Rasulullah sebagai konselor secara langsung memberi jawaban atau nasehat terhadap problem yang dialami klien/sahabat. Pada metode Non-direktif bimbingan Rasulullah kepada klien memperhatikan dinamika yang terjadi dalam melakukan terapi Rasulullah tidak mengulang hal-hal lama yang bersifat monoton. Rasulullah melakukan kegiatan secara dinamik sehingga menghantarkan klien kearah tujuan yang hendak dicapainya. Pada metode eklektik Rasulullah memberi ruang dan kesempatan bagi klien untuk menyadari kebebasan dan tanggungjawab yang diambil oleh klien.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bentuk layanan dan pendekatan dari proses bimbingan pada umumnya,
ternyata tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hal ini
terlihat dari beberapa isyarat dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW dalam
memberikan nasihat dan bimbingan kepada para sahabat yang mempunyai
permasalahan. Tetapi disebabkan metode dan penasihatan yang dilakukan
Rasullulah tidak dicatat dan tidak dipublikasikan seperti halnya yang dilakukan
oleh konselor profesional (versi Barat), sehingga proses bimbingan yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak begitu dikenal oleh masyarakat
dibandingkan dengan konselor pada umumnya (versi Barat).
Di antara aspek dalam Shirah Nabawiyah adalah fakta bahwa Allah
mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat. Hal tersebut
diterangkan (misalnya) dalam Quran Surah Al-Ahzab ayat 21, yang mengatakan
bahwa dalam diri Nabi Muhammad SAW terdapat suri tauladan yang baik. Tidak
hanya dalam dimensi agama, keteladanannya meliputi seluruh bidang kehidupan.
Posisi uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) sejalan dengan misi kerasulan
Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah Al-Quran atau dengan kata lain
sebagai pembimbing bagi seluruh manusia.
Dalam bimbingan konseling, suri tauladan merupakan cermin kepribadian
yang matang dan salah satu aspek yang harus dimiliki konselor. Sebagai individu
1
2
yang membimbing, konselor memegang peranan yang amat penting. Nabi
Muhammad SAW memiliki kepiawaian dalam berkomunikasi, baik kepada
individu maupun kelompok sehingga memudahkan tugasnya dalam
menyampaikan risalah dan membimbing umat. Dengan kata lain, dalam pribadi
Nabi Muhammad SAW terdapat banyak hal yang dapat dipelajari oleh para
konselor berkenaan dengan profesi membimbing klien.
Selain itu, semua sisi kehidupan Nabi Muhammad SAW terkandung
pelajaran dan nasihat. Ia pernah melalui berbagai permasalahan hidup yang dapat
dijadikan rujukan penyelesaian masalah klien. Misalnya, saat Nabi Muhammad
SAW kehilangan ayah dan ibu ketika masih kecil, kehilangan istri yang sangat
dicinta, paman, serta anak-anak yang masih kecil. Begitu pula ketika dakwah
Islam dimusuhi dan diperangi dari berbagai penjuru. Kelaparan, dianiaya
kaumnya, ditentang ajakannya, dan bahkan diintimidasi hendak dibunuh.
Lebih dari itu, segala hal yang menimpa Nabi Muhammad SAW
menjadikannya pribadi yang tangguh dengan pemikiran dan pengalaman yang
matang. Hal ini membuat Nabi Muhammad SAW dapat menyesuaikan
pembicaraan dengan komunikan hingga akhirnya menyentuh hati dan otak
sekaligus. Sejalan dengan apa yang disampaikan Jalaluddin Rakhmat (1996: 83)
bahwa kesesuaian tersebut berkaitan pula dengan kondisi field of experience
(pengalaman hidup) dan frame of reference (kerangka pandangan) para
komunikan.
Efektivitas komunikasi Nabi Muhammad SAW juga dipengaruhi oleh
rahmat Allah berupa jawami’ul kalim dan qaulan baligha. Hamka (2008: 142)
3
menyebutkan bahwa ungkapan qaulan baligha bermakna ucapan yang sampai
pada lubuk hati orang yang diajak bicara, yaitu kata-kata yang fashahat wa
balaghah (fasih dan tepat); kata-kata yang membekas pada hati sanubari.
Sedangkan Jawami’ul kalim adalah kalimat yang ringkas namun mengandung
makna yang banyak, padat dan mendalam (Ibnu Hajar, 2008: XII/304).
Hal di atas sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits berikut.
“Hadis dari Malik bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Aku
tinggalkan sesuatu bagi kalian semua, yang jika kalian selalu berpegang teguh
kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah, sesuatu itu
yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul” (H.R. Malik).
Kedua hal tersebut diajarkan oleh Rasulullah Nabi Muhammad SAW
kepada seluruh manusia melintas batas dimensi ruang dan waktu. Tak hanya
melalui kata-kata dari lisan, ajaran-ajarannya diperjelas dengan keteladanan.
Orang-orang pada umumnya beranggapan bahwa Nabi Muhammad adalah figur
agamawan. Hal ini kurang tepat karena beliau juga mahir di bidang militer,
ekonomi, keluarga, pendidikan, konseling dan berbagai aspek lainnya. Sehingga
sangat disayangkan potensi ajaran Nabi Nabi Muhammad SAW (Al-Quran dan
Al-Hadits) belum tergali secara maksimal, dalam hal ini menjadi konsep teori
bimbingan konseling dalam kehidupan saat ini.
Hal tersebut dikarenakan para konselor muslim cenderung mempelajari
kemudian menerapkan teori-teori psikologi dan konseling dari Barat tanpa
pertimbangan nilai-nilai Islam dan perbedaan budaya. Misalnya penggunaan alat
(tes dan non-tes)—yang lazim digunakan dalam bidang bimbingan konseling—
4
untuk mengetahui potensi seseorang, disusun dengan bingkai budaya Barat.
Sementara dinilai oleh para ahli bahwa hasil dari penggunaan alat tersebut
menjadi bias karena tidak mempertimbangkan aspek religius yang banyak
mewarnai pola pikir dan sikap testee di Indonesia (Anwar Sutoyo, 2009: 5-6).
Dalam hal ini Erich Fromm memandang sebuah perubahan dapat dilihat jika
terjadi perubahan mendasar dalam hati manusia. Dorongan-dorongan religius
dapat memberikan energi yang diperlukan untuk menggerakkan manusia dalam
mengadakan perubahan (Saiful Akhyar, 2007: 134). Al-Ghazali mengemukakan
bahwa hati dapat tumbuh dengan baik jika memiliki ilmu dan hikmah. Ketiadaan
kedua hal itu berarti manusia menjadi sakit dan tidak dapat hidup secara dinamis
(Saiful Akhyar, 2007: 134).
Oleh sebab itu, menurut Saiful Akhyar (2007: 134) dalam proses konseling
islami, konselor diharapkan dapat memberikan perhatian yang besar terhadap
perubahan hati klien, dan berupaya mencintai ilmu dan hikmah, agar ia dapat
mendinamisir dirinya sendiri. Dalam konteks ini, sumber segala ilmu dan hikmah
adalah Al-Quran dan Al-Hadits. Melalui dua hal itulah Islam menawarkan solusi
bagi problema manusia, baik perseorangan, sosial dan antarbangsa (Marcel A.
Boisard, 1980: 41).
Perlu disebutkan bahwa beberapa pendekatan dalam memahami hadits
tersebut tidak bisa diterapkan dalam seluruh hadits Nabi, tetapi dalam melihat
aspek-aspek diluar teks seperti Asbabul Wurud. Kondisi sosial keagamaan yang
berkembang pada saat hadits disabdakan tentu akan dapat diketahui pendekatan
mana yang lebih tepat untuk dipakai dalam memahami hadits tersebut.
5
Untuk mewujudkan adanya proses bimbingan konseling yang ideal di zaman
sekarang masih diperlukan inovasi dan pengoptimalan dalam berbagai aspek.
Salah satunya adalah aspek personal konselor. Meskipun dalam proses
pendidikannya para konselor telah dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk
mengenali masalah, namun pada umumnya seringkali konselor belum mampu
menangkap akar masalah yang klien hadapi, karena kebanyakan terbatas pada apa
yang terjadi saat ini dan disini. Konselor juga terbatas terkait gambaran masa
depan.
Anwar Sutoyo (2009: 10) melihat sampai saat ini ada dua kecenderungan
fokus bimbingan, yaitu bimbingan yang cenderung membantu pemecahan
masalah klien (aliran klinis) dan bimbingan yang cenderung membantu
mengembangkan potensi yang dimiliki individu (aliran developmental).
Menurutnya, ada dua pertanyaan fundamental bagi pembimbing yang beraliran
klinis maupun developmental. Pertama, kemana individu hendak dibawa dalam
menyelesaikan masalah dan dengan cara apa penyelesaian masalah itu hendak
dilakukan? Kedua, kemana dan dengan cara apa potensi yang dimiliki individu itu
hendak dibantu mengembangkan? Pertanyaan pertama memperlihatkan betapa
tidak mudah konselor menetapkan tujuan akhir yang kokoh bila tidak ada
landasan agama sebagai pegangan. Sedangkan pertanyaan kedua menegaskan
bahwa kegiatan bimbingan tidak bisa sepenuhnya mengandalkan rasio, tetapi juga
harus disandarkan pada “ajaran” dan “idzin” Allah. Sehingga kedua hal tersebut
menunjukkan peran pentingnya agama dalam proses bimbingan untuk mengantar
klien ke arah perubahan yang lebih baik.
6
Teori bimbingan dan konseling yang dikembangkan selama ini lebih mengacu
pada “filsafat” dan “sains” (Anwar Sutoyo, 2009: 3). Padahal menurut para ahli
kebenaran filsafat sifatnya spekulatif, sedangkan kebenaran sains sifatnya relatif.
Sehingga wajar jika hasilnya menunjukkan kecenderungan ke spekulatif dan
tentatif (belum tentu, sementara waktu, dan masih bisa berubah). Aliran-aliran
psikologi Barat yang menjadi rujukan mahasiswa bimbingan dan konseling dinilai
memiliki keterbatasan karena mengacu pada kedua hal di atas.
Perbedaan Bimbingan dan Konseling umum dengan bimbingan dan Konseling
Islami menurut Thohari Musnamar (1992:9), di antaranya yaitu :
1. Pada umumnya di Barat proses layanan bimbingan dan konseling tidak
dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan bimbingan dan
konseling dianggap sebagai hal yang semata-mata masalah keduniawian,
sedangkan Islam menganjurkan aktifitas layanan bimbingan dan konseling itu
merupakan suatu ibadah kepada Allah SWT.
2. Pada umumnya konsep layanan bimbingan dan konseling barat hanyalah di
dasarkan atas pikiran manusia. Semua teori bimbingan dan konseling yang ada
hanyalah didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan konsep
bimbingan dan konseling Islami didasarkan atas Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
aktivitas akal dan pengalaman manusia.
3. Konsep layanan Bimbingan dan konseling Barat tidak membahas masalah
kehidupan sesudah mati. Sedangkan konsep layanan bimbingan dan konseling
Islami meyakini adanya kehidupan sesudah mati
7
4. Konsep layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas dan
mengaitkan diri dengan pahala dan dosa. Sedangkan menurut bimbingan dan
konseling Islami membahas pahala dan dosa yang telah dikerjakan.
Sebagian dari hasil para peneliti muslim dalam teori-teori psikologi dan
konseling tidak jarang hanya sekadar mengonfirmasi teori Barat menggunakan
dalil agama. Padahal menurut Muzamil Qomar (2002: 210) meskipun membawa
kemajuan, upaya adaptasi teori Barat tetap tidak layak untuk dilakukan karena
hanya berorientasi terhadap ukuran-ukuran kuantatif, indrawi dan dapat dinalar.
Sementara pandangan Islam mengenai manusia juga menyinggung hal-hal abstrak
dan transeden.
Melihat hal tersebut, para konselor muslim sewajarnya meninjau ulang
beberapa studi tentang metode bimbingan konseling dan psikologi secara
keseluruhan, dalam rangka mengembalikan karakter bimbingan dan konseling
Islam sekaligus menyempurnakan kajian yang telah Barat lakukan. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan menggali potensi ajaran Nabi Muhammad SAW menjadi
konsep-konsep teoritis yang kemudian menguatkan konstruk epistemologi
konseling atau bahkan psikologi Islam.
Berikut ini salah satu hadits yang menunjukkan kepiawaian Nabi
Muhammad SAW menyampaikan nasihat/bimbingan dengan kata-kata yang
efektif dan menyentuh hati.
وعن عطاء بن أبي رباح قال، قال لي ابن عباس رضي اللھ عنھ: أال أریك امرأة من أھل الجنة؟ ال: ھذه المرأة السوداء، أتت النبي صلى اللھ علیھ وسلم فقالت: إني أصرع وإني أتكشف فادع فقلت: بلى. ق
اللھ تعالى لي. قال: <إن شئت صبرت ولك الجنة، وإن شئت دعوت اللھ تعالى أن یعافیك> فقالت: أصبر، علیھ فقالت: إني أتكشف فادع اللھ أن ال أتكشف، فدعا لھا. متفق .
Atha’ bin abu rabah meriwayatkan, ibnu abbas ra berkata kepadaku, “ maukah kutunjukan seorang wanita yang termasuk ahli surga ? “ aku menjawab”
8
ya” Ia berkata,” wanita yang berkulit hitam ini, ia pernah datang kepada nabi SAW lalu mengadu,” sesungguhnya saya mempunyai penyakit ayan dan aurat saya terbuka karenanya, oleh karena itu, mohonkanlah pada Allah agar saya diberi kesembuhan,” beliau bersabda,”apabila kamu mau bersabar maka bagimu surga dan apabila kamu mau, sayapun akan berdoa kepada Allah agar engkau diberi kesembuhan,” wanita itu menjawab,” saya akan bersabar,” kemudian wanita itu berkata lagi,” sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya, maka mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka,” maka beliaupun berdoa untuknya ( HR. Al-Bukhari: 5652)
Paparan di atas mengisyaratkan bahwa metode Nabi Muhammad SAW
membimbing target dakwahnya (ketika ia menyampaikan hadits) merupakan
kajian yang menarik untuk diteliti. Di samping itu, keterampilan para konselor
dalam membimbing klien perlu disempurnakan dengan bekal pengetahuan yang
bersumber dari ajaran agama (Al-Quran dan Hadits).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Dalam proses bimbingan, metode merupakan aspek penting dalam
mencapai tujuan namun sebagian konselor masih belum memahami dan
menerapkan metode yang tepat untuk menangani klien.
2. Teori bimbingan yang selama ini lazim digunakan dalam proses konseling
belum sepenuhnya sesuai dengan epistemologi Islam dan kondisi sosial
budaya umat Islam.
3. Konsep tentang metode bimbingan yang secara eksplisit maupun implisit
terdapat dalam teks-teks hadits belum sepenuhnya disadari, dipahami dan
diterapkan dengan baik oleh konselor dan praktisi konseling Islam.
9
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan masalah dalam penelitian ini tidak melebar, maka
penulis perlu memberikan batasan masalah pada: Metode Bimbingan
Rasulullah Muhammad SAW dalam Hadits Bukhari dan Muslim.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis mengemukakan
rumusan masalah berupa: Bagaimana metode Bimbingan Rasulullah
Muhammad SAW dalam Hadits Bukhari dan Muslim?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana metode Bimbingan Rasulullah
Muhammad SAW dalam Hadits Bukhari dan Muslim.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai kajian karya ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
IAIN Surakarta dalam bidang Bimbingan dan Konseling Islam.
b. Menumbuhkan kecintaan dan semangat umat muslim untuk
meneladani Rasulullah Muhammad SAW sebagai figur yang
multidimensi.
2. Manfaat Praktis
10
a. Sebagai panduan bagi konselor dalam menggunakan metode
bimbingan konseling, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW.
b. Memberikan pengalaman mengumpulkan, mengolah dan menganalisis
data-data yang berkaitan dengan metode bimbingan konseling
Rasulullah.
c. Menjadi bahan rujukan atau pertimbangan bagi peneliti metode
bimbingan konseling lain.
G. Telaah Pustaka
Agar penelitian ini diketahui keasliannya, perlu dilakukan tinjauan
pustaka. Berikut adalah penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Pertama penelitian skripsi Purnomo (IAIN Surakarta, 2012) dengan judul
Metode Pengendalian Atensi Peserta Didik dalam Pembelajaran Nabi
Muhammad SAW; Studi Analisis Atas Variasi Teknik Penyampaian Hadits.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengendalian atensi
peserta didik dalam pembelajaran Nabi Muhammad SAW berdasarkan analisis
terhadap variasi teknik penyampaian hadits. Tidak hanya mencapai fokus pada
materi yang disampaikan, para shahabat bahkan dapat memahami dan
menghapalnya seketika. Kepiawaian Nabi Muhammad SAW mengendalikan
atensi didukung oleh sifat fathanah yang melekat padanya, serta kemampuan
qaulan baligha dan jawami’ul kalim. Salah satu hal yang menarik dalam
penelitian ini adalah peneliti menggunakan pendekatan yang islami dengan
fokus pada hadits shahih sehingga membuat temuan baru dalam bidang
11
pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pengendalian atensi peserta
didik.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Wiwin Syamsiyah (IAIN Surakarta, 2013)
yang berjudul Nilai-nilai Konseling dalam Hadits Rasulullah SAW (Studi
Analisis Kualitas Pribadi Konselor dalam Hadits Rasulullah SAW). Peneliti
mencoba mengonfirmasi kepribadian Rasulullah Nabi Muhammad SAW
dengan teori yang mengemukakan kualitas pribadi konselor menurut Cavanagh
(1982) yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (2006) dan teori tentang sikap dasar
konselor menurut Shertzer dan Stone (1980), yang dikutip oleh Winkel (2005).
Ketiga, buku yang ditulis oleh Husen Madhal, Abror Sodik, dan Nailul
Falah dengan judul Hadis BKI (edisi revisi 2012). Buku ini membahas hadis-
hadis Nabi yang berkaitan dengan keislaman, dakwah, dan bimbingan
konseling Islam sebagai bahan ajar mahasiswa BKI. Dari kajian tersebut
didapatkan penjelasan terkait metode BK Nabi dengan metode wawancara,
nasihat, dan home visit. Namun pada pengkajian tersebut, penulis hanya
menunjukkan hadis-hadis yang didalamnya terlihat beberapa metode BK Nabi,
tidak mengkajinya secara mendalam.
Terakhir, buku yang ditulis oleh Anwar Sutoyo (2009) yang berjudul
Teknik dan Praktik Bimbingan Konseling Islami. Penulis menggali informasi
dari Al-Quran dan Al-Hadits untuk menyempurnakan pengembangan potensi
manusia melalui proses bimbingan. Berbagai kasus coba dibantu
penyelesaiannya dengan landasan agama. Pada akhirnya penulis memunculkan
teori baru bimbingan konseling Islam yang aplikatif.
12
Kajian hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa meskipun penelitian
tentang hadits konseling sudah banyak dikaji, baik dalam bentuk buku maupun
skripsi, tetapi sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang Metode
Bimbingan dan konseling Nabi Muhammad SAW. belum pernah dilakukan.
Sebagian peneliti memang sudah mengisyaratkan mengenai adanya metode
Bimbingan Nabi, namun belum secara intens meneliti hal tersebut dalam satu
penelitian tersendiri.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini temasuk kategori studi/analisis teks. Menurut Noeng
Muhadjir (1996: 158) studi/analisis teks adalah studi tentang persepsi
manusia, upaya penstrukturan diri dan lingkungan manusia serta tentang
pemberian makna lingkungan, atau telaah ilmu-ilmu kemanusiaan. Dalam
pemaknaan yang luas, studi teks mencakup telaah pustaka ilmu-ilmu
kemanusiaan, seperti psikologi, antropologi sampai studi teks dalam
makna studi linguistik dan sastra. Dengan demikian meski hadits bukan
produk budaya, namun karena ia disampaikan dengan bahasa yang
komunikatif dan terpahami oleh manusia maka hadits dapat ditelaah
sebagai ilmu kemanusiaan, sastra dsb.
Dalam studi ini teks tidak hanya dipandang sebagai objek bebas yang
tidak memiliki ‘sesuatu’ di balik dirinya akan tetapi teks juga dipandang
sebagai representasi dari kelompok/individu atau menggambarkan ciri
situasi yang diteliti (Titscher, 2009: 38). Demikian juga studi ini akan
13
lebih ditekankan pada pencarian makna di balik teks hadits khususnya
yang berkaitan dengan metode bimbingan.
2. Sumber Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan literatur yang
berkaitan dengan teori, ada dua bentuk sumber data yaitu data primer dan
data sekunder:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data pokok yang terdiri dari
buku-buku yang membahas masalah yang berkaitan dengan judul
penelitian (Kaelan, 2010: 144). Dalam penelitian ini yang merupakan
sumber data primer adalah :
1) Imam An-Nawawi. 2001. Riyadhus Shalihin. (Terjemahan: Arif
Rahman Hakim). Solo: Insan Kamil.
2) Anwar Sutoyo. 2009. Teori dan Praktik Bimbingan Konseling
Islami. Semarang: Widya Karya
3) Prayitno dan Erman Amti. Tt. Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling. Rineka Cipta
4) Sa’id Hawwa. 199i. Ar-Rasul Nabi Muhammad SAW.
(Terjemahan: Kathur Suhardi). Solo: Pustaka Mantiq. Cet.ke-IV.
b. Sumber data sekunder
14
Sumber data sekunder adalah sejumlah informasi yang mendukung
sumber data primer atau buku penunjang yang berfungsi untuk
memperluas wawasan yang berkaitan dengan judul penelitian (Kaelan,
2010: 144).
Adapun yang menjadi sumber data sekunder dalam penelitian ini
antara lain adalah:
1) Muhammad Syafi’i Antonio. 2007. Nabi Muhammad SAW: The
Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Multimedia.
2) Hamdani Bakran Dz-Dzaky. 2001. Konseling dan Psikoterapi
Islam. Yogyakarta: Al-Manar.
3) Farid Hasyim dan Mulyono. km1m. Bimbingan dan Konseling
Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
4) ‘Aidh bin ‘Abdullah Al-Qarni. kmmu. Visualisasi Kepribadian Nabi
Muhammad SAW. (Terjemahan: Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi).
Bandung: Irsyad Baitus Salam.
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian text analysis sehingga pengumpulan
datanya menggunakan metode dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari
bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian
(Kaelan, 2010: 147). Dengan demikian penelitian ini akan mengambil
berbagai data mengenai bimbingan dan koseling islam baik dari dokumen,
foto-foto, buku-buku, ensiklopedi, karya tulis dsb.
4. Metode Analisis Data
15
Metode analisis data pada studi ini menggunakan teknik analisis
pragmatik fungsionalis yang mengacu pada beberapa tahapan berikut:
a. Interpretasi, yaitu penyelaman dan penangkapan terhadap pesan dari
suatu teks yang dalam penelitian ini proses tersebut dilakukan untuk
menggali makna di balik teks hadits yang memiliki keterkaitan dengan
pengendalian atensi.
b. Holistik, yaitu subjek yang menjadi objek studi tidak hanya dilihat
secara otomatis (terisolasi dari lingkungannya) tetapi ditinjau dalam
interaksi dengan seluruh kenyataan yang melingkupinya. Dengan
mengidentifikasi pola-pola teks melalui analisis pragmatik
fungsionalis peneliti dapat menganalisis tindakan tutur secara
terperinci sehingga metode penyampaian teks dapat dianalisis lebih
dalam (Titscher, 2009: 290).
Dengan demikian penelitian ini tidak akan menafsirkan maksud atau
kandungan hadits sebagai teks murni yang tidak terkait dengan hal-hal di
luar teks itu sendiri akan tetapi lebih pada pemaknaan hadits sebagai
sesuatu yang terkait dengan metode bimbingan konseling Nabi
Muhammad SAW.
Untuk memastikan ontetisitas sumber referensi peneliti upayakan
setiap hadits telah dijelaskan derajat keshahihannya. Dalam melakukan hal
tersebut peneliti mengambil hadits dari Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim.
16
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan penelitian (skripsi) ini ialah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah
penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II berisi tinjauan tentang bimbingan.
Bab III berisi tinjauan tentang hadits Rasulullah. Terdiri dari pengertian
hadits dan kedudukan hadits dalam bimbingan.
Bab IV berisi analisis metode bimbingan dalam hadits yang terdiri dari
kandungan metode bimbingan dalam Hadits dan analisis penulis tentang
metode bimbingan dalam hadits.
Bab V adalah penutup yang terdiri dari simpulan hasil penelitian,
keterbatasan penelitian dan saran-saran.
17
BAB II
TEORI TENTANG BIMBINGAN
A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan (Inggris: guidance) berasal dari kata guide yang berarti to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur atau
mengemudikan). Sedangkan menurut WS. Winkel (1981 dalam Farid Hasyim,
2010: 31) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan
guiding: showing a way (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting
(menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating
(mengatur), governing (mengarahkan), dan giving advice (memberi nasihat).
Akan tetapi penggunaan istilah seperti dikemukakan di atas sudah tidak sesuai
dengan arah perkembangan dewasa ini dimana klien dianggap memiliki
peranan penting dan aktif dalam pengambilan keputusan serta
bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambil dan bukan
fokus pada pembimbing.
DR. Rahman Natawidjaja menyatakan:
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari
seorang pembimbing, yang dipersiapkan kepada individu yang membutuhka
17
18
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal
dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam
suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya (Hallen
2005:8-9).
Banyak ahli yang mendefinisikan bimbingan. Namun dari berbagai
pendapat dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu bantuan yang
diberikan oleh seorang ahli (guru, ahli jiwa, konselor, psikiater, terapis) kepada
orang lain (klien/konseli) yang memiliki masalah yang bersumber dari
kejiwaan, dengan harapan klien tersebut memecahkan masalahnya sendiri serta
dapat menyesuaikan diri dengan tata kehidupan normal (Farid Hasyim &
Mulyono, 2010: l4).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan secara sistematis kepada seseorang atau masyarakat
agar mereka mengembangkan potensi yang dimilikinya sendiri dalam upaya
mengatasi berbagai masalah sehingga mampu menentukan jalan hidupnya
secara mandiri dengan tanggungjawab penuh tanpa bergantung pada orang lain,
bantuan itu dilakukan secara berkesinambungan.
Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan konseling
terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang bahwa konseling
sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain konseling berada dalam bimbingan.
Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan pencegahan
munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan
19
sifat atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan konseling sifatnya
kuratif dan korektif. Namun bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek
yang sama yaitu problem, sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan
perlakuan dari masalah (Aunur Rahim, 2001:2)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
وعن أبي ھریرة رضي اللھ عنھ عن النبي صلى اللھ علیھ وسلم قال: <من نفس عن مؤمن كربة من
من یسر على معسر یسر اللھ علیھ في الدنیا كرب الدنیا نفس اللھ عنھ كربة من كرب یوم القیامة، و
واآلخرة، ومن ستر مسلما ستره اللھ في الدنیا واآلخرة، واهللا في عون العبد ما كان العبد في عون
أخیھ، ومن سلك طریقا یلتمس فیھ علما سھل اللھ لھ بھ طریقا إلى الجنة، وما اجتمع قوم في بیت من
كتاب اللھ ویتدارسونھ بینھم إال نزلت علیھم السكینة، وغشیتھم الرحمة، وحفتھم بیوت اللھ تعالى یتلون
.المالئكة، وذكرھم اللھ فیمن عنده؛ ومن بطأ بھ عملھ لم یسرع بھ نسبھ> رواه مسلم
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, Nabi saw bersabda,’ siapa saja yang menghilangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan yang dialami orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitanya pada hari kiamat. Siapa saja memudahkan urusan orang lain yang mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya baik didunia maupun diakhirat. Siapa saja yang menutupi kejelekan seorang muslim, maka Allah akan menutupi kejelekannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama ia menolong saudaranya. Siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan siapa saja yang berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membacakan kitab-Nya dan mendalami kandungannya, maka akan turunlah kepada mereka suatu ketenangan dan mereka selalu diliputi rahmat dan para malaikat selalu memohonkan ampun untuk mereka. Kemudian Allah senantiasa menyebut mereka kepada siapa saja yang berada disisi-Nya. Dan siapa saja yang lambat beramal, maka nasabnya tidak akan bisa menyusulnya.”(HR. Muslim: 2699)
Anwar Sutoyo (2009: 152) menegaskan bahwa dalam membimbing tidak
sekadar pengetahuan dan keterampilan memberikan layanan bimbingan.
Tetapi lebih dari itu, membimbing adalah ketepatan memilih “rujukan” yang
menjadi pegangan dalam memberikan layanan bimbingan, sehingga layanan
20
yang diberikan kepada individu dijamin tepat dan akurat untuk berbagai arena,
setting, dan tema konseling. Untuk itu pembimbing memerlukan rujukan yang
kebenarannya mutlak dan universal, yaitu kebenaran yang bersumber dari
wahyu dan penjelasan yang dibawa oleh Rasul-Nya. Hampir semua masalah
(keluarga, ekonomi, penyakit, kehidupan muda-mudi, bahkan sampai
menghadai kematian) ada dalam kumpulan hadits yang telah dibukukan oleh
para Imam hadits, seperti Bukhari dan Muslim. Perlu diketahui, Imam Bukhari
berhasil mengumpulkan 300.000 hadits yang ia sendiri mampu menghafal
200.000 dengan baik.
Unsur agama dalam bimbingan tidak bisa dikesampingkan karena menurut
Dadang Hawari, mengacu pada pengalaman negara maju menyimpulkan
bahwa pengalaman agama seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW telah memberikan rasa tenang dan terlindung bagi pemeluknya (Anwar
Sutoyo, 2009: 153).
A. Metode Bimbingan
Metode memiliki peran vital dalam proses bimbingan. Metode yang
kurang tepat, meskipun pesan yang disampaikan baik, maka sulit diterima
oleh konseli. Konselor mesti jeli dan bijak dalam memilih metode karena
sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan bimbingan.
Pada umumnya para ahli membagi metode konseling menjadi tiga, yaitu:
1. Counselor-centered method (directive approach)
21
Metode ini disebut juga dengan pendekatan langsung dan dikenal
sebagai pendekatan terpusat pada konselor untuk menunjukkan bahwa
dalam interaksi ini konselor lebih banyak berperan dalam menentukan
sesuatu (Saiful Akhyar, 2007:65). Seorang konseli mungkin belum
memahami motif sebenarnya yang mendasari tingkah lakunya atau belum
memahami bakat dan minat yang sesungguhnya. Oleh karena itu konselor
yang mengerti motif konseli yang sebenarnya akan menjelaskan hal
tersebut, sejak awal konselor harus berusaha menciptakan hubungan baik
dengan konseli yang ditandai atau didasari rasa empati (Samsul Munir
Amin, 2010:78).
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Edmond G.
Williamson dengan tujuan membantu konseli mengaktualisasikan potensi
baik yang dimiliki, terutama klien yang kurang memperoleh pengalaman
lingkungan untuk memenuhi tujuan dan keinginannya. Konselor dengan
pengetahuan dan pengalamannya memahami keadaan klien dan
membantunya mengatasi masalah dan menyesuaikan diri dengan keadaan
yang tidak menyenangkan. Untuk bisa memberikan bantuan, konselor
harus melakukan analisis, menentukan suatu gejala, memberikan
penerangan dan memperjelas keadaan. Maka dalam metode ini konselor
mengambil peranan yang lebih dominan. Sebaliknya, peran klien/konseli
sangat pasif dan cenderung menerima serta diharapkan menyetujui dan
melaksanakan nasihat, saran, dorongan sesuai dengan petunjuk yang
diberikan konselor (Saiful Akhyar, 2007:65).
22
Williamson membagi kegiatan konseling dalam metode
Counselor-centered method menjadi enam langkah berikut ini:
a. Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri
klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan mencakup
segala aspek kepribadian klien, seperti kemampuan, minat, motif,
kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah
atau mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.
b. Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolongkan dan
menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang
disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan
gambaran tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini
bersifat ringkas dan padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam
merangkum data pada tahap sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh
konselor, kedua dilakukan klien, ketiga adalah cara kolaborasi.
c. Diagnosis
Dalam tahap ini konselor menyimpulkan penyebab timbulnya
masalah.
d. Prognosis
Perkiraan konselor mengenai perkembangan klien/ konseli lebih lanjut
dan implikasi dari diagnosis yang telah ditentukan.
23
e. Konseling
Langkah-langkah yang diambil konselor dan klien/ konseli ke arah
penyesuaian diri atau cara menyesuaikan diri kembali.
f. Kelanjutan
Meliputi semua hal yang telah dilakukan konselor terhadap klien
dalam menghadapi masalah baru atau masalah yang muncul lagi dan
penilaian terhadap efektifitas konseling.
Menurut Demos and Grant (Saiful Akhyar, 2007:67) garis
besar karakteristik metode ini sebagai berikut:
a. Bertumpu pada data yang dikumpulkan konselor
b. Bersangkut paut dengan isi intelek.
c. Lebih banyak berpusat pada hal yang ilmiah.
d. Terutama berhubungan dengan bidang pendidikan dan jabatan atau
jurusan.
e. Menitik beratkan pada masalah-masalah yang dihadapi klien
2. Client-centered method (Nondirective approach)
Metode ini pertama kalinya diperkenalkan oleh Carl R. Rogers,
seorang psikolog klinis yang menekuni bidang konseling dan psikoterapi.
Lahir pada tahun 1902 di Loak Park, Illinois. Metode ini memandang
bahwa dalam proses konseling yang paling berhak memilih,
merencanakan, dan memmutuskan perilaku dan nilai-nilai mana yang
dipandang paling bermakna bagi klien/konseli adalah klien/konseli itu
sendiri.(Saiful Akhyar, 2007:68)
24
Dengan cara ini konselor memberikan bantuan yang bersifat “tidak
mengarahkan, nondirective” (tidak mengisi pikiran konseli dengan
pertimbangan-pertimbangan baru), tetapi hanya mempermudah refleksi
diri dalam suasana komunikasi yang penuh, saling pengertian dan
kehangatan. Cara bertindak demikian membuat konselor harus aktif dalam
mengikuti jalan pikiran dan perasaan konseli. Penggunaan nondirective
method menuntut dari konselor suatu kemampuan tinggi untuk menangkap
penghayatan perasaan dalam pernyataan konseli dan memantulkan itu
kembali pada konseli dalam bahasa atau tindakan yang sesuai (Samsul
Munir, 2010:77). Konselor hanyalah membantu memberikan kemudahan
berupa kondisi-kondisi kepada konseli untuk mengembangkan perilakunya
itu secara lebih produktif (Saiful Akhyar 2007: 68)
Berdasarkan sejarahnya, teori yang dikembangkan Rogers ini
mengalami beberapa perubahan, mulanya dia mengembangkan pendekatan
konseling yang disebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini
merupakan reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu
yang terlalu berorientasi pada konselor atau yang disebut directive method.
Tahun 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client-centered
counseling sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling
yang menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien.
Berikutnya pada tahun 1957 Rogers mengubah sekali lagi pendekatanya
menjadi konseling yang berpusat peda person ( person centered), yang
memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian
25
pengalaman baik pada klien maupun konselor dan keduanya perlu
mengemukakan pengalamannya pada saat hubungan konseling
berlangsung. (Latipun, 2001: 77-78).
Berbeda halnya dengan teknik counselor-centered method
(directive approach) garis besar karakteristik teknik client-centered method
(non-directive approach) ini adalah sebagai berikut (Saiful Akhyar,
2007:76-77):
a. Bertumpu pada data yang diungkapkan klien.
b. Bersangkut paut dengan isi kehidupan emosi.
c. Lebih banyak berpusat pada seni hubungan antar manusia.
d. Terutama berhubungan dengan hal perorangan atau kelompok.
e. Menitikberatkan pada proses wawancara.
3. Eclectic method
Eklektisme (eclectism) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki
berbagai sistem metode, teori atau doktrin yang dimaksudkan untuk
memahami dan menerapkannya dalam situasi yang tepat. Eklektiksme
berusaha untuk mempelajari teori-teori yang ada dan menerapkannya
dalam situasi yang dipandang tepat (Latipun, 2001:135)
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada
berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu teori. Eklektisme
berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur,
teknik. Karena itu eklektisme “dengan sengaja” mempelajari berbagai teori
dan menerapkan sesuai keadaan riil klien.
26
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan konseling
integratif. Perkembangan pendekatan ini dimulai sejak tahun 1940-an,
yaitu ketika F.C.Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan
mengumpulkan & mengevaluasi semua metode konseling yang ada.
Brammer & Shostrom (1982) sejak 1960 mengembangkan model
konseling yang dinamakan “actualization counseling” & telah membawa
konseling ke dalam kerangka kerja yang luas, yang tidak terbatas pada satu
pendekatan tapi mengupayakan pendekatan yang integratif dari berbagai
pendekatan, dan pada akhir 1960-an hingga 1977, R.Carkhuff juga telah
mengembangkan konseling eklektik, dengan melakukan testing & riset
secara komperhensif, sistematik, & integratif. ahli lain yang turut
membantu perkembangan konseling eklektik di antaranya G.Egan (1975)
dengan istilah systemic helping, Prochaska (1984) dengan nama
integrative eclectic (Latipun, 2001:136).
Kemunculan metode ini didasari oleh beberapa hal berikut:
a. Sebagai reaksi terhadap masa berlangsungnya terapi psikoanalisis yang
kenyataanya bisa berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
b. Banyak bermunculan teori, aliran, pendekatan, metode dan teknik
konseling sehingga mempengaruhi kecenderungan untuk
menerapkanya.
c. Karena lemahnya model tunggal yang kenyataanya tidak mudah untuk
diterapkan kepada semua klien.
27
Menurut Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling,
konseling eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
a. Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan suatu sistematika dalam
memberikan layanan konseling.
b. Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu
pendekatan konseling tertentu cukup sulit bagi seorang konselor.
Metode ekletik tidak hanya meliputi dua metode yang kerapkali
digunakan dalam layanan konseling (counselor-centered method dan
client-centered method), tetapi lebih luas dari itu, yakni mencakup bidang
psikoterapi seperti psikoanalisis dengan behaviouristik atau terapi kognitif
dengan pendekatan terpusat pada pribadi (Saiful Akhyar, 2007:78-79).
Secara garis besar karakteristik teknik eklektik ini dapat dikemukakan
sebagai berikut.
a. Bertumpu pada data yang dikumpulkan konselor dan dikemukakan
klien.
b. Bersangkut –paut dengan isi intelek dan kehidupan emosi.
c. Melibatkan pendekatan ilmiah atau seni hubungan antar manusia.
d. Meliputi pendidikan, jabatan atau jurusan dan bidang perorangan atau
sosial.
e. Menitikberatkan pada masalah dan proses.
28
BAB III
TINJAUAN HADITS RASULULLAH
A. Pengertian Hadits
Hadits atau Al-Hadits menurut bahasa adalah al-jadid ‘sesuatu yang baru’
lawan dari al-qadim ‘sesuatu yang lama’. Kata tersebut menunjukkan kepada
suatu waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti dalam kalimat د دیث العھ ح
لام ى أإلس Menurut Zuhri (1997: 3) .(orang yang baru mendapat petunjuk Islam) ف
Al-Hadits juga sering disebut dengan ‘Al-Khabar’, yang berarti berita, yaitu
sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Pendapat bahwa Khabar sama dengan Hadis didukung oleh Ibnu Hajjar (2007: 3)
dalam syarahnya. Akan tetapi penyamaan istilah Al-Hadits dengan Al-Khabar
masih menjadi perselisihan diantara para ulama. Disampaikan Khatabi (2002: 78)
bahwa sebagian ulama Khurasan mendefinisikan Al-Hadits sebagai sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW;
ما یروى عن الرسول صلى اهللا علیھ و سلم.Artinya: “Sesuatu yang diriwayatkan dari Rasul SAW”.
Sehingga, menurut pendapat ini, hadits berbeda dengan khabar, karena
khabar datang dari orang lain, sedangkan yang dikatakan sebagai hadits adalah
apa yang datang dari Rasulullah secara langsung.
Al-Hadits juga mengalami perluasan makna sehingga sering disamakan
dengan As-Sunnah. Namun pendapat tersebut juga tidak didukung oleh semua
ulama, terutama ahli ushul fiqh. Taufiq (1989: 90) mengatakan bahwa As-Sunnah
dan Al-Hadits merupakan dua hal yang berbeda. As-Sunnah ialah suatu jalan yang
28
29
dilakukan atau dipraktikkan oleh Nabi secara kontinyu dan diikuti oleh para
sahabatnya; sedangkan Al-Hadits ialah ucapan-ucapan Nabi yang diriwayatkan
oleh seseorang, dua atau tiga orang perawi, dan tidak ada yang mengetahui
ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.
Menurut Purnomo (2008: 50) perbedaan pendapat tentang hadits tersebut
merupakan ikhtilaf sejak zaman ulama’ di awal munculnya ilmu hadits. Hal ini
tidak mungkin dicarikan titik temu yang mewakili semua pendapat. Perbedaan
tentang definisi maupun ruang lingkup hadits tersebut biasanya berasal dari
perbedaan latar belakang keilmuan masing-masing ulama’. Hal ini dikarenakan
setiap keilmuan memposisikan hadits berbeda satu sama lain. Ulama fiqih tentu
lebih berhati-hati dan ketat dalam menentukan definisi hadits karena hadits adalah
sumber pembentuk syari’at. Ulama’ sufi mungkin lebih longgar memandang
hadits kerena mereka menjadikan hadits sebagai panduan berakhlak.
Perbandingan tersebut tentu bukan perbandingan yang benar-benar valid namun
setidaknya memberi gambaran tentag asal perbedaan pendapat mengenai hadits.
Berikut contoh lebih rinci mengenai perbedaan definisi (ta’rif) sesuai
dengan latar belakang disiplin ilmu para ulama:
1. Pengertian Hadits menurut Ahli Hadits
Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal)اقوال النبي ص م وافعالھ واحوا لھ
ihwalnya). Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan
dari Nabi SAW, yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan (Ibnu Hajjar, 2001: x). Ada juga yang
memberikan pengertian lain, yakni:
30
sesuatu yang disandarkan) ماأضیف إلى النبي ص م قوال أو فعال أوتقریرا او صفة
kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat
beliau) (Zuhri, 2011: 1).
Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian tersebut
merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai
cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan
kepada Nabi SAW (Hadits Marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang
disandarkan kepada para shahabat (Hadits Mauquf) dan tabi’in (Hadits
Maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al-Tirmidzi, “bahwasanya hadits itu
bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf, yaitu
yang disandarkan kepada shahabat dan yang maqtu’ yaitu yang disandarkan
kepada tabi’in”
2. Pengertian Hadits menurut Para Ulama Ushul
Para ulama ushul memberikan pengertian hadits sebagai segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah
yang disyari’atkan kepada manusia (Ummi Sumbullah, 2010: 7). Selain itu
tidak bisa dikatakan hadits. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri
Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa.
Pengertian di atas membatasi makna hadits sebatas segala sesuatu
yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai Rasulullah SAW. Inipun, menurut mereka harus
31
berupa ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya sedangkan
kebiasaan-kebiasaannya, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya
merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat
dikategorikan sebagai hadits.
Kedua perspektif di atas menurut Purnomo (2008: 52)
membentangkan satu perbedaan mendasar mengenai hadits yakni apakah
hadits hanya terbatas pada diri Nabi Muhammad SAW ataukah juga shahabat
dan tabiin serta apakah hadits itu mencakup segala hal dalam diri Rasulullah
SAW ataukah terbatas pada ucapan, perbuatan dan ketetapan yang terkait
dengan hukum agama saja. Khilafiah ini sangat mendasar dan sensitif dalam
pergulatan ijtihad ahli hukum Islam karena menjadi dasar pengambilan
berbagai hukum semisal penentuan bid’ah atau sunnah.
Perbedaan ini kiranya tidak dibahas lebih jauh di sini karena
penelitian ini sejak awal telah membatasi hadits dalam ‘metode bimbingan
konseling Rasulullah SAW’. Dengan demikian pemakanaan Al-Hadits lebih
mendekati pengertian Al-Hadits menurut ulama ushul yakni segala perkataan
Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya namun tanpa pembatasan hanya yang
berkaitan dengan penetapan hukum syariat.
B. Kedudukan dan Fungsi Hadits dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bukti kekayaan islam
dalam bidang ilmu pengetahuan, karena dasar-dasar pemikiran manusia dalam
bidang konseling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai sumber
32
hukum dan ajaran Islam itu sendiri, walaupun kata bimbingan dan konseling tidak
ditemukan secara etimologi dalam Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an dan Hadist
menjadi nilai tambah bagi bimbingan konseling dalam Islam dibandingkan
dengan bimbingan konseling barat. Dalam bimbingan dan konseling Islam, teori
dan prakteknya tidak hanya berdasarkan pemikiran manusia semata, namun
berlandaskan kepada nilai agama. Oleh karena itu bahwa mempelajari Al-Qur’an
dan Hadist sebagai sesuatu yang sangat penting dalam bidang bimbingan
konseling. Pembahasan Al-Qur’an dan Hadist tentang bimbingan konseling
memiliki cakupan yang luas.
Kedudukan Al-Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai syarah dan
penjelas dari kandungan Al Qur’an. Al-Hadits juga berfungsi untuk menafsirkan
kalimat yang masih mujmal (global), mengkhususkan kalimat yang masih umum,
membatasi pengertian kalimat yang masih mutlak. Selain itu Imam Nawawi
(1994: 20) menambahkan dua fungsi lainnya yakni menjelaskan maksud beberapa
lafadz secara tepat dan benar, dan menghilangkan pemahaman-pemahaman yang
menyimpang dan menjadi fokus ikhtilaf.
Allah berfirman dalam QS Al Hasyr: 7 tentang kedudukan Sunnah sebagai
sumber ajaran Islam.
فانتھوا واتقوا اللھ إن اللھ شدید العقابوما آتاكم الرسول فخذوه وما نھاكم عنھ Artinya: Apa yang diberikan oleh Rasulmu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (Al Hasyr: 7)
Selain itu disebutkan juga dalam QS. Al Ahzab (33): 36, An Anisa’ (4):
59; 65 dan 80 serta beberapa riwayat hadits di antaranya:
رین لن تضلوا و حدثني عن مالك أنھ بلغھ أن رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم قال تركت فیكم أم نة نبیھما تمسكتم بھما كتاب اللھ وس
33
Artinya: Telah aku tinggalkan semua dua perkara. Selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan pernah tersesat. (Kedua hal tersebut adalah) Kitab Allah dan sunah Rasulullah.
Allah dan Rasul-Nya seringkali menyebut Al-Quran dan Al-Hadits secara
bersamaan sebagai satu kesatuan atau menggunakan kata hubung ‘dan’ bukan
‘atau’ karena keduanya memang bersifat komplementer, mengikat satu sama lain.
Kedudukan hadits sebagai sumber hukum dan pedoman hidup selain Al-Qur’an
merupakan implikasi dari sifat ma’sum Nabi Muhammad SAW yang mengatakan
sesuatu mengikuti petunjuk Allah. Dalam Surat An-Najm ayat 3-4 ditegaskan
bahwa perkataan Nabi Muhammad SAW bukanlah karena hawa nafsu namun
merupakan bagian dari wahyu Allah baginya.
Berbagai keterangan yang menguatkan posisi hadits sebagai pedoman
muslim menjadi pijakan kuat untuk lebih mendalami penggalian makna dari
berbagai hadits shahih yang ada. Dalam sisi bimbingan dan konseling hadits
bahkan lebih mudah untuk dipahami dan diaplikasikan dengan pertimbangan
hadits muncul sebagai reaksi Nabi Muhammad SAW terhadap fenomena yang ia
temui sehingga hadits juga merupakan satu ekspresi dari seorang manusia
terhadap stimulus—tentu saja respon yang muncul dalam bimbingan Allah.
Karakter hadits yang lebih ‘membumi’ dan ‘manusiawi’ inilah yang
menjadikan hadits memiliki keunikan untuk digali dari pespektif psikologi
berbeda dengan Al-Qur’an yang sepenuhnya murni ekspresi ketuhanan meskipun
sebagiannya (sekitar sepertiga) memiliki asbabun nuzul—sebagian ahli tafsir
bahkan mengartikan asbabun nuzul sebagai latar belakang bukan penyebab
turunnya ayat sehingga ia sama sekali bukan sebuah ekspresi manusiawi.
34
BAB IV
ANALISIS METODE BIMBINGAN DALAM HADITS
A. Kandungan Metode Bimbingan dalam Hadits
Praktik-praktik Nabi dalam menyelesaikan problem-problem yang
dihadapi oleh para sahabat dapat dicatat sebagai suatu interaksi yang berlangsung
antara konselor dan klien/konseli, baik secara kelompok maupun individual. Pada
periode Makkah, terdapat dua bentuk interaksi edukatif, yaitu Nabi mendatangi
sahabat atau sahabat datang kepada Nabi baik secara pribadi maupun kelompok.
Sedangkan pada periode Madinah, fungsi dan peran Nabi adalah sebagai konselor
ideal pemberi pengarahan serta petunjuk bagi problem yang dihadapi sahabat.
Pada masa ini bimbingan tidak hanya bersifat spiritual, tetapi telah menyangkut
masalah kehidupan material (dunia) (Saiful Akhyar, 2007: 80-82).
Dalam sub-bab ini peneliti akan menampilkan beberapa hadits yang
penyampaiannya mengindikasikan adanya metode bimbingan. Untuk memastikan
ontetisitas sumber referensi peneliti upayakan setiap hadits telah dijelaskan derajat
keshahihannya. Penulis berusaha hanya mengambil hadits-hadits dalam Kitab
Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi.
Sesuai metode yang dipakai dalam penelitian dan guna mempermudah
teknik analisis data, maka hadits-hadits yang mengindikasikan adanya metode
bimbingan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Direktif, Non-Direktif, dan
Eklektik.
34
35
1. Metode Direktif
a. Hadits pertama diriwayatkan oleh Muslim
الرابع عنھ رضي اللھ عنھ أن ناسا قالوا: یا رسول اللھ ذھب أھل الدثور
باألجور
ول أموالھم. قال: <أولیس قد جعل اللھ یصلون كما نصلي، ویصومون كما نصوم، ویتصدقون بفض
تكبیرة صدقة، وكل تحمیدة صدقة، وكل تھلیلة لكم ما تصدقون بھ: إن بكل تسبیحة صدقة، وكل
صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، ونھي عن المنكر صدقة، وفي بضع أحدكم صدقة> قالوا: یا رسول
اللھ أیأتي أحدنا شھوتھ ویكون لھ فیھا أجر؟ قال: <أرأیتم لو وضعھا في حرام أكان علیھ وزر؟ فكذلك
واه مسلمإذا وضعھا في الحالل كان لھ أجر> ر .
Artinya: Dari Abu Dzarr r.a. bahwa orang-orang berkata, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi SAW pun bersabda,”Bukankah Rabb telah menjadikan sesuatu bagi kalian untuk sedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih merupakan sedekah, tahmid merupakan sedekah, memerintah kepada kebaikan juga sedekah, melarang berbuat kemungkaran merupakan sedekah, dan bersetubuh (dengan istrinya) adalah sedekah.” Mereka bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami mendapatkan pahala sedangkan ia mengikuti syahwatnya?” Rasulullah bersabda,”Bukankah seseorang yang menyalurkan syahwatnya pada yang haram ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia menempatkan syahwatnya itu pada yang halal, ia akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim: 1006)
Orang yang menghadap Nabi s.a.w. ini adalah dari golongan kaum
Muhajirin (orang-orang yang sama berpindah mengikuti Nabi s.a.w. dari
Makkah ke Madinah) yang fakir. Mereka mengadu karena merasa pahalanya
kurang dibanding dengan orang-orang kaya disebabkan tidak dapat
bersedekah karena miskinnya. Kemudian Nabi saw memberikan nasihat yang
menentramkan sekaligus memecahkan problema mereka. Satu hal yang
menarik bahwa kala itu para sahabat, baik yang kaya atau yang miskin
36
senantiasa berupaya untuk mendahului satu sama lain dalam puasa, jihad, dan
segala bidang kebaikan. Mereka berlomba dalam kebaikan (fastabiq al-
khairat).
b. Hadits kedua diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
وعن أبي محمد عبد اللھ بن عمرو بن العاص رضي اللھ عنھ قال: أخبر النبي صلى اللھ علیھ وسلم
ألقومن اللیل ما عشت. فقال رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم: <أنت أني أقول: واهللا ألصومن النھار و
الذي تقول ذلك؟> فقلت لھ: قد قلتھ بأبي أنت وأمي یا رسول اللھ. قال: <فإنك ال تستطیع ذلك؛ فصم
ھر> قلت: وأفطر ونم وقم، وصم من الشھر ثالثة أیام فإن الحسنة بعشر أمثالھا وذلك مثل صیام الد
فإني أطیق أفضل من ذلك. قال: <فصم یوما وأفطر یومین> قلت: فإني أطیق أفضل من ذلك. قال:
<فصم یوما وأفطر یوما فذلك صیام داود علیھ السالم وھو أعدل الصیام> وفي روایة: <ھو أفضل
یھ وسلم: <ال أفضل من ذلك> الصیام> فقلت: فإني أطیق أفضل من ذلك. فقال رسول اللھ صلى اللھ عل
.وألن أكون قبلت الثالثة األیام التي قال رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم أحب إلي من أھلي ومالي
وفي روایة <ألم أخبر أنك تصوم النھار وتقوم اللیل؟> قلت: بلى یا رسول اللھ. قال: <فال تفعل؛ صم
إن لجسدك علیك حقا، وإن لعینیك علیك حقا، وإن لزوجك علیك حقا، وإن لزورك وأفطر ونم وقم؛ ف
علیك حقا، وإن بحسبك أن تصوم من كل شھر ثالثة أیام فإن لك بكل حسنة عشر أمثالھا فإن ذلك صیام
ود وال تزد الدھر> فشددت فشدد علي. قلت: یا رسول اللھ إني أجد قوة. قال: <صم صیام نبي اللھ دا
علیھ> قلت: وما كان صیام داود؟ قال: <نصف الدھر> فكان عبد اللھ یقول بعد ما كبر: یا لیتني قبلت
!رخصة رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم
لك وفي روایة: <ألم أخبر أنك تصوم الدھر، وتقرأ القرآن كل لیلة> فقلت: بلى یا رسول اللھ ولم أرد بذ
إال الخیر. قال: <فصم صوم نبي اللھ داود فإنھ كان أعبد الناس، واقرأ القرآن في كل شھر> قلت: یا
نبي اللھ إني أطیق أفضل من ذلك؟ قال: <فاقرأه في كل عشرین> قلت: یا نبي اللھ إني أطیق أفضل
ذلك؟ قال: <فاقرأه في كل من ذلك؟ قال: <فاقرأه في كل عشر> قلت: یا نبي اللھ إني أطیق أفضل من
سبع وال تزد على ذلك> فشددت فشدد علي، وقال لي النبي صلى اللھ علیھ وسلم: <إنك ال تدري لعلك
37
یطول بك عمر> قال: فصرت إلى الذي قال لي النبي صلى اللھ علیھ وسلم، فلما كبرت وددت أني
ھ صلى اللھ علیھ وسلمكنت قبلت رخصة نبي الل .
<وفي روایة: <وإن لولدك علیك حقا
.وفي روایة: <ال صام من صام األبد> ثالثا
وفي روایة: <أحب الصیام إلى اللھ صیام داود، وأحب الصالة إلى اللھ صالة داود: كان ینام نصف
وما، وال یفر إذا القىاللیل ویقوم ثلثھ وینام سدسھ، وكان یصوم یوما ویفطر ی >
وفي روایة قال: أنكحني أبي امرأة ذات حسب، وكان یتعاھد كنتھ: أي امرأة ولده، فیسألھا عن بعلھا
فتقول لھ: نعم الرجل من رجل لم یطأ لنا فراشا، ولم یفتش لنا كنفا منذ أتیناه! فلما طال ذلك علیھ ذكر
فقال: <القني بھ> فلقیتھ بعد فقال: <كیف تصوم؟> قلت: كل یوم. قال: ذلك للنبي صلى اللھ علیھ وسلم
<وكیف تختم؟> قلت: كل لیلة. وذكر نحو ما سبق. وكان یقرأ على بعض أھلھ السبع الذي یقرؤه
یعرضھ من النھار لیكون أخف علیھ باللیل، وإذا أراد أن یتقوى أفطر أیاما وأحصى وصام مثلھن
فارق علیھ النبي صلى اللھ علیھ وسلم. كل ھذه الروایات صحیحة معظمھا في كراھیة أن یترك شیئا
.الصحیحین وقلیل منھا في أحدھما
Artinya: Dari Abu Muhammad Abdullah bin Al-Ash berkata,” Abu Muhammad bin Amr bin Ash meriwayatkan,” Nabi SAW diberitahu tentang ucapanku, yaitu: demi Allah, sungguh saya akan selalu berpuasa pada siang hari dan bangun pada malam untuk mengerjakan shalat selama saya hidup.’ Kemudian Rasullah bertanya,” kamukah yang mengucapkan ucapan sperti itu?’ kemudian saya menjawab,’ benar, saya yang mengatakannya wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda,’ sesungguhnya kamu tidak akan sanggup untuk berbuat demikian. Maka berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk shalat, serta berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan karena pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali. Jadi, jika kamu setiap bulan berpuasa tiga hari, maka itu seperti berpuasa sepanjang masa.’ Ia berkata,’ saya masih kuat beramal yang lebih dari itu.’ Beliau menjawab,’(kalau begitu) berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari.’ ia berkata,’ saya masih kuat bermalah lebih utama dari itu.’ Beliau bersabda,’ kalau begitu, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari juga. Demikian itu adalah puasanya Nabi Dawud AS dan inilah puasa nyang paling sedang.’ Dalam riwayat lain disebutkan,’demikian itu adalah puasa yang paling utama.’ Saya berkata,’ saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu.’ Rasulullah bersabda,’ sungguh tidak ada puasa melebihi keutamaan puasa nabi Dawud AS.’ Sebenarnya seandainya dulu saya menerima anjuran yang
38
disabdakan oleh Rasulullah SAW utnuk puasa tiga hari setiap bulannya, maka hal iu lebih aku cintai daripada keluargaku dan hartaku.” Dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah SAW bersabda,” saya mendengar bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan bangun sepanjang malam untuk shalat malam?” saya menjawab,” benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,” janganlah berbuat demikian. Berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk mengerjakan shalat. Karena, sesungguhnya tubuhmu ada hak atas dirimu, kedua matamupun ada hak akan dirimu, istrimu juga ada hak atas dirimu, dan tamumu pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah kamu berpuasa tiga hari disetiap bulanya berarti kamu berpuasa sepanjang masa.” Maka saya memperberatnya sehingga aku diperberat. Saya bertanya,” Wahai Rasulullah, saya merasa masih kuat, Nabib menjawab,” berpuasalah seperti puasanya Nabi Dawud. Jangan lebih dari itu.” Saya bertanya,” bagaimana puasanya nabi Dawud?” beliau menjawab,” setengah masa.” Ketika Abdullah sudah tua, ia berkata, ”Ah, Seandainya dahulu saya menerima keringanan yang diberikan rasulullah SAW Dalam riwayat lain disebutkan,” Sesuangguhnya untuk anakmu pun ada hak atas dirimu .” Dalam riwayat lain juga disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak dibenarkan seseorarng yang berpuasa terus sepanjang tahun.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. Selain itu dalam riwayat lain disebutkan, ”Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Nabi Dawud, shalat yang paling disukai Allah adalah cara shalat Nabi Dawud. Yaitu, beliau tidur sampai tengah malam dan bangun pada sepertiganya kemudian tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Beliau berpuasa sehari serta berbuka sehari. Selain itu, beliau tidak pernah lari ketika bertemu musuh.” Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bahwa ia berkata,” ayahku menikahkan aku dengan seorang wanita dari keturunan yang baik. Ayahku berniat mengetahui kondisi menantunnya, yakni istri anaknya. Lalu ia bertanya pada wanita itu perihal keadaan suaminya. Istrinya itu berkata,’sebaik-baik lelaki ialah suamiku itu. Ia tidak pernah menginjak hamparan kita dan tidak pernah memeriksa tabir kita-maksudnya tidak pernah berkumpul untuk menyetubuhi istrinya-sejak kita datang padanya.’ Setelah peristiwa itu berjalan lama, maka maka ayahnya memberitahukan hal tersebut pada Nabi SAW lalu beliau bersabda kepada ayahnya.’ Pertemukanlah aku dengan lelaki itu.’ Saya menemui Beliau sesudah diadukan oleh ayahku. Beliau bertanya.’ Bagaimana cara kamu berpuasa?’ Saya menjawab,’saya berpuasa setiap hari.’ beliau bertanya.’bagaimana cara kamu mengkhatamkan Al-Qur’an?’ saya menjawab.’ Setiap malam saya mengkhatamkan sekali.’ Seterusnya orang itu menyebutkan bagaimana cerita yang sebelumnya. Ia membacakan kepada salah satu istrinya sepersepuluh bacaan yang ia baca. Ia memulainya dari siang hari supaya lebih ringan ketika membacanya pada waktu malam. Jikalau ia hendak memperkuat dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah jumlah hari berbukanya itu kemudian ia berpuasa sebanyak hari berbukanya tersebut. Alasan ia melkukan demikian,
39
karena ia tidak senang kalau meninggalkan sesuatu sejak ia berpisah dengan Nabi SAW.’(Muttafaqun‘alaih. HR Bukhari: 3418 dan Muslim: 1159)
Hadits tersebut menunjukkan Nabi tidak melakukan takalluf (membebani
manusia) terutama dalam hal ibadah. Sahabat diarahkan untuk melakukan
ibadah dengan sederhana agar tidak membebani diri. Dari sisi ini terlihat Nabi
melakukan pendekatan manusiawi yang mendasarkan pada fitrah dalam
menyelesaikan problem kehidupan umat. Unsur ruh manusia hendaknya
diperhatikan hak-haknya tanpa mengabaikan unsur fisik/tubuh.
2. Metode Non-Direktif
a. Hadits ketiga diriwayatkan oleh Bukhari
وعن عطاء بن أبي رباح قال، قال لي ابن عباس رضي اللھ عنھ: أال أریك امرأة من أھل الجنة؟
قلت: بلى. قال: ھذه المرأة السوداء، أتت النبي صلى اللھ علیھ وسلم فقالت: إني أصرع وإني أتكشف ف
فادع اللھ تعالى لي. قال: <إن شئت صبرت ولك الجنة، وإن شئت دعوت اللھ تعالى أن یعافیك>
. متفق علیھفقالت: أصبر، فقالت: إني أتكشف فادع اللھ أن ال أتكشف، فدعا لھا .
Artinya: Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah meriwayatkan, “Ibnu ‘Abbas ra berkata kepadaku, “Maukah kutunjukkan seorang wanita yang termasuk ahli surga?” Aku menjawab, “Ya.” Ia berkata, “Wanita yang berkulit hitam ini, ia pernah datang kepada Nabi saw lalu mengadu, ‘Sesungguhnya saya mempunyai penyakit ayan, dan aurat saya terbuka karenanya. Oleh karena itu, mohonkanlah kepada Allah agar saya diberi kesembuhan.’ Beliau bersabda, ‘Apabila kamu mau bersabar maka bagimu surga, dan apabila kamu mau, saya pun akan berdoa kepada Allah agar engkau diberi kesembuhan.’ Wanita itu menjawaab, ‘Saya akan bersabar.’ Kemudian wanita itu berkata lagi, ‘Sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya, maka mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka.’ Maka beliau pun berdoa untuknya.” (HR. Bukhari: 5652)
Hadits ini sebagai dalil akan keutamaan sabar. Rasulullah menanggapi
permintaan wanita yang mengidap ayan agar didoakan sembuh dengan
pertanyaan retoris yang mengejutkan. Rasul memberikan pilihan pada wanita
40
tersebut apakah sanggup bersabar atas sakitnya dengan balasan surga ataukah
didoakan agar diberi kesembuhan oleh Allah. Pertanyaan tersebut memanggil
iman dalam hati wanita tersebut. Rasulullah saw yang menyadari keterbatasan
akal manusia tidak menyuruh umatnya untuk lebih memerhatikan logikanya
namun intuisi/hatinya. Hal ini dikuatkan dengan hadits (yang artinya),
“mintalah fatwa (keterangan hukum) kepada hati dan jiwamu. Kebajikan
ialah apa yang menyebabkan jiwa dan hati tentram kepadanya, sedangkan
dosa ialah apa yang merisaukan jiwa dan menyebabkan ganjalan dalam dada
walaupun orang-orang meminta atau memberi fatwa kepadamu.” (HR.
Muslim) Wanita tersebut akhirnya memilih bersabar dan minta didoakan agar
ketika kambuh auratnya tidak terbuka.
b. Hadits ke-empat diriwayatkan oleh Muslim
وعن أبي ھریرة رضي اللھ عنھ قال لما نزلت على رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم {هللا ما في
) اشتد 283م أو تخفوه یحسبكم بھ اللھ} اآلیة (البقرة السماوات وما في األرض، وإن تبدوا ما في أنفسك
ذلك على أصحاب رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم فأتوا رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم ثم بركوا
على الركب فقالوا: أي رسول اللھ كلفنا من األعمال ما نطیق: الصالة والجھاد
الصیام والصدقة وقد أنزال علیك ھذه اآلیة وال نطیقھا. قال رسول اللھ صلى اللھ علیھ وسلم: و
<أتریدون أن تقولوا كما قال أھل الكتابین من قبلكم : سمعنا وعصینا؟! بل قولوا سمعنا وأطعنا غفرانك
نزل اللھ تعالى في إثرھا {آمن الرسول بما ربنا وإلیك المصیر. فلما اقترأھا القوم وذلت بھا ألسنتھم أ
أنزل إلیھ من ربھ والمؤمنون؛ كل آمن باهللا ومالئكتھ وكتبھ ورسلھ ال نفرق بین أحد من رسلھ، وقالوا:
) فلما فعلوا ذلك نسخھا اللھ تعالى فأنزل اللھ 285سمعنا وأطعنا غفرانك ربنا وإلیك المصیر} (البقرة
لف اللھ نفسا إال وسعھا، لھا ما كسبت وعلیھا ما اكتسبت، ربنا ال تؤاخذنا إن نسینا أو عز وجل {ال یك
أخطأنا} قال نعم {ربنا وال تحمل علینا إصرا كما حملتھ على الذین من قبلنا} قال نعم {ربنا وال تحملنا
41
ا على القوم الكافرین} ما ال طاقة لنا بھ} قال نعم {واعف عنا واغفر لنا وارحمنا، أنت موالنا فانصرن
) قال نعم. رواه مسلم286(البقرة .
Artinya: Abu Hurairah RA berkata, ”Ketika ayat ini turun pada Rasulullah SAW, ’kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langi dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu,’ (QS. Al Baqarah:284). Para sahabat Rasulullah SAW merasa berat dengan kandungan ayat tersebut. Kemudian mereka menemui Rasulullah sambil berjongkok dan berkata,’Wahai Rasulullah, kami dapat melakukan amal-amal yang dibebankan kepada kami sekuat tenaga, yaitu shalat, jihad, berpuasa dan sedekah. Namun, mengenai kandungan ayat ini, kami merasa tidak mampu untuk melaksanakannya.’ Beliau bersabda, ’apakah kamu akan berkata seperti yang dikatakan oleh para ahli kitab sebelummu. Mereka mengatakan, kami mendengar dan kami melanggarnya. Janganlah seperti mereka, tetapi katakanlah,’ kami mendengar dan kami menaatinya. Ampunilah kami wahai Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.’ Ketika ayat tersebut dibaca dan lidah mereka terasa ringan membacanya, kemudian Allah menurunkan ayat selanjutnya,’ Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadannya dari Rabbnya, demikianlah pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, dan Rasul-Nya. (mereka mengatakan),’kami mendengarkan dan kami menaati.’(mereka berdoa),’ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’ Selanjutnya setelah mereka telah melaksanakan sebagaimana isi ayat diatas itu, maka Allah SWT, menurunkan ayat lagi, ’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakanya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” Ya Rabb kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.’ Beliau bersabda,’ Benar.’ “Ya Rabb kami, janganlah engkau bebankan pada kami beban berat, sebagaimana yang telah engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kami.’ Beliau bersabda,’ Benar.’ “Ya Rabb kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang kami tidak sanggup memikulnya.’ Beliau bersabda,’ Benar’ “Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’ Beliau bersabda,’ Benar.’(HR.Muslim: 125)
Dalam hadits di atas, peran Rasulullah saw terlihat membantu para
sahabat untuk memahami kondisi dengan lebih baik. Awalnya para sahabat
merasa susah dan berat dalam mengamalkan ayat tersebut. Kemudian Rasul
42
menanggapi mereka dengan menggambarkan kondisi umat terdahulu agar
para sahabat berpikir dan mengambil pelajaran. Dengan atensi penuh, para
sahabat menerima informasi/nasihat tersebut. Setelah itu rasa susah di hati
para sahabat hilang berganti dengan untaian do’a yang penuh optimis.
3. Metode Eklektik
a. Hadits kelima diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
مسعت : قال عمي حني بنيه من عنه اهللا رضي كعب قائد وكان مالك، بن كعب بن اهللا عبد وعن
غزوة يف وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول عن ختلف حني حبديثه حيدث عنه اهللا رضي مالك بن كعب
غزوة يف إال قط غزاها غزوة يف ، وسلم عليه اهللا صلى اهللا، رسول عن اختلف مل : كعب قال . تبوك
عليه اهللا صلى اهللا رسول خرج إمنا عنه، ختلف أحد يعاتب ومل بدر، غزوة يف ختلفت قد أين غري تبوك،
ولقد . ميعاد غري على عدوهم وبني بينهم تعاىل اهللا مجع حىت قريش عري يريدون واملسلمون وسلم
ا يل أن أحب وما اإلسالم، على تواثقنا حني العقبة ليلة وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول مع شهدت
. منها الناس يف أذكر بدر كانت وإن بدر، مشهد
أقوى قط أكن مل أين تبوك غزوة يف وسلم، عليه اهللا صلى اهللا، رسول عن ختلف حني خربي من وكان
تلك يف مجعتهما حىت قط راحلتني قبلها مجعت ما واهللا الغزوة، تلك يف عنه ختلفت حني مين أيسر وال
الغزوة، تلك كانت حىت بغريها ورى إال غزوة يريد وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول يكن ومل الغزوة،
كثريا، عددا واستقبل ومفازا، بعيدا سفرا واستقبل شديد، حر يف وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فغزاها
اهللا رسول مع واملسلمون يريد، الذي بوجههم فأخربهم غزوهم أهبة ليتأهبوا أمرهم للمسلمني فجلى
أن ظن إال يتغيب أن يريد رجل فقل : كعب قال " الديوان بذلك يريد " حافظ كتاب جيمعهم وال كثري
حني الغزوة تلك وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول وغزا اهللا، من وحي فيه يرتل مامل به سيخفى ذلك
43
وطفقت معه، واملسلمون وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فتجهز أصعر إليها فأنا والظالل الثمار طابت
يزل فلم أردت، إذا ذلك على قادر أنا : نفسي يف وأقول شيئا، أقض ومل فأرجع معه، أجتهز لكي أغدو
ومل معه، واملسلمون دياغا وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فأصبح اجلد، بالناس استمر حىت يب يتمادى
وتفارط أسرعوا حىت يب يتمادى يزل فلم شيئا، أقض ومل فرجعت غدوت مث شيئا، جهازي من أقض
الناس يف خرجت إذا فطفقت يل، ذلك يقدر مل مث فعلت، فياليتين فأدركهم، أرحتل أن فهممت الغرو،
النفاق، يف عليه مغموصا رجال إال وة،أس يل أرى أين حيزنين وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول خروج بعد
من تعاىل اهللا عذر ممن رجال أو النفاق، يف عليه مغموصا رجال إال أسوة، من تعاىل اهللا عذر ممن رجال أو
: بتبوك القوم يف جالس وهو فقال تبوك، بلغ حىت وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول يذكرين ومل الضعفاء،
علمنا ما اهللا يارسول واهللا ! قلت ما بئس عنه اهللا رضي جبل بن معاذ له فقال ؟ مالك بن كعب فعل ما
به يزول مبيضا رجال رأى ذلك على هو فبينا وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فسكت ، خريا إال عليه
الذي وهو األنصاري خيثمة أبو فإذا خيثمة، أبا كن : وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فقال السراب
قد وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول أن بلغين فلما : كعب قال املنافقون، ملزه حني التمر بصاع تصدق
وأستعني غدا سخطه من أخرج مب : وأقول الكذب أتذكر فطفقت بثي، حضرين تبوك من قافال توجه
عين زاح قادما أظل قد وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول إن : قيل فلما أهلي، من رأى ذي بكل ذلك على
وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول وأصبح صدقه، فأمجعت أبدا، بشيء منه أنج مل أين عرفت حىت الباطل
جاءه ذلك فعل فعل فلما للناس، جلس مث ركعتني فيه فركع باملسجد بدأ سفر من قدم إذا وكان قادما،
هلم واستغفر وبايعهم عالنيتهم منهم فقبل رجال ومثانني بضعا وكانوا له، وحيلفون إليه يعتذرون املخلفون
أمشي فجئت تعال، : قال مث املغضب تبسم تبسم سلمت فلما . جئت حىت تعاىل اهللا إىل سرائرهم ووكل
واهللا إين اهللا يارسول : قلت قال ! ظهرك ابتعت قد تكن أمل ؟ خلفك ما : يل فقال يديه، بني جلست حىت
ولكنين جدال، أعطيت لقد بعذر، سخطه من سأخرج أين لرأيت الدنيا أهل من غريك عند جلست لو
44
حدثتك وإن علي، يسخطك اهللا ليوشكن به ترضي كذب حديث اليوم حدثتك لئن علمت لقد واهللا
كنت ما واهللا عذر، من يل كان ما واهللا وجل، عز اهللا عقىب فيه ألرجو إين فيه علي جتد صدق حديث
فقد هذا أما " وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فقال : قال . عنك ختلفت حني مين أيسر وال أقوى قط
أذنبت علمناك ما واهللا : يل فقالوا فاتبعوين، سلمة بين من رجال وسار " فيك اهللا يقضي حىت فقم صدق،
إليه ذراعت مبا وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول إىل اعتذرت يكون ال أن يف عجزت لقد هذا، قبل ذنبا
زالوا ما فواهللا : قال . لك وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول استغفار ذنبك كافيك كان فقد املخلفون
لقي هل : هلم قلت مث نفسي، فأكذب وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول إىل أرجع أن أردت حىت يؤنبونين
: قلت قال لك، قيل ما مثل هلما وقيل قلت، ما مثل قاال رجالن معك لقيه نعم : قالوا ؟ أحد من معي هذا
قد صاحلني رجلني يل فذكروا : قال ؟ الواقفي أمية بن وهالل العمري، الربيع بن مرارة : قالوا ؟ مها من
كالمنا عن وسلم عليه اهللا صلى رسول وى . يل ذكرومها حني فمضيت : قال . أسوة فيهما بدرا شهدا
نفس يف يل تنكرت حىت -لنا تغريوا : قال أو -الناس فاجتنبنا : قال عنه، ختلف من بني من الثالثة أيها
يف وقعدا فاستكانا صاحباي فأما . ليلة مخسني ذلك على فلبثنا أعرف، اليت باألرض هي فما األرض،
املسلمني، مع الصالة فأشهد أخرج فكنت وأجلدهم، القوم أشب فكنت أنا وأما يبكيان، بيوما
جملسه يف وهو عليه، فأسلم وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول وآيت أحد، يكلمين وال األسواق يف وأطوف
فإذا النظر، وأسارقه منه قريبا أصلي مث ؟ أم السالم برد شفتيه حرك هل : نفسي يف فأقول الصالة، بعد
املسلمني جفوة من يعل ذلك طال إذا حىت عين، أعرض حنوه التفت وإذا إيل، نظر صاليت على أقبلت
رد ما فواهللا عليه فسلمت إيل، الناس وأحب عمي ابن وهو قتادة أيب حائط جدار تسورت حىت مشيت
؟ وسلم عليه اهللا صلى ورسوله اهللا أحب تعلمين هل باهللا أنشدك قتادة أبا يا : له فقلت السالم، علي
وتوليت عيناي، ففاضت . أعلم ورسوله اهللا : فقال فناشدته فعدت فسكت، فناشدته فعدت فسكت،
ببيعه بالطعام قدم ممن الشام أهل نبط من نبطى إذا املدينة سوق يف أمشى أنا فبينما اجلدار، تسورت حىت
45
من كتاب إيل فدفع جاءىن حىت إيل له يشريون الناس فطفق ؟ مالك بن كعب على يدل من : يقول باملدينة
اهللا جيعلك ومل جفاك، قد صاحبك أن بلغنا قد فإنه بعد أما : فيه فإذا تهفقرأ . كاتبا وكنت غسان، ملك
التنور ا فتيممت البالء من أيضا وهذه قرأا، حني فقلت نواسك، بنا فاحلق مضيعة، وال هوان بدار
عليه اهللا صلى اهللا رسول رسول إذا الوحى واستلبث اخلمسني من أربعون مضت إذا حىت فسجرا،
ماذا أم أطلقها، : فقلت امرأتك، تعتزل أن يأمرك وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول إن : فقال أتيىن،ي وسلم
بأهلك أحلقي : المرأيت فقلت . ذلك مبثل صاحيب إىل وأرسل تقربنها، فال اعتزهلا بل ال، : قال ؟ أفعل
وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول ةأمي بن هالل امرأة فجاءت األمر، هذا يف اهللا يقضي حىت عندهم فكوين
ال، : قال ؟ أخدمه أن تكره فهل خادم، له ليس ضائع شيخ أمية بن هالل إن اهللا رسول يا : له فقالت
ما أمره من كان منذ يبكي زال ما وواهللا شيء، إىل حركة من به ما واهللا إنه : فقالت . يقربنك ال ولكن
فقد امرأتك، يف وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول استأذنت لو : أهلي ضبع يل فقال . هذا يومه إىل كان
يدريين وما وسلم، عليه اهللا صلى اهللا رسول فيها أستأذن ال : فقلت ؟ ختدمه أن أمية بن هالل المرأة أذن
ال،لي عشر بذلك فلبثت ! شاب رجل وأنا فيها استأذنته إذا وسلم، عليه اهللا صلى اهللا رسول يقول ماذا
ظهر على ليلة مخسني صباح الفجر صالة صليت مث . كالمنا عن ى حني من ليلة مخسون لنا فكمل
علي وضاقت نفسي علي ضافت قد منا، تعاىل اهللا ذكر الىت احلال على جالس أنا فبينما بيوتنا، من بيت
أبشر مالك بن كعب يا : صوته بأعلى يقول سلع على أوىف صارخ صوت مسعت رحبت، مبا األرض
عز اهللا بتوبة الناس وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فآذن . فرج جاء قد أنه وعرفت ساجدا، فخررت
رجل وركض مبشرون، صاحيب قبل فذهب يبشروننا، الناس فذهب الفجر صالة صلى حني علينا وجل
جاءين فلما رس،الف من أسرع الصوت فكان اجلبل، على وأوىف قبلي أسلم من ساع وسعى فرسا إيل
واستعرت يومئذ، غريمها أملك ما واهللا ببشراه، إياه فكسوما ثويب له نزعت يبشرين صوته مسعت الذى
بالتوبة يهنئوين فوجا فوجا الناس يتلقاىن وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول أتأمم وانطلقت فلبستهما ثوبني
46
جالس وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول فإذا سجدامل دخلت حىت عليك، اهللا توبة لتهنك : يل ويقولون
من رجل قام ما واهللا وهنأين، صافحين حىت يهرول عنه اهللا رضي اهللا عبيد بن طلحة فقام الناس، حوله
عليه اهللا صلى اهللا رسول على سلمت فلما : كعب قال . لطلحة ينساها ال كعب فكان غريه، املهاجرين
عندك أمن : فقلت أمك، ولدتك مذ عليك مر يوم خبري أبشر : السرور نم وجهه يربق وهو : قال وسلم
وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول وكان وجل، عز اهللا عند من بل ، ال : قال ؟ اهللا عند من أم اهللا رسول يا
اي : قلت يديه بني جلست فلما منه، ذلك نعرف وكنا قمر، قطعة وجهه كأن حىت وجهه استنار سر إذا
عليه اهللا صلى اهللا رسول فقال . رسوله وإىل اهللا إىل صدقة مايل من أخنلع أن توبيت من إن اهللا رسول
رسول يا : وقلت . خبيرب الذى سهمي أمسك إين : فقلت لك، خري فهو مالك بعض عليك أمسك : وسلم
علمت ما اهللا فو ، بقيت ما صدقا الإ أحدث ال أن توبيت من وإن بالصدق، أجناين إمنا تعاىل اهللا إن اهللا
أحسن وسلم عليه اهللا صلى اهللا لرسول ذلك ذكرت منذ احلديث صدق يف اهللا أباله املسلمني من أحدا
يومي إىل وسلم عليه اهللا صلى اهللا لرسول ذلك قلت منذ كذبة تعمدت ما واهللا ، تعاىل اهللا أبالين مما
النيب على اهللا تاب لقد { : تعاىل اهللا فأنزل : قال بقي، فيما تعاىل اهللا حيفظين أن ألرجو وإين هذا،
الثالثة وعلى . رحيم رؤوف م إنه { : بلغ حىت ) العسرة ساعة يف اتبعوه الذين واألنصار واملهاجرين
{ صادقنيال مع وكونوا اهللا اتقوا } : بلغ حىت } رحبت مبا األرض عليهم ضاقت إذا حىت خلفوا الذين
أعظم لإلسالم اهللا هداين إذ بعد قط نعمة من علي اهللا أنعم ما واهللا : كعب قال ) ) 119 ،117 التوبة ( (
الذين هلك كما فأهلك كذبته، أكون ال أن وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول صدقي من نفسي يف
سيحلفون { : تعاىل اهللا فقال ألحد، قال ما شر الوحي أنزل حني كذبوا للذين قال تعاىل اهللا إن كذبوا،
كانوا مبا جزاء جهنم ومأواهم رجس إم عنهم فأعرضوا عنهم لتعرضوا إليهم انقلبتم إذا لكم باهللا
: التوبة ( ( } الفاسقني القوم عن يرضى ال اهللا فإن عنهم ترضوا فإن عنهم لترضوا لكم حيلفون يكسبون
95،96 ( ( .
47
حني وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول منهم قبل الذين أولئك أمر عن الثالثة أيها خلفنا كنا : كعب قال
فيه تعاىل اهللا قضى حىت أمرنا وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول وأرجأ هلم، واستغفر فبايعهم ، له حلفوا
وإمنا الغزو، عن ختلفنا خلفنا مما رذك الذي وليس { خلفوا الذين الثالثة وعلى } : تعاىل اهللا قال بذلك،
. عليه متفق . منه فقبل إليه واعتذر له حلف عمن أمرنا وإرجاؤه إيانا ختليفه هو
" اخلميس يوم خيرج أن حيب وكان اخلميس، يوم تبوك غزوة يف خرج وسلم عليه اهللا صلى النيب أن " رواية وىف
جلس مث ركعتني فيه فصلى باملسجد بدأ قدم فإذا الضحى، يف ارا إال سفر من يقدم ال وكان " : رواية وىف
. " فيه
Artinya: dari Abdillah bin Ka’ab bin Malik, ia adalah anak Ka’ab yang menuntun Ka’ab ketika buta, ia mengatakan,”aku mendengar Ka’ab bin Malik menceritakan tentang kejadian ketertinggalanya dari Rasulullah ketika perang tabuk. Ka’ab bin Malik menuturkan,” saya belum pernah terlewatkan bersama Rasulullah SAW dalam perang apapun yang beliau lakukan, kecuali dalam perang tabuk. Memang, saya juga tidak bersama beliau dalam perang badar, tetapi tidak seorangpun dicela karena tidak ikut perang badar tersebut, sebab waktu itu Rasulullah SAW bersama kaum muslimin hanyalah keluar dengan tujuan menghadang kafilah dagang Quraisy, lalu Allah SWT mempertemukan mereka dengan musuh tanpa ada rencana. Sesungguhnya saya telah ikut menyaksikan pertemuan bersama Rasulullah pada malam aqabah, ketika kami saling berbai’at untuk membela islam. Saya tidak pernah merasa lebih senang, seandainya keikutsertaan saya (dalam bai’at Aqabah) itu digantikan dengan saya ikut perang Badar, meskipun perang Badar lebih banyak disebut- sebut oleh orang banyak daripada bai’at aqabah. Adapun cerita tentang diri saya tidak ikut bersama Rasulullah SAW dalam perang tabuk, waktu itu saya sama sekali tidak pernah merasakan keadaan lebih kuat dan lebih mudah seperti ketika saya tidak ikut bersama Rasulullah SAW dalam perang tabuk itu. Demi Allah, sebelum perang tabuk, saya tidak dapat mendapatkan dua tunggangan sekaligus, tetapi waktu perang tabuk saya bisa melakukannya. Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW kalau hendak melakukan perang, maka beliau menampakkan seolah menuju arah lain. Tapi ketika perang itu, Rasulullah SAW berangkat ke tabuk sewaktu hari sangat panas, menghadapi perjalanan yang sangat jauh dan padang tandus yang sangat panjang, serta akan menghadapi musuh yang berjumlah besar. Maka Rasulullah menampakkan dengan terang kepada kaum muslimin kesulitan- kesulitan yang akan mereka hadapi, agar kaum muslimin membuat persiapan
48
yang cukup untuk mengahdapi perang itu. Rasulullah SAW pun mengabarkan kepada kaum muslimin tentang arah tujuan mereka. Waktu itu, kaum muslimin yang ikut perang tabuk bersama Rasulullah SAW sangat banyak, sehingga nama-nama mereka tidak tercatat dalam daftar. Ka’ab mengatakan,” sehingga orang-orang yang hendak tidak ikut serta akan mengira dirinya tidak akan ketahuan, selama wahyu Allah tidak turun. Rasulullah SAW berangkat ke tabuk ketika buah-buahan telah matang dan pepohonan lebat. Oleh karena itu, hati saya lebih menyukai musim itu.” Nabi SAW dan kaum muslimin pun bersiap-siap untuk berangkat, maka saya juga mulai bergerak untuk mempersiapkan diri bersama Rasulullah. Namun saya kembali tanpa menyelesaikan apa-apa, padahal hati saya berkata,”Saya mampu menyelesaikannya jika saya mau.” Demikian itu berlangsung terus sampai pasukan benar-benar akan berangkat, pada akhirnya, dipagi hari Rasulullah SAW beserta kaum muslimin berangkat, sementara saya belum menyelesaikan persiapan sama sekali. Lalu saya bergerak tetapi kemudian saya kembali lagi tanpa melakukan apa-apa. Saya terus melakukan yang demikkian itu hingga kaum muslimin semakin bergerak cepat dan sudah tidak nampak. Kemudian saya punya sedikit keinginan untuk segera berangkat menyusul kaum muslimin—hati kecil saya berkata-,”kalau seandainya ketika itu saya melakukannya.” Namun ternyata takdir menentukan lain. Saat itu apabila saya keluar ketengah-tengah manusia sesudah berangkatnya Rasulullah, hati saya merasa sedih karena saya tidak melihat ada orang yang melakukan semisal perbuatan saya selain orang-orang yang tertuduh sebagai munafik atau orang yang diberi keringanan oleh Allah SWT dari kalangan orang-orang yang lemah. Rasulullah tidak pernah menyebut-nyebut saya sampai ke tabuk. Sesampainya di tabuk barulah beliau bertanya, ketika beliau duduk,”Apa yang dikerjakan Ka’ab bin Malik? “ salah seorang dari Bani Salimah menjawab,”Wahai Rasulullah, dia terhalang oleh selendangnya dan sedang memandang kedua pinggangnya.” Tetapi Mu’adz bin Jabal membantahnya,”Betapa buruk perkataanmu!, demi Allah, yang kami ketahui pada Ka’ab bin Malik hanyalah kebaikan,” Rasulullah pun diam. Pada saat itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki yang berpakaian putih sedang berjalan dari kejauhan, menampakan seolah ada air. Rasulullah bersabda,”Mudah-mudahan itu adalah Abu Khaitsamah.” Ternyata benar, orang itu adalah Abu Khaitsamah al-Anshari. Dialah yang bersedekah dengan segantang kurma, lalu ditertawakan oleh orang-orang munafik. Ka’ab meneruskan ceritanya,”Tatkala saya mendengar bahwa Rasulullah berada dalam perjalanan pulang dari Tabuk, maka kesedihan yang sangat mulai menyelimuti saya. Saya mulai mereka-reka alasan dusta. Saya berkata, dengan apa saya bisa selamat dari murka beliau esok hari? dan saya meminta bantuan keluarga saya yang cerdas untuk mengatasi problem ini. Tetapi ketika saya mendengar Rasulullah SAW sudah dekat, hilanglah segala macam kebohongan yang saya rencanakan, serta saya yakin bahwa saya tidak akan selamat dari (murka) Rasulullah. Oleh karena itu, saya pun bertekad untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Beliau SAW. Keesokan harinya, Rasulullah tiba. Biasanya kalau beliau pulang dari bepergian maka yang
49
beliau tuju pertama kali adalah masjid. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat, lalu duduk untuk menerima kaum muslimin. Tatkala Beliau telah melakukan kebiasaannya itu, maka orang-orang yang tidak ikut bersama Beliau ke Tabuk datang mengemukakan berbagai alasan kepada Beliau disertai dengan sumpah. Jumlah mereka delapan puluh orang lebih. Maka Rasulullah menerima apa yang mereka tampakkan, lalu Beliau berkenan membai’at mereka dan memohonkan ampun pada mereka, sedangkan batin mereka Beliau serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Tibalah giliran saya menghadap. Ketika saya mengucapkan salam, beliau tersenyum sinis kemudian bersabda,”Kemarilah!” saya berjalan mendekat lalu duduk di hadapan Beliau. Lalu Beliau mulai bertanya,”Apa yang menyebabkan engkau tidak ikut berangkat?” saya menjawab,” wahai Rasulullah, sungguh andaikan saya duduk di hadapan orang selain anda, siapapun dia dari penduduk dunia, saya yakin akan dapat bebas dari kemarahannya dengan mengemukakan alasan yang bisa diterima. Sungguh saya telah dikaruniai kepandaian berbicara. Namun demi Allah, aku benar-benar yakin, kalau seandainya hari ini saya berbohong kepada anda sehingga anda ridha menerima alasan saya, tapi pasti sebentar lagi Allah akan menggerakkan hati anda untuk marah kepada saya. Sebaliknya, jika saat ini saya berkata jujur yang membuat anda marah pada saya, namun sungguh saya benar-benar mengharapkan hari esok yang baik dari Allah SWT. Demi Allah, saya sama sekali tidak mempunyai uzur. Demi Allah, saya belum pernah sekuat dan semudah ketika saya tidak mengikuti anda ke Tabuk.” Rasulullah bersabda,” orang ini telah berkata benar. Berdirilah! Tunggulah keputusan Allah terhadap dirimu.” Lalu beerapa orang dari Bani Salimah menghampiri saya, mereka berkata pada saya,” demi Allah kami tidak pernah melihatmu melakukan dosa sebelum ini. engkau benar-benar tidak mampu mengemukakan alasan kepada Rasulullah SAW seperti yang dilakukan orang-orang lain yang tidak ikut ke tabuk. Mestinya cukuplah bagimu, jika Rasulullah SAW memintakan ampun bagi dosamu itu,” Ka’ab mengatakan,” demi Allah, orang-orang dari Bani Salimah itu terus –menerus menyalahkan saya, sehingga ingin rasanya saya kembali ke Rasulullah untuk meralat perkataan saya. Tetapi kemudian saya bertanya kepada orang-orang Bani Salimah itu,” adakah orang yang lain mengalami seperti yang saya alami?”mereka menjawab,” ya, ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang engkau katakan dan mereka mendapat jawaban sama seperti yang engkau terima.” Saya bertanya,” siapakah kedua orang itu?” mereka menjawab,” Murarah bin Ar-Rabi’ al-Amri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi.” Keduanya adalah orang sholeh yang mengikuti perang Badar, pada keduanya ada alasan(bagiku). Sayapun meneruskan langkah untuk pulang ketika mereka menyebutkan keduanya untuk saya. Sejak saat itu, Rasulullah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga diantara orang-orang yang tidak ikut bersama beliau. Manusia pun menjauhi kami (atau Ka’ab mengatakan,” mereka mengubah sikap terhadap kami), sehingga bumi terasa asing bagi saya, seolah-olah bumi yang saya pijak ini bukanlah bumi yang selama ini saya kenal. Keadaan ini berlangsung selama lima puluh hari. Dua orang teman saya menyembunyikan diri dan diam di
50
rumahnya masing-masing sambil tiada henti-hentinya menangis. Diantara kami bertiga, sayalah yang paling muda dan paling kuat untuk keluar rumah, mengikuti shalat jamaah bersama kaum muslimin dan pergi ke pasar, tetapi tidak seorang pun yang mau berbicara dengan saya. Saya pergi ke tempat Rasulullah dan mengucapkan salam kepada Beliau di tempat duduk beliau sesudah shalat, sembari saya berkata di dalam hati,”Apakah Rasulullah akan menggerakkan bibir beliau untuk menjawab salam atau tidak?” kemudian saya mengerjakan shalat berdekatan dengan beliau. Sesekali saya mencuri pandang kepada beliau. Apabila saya melihat ketempat sujud saya, beliau memandang saya. Kalau saya menengok ke arah beliau, beliau berpaling dari saya. Hingga tatkala saya merasa bahwa kaum muslimin sudah begitu lama bersikap acuh kepada saya, maka saya berjalan lalu melompati pagar pekarang Abu Qhatadah. Dia adalah saudara sepupu saya dan orang yang paling saya cintai. Saya mengucapkan salam kepadanya. Namun demi Allah, ia tidak menjawab salam saya. Kemudian sayapun berkata,”Wahai Abu Qatadah, saya memintamu dengan nama Allah, bukankah engkau tahu bahwa saya ini cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?” namun Abu Qatadah hanya terdiam. Saya kembali memintanya dengan nama Allah agar ia mau menjawab, tetapi ia tetap diam. Lalu saya kembali memintanya dengan nama Allah agar ia mau menjawab, maka ia pun menjawab,” Allah dan rasul-Nya yang lebih tau!” seketika itu mengalirlah airmata saya, dan saya pun beranjak pulang meloncati pagar. Pada suatu hari, ketika saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, tiba-tiba ada seorang petani dari Syam yang datang ke Madinah untuk menjual makanan. Petani itu bertanya( kepada orang-orang yang ada di pasar),” siapakah yang dapat menunjukan ke saya kepada Ka’ab bin Malik?” orang-orang memberikan isyarat ke arah saya, petani itu mendatangi saya dan menyerahkan sepucuk surat kepada saya, dari Raja Ghassan. Saya seorang yang mampu membaca dan menulis, setelah saya baca isinya sebagai berikut,” ‘amma ba’du, sungguh telah sampai pada kami berita bahwa orang yang sedang engkau hadapi( Nabi Muhammad) mendiamkanmu, sedangkan Allah tidaklah menjadikanmu untuk tinggal ditempat yang hina dan menyia-nyiakan. Oleh karena itu, datanglah ke negeri kami. Kami pasti memberikan sikap solidaritas kami untukmu.” Setelah membaca surat itu saya berkata,” ini juga merupakan cobaan.” Kemudian saya menyalakan api tempat pembaklaran roti lalu membakar surat itu. Selang empat puluh hari (dari keseluruhan lima puluh hari) sedangkan wahyu belum turun, tiba-tiba utusan Rasulullah SAW datang pada saya seraya mengtakan,” sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkanmu untuk menjauhi istrimu!” saya bertanya,” apakah saya harus menceraikanya atau apa yang saya perbuat?” utusan itu menjawab,” tidak, tetapi jauhi ia dan jangan sekali-kali mendekatinya!” Rasulullah juga mengirimkan utusan kepada kedua orang yang senasib dengan saya (Murarah dan Hilal) membawa perintah yag sama dengan yang saya terima. Saya berkata pada istri saya, “ pulanglah pada keluargamu! Untuk sementara waktu menetaplah engkau disana, sampai keputusan Allah SWT tentang perkara ini datang!” sedangkan istri Hilal bin Umayyah menghadap Rasulullah SAW, memohon pada beliau, “ wahai Rasulullah,
51
suamiku Hilal bin Umayyah adalah seorang tua renta dan tidak mempunyai pelayan. Apakah engkau keberatan apabila saya melayaninya?” Rasulullah menjawab,” tidak , tetapi jangan sampai dia dekat-dekat denganmu.” Istri Hilal pun berkata,” demi Allah, ia sudah tidak lagi mempunyai gairah sedikitpun terhadapku. Dan demi Allah, tak henti-hentinya ia menangis sejak kejadian itu sampai hari ini.” sebagian keluarga saya berkata pada saya,” bagaimana kalau seandainya engkau meminta izin kepada Rasulullah tentang urusan istrimu, sebab Rasulullah SAW telah memberi izin bagi istri Hilal bin Umayyah untuk melayani suaminya.” Saya menjawab:” saya tidak akan meminta izin pada Rasulullah tentangnya. Saya tidak tau apa yang akan dikatakan Rasulullah SAW apabila saya meminta izin kepada beliau tentangnya sedangkan saya seorang yang masih muda.” Saya lalui kehidupan tanpa istri itu selama sepuluh malam sehingga genaplah sudah bagi kami lima puluh malam sejak ada larangan berbicara dengan kami. Kemudian saya mengerjakan shalat fajar disubuh hari kelima puluh diatap rumah kami. Pada saat saya sedang duduk dalam keadaan sebagaimana yang Allah sebutkan tentang kami (di dalam Al qur’an), disaat itu jiwa saya sangat sesak, serta bumi yang sedemikian luas terasa sempit bagi saya. Kemudian saya mendengar suara orang berteriak-teriak sambil naik ke atas gunung sal’in, ia katakan dengan suranya yang keras,” hai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! “ serta merta saya bersimpuh sujud, dan saya tahu bahwa saya telah mendapatkan solusi. Rasulullah memberitahu kepada kaum muslimin, bahwa Allah telah menerima taubat kami bertiga. Kabar itu disampaikan seusai beliau mengerjakan shalat subuh, maka kaum muslimin segera bangkit untuk mengucapkan selamat pada kami. Para pembawa berita gembira itu datang kepada dua orang yang senasib dengan saya. Sedangkan (ada dua orang yang berlomba menyampaikan kabar gembira itu untuk saya) : satu orang memacu kudanya ke arah saya dan satu oran lagi naik dari kabilah Aslam naik ke gunung (meneriakkan ucapan selamat), maka suaranya lebih cepat sampai daripada larinya kuda. Ketika datang kepada saya orang yang saya dengar teriakan selamatnya, seketika itu saya lepaskan pakaian saya dan saya kenakan kepadanya. Padahal demi Allah waktu itu saya tidak memiliki pakaian selainnya. Setelah itu saya meminjam pakaian dan berangkat untuk menghadap Rasulullah, sementara kaum muslimin menyambut saya secara berbondong-bondong mengucapkan selamat atas diterimanya taubat saya. Mereka berkata pada saya,” selamat atas pengampunan Allah kepadamu.” Sesampainya saya di masjid, ternyata Rasulullah sedang duduk dikelilingi para sahabat. Melihat kedatangan saya, Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri dan menyongsong saya, menjabat tangan saya dan memberi selamat. Demi Allah, tak seorangpun sahabat muhajirin berdiri kecuali dia (karena itulah Ka’ab tidak dapat melupakan kebaikan Thalhah). Ka’ab melanjutkan ceritanya,”Tatkala saya mengucapkan salam kepada Rasulullah saw beliau bersabda dengan wajah yang berseri-seri penuh bahagia,”Bergembiralah mendapatkan hari terbaik selama hidupmu, sejak kamu dilahirkan ibumu.” Saya bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah ini dari sisi Anda sendiri atau dari sisi Allah swt?” beliau menjawab,”Bahkan dari Allah swt.” Keadaan
52
Rasulullah jika merasa senang, maka wajah Beliau bersinar terang seolah-olah merupakan potongan rembulan. Demikianlah kami mengetahui bahwa Rasulullah saw sedang senang hatinya apabila terjadi yang demikian. Ketika saya duduk di hadapan beliau saw, saya mengatakan,”Wahai Rasulullah, sebagai bagian dari taubat saya, maka saya hendak menyedekahkan harta benda saya untuk Allah dan rasul-Nya.” Rasulullah saw bersabda,”Simpanlah sebagian harta bendamu, itu lebih baik.” Maka saya menjawab,”Saya masih mempunyai tanah yang menjadi bagian saya (hasil dari rampasan perang) di Khaibar.” Kemudian saya berkata,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan saya dengan sebab kejujuran, maka sebagai bagian taubat saya, saya tidak akan berbicara selain kejujuran selama hidup saya.” Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang pun di antara kaum muslimin yang diuji Allah untuk berkata jujur—saya menyebutkan keadaan sebenarnya kepada Rasulullah—lebih baik dari saya sampai hari ini. Demi Allah, sejak saya berjanji pada Rasulullah hingga kini, saya tidak pernah sengaja berbohong. Dan berharap semoga Allah menjaga saya dalam sisa hidup saya. Kemudian Allah swt menurunkan ayat-Nya: “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin, dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati dari segolongan mereka telah berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tiada tempat lari dari siksa Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(QS. At-Taubah : 117-119) Ka’ab mengatakan,”Demi Allah, belum pernah Allah memberi nikmat kepada saya -sesudah Allah memberi hidayah memeluk islam-yang lebih agung menurut saya dibandingkan nikmat saya bisa berkata jujur kepada Rasulullah. Sebab, andaikata saya berbohong pada Beliau, pastilah kebinasaan menimpa saya, sebagaimana menimpa orang-orang munafik yang berdusta kepada Beliau. Sungguh Allah telah berfirman kepada para pendusta di dalam wahyu yang turun berisi ucapan yang sangat memburukan seseorang. Allah berfirman:”Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha pada orang-orang yang fasik itu.”(QS. At-Taubah: 95-96) Ka’ab menuturkan,” urusan kami bertiga ditangguhkan, berbeda dengan orang-orang munafik yang telah diterima (uzurnya) oleh Rasulullah ketika mereka bersumpah kepada Rasulullah lalu Beliau membai’at mereka dan memintakan ampunan untuk
53
mereka kepada Allah. Sedangkan urusan kami ditangguhkan Rasulullah sampai Allah memutuskan untuk menerima taubat kami. Allah berfirman:“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan(penerimaan taubat) mereka....”( QS.At-Taubah:118) firman Allah tentang penangguhan kami bukan karena kami ketinggalan dari perang Tabuk, namun itu adalah penangguhan Rasulullah tentang persoalan kami bertiga, berbeda dengan orang-orang (munafik) yang bersumpah kepada Rasulullah dan menyampikan bermacam-macam alasan yang kemudian diterima oleh Rasulullah.” Al-Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah riwayat disebutkan,” Nabi SAW pada waktu perang Tabuk berangkat pada hari Kamis, dan memang Beliau memilih hari Kamis jika hendak bepergian.” Dan riwayat lain disebutkan,”biasanya Beliau kalau pulang dari bepergian pada waktu pagi, dan biasanya beliau langsung ke masjid dulu, shalat dua rakaat, kemudian duduk dimasjid itu.” Bukhari dan Muslim.
Hadits di atas mengkisahkan tentang ketertinggalan Ka’ab bin Malik
dalam perang Tabuk yang terjadi pada tahun sembilan hijriyah, dimana Nabi
memerangi Romawi yang penduduknya beragama Nasrani.
B. Analisis Metode Bimbingan dalam Hadits
1. Metode Direktif (counselor-centered method)
Metode ini disebut juga pendekatan langsung yang lebih dikenal dengan
pendekatan terpusat pada konselor, yang berasumsi bahwa klien tidak mampu
mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya. Karena itu, klien membutuhkan
bantuan dari orang lain, yaitu konselor. Dalam interaksi ini konselor berperan
aktif mengajarkan sesuatu atau menanamkan pengertian baru kepada
klien/konseli.
Contoh pelaksanaan bimbingan secara direktif sebagaimana termuat dalam
hadits berikut:
a. Hadits pertama yang artinya: “Dari Abu Dzar RA bahwa orang-orang berkata, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi SAW pun bersabda,”Bukankah Rabb telah menjadikan sesuatu bagi kalian untuk sedekah?
54
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih merupakan sedekah, tahmid merupakan sedekah, memerintah kepada kebaikan juga sedekah, melarang berbuat kemungkaran merupakan sedekah, dan bersetubuh (dengan istrinya) adalah sedekah.” Mereka bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami mendapatkan pahala sedangkan ia mengikuti syahwatnya?” Rasulullah bersabda,”Bukankah seseorang yang menyalurkan syahwatnya pada yang haram ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia menempatkan syahwatnya itu pada yang halal, ia akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim: 1006).
Terjadi komunikasi antara Rasulullah Muhammad SAW sebagai
konselor dan para sahabat sebagai klien/konseli. Para sahabat
mengungkapkan perasaan-perasaannya sehubungan dengan masalahnya.
Mereka tentu berharap untuk mendapat solusi. Dalam hadits ini, yang
menjadi poin permasalahan bagi para sahabat adalah suatu hal yang
mengagumkan. Mereka mengadukan kerisauan hatinya lantaran tidak
bisa beramal sebanyak yang dilakukan oleh sahabat yang dikaruniai harta
melimpah.
Pada masa kerasulan, saling mendahului/berlomba dalam
melakukan kebaikan merupakan kebiasaan para sahabat. Amal
kebaikan/ibadah yang dilakukan membuat kebutuhan eksistensi rohani
seorang manusia terpenuhi. Mereka senantiasa berlomba dalam puasa,
jihad dan sebagainya. Akan tetapi dalam hal sedekah sahabat yang fakir
tidak dapat “menandingi” sahabat yang memiliki kelapangan rizki.
Sebagai makhluk religius/makhluk Allah hal ini menjadi problem
tersendiri. Karena mereka ingin beribadah dengan optimal.
Rasulullah SAW menerima dan mengenali perasaan yang
diungkapkan para sahabat. Sebagai konselor, Rasul berperan membantu
55
para sahabat mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah.
Fitrah yang dimaksud adalah unsur-unsur dan sistem yang Allah
anugerahkan kepada setiap manusia, mencakup jasmani, rohani, dan
nafs; dimana fitrah berupa iman kepada Allah menjadi intinya. Ini
merupakan tujuan konseling yang substansi, sebab manusia terdiri dari
dimensi material dan spiritual yang menuntut keseimbanganan dalam
pemenuhan kebutuhannya.
Melanjutkan analisa hadits tersebut, Rasul kemudian memberikan
respon berupa kalimat tanya retoris untuk menarik atensi/perhatian para
sahabat,”Bukankah Rabb telah menjadikan sesuatu bagi kalian untuk
sedekah?” Kalimat tersebut membuat siapapun mulai berpikir lalu
semakin fokus menyimak apa yang selanjutnya akan disampaikan. Rasul
melanjutkan jawaban,”...Sesungguhnya tiap-tiap tasbih merupakan
sedekah, tahmid merupakan sedekah, memerintah kepada kebaikan juga
sedekah, melarang berbuat kemungkaran merupakan sedekah, dan
bersetubuh (dengan istrinya) adalah sedekah.”
Rasulullah SAW dengan seperangkat pengetahuan dan pengalaman
memahami kondisi klien yang merupakan para sahabat dari kaum
Muhajirin yang belum mapan dalam finansial. Apa yang disabdakan
Rasul kemudian menjadi pengertian dan pemahaman baru bagi sahabat.
Tak disangka segala sesuatu yang ada pada diri mereka dapat menjadi
sedekah. Setiap dzikir yang keluar dari lisan adalah sedekah. Siapapun
dengan keimanan tentu dapat dengan mudah mengamalkannya. Hingga
56
pemenuhan kebutuhan biologis manusia pun dihitung sedekah asal
ditempatkan pada yang halal.
Nasihat Rasul mudah dipahami dan diterima serta diamalkan oleh
para sahabat, meski dalam kesempitan rizki. Sebagai klien para sahabat
tampaknya menyetujui dan melaksanakan sesuai petunjuk Rasul sebagai
konselor. Secara jelas kelihatan bahwa dengan teknik ini, konselor secara
langsung memberikan jawaban terhadap problem yang disadari klien
sebagai sumber kecemasannya. Sementara kepercayaan terhadap
konselor lah yang akan mempengaruhi klien/konseli apakah ia akan
mengikuti saran yang diberikan atau tidak.
Dalam kasus di atas, para sahabat akan langsung menerima saran
apapun yang disampaikan Rasul. Hal ini dikarenakan fakor kepribadian,
tindakan, gerak-gerik dan kata-katanya merupakan tauladan bagi umat
Islam. Rasa hormat yang kuat turut membentuk pengabdian dan
kesetiaan kepada Rasulullah SAW dalam kehidupan dan pemikiran para
sahabat. Terlebih apa yang disabdakan Rasul merupakan bimbingan dari
wahyu.
b. Hadits kedua Muttafaqun‘alaih. HR Bukhari: 3418 dan Muslim: 1159
Pada hadits ini Rasul mendatangi sahabat untuk memberikan
nasehat. Sebelumnya Rasul mendengar berita bahwa ada seorang sahabat
yang tampak berlebihan dalam melaksanakan ibadah. Ia puasa setiap hari
dan shalat sepanjang malam. Padahal Nabi tidak melakukan takalluf
57
(membebani manusia) apalagi dalam hal ibadah. Sahabat diajarkan untuk
melakukan ibadah dengan sederhana agar tidak membebani diri.
Dari sisi ini terlihat Nabi melakukan pendekatan manusiawi yang
mendasarkan pada keseimbangan fitrah manusia yang terdiri dari unsur
jasmani, rohani dan nafs. Unsur rohani manusia hendaknya diperhatikan
hak dan kewajibannya tanpa mengabaikan unsur jasmani dan nafs.
Berlebihan dalam memenuhi salah satu unsur tentu akan mendzalimi
unsur yang lain, bahkan orang di sekelilingnya. Nabi memahami betul
perkara ini.
Rasulullah mengawali konseling dengan bertanya tentang
kebenaran berita yang sampai pada Beliau, apakah benar sahabat tersebut
yang puasa sepanjang hari dan bangun sepanjang malam untuk shalat.
Kemudian Rasul menasehati sahabat karena menyadari apa yang
dilakukannya tidak baik untuk dirinya dan orang di sekitarnya.
Dalam metode direktif, memberikan saran berarti memberikan
arah, jalan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pemikiran setelah
melaksanakan analisis mendalam (Saiful Akhyar, 2007: 67). Hal ini
terlihat dari nasehat yang diberikan Rasul,”Janganlah berbuat demikian!
Berpuasalah dan berbukalah, tidur dan bangunlah untuk mengerjakan
shalat. Karena, sesungguhnya tubuhmu ada hak atas dirimu, kedua
matamu pun ada hak akan dirimu, istrimu juga ada hak atas dirimu, dan
tamumu pun mempunyai hak atas dirimu....” Akan tetapi sahabat tersebut
tidak langsung menerima nasehat Rasul.
58
Dalam komunikasi tersebut, Rasul dan sahabat bersikap terbuka—
salah satu asas dalam konseling. Keterbukaan Rasul terwujud dengan
kesediaannya menanggapi pernyataan klien/sahabat yang mengatakan
bahwa dirinya masih kuat untuk melaksanakan ibadah yang disarankan
Rasul. Sedangkan keterbukaan klien terlihat dari dua hal, yaitu klien
membuka diri tentang masalahnya dan kedua mau membuka diri untuk
menerima saran-saran dan masukan lain. Dalam hal ini, keterbukaan
klien/sahabat membuat konselor memahami semangatnya untuk
beribadah. Pada akhirnya Rasul memberi saran agar sahabat melakukan
ibadah yang telah diperkirakan tidak melampaui batas namun disukai
Allah. Sahabat menerimanya dengan sukarela.
2. Metode Non-Direktif (client-centered mehod)
Metode ini memandang bahwa dalam proses konseling yang paling
berhak memilih, merencanakan, dan memutuskan perilaku dan nilai-nilai
mana yang dipandang paling bermakna bagi klien/konseli adalah
klien/konseli itu sendiri (Saiful Akhyar, 2007:68). Dengan cara ini konselor
memberikan bantuan yang bersifat “tidak mengarahkan, nondirective” (tidak
mengisi pikiran konseli dengan pertimbangan-pertimbangan baru), tetapi
hanya mempermudah refleksi diri dalam suasana komunikasi yang penuh
saling pengertian dan kehangatan.
Contoh pelaksanaan bimbingan dan konseling secara non-direktif
sebagaimana termuat dalam hadits berikut:
a. Hadist pertama yang artinya: Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah meriwayatkan, “Ibnu ‘Abbas ra berkata kepadaku, “Maukah kutunjukkan seorang wanita
59
yang termasuk ahli surga?” Aku menjawab, “Ya.” Ia berkata, “Wanita yang berkulit hitam ini, ia pernah datang kepada Nabi saw lalu mengadu, ‘Sesungguhnya saya mempunyai penyakit ayan, dan aurat saya terbuka karenanya. Oleh karena itu, mohonkanlah kepada Allah agar saya diberi kesembuhan.’ Beliau bersabda, ‘Apabila kamu mau bersabar maka bagimu surga, dan apabila kamu mau, saya pun akan berdoa kepada Allah agar engkau diberi kesembuhan.’ Wanita itu menjawaab, ‘Saya akan bersabar.’ Kemudian wanita itu berkata lagi, ‘Sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya, maka mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka.’ Maka beliau pun berdoa untuknya.” (HR. Bukhari: 5652)
Dalam hadits di atas, poin yang menggambarkan metode
bimbingan non-direktif terdapat pada kisah yang disampaikan Rasulullah
SAW tentang wanita berkulit hitam yang menderita penyakit ayan. Tatkala
penyakit tersebut kambuh, wanita tersebut terbuka auratnya tanpa ia
sadari. Kemudian wanita tersebut menemui Rasul agar dido’akan segera
sembuh. Rasulullah menerangkan pada wanita tersebut bahwa hilangnya
sakit tersebut dapat menghalangi nikmatnya surga yang akan ia dapatkan
ketika bersabar. Namun jika ia ingin, Rasul akan mendo’akannya agar
sembuh. Rasulullah memberi pilihan pada wanita tersebut, termasuk
penjelasan berkaitan dengan keputusan pilihan yang diambil klien, baik
mengenai untung rugi, resiko maupun konsekuensinya.
Melalui pilihan tersebut Rasul memberinya waktu untuk mengkaji
dan memadukan pengalaman-pengalamannya agar memahami perasaan,
pikiran, dan perilakunya sendiri. Dengan demikian, ia sendiri yang
menentukan pilihan dan keputusannya serta bertanggungjawab atas pilihan
dan keputusan yang diambil.
Jika diamati lebih lanjut, pilihan yang diberikan Rasul
memperlihatkan sifat empati seorang konselor dalam memahami kondisi
60
klien. Maka pilihan yang diberikan adalah menerima dengan sabar dan
ikhlas kondisi dirinya yang dapat kambuh sewaktu-waktu, dengan balasan
surga atau dido’akan sembuh. Konselor menciptakan suasana yang optimis
bagi kehidupan klien. Dengan kata lain, Rasul sebagai konselor
menumbuhkembangkan keyakinan klien bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk menetapkan keputusan yang tepat dan terbaik bagi
dirinya pribadi tanpa merugikan orang lain.
Dengan kepercayaan diri yang tengah berkembang dalam dirinya,
disertai keyakinan akan janji surga, wanita berkulit hitam yang sakit ayan
tersebut secara mandiri memutuskan untuk bersabar menghadapi
penyakitnya. Kali ini ia tidak minta dido’akan kesembuhannya, melainkan
ingin Rasul mendo’akan agar auratnya tidak terlihat manakala penyakit
ayannya kambuh. Kemudian Rasul pun mendoakannya. Sejak ini
terbayang oleh klien rangkaian kegiatan yang harus dilakukan berkenaan
dengan keputusan dan pilihannya, kemudian menyadari
tanggungjawabnya. Berkaitan dengan hal ini, Corey mengemukakan
pendekatan client-centered difokuskan pada tanggungjawab dan
kemampuan klien/konseli untuk menemukan cara-cara menghadapi
kenyataan secara lebih utuh.
b. Hadits kedua yang artinya: Abu Hurairah RA berkata, ”Ketika ayat ini
turun pada Rasulullah SAW, ’Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu,’ (QS. Al Baqarah:284). Para sahabat Rasulullah SAW merasa berat dengan kandungan ayat tersebut. Kemudian mereka menemui Rasulullah sambil
61
berjongkok dan berkata,’Wahai Rasulullah, kami dapat melakukan amal-amal yang dibebankan kepada kami sekuat tenaga, yaitu shalat, jihad, berpuasa dan sedekah. Namun, mengenai kandungan ayat ini, kami merasa tidak mampu untuk melaksanakannya.’ Beliau bersabda, ’apakah kamu akan berkata seperti yang dikatakan oleh para ahli kitab sebelummu. Mereka mengatakan, kami mendengar dan kami melanggarnya. Janganlah seperti mereka, tetapi katakanlah,’ kami mendengar dan kami menaatinya. Ampunilah kami wahai Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.’ Ketika ayat tersebut dibaca dan lidah mereka terasa ringan membacanya, kemudian Allah menurunkan ayat selanjutnya,’ Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadannya dari Rabbnya, demikianlah pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, dan Rasul-Nya. (mereka mengatakan),’kami mendengarkan dan kami menaati.’(mereka berdoa),’ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’ Selanjutnya setelah mereka telah melaksanakan sebagaimana isi ayat di atas itu, maka Allah SWT, menurunkan ayat lagi, ’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakanya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” “Ya Rabb kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.’ Beliau bersabda,’ Benar.’ “Ya Rabb kami, janganlah engkau bebankan pada kami beban berat, sebagaimana yang telah engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kami.’ Beliau bersabda,’ Benar.’ “Ya Rabb kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang kami tidak sanggup memikulnya.’ Beliau bersabda,’ Benar’ “Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’ Beliau bersabda,’ Benar.’(HR.Muslim: 125)
Para sahabat mendatangi Rasul kemudian berlutut seraya
mengutarakan isi hati dan perasaannya terkait perintah wahyu yang baru saja
turun,” Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu,” (QS. Al Baqarah:284). Ayat ini membuat para
sahabat sangat bersedih dan tertekan perasaannya. Kali ini mereka merasa
62
berat untuk melaksanakan, berbeda dengan perintah ibadah seperti shalat,
puasa, sedekah, jihad yang dapat mereka laksanakan dengan segera. Mereka
merasa takut dari muhasabah (perhitungan) Allah Ta’ala terhadap mereka
atas semua perbuatan baik kecil maupun besar. Hal ini karena kedalaman
iman dan keyakinan mereka.
Lantas Rasulullah SAW menjawab,”Apakah kamu akan berkata
seperti yang dikatakan oleh para ahli kitab sebelummu? Mereka mengatakan,
kami mendengar dan kami melanggarnya. Janganlah seperti mereka! tetapi
katakanlah, kami mendengar dan kami menaatinya. Ampunilah kami wahai
Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.” Jika diperhatikan,
sabda Rasul tersebut mempunyai efek untuk menyadarkan para sahabat.
Rasul memulainya dengan kalimat tanya untuk menarik atensi kemudian
melanjutkan dengan penjelasan sebagai pandangan baru bagi sahabat.
Kalimat Rasul mengandung keyakinan bahwa para sahabat mampu
mengamalkan ayat tersebut sebagaimana perintah lain.
Setelah dibacakan kepada para sahabat dan lidah mereka pun terbiasa,
turunlah ayat berikutnya (QS. 2: 285). Kemudian mereka melaksanakan ayat
tersebut, lalu turunlah ayat selanjutnya (QS. 2: 286) yang artinya,”Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakanya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (Mereka berdo’a) “Ya Rabb kami
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb
kami, janganlah Engkau bebankan pada kami beban berat, sebagaimana
63
yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum
kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang
kami tidak sanggup memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan
rahmatilah kami, Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir.”
Doa yang dipanjatkan sahabat menunjukkan respon positif atas ayat
yang turun. Ini berarti sahabat telah memiliki kekuatan dalam
menumbuhkembangkan keyakinan dan optimisme dalam kehidupannya.
Sahabat/klien telah mengenal sumber kecemasan dalam dirinya dan
mendapatkan solusinya dari arahan Rasulullah SAW.
3. Metode Eklektik
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada
berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu teori. Eklektisme
berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur,
teknik. Karena itu eklektisme “dengan sengaja” mempelajari berbagai teori
dan menerapkan sesuai keadaan riil klien. Konseling eklektik dapat pula
disebut dengan pendekatan konseling integratif. Metode ekletik tidak hanya
meliputi dua metode yang kerapkali digunakan dalam layanan konseling
(counselor-centered method dan client-centered method), tetapi lebih luas
dari itu, yakni mencakup bidang psikoterapi seperti psikoanalisis dengan
behaviouristik atau terapi kognitif dengan pendekatan terpusat pada pribadi
(Saiful Akhyar, 2007:78-79).
64
Contoh pelaksanaan bimbingan dan konseling secara eklektik
sebagaimana termuat dalam hadits tentang cerita Kaab Bin Malik terkait
ketidakikutsertaannya pada perang tabuk. Perasaan yang dialami manusia
pada umumnya apabila manusia tersebut mengalami tekanan berupa dipecat,
denda, dihukum, dan sebagainya, manusia pasti merasa terkejut dan emosi,
sehingga tanpa berfikir panjang meluapkan emosinya tersebut. Namun
berbeda halnya terhadap sahabat Ka’ab bin Malik.
Hadits tersebut memuat beberapa poin terkait dengan metode bimbingan
konseling. Pada awalnya, Ka’ab bin Malik (klien/konseli) menyadari apa
yang menjadi sumber kecemasannya. Ia merasa ragu-ragu antara ikut
berperang atau memanen hasil kebunnya. Sebab Rasul telah menyampaikan
resiko dari perjalanan jihad yang akan memakan waktu lama, melewati
padang tandus yang panjang, dan menghadapi musuh yang banyak. Akan
tetapi perang tidak terjadi dan pasukan pun pulang. Kembalinya Rasul dan
para sahabat membuat Ka’ab bin Malik gelisah tentang alasan apa yang akan
disampaikan kepada Rasul.
Tiba giliran menghadap Rasul, Ka’ab meyakinkan dirinya untuk
terbuka mengatakan yang sejujurnya kepada Rasulullah. Ia menerima
konsekuensi apapun yang akan diberikan oleh Rasul. Dalam hal ini, terbuka
merupakan asas konseling yang harus ada diantara konselor dan konseli.
Berikut percakapan antara Rasul dengan Ka’ab bin Malik: Ketika saya
mengucapkan salam, beliau tersenyum sinis kemudian
bersabda,”Kemarilah!” saya berjalan mendekat lalu duduk di hadapan
65
Beliau. Lalu Beliau mulai bertanya,”Apa yang menyebabkan engkau tidak
ikut berangkat?” saya menjawab,” wahai Rasulullah, sungguh andaikan
saya duduk di hadapan orang selain anda, siapapun dia dari penduduk
dunia, saya yakin akan dapat bebas dari kemarahannya dengan
mengemukakan alasan yang bisa diterima. Sungguh saya telah dikaruniai
kepandaian berbicara. Namun demi Allah, aku benar-benar yakin, kalau
seandainya hari ini saya berbohong kepada anda sehingga anda ridha
menerima alasan saya, tapi pasti sebentar lagi Allah akan menggerakkan
hati anda untuk marah kepada saya. Sebaliknya, jika saat ini saya berkata
jujur yang membuat anda marah pada saya, namun sungguh saya benar-
benar mengharapkan hari esok yang baik dari Allah SWT. Demi Allah, saya
sama sekali tidak mempunyai uzur. Demi Allah, saya belum pernah sekuat
dan semudah ketika saya tidak mengikuti anda ke Tabuk.” Rasulullah
bersabda,” orang ini telah berkata benar. Berdirilah! Tunggulah keputusan
Allah terhadap dirimu.”
Sementara itu, Rasul mengondisikan masyarakat untuk tidak
berinteraksi dengan Ka’ab bin Malik. Hal ini sebagai bagian pelajaran
sekaligus menunggu turunnya wahyu yang menjawab taubat yang
dilakukannya. Waktunya sekitar 50 hari. setelah itu, turun wahyu yang
mengabarkan bahwa taubat Ka’ab bin Malik diterima. Sahabat pun berlomba-
lomba memberitahukan kabar gembira ini kepadanya. Tidak ada lagi yang
menyimpan kekesalan padanya.
66
Tujuan terapi yang dilakukan Rasulullah agar klien mempunyai
kesadaran secara utuh sehingga ia sadar akan keberadaan dan potensinya
sehingga terbuka sesuai dengan kemampuannya. Kesadaran yang utuh artinya
sadar akan keadaannya sekarang, memilih dan memikul tanggung jawab
untuk memilih. Penting untuk membangun kesadaran klien agar mampu
memutuskan pilihan (memilih) sehingga ia menjadi bebas dan
bertanggungjawab atas hidupannya.
Kecemasan sebagaimana yang dialami kaab bin malik akibat
kebingungan untuk memilih karena tidak ada jaminan kepastian. Maka ka’ab
harus menyadari pilihannya untuk menghadapi kecemasan dan menerima
kenyataan. Jadi tujuan terapi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah untuk
membantu klien kearah kenyataan dan belajar untuk mengakui ketika mereka
menipu diri sendiri. Dikatakan para pakar eksistensial, bahwa tidak ada jalan
keluar dari kebebasan selama manusia menghindar untuk bertanggungjawab.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada hadits tentang cerita ka’ab bin
malik ini, Rasulullah menggunakan pendekatan eksistensial. karena
pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan
klien. Individu yang mengalami krisis perkembangan seperti masalah karier,
kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa
transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa. Mereka yang
mempunyai masalah tersebut memungkinkan digali pengalaman-
pengalamannya guna menjawab pertanyaan-pertanyaan hidupnya. Mereka
67
diberikan media untuk menyadari kebebasan dan tanggungjawab pada pilihan
hidupnya.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis beberapa hadits di atas, peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa :
Metode Bimbingan yang dilakukan oleh Rasulullah yang termuat dalam
kitab Riyadhus Shalihin, bahwa Rasulullah menitikberatkan pada perbedaan
individu daripada persamaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai pemberian layanan
terhadap masing-masing individu berdasarkan masalah yang dihadapinya.
Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu menjadi pertimbangan dalam
menyesuaikan beban dan menakar kemampuan yang dimiliki klien. Sebagaimana
didalam al Quran (QS Al-Baqarah: 286) dan hadits yang diriyatkan muslim
’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakanya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya.”. Konseling berangkat dari kondisi objektif
klien, supaya klien dapat memahami, menerima dan melaksanakan arahan yang
diberikan konselor. Pada metode direktif Rasulullah melakukan proses konseling,
Rasulullah sebagai konselor secara langsung memberi jawaban atau nasehat
terhadap problem yang dialami klien/sahabat. Pada metode Non-direktif
bimbingan Rasulullah kepada klien memperhatikan dinamika yang terjadi dalam
melakukan terapi Rasulullah tidak mengulang hal-hal lama yang bersifat
monoton. Rasulullah melakukan kegiatan secara dinamik sehingga
menghantarkan klien kearah tujuan yang hendak dicapainya. Pada Metode
68
69
eklektik Rasulullah memberi ruang dan kesempatan bagi klien untuk menyadari
kebebasan dan tanggungjawab yang diambil oleh klien.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari akan keterbatasan hasil penelitian yangmasih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu berikut beberapa keterbatasan peneliti, diantaranya :
1. Peneliti tidak mampu memberikan deskripsi yang jelas terkait sebab-
sebab turunya hadits (asbabbulwurud) dan proses konseling yang
mendalam, karena keterbatasan informasi.
2. Peneliti tidak dapat mengungkapkan dan menerangkan tentang hal-hal
diluar batasan penelitian.
3. Peneliti menyadari akan kekurangan rujukan sebagai bahan penelitian
karena keterbatasan waktu.
4. Peneliti menyadari bahwa masih banyak hadits dan metode yang
digunakan oleh Rasulullah, namun pada penelitian ini hanya mampu
mengambil metode secara umum dan beberapa hadits saja.
Dikarenakan keterbatasan waktu dan referensi.
C. Saran
Hasil penelitian ini perlu ditindak lanjuti untuk meningkatkan pemahaman
konselor tentang metode bimbingan Islam. Dalam penerapan bimbingan dan
konseling, metode atau pendekatan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan konseling. Seorang konselor dituntut mampu
menerapkan metode yang tepat selama konseling berlangsung. Dalam dunia
bimbingan dan konseling islam, metode yang digunakan harus menjaga
70
karakteristiknya sesuai dengan epistimologi bimbingan dan konseling islam.
Metode bimbingan dan konseling yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW adalah contoh paling riil dan komprehensif yang compatible dengan
bimbingan dan konseling Islam pada masa kini sehingga para konselor hendaknya
lebih intens meneladani Rasulullah sebgai sebaik-baik konselor.
71
Daftar Pustaka
‘Aidh bin Abdullah al- Qarni. Visualisasi Kepribadian Muhammad. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Cet.10. terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi
Anwar Sutoyo. 2010. Teori dan Praktik Bimbingan dan Konseling Islam. Semarang: Widya Karya.
Elfi Mu’awanah. Tt. Bimbingan konseling Islam: Memahami Fenomena Kenakalan Remaja dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam.Yogyakarta: Teras.
Farid Hasyim dan Mulyono. 2010. Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ibnu Hajjar. 2008. Fat-hul Baari: Risalah Idaarah al-Buhuuts al-Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyaad. Saudi: Beirut.
Hamdani Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Al-Manar. Cet.3
Hamka. 2008. Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Husen Madhal, Abror Sodik, Nailul Falah. 2012. Hadis BKI Edisi Revisi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Kaelan. 2010. Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma.
Marcel A. Boisard. 1980. Humanisme dalam Islam.
Muhammad Anis Matta.2003. Membentuk Karakter cara Islami. Jakarta: Al-I’tishom.
Muzamil Qomar. 2002. Epistemologi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Noeng Muhadjir. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Prayitno dan Erman Amti. Tt. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta
Saiful Akhyar Lubis. 2007. Konseling Islam: Kyai dan Pesantren. Elsaq Press.
Samsul Munir Amin.2010. Bimbingan dan Konsiling Islam. Jakarta: Amzah.
72
Titscher, Stefan dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Penerjemah: Gazali, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Umi Sumbulah. 2010. Kajian Kritis Ilmu Hadits. Malang: UIN-MALIKI.
Zuhri. 1997. Hadits Nabi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,
Yogyakarta : UII Press. 1992,
Latipun (2003) Psikologi Konseling. Malang : UPT Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Malik bin Anas Abu A’badullah at-Ashbaniy, Muwatha’ al-Imam Malik.
(Mesir : Dariyah at-Turats-A’rabhiy
http://id.wikipedia.org/wiki/Viktor_Frankl (jimmy wales)
http://www.jokoyuwono.com/index.php?option=com_content&view=article&i
d=88:pandangan-terapi-eksistensial&catid=39:roctab
http://elyf-smileholic.blogspot.com/2010/02/terapi-eksistensial.html
http://www.scribd.com/doc/27712598/Eksistensialisme
Daftar Pustaka
‘Aidh bin Abdullah al- Qarni. Visualisasi Kepribadian Muhammad. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Cet.10. terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi
Anwar Sutoyo. 2010. Teori dan Praktik Bimbingan dan Konseling Islam. Semarang: Widya Karya.
Elfi Mu’awanah. Tt. Bimbingan konseling Islam: Memahami Fenomena Kenakalan Remaja dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam.Yogyakarta: Teras.
Farid Hasyim dan Mulyono. 2010. Konseling Religius. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ibnu Hajjar. 2008. Fat-hul Baari: Risalah Idaarah al-Buhuuts al-Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyaad. Saudi: Beirut.
Hamdani Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Al-Manar. Cet.3
Hamka. 2008. Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Husen Madhal, Abror Sodik, Nailul Falah. 2012. Hadis BKI Edisi Revisi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Kaelan. 2010. Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma.
Marcel A. Boisard. 1980. Humanisme dalam Islam.
Muhammad Anis Matta.2003. Membentuk Karakter cara Islami. Jakarta: Al-I’tishom.
Muzamil Qomar. 2002. Epistemologi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Noeng Muhadjir. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Prayitno dan Erman Amti. Tt. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta
Saiful Akhyar Lubis. 2007. Konseling Islam: Kyai dan Pesantren. Elsaq Press.
Samsul Munir Amin.2010. Bimbingan dan Konsiling Islam. Jakarta: Amzah.
Titscher, Stefan dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Penerjemah: Gazali, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Umi Sumbulah. 2010. Kajian Kritis Ilmu Hadits. Malang: UIN-MALIKI.
Zuhri. 1997. Hadits Nabi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,
Yogyakarta : UII Press. 1992,
Latipun (2003) Psikologi Konseling. Malang : UPT Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Malik bin Anas Abu A’badullah at-Ashbaniy, Muwatha’ al-Imam Malik.
(Mesir : Dariyah at-Turats-A’rabhiy
http://id.wikipedia.org/wiki/Viktor_Frankl (jimmy wales)
http://www.jokoyuwono.com/index.php?option=com_content&view=article&i
d=88:pandangan-terapi-eksistensial&catid=39:roctab
http://elyf-smileholic.blogspot.com/2010/02/terapi-eksistensial.html
http://www.scribd.com/doc/27712598/Eksistensialisme
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Abdul Jalil
Tempat/Tanggal lahir : Wonogiri 18 Januari 1992
Alamat : Pule 04/04, Pule, Jatisrono, Wonogiri
E-mail : [email protected]
No. HP : 085728178656
Riwayat Pendidikan :
1. SD N 2 Pule Jatisrono (1998-2004)
2. MTs Ar-Rahman Slogohimo (2004-2007)
3. SMAIT Al-Hikmah Boyolali (2007-2010)
4. IAIN Surakarta (jurusan BKI) (2010-2017)
Riwayat organisasi :
1. OSIS MTs Ar-Rahman Slogohimo (Ketua Umum)
2. Pramuka MTs Ar-Rahman Slogohimo
3. OSIS SMAIT Al Hikmah (Ketua Umum)
4. Ithiha athulabah Ma’had alhikmah (ITHMAH)
5. Pandu Pelajar SMAIT Al Hikmah
6. Klub Nasyid Shohwatusyabab (S2)
7. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) IAIN Surakarta ( Ketua Umum)
8. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMMI) komisariat Al-Aqsha
IAIN Surakarta di Bidang Kajian strategis (Kastrat) [2011-2012] dan
anggota
9. Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) jurusan Bimbingan Konseling
Islam.
10. Program Pendampingan dan Pembelajaran Baca Tulis Al Qur’an
(P3MBTA)
11. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Arsitek Peradaban IAIN
Surakarta di Kementrian sosial.
12. Forum Mahasiswa Wonogiri (Forsmagiri)
13. FMKI (Forum Mahasiswa Konseling Islam) Sebagai Anggota
14. Remaja Masjid Pule (REMMAPUL)
15. Pengurus takmir masjid jami’ al ikhlas dusun pule.
16. Anggota karang taruna dusun pule desa pule
Riwayat pekerjaan:
1. Musyrif di boarding yayasan Nur Hidayah Surakarta (mengampu siswa
SMAIT Nur Hidayah Boarding School)
2. Staf Pengajar di Ponpes Islam Terpadu Al Hikmah
3. Staf Funrising Nusantara Peduli.