skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5049/1/skripsi fix...pelaksanaan eksekusi jaminan...
TRANSCRIPT
-
PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
PERSPEKTIF HUKUM
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim
Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
MARDIYAH
NIM: 21414063
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
-
ii
-
iii
PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
PERSPEKTIF HUKUM
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim
Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
MARDIYAH
NIM: 21414063
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
-
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : MARDIYAH
NIM : 21414063
Judul : PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN
PEMBIAYAAN PERSPEKTIF HUKUM
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-
Khalim Temanggung)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Salatiga, 05 November 2018
Pembimbing
Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
NIP. 19741123000032002
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mardiyah
NIM : 21414063
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
PERSPEKTIF HUKUM
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim
Temanggung)
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karyatulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Naskah skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN
SALATIGA.
Salatiga, 05 November 2018
Yang menyatakan
Mardiyah
NIM: 21414063
-
vi
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa No. 09Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
PERSPEKTIF HUKUM
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung)
Oleh:
Mardiyah
NIM: 21414063
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, 19 November
2018 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum (SH).
mailto:[email protected]
-
vii
MOTTO
Allah tidak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya
"Apa yang sedikit tetapi mencukupi adalah lebih baik daripada
banyak tetapi melalaikan"
(H.R Abu Dawud)
-
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kebahagiaan serta kerendahan hati, skripsi ini penulis
persembahkan kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya di dunia ini,
serta atas izin Ridho-Nya yang telah memudahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
2. Kedua orang tua tercinta, ibu Dilah dan bapak Ngasimin yang rela ikhlas
mendo’akan dan merestui penulis selama menuntut ilmu sehingga
memudahkan dalam menjalaninya, serta telah memberikan materi yang tiada
henti tanpa mengharap balasan.
3. Kakakku Wahyudi dan Istri, yang selalu memberikan semangat, dukungan
dan do’a kepada penulis dengan penuh keihklasan.
4. Calon imamku Taufik Rahmad Sholikhin terimakasih yang dengan sabar
menasihati dan memotivasi penulis sampai skripsi ini selesai, yang selalu
menghibur dan membuat penulis sadar akan sebuah cita-cita yang besar.
5. Sahabat-sahabat penulis Khurromiyah, Ulfa Nur Hamidah, S.H dan Lukito
Sazaly yang selalu menghibur dan membantu dalam hal apapun.
6. Teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah 2014 terima kasih telah
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
7. Manajer dan segenap karyawan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Al-Khalim
Temanggung yang telah membantu memberikan fasilitas dan waktunya.
-
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmad, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi agung, Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
Islamiyah, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana
Strata Satu (S1) Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) dengan
judul PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN PERSPEKTIF
HUKUM (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung).
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya serta menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H.,M.Si selaku Ketua Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah IAIN Salatiga.
4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan keteladan telah berkenan meluangkan waktu dan
memberikan pemikirannya serta nasihatnya untuk membimbing dan
-
x
mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal sesuai
dengan yang diharapkan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah yang telah membekali ilmu
pengetahuan serta agama kepada penulis selama menempuh perkuliahan di
kampus IAIN Salatiga.
6. Teman-teman seperjuangan jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan
tahun 2014 IAIN Salatiga yang selalu menemani dan memotivasi.
Penulis juga mengucapkan mohon maaf apabila selama ini penulis telah
memberikan keluh kesah dan segala permasalahan kepada seluruh pihak. Semoga
Allah SWT membalas semua amal kebaikannya serta memberikan pahala,
maghfirah dan mencatatnya sebagai amal shalih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Hal itu tidak
lain karena keterbatasan kemampuan, waktu dan dana yang penulis miliki. Untuk
itu kiranya pembaca dapat memberikan saran yang membangun guna melengkapi
skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 05 November 2018
Mardiyah
NIM. 21414063
-
xi
ABSTRAK
Mardiyah. 2018. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan Perspektif Hukum
(Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung). Skripsi.
Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
Kata Kunci: Eksekusi, Jaminan, Pembiayaan
BMT adalah suatu lembaga keuangan syariah yang menjadi pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat beragama Islam dengan berlandaskan syariat Islam. Dimana
BMT juga mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil ke bawah dan kecil dengan
mendorong kegiatan menabung dan meminjam pembiayaan ekonomi. Dilihat dari
maraknya kasus yang terjadi dalam praktek suatu lembaga pembiayaan
konvensional, bilamana terdapat debiturnya yang menunggak pembayarannya
sampai beberapa bulan, kadang dilakukan penarikan. Tidak jarang terjadi
penarikan terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debt Collector.
Fakta di lapangan menunjukkan, lembaga pembiayaan dalam melakukan
perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi
ironisnya, tidak dibuat dalam Akta Notaris dan tidak didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia. Padahal prosedur hukumnya telah ada dan diatur sangat jelas
khususnya dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.010/2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
eksekusi jaminan pembiayaan dan mengetahui apakah pelaksanaan eksekusi
jaminan pembiayaan telah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 130/PMK.101/2012.
Penelitian ini adalah field research dengan pendekatan yuridis normatif. Subyek
penelitian ini adalah pimpinan kator KSU BMT Al-Khalim Temanggung,
Karyawan KSU BMT Al-Khalim Temanggung dan nasabah yang bersangkutan
untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan yang dilaksanakan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Eksekusi jaminan
pembiayaan pada KSU BMT Al-Khalim Temanggung telah sesuai dengan hukum
Islam, yaitu apabila pada akhir waktu yang telah ditentukan nasabah belum
membayar utangnya, hak BMT adalah menjual. Tetapi BMT hanyalah sebesar
piutangnya dengan akibat apabila harga penjualan barang jaminan lebih besar dari
jumlah utang, nasabah masih menanggung pembayaran kekurangannya. Akan
tetapi KSU BMT Al- Khalim Temanggung tidak sesuai pada Peraturan Menteri
Keuangan nomor 130/PMK.010/2012 yaitu jaminan tidak didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Fidusia dengan konfirmasi bahwa nilai pembiayaan relatif
kecil dan biaya pendaftaran yang cukup besar sehingga akan menambah beban
kepada nasabah.
-
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ....................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING ......................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ v
PENGESAHAN ..................................................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ....................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 7
G. Metode Penelitian ....................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
-
xiii
BAB II EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
A. Ruang Lingkup BMT (Baitul Maal wa Tamwil) ....................... 16
B. Pembiayaan ..................................................................................... 21
C. Jaminan ............................................................................................ 26
D. Eksekusi........................................................................................... 37
E. Peraturan Perundang-undangan tentang Jaminan Fidusia ....... 42
BAB III EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN KSU BMT AL-
KHALIM TEMANGGUNG
A. Gambaran Umum KSU BMT Al-Khalim Temanggung ........ 47
1. Sejarah Berdirinya KSU BMT Al-Khalim Temanggung . 47
2. Legalitas Perusahaan ............................................................. 48
3. Logo Perusahaan ................................................................... 49
4. Visi dan Misi .......................................................................... 50
5. Kelembagaan .......................................................................... 51
6. Struktur Organisasi ............................................................... 51
7. Jenis-jenis Produk KSU BMT Al-Khalim Temanggung . 53
B. Mekanisme Pembiayaan ......................................................... 55
C. Eksekusi Jaminan Pembiayaan ............................................... 57
1. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Eksekusi Jaminan
Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temangung .......... 57
2. Prosedur Eksekusi Jaminan yang dilakukan KSU BMT Al-
Khalim Temanggung ......................................................... 58
BAB IV PENERAPAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN
PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM TEMANGGUNG
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2012
A. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-
Khalim Temanggung ................................................................... 64
B. Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 130/PMK.010/2012 terhadap Pelaksanaan Eksekusi
Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temanggung 68
-
xiv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 74
B. Saran ........................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Allah SWT menciptakan manusia dengan karakter saling membutuhkan
antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Tidak semua orang memiliki
apa yang dibutuhkannya. Sebaliknya seseorang membutuhkan sesuatu yang
orang lain telah memilikinya. Melihat kenyataan pada zaman sekarang, banyak
tuntutan hidup yang harus dipenuhi. Perkembangan kegiatan pembangunan dan
transaksi jual beli yang semakin maju, manusia sebagai konsumen semakin
membutuhkan uang atau dana untuk memenuhi segala kebutuhannya. Akan
tetapi kebutuhan yang semakin meningkat dan pendapatan yang selalu tidak
dapat dipenuhi sehingga masyarakat mencari alternatif lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut. Masyarakat dapat menggunakan
cara yang berbeda-beda, salah satunya yaitu diperoleh melalui kegiatan pinjam
meminjam.
Akan tetapi, pinjaman pada kurun dewasa ini, cenderung membutuhkan
alat Pengikat (jaminan) sebagai konsekuensi dari kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman yang ada. Hal semacam ini dalam Islam dikenal
dengan Rahn, yang dalam konsep fiqih merupakan suatu sarana pengikat
terhadap pinjaman atau transaksi tidak tunai yang dilakukan antara kedua belah
pihak (Abd Ghofar, 2012:4).
-
2
Islam sangat dianjurkan memberikan jaminan dalam melakukan akad
hutang piutang sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah : 283
Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah
kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. Dan Barangsiapa
yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Sebagian ummat yang mengaku Islam dan berniat menjalankan ajaran
Islam secara kaffah, tentunya dalam segala bentuk kegiatan termasuk dalam
melakukan transaksi keuangan ataupun perdagangan harus tetap berpegang teguh
pada syari’at Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan hadis. Sejalan dengan
perkembangan perekonomian di Indonesia khususnya bidang perbankan
terhitung sejak tahun 1993 masyarakat telah mulai diperkenalkan dengan adanya
lembaga keuangan syariah yang beroperasi dengan sistem bagi hasil yang
berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadis. Salah satu lembaga keuangan syariah
tesebut adalah BMT (Baitul Mal wa Tamwil).
-
3
BMT melaksanakan dua jenis kegiatan yaitu baitul maal dan baitul
tamwil. Baitul maal menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Adapun baitul tamwil
ialah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan pengusaha kecil ke bawah dan kecil dengan mendorong
kegiatan menabung dan meminjam pembiayaan ekonomi (Manan, 2012:365).
Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai
lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan
syariat Islam.
Salah satu resiko besar yang terdapat dalam setiap lembaga keuangan
baik itu lembaga keuangan konvensional ataupun lembaga keuangan syari’ah
yaitu Pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau macet memberikan
dampak yang buruk terhadap lembaga keuangan tersebut. Salah satu dampaknya
adalah tidak terlunasinya pembiayaan sebagian atau seluruhnya. Semakin besar
pembiayaan bermasalah maka akan berdampak buruk terhadap tingkat kesehatan
likuiditas suatu lembaga keuangan tersebut. Dan ini juga berpengaruh pada
menurunnya tingkat kepercayaan para deposan yang menitipkan dananya. Oleh
karena itu sangat penting untuk menyusun langkah-langkah tepat yang mana
diperlukan sebuah penangan terhadap pembiayaan bermasalah sebagai langkah
penyehatan dan perbaikan terhadap neraca keuangan. Hal ini perlu hati-hati
sedini mungkin guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian
hari.
-
4
Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan
perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara
fidusia.Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di
Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat, akta semacam itu dapat
disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan. Dilihat maraknya kasus yang
terjadi dalam praktek suatu Lembaga Pembiayaan (Leasing), bilamana terdapat
debiturnya yang menunggak pembayarannya sampai beberapa bulan, kadang
dilakukan penarikan. Tidak jarang terjadi penarikan terhadap obyek jaminan
fidusia yang dilakukan secara paksa oleh Debt Collector penerima fidusia
walaupun ada pula yang dengan sukarela oleh pemberi fidusia. Lembaga
pembiayaan banyak melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Selama ini perusahaan pembiayaan
merasa tindakan mereka aman dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi
karena masih lemahnya daya tawar nasabah terhadap kreditur sebagai pemilik
dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah.
Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya
sektor lembaga pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia
dengan akta di bawah tangan. Hal ini menunjukkan lembaga pembiayaan banyak
yang nakal, dimana mereka tidak menjalankan usahanya sesuai dengan prosedur
hukum yang ada. Padahal prosedur hukumnya telah ada dan diatur sangat jelas
khususnya dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.010/2012.
-
5
Hal tersebut sangat menarik bagi penulis karena banyak praktik penarikan
dan penagihan angsuran nasabah yang bermasalah sehingga membutuhkan
penanganan yang tepat. Maka berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian di BMT. BMT adalah suatu lembaga keuangan
syariah yang menjadi pendukung kegiatan ekonomi masyarakat beragama Islam
dengan berlandaskan syariat Islam. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
metode KSU BMT Al-Khalim Temanggung dalam melakukan eksekusi jaminan
pembiayaan terhadap nasabah yang melakukan pembiayaan bermasalah. Adapun
judul penelitian ini adalah “Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-
Khalim Temanggung”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-
Khalim Temanggung?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 terhadap Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT
Al-Khalim Temanggung ?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT
Al-Khalim Temanggung
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 terhadap Praktik Eksekusi Jaminan
Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temanggung
-
6
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teoritis: penelitian ini berguna bagi kalangan intelektual, pelajar, praktisi,
akademisi dan masyarakat umum untuk dapat mengetahui dan untuk
memberikan sumbangsih secara spesifik mengenai teori-teori yang berkenaan
dengan praktik eksekusi jaminan pembiayaan yang sesuai dengan kaidah
hukum Islam dan peraturan menteri keuangan nomor 130/pmk.010/2012 yang
dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam melakukan pembiayaan.
Sehingga masyarakat tertarik untuk berpindah dari pembiayaan konvensional
ke pembiayaan syariah. Selain itu diharapkan dapat memperkaya khazanah
pemikiran keislaman pada umumnya civitas akademik Fakultas Syari’ah
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah pada khusunya serta menambah wawasan
bagi penulis dengan harapan menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya
sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan memperoleh
hasil yang maksimal.
2. Praktis: penelitian ini bermanfaat bagi lembaga keuangan syari’ah atau BMT
lainnya dalam melakukan Eksekusi Jaminan Pembiayaan secara tepat sesuai
dengan kaidah hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan nomor
130/pmk.010/2012.
3. Kebijakan: penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi KSU BMT Al-
Khalim Temanggung maupun BMT lainnya dalam merumuskan kebijakan
-
7
mengenai Praktik Eksekusi Jaminan Pembiayaan sesuai kaidah hukum yang
ada.
E. PENEGASAN ISTILAH
1. Pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujun atau kesepakatann antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil (Nasihin, 2012:12)
2. Eksekusi yang dimaksud adalah eksekusi barang jaminan hutang, yaitu
penyitaan dan penjualan barang yang dijadikan jaminan hutang akibat dari
pihak pemberi jaminan atau penerima hutang (debitur) tidak melaksanakan
prestasinya.
3. BMT adalah merupakan suatu lembaga-lembaga pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil dengan berlandaskan syariat Islam. Baitul Mal wa Tamwil
mempunyai dua istilah, yaitu Baitul Mal dan Baitul Tamwil. Baitul Mal lebih
mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang
nonprofit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Adapun Baitul Tamwil sebagai
usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Soemitro, 2009:17).
F. TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum membahas skripsi ini lebih mendalam, penulis mencoba
mengkaji karya-karya skripsi yang terdahulu dengan tema serupa tetapi lain
-
8
pembatasan masalahnya atau objeknya sama tetapi temanya berbeda. Kajian
pustaka ini bertujuan untuk mengetahui validasi penelitian yang dilakukan
penulis. Penelitian terdahulu menjadi suatu pijakan awal untuk sikap berbeda
dengan penelitian yang lain, tentunya yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan penulis. Ada beberapa skripsi yang temanya mendekati dengan
penelitian penulis, antara lain:
Tesis Shinta Andriani, dengan judul “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan
Fidusia di Perum Pegadaian Kota Semarang” menguraikan mengenai bagaimana
pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 di Perum Pegadaian cabang Depok
dan cabang Mrican serta menganalisis keabsahan eksekusi di bawah tangan yang
dilakukan oleh Perum Pegadaian di Perum Pegadaian Cabang Depok dan Cabang
Mrican.
Skripsi Anis Nurbaeti, dengan judul “Tinjauan Tentang Pelaksanaan
Eksekusi Benda Jaminan Fidusia yang Tidak Terdaftar (study kasus di PT. Adira
Finance, Cirebon)” yang merumuskan permasalahan mengenai pelaksanaan
perjanjian konsumen dengan jaminan fidusia, bagaimana proses pelaksanaan
eksekusi obyek fidusia yang tidak terdaftar, dan kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi tersebut.
Tesis RM. Leonardo Charles Wahyu Wibowo, dengan judul “Eksekusi
Jaminan Fidusia dalam Penyelesaian Kredit Macet di Perusahaan Pembiayaan
Kendaraan Sepeda Motor PT. Adira Finance Kota Makasssar” yang merumuskan
-
9
permasalahan mengenai bagaimana eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan PT
Adira Finance, hambatan-hambatan dalam melakukan eksekusi dan upaya-upaya
yang dilakukan untuk menyelesaian masalah tersebut.
Perbedaan antara skripsi-skripsi diatas adalah skripsi penulis lebih
menekankan mengenai praktik penyelesaian yang di lakukan oleh KSU BMT Al-
Khalim Temanggung mengenai Eksekusi Jaminan Pembiayaan dan menganalisis
bagaimana praktik Eksekusi Jaminan yang dilakukan tersebut disesuaikan
dengan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012.
G. METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka penulis menyusun
metode penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian
Lapangan (field reseach) yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan guna
mengadakan penelitian pada objek yang dibahas.
Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke
BMT Al-Khalim Temanggung. Untuk memperoleh data primer yaitu dengan
wawancara langsung kepada pihak yang terkait mengenai menejemen prinsip
pembiayaan yang sudah dilaksanakan pada BMT Al-Khalim dan juga data
dokumen mengenai jumlah konsumen, mekanisme operasional pembiayaan
-
10
pada BMT Al-Khalim Temanggung, serta praktik eksekusi jaminan
pembiayaan di BMT Al-Khalim Temanggung.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adaalah pendekatan yuridis normatif
artinya mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau
fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat (Utsman,
2014:2).
Metode penelitian ini merupakan metode yang memiliki perspektif/
kualitatif. penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang
menghasilkan data data deskriptif berupa ucapan atau lisan dan perilaku
orang-orang yang diamati (Sujarweni, 2014: 19). Memilih menggunakan
metode kualitatif karena data yang digunakan berbentuk kata-kata yang
diperoleh dari wawancara dan dokumen.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitan adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan, yaitu
di BMT Al-Khalim Temanggung yang berada di Jalan Kaloran-Kranggan
nomor 8 Kranggan Temanggung Jawa Tengah.
4. Sumber Data
Sumber data ialah tempat atau orang dimana data tersebut diperoleh
(Azwar, 1998: 91). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
-
11
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
baik melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk
dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan
observasi yang berkaitan dengan eksekusi jaminan pembiayaan di KSU
BMT Al-Khalim Temanggung.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil
penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan perundang-undangan.
Data sekunder dalam hal ini berupa kajian-kajian mengenai BMT
(Baitul Maal wa Tamwil), pembiayaan, jaminan dan eksekusi menurut
hukum Islam dan hukum positif.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya
jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai
dan jawaban diberikan oleh pihak yang diwawancarai. Wawancara adalah
-
12
salah satu instrumen yang digunakan untuk menggali data secara lisan
(Sujarweni. 2014: 74)
Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai
pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran Wawancara adalah
Pimpinan kantor BMT Al-Khalim Temanggung, Karyawan BMT Al-
Khalim Temanggung dan nasabah yang bersangkutan untuk mengetahui
pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan yang dilaksanakan.
b. Observasi
Observasi adalah teknik Pengumpulan Data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan disertai dengan pencatatan-pencatatan terhadap
keadaan atau perilaku objek sasaran (Sujarweni. 2014: 75)
Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung
terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan di lapangan.
c. Dokumentasi
Merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah besar
fakta data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi
(Sujarweni. 2014:33). Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi
dari data-data dari sumber yang terpercaya yang berhubungan dengan
objek penelitian seperti Surat, arsip foto, hasil rapat, dan jurnal kegiatan.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan data yang
sistematis melalui transkip wawancara dan catatan lapangan, serta
-
13
dokumentasi yang secara akumulasi menambah pemahaman terhadap
penulis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis yang berusaha memberikan pemecahan masalah dengan cara
mengumpulkan data, menyusun, menganalisis dan menginterpretasikannya.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah induktif yaitu
menganalisis khusus pelaksanaan Ekseksi Jaminan Pembiayaan dalam
perspektif hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 yang berkaitan dengan Penelitian ini.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data, penulis menggunakan teknik
Trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut.
Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan
dokumen yang dimaksudkan dalam bentuk pengamatan atas suatu kejadian
yang kemudian dari hasil pengamatan tersebut ditarik kesimpulan.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk lebih mempermudah pembaca dalam memahami dari tulisan ini,
maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam beberapa bab-bab dan sub-
sub yang meruapakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Adapun sitematika
penulisan ini adalah:
-
14
BAB I: PENDAHULUAN
Yaitu berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II: EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN
Bab ini akan menguraikan mengenai landasan teori dari skripsi
yang menjelaskan dari ruang lingkup BMT secara umum, konsep
pembiayaan, ruang lingkup jaminan serta eksekusi yang sesuai dengan
hukum Islam.
BAB III: EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM
TEMANGGUNG
Bab ini akan menerangkan sejarah berdirinya BMT Al-Khalim
Temanggung, gambaran umum mengenai produk pembiayaan pada
KSU BMT Al-Khalim Temanggung, prinsip-prinsip pembiayaan pada
BMT Al-Khalim Temanggung, faktor-faktor pelaksanaan eksekusi
serta prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan pada KSU
BMT Al-Khalim Temanggung.
BAB IV: PENERAPAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN
PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM TEMANGGUNG
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2012
-
15
Bab ini akan menganalisa pengolahan data yang terdapat pada
bab II kajian teori untuk dikaitkan dengan penyajian data hasil
penelitian, analisis data hasil penelitian yang dilakukan di KSU BMT
Al-Khalim Temanggung, Kesesuaian mekanisme praktik eksekusi
jaminan pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim dengan perspektif fiqh
muamalah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012.
BAB V: PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan
saran.
-
16
BAB II
EKSEKUSI JAMINAN PEMBAYAAN
A. BMT (BAITUL MAL WA TAMWIL)
1. Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil)
Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal
dan baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan
dan penyaluran dana yang nonprofit, seperti: zakat, Infaq dan shodaqoh.
Sedangkan Baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyeluran dana
komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan
berlandaskan syariah (Soemitro, 2009:17).
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena
mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil. Dalam
praktekya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya BMT menetaskan
usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan
masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu
mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat (Sudarsono, 2003:84).
Pada dataran hukum di Indonesia badan hukum paling mungkin untuk
BMT adalah koperasi, baik serba usaha (KSU) maupun simpan pinjam (KSP).
Namun demikian, sangat mungkin dibentuk perundangan sendiri, mengingat
-
17
sistem operasional BMT tidak sama persis dengan perkoperasian, semisal
LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dan lain-lain (Ridwan, 2004:126).
2. Pripsip BMT (Baitul Maal wa Tamwil)
Baitul Maal wa Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan
yang menjadi satu, yaitu lenaga Baitul Maal dan lembaga Baitut Tamwil yang
mesing-masing keduanya memiliki prinsip yang berbeda meskipun memiliki
hubungan yang erat antara keduanya dalam menciptakan suatu kondisi
perekonomian yang merata dan dinamis. Namun, dalam perkembangannya,
khususnya lembaga Baitul Maal mengalami penyempitan arti sehingga prinsip
produk dan fungsinya mengalami hal yang sama (Yunus, 2009:33).
Secara ringkas, prinsip-prinsip Baitul Maal wa Tamwil adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip Baitul Maal
Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah
masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur
dana zakat, infaq dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul Maal hanya
bersifat menunggu kesadaran ummat untuk menyalurkan dana zakat,
infaq dan shadaqahnya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan
pengambilan atau pemungutan secra langsung kepada mereka yang sudah
memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya bersifat
seolah-olah meminta dan menghimbau yang kemudian setelah itu Baitul
-
18
Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya
(Yunus, 2009:33).
b. Prinsip Baitut Tamwil
Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prisip-prinsip yang
digunakan oleh Bank Syariah. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh
BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil), yaitu: prinsip bagi hasil,
prinsip jual beli dengan mark up, dan prinsip nonprofit (Yunus, 2009:34).
1) Prinsip Bagi Hasil Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana
(penyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
adalah Mudharabah dan Musyarakah.
2) Prinsip Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan) Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi
kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT
bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT
atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh
BMT akan dibagi juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk
produk prinsip ini adalah Mudharabah dan Bai’ Bitsaman Ajil.
3) Prinsip Non Profit Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip
ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk
pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak
seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainya. Bentuk produk prinsip ini
adalah pembiayaan Qordhul Hasan.
3. Produk BMT (Baitul Maal wa Tamwil)
a. Produk inti Baitul Maal
Produk inti dari Baitul Maal terdiri atas )Yunus, 2009:33):
1) Produk Penghimpun Dana
-
19
Dalam produk penghimpun dana ini Baitul Maal menerima dan
mencari dana berupa zakat, infak, dan shadaqah, meskipun selain
sumber dana tersebut Baitul Maal juga menerima dana berupa
sumbangan, hibah ataupun wakaf serta dana-dana yang bersifat sosial.
2) Produk Penyaluran Dana Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari dana-dana
Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari
zakat, karena dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan
secara tegas dalam Al-Quran. Sedangkan dana di luar zakat dapat
digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin,
pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya
operasional kegiatan sosial lainnya.
b. Produk inti Baitut Tamwil
1) Produk Penghimpun Dana
Yang dimaksud dengan produk penghimpun dana di sini,
berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai
sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha
produktif. Jenis simapanan tersebut antara lain (Yunus, 2009:34):
a) Al- wadi’ah Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan
uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang
ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil,
namun nisbah bagi hasil penabung sangat kecil.
b) Al-Mudharabah Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh
keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis
tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan
bulan lalu.
c) Amanah Penabung memiliki keinginanan tertentu yang di aqadkan
atau diamanahkan kepada BMT. Misal, tabungan ini dimintakan
kepada BMT untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu’afa atau
orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak
diberikan bagi hasil.
-
20
2) Produk Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola
pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat
memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah (Yunus,
2009:35):
a) Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepada
anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada
anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota (nasabah)
menyediakan usaha dan sistem pengelolaan (manajemnnya). Hasil
keuntungan akan dibagi dua dengan kesepakan bersama.
b) Pembiayan Musyarakah Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada
anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkan dalam
proses pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proporsional
dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
c) Pembiayaan Murobahah Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian
barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini
diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari enam sampai sembian
bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga
yang dinaikkan.
d) Pembiayaan Bai’ Bitsaman ‘Ajil Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan murobahah,
yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan
cicilan dalam jangka waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih
cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan
kuntungan dari harga barang yang dinaikkan.
e) Pembiayaan Qordhul Hasan Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota
yang benar-benar kekurangan modal kepada mereka yang sangat
membutuhkan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya untuk darurat.
Nasabah (anggota) cukup mengembalikan pinjaman sesuai dengan
nilai yang diberikan oleh BMT.
-
21
B. PEMBIAYAAN
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan (financing) merupakan istilah yang dipergunakan dalam
bank syariah, sebagimana dalam bank konvensional disebut dengan Kredit
(lending). Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan defisit unit (Antonio, 2001:160).
Pembiayaan diartikan sebagai suatu kegiatan pemberian fasilitas
keuangan atau financial yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah
direncanakan (Yudiana, 2014: 33).
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah imbalan
atau pembagian hasil (Ridwan, 2004:163).
Dalam kredit keuntungan berbasis pada bunga (interest based),
sedangkan dalam pembiayaan (financing) berbasis pada keuntungan riil yang
dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing). Dalam pasal 1
angka 25 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
disebutkan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa (Dahlan, 2012:162):
-
22
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudhorobah dan Musyarokah
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijaroh atau sewa beli dalam
bentuk ijaroh muntahiyah bittamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murobahah, salam dan istishna’
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang Qard
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijaroh untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syriah
dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.
2. Macam-macam Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, berikut adalah pembagian dari
pembiayaan (Danupranata, 2013:103):
a. Pembiayaan Produktif. Jenis pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam definisi yang luas yaitu untuk peningkatan
usaha. Baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
Menurut keperluanya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Pembiayaan Modal kerja. Jenis pembiayaan ini untuk memenuhi
peningkatan produksi (secara kuantitatif [jumlah hasil produksi] atau
secara kualitatif [Peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi]) dan
-
23
untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utilily of place dari
suatu barang.
2) Pembiayaan investasi. Jenis pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal (capital goods) dan fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan itu.
b. Pembiayaan Konsumtif. Jenis pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan saat dipakai
untuk memenuhi kebutuhan.
3. Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok
besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan
untuk tingkat mikro.
Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk (Asiyah, 2014:4):
a. Peningkatan ekomoni umat
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha
c. Meningkatkan produktifitas
d. Membuka lapangan kerja baru
e. Terjadinya distribusi pendapatan
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk
(Asiyah, 2014:6):
a. Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Untuk dapat
-
24
menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang
cukup.
b. Upaya meminimalkan risiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalisir risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal
usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan. c. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dan
sumberdaya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak ada.
d. Penyaluran kelebihan dana artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan maslah dana, maka mekanisme pembiayaan
dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan
dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan
(minus) dana.
4. Dasar Hukum Pembiayaan
Dasar hukum dari pembiayaan dapat dipilah-pilah kepada dasar
hukum substantif dan dasar hukum administratif.
a. Dasar Hukum Substantif
Adapun yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi
pembiayaan adalah perjanjian diantara para pihak berdasarkan asas
kebebasan berkontrak. “Yaitu Perjanjian antara pihak perusahaan finansial
sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur". Sejauh yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, maka perjanjian
seperti itu sah dan mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi pada
ketentuan dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi yang membuatnya (Fuady, 1999:164).
b. Dasar Hukum Administratif
-
25
Pembiayaan mendapat dasar dan momentum dengan
dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang “Lembaga
Pembiayaan”, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan”. Di mana ditentukan bahwa salah satu
kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana
dengan sistem yang disebut Pembiayaan Konsumen (Fuady, 1999:164).
5. Analisis Pembiayaan
Merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh BMT untuk
menilai suatu permohonan pembiayaan yang telah dilakukan oleh calon
nasabah. Dengan melakukan analisis permohonan pembiayaan, BMT akan
memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak (fesiable)
(Yunus, 2009:154).
Analisis pembiayaan memiliki beberapa prinsip yang dipergunakan
dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan. Biasanya dalam
lembaga perbankan atau BMT, prinsip penilaian tersebut dikenal dengan
unsur 5C. Adapun analisis pembiayaan berdasarkan prinsip 5C yaitu
(Kasmir,2004:92):
a. Character (kepribadiaan atau watak) Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon debitur
dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa pelanggan
dapat memenuhi kewajibannya, yaitu dengan menggambarkan watak dan
kepribadian calon nasabah.
b. Capacity (kemampuan atau kesanggupan)
-
26
Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui
kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuh kewajibannya
sesuai jangka waktu pembiayaan. Beberapa cara yang dapat ditempuh
dalam mengetahui kemampuan keuangan calon nasabah antara lain:
1) Melihat laporan keuangan 2) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan 3) Survei ke lokasi calon nasabah
c. Capital (modal atau kekayaan) Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh
calon debitur yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan
yang ditunjukkan oleh rasio keuangannya dan penekanan pada komposisi
modalnya. Semakin besar modal yang dimiliki dan disertakan oleh calon
nasabah dalam objek pembiayaan akan semakin meyakinkan bagi BMT
akan keseriusan calon nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan
pembayaran kembali.
d. Collateral (Jaminan) Merupakan agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas
pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran
kedua. Dalam hal ini nasabah tidak dapat membayar angsurannya, maka
BMT dapat melakukan penjualan terhadap agunan. BMT tidak akan
memberikan pembiayaan yang melebihi dari nilai agunan. Dalam analisis
agunan, faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan adalah purna
jual dari agunan yang diberikan oleh debitur. Akan tetapi, collateral dalam
BMT lebih ditekankan pada faktor kepercayaan kedekatan hubungan
dengan pengusaha dan kegiatan usahanya.
e. Condition of Economy (keadaan ekonomi) Merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. BMT perlu
mempertimbangkan sector usaha calon nasabah dikaitkan dengan kondisi
ekonomi. BMT perlu melakukan analisis dampak kondisi ekonomi
terhadap usaha calon nasabah di masa yang akan datang, untuk
mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah. Hal
tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai
mempunyai peranan yang sangat besar dalam memperlancar usaha yang
dibiayai.
C. JAMINAN
1. Pengertian Jaminan
Kata jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai
pada pasal 1131 KUH Perdata dan penjelasan pasal 8 UU Perbankan, namun
-
27
dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
jaminan. Meskipun demikian dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa
jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang. Biasanya dalam perjanjian
pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar
menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan
pelunasan hutang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata
debitur tidak melunasinya.
Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki
kreditur karena perjanjian utang piutang bukan perjanjian jual beli yang
mengakibatkan hak milik atas barang. Barang jaminan dipergunakan untuk
melunasi hutang dengan cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku,
yaitu barang dijual secara lelang. Hasilnya digunakan untuk melunasi utang
debitur, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur
(Supramono, 2009:196).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan adalah suatu
perjanjian antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan
sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang
ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.
-
28
2. Macam-Macam Jaminan
Dari sejumlah peraturannya di dalam KUH Perdata dapat disimpulkan
terdapat dua macam jaminan, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus
(Supramono, 2009:197).
a. Jaminan Umum Jaminan umum diatur dalam pasal 1131 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa segala barang-barang yang bergerak dan tidak
bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Dari rumusan ketentuan tersebut terlihat bersifat umum karena
obyek yang dapat menjadi jaminan hutang dapat berupa apa saja, baik
yang ada sekarang maupun yang akan ada dikemudian hari. Kreditur dan
debitur cukup bersifat pasif, tidak perlu ada komunikasi secara langsung
yang bertimbal-balik untuk bersepakat membuat perjanjian jaminan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan perjanjian yang demikian terjadi
karena undang-undang. Ada kemungkinan debitur mempunyai lebih dari
seorang kreditur, dan tanpa adanya perjanjian yang diadakan para pihak
lebih dahulu, para kreditur konkuren semuanya secara bersama-sama
memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang itu.
Jadi, di dalam jaminan umum ini semua barang-barang milik
debitur secara otomatis merupakan jaminan bagi para kreditur tanpa
memandang siapa yang lebih dahulu membuat perjanjian pokoknya
(utang-piutang). Semua kreditur mempunyai hak yang sama terhadap
objek jaminan, namun mengenai pembayaran utang tidak dapat dibagi rata
dari hasil penjualan barang tersebut.
Untuk pembayaran utang dimaksud dengan cara mengikuti
ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata, yaitu penjualan barang-barang
jaminan dibagikan kepada para kreditur menurut keseimbangan dengan
memperhitungkan besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali
di antara para kreditur ada yang mempunyai hak untuk didahulukan.
Dalam sengketa utang-piutang yang diselesaikan melalui
pengadilan negeri, apabila utang piutangnya tidak ada perjanjian jaminan
tertulis, kreditur sebagai penggugat biasanya memohon sita jaminan
(conservatoir beslag) terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak
milik debitur (tergugat) agar gugatan penggugat tidak sia-sia apabila
dikabulkan oleh pengadilan. Penyitaan dilakukan dengan menyita lebih
dahulu barang bergerak dan apabila nilainya belum mencukupi baru
menyita barang tidak bergerak (Pasal 197 ayat 1 HIR/Pasal 208 ayat 1
RBg).
-
29
b. Jaminan Khusus Jaminan khusus yang diatur di dalam KUH Perdata dari segi
objeknya dapat berupa barang maupun orang. Untuk jaminan berupa
barang, debitur menyedikan barang-barang tertentu yang kemudian dibuat
perjanjian jaminannya. Apabila debitur wanprestasi, barang jaminan dijual
untuk pembayaran utangnya. Sedangkan jaminan orang yang dimaksud
adalah ada orang yang menanggung utang orang lain, dengan cara apabila
debitur wanprestasi maka barang-barang si penjamin utang bersedia dijual
untuk melunasi utang debitur tersebut.
Sejalan dengan dikenalnya dua macam barang, yaitu barang
bergerak dan barang tidak bergerak, telah mempengaruhi jenis
pembebanan jaminannya. Dalam KUH Perdata untuk barang bergerak
dibebani dengan gadai, sedangkan untuk barang tidak bergerak dibebani
dengan hipotek. Gadai diatur dalam Pasal 1150-1161 KUH Perdata,
peraturan gadai masih seperti itu karena belum ada peraturan yang baru.
Hipotek obyeknya adalah tanah yang tunduk pada hukum perdata
barat. Lembaga jaminan ini dengan keluarnya UU Nomor 5 tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (UU Pokok Agraria) masih
tetap berlaku sebelum terbentuk lembaga jaminan tanah yang baru.
Sekarang ketentuan hipotek yang diatur dalan Pasal 1162-1232 KUH
Perdata telah dicabut dengan diberlakukannya UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan.
Jaminan dalam hukum Islam (Fiqh) dibagi menjadi dua yaitu jaminan
yang berupa orang yang sering dikenal dengan istilah Kafalah dan jaminan
yang berupa harta benda atau disebut dengan Rahn.
a. Kafalah
Kafalah menurut etimologi berarti al-dhamanah, hamalah , dan
za’aamah, ketiga istilah tersebut memilki arti yang sama, yakni
menjamin atau menanggung. Sedangkan menurut terminologi Kafalah
adalah Jaminan yang diberikan oleh kafiil (penanggung) kepada pihak
ketiga atas kewajiban/prestasi yang harus ditunaikan pihak kedua
(tertanggung) (Nawawi, 2012:216).
-
30
Kafalah diisyaratkan oleh Allah SWT pada Al-Qur’an Surat Yusuf
ayat 72 (Suhendi, 2016:190):
Artinya : penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja,
dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya".
Rukun dan syarat kafalah adalah sebagai berikut, yaitu (Nawawi,
2012:217):
1) Kafiil (orang yang menjamin), disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan harta (mahjur) dan dilakukan dengan
kehendaknya sendiri. 2) Makful lah (orang yang berpiutang/berhak menerima jaminan),
syaratnya ialah diketahui oleh orang yang menjamin, ridha
(menerima), dan ada ketika terjadinya akad menjaminan. 3) Makful ‘anhu (orang yang berutang/yang dijamin), disyaratkan
diketahui oleh yang menjamin, dan masih hidup (belum mati).
4) Madmun bih atau makful bih (hutang/kewajiban yang dijamin), disyaratkan; merupakan hutang/prestasi yang harus dibayar atau
dipenuhi, menjadi tanggungannya (makful anhu), dan bisa
diserahkan oleh penjamin.
5) Lafadz ijab qabul, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti
sementara.
Kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu kafalah dengan jiwa
(kafalah bi al-nafs) dan kafalah dengan harta (kafalah bi al-maal)
(Suhendi, 2016:189).
1) Kafalah dengan jiwa dikenal pula dengan Kafalah bi al-Wajhi, yaitu adanya kesediaan pihak penjamin (al-Kafil, al-Dhamin atau
al-Za’im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada
yang ia janjikan tanggungan (Makful lah).
-
31
2) Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.
Kafalah harta ada tiga macam, yaitu:
a) kafalah bi al-Dayn, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi beban orang lain.
b) kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang
lain, seperti mengembalikan barang yang di-ghashab dan
menyerahkan barang jualan kepada pembeli.
c) kafalah dengan ‘aib, maksudnya adalah jaminan bahwa jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat, karena
waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka
penjamin (pembawa barang) bersedia memberi jaminan kepada
penjual untuk memenuhi kepentingan pembeli (mengganti
barang yang cacat tersebut).
b. Rahn
Secara bahasa, kata ar-rahn berarti al-tsubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Secara terminologi, rahn didefinisikan oleh
ulama fikih yaitu menjadikan barang sebagai jamian hutang yang dapat
dijadikan sebagai pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak
bisa mengembalikan utangnya (Nawawi, 2012:198).
Sedangkan menurut istilah syara', yang dimaksud dengan rahn
ialah menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara' sebagai
jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan
uang itu atau mengambil sebagian benda itu (Suhendi, 2016:105).
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan
dalam Islam berdasarkan Al-Qur'an dalam surah Al-Baqarah ayat 283
(Suhendi, 2016:107), berbunyi:
-
32
Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Rahn dinilai sah menurut hukum Islam, apabila telah memenuhi
rukun dan syarat sebagai berikut (Nawawi, 2012:199):
1) Rahin dan Murtahin Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan
murtahin, harus mempunyai kemampuan yaitu berakal sehat.
Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang dalam hala memahami
persoalan-persoalan yang yang berkaitan dengan pengelolaan harta.
2) Marhun/rahn (barang) Syarat-syarat marhun adalah sebagai berikut:
a) Harus bisa diperjual belikan b) Harus berupa harta yang bernilai c) Tidak berupa barang haram d) Harus diketahui keadaan fisiknya e) Penetapan kepemilikan rahin atas barang yang digadaikan tidak
terhalang
3) Marhun bih (utang) Harus merupakan hak yang wajib diberikan dan diserahkan
kepada pemiliknya dan memungkinkan pemanfaatannya. Bila sesuatu
yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah. Harus
dikuantifikasikan atau dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur
atau tidak dapat dikuantifikasikan maka rahn tidak sah.
-
33
4) Shighah (akad) Shighah tidak boleh terikat oleh syarat tertentu dan juga
dengan waktu di masa mendatang. Rahn mempunyai sisi pelepasan
barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual beli, sehingga
tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu
tertentu atau dengan waktu di masa depan.
Menurut bahasa 'aqad mempunyai beberapa arti, antara lain
(Suhendi, 2016:44):
a) Mengikat ( ْبط yaitu “Mengumpulkan dua ujung tali dan ,(الرَّ
mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung,
kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda”.
b) Sambungan ( َعْقَدة), yaitu “Sambungan yang memegang kedua ujung
itu dan mengikatkatnya”.
c) Janji ( اَْلَعه د), sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:
QS: Al-Imran: 76
Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati
janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa.
QS: Al-Maidah: 1
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji
itu.
Sedangkan pengertian Akad, menurut Kesepakatan Ahli
Hukum Islam (jumhur ulama’) mendefinisikan, akad adalah suatu
-
34
perikatan antara ijab dan qobul yang sesuai dengan kehendak syariat
yang menetapkan adanya pengaruh akibat-akibat hukum pada
obyeknya. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa akad
merupakan perjanjian antara kedua belah pihak untuk mengikatkan
diri tentang perbuatan yang akan dijalankan (Hirsanuddin, 2008 :7).
Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata
menetapkan bahwa suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari tiga
asas pokok, yang disebut juga sebagai asas-asas dasar
(gronbeginselen). Asas-asas fundamental tersebut yang melingkupi
hukum kontrak adalah (Ariyani, 2012:11):
a) Asas Konsensualisme Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan
kehendak (concencus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya
dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara
formil tetapi cukup melalui konsensus belaka. Suatu perjanjian
timbul apabila telah ada consencus atau persesuaian kehendak
antara para pihak sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian
tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila
salah satu pihak menggunakan paksaan, penipuan ataupun terdapat
kekeliruan akan obyek kontrak. Asas konsensualisme tidak
mensyaratkan suatu kontrak harus dibuat dalam bentuk yang
tertulis kecuali beberapa bentuk dari kontrak tertentu yang harus
dibuat dalam bentuk yang tertulis, sebagai contohnya adalah
kontrak perdamaian, kontrak pertanggungan dan kontrak hibah.
b) Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian (verbindende kracht der overeenkomst)
Asas ketentuan mengikat atau asas pacta sunt servanda
yang berarti bahwa janji itu mengikat. Suatu kontrak yang dibuat
secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara
penuh sesuai isi kontrak tersebut. Mengikat secara penuh suatu
kontrak yang dibuat para pihak tersebut oleh hukum keuatanya
sama dengan kekuatan mengikat undang-undang. Jika salah satu
pihak dalam kontrak tidak melaksanakan isi kontrak yang mereka
-
35
sepakati, maka oleh hukum disediakan ganti rugi dan atau bahkan
pelaksanaan kontrak secara memaksa.
c) Asas kebebasan Berkontrak Bahwa para pihak menurut kehendak bebasnya masing-
masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas
mengikatkan diri dengan siapapun yang dikehendaki. Para pihak
juga dapat dengan bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan
dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang bersifat memaksa, naik ketertiban umum ataupun kesusilaan.
Hukum Islam juga mengenal asas-asas perjanjian, yang antara
lain (Ali Hasan, 2003:105):
a) Al-Hurriyah (Kebebasan) Pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai kebebasan
untuk membuat perjanjian (freedom of making contract), baik dari
segi yang diperjanjikan (objek perjanjian), maupun dalam
menentukan persyaratan-persyaratan lain, termasuk menetapkan
cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Kebebasan
menentukan persyaratan ini dibenarkan selama tidak bertentangan
dengan ketentuan syari'ah Islam. Asas kebebasan ini bertujuan
untuk menjaga agar klausul-klausul yang dicantumkan dalam akad
yang dibuat oleh para pihak tidak menimbulkan kezaliman,
paksaan, dan penipuan kepada salah satu pihak dalam akad.
b) Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan) Asas kesetaraan ini memberikan kedudukan yang sama
kepada para pihak. Karena itu, dalam menyusun suatu akad atau
perjanjian, masing-masing pihak dapat mengajukan klausul-
klausul menyangkut hak dan kewajiban mereka atas dasar
kesetaraan ini.
c) Al-’Adalah (Keadilan) Dalam melakukan pembiayaan, asas keadilan ini
diimplementasikan antara lain dalam akad pembiayaan yang dibuat
antara bank dengan nasabah yang harus memuat hak dan
kewajiban secara proporsional. Asas ini bertujuan agar para pihak
yang melakukan akad tidak melakukan penganiayaan (kezaliman).
d) Al-Ridha (Kerelaan) Kerelaan (ridha, al-taradhi) adalah sikap batin yang
abstrak. Untuk menunjukkan bahwa dalam sebuah kerelaan telah
dicapai, diperlukan indikator yang merefleksikannya. Indikator
yang dimaksud adalah formulasi (sighat) ijab qabul. Karena itu,
-
36
formulasi ijab qabul harus dibuat dengan jelas dan rinci
sedemikian rupa sehingga dapat menerjemahkan secara memadai
bahwa para pihak dipastikan telah mencapai kondisi kerelaan
ketika akad dilakukan.
e) Ash-Shidiq (Kebenaran dan Kejujuran) Allah memerintahkan kepada seluruh umat muslim untuk
berlaku jujur dalam segala urusan dan perkataan. Apabila asas ini
tidak dijalankan, maka akan merusak legalitas akad yang dibuat.
Di mana pihak yang merasa dirugikan karena pada saat perjanjian
dilakukan pihak lainnya tidak mendasarkan pada asas kejujuran
dan kebenaran, dapat menghentikan proses perjanjian tersebut.
f) Al-Kitabah (Tertulis) Asas yang tidak kalah penting dalam bermuamalah tidak
secara tunai adalah dibuatnya akad secara tertulis, ada saksi,
dibacakan, dan adanya agunan (rahn). Asas tertulis (kitabah) ini
penting karena merupakan dasar dari prinsip kehati-hatian dan
hukum pembuktian dalam bermuamalah atau keperdataan.
g) Maslahah (Kemaslahatan) Hakikat kemaslahatan dalam Islam adalah segala bentuk
kebaikan dan manfaat yang berdimensi integral duniawi dan
ukhrawi, materiil dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Sesuatu dipandang Islam bermaslahat jika memenuhi dua unsur,
yaitu kepatuhan syariah dan membawa manfaat serta membawa
kebaikan.
h) Amanah Dengan asas amanah, masing-masing pihak haruslah
beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak
dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan
mitranya.
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai
tujuannya. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir
apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya.
Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut (Dewi, 2007:92):
a) Di-fasakh (dibatalkan), katena adanya hal-hal yang tidak
dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan akad rusak. Misalnya,
jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.
-
37
b) Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau
majelis.
c) Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan
karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.
d) Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak
dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan.
e) Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa-menyewa
berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
f) Karena tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang.
Dari uraian tentang konsep jaminan di atas, jelas bahwa eksistensi
jaminan diakui dalam hukum Islam. Untuk jaminan yang diberikan oleh pihak
lain atas kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan oleh pihak yang dijamin
(debitor) kepada pihak yang berhak menerima pemenuhan kewajiban/prestasi
(kreditor) disebut dengan kafalah. Sedangkan jaminan yang terkait dengan
benda/harta yang harus diberikan debitor (orang yang berhutang) kepada
kreditor (orang yang berpiutang) disebut dengan rahn.
D. EKSEKUSI
1. Pengertian Eksekusi
Eksekusi dalam bahasa Belanda disebut Executie atau Uitvoering, dalam
kamus hukum diartikan sebagai Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Pasal 29
Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 menyatakan bahwa: “Eksekusi adalah
Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung
-
38
dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat
para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut”.
Menurut Subekti mengartikan Eksekusi adalah (Subekti, 1995:48):
“Upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang
menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang
dikalahkan untuk melaksanakan putusan, lebih lanjut dikemukakannya bahwa
pengertian Eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak
yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela,
sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan dengan
kekuatan hukum”.
Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/Rbg. Pengertian
Eksekusi, sama dengan pengertian menjalankan putusan pengadilan, tidak lain
dari melaksanakan isi putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa
putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum bila pihak yang kalah
(Pihak tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela
(Subekti, 1995:231).
Hukum Eksekusi ini sebenarnya tidak diperlukan apabila yang
dikalahkan dengan sukarela mentaati bunyi putusan. Akan tetapi dalam
kenyataan tidak semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. Oleh
karena itu diperlukan suatu aturan bila putusan itu tidak ditaati dan bagaimana
tata cara pelaksanaannya. Bila kita melihat pengertian eksekusi diatas tampak
-
39
bahwa pengertian eksekusi terbatas pada eksekusi oleh pengadilan (putusan
hakim), padahal dapat juga dieksekusi menurut hukum acara perdata yang
berlaku HIR dan Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinan / grosse akta
yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarakan Ketuhanan Yang maha
Esa” yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian eksekusi dalam perkara perdata adalah upaya kreditur untuk
merealisasikan haknya secara paksa jika debitur tidak secara sukarela
memenuhi kewajibannya yang tidak hanya putusan hakim, tetapi pelaksanaan
grosse akta serta pelaksanaan putusan dari institusi yang berwenang atau
bahkan Kreditur secara langsung.
2. Dasar Hukum Eksekusi
Eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, juga merupakan aturan dan tata
cara lanjutan dari proses pemeriksanaan perkara. Eksekusi merupakan tindakan
yang berkelanjutan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib
beracara yang terkandung dalam HIR atau RBG. Dan termasuk juga
didalamnya pedoman aturan eksekusi yang harus merujuk pada pengaturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam HIR dan RBG (Harahap,
1991:1).
-
40
Tata cara menjalankan putusan yang disebut juga dengan eksekusi,
diatur lebih lanjut dalam Pasal 195 sampai dengan 208 dan Pasal 224 HIR atau
Pasal 206 sampai dengan Pasal 240 dan Pasal 258 RBG. Selain pasal pasal
tersebut, masih terdapat lagi yang mengatur pelaksanaan eksekusi yaitu Pasal
225 HIR atau 259 RBG. Kedua pasal ini mengatur eksekusi tentang putusan
pengadilan yang menghukum Tergugat untuk melakukan suatu ”perbuatan
tertentu”. Dan Pasal 180 HIR atau Pasal 1919 RBG, yang mengatur
pelaksanaan putusan secara “serta merta” (uitoverbaar bij voorraad) meskipun
putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Harahap,
1991:2).
3. Asas-asas Eksekusi
Dalam Pelaksanaan Eksekusi dikenal dengan beberapa asas yang harus
dipegangi oleh pihak pengadilan, yakni sebagai berikut (Manan, 2006: 313):
a. Putusan pengadilan harus sudah berkekuatan hukum tetap Sifat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah tidak ada
lagi upaya hukum dalam bentuk putusan tingkat pertama, bisa juga dalam
bentuk putusan tingak banding dan kasasi. Sifat dari putusan yang sudah
berkekuatan hukum tetap adalah litis finiri opperte, maksudnya tidak lagi
tidak disengketakan oleh pihak-pihak yang beperkara.
Putasan yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan
mengikat para pihak-pihak yang beperkara dan ahli waris serta pihak-pihak
yang mengambil manfaat atau mendapat hak dari mereka. Putusan yang
berkekuatan kum tetap dapat dipaksa pemenuhannya melalui pengadilan
jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan secara suka rela.
Pengecualaian terhadap asas ini adalah:
1) Pelaksanaan putusan uit voerbaar bij voorraad sesuai dengan pasal 191 ayat 1 RBg dan pasal 180 ayat 2
2) Pelaksanaan putusan provisi sesuai dengan pasal 180 ayat 1 HIR, pasal 191 ayat 1 RBg dan pasal 54 Rv
-
41
3) Pelaksanaan putusan perdamaian sesuai dengan pasal 130 ayat 2 HIR dan Pasal 154 ayat 2 RBg
4) Eksekusi berdasarkan Grose Akta sesuai dengan Pasal 224 HIR dan pasal 258 RBg
b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela Sesuai dengan ketentuan Pasal 196 HIR dan Pasal 207 RBg maka ada
dua cara menyelesaikan pelaksanaan putysan yaitu dengan cara sukarela
karena pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan tersebut, dan
dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.
Pelaksanaan putusan pengadilan secara paksa dilaksanakan dengan
bantuan pihak kepolosian sesuai dengan pasal 200 ayat 1 HIR.
c. Putusan mengandung amar Condemnatoir Putusan yang bersifat ondemnatoir biasanya dilahirkan dari perkara
yang bersifat contensius dengan proses pemeriksaan secara contradidoir. Para
pihak yang beperkara terdiri dari para pihak Penggugat dan Tergugat yang
bersifat partai.
Adapun ciri-ciri putusan yang bersifat condemnatoir mengandung salah satu amar yang menyatakan:
1) Menghukum atau memerintah untuk “menyerahkan” 2) Menghukum atau memerintah untuk “pengosongan” 3) Menghukum atau memerintah untuk “membagi” 4) Menghukum atau memerintah untuk “melakukan sesuatu” 5) Menghukum atau memerintah untuk “menghentikan” 6) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “membayar” 7) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “membongkar” 8) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “tidak melakukan sesuatu”
d. Eksekusi di bawah tangan pimpinan Ketua Pengadilan Menurut Pasal 195 ayat 1 HIR dan Pasal 206 ayat 1 RBg yang
berwenang melakukan eksekusi adalah pengadilan yang memutus perkara
yang diminta eksekusi tersebut sesuai dengan kompetensi relatif. Pengadilan
tingkat banding tidak diperkenankan melaksanakan eksekusi.
Sebelum melaksanakan eksekusi, Ketua Pengadilan Agama terlebih
dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada Panitera/ Juru Sita
untuk melaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama.
4. Macam-macam Eksekusi
Pelaksanaan putusan hakim dalam hukum acara perdata terdadapat tiga
jenis, yaitu (Sarwono, 2011:325):
-
42
a. Eksekusi Membayar Sejumlah Uang Dalam eksekusi membayar sejumlah uang ini jika ternyata dalam
pelaksanaannya barang-barang milik pihak yang dikalahkan yang disita
tidak mencukupi untuk membayar sejumlah utang yang ditetapkan dalam
keputusan haki, dapat menyita barang-barang yang lain termasuk harta
pusaka atau harta warisan yang telah dibagi milik pihak yang dikalahkan
sampai diperkirakan mecukupi untuk membayar sejumlah utang yang telah
ditentukan dalam putusan hakim ditambah dengan semua biaya untuk
menjalanjan putusan hakim (pasal 197 HIR jo. Pasal 208 RBg).
b. Eksekusi untuk Melakukan Suatu Perbuatan Eksekusi ini merupakan eksekusi yang mengandung penghukuman
kepada pihak yang dikalahkan untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak
melakukan suatu perbuatan (jika diganti dengan sejumlah uang). Dalam
eksekusi ini pihak yang dikalahkan dal persidangan tidak dapat dipaksakan
untuk memenuhi isi dari putusan hakim yang berupa perbuatan karena suatu
perbuatan yang belum dilakukan dapat diganti dengan nilai sejumlah uang
yang ditetapkan oleh hakim, sedangkan penggantian nilai sejumlah uang
tersebut pelaksanaanya dapat dipaksakan (pasal 225 HIR jo. Pasal 259 jo.
Pasal 606 a Rv).
c. Eksekui Riil Eksekusi Riil merupakan pelaksanaan putusan pengadilan baik
terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak dengan tujuan
untuk memenuhi prestasi yang dibebankan kepeda pihak yang dikalahkan
dalam suatu perkara di persidanga Pengadilan Negeri.
D. Peraturan Perundang-undangan tentang Jaminan Fidusia
Saat ini ketentuan mengenai jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang lebih memberikan
jaminan kepastian hukum bagi masyarakat terkait pelaksanaan fidusia. Secara
yuridis, pengertian mengenai fidusia terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang-
undang nomor 42 Tahun 1999, yaitu “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu”.
-
43
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999
dinyatakan “Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta
Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia”. Setelah
tahapan pembebanan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor
42 Tahun 1999, akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk
didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang nomor
42 tahun 1999, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan
fidusia wajib didaftarkan. Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji,
dengan Sertipikat Jaminan Fidusia bagi kreditur selaku penerima fidusia akan
mempermudah dalam pelaksanaan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia.
Pelaksanaan titel eksekutorial dari sertipikat Jaminan Fidusia
sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia.
2. Penjualan benda yang menjadi obyek fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan.
3. Penjualan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara
pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
-
44
Sehubungan diwajibkannya untuk mendaftarkan jaminan fidusia
terkait Undang-undang nomor 42 tahun 1999 pasal 11 ayat (1), tata cara
pendaftaran jaminan fidusia telah mengalami perubahan alur proses, yaitu dari
manual proses menjadi online proses pada tahap pendaftaran hingga tahap
pembayarannya dilakukan secara online (Ernawati, 2017:56). Adapun biaya
pembuatan Akta Jaminan Pendaftaran Fidusia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 tentang tata cara Pendaftaran Jaminan
Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia pada pasal 18:
“Pembuatan akta Jaminan Fidusia dikenakan biaya yang besarnya
ditentukan berdasarkan nilai penjaminan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. nilai penjaminan sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 2,5% (dua koma
lima perseratus);
b. nilai penjaminan di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00, (satu miliar rupiah), biaya
pembuatan akta paling banyak 1,5% (satu koma lima perseratus);
dan
c. nilai penjaminan di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris
dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu perseratus) dari
objek yang dibuatkan aktanya.”
Dalam rangka pembiayaan konsumen kendaraan bermotor oleh
perusahaan pembiayaan, konsumen menyerahkan hak milik atas kendaraan
bermotor secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.
Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan
dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan
bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan
-
45
pembiayaan, perlu dilakukan pendaftaran jaminan fidusia pada kantor
pendaftaran fidusia. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia telah diatur
khususnya dalam Peraturan Menteri Kuangan nomor 130/PMK.010/2012
tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang
Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada
perusahaan pembiayaan konsumen yang melakukan pembiayaan kendaraan
bermotor sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 ay