tinjauan pustaka carpal tunnel syndrom
DESCRIPTION
CTS, Neuro, Carpal Tunnel Syndrome, Tinjauan PustakaTRANSCRIPT
CARPAL TUNNEL SYNDROM
A. DEFINISI
Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah kelainan yang terjadi akibat
penekanan saraf medianus di dalam terowongan karpal dengan gejala utama
berupa kesemutan dan rasa nyeri yang menjalar ke jari-jari serta tangan yang
dipersarafi oleh nervus medianus, disertai rasa kebas, kelemahan otot, kekakuan
dan kemungkinan atofi otot. (Tana, 2004)
B. ANATOMI
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang –
tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan
pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan
beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti
dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan
interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan
dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm.
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran
canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan
jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi
dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.
Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk
di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.
Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi
bagian telapak tangan dan ibu jari.
CT dibentuk oleh :
Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum yang
membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah medial menuju
Os. Piriformis & hamatum)
Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
CT berisi :
4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
1 M Fleksor Carpi Radialis,
1 N Medianus.
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg
membentuk N. medianus
berasal dari saraf spinal C5-C8
dan Th 1 dari pleksus
brakhialis, dibentuk oleh
cabang lateralis fasciculus
medialis dan cabang medial
dari fasciculus lateralis dimana
kedua cabang tersebut bersatu
pada tepi bawah M. Pectoralis
minor.
Serabut motorik N. medianus mempersyarafi otot lengan bawah:
M. Pronator teres
M. Palmaris longus
M. Fleksor Carpi Radialis
M. Fleksor digitorum superficialis
M. Fleksor digitorum profundus
M. Pronator kuadratus
M. Fleksor Polisis longus
Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor polisis
brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I dan II
Serabut sensorik N. Medianus:
Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari manis,
serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.
Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari tengah
dan setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi
transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. Nervus medianus
mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan
tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan.
Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa juga
bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan
tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.
Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980
insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien
pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan
terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang
mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson
dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS.
Di Indonesia prevalensi CTS karena faktor pekerjaan masih belum
diketahui dengan pasti (Tana,2003). Prevalensi dari populasi umum sekitar 3,8 %
(Atroshi,1999). Penelitian yang dilakukan oleh Silverstein (1987) pada 625
pekerja di 7 kawasan industri mengevaluasi faktor-faktor pekerjaan yang bisa
mempengaruhi terjadinya CTS, ternyata ada enam faktor pekerjaan yang
menyebabkan berkembangnya CTS yaitu gerakan pergelangan/jari tangan yang
berulang, kontraksi yang kuat pada tendon, gerakan pergelangan tangan yang
menekuk ke bawah (flexi) atau menekuk ke atas (extensi), gerakan tangan saat
bekerja (gerakan menjepit), tekanan mekanik pada saraf medianus. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Armstrong (2008) di kawasan industri kerja ada
empat sebagai faktor kontrol dari perkembangan CTS yaitu jenis kelamin, usia,
index masa tubuh (IMT) dan penyakit penyerta. CTS merupakan hasil dari
kombinasi kondisi kesehatan dan aktivitas fisik yang berulang yang dapat
meningkatkan tekanan pada nervus medianus saat melewati terowongan karpal.
D. ETIOLOGI
Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nerbus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan penekanan pada nervus medianus
sehingga timbul carpal tunnel syndrome.
Carpal tunnel syndrome dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis,
namun pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui (idiopatik), terutama pada
penderita usia lanjut. Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan
tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrome (Tana, 2003).
Pada keadaan lain, nervus medianus dapat terjebak juga di carpal tunnel itu.
Secara sekunder, carpal tunnel syndrome dapat timbul pada penderita dengan
osteoarthritis, diabetes mellitus, miksidema, akromegali atau wanita hamil.
Carpal tunnel syndrome dapat disebabkan dan dipengaruhi oleh berbagai
factor, antara lain:
a. Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, ista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
b. Infeksi : lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
c. Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
d. Kelainan metabolic : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
e. Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
f. Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (yang sering colle’s fraktur),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
g. Kebiasaan/aktivitas : mengetik computer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar carpal tunnel syndrome terjadi perlahan-lahan (kronis).
Pada jaringan pelindung tendon yaitu tenosynovium membengkak, dicurigai
Karen acairan synovial yang berfungsi melindungi dan melumasi tendon
tertimbun, terjadi juga penebalan fleksor retinakulum. Kedua keadan ini akan
menekan n.medianus. tekanan yang berulang-ulang dan lama pada n.medianus
akan menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena. Kongesti ini lama-lama akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia yang akan merusak endotel,
menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epidural. Hipotesa ini
dapat menerangkan keluhan yang sering pada carpal tunnel syndrome yaitu berupa
rasa nyeri dan sembab terutama malam atau pagi hari yang akan berkurang setelah
tangan yang bersangkutan digerak-gerakkan atau diurut, mungkin karena
perbaikan dari gangguan vaskuler ini.
Bila keadaan berlanjut tejadi fibrosis epineural dan merusak serabut saraf.
Selanjutnya saraf menjadi atrofi dan diganti jaringan ikat sehingga fungsi
n.medianus akan terganggu.
Pada carpal tunnel syndrome yang akut, biasa terjadi kompresi yang
melebihi tekanan perfusi kapiler, sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf.
Saraf menjadi iskemik, terjaid peninggian tekanan fasikuler yang uga akan
memperberat keadaan iskemik ini.
Selanjutnya terjaid pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan edema
yang menimbulkan terganggunya sawar darah saraf dan selanjutnya merusak saraf
tersebut. Pengaruh mekanik/tekanan langsung pada saraf tepi dapat pula
menimbulakan invaginasi nodus ranvier dan dimieliminasi setempat sehingga
konduksi saraf terganggu. Selainnya dari factor mekanik dan vaskuler ini mungkin
ada keadaan lain yang membuat n.medianus menderita dalam carpal tunnel.
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala yang terjadi, carpal tunnel syndrome diklasifikasikan
menjadi :
1. Grade 1A : subclinical median nerve irritability
Tes phalen atau tinel positif
Tidak ada deficit motorik / deficit sensorik
Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
2. Grade 1B : Mild Carpal tunnel syndrome
Mati rasa singkat
Kesemutan
Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
Tidak ada deficit motorik / deficit sensorik
Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
Terapi bisa memberikan manfaat
3. Grade 1C : Moderate Carpal tunnel syndrome
Gejala sering timbul
Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
4. Grade 2 : Moderate severe Carpal tunnel syndrome
Gejala lebih sering timbul
Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
Bisa membaik dengan dekompresi bedah
5. Grade 3 : Severe Carpal tunnel syndrome
Gejala berkelanjutan
Ada deficit motorik dan deficit sensorik
Denervasi pada EMG
Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti
semula
G. GEJALA KLINIS
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran
listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus (Barnardo,2004)(Davis,2005), walaupun kadang-
kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Salter, 1993).
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya (Rambe, 2004,
Barnardo,2004, Davis,2005, Aroori,2008).
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus (Davis,2005)
Gejala klinis CTS menurut Grafton(2009) adalah sebagai berikut:
1. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah
3. Penurunan cengkeraman kekuatan.
4. Kelemahan dalam ibu jari
5. Sensasi jari bengkak, (ada atau tidak terlihat bengkak)
6. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
H. DIAGNOSA
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa
CTS adalah (George, 2009):
a. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS.
b. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
c. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hilang timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d. Thenar wasting.
Pada inspeksi dan
palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
e. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari
lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan
gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
f. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka
tes ini menyokong diagnosa CTS.
g. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila
dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan
jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak
dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosa.
i. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
j. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa CTS
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.
b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.
3. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan rontgen, USG resolusi tinggi, CT scan dan MRI terhadap
pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti
fraktur atau artritis. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui kondisi
di dalam carpal tunnel. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada kasus-kasus
tertentu saja sebelum tindakan operasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik
sesuai dermatomnya.
2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-
otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan
lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak
tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis
longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang
repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan
di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari
pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah
J. KOMPLIKASI
1. Atropi otot-otot thenar
2. Gangguan sensorik yang mengenai bagian radikal telapak tangan serta sisi
palmar dari tiga jari pertama
3. Deformitas “Ape Hand”
K. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih
dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
Medikamentosa
1. Injeksi Kortikosteroid Lokal
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS
secara temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau
hidrokortison bisa disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan
nyeri. Injeksi kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga
mengurangi tekanan pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat
untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Pada kebanyakan pasien,
pembedahan merupakan satu –satunya pengobatan yang bisa memberikan
penyembuhan permanen.
2. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu
menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri
ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah
ibuprofen. Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.
Non Medikamentosa
1. Fisioterapi
Ultra sound Diathermi (USD)
Micro Wave Diathermi (MWD)
TENS
Exercise
2. Ortose Protesa
Ortose yang dipakai untuk penderita carpal tunnel syndrome adalah
splint atau bidai. Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu
mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai
digunakan pada malam hari selama 2-6 minggu untuk mereposisi tangan,
mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan
tekanan. Pemakaian bidai ini efektif jika dilakukan dalam jangka tiga bulan
sejak timbul keluhan.
3. Operasi
Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan.
Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari
operasi CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus
Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya akan
berkurang.
Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome.
Dapat dilihat adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang
merupakan tanda kronik CTS.
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome.
Dapat dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga
dikenal dengan sebutan pembedahan “pembebasan canalis carpi”.
Pembedahan ini sangat direkomendasikan bagi pasien yang telah mengalami
secara konstan dan static mati rasa, kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan
penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala –
gejala intermiten CTS.
L. PENCEGAHAN
Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :
1. Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan
2. Lebih sering beristirahat
3. Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan
4. Menjaga agar tangan tetap hangat
5. Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas
6. Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS
7. Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh
tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk.
M. PROGNOSIS
Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat
menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan
alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator
prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik
mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan
operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali
kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.