tipe kepribadian sebagai prediktor perilaku altruisme …

276
TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME PADA RELAWAN DAERAH BENCANA DIAJUKAN OLEH: DWI SUKMA 4516091003 SKRIPSI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 23-May-2022

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME

PADA RELAWAN DAERAH BENCANA

DIAJUKAN OLEH:

DWI SUKMA

4516091003

SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2020

Page 2: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

ii

TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU

ALTRUISME PADA RELAWAN DAERAH BENCANA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Sebagai

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

DWI SUKMA

4516091060

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2020

Page 3: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

ii

Page 4: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

ii

Page 5: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini asli dibuat sendiri oleh peneliti

yang bersangkutan. Adapun seluruh referensi telah dikutip langsung dari

sumbernya dengan cara yang sesuai dengan kaidah ilmiah. Begitupun dengan

data-data penelitian yang diambil merupakan data asli dari responden tanpa

direkayasa.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, saya bertanggung

jawab secara moril sebagai insan akademik atas skripsi ini.

Makassar, September 2020

Yang menyatakan,

Dwi Sukma 4516091060

Page 6: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

iv

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan alhamdilillahi robbil alamin

Maha suci, maha pemurah lagi maha penyayang Allah SWT atas segala nikmat

ilmu, kesehatan dan keberkahan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

karya ilmiah ini dengan baik.

Saya persembahkan karya ini untuk:

kedua orang tuaku dan kakakku yang tersayang.

Serta seluruh orang-orang yang saya sayang dan menyayangi saya

Atas segala hal yang sudah dilimpahkan kepada penulis baik dukungan moral

dan moril yang tidak bisa saya tuliskan satu per satu. Untuk banyaknya

semangat dan kasih sayang yang diberikan.

Untuk banyak hal lain lagi yang tidak bisa penulis ungkapkan dengan banyak

kata-kata

Bapak/ibu dosen fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat serta pelajaran hidup yang didapatkan selama proses

perkuliahan yang akan menjadi bekal dan pembelajaran yang sangat berarti

untuk masa yang akan datang.

Serta rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan banyak kenangan dan

pengalaman berharga selama peneliti menjalani proses kuliah

Page 7: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

v

MOTTO

“Usaha, Usaha dan Usaha, jangan lupa berikan doa disetiap spasinya”

“Apa yang sudah kau mulai, selesaikan dengan baik.

Dan apa yang sudah kau selesaikan, jadikan pengalaman dan

pembelajaran yang terbaik”

Page 8: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

vi

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala

limpahan rahmat dan inayah-Nya proposal penelitian yang berjudul “Tipe

Kepribadian Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan Daerah

Bencana” dapat diselesaikan dengan usaha maksimal. Shalawat dan salam tidak

lupa peneliti panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah

membawa manusia dari alam kegelapan dan kebodohan menuju alam yang

cerah benderang dan kepintaran.

Adapun dalam mengerjakan skripsi ini peneliti menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kata sempurna, untuk itu segala saran dan kritik membangun

peneliti terima dengan senang hati. Selain itu, penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari berbagai bimbingan, bantuan, saran dan dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu, peneliti menuliskan terima kasih kepada:

1. Orang tuaku tercinta Bapak Ismail, SH dan Mama yang hebat Rasnah yang

senantiasa memberikan dukungan, semangat dan menjadi penguat untuk

mengerjakan skripsi ini sampai akhir serta kakakku yang begitu

menjengkelkan tetapi perhatian, Soeparman Ismail terima kasih juga karena

sudah menjadi kakak versi terhebat untuk saya.

2. Terima kasih kepada diriku sendiri karena sudah mau bertahan dan bekerja

sama melalui perjuangan melelahkan ini sampai akhir.

3. Kepada dekan fakultas Psikologi bapak Musawwir, S.Psi, M.Pd dan para

dosen fakultas psikologi yang senantiasa memberikan ilmunya

4. Pembimbing akademik Bapak Budhy Rakhmat, M,Psi., Psikolog yang

memberikan nasehat dan saran-saran membangun selama menjalani kuliah

Page 9: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

vii

5. Ibu Hasniar A. Radde, S.Psi., M.Si selaku pembimbing pertama yang

memberikan kesediaan waktu, tenaga, pikiran serta saran untuk

memaksimalkan penelitian ini. Terima kasih banyak bu, sudah memberikan

banyak sekali ilmu selama di camp skripsi

6. Ibu Titin Florentina P., S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku pembimbing dua yang

senantiasa memberikan bimbingan, semangat dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini, yang membimbing dengan sabar.

7. Ibu Irawati, Ibu Jerni dan kak Wulan yang membantu administrasi selama

perkuliahan sehingga dapat berjalan lancar

8. Kepada Psysixtion’16 yang saling menyemangati dan membantu satu sama

lain

9. Class Psychology B yang sudah menemani perjuangan saya selama empat

tahun terakhir ini

10. Team skripsi camp kak Ramadhan, kak Miftah, kak Nana, Kak Widya, Kak

Fachrul dan Pasukan Berani Mati Puri, Rahma, Danti, Zainab, Kia, Anna,

Syahriana, Dewi Inra, Rahmayani, Naifah, Astiwi, Aina yang sudah

menemani berjuang dalam mengerjakan skripsi.

11. Kepada CHIS Grace Ansela, Rezky Ramadhanti, Sri Wahyuni, Sasa

Marwah, Mariana yang selalu mendengarkan keluhan dan memberikan

semangat untuk bisa menyelesaikan perkuliahan.

12. Terima kasih kepada kakak Ika yang senantiasa membantu saya disetiap

keadaan dan menjadi teman cerita apapun.

13. Terima kasih kepada angkatan Diklat 27 Adviana Palimbong, Restu

Hapriani, Mayang Yustika dan Ikbal yang selalu setia menjadi teman cerita

apapun.

Page 10: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

viii

14. Seluruh senior-senior KSR PMI Unit 105 Universitas Bosowa yang telah

memberikan banyak asupan ilmu, bimbingan, nasehat dan pengalaman

berharga selama saya kuliah.

15. Kepada kak Haryanto Robby P yang telah memberikan dukungan moril dan

membantu saya selama perkuliahan.

16. Kepada kak Syahid yang telah membantu pengambilan data dan seluruh

pihak-pihak yang secara sukarela membantu saya dalam pengambilan data.

17. Seluruh pihak yang membantu saya secara langsung maupun tidak

langsung, membantu saya dalam bentuk moril dan materil selama kuliah di

fakultas Psikologi, saya haturkan terima kasih yang tidak terhingga, karena

berkat bantuan orang lain saya bisa menyelesaikan kuliah saya.

Makassar, September 2020

Peneliti

Page 11: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

ix

ABSTRAK

Tipe Kepribadian Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan Daerah Bencana

Dwi Sukma 4516091060

Fakultas Psikologi Universitas Bosowa [email protected]

Latar belakang penelitian ini didasari oleh fenomena dimana bencana dapat terjadi dimana saja namun terlihat adanya keterbatasan sukarelawan yang membantu sehingga semakin menunjukkan bahwa adanya indikasi mengenai berbedanya tingkat menolong individu terhadap sesama manusia yang diprediksi karena adanya perbedaan kepribadian masing-masing orang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh tipe kepribadian Big Five Personality terhadap

perilaku altruisme pada relawan daerah bencana. Penelitian ini dilakukan pada 242 relawan bencana di Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala Self-Report Altruisme Scale oleh Rushton (1981) dan International Personality Item Pool (IPIP) oleh Goldberg (1992). Sebelum digunakan, validitas skala diuji dengan Subject Matter Expert (SME) untuk melihat validitas isi dan Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk melihat validitas konstruk. Sedangkan reliabilitas diuji dengan teknik Cronbach Alpha dimana reliabilitas Openness To Experience sebesar 0.607, Conscientiousness sebesar 0.726, Extraversion sebesar 0.712, Agreeableness sebesar 0.627 dan Neuroticism sebesar 0.663. Adapun uji hipotesis menggunakan teknik regresi berganda yang menghasilkan bahwa 1) Big Five Personality berkontribusi sebesar 22,6% terhadap altruisme (p=0.000, p<0.005. Selanjutnya, masing-masing tipologi Big Five Personality berkontribusi terhadap altruisme menghasilkan 2) Openness To Experience berkontribusi secara positif

terhadap altruisme sebesar 1,5% (p=0,032, p<0,05) sehingga semakin tinggi Openness To Experience maka semakin tinggi pula altruisme pada relawan bencana. 3) Conscientiousness berkontribusi secara positif terhadap altruisme sebesar 8,3% (p=0,00, p<0,05) sehingga semakin tinggi Conscientiousness maka semakin tinggi pula altruisme pada relawan bencana. 4) Extraversion berkontribusi secara positif terhadap altruisme sebesar 4,1% (p=0,02, p<0,05) sehingga semakin tinggi Extraversion maka semakin tinggi pula altruisme pada relawan bencana. 5) Agreeableness berkontribusi secara negatif terhadap altruisme sebesar 8,4% (p=0,00, p<0,05) sehingga semakin tinggi Agreeableness maka semakin rendah altruisme pada relawan bencana. 6) Neuroticism tidak dapat menjadi prediktor terhadap altruisme (p=0,287, p>0,05). Kata Kunci : Big Five Personality, Altruisme, Relawan Bencana

Page 12: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ...............................................................................................iii

PERSEMBAHAN ........................................................................................................ iv

MOTTO ........................................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 11

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 11

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 12

1. Manfaat Teoritis .................................................................................. 12

2. Manfaat Praktis ................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 14

A. Altruisme .................................................................................................. 14

1. Teori-Teori Menolong ......................................................................... 14

2. Pengertian Altruisme ......................................................................... 22

Page 13: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xi

3. Aspek Altruisme .................................................................................. 30

4. Faktor-Faktor Altruisme ..................................................................... 37

5. Dampak altruisme ............................................................................... 42

6. Pengukuran Altruisme ........................................................................ 45

B. Tipe Kepribadian Big Five Personality .................................................... 47

1. Definisi Kepribadian ............................................................................ 47

2. Dasar-Dasar Teori Kepribadian .......................................................... 49

3. Tipe Kepribadian Big Five Personality ............................................... 51

4. Tipologi Kepribadian Big Five Personality .......................................... 52

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Big Five Personality ...................... 59

6. Pengukuran Big Five Personality ....................................................... 61

C. Relawan ................................................................................................... 63

1. Pengertian Relawan ........................................................................... 63

2. Faktor Penyebab Menjadi Relawan ................................................... 65

3. Ciri-ciri Relawan .................................................................................. 67

D. Tipe Kepribadian Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme ......................... 68

E. Kerangka Penelitian ................................................................................. 70

F. Hipotesis ................................................................................................... 72

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 74

A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 74

B. Variabel Penelitian ................................................................................... 75

C. Definisi Variabel ....................................................................................... 76

1. Definisi Konseptual ............................................................................. 76

Page 14: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xii

2. Definisi Operasional ............................................................................ 77

D. Populasi dan Sampel ............................................................................... 78

1. Populasi .............................................................................................. 78

2. Sampel ................................................................................................ 79

3. Teknik Sampling ................................................................................ 80

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 80

1. Skala Altruisme ................................................................................... 80

2. Skala Big Five Personality .................................................................. 82

F. Uji Instrumen ............................................................................................ 83

1. Proses Adaptasi Skala ........................................................................ 83

2. Uji Validitas .......................................................................................... 85

3. Uji Reliabilitas ...................................................................................... 90

G. Teknik Analisis Data ................................................................................ 91

1. Analisis Deskriptif................................................................................ 92

2. Uji Asumsi ........................................................................................... 92

3. Uji Hipotesis ........................................................................................ 94

H. Prosedur Penelitian ................................................................................. 96

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 98

A. Deskripsi Demografi Responden ............................................................. 98

1. Deskriptif Altruisme Pada Relawan Bencana................................... 103

2. Deskriptif Big Five Personality .......................................................... 104

B. Deskriptif Variabel Berdasarkan Demografi .......................................... 112

1. Deskriptif Altruisme Berdasarkan Demografi ................................... 112

Page 15: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xiii

2. Deskriptif Big Five Personality Berdasarkan Demografi .................. 122

C. Uji Asumsi .............................................................................................. 173

1. Uji Normalitas .................................................................................... 173

2. Uji Linearitas ..................................................................................... 174

3. Uji Multikolinearitas ........................................................................... 175

4. Uji Heterokedastisitas ....................................................................... 175

D. Uji Hipotesis ........................................................................................... 177

E. Pembahasan .......................................................................................... 186

1. Gambaran Altruisme Pada Relawan Bencana ................................ 186

2. Analisis Dimensi Big Five Personality Sebagai Prediktor

Altruisme Pada Relawan Bencana ................................................... 190

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 212

A. Kesimpulan ............................................................................................ 212

B. Saran ...................................................................................................... 213

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 216

Page 16: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blueprint skala altruisme ................................................................. ......... 82

Tabel 3.2 Blueprint skala Big Five Personality ................................................ ......... 84

Tabel 3.3 Blueprint Altruisme Setelah Uji Coba .............................................. ......... 90

Tabel 3.4 Blueprint Skala Big Five Personality Setelah Uji Coba ................... ......... 90

Tabel 3.5 Kategori Reliabilitas ......................................................................... ......... 91

Tabel 3.6 Reliabilitas Altruisme ....................................................................... ......... 91

Tabel 3.7 Reliabilitas Big Five Personality ...................................................... ......... 92

Tabel 4.1 Kategorisasi Skor .................................................................................... 105

Tabel 4.2 Hasil Analisis Altruisme .......................................................................... 106

Tabel 4.3 Hasil Kategorisasi Altruisme ................................................................... 106

Tabel 4.4 Hasil Analisis Dimensi Extraversion ....................................................... 107

Tabel 4.5 Hasil Kategorisasi Extraversion ............................................................. 108

Tabel 4.6 Hasil Analisis Dimensi Agreeableness ................................................... 109

Tabel 4.7 Hasil Kategorisasi Agreeableness .......................................................... 109

Tabel 4.8 Hasil Analisis Dimensi Conscientiousness ........................................ 110

Tabel 4.9 Hasil Kategorisasi Conscientiousness ............................................... 111

Tabel 4.10 Hasil Analisis Dimensi Neuroticism ...................................................... 112

Tabel 4.11 Hasil Kategorisasi Neuroticism ............................................................. 113

Tabel 4.12 Hasil Analisis Dimensi Openness To Experience ................................ 114

Tabel 4.13 Hasil Kategorisasi Openness To Experience ....................................... 114

Tabel 4.14 Hasil Analisis Uji Normalitas ................................................................ 180

Tabel 4.15 Hasil Analisis Uji Linearitas ................................................................. 181

Page 17: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

x

Tabel 4.16 Hasil Analisis Uji Multikolinearitas ........................................................ 183

Tabel 4.17 Hasil Analisis Kontribusi Big Five Personality Terhadap Altruisme ..... 186

Tabel 4.18 Hasil Analisis Kontribusi Extraversion Terhadap Altruisme ................. 187

Tabel 4.19 Hasil Analisis Kontribusi Agreeableness Terhadap Altruisme ........... 188

Tabel 4.20 Hasil Analisis Kontribusi Conscientiousness Terhadap Altruisme ..... 189

Tabel 4.21 Hasil Analisis Kontribusi Neuroticism Terhadap Altruisme .................. 190

Tabel 4.22 Hasil Analisis Kontribusi Openness To Experience Terhadap Altruisme .............................................................................. 191

Tabel 4.23 Hasil Analisis koefisien pengaruh Big Five Personality ...................... 192

Page 18: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir..................................................................................... 71

Gambar 4.1 Diagram Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 100

Gambar 4.2 Diagram Subjek Berdasarkan Usia .................................................... 101

Gambar 4.3 Diagram Subjek Berdasarkan Domisili ............................................... 102

Gambar 4.5 Diagram Subjek Berdasarkan Suku ................................................... 102

Gambar 4.6 Diagram Subjek Berdasarkan Pekerjaan ........................................... 103

Gambar 4.7 Diagram Subjek Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan .................... 104

Gambar 4.8 Diagram Subjek Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan .......... 105

Gambar 4.9 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 115

Gambar 4.10 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Usia ............................. 116

Gambar 4.11 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Domisili ....................... 118

Gambar 4.12 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Suku ............................ 119

Gambar 4.13 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Pekerjaan ................... 121

Gambar 4.14 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan ................................................................... 122

Gambar 4.15 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ....................................................................... 124

Gambar 4.16 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Jenis Kelamin ........ 126

Gambar 4.17 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Usia ........................ 127

Gambar 4.18 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Domisili .................. 128

Gambar 4.19 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Suku ....................... 129

Gambar 4.20 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Pekerjaan ............... 131

Page 19: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xii

Gambar 4.21 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan .................................................................. 133

Gambar 4.22 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ...................................................................... 135

Gambar 4.23 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Jenis Kelamin .... 137

Gambar 4.24 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Usia .................... 138

Gambar 4.25 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Domisili .............. 139

Gambar 4.26 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Suku ................... 140

Gambar 4.27 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Pekerjaan........... 142

Gambar 4.28 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan .................................................................. 143

Gambar 4.29 Diagram Deskriptif Agreeableness Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ...................................................................... 145

Gambar 4.30 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan

Jenis Kelamin .................................................................................. 147

Gambar 4.31 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Usia ............. 148

Gambar 4.32 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Domisili ........ 150

Gambar 4.33 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Suku ............ 151

Gambar 4.34 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Pekerjaan .... 153

Gambar 4.35 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan .................................................................. 154

Gambar 4.36 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ..................................................................... 156

Gambar 4.37 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 158

Gambar 4.38 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Usia ....................... 159

Gambar 4.39 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Domisili ................. 160

Gambar 4.40 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Suku ...................... 161

Page 20: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

xiii

Gambar 4.41 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Pekerjaan ................ 163

Gambar 4.42 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Tahun

Menjadi Relawan ............................................................................. 165

Gambar 4.43 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ......................................................... 167

Gambar 4.44 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................. 169

Gambar 4.45 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Usia ... 170

Gambar 4.46 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Domisili ............................................................................................ 171

Gambar 4.47 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Suku . 172

Gambar 4.48 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan

Pekerjaan ......................................................................................... 174

Gambar 4.49 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan ............................................................................. 176

Gambar 4.50 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan ......................................................... 178

Page 21: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada umumnya memiliki dua peran penting yakni sebagai makhluk

individu sekaligus sebagai makhluk sosial, dua peran ini mengartikan bahwa

selain sebagai makhluk individu yang memiliki unsur jasmani, rohani, fisik, psikis,

jiwa dan raga sebagai manusia juga sudah seyogyanya memperhatikan

perannya sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinterkasi

dengan orang lain. Dalam kehidupan yang melibatkan hubungan atau interaksi

dengan orang lain maka diperlukan peranan norma untuk membantu manusia

dalam melakukan interaksi dengan orang lain di lingkungan sosialnya dengan

baik.

Perilaku menolong dapat diterapkan melalui upaya sederhana seperti

membantu orang yang sedang kesusahan, menawarkan pertolongan dan

melakukan sesuatu yang dapat meringankan musibah yang dialami oleh orang

lain. Penerapan perilaku menolong juga dapat diaktualisasikan dalam bentuk

yang lebih mengarah pada meringankan beban orang lain dan dinilai dapat

memberikan manfaat kepada orang lain.

Menolong juga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi orang lain secara

tidak langsung. Menolong dapat diaktualisasikan dengan hal sederhana seperti

seperti menolong keluarga, teman, kerabat maupun orang lain. Perilaku

menolong ini dinilai juga dapat memberikan dampak positif yang lebih besar

1

Page 22: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

2

yakni dapat menciptakan keharmonisan dalam lingkungan sosial sehingga

menjadi lebih damai. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara, menolong dapat

memberikan kesejahteraan bagi orang lain maupun diri sendiri melalui perasaan

bahagia dan bernilai karena mampu menolong orang lain.

Adapun perilaku menolong dengan ikhlas tanpa pamrih dalam Psikologi

lebih dikenal dengan istilah altruisme. Gula, (2009) menjelaskan bahwa altruisme

merupakan watak dalam diri seseorang yang muncul dengan semangat murah

hati dimana seseorang memiliki kemampuan dan keutamaan untuk bertindak

secara inklusif dalam memberikan bantuan kepada orang lain. Selain itu,

dijelaskan pula bahwa altruisme merupakan sifat dan watak yang ditunjukkan

oleh seseorang dalam memperhatikan dan mengutamakan orang lain. Dalam hal

ini, perilaku altruisme menganggap bahwa kepentingan diri sendiri lebih rendah

kapasitasnya daripada kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan.

Bertens (2000) juga menjelaskan altruisme sebagai suatu sikap dalam

memperhatikan dan mengutamakan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.

Adapun perilaku altruistik yang ditampakkan oleh seseorang dapat

diaktualisasikan dalam kebervasiariasian tingkat perilaku altruisme itu sendiri.

Hal ini nampak pada hasil penelitian deskriptif yang dikemukakan oleh Dewanti,

D.A (2019) di Yogyakarta dimana 57,6% dari 225 pelajar memiliki altruisme yang

tinggi dan 42,4% berada dalam tingkat altruisme yang sedang dan tidak terdapat

altruisme yang rendah; di Padang sebanyak 26,67% dari 240 pelajar yang

memiliki altruisme sangat tinggi, 60,83% tinggi, 12,50% rendah dan tidak

didapatkan adanya tingkat altruisme sangat rendah, (Neli, U.S & Sukmawati,

Page 23: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

3

2019); di Bandung sebanyak 31,7% dari 202 mahasiswa FIP-UPI memiliki

tingkat altruisme tinggi, sedang 68,3% dan tidak terdapat mahasiswa yang

memiliki perilaku altruisme rendah, (Reza, M, 2017); di Bandung sebanyak

44,6% dari 325 mahasiswa yang memiliki tingkat altruisme tinggi dan 55,4%

memiliki altruisme yang rendah, (Nursanti, I., Victoria, E., & Cakrangdinata,

2014); Sedangkan, di Banjarmasin sebanyak 91,6% dari 5 siswa menunjukkan

altruisme sangat baik dan 9,4% memperoleh altruisme baik, (Umiati, M 2019).

Selain hasil penelitian tersebut, peneliti juga menemukan literatur yang

menunjukkan tingkat perilaku altruistik yang cenderung tinggi pada kelompok-

kelompok profesi tertentu, diantaranya di Sumatera Selatan sebanyak 72,50%

dari 80 relawan Walhi memiliki tingkat altruisme tinggi, 27,50% sedang dan tidak

terdapat altruisme yang rendah (Mardhiyah S.A., & Putri, J.D, 2019); di Salatiga

sebanyak 65,71% dari 105 perawat RSUD memiliki altruisme yang tinggi dan

32,38% rendah, (Hidayati, F & Dewi, S.R, 2017); di Yogyakarta sebanyak 36,7%

dari 74 konselor memiliki altruisme yang tinggi, 34,04% sedang dan 27,79%

rendah, (Yandri, H., Fikri, M.K., & Juliawati, D, 2019); Sedangkan, di

Tulungagung sebanyak 14% dari 35 relawan memiliki altruisme tinggi, 60%

sedang dan 26% rendah, (Sulawati, 2017).

Berdasarkan penelitian deskriptif tersebut nampaknya relawan termasuk ke

dalam kelompok yang cenderung memiliki tingkat altruisme yang relatif tinggi.

Karena dapat diketahui bahwa perilaku menolong orang lain tanpa pamrih

tersebut telah tercermin dalam diri seorang relawan. Dimana relawan

merupakan suatu upaya individu yang secara sukarela menyumbangkan tenaga,

Page 24: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

4

jasa, kemampuan dan waktunya tanpa mengharapkan upah secara finansial

atau keuntungan materi dan organisasi dari tindakan yang dilakukan individu

tersebut kepada orang lain atau kelompok, (Schroeder, 1995).

Relawan sendiri dapat ditemui melalui kegiatan sosial ataupun pada saat

situasi bencana. Perilaku menolong yang diterapkan oleh relawan pada kegiatan

sosial dapat berupa penggalangan dana atau aksi sosial lainnya. Selain itu,

peranan relawan juga terlihat jelas pada saat menghadapi situasi bencana,

relawan mulai mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk membantu

orang lain. Perlu diketahui bahwa relawan yang menangani situasi bencana

menjadikannya berada pada situasi yang tidak normal seperti pada umumnya

yang tentunya hal tersebut menjadi sebuah tantangan yang memiliki risiko

tersendiri

Memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan memanglah suatu

perbuatan yang mulia akan tetapi tidak menutup kemungkinan ada risiko yang

harus dihadapi relawan di bencana. Berdasarkan pernyataan responden yang

telah diwawancarai, mereka pernah mengalami musibah pada saat menolong

seperti terjebak dikubangan lumpur, terjatuh dan mengalami luka, patah tulang,

tenggelam, dimarahi masyarakat, meninggalkan kepentingan lain dan bahkan

ada yang sampai mengalami trauma karena melihat situasi bencana yang

sangat jauh berbeda dari biasanya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2007) sendiri juga menjelaskan

bahwa situasi bencana memang merupakan peristiwa yang dapat mengancam

atau mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam

Page 25: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

5

dan/atau faktor non alam maupun faktor yang disebabkan oleh manusia

sehingga dapat mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda maupun dapat berdampak pada kondisi psikologis seseorang yang

terkena bencana.

Berdasarkan hal di atas maka dilakukan wawancara awal kepada 15

relawan dari berbagai latar belakang baik dari relawan PMI, relawan Badan Sar

Nasional, Potensi Sar, relawan Ners, serta Relawan yang bersifat independen

untuk menggali fakta yang terjadi dilapangan. Adapun hasil yang didapatkan

peneliti bahwa nampaknya relawan mampu memiliki altruisme yang tinggi

diantara banyaknya kelompok-kelompok profesi yang ada. Hal tersebut didukung

oleh hasil wawancara dimana sebagian besar responden mengatakan bahwa

tidak ada alasan yang mendorong dirinya untuk membantu orang lain dan tidak

ada paksaan dari orang lain selain daripada keinginan diri sendiri. Adapun

imbalan yang diperoleh dari perilaku menolong yang dilakukan hanya sebatas

perasaan puas dan merasa berarti karena mampu menyalurkan bantuan kepada

orang yang membutuhkan.

Adapun penelitian yang membuktikan bahwa perilaku menolong

memberikan banyak dampak positif ialah penelitian yang dilakukan oleh

Sasmita, A., & Wibowo (2019) yang menunjukkan bahwa altruisme memberikan

kontribusi sebesar 83,3% dalam meningkatkan extra-role behavior pada relawan

Tagana di Banyumas; Permatahati (2016) mendapati altruisme dapat

memberikan kontribusi sebesar 26,1 % dalam meningkatkan Subjective Well-

Being pada 20 relawan di Tulungagung. Adapun penelitian yang menunjukkan

Page 26: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

6

perilaku lain yang dipengaruhi oleh tingginya perilaku altruisme yaitu,

meningkatkan kinerja kinerja guru di Rokan Hilir sebesar 67,70% , (Asjoni, S.A.,

& Natuna, D.A, 2019); memengaruhi kinerja perawat RSKM di Jombang sebesar

56,4%%, (Murwani, S, 2018).

Menolong orang yang membutuhkan memang baik. Akan tetapi apabila

tingkat altruisme yang dimiliki cenderung terlalu tinggi sesuai penelitian di atas

maka juga akan memberikan dampak negatif bagi diri relawan itu sendiri. Seperti

yang diketahui dari hasil wawancara bahwa relawan yang terlalu sering terlibat

dalam menolong di medan bencana mengakibatkan tugas wajib sebagai pelajar

ditinggalkan sehingga nilai akademik menurun dan harus menambah kredit

semester. Ada pula yang mengatakan bahwa, sejak aktif menjadi relawan dirinya

kehilangan kesempatan bekerja kembali di instansi pemerintahan. Selain itu, ada

juga relawan yang mengatakan bahwa karena keaktifannya sebagai relawan,

menyebabkan dia mengorbankan waktu bersama keluarga dan tanggung

sebagai kepala rumah tangga menjadi berkurang.

Melihat hal diatas, apabila perilaku altruisme tidak dapat dikontrol dengan

baik dan tidak dilakukan dengan berhati-hati maka dapat memberikan dampak

yang negatif untuk diri individu yang bisa mengakibatkan trauma, cacat bahkan

kematian. Hal tersebut diperkuat oleh berita yang didapatkan dari Kompas.com

(2018) bahwa terdapat seorang relawan meninggal akibat kelelahan saat

menyuplai air bersih kepada korban bencana daerah lombok; BBC News (2018)

juga melansir berita duka dari relawan yang meninggal dunia akibat kecelakaan

tenggelam pada saat bertugas mengevakuasi korban Lion-air-jt-610; di Malang,

Page 27: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

7

dua relawan meninggal karena tersengat listrik pasca melakukan evakuasi di

letusan gunung Kelud, (Dikutip dari CNN Indonesia, 2018); relawan gugur akibat

kehabisan oksigen saat kebakaran gunung Andong, Semarang pada tahun

2018, (dilansir dari MuriaNews.com, 2018); empat relawan Tagana gugur karena

tertimbun lahar panas Wedhus Gembel pada tahun 2010, (DetikNews.com,

2010); 150 tenaga kesehatan positif terinfeksi virus dan 31 diantaranya telah

gugur akibat tertular covid-19 sepanjang april 2020, (Kompas.com, 2020).

Peristiwa di atas didukung oleh pernyataan Sutopo (dalam Badan Nasional

Penanggulangan Bencana, 2007) yang menegaskan bahwa potensi bencana

tsunami di Indonesia memang menempati peringkat pertama dari 265 negara di

dunia. Hal tersebut berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PBB.

Sehingga berdasarkan data UNISDR diperkirakan ada 5.402.239 jiwa orang

Indonesia dapat berpotensi terkena dampak bencana, sehingga wilayah

Indonesia sering mengalami bencana alam dan ditengah penduduk yang padat

maka memungkinkan akan banyak yang terdampak sehingga diperlukan banyak

relawan yang mampu menanamkan perilaku altruisme.

Perilaku altruisme sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya;

memengaruhi lingkungan keluarga dan status sosioekonomi pada 80 remaja di

Jakarta, (P.D., & Nursetiawati, 2019); Pola asuh demokratif, (Mubtadin, 2016);

Bimbingan kelompok pada 8 siswa di Kendari, (Mesa, N.M., & Rudin, A, 2020);

memengaruhi kematangan emosi yang meliputi kemampuan beradaptasi,

kemampuan menguasai amarah dan pola asuh otoriter-permisif pada 250

mahasiswa di Jakarta, (Zahra. S 2015); empati pada 70 siswa di Bekasi,

Page 28: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

8

(Pujiyanti, 2019); empati pada 96 siswa di Semarang, (Setiawan, M.B., &

Sugiarto, L.N, 2019); kecerdasan, religiusitas dan jenis kelamin pada 290

relawan aksi cepat tanggap di Jakarta, (Fitria, 2019); peran emosi pada 175

mahasiswa kedokteran di Malang, (Robbitha, R.A., & Herani, 2018); Jenis

kelamin pada 40 relawan di Malang, Harjo, I.L (2018); kepribadian pada 71 siswa

di Malang, (Ningrum, D.K, 2019);

Berdasarkan seluruh uraian jawaban hasil wawancara yang dilakukan

terhadap beberapa relawan dan penelitian-penelitian yang ada maka ditemukan

hasil yang beragam yang memengaruhi perilaku menolong. Keberagaman yang

didapatkan tersebut diduga karena disebabkan oleh cara bersikap, cara berpikir

dan cara beradaptasi maupun cara pengambilan keputusan relawan yang

beragam. Keberagaman tersebut juga semakin mengindikasikan bahwa

kepribadian yang dimiliki relawan juga berbeda-beda.

Parkinson (2004) sendiri menjelaskan bahwa kepribadian seseorang dapat

meliputi cara bersikap, cara berpikir, cara berkomunikasi, kepercayaan diri dan

cara beradaptasi. Kepribadian menjadi salah satu alasan relawan untuk mampu

menanamkan jiwa-jiwa altruistik. Seperti yang dijelaskan oleh Pevlin (2005)

bahwa kepribadian didefinisikan sebagai suatu karakteristik yang dimiliki

seseorang dan cenderung konsisten mengenai pikiran, perasaan dan perilaku

seseorang, untuk mengidentifikasi kecenderungan kepribadian yang dimiliki

relawan maka dapat dianalisis menggunakan tipologi kepribadian Big Five

Personality. Tipologi kepribadian tersebut digunakan berdasarkan Feist dan Feist

(2009) yang mengatakan bahwa Big Five Personality merupakan salah satu

Page 29: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

9

kepribadian yang dapat dengan baik memprediksi dan menjelaskan perilaku

seseorang seperti mengungkapkan kepribadian yang dimiliki seseorang yang

menerapkan perilaku altruisme. Senada dengan Barrick & Mount (dalam Tama &

Hardiningtyas, 2017) yang juga memaparkan bahwa lima dimensi utama

kepribadian Big Five Personality telah mencakup keseluruhan kepribadian

manusia yang beragam dan model kepribadian ini juga mampu menjadi prediktor

untuk dapat menjelaskan perilaku seseorang sesuai dengan situasi sebenarnya.

Tama & Hardiningtyas( 2017) menjelaskan bahwa kepribadian Big Five

Personality merupakan suatu model kepribadian yang terdiri dari lima dimensi

utama yang mencakup beragamnya kepribadian manusia. Lima dimensi tersebut

diantaranya; Openness to experience yang meliputi ketertarikan individu

terhadap hal baru, kreativitas, dan keingintahuan seseorang; Conscientiousness

adalah kecenderungan seseorang dalam mengorganisir tugas-tugas dan

berkaitan dengan kehandalan serta tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-

tugas tersebut; Extraversion; yakni kecenderungan seseorang dalam

berperilaku di lingkungan sosialnya; Agreeableness merupakan perilaku

seseorang yang tampak dalam menghormati dan berinteraksi dengan orang lain;

Neuroticism adalah salah satu Big Five Personality yang meliputi kemampuan

seseorang dalam mengelola emosinya dalam menghadapi stress, (Tama &

Hardiningtyas, 2017).

Kepribadian Big Five Personality juga dipercaya dapat memengaruhi

berbagai hal diantaranya memengaruhi altruisme 120 relawan Swadaya di

Malang, (Widianingrum, 2016); pembentukan resiliensi 20 tuna daksa di

Page 30: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

10

Bandung (Ilham & Mubarak, 2018); mampu memediasi kinerja dan sifat

kepemimpinan pada 119 karyawan di Jimbaran, (Dewi & Mujiati 2015);

memengaruhi multitasking pada 60 karyawan di Jakarta, (Widyahastuti, 2019);

Subjective Well-Being pada 437 pengguna Twitter di Indonesia (Novitasari,

2005); perilaku prososial pada 159 mahasiswa di Malang, (Nugrahini, 2016);

prokrastinasi pada 127 pegawai universitas di Yogyakarta, (Fauziah & Sarira,

2019); Organizational Citizenship Behavior pada 100 dosen Universitas Thailand

(Leephaijaroen, 2018) dan Organizational Citizenship Behavior pada 54 perawat

di Madiun, (Soepono & Srimulyani, 2019); Adaptabilitas karir pada 120

mahasiswa di Aceh, (Raisunnisa & Megawati, 2019); maupun kreativitas pada 60

karyawan di Jakarta, (Surur & Handoyo, 2018).

Melihat beberapa penelitian yang berkaitan dengan kepribadian

menggunakan dimensi Big Five Personality, maka diduga kepribadian ini juga

dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai altruisme pada relawan. Diperkuat oleh

observasi yang dilakukan dilapangan dan hasil wawancara yang didapatkan.

Sehingga berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik dan merasa perlu untuk

meneliti lebih lanjut mengenai mengenai altruisme dan kepribadian Big Five

Personality yang memfokuskan penelitian ini dengan judul “Tipe Kepribadian Big

Five Personality Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan Bencana”.

Page 31: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah tipe kepribadian Big Five Personality dapat menjadi prediktor

terhadap altruisme pada relawan daerah bencana?

2. Apakah kepribadian Openness to Experience pada tipe kepribadian Big Five

Personality dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah

bencana?

3. Apakah kepribadian Conscientiousness pada tipe kepribadian Big Five

Personality dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah

bencana?

4. Apakah kepribadian Extraversion pada tipe kepribadian Big Five Personality

dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana?

5. Apakah kepribadian Agreeableness pada tipe kepribadian Big Five

Personality dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah

bencana?

6. Apakah kepribadian Neuroticism pada tipe kepribadian Big Five Personality

dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran perilaku altruisme pada relawan bencana

2. Untuk mengetahui gambaran tipe kepribadian Big Five Personality pada

relawan daerah bencana

Page 32: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

12

3. Untuk mengetahui gambaran masing-masing tipe kepribadian Big Five

Personality pada relawan daerah bencana

4. Untuk mengetahui kemampuan tipe kepribadian Big Five Personality dalam

menjadi prediktor terhadap altruisme pada relawan daerah bencana

5. Untuk mengetahui kemampuan masing-masing tipe kepribadian Big Five

Personality dalam menjadi prediktor terhadap altruisme pada relawan daerah

bencana

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu

pengetahuan di bidang psikologi dan menambah wawasan terkait dengan

kepribadian Big Five Personality memengaruhi perilaku altruisme relawan

daerah bencana

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya

mengenai penerapan perilaku altruistik

2. Manfaat praktis

a. Bagi Relawan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan memberikan

manfaat untuk dijadikan sebagai sumber pengetahuan dalam

mengembangkan dan meningkatkan aspek-aspek yang dapat

meningkatkan perilaku altruisme dalam diri relawan.

Page 33: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

13

b. Bagi masyarakat umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada

masyarakat awam mengenai gambaran tipe kepribadian Big Five

Personality dalam menjadi prediktor perilaku altruisme relawan bencana

c. Bagi peneliti

Dapat menjadi pembaharuan informasi dan ilmu pengetahuan baru

utamanya mengenai tipe kepribadian dalam menjadi prediktor perilaku

altruisme pada masyarakat, mahasiswa maupun pada relawan.

Page 34: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Altruisme

1. Teori-Teori Perilaku Menolong

Perilaku menolong pada umumnya dijelaskan di cabang ilmu

pengetahuan psikologi sosial dimana Brehm dan Kassin (dalam Suryanto,

et.al, 2012) mengungkapkan bahwa social psychology is the scientific study

of the way individuals think, feel, desire and act in sosial situations yang

dimana dapat diartikan bahwa psikologi sosial merupakan studi ilmiah yang

menjelaskan bagaimana cara individu dalam berpikir, merasa, berkeinginan

dan bertindak ketika berada dalam situasi sosial.

Perilaku menolong yang dikaji dalam psikologi sosial juga dijelaskan lebih

lanjut oleh Kenrick dkk (dalam Suryanto, et.al, 2012) bahwa “Social

psychology is the scientific study of how people’s thoughts feeling and

behavior are influenced by other people” yang mengartikan bahwa psikologi

sosial merupakan suatu studi ilmiah yang menjelaskan mengenai bagaimana

seseorang berpikir, berperasaan dan bertindak dipengaruhi oleh orang lain.

Sehingga kedua ahli yang mengemukakan mengenai psikologi sosial dapat

disimpulkan bahwa Brehm dan Kassin menekankan psikologi sosial kepada

situasi sosial yang mengatur perilaku yang terjadi sedangkan Kenrick

menjelaskan bahwa psikologi sosial lebih menekankan orang lain sebagai

faktor yang memengaruhi individu. Dalam hal ini, psikologi sosial yang

14

Page 35: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

15

membahas motif perilaku menolong secara khusus dijelaskan dalam

beberapa konsep diantantaranya;

a. Social Exchange

Social Exchange Theory merupakan teori pertukaran sosial yang

menekankan pada model ekonomi dari perilaku manusia yang dimana

menganggap bahwa seseorang akan cenderung memaksimalkan

keuntungan yang didapatkan dan dirasakan dan meminimalkan harga

yang harus dibayar dalam sebuah hubungan. Adapun dasar dari adanya

teori pertukaran sosial ini (Social Exchange) mencakup tentang sebuah

hubungan dengan orang lain yang memberikan lebih banyak

penghargaan dengan membayar harga yang murah akan cenderung

memuaskan dan bertahan lama, (Suryanto, Putra, Herdiana, & Alvian,

2012).

Salah satu bentuk penghargaan yang dapat diterima dari adanya

pertukaran sosial dapat berupa pertemanan, cinta, penghibur disaat

sedih, perasaan bahagia. Sedangkan, harga yang harus dibayar dalam

sebuah hubungan dengan orang lain dapat berupa menjaga hubungan

sekitar agar tetap harmonis, membuat sebuah kompromi dengan orang

lain, merasa menderita saat terjadi suatu konflik dan memberikan suatu

kesempatan untuk melanjutkan sebuah rencana, (Suryanto, Putra,

Herdiana, & Alvian, 2012).

Teori pertukaran sosial juga menjelaskan bahwa konsep dasar dari

teori ini menekankan pada kerugian dan penghargaan dimana perilaku

Page 36: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

16

seseorang yang dilakukan secara berulang biasanya memberikan

sebuah penghargaan dan menghindari perilaku yang membuat

seseorang rugi. Selain itu, teori pertukaran sosial juga dibangun atas

dasar beberapa asumsi mengenai sifat dasar manusia dan sifat dasar

hubungan fimsns berfokus pada sifat dasar individu-individu dan satu lagi

lainnya mendeskripsikan hubungan antar dua orang. Asumsi-asumsi

terkait teori pertukaran sosial mengenai sifat dasar manusia diantaranya;

manusia cenderung mencari penghargaan dan menghindari hukuman,

manusia adalah makhluk yang rasional, standar yang digunakan manusia

untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan bervariasi seiring

berjalannya waktu dan dari satu ke orang lainnya, (West & Turner, 2008).

Teori pertukaran sosial (Sosial Exchange) yang diimplikasikan

dalam perilaku menolong yaitu individu akan melakukan segala upaya

yang mampu dilakukan untuk mendapat sebuah penghargaan yakni

berupa perasaan setelah menolong dan cenderung melakukan

pengorbanan terlebih dahulu baik berupa tenaga yang dimiliki,

kemampuan yang dimiliki maupun berkorban secara materi dan

nonmateril kepada orang lain, (West & Turner, 2008).

b. Social Norm

Norma sosial menekankan pada asumsi untuk menengahi posisi

seseorang dalam bermasyarakat dengan meyakini bahwa manusia

adalah pembuat pilihan. Selain itu, norma sosial juga menjelaskan bahwa

orang tidak memandang perilaku orang lain sebagai sesuatu yang acak

Page 37: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

17

melainkan sebaliknya, bahwa mereka memiliki berbagai harapan

bagaimana seseorang seharusnya dapat berpikir dan berperilaku dalam

konteks sosial. Levine (dalam Jones, Bradbury, & Boutillier, 2016)

menjelaskan bahwa harapan merupakan hasil dari norma-norma sosial,

stereotip, rumor dan simaudio sinkratik dari komunikator.

Sosial Norm juga menjelaskan bahwa manusia selalu hidup

bersama dalam suatu sistem masyarakat. Hal tersebut disebabkan

karena adanya kebutuhan yang hanya akan terpenuhi apabila manusia

dapat hidup berdampingan dengan yang lainnya. Namun, ketika manusia

hidup dengan manusia lainnya untuk kehidupan bermasyarakat maka

dapat menimbulkan suatu konflik dikarenakan manusia sama-sama ingin

kebutuhan dan kepentingannya dapat terpenuhi, oleh karena itu

terbentuklah sebuah norma-norma yang mengikat dalam kehidupan

bermasyarakat sebagai pedoman dalam bertingkah laku yang biasa

dikenal sebagai norma sosial, (Jones, Bradbury, & Boutillier, 2016).

Manusia dalam masyarakat yang terikat dengan norma dapat

ditinjau dengan dua aspek yakni manusia sebagai makhluk individu dan

manusia sebagai individu yang memiliki kaitan hubungan dengan

manusia lainnya. Adapun manusia sebagai makhluk individu terikat

norma agama dan norma kesusilaan. Sedangkan manusia sebagai

makhluk sosial terikat dalam beberapa norma termasuk norma

kesopanan dan norma hukum. Norma sosial ini merupakan pedoman

bertingkah laku baik untuk diri sendiri maupun dalam situasi sosial untuk

Page 38: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

18

membentuk suatu tatanan sosial yang lebih baik, (Jones, Bradbury, &

Boutillier, 2016).

Rice dan Grusec (dalam Suryanto, et.al, 2012) menjelaskan lebih

lanjut bahwa aturan berperilaku yang dibuat oleh masyarakat juga dapat

disebut dengan norma sosial. Norma ini ada berdasarkan apa yang orang

lain katakan maupun yang kebanyakan orang lakukan. Dalam hal ini,

terdapat dua norma terkait perilaku menolong yakni norma yang berdasar

pada kejujuran dimana norma resiprositas sosial akan memunculkan

transaksi balas jasa sebagai suatu standar yang telah disetujui. Konsep

norma ini menjelaskan bahwa seseorang yang memberikan sesuatu pada

kita haruslah dibalas kembali sehingga pada biasanya seseorang akan

menolong orang yang telah menolong mereka dan biasanya dilakukan

secara sukarela,

Gross dan Latene (dalam Suryanto, et.al, 2012) menjelaskan norma

kedua terkait menolong yaitu norma keseimbangan (ekuitas) dimana

konsep ini menekankan bahwa seseorang yang memiliki banyak

keuntungan harus menolong orang lain yang kekurangan. Sehingga hasil

tolong menolong inilah yang akan mengembalikan keseimbangan yang

ada. Selain itu, terdapat pula norma mengenai tanggung jawab sosial

dimana norma ini mengharuskan seseorang menolong orang lain yang

membutuhkan. Norma ini memunculkan rasa tanggung jawab dan

kewajiban secara tidak langsung kepada orang-orang untuk memberikan

pertolongan lebih banyak pada orang yang lebih membutuhkan. Norma

Page 39: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

19

sosial apabila diaplikasikan dalam perilaku menolong maka hal tersebut

mengenai nilai-nilai yang dipercayai oleh individu dan upayanya dalam

memberikan sumbangsih dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dipelopori oleh Bandura yang menjelaskan bahwa

teori belajar sosial merupakan kajian mengenai tingkah laku manusia dari

segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif,

tingkah laku dan faktor lingkungan. Dalam proses timbal-balik ini manusia

memiliki kesempatan untuk memengaruhi nasib dan batas-batas

kemampuan untuk diri sendiri. Selain itu, konsep teori belajar sosial ini

menekankan bahwa orang-orang merupakan objek yang tak berdaya

yang dikontrol oleh pengaruh lingkungan. Bandura mengatakan bahwa

manusia dan lingkungan merupakan suatu faktor yang saling

memengaruhi dan menentukan secara timbal balik, (Hall & Lindzey,

1993)

Teori belajar sosial yang diperkenalkan oleh Bandura ini juga

menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan

evaluasi seseorang. Bandura mengatakan bahwa orang dapat belajar

melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh suatu

model). Selain itu seseorang dapat belajar dari apa yang ia baca, dengar,

dan lihat dari media dan juga dari orang lain dan lingkungannya. Teori

belajar sosial ini membahas mengenai bagaimana seseorang berperilaku

dipengaruhi oleh lingkungannya melalui penguat dan observasi,

Page 40: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

20

mempelajari mengenai cara pandang dan cara pikir yang dimiliki

seseorang dalam menerima informasi dan bagaimana perilaku seseorang

dapat memengaruhi lingkungan dan menciptakan penguat dan

observational opportunity, (Rahmat, 2019).

Teori belajar sosial juga menekankan pada observational learning

sebagai suatu proses pembelajaran dimana bentuk pembelajarannya

yaitu dengan mempelajari tingkah laku dengan cara mengamati secara

sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain

dengan melalui empat tahap pengamatan diantaranya; atensi yakni

memberikan perhatian terhadap model, retensi merupakan mengingat

kembali perilaku yang ditampilkan oleh model, reproduksi adalah

mencoba menirukan atau mempraktekkan yang dilakukan oleh model

dan motivasional yakni seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar

dari model, (Rahmat, 2019).

Bandura (dalam Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan dalam teori

belajar sosial bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil proses

belajar terhadap lingkungan. Adapun implikasinya dalam tingkah laku

menolong disebabkan karena adanya proses belajar yang dilakukan

seseorang melalui observasi terhadap model yang dilakukan orang lain.

Berdasarkan prinsip belajar bahwa suatu tingkah laku dapat diperkuat

apabila mendapatkan konsekuensi positif dari tingkah laku tersebut. Teori

belajar sosial juga menjelaskan bahwa seorang yang altruis atau

menolong tanpa pamrih sejujurnya memiliki sebuah kepentingan pribadi

Page 41: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

21

yang terselubung, misalkan adanya ganjaran perasaan yang lebih baik

setelah memberikan pertolongan atau adanya perasaan berharga karena

mampu menolong orang lain.

d. Teori Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan kognitif dipelopori oleh Jean Piaget yang

memberikan konsep utama mengenai psikologi perkembangan yang

berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini

muncul karena adanya skema-skema tentang bagaimana seseorang

dapat mempersepsikan lingkungannya. Selain itu, teori ini juga

menggambarkan kemampuan seseorang dalam membangun

kemampuan kognitifnya melalui tindakan yang termotivasi dengan

sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini Piaget

membagi skema yang digunakan seorang anak dalam memahami

dunianya dalam empat periode yakni tahapan sensorimotor (0-2 tahun),

tahapan praoperasional ( 2-7 tahun), tahapan operasional konkrit (7-11

tahun) dan tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa),

(Jahja, 2011).

Tingkatan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget

(dalam Jahja, 2011) memiliki pengaruh terhadap perilaku menolong.

Pada anak-anak perilaku menolong lebih menekankan pada hasil. Selain

itu, diketahui bahwa semakin dewasa seorang anak maka akan semakin

tinggi kemampuannya untuk dapat berpikir abstrak sehingga seorang

anak akan semakin mampu untuk mempertimbangkan usaha yang

Page 42: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

22

dilakukannya terkait hal apa yang harus dikorbankan untuk dapat

menerapkan perilaku menolong.

Tahap operasional formal yang merupakan tahap akhir dari

perkembangan kognitif Piaget. Pada tahap perkembangan ini, seorang

anak dapat memaksimalkan penerapan perilaku menolongnya

disebabkan karena pada tahap ini usia anak sudah mampu untuk berpikir

secara abstrak, menalar secara logis dan menarik informasi yang

tersedia. Pada tahap ini juga seseorang sudah dapat memahami hal-hal

seperti cinta, bukti logis dan nilai. Berdasarkan faktor biologis tahapan ini

mulai muncul pada saat anak mengalami pubertas dimana hal ini

menandai masuknya dunia dewasa secara fisiologis kognitif, penalaran

moral, perkembangan psikoseksual dan perkembangan sosial, (Jahja,

2011).

2. Pengertian Altruisme

Istilah altruisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte

pada tahun 1969 dalam bukunya System de Politique. Pada buku tersebut

Comte mengatakan bahwa altruisme berasal dari bahasa Prancis yakni

Autrui yang memiliki arti “orang lain” dimana Comte meyakini bahwa setiap

individu mempunyai kewajiban moral untuk dapat berkhidmat dengan

kepentingan orang lain. Kemudian berikutnya, Myers pada tahun 1987 ikut

mengemukakan pendapatnya mengenai altruisme. Ia menjelaskan bahwa

Altruisme merupakan hasrat yang dimiliki seseorang untuk menolong orang

lain tanpa memikirkan kepentingan individu itu sendiri.

Page 43: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

23

George H. Lewis dalam (Scott & Jonathan, 2007) memperkenalkan

istilah altruisme pertama kali ke Inggris pada tahun 1907. Lewis menjelaskan

bahwa altruisme merupakan nilai moral yang dimiliki seseorang dalam

menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Setelah

Comte mempelopori istilah tersebut dan Myers ikut serta mengemukakan

pendapatnya. Kemudian bermunculan beberapa ahli yang mengemukakan

hal yang sama.

Sears, Freedman dan Peplau (1994) juga mengemukakan pendapat

bahwa altruisme altruisme sebagai suatu tindakan secara sukarela yang

dilakukan seseorang atau kelompok dalam upaya menolong orang lain tanpa

mengharapkan imbalan apapun terkecuali perasaan yang didapatkan

seseorang setelah melakukan kebaikan terhadap orang lain.

Baron & Byrne (1996) juga menjelaskan altruisme adalah bentuk

penyesuaian perilaku terhadap orang lain yang ditujukan demi kepentingan

orang lain tersebut dan biasanya merugikan diri sendiri dan termotivasi untuk

meningkatkan kesejaheraan orang lain tanpa mengharapkan balasan

apapun. Dilanjutkan beberapa tokoh ahli, yakni John W. Santrock pada tahun

2003 mengemukakan pengertian altruisme sebagai minat yang dimiliki

seseorang yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong orang lain.

Scott & Jonathan (2007) menjelaskan bahwa altruisme merupakan

sesuatu penghargaan kepada semua orang yang maknanya disepakati

secara universal. Secara umum, altruisme artinya suatu upaya untuk

mempromosikan kepentingan orang lain. Istilah altruisme sendiri pertama kali

Page 44: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

24

dikemukakan oleh Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul System de

Politique Positive pada tahun 1969. Altruisme sendiri merupakan kombinasi

dari bahasa Latin Alter dengan Ui dan Literary yang secara keseluruhan

memiliki arti “ini untuk orang lain”.

Post, et.al (2002) dalam bukunya Altruisme and Altruistic Life: Science,

Philosophy and Religion in Dialogue menuliskan hal yang senada dengan

pengertian sebelumnya bahwa altruisme berakar dari bahasa Latin yakni

Alter yang artinya dalam bahasa Inggris “Other” atau “Lainnya” yang

mengenai hal moral utamanya ketika orang lain sedang membutuhkan.

Seorang altruis akan bertindak untuk kepentingan orang lain sebagai tujuan

bukan sebagai sarana pengakuan publik atau kesejahteraan internal,

meskipun sebenarnya manfaat untuk diri sendiri tidak perlu ditolak. Dalam

altruisme, solipisme berpandangan bahwa Solus artinya sendiri dan Ipse

artinya diri. Dimana hal ini berarti diri tidak lagi dianggap satu-satunya nilai

dan tidak hanya menghargai orang lain dari sejauh mana interaksi egoistik

seseorang berlaku melainkan seorang altruis akan menyadari kemerdekaan

orang lain.

George H. Lewes dalam Scott & Jonathan (2007) memperkenalkan istilah

altruisme pertama kali ke Inggris pada tahun 1907, George sendiri

merupakan pelopor karya dari Auguste Comte. Altruisme sendiri

dimaksudkan sebagai nilai moral yang menjadi pusat penggunaan dari istilah

altruisme itu sendiri. Dijelaskan bahwa altruisme merupakan nilai moral yang

dimiliki seseorang dalam menempatkan kepentingan orang lain di atas

Page 45: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

25

kepentingan pribadi. Artinya bahwa yang dilakukan tersebut semata-mata

untuk orang lain.

Altruisme dijelaskan melalui fenomena umum yang didapatkan bahwa

hal tersebut merupakan suatu upaya pengambilan kepentingan orang lain

untuk dijadikan sebagai urusan atau miliknya. Hal tersebut yakni altruisme

sendiri diidentifikasi dengan istilah Golden Rule (aturan emas) dimana aturan

ini dapat dijumpai pada banyak tradisi, agama dan etika sosial yang berlaku

secara universal. Aturan emas mengidentifikasi bahwa altruisme merupakan

suatu moralitas yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, Hobbes dalam

(Scott & Jonathan, 2007) mendukung aturan emas namun menafsirkan

altruisme sendiri merupakan sesuatu yang egois. Meskipun demikian Hobbes

menjelaskan bahwa altruisme layaknya memperlakukan orang lain

sebagaimana seseorang ingin diperlakukan.

Comte dalam (Scott & Jonathan, 2007) menjelaskan bahwa manusia

memiliki wawasan rasional dalam melakukan negosiasi sosial, dimana

pemikiran rasional tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Dengan sendirinya kecerdasan dan rasionalitas yang dimiliki seseorang

mengarah pada kesombongan. Meskipun demikian, upaya tersebut diketahui

dapat memahami kebutuhan manusia dalam hal ini meliputi konteks sosial,

intelektual yang dimiliki seseorang digunakan untuk melayani kebutuhan

manusia dan pelayanan tersebut diterapkan melalui praktik yang dinamakan

dengan altruisme.

Page 46: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

26

Herbert Spencer (dalam Scott & Jonathan, 2007) mengungkapkan

pemikiran serupa mengenai altruisme yang diungkapkan oleh Comte melalui

pandangan teori evolusi Darwin mengatakan bahwa peningkatan ketertarikan

seseorang tidak terlepas dari seleksi alam. Spencer berpandangan bahwa

seleksi alam sebagai cara dimana proses evolusi juga secara tidak langsung

melibatkan perbaikan moral manusia melalui perkembangan istilah altruisme.

Altruisme juga didefinisikan sebagai suatu tindakan secara sukarela

yang dilakukan seseorang atau kelompok dalam upaya menolong orang lain

tanpa mengharapkan imbalan apapun terkecuali perasaan yang didapatkan

seseorang setelah melakukan kebaikan terhadap orang lain. Konsep ini

diyakini sebagai upaya pengingat terhadap dua unsur manusia yakni sebagai

makhluk individualis dan makhluk sosial yang diterapkan dalam upaya yang

disebut dalam istilah psikologi yakni altruisme, (Sears, Freedman, & Peplau,

1994).

Perilaku tolong menolong tanpa pamrih atau altruisme juga

dikemukakan oleh Myers (2012) dalam buku yang telah diterjemahkan ke

dalam Bahasa Indonesia yakni Psikologi Sosial Jilid 2 bahwa lawan dari kata

altruisme adalah egoisme dimana seorang altruis merupakan orang yang

peduli terhadap orang lain dan tetap membantu meskipun tidak mendapatkan

keuntungan. Selain itu, seorang altruis juga tidak mengharapkan imbalan

atau harapan atas apa yang dilakukannya terhadap orang lain sebagai hasil

dari usahanya.

Page 47: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

27

Altruisme juga dapat diartikan sebagai sikap yang diperlihatkan dalam

memperhatikan dan mengutamakan orang lain di atas kepentingan diri

sendiri. Namun dijelaskan juga bahwa tidak terdapat sebuah bentuk

perlawanan antara egoisme dan altruisme itu sendiri. Seperti yang diketahui

bahwa Adam Smith pernah mengatakan bahwa bukan kemurahan dan

kebaikan hati yang ditunjukkan oleh pembuat roti atau tukang daging,

melainkan karena adanya perhatian terhadap kepentingan kita untuk dirinya

sendiri. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa, tidak semua hal yang

berhubungan dengan kebaikan tidak dapat diklaim memiliki sifat altruistik.

Seseorang harus terlebih dahulu mengetahui apa-apa yang menjadi ciri

suatu perbuatan dari altruisme itu sendiri. (Bertens, 2000).

Pernyataan terkait altruisme pun senada dengan yang diungkapkan

oleh Baron & Byrne (2004) bahwa altruisme merupakan suatu tindakan yang

penuh kasih sayang dan dalam bahasa Yunani disebut agape yakni tindakan

yang mengasihi orang lain untuk kebaikan orang lain tersebut tanpa ada

kepentingan dari orang yang mengasihi. Berdasarkan pernyataan Baron &

Byrne (2004) bahwa altruisme merupakan bentuk khusus yang dimiliki

seseorang dalam mengasihi dan menyesuaikan perilaku yang ditujukan demi

kepentingan orang lain namun cenderung merugikan diri sendiri. Sikap ini

didorong oleh hasrat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan orang lain

agar lebih baik tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang lain

tersebut.

Page 48: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

28

Glasman (dalam Arifin B. S., 2015) juga mendefinisikan bahwa

altruisme merupakan konsep perilaku tolong menolong dalam diri seseorang

yang didasarkan pada keuntungan atau manfaat yang dirasakan setelah

memberikan pertolongan di kemudian hari dan dibandingkan dengan

pengorbanan yang telah dilakukan saat orang tersebut menolong. Adapun

dijelaskan oleh Glasman bahwa manfaat yang diterima setelah menolong

lebih besar manfaat yang dirasakan dibandingkan dengan pengorbanan yang

dilakukan untuk menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan

tersebut.

Greaves & Pummer (2019) sebelumnya juga menjelaskan mengenai

definisi altruisme secara efektif melalui proses demokrasi yang dilakukan

oleh tujuh belas orang yang terlibat pada suatu organisasi dan definisi

tersebut dikemukakan pada 3 Desember 2011 ke dalam beberapa

pengertian seperti, altruisme merupakan usaha yang dilakukan sebanyak

mungkin untuk kebaikan dengan setiap dollar dan setiap jam yang kita miliki.

Selain itu, altruisme juga dijelaskan bahwa sesuatu terbaik dalam diri kita

untuk dapat diterima dan menjalani kehidupan etis dan bertujuan untuk

membuat dunia menjadi lebih baik serta menjalani kehidupan dengan

melakukan segala sesuatu terbaik yang kita bisa.

Greaves & Pummer (2019) dalam bukunya yang berjudul Effective

Altruisme juga menjelaskan bahwa altruisme merupakan sebuah penelitian

dengan menggunakan bukti dan alasan hati untuk mencari tahu bagaimana

orang lain dapat membantu sebanyak mungkin. Selain itu, hampir senada

Page 49: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

29

dengan pernyataan sebelumnya bahwa altruisme juga merupakan suatu

gerakan sosial yang menggunakan bukti dan alasan yang kuat untuk

seseorang dapat menemukan cara yang paling efektif dalam menawarkan

bantuan sebanyak mungkin kepada orang lain. Berdasarkan hasil demokrasi

yang dilakukan oleh tujuh belas orang dan menghasilkan definisi altruisme

yang telah terpapar meskipun tidak ada definisi yang pas untuk

menggambarkan altruisme itu sendiri, maka dapat diketahui bahwa altruisme

sendiri mengarah pada “perbuatan baik” dan “membantu orang lain”.

3. Aspek Altruisme

Rushton, Chrisjohn & Fekken (1981) menjelaskan bahwa terdapat

beberapa aspek altruisme dapat dianalisis melalui perilaku yang tampak dan

dirasakan melalui panca indra, yakni:

a. Situasional

Rushton, Chrisjohn & Fekken (1981) mengungkapkan bahwa aspek

situasional merupakan suatu keadaan yang memengaruhi seseorang

dalam menerapkan perilaku altruisme. Seseorang akan lebih suka

menolong orang lain yang disukai atau memiliki kesamaan dengan

dirinya dan membutuhkan pertolongan. Selain itu, aspek situasional

menekankan pada kemampuan penolong dalam menolong orang lain.

Sehingga, individu akan merasakan bahwa keberadaannya dalam suatu

kondisi mendorong rasa tanggung jawab yang ada dalam dirinya untuk

menolong orang lain. Artinya bahwa, aspek situasional ini erat kaitannya

Page 50: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

30

dengan jumlah pengamat atau kondisi orang lain yang memunculkan

perasaan individu untuk menolong orang lain tanpa pamrih.

Lacey (dalam Widyarini, 2009) menjelaskan bahwa aspek situasional

menjadi salah satu hal yang dapat menjadi hal yang memicu individu

dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh orang lain. Selain itu,

aspek situasional mendorong seseorang untuk tidak selalu berfokus pada

pikiran dan perasaan diri sendiri melainkan juga berfokus pada orang

lain. Aspek situasional berfokus yang pada orang lain bukan berarti harus

menyetujui pendapat atau keyakinan orang lain, melainkan tujuan adanya

aspek situasional ini untuk memahami kondisi yang dialami oleh orang

lain. Individu akan memberikan perhatian utuh serta mendengar pihak

secara efektif. Membangun pola pikir dan rasa tanggung jawab terhadap

apa yang dialami orang lain dapat memberikan potensi yang jauh lebih

luhur dalam menolong orang lain, karena aspek situasional

menyebabkan individu dapat melihat penderitaan yang dialami oleh

orang lain, (Widyarini, 2009).

Batson (2013) mengemukakan bahwa apabila seseorang mampu

peka terhadap situasi dan kondisi yang dialami orang lain maka individu

akan cenderung tinggi untuk mengarahkan individu dapat melakukan

perilaku altruisme, bahkan untuk situasi yang sulit. Kepedulian

seseorang muncul ketika seseorang menyadari dan melihat bahwa orang

lain membutuhkan bantuan atau pertolongan, sehingga seseorang akan

Page 51: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

31

terdorong untuk melakukan sesuatu dalam menolong orang lain yang

terkena musibah.

Adapun indikator keberlakuan dalam hal ini situasional yang dapat

diketahui adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan individu dalam melihat kondisi dan penderitaan orang

lain merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang terhadap orang

lain yang menyebabkan munculnya rasa tanggung jawab terhadap

apa yang dialami seseorang ketika menghadapi suatu peristiwa.

2) Situasional akan memunculkan perasaan mengenai sejauh apa peran

individu dalam membantu orang lain. Keberadaan individu dalam

melihat suatu kondisi dan situasi yang menjadi pada orang lain.

Secara tidak langsung, semakin keterlibatan individu dalam menolong

orang lain disebabkan karena individu mampu memahami peranan

yang mendorong dirinya untuk menolong orang lain. Selain itu,

individu yang mampu menganalisis situasi akan mempertimbangkan

konsekuensi maupun risiko terhadap situasi yang dialami orang lain.

b. Bukan Berdasarkan Kepentingan Pribadi

Seseorang dapat dikatakan memiliki altruisme atau perilaku

menolong tanpa pamrih yang baik apabila memenuhi aspek bahwa apa

yang telah dilakukan terhadap orang lain tidak berdasarkan kepentingan

pribadi. Untuk dapat mengetahui suatu hal dapat dikatakan altruis atau

tidak maka harus disertai dengan suatu tindakan yang nyata. Adapun

tindakan yang diberikan kepada orang lain tersebut tidak berdasarkan

Page 52: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

32

kepentingan orang lain dan tidak mengambil keuntungan atas kondisi

yang dialami orang lain, (Robert, 2013).

Perilaku altruisme yang membuat seseorang mampu menolong

tanpa pamrih dan menolong tanpa mempedulikan ganjaran yang akan

diperoleh menjadikan dasar setiap perilaku orang altruis untuk tidak

melakukan tindakan menolong orang lain karena adanya reward atau

ganjaran yang diperoleh. Melainkan individu menolong karena adanya

keinginan yang dilakukan sendiri tanpa paksaan dari orang lain dan tidak

didasari pada kepentingan pribadi yang ingin dipenuhi melalui

penderitaan yang dialami oleh orang lain.

Adapun indikator keberlakuan dari altruisme yang bukan

berdasarkan kepentingan pribadi yakni:

1) Tidak memanfaatkan kondisi yang dialami oleh orang lain. Artinya

bahwa hal-hal yang dilakukan terhadap orang lain tidak ada maksud

terselubung. Seseorang menolong orang lain karena keinginannya

yang memang hendak menolong bukan karena ada maksud lain

untuk memanfaatkan apa yang dialami orang lain untuk kepentingan

diri sendiri.

2) Tidak meraup keuntungan atas apa yang diberikan terhadap orang

lain. Maksudnya ialah seseorang menampilkan perilaku menolong

orang lain tidak memiliki maksud untuk mendapatkan keuntungan

yang lebih atas penderitaan yang dialami orang lain.

Page 53: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

33

c. Sukarela

Sukarela ialah suatu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap

orang lain tanpa mengharapkan imbalan atas apa yang dilakukan

tersebut. Misalkan, orang yang memberikan makan kepada orang yang

sedang kelaparan tanpa mengenal orang tersebut dengan maksud

tindakan yang dilakukan untuk mensejahterakan orang lain. Huizinga

(dalam Soetjiningsih, 2012) menjelaskan bahwa perilaku yang dilakukan

secara sukarela sesuai dengan tujuan yang ada dalam dirinya dapat

memberikan perasaan tegang dan senang dalam setiap upaya untuk

membantu orang lain.

Fischer (dalam Ahmad, 2019) mendeskripsikan bahwa upaya

sukarela yang dilakukan oleh seseorang dapat menjadi proses seseorang

dalam mencari pengetahuan secara terus menerus melalui upaya

menolong yang didorong oleh motivasi dalam diri seseorang. Kegiatan

sukarela yang dilakukan oleh seseorang dapat dilakukan melalui hal kecil

hingga kegiatan sukarela yang tergabung dalam beberapa komunitas

atau kelompok untuk mengembangkan kegiatan sukarela. Upaya ini

dapat menjadikan seseorang melakukan hal sederhana dalam

membentuk tatanan lingkungan sosial yang lebih baik. Adapun indikator

keberlakuan aspek sukarela dapat diketahui melalui hal berikut:

1) Tidak mengharapkan imbalan

Tidak member imbalan mengartikan bahwa apa yang dilakukan

seseorang terhadap orang lain tidak ada kepentingan pribadi yang

Page 54: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

34

sifatnya hanya menguntungkan diri sendiri. Seperti dengan tidak

membantu orang lain karena ingin mendapatkan pujian dari sekitar.

Tidak mengharapkan imbalan merupakan suatu hal yang terdapat

dalam upaya melakukan kegiatan yang bersifat sukarela.

Kepentingan orang lain. Individu memberikan bantuan kepada orang

lain berdasarkan keinginan sendiri tanpa ada paksaan apalagi

memanfaatkan keadaan orang lain.

2) Rela berkorban demi orang lain

Rela berkorban maksudnya ialah individu menerapkan nilai-nilai

dalam dirinya untuk membantu orang lain. Individu membantu

berdasarkan nilai kebaikan dalam dirinya dengan mengesampingkan

hal apa yang telah dikorbankan tersebut untuk membantu orang lain.

Seseorang membantu orang lain dikarenakan keinginan diri sendiri

yang biasanya cenderung mengorbankan apa yang dimilikinya.

d. Keinginan Memberi

Perilaku ini sifatnya menguntungkan orang lain yang hendak

diberikan pertolongan. Dimana aspek untuk ingin memberi kepada orang

lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan orang lain.

Misalnya, seseorang memberikan barang yang dimilikinya kepada orang

lain dengan menganggap bahwa orang lain lebih membutuhkan atau

menginginkan hal tersebut. Selain dari keinginan memberi maka dapat

diterapkan pula keinginan untuk memberikan upaya memberikan waktu

Page 55: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

35

dan tenaga. Untuk melihat lebih jauh aspek keinginan memberi maka

dapat dilihat melalui indikator keberlakuan diantaranya:

1) Memberikan bantuan kepada orang lain

Memberikan bantuan kepada orang lain yang dimaksudkan ialah

individu mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya untuk dapat

mensejahterakan orang lain disekitarnya. Memberikan bantuan

kepada orang lain ini erat kaitannya terhadap kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam membantu orang lain. Seseorang yang

merasa memiliki kemampuan dalam upaya membantu orang lain ini

dapat membentuk perilaku menolong seseorang demi terciptanya

lingkungan yang harmonis.

2) Memberikan bantuan berupa waktu atau materi

Dijelaskan bahwa seseorang yang bertindak berdasarkan

kemauan diri sendiri untuk menolong orang lain juga dapat

diaplikasikan dengan memberikan waktu yang dimiliki untuk dapat

memperhatikan dan menolong orang yang membutuhkan bantuan

serta memberikan bantuan berupa materil jika memang hal tersebut

dianggap perlu dan penting dilakukan tanpa mengharapkan imbalan

atas waktu dan materil yang dikorbankan.

Memberikan bantuan kepada orang lain dalam bentuk materi,

waktu dan tenaga untuk membantu orang lain juga diterapkan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Asmarany, A.A., & Laila, K.N (2015)

yang meneliti tentang altruisme relawan perempuan yang mengajar

Page 56: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

36

anak berkebutuhan khusus dengan ikhlas dan meluangkan waktu dan

mengerahkan segala upaya dalam membantu anak-anak yang

berkebutuhan khusus. Penelitian tersebut membuktikan adanya

seseorang yang tetap ingin meluangkan waktu dan memberikan

tenaga dan materi yang dimilikinya.

4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Altruisme

Myers (2012) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang

memengaruhi altruisme yakni faktor internal, faktor situasional dan faktor

personal.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu seperti imbalan yang diterima dan perasaan empati.

1) Imbalan

Imbalan atau (reward) dijadikan salah satu faktor seseorang

untuk bisa menolong orang lain, dimana kecenderungan seseorang

menolong sesuatu yang menarik bagi dirinya sendiri. Krebs (dalam,

Myers 2012) menjelaskan bahwa Imbalan sendiri terbagi menjadi

dua,yakni imbalan yang bersifat eksternal dan yang bersifat internal.

Imbalan yang bersifat eksternal yaitu seseorang memberikan bantuan

untuk mendapatkan sesuatu baik berupa barang maupun uang.

Sedangkan imbalan yang bersifat internal yaitu ketika seseorang

memberikan pertolongan kepada orang lain maka seseorang akan

Page 57: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

37

merasakan bahwa dirinya berharga atau merasa berarti karena

mampu melakukan kebaikan untuk orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa faktor internal yang meliputi imbalan

ialah pertolongan yang diberikan kepada orang lain akan mendapat

timbal balik baik yang bersifat internal seperti merasa puas dan

merasa berharga serta timbal balik pertolongan yang diberikan yang

bersifat eksternal yaitu seperti adanya pujian yang diberikan dari

orang lain atau mendapatkan timbal balik berupa barang.

2) Empati

Empati merupakan suatu pengalaman atau perasaan yang

dialami seseorang seolah orang tersebut berada di kondisi orang lain

yang membutuhkan pertolongan. Faktor internal yang ada dalam diri

individu melibatkan perasaan empati, dapat dijelaskan lebih lanjut

bahwa empati merupakan kemampuan seseorang untuk mampu

merasakan apa yang dialami oleh orang lain.

Smither (dalam Soetjiningsih, 2012) menjelaskan bahwa seseorang

menolong orang lain dikarenakan adanya dorongan perasaan empati

dimana seseorang cenderung untuk memahami kondisi dan keadaan

yang dialami oleh orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Royani, P.R., & Suhana (2008) mengenai Hubungan Antara

Empati Dan Perilaku Altruisme Pada Relawan Peduli Anak Panti

Asuhan Di Komunitas Beruang Matahari Di Bandung menemukan

Page 58: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

38

korelasi positif dimana semakin tinggi empati yang dimiliki seseorang

maka semakin tinggi pula perilaku altruisme, begitupun sebaliknya.

Piaget dan Kohlberg (dalam Gunarsah, S., & Gunarsah, Y. S.

2008) menegaskan bahwa empati sebagai unsur utama dalam

perkembangan moral seseorang. Empati merupakan kemampuan

seseorang untuk turut dapat merasakan apa yang dirasakan oleh

orang lain. Gunarsah, S., dan Gunarsah, Y. S (2008) juga

menjelaskan bahwa empati banyak dipengaruhi oleh derajat

kematangan seseorang yang mengartikan bahwa usia tidak menjamin

kematangan seseorang. Bisa saja, seseorang yang usianya lebih

muda mempunyai kematangan yang lebih tinggi daripada orang yang

usianya lebih tua, sehingga mungkin saja seseorang yang lebih muda

lebih mampu berempati dari orang yang lebih tua. Empati juga

memengaruhi daya nalar seseorang, semakin mampu seseorang

untuk berempati, maka makin mampu pula seseorang menalar situasi

yang berkaitan dengan perilaku moral.

b. Faktor situasional

1) Jumlah pengamat

Jumlah pengamat Laten dan Darley (dalam Myers, 2012) jelaskan

bahwa semakin banyak orang yang terlibat melihat suatu peristiwa

yang membutuhkan pertolongan maka kecenderungan rasa tanggung

jawab untuk mengambil tindakan juga akan lebih kecil. Artinya bahwa,

ketika seseorang diperhadapkan pada situasi yang membuat orang

Page 59: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

39

lain membutuhkan pertolongannya maka tanggung jawab akan hal

untuk membantu orang tersebut akan semakin besar apabila yang

melihat situasi tersebut hanya sedikit, semakin banyak seseorang

yang berada pada kondisi untuk menolong maka semakin banyak

pula yang akan ikut membantu dan semakin minim tanggung jawab

akan hal tersebut.

2) Membantu ketika orang lain juga membantu

Penjelasan tersebut artinya bahwa salah seseorang cenderung

akan memberikan bantuan apabila telah mendapat pengalaman atau

melakukan observasi dimana orang tersebut juga melihat orang lain

memberikan pertolongan.

3) Tekanan waktu

Tekanan waktu dimaksudkan ialah orang yang menolong

setidaknya mempunyai waktu yang luang untuk benar-benar

memberikan pertolongan dan tidak sedang dalam keadaan terburu-

buru. Artinya bahwa seseorang bersedia untuk saling membantu satu

sama lain, seseorang harus mengorbankan waktu untuk bersedia

membantu ketika melihat orang lain mengalami musibah.

4) Adanya kesamaan

Myers menjelaskan bahwa orang akan cenderung menolong

orang yang memiliki kesamaan atau mirip dengan kita baik dipandang

dari dalam maupun luar diri individu. Seseorang akan cenderung

saling membantu satu sama lain terlebih memiliki adanya kesamaan

Page 60: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

40

seperti persamaan gender seseorang membantu dikarenakan adanya

persamaan gender misalkan seseorang saling membantu karena

merasa sama-sama perempuan atau sama-sama laki-laki. Selain itu,

nilai-nilai agama yang dianut menjadikan faktor seseorang melakukan

perilaku altruisme, begitupun budaya, suku, status sosial dan lainnya.

c. Faktor Personal

1) Kepribadian

Myers (2012) menjelaskan bahwa kepribadian berpengaruh

sebagai faktor yang mendukung seseorang dalam melakukan

perilaku tolong menolong. Kepribadian mampu membuat seseorang

bereaksi pada saat-saat tertentu.

2) Jenis kelamin

Myers (2012) menjelaskan bahwa pada situasi yang menimbulkan

bahaya pria lebih sering menawarkan bantuan. Sedangkan pada

situasi yang lebih aman, wanita cenderung memberikan bantuan.

3) Religiusitas

Beberapa agama yang ada di dunia mengajarkan tentang kasih

sayang dan menjadikan altruisme sebagai sesuatu yang lebih utama.

Sears, Freedman, & Peplau (1994) juga menjelaskan bahwa

altruisme dipengaruhi oleh enam faktor yakni empati, faktor personal

dan situasional artinya bahwa orang lebih suka menolong untuk hal

yang disukainya dan memiliki kesamaan dengan dirinya, nilai-nilai

moral meliputi agama dan penghayatan pada nilai-nilai kehidupan,

Page 61: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

41

tanggung jawab sosial norma yakni seseorang memiliki tanggung

jawab terhadap orang lain tanpa memperdulikan timbal balik dari hal

tersebut, suasana hati maksudnya orang lebih terdorong untuk

memberikan bantuan jika mereka berada dalam suasana hati yang

lebih baik dan norma timbal balik dimana orang yang telah menolong

kita maka kita harus membalas pertolongannya bukan dengan

kejahatan.

5. Dampak Altruisme

a. Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis

Dayakinsi, Tri, & Hudaniah (2009) menjelaskan bahwa menolong

orang lain dapat meningkatkan well being atau kesejahteraan psikologis

seseorang. Selain itu, altruisme juga dapat meningkatkan harga diri

menjadi lebih tinggi, kompetensi yang tinggi, locus of control, rendah

dalam meminta persetujuan. Hal tersebut disebabkan karena seorang

yang altruis akan melihat keadaan dan mengulurkan bantuan langsung

jika individu menganggap itu perlu. Selain itu, seorang yang altruis akan

berdampak pada proses perkembangan moral yang cenderung lebih

tinggi sehingga orang yang altruis memiliki kemampuan untuk melakukan

kegiatan prososial daripada orang yang tidak memiliki sifat altruisme.

b. Meningkatkan Perasaan Bersalah

Dampak lain yang dirasakan dari altruisme itu sendiri yakni merasa

bersalah apabila tidak mampu menolong orang lain sehingga untuk itu

individu akan cenderung melupakan kesejahteraan dirinya dan

Page 62: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

42

mengutamakan kesejahteraan orang lain. Selain itu pula apabila orang

terlalu altruis maka dapat meningkatkan konsekuensi negatif berupa luka,

kerugian materi, materil dan lain halnya karena orang lain, (Arifin B. S.,

2015).

c. Memiliki Tanggung Jawab Sosial

Perilaku altruisme merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial

yang dimiliki seseorang terhadap lingkungannya. Hal ini berdampak

bahwa perilaku yang ditampakkan merupakan hasil dari adanya upaya

timbal balik yang dirasakan yang cenderung seseorang akan menolong

orang yang pernah menolong dirinya sebelumnya. Sehingga, melalui

proses seperti ini maka norma dan tanggung jawab sosial dapat

dirasakan manfaatnya melalui perilaku prososial yang lebih khusus

mengarah pada perilaku altruistik yang membawa kebaikan dan

keuntungan dimasa mendatang.

d. Mengembangkan Proses Kognitif Seseorang

Perilaku altruisme sendiri juga berdampak pada proses kognitif

seseorang dimana hal tersebut dapat meliputi persepsi terhadap sesuatu,

penalaran terhadap suatu peristiwa, pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan dalam bertindak. Melalui perilaku altruisme,

sebelumnya apabila orang melihat suatu peristiwa darurat tentunya

diperlukan informasi yang harus diproses dengan cepat sebelum

memutuskan apakah seseorang perlu melakukan pertolongan atau tidak.

Setelah itu, individu akan mempertimbangkan besarnya tanggung jawab

Page 63: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

43

sebelum bertindak dengan mengevaluasi imbalan dan biaya yang

diterima setelah menolong.

Berdasarkan hal diatas, dapat diketahui bahwa perilaku altruisme

sangat berdampak terhadap proses kognitif yang dialami seseorang.

Artinya bahwa sebelum menolong, banyak hal-hal atau proses yang

dilalui individu sebelum bertindak yang menyebabkan adanya proses

perkembangan kognisi sosial yang terjadi ketika orang melakukan

tindakan altruistik. Perkembangan proses kognisi seseorang ini berfokus

pada bagaimana orang dapat memahami kebutuhan orang lain sehingga

dapat bertindak untuk dapat membantu hal tersebut.

e. Mengurangi Perasaan Negatif

Dampak lain yang dapat dirasakan dari perilaku altruisme adalah

mampu mengurangi perasaan negatif dimana seseorang selalu berusaha

untuk mendapatkan perasaan positif. Sehingga apabila individu melihat

orang lain menderita atau membutuhkan pertolongan maka akan

memunculkan perasaan tidak nyaman bagi orang yang melihatnya

sehingga untuk mengurangi hal tersebut maka seseorang akan

cenderung menolong untuk mengurangi perasaan negatif akibat melihat

penderitaan orang lain.

f. Memupuk Proses Afektif

Perilaku altruismedapat memupuk proses afektif seseorang, dimana

proses afektif sendiri memiliki komponen yaitu dapat merasakan apa

yang orang lain rasakan. Sehingga, pada saat seseorang melihat

Page 64: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

44

penderitaan orang lain maka hal tersebut dapat memunculkan proses

afektif dalam diri seseorang yang memunculkan perasaan empati

sehingga orang tersebut dapat menolong orang lain. Selain itu, proses

afektif yang dialami tersebut dapat menjadi motivasi seseorang dalam

melakukan perilaku altruistik yang memunculkan rasa puas tersendiri

ketika dapat menolong orang lain.

6. Pengukuran Altruisme

a. Skala Adhim

Pengukuran altruisme dapat dilakukan dengan berbagai jenis skala

yang dapat digunakan. Rain (2005) dalam penelitiannya mengenai

hubungan kecerdasan ruhaniah dengan altruisme mahasiswa

menggunakan skala yang dikembangkan oleh Adhim dan mengacu pada

skala Primaston yang disusun berdasarkan teori Cohen yang mengukur

aspek keinginan memberi, empati dan sukarela dimana skala ini

terdistribusi dalam 40 item yang terdiri dari 24 item favorable dan 26 item

unfavorable dengan reliabilitas item 0.658 menggunakan skala Likert.

b. Skala Altruisme Eisenberg dan Mussen

Pengukuran altruisme juga dapat dilakukan dengan menggunakan

skala kecenderungan perilaku altruisme yang disusun berdasarkan

komponen perilaku altruisme berdasarkan Eisenberg dan Mussen (2003)

yang diuji cobakan pada penelitian yang berjudul hubungan antara

nurturance dengan kecenderungan perilaku altruis pada calon pendeta di

Page 65: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

45

Yogyakarta, dimana hasil uji coba tersebut memiliki nilai koefisien Alpha

Cronbach sebesar 0.890 dengan total item sebanyak 40 butir item.

c. Self Report Altruisme

Pengukuran altruisme yang dikenal dengan Self Report Altruisme

Scale (SRA Scale) merupakan skala yang disusun oleh Rushton pada

tahun 1981. Skala ini mengukur tentang bagaimana seseorang

berperilaku secara sukarela, memberi dan merasakan penderitaan orang

lain. Pada skala altruisme menggunakan Self-Report Altruisme (SRA

Scale) didapatkan jumlah pernyataan sebanyak 20 item. Skala Self-

Report Altruisme ini memiliki validitas dengan menghubungkan korelasi

antara skala SRA dan altruisme dengan r (86)=0,35 (P < 0,001) dan r

(86) = 0,21 (P < 0,05). Sedangkan hasil reliabilitas interrater signifikan

dari r (78)= +0,51. Selain itu ditemukan konsistensi internal yang sangat

tinggi yakni ~=0,89, N=416.

d. Skala Altruisme Myers

Skala Myers merupakan skala yang disusun berdasarkan aspek

sukarela, keinginan memberi dan kemampuan merasakan yang dialami

orang lain. Skala ini disusun pada tahun 1998. Skala ini terdiri dari 30

item yang telah diuji cobakan dalam penelitian Rosyadi (2017) dalam

penelitiannya yang berjudul “Empati dengan Perilaku Altruisme

Mahasiswa” sehingga mendapatkan nilai koefisien Alpha Cronbach

sebesar 0.921. Skala Myers (1998) ini menggunakan alternatif pilihan

Page 66: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

46

jawaban skala Likert yakni sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan

sangat tidak setuju.

B. Tipe Kepribadian Big Five Personality

1. Definisi Kepribadian

Kepribadian dijelaskan bahwa berasal dari bahasa Inggris yakni

“Personality” yang diambil dari bahasa Latin “Persona” yang memiliki arti

topeng. Seiring berjalannya waktu, kata tersebut berubah menjadi sebuah

istilah untuk menggambarkan sosial atau peran tertentu dalam diri individu.

Kata kepribadian sendiri sering dikaitkan dengan hal atau ciri-ciri tertentu yang

dimiliki oleh seorang individu yang menjadi ciri khas individu tersebut dalam

menjalani kehidupan sehari-harinya, (Sunaryo, 2002).

Kepribadian memiliki banyak arti yang disebabkan oleh berbeda sudut

pandang yang dikemukakan oleh para ahli yang dilihat berdasarkan cara

pengukuran maupun teori yang dikemukakan. Meskipun demikian, sampai

saat ini para ahli belum mencapai kesepakatan mengenai definisi kepribadian

yang mutlak. Allport sendiri telah menemukan terdapat hampir 50 definisi

kepribadian yang digolongkan ke dalam beberapa kategori. Namun,

berdasarkan temuan tersebut, beberapa diantaranya dapat dikemukakan

berdasarkan para ahli yang berbeda dari tahun ke tahun, (Sunaryo, 2002).

Berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh Koswara dalam Sunaryo

(2002) bahwa kepribadian merupakan sesuatu mengenai bagaimana individu

menampilkan dan menampakkan kesan kepada individu lain. Sedangkan

Page 67: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

47

Allport sendiri menjelaskan bahwa kepribadian merupakan suatu organisasi

yang dinamis didalam individu yang menentukan penyesuaian dirinya

terhadap lingkungannya. Senada dengan Allport (1937), Maramis juga

menjelaskan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola pikiran,

perasaan, dan perilaku yang sering ditampilkan oleh seseorang untuk dapat

beradaptasi secara terus menerus terhadap hidup individu.

Para ahli lain juga menjelaskan mengenai pengertian kepribadian, salah

satunya yakni penggagas psikoanalisis, Freud (1991) mengemukakan bahwa

kepribadian merupakan suatu struktur yang meliputi tiga sistem yakni id

adalah aspek biologis yang berkaitan dengan jasmani seseorang, ego

merupakan aspek psikologis kepribadian yang timbul karena adanya

kebutuhan individu untuk dapat berhubungan dengan dunia nyata atau

realitasnya dan superego yakni aspek sosiologis dan moral kepribadian

seseorang karena mengejar kesempurnaan bukan kesenangan dan

bercermin pada sesuatu yang ideal bukan yang nyata, (Sunaryo, 2002).

Carl Gustav Jung (dalam Sunaryo, 2002) menjelaskan bahwa

kepribadian atau psyche terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda namun

saling berinteraksi satu sama lain. Sistem yang terpenting adalah ego,

ketidaksadaran pribadi dan kompleksnya, ketidaksadaran kolektif beserta

archetypus, pesona, bayang-bayang, anima dan animus. Di dalam psyche

atau jiwa terdapat sistem yang berinteraksi yang meliputi sikap, fungsi pikiran,

perasaan, pengindraan dan intuisi individu. Sedangkan Kurt Lewin (1890)

yang dikenal sebagai Bapak Psikologi Medan menjelaskan bahwa struktur

Page 68: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

48

kepribadian terdiri dari pribadi yakni istilah yang digunakan untuk

menunjukkan sifat individu dalam bereaksi, lingkungan psikologis, diferensiasi

ruang hidup dan dimensi ruang hidup.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli

maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sistem yang

terorganisasi dalam diri individu yang cenderung stabil dan permanen yang

menjadikan individu tersebut memiliki tingkah laku, pikiran, dan perasaan

yang mampu membedakan individu yang satu dengan individu lainnya.

2. Dasar-Dasar Teori Kepribadian

Berbagai ahli telah mendefinisikan mengenai kepribadian, Namun

dalam bidang psikologi terdapat berbagai pendekatan yang digunakan untuk

menjelaskan kepribadian itu sendiri, diantaranya:

a. Paradigma Aliran Psikoanalisis

Aliran psikoanalisis pertama kali dipelopori oleh Sigmund Freud ia

mengembangkan psikoanalisis sebagai kerangka teoritis dan

metode untuk memahami dunia dalam jiwa manusia hingga jadi sebuah

teori psikologi umum yang menjadi kerangka pikir untuk menjelaskan

tingkah laku. Psikoanalisis Freud mengambil pandangan biologisme

dengan asumsi manusia sebagai makhluk yang digerakkan naluri-naluri

dasar. Naluri-naluri itu terkandung dalam id sebagai unsur asli psikis

manusia. Freud juga menjelaskan tiga dimensi yang mendasari struktur

jiwa seseorang diantaranya; Pertama, Id dimana inti dari suatu

kepribadian berada pada wilayah psikis yang disebut dengan Id yaitu

Page 69: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

49

seseorang akan berusaha untuk mereduksi tegangan melalui hasrat-

hasrat dasar yang menyenangkan . Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan.

Struktur jiwa berdasarkan pandangan Freud kedua yaitu ego yakni

wilayah jiwa yang terhubung dengan realitas. Ego berkembang dari id

agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti

prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang

dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda

kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata dapat memuaskan

kebutuhan.

Struktur ketiga yaitu superego dimana ini merupakan kekuatan

moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip

idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan

prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti

ego, ia tak punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego

berbeda dari ego dalam satu hal penting dimana superego tak punya

kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan

kesempurnaan pun menjadi tidak realistis. Prinsip idealistik mempunyai

dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego ideal.

Aliran psikoanalisis Freud juga menjelaskan mengenai tahap

perkembangan psikoseksual diantaranya tahap oral (0-1 tahun) Konflik

utama pada tahap ini adalah proses penyapihan yakni ketergantungan,

kelekatan dan memasukkan zat-zat menarik ke dalam mulut. Tahap anal

Page 70: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

50

(1-3 tahun) Freud percaya bahwa kepribadian anak dapat berkembang

dengan baik apabila individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.

Tahap falik (3-6tahun), pada masa ini terjadi perkembangan berbagai

aspek psikologis, terutama yang terkait dengan iklim kehidupan sosio

psikologis ,anak masih bersikap “selfish” sikap mementingkan diri sendiri,

belum berorientasi keluar, atau memperhatikan orang lain.

3. Tipe Kepribadian Big Five Personality

Berdasarkan yang dikemukakan oleh Parkinson (2004) bahwa terdapat

lebih dari 20.000 kata yang dapat mewakili sifat yang dimiliki seseorang.

Oleh karena itu, beberapa penelitian merancang beberapa konstruk yang

mengukur beberapa aspek kepribadian yakni 3 hingga 30 lebih aspek

kepribadian yang dimiliki. Namun berdasarkan beberapa hasil pengukuran

yang dibuat terdapat beberapa sifat yang dapat mewakili satu sama lain,

sehingga dalam hal ini dipusatkan beberapa tipe kepribadian menjadi lima

dimensi yang saat ini dikenal dengan tipe kepribadian The Big Five

Personality atau model lima faktor.

Awalnya, bidang psikologi banyak menjelaskan mengenai beberapa

kepribadian, salah satu yang dijelaskan ialah teori yang disebut dengan Big

Five Personality Personality yang diawali oleh penelitian yang dilakukan oleh

Norman pada tahun 1963 dengan berdasarkan riset yang dilakukan dan

dikemukakan oleh Allport, Cattel dan lainnya sehingga terbentuk konsep

Model Lima Faktor. Berdasarkan hal tersebut Lewis Goldberg dibantu

dengan Paul T Costa dan Robert R McCrae dengan sumbangsih

Page 71: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

51

menambahkan trait Agreeableness dan Conscientiousness kemudian

mengembangkan ke dalam riset yang kemudian dikenal sebagai Big Five

Personality Personality yang sering disingkat dengan OCEAN (Openness To

Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, Neuroticism),

(Pervin, et.al, 2010).

Kepribadian manusia pada dasarnya cukup banyak. Namun,

kepribadian tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa dimensi kepribadian

yang kemudian dikembangkan oleh Goldberg (1981) menjadi The Big Five

Personality Personality Trait yang meliputi openness to experience,

conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism.

Pembagian lima klasifikasi kepribadian yang berbeda tersebut didasarkan

pada cara seseorang dalam menanggapi situasi dan tugas yang meliputi

cara bersikap, cara berpikir, cara berkomunikasi, rasa percaya diri dan

bagaimana individu mengatur tindakannya atau dengan kata lain bagaimana

cara individu beradaptasi (Parkinson, 2004).

4. Tipologi Kepribadian Big Five Personality

Tipe kepribadian yang dikemukakan oleh Goldberg (1981) yakni The Big

Five Personality Personality Trait yang meliputi openness to experience,

conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism memiliki

pengertian masing-masing yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Openness to Experiences (Terbuka Terhadap Pengalaman Baru)

Individu yang memiliki karakteristik mampu terbuka dengan hal-hal

baru cenderung suka mencoba dan melakukan hal-hal baru. Selain itu,

Page 72: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

52

individu ini juga memiliki imajinasi dan penuh dengan ide. Selain itu, pada

umumnya orang yang cenderung tinggi pada dimensi ini menjadikan

pengalaman yang dimiliki sebagai sesuatu yang mendalam dan luas

untuk mengeksplorasi hal baru sehingga orang yang memiliki

kecenderungan openness ini akan lebih kreatif dan mampu

menyenangkan orang lain serta lebih artistik.

Ivancevich, Konopaske & Matteson (2016) menjelaskan bahwa

openness to experiences merupakan dimensi yang merefleksikan sejauh

mana individu memiliki minat yang besar dan bersedia mengambil risiko

terhadap sesuatu hal. Sikap spesifik individu yang memiliki karakteristik

Openness to experiences mencakup rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki

pemikiran yang terbuka, kreatif. Dalam bidang industri, individu yang

memiliki kecenderungan memiliki karakteristik openness to experiences

yang tinggi maka cenderung akan berhasil dalam pekerjaannya dimana

perubahan akan terjadi secara terus menerus dan menjadikan inovasi

bagian penting dalam bekerja.

Pervin, dkk (2010) menjelaskan bahwa openness to experiences

yaitu karakteristik sifat yang dapat diukur melalui perilaku individu dalam

hal mencari dan menghargai pengalaman baru yang didapatkan, akan

merasa senang apabila mampu mengetahui sesuatu yang tidak familiar.

Adapun individu dengan kecenderungan openness to experiences tinggi

maka akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki

ketertarikan dengan dunia luar, kreatif, original dan tidak ketinggalan

Page 73: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

53

zaman. Sedangkan individu yang memiliki karakteristik openness to

experiences yang rendah maka cenderung hanya tertarik pada satu hal,

tidak memiliki jiwa seni dan kurang analitis.

b. Conscientiousness

Conscientiousness atau biasa juga disebut dengan lac of impulsivity.

Dimensi kepribadian ini menjelaskan perilaku yang cenderung

berorientasi pada tugas-tugas, tujuan dan kontrol secara sosial. Individu

yang memiliki kecenderungan pada kepribadian ini biasanya memiliki

sifat yang kompeten pada tugas dan pekerjaan yang dilakukan, patuh

terhadap peraturan dan kewajiban yang ada, penuh dengan perencanaan

yang terstruktur, dan memiliki sifat yang disiplin tinggi sehingga

menjadikan orang yang memiliki kepribadian ini cenderung berhati-hati

dalam melakukan sesuatu dan mengambil keputusan. Namun dapat

diandalkan dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dihadapinya.

Conscientiousness ditunjukkan oleh individu yang memiliki gambaran

perilaku yakni seseorang yang dapat diandalkan, terorganisir,

menyeluruh dan bertanggung jawab. Selain itu conscientiousness juga

melihat bagaimana tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan melihat

bagaimana motivasi seseorang dalam mencapai suatu tujuan.

Sedangkan berlawanan dengan hal tersebut, maka kecenderungan

perilaku yang ditampilkan ialah menjadi lemah dan malas.

Individu yang memiliki conscientiousness yang tinggi juga akan

cenderung bekerja keras, tekun, dan senang apabila telah

Page 74: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

54

menyelesaikan berbagai hal. Selain itu, karakteristik dengan skor tinggi

pada conscientiousness akan menunjukkan sifat yang pekerja keras,

tepat waktu, rapi dan ambisius. Sedangkan individu yang memiliki

karakteristik rendah pada dimensi ini akan menampilkan perilaku yang

seolah tidak memiliki tujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang

perhatian, sembrono dan suka bersenang-senang.

c. Extraversion

Ekstraversi merupakan karakteristik yang dimiliki seseorang yang

ditandai dengan sifat yang ramah dengan orang lain, rasa ingin tahu

yang tinggi dan mampu mengungkapkan sesuatu dengan baik (asertif).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa orang yang memiliki

sikap ekstrovert cenderung suka bergaul dengan orang lain dan mampu

memberikan perhatian kepada orang lain. Adapun kebalikan dari orang

yang ekstrovert biasanya disebut dengan introvert, dimana orang yang

memiliki karakteristik tersebut cenderung mawas diri dan lebih menyukai

mengerjakan pekerjaan sendiri sehingga orang yang memiliki

karakteristik seperti ini dapat bekerja dengan tenang tanpa banyak

berbicara.

Pada umumnya tipe kepribadian ini lebih dikenal dengan ekstrovert

dan introvert. Dimana extraversion sendiri mengarahkan pada

kecenderungan berperilaku hangat, ramah dan aktif dalam kelompok.

Sedangkan introvert sendiri merupakan perilaku yang cenderung penakut

Page 75: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

55

dan suka menyendiri. Dengan kata lain, introvert merupakan kebalikan

dari perilaku ekstrovert dalam tipologi kepribadian extraversion.

Extraversion merupakan suatu karakteristik yang mengukur

mengenai sejauh mana kuantitas dan intensitas individu dalam

melakukan interaksi intrapersonal dengan orang lain. Selain itu,

extraversion juga melihat kepribadian individu melalui level aktivitas yang

dilakukan sehari-hari, kebutuhan stimuli individu, dan melihat bagaimana

kapasitas kesenangan individu tersebut. adapun individu yang

karakteristik tinggi pada dimensi extraversion maka cenderung mudah

bergaul, aktif, optimis, menyenangkan dan bersahabat.

Individu yang memiliki karakteristik extraversion yang cenderung

rendah maka akan mengalami atau menampilkan sebuah perilaku yang

tidak ramah, murung, menyukai kesendirian, pemalu dan biasanya orang

yang memiliki karakteristik rendah pada dimensi ini maka hanya akan

berorientasi pada tugas apabila bekerja atau mengerjakan sesuatu

utamanya individu yang bekerja di perusahaan.

d. Agreeableness

Individu yang memiliki kecenderungan agreeableness akan mudah

beradaptasi di lingkungan sosialnya. agreeableness sendiri merupakan

sifat yang dimiliki seseorang yang biasanya mengindikasikan individu

yang ramah, selalu mengalah dan cenderung lebih memilih untuk

menghindari konflik. Biasanya orang yang memiliki agreeableness yang

tinggi akan cenderung mudah memaafkan, suka membantu orang lain

Page 76: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

56

dan penyayang. Adapun seseorang yang memiliki agreeableness yang

rendah maka akan cenderung lebih agresif dan tidak kooperatif dalam

mengerjakan suatu hal.

Agreeableness mencerminkan perilaku yang hormat, pemberi maaf,

toleran, percaya dan berhati lunak. Apabila agreeableness

diaktualisasikan dalam bidang pekerjaan maka individu yang memiliki

karakteristik ini digambarkan bahwa mudah setuju dengan orang lain.

Selain itu, agreeableness dijelaskan bahwa karakteristik ini melihat

kualitas orientasi personal seseorang yang dinilai dan dilihat berdasarkan

rasa kasihan individu terhadap orang lain sampai bagaimana individu

menunjukkan sikap permusuhan kepada orang lain baik melalui pikiran

maupun tindakan yang dilakukan.

Individu dengan karakteristik agreeableness yang tinggi maka akan

cenderung bersikap lemah lembut, suka menolong orang lain, dapat

menjadi orang yang dipercaya, mudah memaafkan dan berterus terang.

Sedangkan dalam bidang pekerjaan, individu yang memiliki

agreeableness tinggi maka efektif menjadi anggota tim untuk

mempertahankan hubungan interpersonal yang baik. Selain itu, individu

ini juga mudah mengembangkan dan mempertahankan prestasi yang

dimilikinya. Karakteristik agreeableness yang tinggi cocok dengan

pekerjaan atau profesi penjualan, audit, perawatan, pengajaran dan

sebagai pekerja sosial. Individu dengan karakteristik agreeableness yang

rendah dalam bidang pekerjaan maka akan cenderung digambarkan

Page 77: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

57

sebagai pribadi yang kasar, dingin, tidak peduli dan simpati pada orang

lain dan antagonis. Selain itu, agreeableness rendah juga akan

menunjukkan perilaku yang sinis, kasar, tidak mau bekerja sama dan

manipulatif, (Pervin, dkk, 2010).

e. Neuroticism

Individu yang memiliki karakteristik neurotik tinggi maka akan

cenderung mudah merasa panik, takut, tersinggung, iri dan benci serta

peka terhadap kritik dan mudah merasa sedih. Pada dasarnya, emosi

negatif dalam tipologi kepribadian ini sering disebut dengan kestabilan

emosi yang dialami seseorang. Sisi negatif yang dialami individu juga

cenderung berperilaku kasar cemas dan mudah depresi. Namun, dalam

perspektif positif hal ini sering disebut dengan reaksi alami yang

ditampilkan seseorang atau biasa juga disebut dengan natural reactions.

Neuroticism juga dinilai mampu mengukur penyesuaian versus

kestabilan emosi yang meliputi kecenderungan individu untuk merasakan

distress psikologi akibat faktor dari luar maupun dalam diri individu.

Selain itu, individu ini juga memiliki ide-ide yang tidak realistis atau

cenderung memiliki keinginan yang berlebihan dan terkadang memiliki

coping stress yang kurang tepat. Adapun individu yang memiliki

karakteristik tinggi dalam neuroticism maka akan mengalami cemas,

emosional dan kurang mampu menyesuaikan diri dan kesedihan yang

tidak beralasan.

Page 78: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

58

Individu dengan karakteristik neuroticism yang rendah maka akan

cenderung mudah untuk merasa tenang, santai, tidak emosional, tabah

dan puas terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, neuroticism dalam

karakteristik positif sering disebut stabilitas emosi karena individu mampu

tenang menghadapi masalah dan Ada pula yang menyebut bahwa

reaksi-reaksi yang ditampilkan individu dalam berperilaku merupakan

ekspresi natural atau reaksi alami.

5. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kepribadian Big Five Personality

Misbach (2010) menjelaskan karakter atau atau tabiat seseorang

merupakan sebuah sistem mengenai keyakinan dan kebiasaan yang

mengarahkan tindakan seseorang. Akan tetapi perlu diketahui bersama

bahwa tipe kepribadian dipengaruhi oleh beberapa faktor yang biasanya

diklasifikasikan menjadi faktor bawaan dan faktor lingkungan

a. Faktor Bawaan (Nurture)

Gunarsa & Gunarsa (2008) menjelaskan bahwa faktor bawaan atau

biasa juga disebut dengan Nurture merupakan warisan biologis yang

dimiliki seseorang yang berasal dari garis keturunan dan DNA yang

diturunkan oleh keluarganya. Hal ini merupakan diluar dari lingkungan

yang mengendalikannya. Faktor bawaan ini juga memengaruhi

bagaimana terbentuknya kepribadian dalam diri seseorang. Kepribadian

manusia dipengaruhi oleh faktor genetis yang berkaitan dengan struktur

DNA yang sifatnya menurun, jadi setiap individu mewarisi DNA yang

diwariskan oleh orang tuanya. Meskipun demikian, karakteristik yang

Page 79: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

59

muncul setiap individu tetaplah berbeda disebabkan karena cara kerja

struktur biologis individu memiliki kekhasannya masing-masing.

Apabila tercipta suatu individu baru maka terjadi penggabungan

antara kromosom dari pihak ayah dan ibu. Pada kromosom terdapat

banyak sekali faktor keturunan (gen) yang diturunkan, diperkirakan

terdapat kurang lebih 20.000 faktor gen yang turun kepada seseorang.

Faktor keturunan tersebut mengikuti hukum tertentu yang menampilkan

ciri khusus, baik terlihat dari segi fisik maupun dari karakter logisnya

(kepribadian).

b. Faktor Lingkungan (Nurture)

Beberapa faktor yang memengaruhi kepribadian seseorang ialah

salah satunya faktor lingkungan atau biasa juga disebut dengan nurture.

Faktor ini mewakili pengalaman yang diperoleh individu sepanjang

hidupnya sehingga dapat membentuk suatu kepribadian. Faktor biologis

tidak dapat dipisahkan dengan faktor lingkungkungan yang ikut menyertai

pembentukan perilaku.

Pembentukan kepribadian dijelaskan bahwa sebelum individu

dilahirkan, mereka mewarisi faktor-faktor yang disebut dengan genotip

yang diperkirakan jumlahnya mencapai 70 triliun. Oleh karena itu, tidak

ada manusia yang memiliki genotip yang sama. Genotip merupakan

sesuatu yang dimiliki individu sejak dari awal kelahiran yang akan

membentuk rangka dan menciptakan individu yang sekarang.

Page 80: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

60

Dalam lingkungan tertentu, genotip akan menjadi sesuatu yang

terlihat dari luar oleh yang disebut fenotip. Artinya bahwa kemunculan

fenotip dari genotip bergantung pada lingkungan yang memengaruhinya.

Dengan demikian apa yang diperoleh individu ketika terjadi konsepsi dari

stimulus yang terjadi di lingkungan merupakan suatu kerangka yang

memberikan kemungkinan atau potensi yang bisa berkembang menjadi

ciri kepribadian. Hal tersebut bergantung pada lingkungan dimana

individu berkembang, (Gunarsah & Gunarsah, 2008).

6. Pengukuran Big Five Personality Personality

Perkembangan alat ukur Big Five Personality personality di Indonesia

masih sedikit. Hanya terdapat beberapa alat ukur kepribadian yang dapat

digunakan. Meskipun terlihat banyak aspek yang diprediksi dapat

menggambarkan tipe kepribadian Big Five Personality Factor. Namun

perkembangan alat ukurnya masih sedikit. Goldberg (1999) mengatakan

bahwa progres pengembangan inventori kepribadian sangat lambat, hal

tersebut disebabkan karena instrumen yang berkembang merupakan hak

milik. seperti NEO PI-R (Neuroticism, Extraversion, Openness, personality

Inventory-Revised) dan CPI (California Psychological Inventory) kurang

dikembangkan karena membutuhkan izin dan biaya dalam penggunaan

kuesionernya.

Page 81: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

61

a. NEO PI-R (Neuroticism, Extraversion, Openness, Personality Inventory-

Revised)

Alat ukur kepribadian Big Five Personality yang digunakan untuk Big

Five Personality biasanya menggunakan NEO PI-R (Neuroticism,

Extraversion, Openees, Personality Inventory-Revised) yang

dikonstruksikan pada tahun 1992 oleh Costa dan McCrae yang terdiri dari

240 item pernyataan pendek berupa self-report dengan rentan korelasi

0,70-0,82 dan diterapkan pada orang dewasa. Kemudian pada tahun

1996 Goldberg mengusulkan untuk melakukan kolaborasi internasional

untuk mengembangkan inventori kepribadian yang mudah dan tersedia

dengan luas. Item-item pengukuran tersebut kemudian dikembangkan

dan disajikan pada website internet yang dikenal dengan International

Personality Item Pool (IPIP) dengan berbagai pilihan bahasa yang ada.

Alat ukur NEO-PI-R menggunakan skala Likert dalam 5 alternatif

jawaban yakni dari sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat

tidak setuju. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wicaksana, S (2019)

yang melakukan uji coba pada sampel sebanyak 520 orang dengan latar

belakang pekerjaan yang berbeda menggunakan skala NEO-PI-R

mendapatkan hasil bahwa, untuk koefisien reliabilitas Neuroticism

sebesar 0,83, dimensi extraversion sebesar 0,81, dimensi Openness to

experience sebesar 0,58, dimensi agreeableness sebesar 0,62, dan

dimensi conscientiousness. Sedangkan pada uji validitas item dari 240

Page 82: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

62

keseluruhan item yang ada terdapat 84 item yang gugur dikarenakan nilai

total skor kurang dari 0,2 dan terdapat 156 item yang valid.

b. Personality Item Pool (IPIP)

Pengukuran mengenai lima model kepribadian dengan

mengadaptasi alat ukur International Personality Item Pool (IPIP) yang

dirancang oleh Lewis R. Goldberg. Pada pengukuran ini terdapat 50 item

yang terbagi dalam masing-masing 10 item untuk neuroticism,

extraversion, openness to experience, conscientiousness, agreeableness

pengukuran yang sering kali digunakan untuk mengukur dalam hal ini

kepribadian Big Five Personality ialah yang dikembangkan berdasarkan

teori yang dikemukakan oleh Costa dan McCrae. Adapun skala

International Personality Item Pool (IPIP) yang dikembangkan tersebut

telah dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

kepentingan penelitian yang ada. Salah satu penelitian yang

menggunakan skala yang dikembangkan Goldberg telah diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia ialah penelitian yang dilakukan oleh Ingirianti

(2014) mengenai Hubungan Antara Kepribadian Big Five Personality

Personality dengan Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan

mendapatkan hasil yang signifikan.

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan oleh Akhtar pada 502

dewasa awal yang dimuat dalam situs resmi International Personality

Item Pool (IPIP) yakni https://ipip.ori.org ditemukan bahwa terdapat 26

item favorable dan 24 item unfavorable dengan masing-masing koefisien

Page 83: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

63

reliabilitas dimensi Extraversion sebesar 0,839, Agreeableness sebesar

0,762, Conscientiousness sebesar 0,811, Emotional Stability sebesar

0,862, Intellect sebesar 0,768.

C. Relawan

1. Pengertian Relawan

Heryanto (2019) menjelaskan bahwa relawan atau sering kali disebut

dengan kata volunteer telah berkembang sejak tahun 1995 oleh seorang

warga Perancis bernama M. Fr Voluntaire. Pada saat itu ia memberikan

pelayanan kepada tentara yang sedang berperang dengan ikhlas dalam

kegiatan altruistik untuk mendorong orang lain agar dapat memperbaiki dan

meningkatkan kualitas kehidupan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Istilah relawan sendiri diambil dari bahasa Jerman yakni “aktivismus” yang

dikenal pada akhir perang dunia pertama.

Relawan merupakan individu atau kelompok orang yang

mendedikasikan diri mereka untuk melayani masyarakat yang didasari pada

keinginan pribadi dan kesadaran individu atau kelompok dengan tujuan

menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih baik. Selain itu relawan

adalah pihak yang memberikan sumbangan melalui pikiran, pengetahuan,

tenaga dan keahlian yang dimilikinya kepada pihak lain untuk mencapai

tujuan yang baik. Kemudian, relawan juga merupakan suatu cara untuk dapat

menyalurkan kecenderungan individu melakukan kebaikan melalui aksi nyata

yang memberikan manfaat bagi orang lain, (Heryanto, 2019).

Page 84: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

64

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) relawan atau

sukarelawan merupakan individu atau kelompok yang melakukan sesuatu hal

dengan sukarela. Arti dari sukarela ialah melakukan sesuatu tidak karena

diwajibkan atau dipaksakan melainkan dengan keinginan sendiri yang

dilakukan dengan sukarela. Selain itu, Peraturan Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2011 mengenai pedoman

relawan penanggulangan bencana menjelaskan bahwa relawan

penanggulangan bencana atau disebut juga sebagai relawan merupakan

orang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian

untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya bencana, (BNPB,

2014).

Relawan juga dapat diartikan sebagai seseorang yang secara ikhlas

dan berdasarkan panggilan murni hati seseorang untuk memberikan apa

yang dimilikinya baik berupa pikiran, tenaga, waktu dan lain sebagainya

kepada masyarakat sebagai suatu bentuk perwujudan tanggung jawab sosial

dengan tidak mengharapkan imbalan berupa upah, kedudukan, kekuasaan

ataupun kepentingan lainnya. Adapun yang dilakukan relawan bencana ialah

melakukan penyelamatan maupun evakuasi korban, pelayanan kebutuhan

sandan dan pangan, pelayanan kesehatan dan pemulihan sosial psikologis

serta melakukan pendataan.

2. Faktor Penyebab Menjadi Relawan

Clary, et., al (2000) menjelaskan bahwa beberapa motif seseorang ingin

menjadi relawan yakni dijelaskan sebagai berikut:

Page 85: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

65

a. Berdasarkan Nilai-Nilai Dalam Diri Individu

Berdasarkan nilai yang dimiliki dalam diri individu mengartikan bahwa

seseorang yang menanamkan nilai-nilai yang penuh perhatian dan kasih

sayang kepada orang lain akan mendorong seseorang untuk menolong

orang, kelompok atau komunitas tertentu yang kurang beruntung atau

mendapatkan musibah. Hal ini sangat berkaitan dengan nilai-nilai religius

seseorang dalam menanggapi suatu peristiwa yang membutuhkan

bantuan.

b. Mencari Makna Hidup

Beberapa relawan bekerja secara nyata untuk masyarakat

mendapatkan pemahaman yang mendalam untuk mempelajari peristiwa

sosial yang terjadi sehingga dapat mengeksplorasi kekuatan personal dan

dapat belajar dari keadilan sosial yang ada disekitar individu tersebut.

Selain itu, pengalaman yang didapatkan di lingkungan daerah bencana

memberikan pembelajaran tersendiri bagi seseorang dalam proses

mencari makna hidupnya

c. Motif Sosial

Tidak dapat dipungkiri salah satu faktor menjadi seorang relawan

dalam kegiatan sukarela ialah dapat merefleksikan diri untuk memperluas

pertemanan dan untuk melakukan aktivitas yang memiliki nilai positif yang

secara tidak langsung individu mendapatkan penerimaan sosial dari

sekitarnya. Hal ini juga dapat dimaksudkan sebagai orang yang

melibatkan diri menjadi seorang relawan maka relasi yang dimiliki juga

Page 86: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

66

semakin luas karena pada umumnya daerah bencana memiliki relawan

yang datang dari berbagai kalangan sehingga berawal dari hal tersebut

maka dapat menambah pertemanan.

d. Proteksi Diri

Proteksi diri yang dimaksudkan yakni seseorang melakukan aktivitas

secara sukarela membantu orang lain untuk terlepas dari kesulitan agar

tidak merasa kesepian dan lebih pentingnya adalah mereduksi perasaan

bersalah individu seseorang apabila dapat membantu orang lain. Oleh

karena itu, perilaku menolong dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi

yang melakukan hal tersebut. terlepas dari imbalan yang ditawarkan,

perasaan puas dan memiliki perasaan bahwa diri mampu membantu

orang lain merupakan hal yang menjadi alasan seseorang dalam

menolong dan menjadi seorang relawan.

e. Pengembangan Karir

Menjadi relawan yang melakukan kegiatan sukarela dapat membantu

seseorang dalam mengeksplorasi karir dan mengembangkan aktivitas

yang bernilai sosial dalam pekerjaan individu. Ketika seseorang

mengabdikan diri menjadi seorang relawan maka bertambah pula

pengalaman yang didapatkan. Sehingga beberapa lainnya menjadikan hal

ini sebagai suatu nilai tambah dalam bidang pekerjaaan.

3. Ciri-ciri Relawan

Omoto & Snyder (dalam Misgiyanti, 1997) menjelaskan bahwa untuk

menjadi seorang relawan maka cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Page 87: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

67

a. Mencari Kesempatan Untuk Membantu

Mampu melihat situasi dan mencari kesempatan untuk menolong

menandakan bahwa seorang relawan mencari seseorang atau kelompok

untuk diberikan pertolongan tidak dengan menunggu untuk dimintai

pertolongan. Seorang relawan akan melakukan sesuatu dan akan

merasa terpanggil dengan sendirinya apabila melihat dan memiliki

kesempatan untuk dapat membantu orang lain semaksimal mungkin.

b. Memiliki Personal Cost Yang Tinggi

Ciri menjadi relawan salah satunya adalah memiliki personal cost

yang tinggi maksudnya adalah seorang relawan dapat mendedikasikan

dirinya melalui waktu, tenaga maupun pikirannya kepada orang yang

hendak diberikan pertolongan. Seseorang yang menjadi relawan mampu

menempatkan dirinya sesuai potensi apa yang dimiliki untuk dapat

membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan.

c. Tidak Mengenal Siapa Yang Hendak Dibantu

Tidak pandang bulu dalam menolong mengartikan bahwa orang

yang mendedikasikan diri sebagai relawan tidak akan melihat dan

memandang seseorang dengan agama, ras, budaya dan lain halnya

untuk membantu seseorang dalam kebaikan dan tidak memilih siapa

yang ingin dibantu sesuka hati. Seorang relawan tidak melihat apakah

orang tersebut adalah keluarga, kerabat, teman, sahabat atau bahkan

orang asing sekalipun apabila hendak menolong.

Page 88: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

68

d. Menolong Bukan Keharusan

Perlu digaris bawahi bahwa, bagi relawan menolong bukanlah suatu

keharusan atau kewajiban melainkan seorang relawan menjadikan

perilaku menolong sebagai suatu yang tanpa ada paksaan dan relawan

yang menolong tidak menjadikan pertolongan yang diberikan sebagai

beban selama menolong melainkan atas kemauan dan keinginan yang

dimiliki untuk memberikan pertolongan secara sadar dan tanpa ada

paksaan dari orang lain.

e. Komitmen

Komitmen merupakan ciri yang dimiliki seorang relawan dimana

komitmen sendiri merupakan keterikatan yang berasal dari diri sendiri

yang dimiliki seseorang dalam melakukan aktivitas sebagai relawan.

sehingga upaya yang dilakukan sebagai seorang relawan memiliki sifat

setia dimana perilaku menolong tersebut menjadi suatu perilaku yang

berkelanjutan. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai relawan apabila

hanya melakukan upaya pertolongan sekali dan tidak melibatkan

kesejahteraan banyak orang. Seorang dapat dikatakan relawan apabila

memiliki komitmen dalam melakukan perilaku menolong.

D. Tipe Kepribadian Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme

Setiap orang memiliki karakter yang berbeda yang membedakan individu

satu dengan yang lainnya. Berdasarkan perbedaan tersebut tidak menutup

kemungkinan menjadi salah satu faktor seseorang untuk menentukan pilihan

Page 89: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

69

dalam menolong atau tidak menolong orang lain yang sedang mengalami

kesulitan. Oleh karena itu, kepribadian sangat menentukan seseorang dalam

bersikap dan mengambil keputusan utamanya pada saat memutuskan menolong

orang lain. Artinya bahwa, tidak semua orang mampu menanamkan sikap

menolong. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada orang yang memiliki kepribadian

yang suka menolong. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa

salah satu faktor seseorang dalam mengambil keputusan untuk menolong orang

lain dipengaruhi oleh kepribadian yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widianingrum (2016)

mengenai didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan

antara religiusitas dan kepribadian Big Five Personality personality secara

bersama-sama dengan altruisme pada relawan Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) di Yogyakarta. Besaran sumbangan secara bersamaan efektif sebesar

45,6% sedangkan sumbangsih masing-masing variabel adalah 35,8% untuk

religiusitas dan 24,5% untuk kepribadian Big Five Personality personality sisanya

dipengaruhi oleh faktor lain. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas

relawan dan kepribadian Big Five Personality maka semakin tinggi pula sifat

altruisme yang dimilikinya. Adapun kepribadian Big Five Personality yang

signifikan terhadap altruisme hanya dimensi conscientiousness. Sedangkan

dimensi extraversion, agreeableness, Neuroticism, Openness to experience tidak

menunjukkan hubungan positif dengan altruisme pada relawan LSM di

Yogyakarta.

Page 90: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

70

Hasil yang ditemukan di atas senada dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Goldberg (1981) bahwa Big Five Personality merupakan

tipologi pengukuran yang baik digunakan untuk melihat kepribadian seseorang.

big five personality terdapat dimensi conscientiousness yakni individu yang dapat

diandalkan dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap tugas yang

dihadapinya. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap lima

relawan menjawab bahwa perilaku menolong yang dilakukannya merupakan

inisiatif dan bawaan dari dirinya secara alami untuk menolong orang lain tanpa

ada paksaan dari manapun.

E. Kerangka Penelitian

Kerangka berpikir merupakan suatu model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi oleh peneliti

menjadi sebuah masalah yang penting. Kerangka penelitian dijelaskan lebih

lanjut mengenai dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini, peneliti hendak

meneliti variabel kepribadian big five personality sebagai prediktor perilaku

altruisme pada relawan bencana.

Kerangka penelitian ini memaparkan mengenai adanya kesenjangan

antara das sein dan das sollen dikarenakan beberapa faktor yang memengaruhi,

yakni tipe kepribadian salah satunya. Setelah itu, dipaparkan bagaimana faktor

tipe kepribadian tersebut dapat memengaruhi perilaku altruisme seorang relawan

dalam situasi bencana. Adapun alur penelitian lebih lanjut dijelaskan melalui

bagan berikut:

Page 91: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

71

Fenomena: Adanya sekelompok orang yang disebut relawan yang menunjukkan perilaku altruisme

Diduga perilaku altruistik pada relawan terkait

dengan tipe kepribadian

Big Five Altruisme

- Openness To Experience

- Conscientiousness

- Extraversion

- Agreeableness

- Neuroticism

- Situasional

- Bukan berdasarkan

kepentingan pribadi

- Sukarela

- Keinginan memberi

Keterangan:

: Pendekatan

: Wilayah Penelitian

Das Sollen Idealnya untuk mencapai suatu kesejahteraan dan ketentraman bersama maka hendaklah seseorang saling menolong satu sama lain utamanya ketika mengetahui orang lain mengalami musibah dan mampu mendedikasikan diri sebagai relawan yang cepat tanggap apabila mengetahui orang lain mengalami suatu kesulitan sehingga koflik atau permasalahan ketika bencana dapat segera diatasi apabila banyak orang yang memiliki

jiwa penolong tanpa pamrih.

Das Sein Melihat dan mengamati berbagai peristiwa bencana alam dan dan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh orang lain banyak sekali risiko yang mengintai apabila seseorang melibatkan diri sebagai penolong untuk orang lain yang mengalami musibah. Kurangnya tenaga relawan menyebabkan bantuan lambat tersampaikan bahkan tidak jarang menimbulkan korban jiwa bahkan dari pihak relawan itu sendiri yang harus siap kelelahan bahkan berisiko mengalami kecacatan fisik, kerugian materil hingga kematian ketika memutuskan menjadi relawan yang menolong tanpa pamrih

Masalah

Page 92: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

72

F. Hipotesis

1. H0 : Tipe kepribadian Big Five Personality tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

H1 : Tipe kepribadian Big Five Personality dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

2. H0 : Tipe kepribadian Openness To Experience tidak dapat menjadi

prediktor terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian Openness To Experience dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

3. H0 : Tipe kepribadian Conscientiousness tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian Conscientiousness dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

4. H0 : Tipe kepribadian Extraversion tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian Extraversion dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

5. H0 : Tipe kepribadian Agreeableness tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian Agreeableness dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

Page 93: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

73

6. H0 : Tipe kepribadian Neuroticism tidak dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian Neuroticism dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

Page 94: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

74

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Suryani & Hendryadi(2016) pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal

ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun yang dapat diketahui bahwa

penelitian kuantitatif merupakan metode analisis data yang berbentuk numerik.

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif banyak menggunakan logika hipotetik

verifikatif yang dimulai dengan berpikir kemudian muncul sebuah hipotesis lalu

melakukan pengujian di lapangan. Kesimpulan atau hipotesis yang diperoleh

merupakan hasil yang diperoleh berdasarkan data empiris.

Sugiyono (2013) mengatakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan

metode penelitian dimana hal tersebut digunakan untuk mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu maupun dua variabel yang akan diteliti dengan variabel yang

lain. Berdasarkan teori tersebut, penelitian kuantitatif, merupakan data yang

diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode

statistik yang digunakan. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan maka

dapat dijelaskan bahwa dalam hal ini pendekatan kuantitatif digunakan untuk

menganalisis tipe kepribadian Big Five Personality apa yang signifikan terhadap

perilaku altruisme.

74

Page 95: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

75

B. Variabel Penelitian

Sugiyono (2013) menjelaskan bahwa variabel merupakan segala sesuatu

yang dapat berbentuk apa saja dan telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut. Sedangkan dalam pendapat

lain mengatakan bahwa secara teoritis definisi variabel merupakan atribut

peneliti atau objek yang memiliki variasi antara satu dengan yang lainnya atau

objek satu dengan objek lainnya.

Variabel penelitian kuantitatif terbagi menjadi dua bagian, yakni variabel

independen dimana sering juga disebut dengan variabel bebas merupakan

variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel dependen. Sedangkan variabel dependen atau disebut pula variabel

terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena

adanya variabel bebas, (Sugiyono, 2013).

1. Variabel Dependen (X) : Tipe kepribadian Big Five Personality

X1 : Openness to experience

X2 : Conscientiousness

X3 : Extraversion

X4 : Agreeableness

X5 : Neuroticism

2. Variabel Independen (Y) : Altruisme

Page 96: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

76

C. Definisi Variabel

1. Definisi Konseptual

a. Altruisme

Rushton (1980) menjelaskan bahwa perilaku altruisme merupakan

upaya prososial yang dilakukan seseorang dalam menolong orang lain

namun tindakan menolong yang dilakukan tersebut tanpa pamrih dan tidak

ada upaya untuk mencari keuntungan di dalamnya.

b. Tipe kepribadian Big Five Personality

Tipe kepribadian Big Five Personality berdasarkan Goldberg (1981)

merupakan pengklasifikasian jenis kepribadian menjadi 5 dimensi yakni:

1) Openness to experience merupakan karakteristik kepribadian yang

dimana individu memiliki kecenderungan sifat yang terbuka terhadap

hal baru

2) Conscientiousness yakni dimensi kepribadian yang menjelaskan

perilaku seseorang yang berorientasi pada tugas dan kontrol sosial.

Openness to experience

Perilaku

Altruisme

Conscientiousness

Neuroticism

Extraversion

Agreeablenes

Page 97: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

77

3) Extraversion adalah karakteristik yang dimiliki seseorang yang ditandai

dengan sifat ramah dengan orang lain dengan sisi lain disebut dengan

introvert

4) Agreeableness merupakan kecenderungan sifat individu yang ramah

dan selalu mengalah untuk menghindari konflik.

5) Neuroticism dimana kepribadian ini memiliki karakteristik individu yang

mudah panik dan peka terhadap kritik namun terkadang sering disebut

pula dengan kestabilan emosi

2. Definisi Operasional

a. Altruisme

Altruisme merupakan perilaku menolong yang dilakukan oleh individu

atau kelompok untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan

apapun dan dilakukan secara sadar dan sukarela. Altruisme juga

merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang dalam menolong

orang lain dengan tidak mengharapkan apapun terkecuali perasaan yang

didapatkan setelah menolong.

b. Tipe kepribadian Big Five Personality

Tipe kepribadian big five personality merupakan suatu

pengelompokkan lima sifat (traits) yang dimiliki manusia secara umum

yang dimana setiap individu memiliki kecenderungan lebih tinggi diantara

lima trait tersebut yang dapat membentuk kepribadian yang khas dalam

diri setiap individu. Pengelompokan kepribadian openness to experience,

conscientiousness, extraversion,agreeableness, neuroticism ini

Page 98: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

78

menjadikan landasan bagaimana orang mempersepsikan, merasakan,

memikirkan dan bertindak terhadap suatu hal.

1) Openness to Experience yakni individu yang memiliki karakteristik yang

kreatif dan menyukai tantangan serta suka mencoba hal-hal baru

2) Conscientiousness merupakan individu yang cenderung pada orientasi

tugas-tugas sehingga cenderung berkompeten dalam bekerja serta

tekun dan disiplin.

3) Extraversion adalah kecenderungan seseorang untuk mudah bergaul

dan ramah terhadap orang baru

4) Agreeableness adalah karakter yang dapat diandalkan dan

bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dihadapinya.

5) Neuroticism merupakan pengelompokan sifat yang individu cenderung

memiliki sifat yang peka terhadap hal sekitar, ramah, emosional dan

mudah tersinggung

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (dalam Anggara, 2015) mengatakan bahwa populasi merupakan

suatu wilayah yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditentukan oleh peneliti

untuk dipelajari dan dapat ditarik kesimpulannya. Selain itu, populasi juga

dapat diartikan sebagai keseluruhan wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek maupun subjek penelitian yang memiliki karakteristik yang telah

Page 99: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

79

ditentukan sebelumnya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

relawan bencana di Makassar.

2. Sampel

Sugiyono (dalam Anggara, 2015) mengatakan bahwa sampel merupakan

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki pada populasi yang telah

ditentukan. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:

a. Relawan bencana baik laki-laki maupun perempuan

b. Berusia antara 18 tahun sampai 65 tahun

c. Pernah terlibat sebagai relawan di medan bencana minimal 2 kali

Dalam penelitian ini tidak diketahui secara akurat mengenai jumlah

keseluruhan relawan bencana yang aktif hingga saat ini. Oleh karena itu,

dalam penentuan jumlah sampel maka digunakan persamaan n 1

2 dimana

nilai = 0,05 merupakan taraf kesalahan minimum yang dapat ditolerir dalam

sebuah penelitian sehingga diperoleh hasil 400. Berdasarkan dari hasil

tersebut maka dapat ditentukan bahwa sampel yang digunakan dalam

penelitian ini minimal 400 responden, (Abdullah & Sutanto, 2015).

Dikarenakan kriteria responden dalam penelitian ini jumlahnya terbatas

maka sampel yang berhasil ditemukan sebanyak 242 relawan. Hal ini juga

disebabkan karena bencana yang terjadi tidak dapat diprediksi dan jikapun

bencana terjadi maka relawan yang cenderung turun ialah orang yang sama

dan diketahui bahwa relawan yang turun di medan bencana lebih terorganisir.

Page 100: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

80

3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Non

probability sampling. Pendekatan tersebut digunakan karena besarnya

peluang anggota populasi untuk menjadi sampel penelitian tidak diketahui.

Hal tersebut disebabkan karena data populasi tentang relawan yang diperoleh

tidak akurat. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

Purposive Sampling dimana teknik pengambilan sampel ini merupakan teknik

yang digunakan untuk menentukan sampel berdasarkan pertimbangan atau

tujuan dan nilai guna individu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur variabel

penelitian adalah dengan memberikan kuesioner berupa skala psikologi non

kognitif kepada semua sampel dalam penelitian. Kuesioner merupakan daftar

pernyataan yang sudah tersusun baik berdasarkan tujuan penelitian dimana

responden hanya memberikan jawaban dengan memberikan tanda tertentu pada

tempat pilihan jawaban yang disediakan atau kuesioner juga dapat disebut

sebagai daftar pernyataan yang peneliti berikan kepada responden

(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini terdapat dua skala yang digunakan

yakni skala altruisme dan skala Big Five Personality personality.

1. Skala Altruisme

Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang

dirancang oleh P.C Rushton (1981) yang disebut dengan The Personality

Page 101: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

81

and The Self-Report Altruisme Scale atau lebih umum dikenal sebagai Self-

Report Altruisme (SRA Scale). Skala ini terdiri dari 20 item yang mudah

dikelola dimana responden diminta untuk menilai frekuensi mereka ketika

terlibat dalam suatu perilaku altruistik dengan alternatif jawaban Tidak

Pernah (Never), Sekali (Once), Lebih dari Sekali (More Than Once), Sering

(Often), dan Sangat Sering (Very Often).

Penilaian menggunakan skala frekuensi dimana pada alternatif jawaban

favorable diberi nilai untuk 1=Tidak Pernah (Never), 2=Sekali (Once),

3=Lebih dari Sekali (More Than Once), 4=Sering (Often), dan 5=Sangat

Sering (Very Often). Sebaliknya, untuk penilaian unfavorable menggunakan

penilaian 5=Tidak Pernah (Never), 4=Sekali (Once), 3=Lebih dari Sekali

(More Than Once), 2=Sering (Often), dan 1=Sangat Sering (Very Often).

Tabel 3.1 Blue Print Skala Altruisme

Komponen Indikator Nomor Aitem

Jumlah

Situasional

Mampu melihat kondisi yang dialami orang lain

3,12,13

3

Memunculkan peran mengenai keberadaan individu dalam melihat kondisi orang lain

10,16

2

Bukan Kepentingan Pribadi

Tidak memanfaatkan kondisi yang dialami orang lain

2,5,10 3

Tidak meraup keuntungan atas musibah yang dialami orang lain

11,17,19

3

Sukarela Tidak mengharapkan imbalan 7,9 2

Rela berkorban untuk orang lain 15,18 2

Keinginan Membantu

Memberikan bantuan kepada orang lain 1,4,6 3

Memberikan bantuan materi dan waktu kepada orang lain

8,14,20 3

Total 20

Page 102: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

82

2. Skala Big Five Personality

Pengukuran mengenai lima model kepribadian dengan mengadaptasi

alat ukur International Personality Item Pool (IPIP) yang dirancang oleh

Lewis R. Goldberg. Pada pengukuran ini terdapat 50 item yang terbagi

dalam masing-masing 10 item untuk Neuroticism, extraversion, Openness to

experience, conscientiousness, agreeableness pengukuran yang sering kali

digunakan untuk mengukur dalam hal ini kepribadian Big Five Personality

ialah yang dikembangkan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Costa

dan McCrae. Adapun skala yang dikembangkan tersebut berjumlah 50 item

yang telah dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

kepentingan penelitian yang ada.

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri atas item-item pernyataan

favorable dan unfavorable dengan lima alternatif jawaban yakni pada item

favorable untuk alternatif jawaban Sangat Akurat diberi nilai 5, Moderat

Akurat diberi nilai 4, Netral diberi nilai 3, Tidak Akurat diberi nilai 2 dan

Sangat Tidak Akurat diberi nilai 1. Sedangkan pada item unfavorable Sangat

Akurat diberi nilai 1, Moderat Akurat diberi nilai 2, Netral diberi nilai 3, Tidak

Akurat diberi nilai 4 dan Sangat Tidak Akurat diberi nilai 5.

Adapun ukur International Personality Item Pool (IPIP) yang digunakan

merupakan hasil adaptasi dari Hanif Akhtar dimana property psikometrinya

menggunakan 502 responden dengan proses adaptasi dimana melibatkan

dua penerjemah professional dengan latar belakang pendidikan psikologi

untuk menerjemahkan bahasa asli ke bahasa Indonesia. Adapun hasil

Page 103: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

83

reliabilitas dan validitas untuk dimensi Extraversion Alpha=0.839, Corrected

Item-Total Correlations Ranged From 0.419-0.677, Agreeableness

Alpha=0.762, Corrected Item-Total Correlations ranged from 0.292 - 0.596,

Conscientiousness Alpha=0.811, Corrected Item-Total Correlations ranged

from 0.432 - 0.571, Emotional Stability, Alpha=0.862, Corrected Item-Total

Correlations ranged from 0.395 - 0.662, Openness To Experience,

Alpha=0.768, Corrected Item-Total Correlations ranged from 0.269 - 0.645.

Tabel 3.2 Blueprint skala Big Five Personality

Aspek

No soal Jumlah soal Favorable Unfavorable

Openness To Experience 5,15,25,35,45 10,20,30,40,50 10

Conscientiousness 3.13,23,33,43 8,18,28,38,48 10

Extraversion 1,11.21,31,41 6,16,26,36,46 10

Agreeableness 2,12,22,32,42 7,17,27,37,47 10

Neuroticism 4.14,24,34,44 9,19,29,39,49 10

TOTAL 25 25 50

F. Uji Instrumen

1. Proses Adaptasi Skala

Pada skala altruisme dan skala big five personality terdapat aitem-aitem

yang akan melewati proses adaptasi sebagai berikut

a. Skala Asli Diterjemahkan Ke Bahasa Indonesia

Skala yang digunakan oleh peneliti yakni skala altruisme dari Rushton

(1998) sebanyak 20 item dan skala big five personality dari Goldberg

(1981) sebanyak 50 item keduanya merupakan skala asli dimana item-

itemnya menggunakan bahasa Inggris. Oleh karena itu, peneliti terlebih

Page 104: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

84

dahulu menerjemahkan skala asli dalam bentuk bahasa Inggris tersebut

menjadi skala berbahasa Indonesia oleh dua orang ahli dibidang bahasa

inggris. Pada skala big five personality diterjemahkan berdasarkan web

oleh Hanif Akhtar yang merupakan dosen psikologi. Sedangkan skala Self

Report Altruisme diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Suseno

yang merupakan mahasiswa jurusan bahasa Inggris di Universitas Negeri

Jakarta.

b. Skala Bahasa Indonesia – Bahasa Inggris (Back Translation)

Setelah skala asli diterjemah ke bahasa Indonesia maka selanjutnya

peneliti melakukan penerjemahan kembali ke dalam bahasa Inggris

(bahasa asli) dengan meminta bantuan penerjemah lain yang ahli

dibidangnya. Kemudian, penerjemah kedua yaitu Ibu Ayuni Arista, S.Pd

lulusan jurusan bahasa Inggris Universitas Manado dengan skor Toefl

500.

c. Proses Membandingkan Skala Asli Dan Skala hasil (Back Translation)

Proses selanjutnya setelah menerjemahkan kembali maka peneliti

membandingkannya dengan skala asli. Setelah membandingkan, peneliti

melihat bahwa item yang dibandingkan relatif sama dan tidak terdapat

perbedaan yang substansial dari kedua skala yang telah diterjemahkan

tersebut sehingga lebih lanjut peneliti dapat melakukan uji instrument.

2. Uji Validitas

Validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

instrumen alat ukur yang digunakan dalam melakukan fungsinya. Suatu alat

Page 105: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

85

ukur dapat dikatakan valid apabila alat ukur tersebut mampu mencapai

tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Uji validitas ini dilakukan

untuk mengetahui apakah skala yang digunakan mampu menghasilkan data

yang akurat dan sesuai dengan tujuan ukurnya. Adapun uji validitas dalam

penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstruk, (Azwar, 2016).

a. Validitas Isi

Azwar (2016) menjelaskan bahwa validitas isi merupakan suatu alat

ukur yang penilaiannya berdasarkan muatan isi. Suatu alat ukur dapat

dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila isi, materi, atau bahan

alat ukur yang digunakan tersebut benar-benar representatif terhadap

tujuan penelitian. Adapun validitas isi dalam penelitian ini yakni:

1) Validitas logis

Validitas logis merupakan sejauh mana isi tes yang ada dapat

mewakili variabel yang hendak diukur, (Azwar, 2018). Adapun

prosedur validitas logis dalam penelitian ini menggunakan statistik

CVR (Content Validity Ratio) yang dikemukakan oleh Lawshe. Dalam

hal ini, peneliti mencari dan menentukan Expert Judgment kemudian

memberikan skala yang diterjemahkan kepada SME (Subject Matter

Expert) dimana merupakan sekelompok panel ahli yang diminta untuk

menilai suatu alat ukur apakah item tersebut esensial untuk

mendukung tujuan alat tes yang hendak diukur. Angka CVR berada

diantara -1.00 sampai dengan +1.00. apabila CVR > 0.00 maka 50%

SME menyatakan item tersebut esensial dan oleh sebab itu dapat

Page 106: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

86

dinyatakan valid. Semakin besar CVR dari angka 0 maka semakin

esensial dan semakin tinggi pula tingkat validitas isinya, (Azwar,

2017).

Adapun yang menjadi SME (Subject Matter Expert) dalam

penelitian ini yaitu Ibu Hasniar S.Psi., M.Si., Ibu Titin Florentina,

S.Psi., M.Psi., Psikolog, Bapak Syahrul Alim, S.Psi, M,A. Keseluruhan

SME (Subject Matter Expert) merupakan dosen Psikologi di

Universitas Bosowa yang merevisi redaksi kalimat pada setiap item

skala yang digunakan agar mudah dipahami oleh orang awam

Hasil SME pertama yaitu menyarankan untuk menggunakan

skala Big Five Personality terjemahan langsung karena skala tersebut

bersifat umum. Selain itu, SME pertama juga menyebutkan bahwa

terdapat beberapa item yang bahasanya perlu diperbaiki, yakni pada

kata “mobil” diganti menjadi “kendaraan”. Selain itu, item 1 terdapat

kata “acara” diperbaiki menjadi kata “kegiatan” dan beberapa.

SME kedua mengoreksi bahwa dari kedua skala yang

digunakan item yang digunakan cukup baik. Sehingga SME kedua

hanya memperbaiki kata “Anda” diganti menjadi “Saudara”.

Sedangkan SME ketiga memperbaiki redaksi skala altruisme pada

item 1 yakni mengganti kata “orang asing” menjadi “korban bencana”,

memperbaiki redaksi kalimat item 3, memperbaiki item no 4 dan item

5 karena item identik sehingga harus dibedakan. Selain itu SME

ketiga juga menyarankan redaksi kata pada item 12 yakni “saya tidak

Page 107: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

87

mengambil uang kembalian saat belanja untuk korban bencana” dan

item 15 menjadi “Saya membeli barang yang ditawarkan untuk

kepentingan donasi bencana dan memperbaiki redaksi kata pada

item 17,18 dan 19.

2) Validitas Tampang

Azwar (2017) menjelaskan bahwa validitas tampang atau face

validity merupakan suatu validity yang bertujuan untuk melihat dan

menilai relevansi ataupun keselarasan item dengan tujuan alat ukur

skala. Dalam hal ini peneliti memberikan format validitas tampang

kepada beberapa reviewer yang memiliki kriteria yang sama dengan

calon responden untuk menilai beberapa aspek dalam skala seperti

bentuk skala, pengantar, font yang digunakan, model pencetakan

skala, instruksi pengisian skala dan lain-lain. Sehingga mendapatkan

hasil penilaian yang secara keseluruhan dapat membuat partisipan

mudah memahami item yang disajikan dan memiliki tampilan yang

menarik.

Dalam penelitian ini peneliti meminta 3 orang relawan bencana

untuk melakukan uji validitas tampang guna memberikan penilaian

berupa saran mengenai layout alat ukur yang digunakan dan bahasa

yang digunakan sebelum menyebarkan alat ukur yang digunakan

kepada calon responden.

Adapun hasil dari ketiga relawan bencana yang diminta peneliti

untuk melakukan validitas tampang ialah relawan bencana pertama

Page 108: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

88

mengoreksi mengenai adanya item yang sama yakni pada item

nomor 6 dan nomor 26. Selain itu, reviewer juga mengatakan bahwa

terdapat kata yang kurang dimengerti yakni pada kata “abstrak”. Akan

tetapi, secara keseluruhan reviewer mengatakan tidak terdapat

kekeliruan yang substansif pada skala yang disebarkan sehingga

peneliti hanya memperbaiki beberapa tampilan berdasarkan saran

dari reviewer.

b. Validitas Konstruk

Azwar (2017) menjelaskan bahwa validitas konstruk merupakan

suatu bentuk validitas yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana hasil

tes yang diperoleh mampu mengungkap suatu trait atau sesuai dengan

konstruk teoritik yang ingin diukur peneliti. Adapun untuk menganalisis

validitas konstruk maka dapat menggunakan Lisrel dimana valid tidaknya

suatu item ditentukan dengan melihat faktor loading positif dan nilai t-

value > 1.96 dan nilai RMSEA <0.05 serta tidak memiliki banyak korelasi

dengan item lain. Adapun validitas konstruk dalam penelitian ini

menggunakan uji coba terpakai dimana menguji validitas konstruk

menggunakan teknik analisis CFA (confirmatory Factor Analysis) dengan

bantuan aplikasi Lisrel 8.70.

Peneliti melakukan uji validitas konstruk untuk kedua skala yang

digunakan dan ditemukan item yang tidak valid pada skala Big Five

Personality dan seluruh item pada skala Self-Report Altruisme valid.

Berikut hasil blueprint setelah dilakukan proses analisis.

Page 109: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

89

Tabel 3.3 Blueprint Altruisme Setelah Uji Coba

Komponen Indikator Nomor Aitem

Jumlah

Situasional

Mampu melihat kondisi yang dialami orang lain

3,12,13 3

Memunculkan peran mengenai keberadaan individu dalam melihat kondisi orang lain

10,16 2

Bukan Kepentingan Pribadi

Tidak memanfaatkan kondisi yang dialami orang lain

2,5,10 3

Tidak meraup keuntungan atas musibah yang dialami orang lain

11,17,19 3

Sukarela Tidak mengharapkan imbalan 7,9 2

Rela berkorban untuk orang lain 15,18 2

Keinginan Membantu

Memberikan bantuan kepada orang lain

1,4,6 3

Memberikan bantuan materi dan waktu kepada orang lain

8,14,20 3

Total 20

Pada hasil uji validitas konstruk terdapat 9 item yang gugur yakni

item 20,29,39,40,42,48,49,50 pada analisis CFA dan item 45 juga

digugurkan pada tahap reliabilitas karena responden tidak konsisten

dalam memberikan jawaban pada item tersebut. Berikut dilampirkan

blueprint skala Big Five Personality setelah uji coba:

Tabel 3.4 Blueprint Skala Big Five Personality Setelah Uji Coba

Aspek No soal Jumlah soal Favorable Unfavorable

Openness To Experience 5,15,25,35 10,30 6

Conscientiousness 3.13,23,33,43 8,18,28,38 9

Extraversion 1,11.21,31,41 6,16,26,36,46 10

Agreeableness 2,12,22,32 7,17,27,37,47 9

Neuroticism 4.14,24,34,44 9,19 7

TOTAL 25 25 41

Page 110: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

90

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu keajegan atau konsistensi dari alat ukur yang

pada prinsip menunjukkan hasil-hasil yang tidak berbeda apabila dilakukan

pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Selain itu, reliabilitas juga

diartikan sebagai kepercayaan, kestabilan dan konsistensi. Meskipun banyak

konsep yang menjelaskan mengenai reliabilitas akan tetapi ide dasar yang

terdapat dalam reliabilitas adalah tingkat kepercayaan dari hasil pengukuran

(Azwar, 2007).

Azwar (2016) mengemukakan bahwa pengukuran reliabilitas dapat

menggunakan uji statistic Cronbach Alpha. Reliabilitas sendiri dapat

dinyatakan oleh nilai koefisien antara 0-1. Artinya bahwa semakin tinggi nilai

koefisien maka semakin mendekati angka 1 dan hal tersebut menunjukkan

semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, semakin rendah koefisien

reliabilitas yang mendekati angka 0 maka hal tersebut menunjukkan bahwa

semakin rendah reliabilitas pengukuran.

a. Skala Altruisme Tabel 3.5 Reliabilitas Altruisme

Cronbach’s Alpha N Of Items

0.888 20

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SPSS 20 for windows

dengan melihat tabel Cronbach’s Alpha maka dapat diketahui bahwa

nilai reliabilitas yang diperoleh sebesar 0.888 dan nilai tersebut

menunjukkan reliabilitas yang sangat tinggi.

Page 111: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

91

b. Skala Big Five Personality Tabel 3.6 Reliabilitas Big Five Personality

Big Five Personality Nilai Cronbach Alpha N Of Item

Openness To Experience 0.607 6 Conscientiousness 0.726 9

Extraversion 0.712 10

Agreeableness 0.627 9

Neuroticism 0.663 7

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SPSS 20 for windows

dengan melihat tabel Cronbach’s Alpha maka dapat diketahui bahwa

nilai reliabilitas yang diperoleh dimensi extraversion sebesar 0.712

dengan item sebanyak 10 nilai tersebut menunjukkan reliabilitas yang

tinggi. Pada dimensi agreeableness memiliki reliabilitas sebesar 0,627

dari 9 item, nilai tersebut menunjukkan reliabilitas yang tinggi. Pada

dimensi conscientiousness memiliki reliabilitas yang tinggi disebabkan

memiliki nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.726 dari 9 item yang ada.

Sedangkan pada dimensi neuroticism terdapat 7 item dengan reliabilitas

sebesar 0.667, nilai tersebut termasuk ke dalam kategori reliabilitas yang

tinggi. Terakhir pada dimensi openness to experience memiliki 6 item

tersisa dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.607 nilai tersebut

menunjukkan reliabilitas yang tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti setelah

mengumpulkan data dari keseluruhan responden atau sumber lain yang

mendukung penelitian. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis data

yaitu mengelompokkan data berdasarkan variabel penelitian dan jenis

Page 112: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

92

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, uji asumsi dan menguji

hipotesis yang diajukan peneliti, (Sugiyono, 2017).

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah metode analisis yang dilakukan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu berdasarkan hal yang

didapatkan dan bersifat apa adanya, (Baroroh, 2008). Analisis deskriptif

dalam penelitian ini adalah gambaran demografi subjek, gambaran tingkat

altruisme dan gambaran tipe kepribadian yang meliputi Openness to

experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, Neuroticism

pada relawan bencana.

2. Uji Asumsi

Purwanto (2013) menjelaskan bahwa uji asumsi merupakan suatu

langkah yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penentuan teknik uji

hipotesis yang akan digunakan dalam menganalisis data penelitian yang

diperoleh. Berdasarkan hasil uji asumsi yang dilakukan maka akan

didapatkan dasar untuk menentukan pengujian hipotesis apa yang hendak

digunakan dalam hal ini statistik parametrik atau non parametrik. Adapun uji

asumsi dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa tahap yakni uji

normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedasitas yang

masing-masing menggunakan bantuan SPSS 20.0.

a. Uji Normalitas

Teknik analisis data yang pertama kali digunakan ialah uji normalitas

dimana teknik ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang

Page 113: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

93

dihasilkan terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas ini

menggunakan Kolmogorov Smirnov dan untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak maka dapat melihat nilai

signifikansi Kolmogorov Smirnov. Apabila nilai signifikansi Kolmogorov

Smirnov lebih besar dari taraf signifkansi 0,05 maka data tersebut

terdistribusi dengan normal. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi

Kolmogorov Smirnov yang diperoleh lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05

maka data yang diperoleh tidak dapat terdistribusi normal, (Sutopo &

Slamet, 2017).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas merupakan tahap yang dilakukan peneliti untuk

mengetahui apakah antar variabel penelitian memiliki hubungan yang

linear. Uji linearitas ini dapat menggambarkan antar variabel akan

membentuk garis yang linear atau tidak. Adapun untuk menentukan

apakah data yang diuji terdistribusi linear atau tidak maka peneliti dapat

menggunakan Tes For Linearity pada SPSS for Windows dengan melihat

nilai signifikansi linearity. Apabila nilai signifikansi linearity yang diperoleh

lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 maka data yang diuji dapat dikatakan

terdistribusi secara linear dan sebaliknya jika nilai signifikansi linearity

yang diperoleh lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka data yang

diujikan dapat dikatakan bahwa antar variabel penelitian tidak mempunyai

hubungan yang linear.

Page 114: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

94

c. Uji Multikolinearitas

Widhiarso (2011) menjelaskan bahwa uji multikolinearitas merupakan

uji yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar variabel independen,

apabila antara variabel saling memiliki korelasi yang tinggi maka dapat

terjadi overlap sehingga analisis yang dilakukan menjadi tidak efektif. Uji

multikolinearitas dapat diketahui dengan melihat nilai variance inflation

factor (VIF). Apabila nilai VIF lebih kecil dari 10 (VIF < 10 ), maka dapat

dikatakan bahwa antar variabel independen yang diujikan tidak terjadi

multikolinearitas dan begitupun sebaliknya.

d. Uji Heteroskedastistas

Uji Heteroskedastistas merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui apakah hubungan antar prediksi dan residu membentuk

sebuah pola. Adapun residu dapat diartikan sebagai variabel yang tidak

diketahui sehingga diasumsikan bersifat acak. Suatu penelitian tidak akan

terjadi heteroskedasitas apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih

besar dari taraf signifikansi 0,05 (sig > 0,05) analisis uji

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan bantuan program SPSS 20.

3. Uji Hipotesis

Hadi (2016) menjelaskan bahwa uji hipotesis dilakukan untuk

mengetahui gambaran mengenai seberapa besar pengaruh penerapan

variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun untuk mengetahui

hal tersebut maka digunakan analisis regresi berganda atau multiple

regression untuk melihat nilai dari variabel terikat apabila variabel bebas

Page 115: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

95

ditingkatkan atau diturunkan. Adapun hipotesis yang hendak diuji dalam

penelitian ini ialah apakah terdapat pengaruh neuroticism, extraversion,

openness to experience, conscientiousness, agreeableness terhadap

perilaku altruisme pada relawan bencana. Hal-hal yang akan dilaporkan

dalam hasil uji hipotesis menggunakan uji regresi berganda diantaranya:

a. Nilai koefisien determinan atau R Square (R2) big five personality secara

bersama-sama terhadap perilaku altruisme relawan bencana

b. Nilai kontribusi tipe kepribadian Big Five Personality secara bersama-

sama terhadap perilaku altruisme relawan bencana

c. Nilai F dan signifikansi nilai F big five personality, apabila nilai F pada

penelitian lebih kecil dari 0,005 (sig F < 0,05) maka hasil penelitian

dianggap signifikan dan sebaliknya

d. Nilai koefisien determinan atau R Square (R2) Neuroticism, Extraversion,

Openness To Experience, Conscientiousness dan Agreeableness

terhadap perilaku altruisme relawan bencana

e. Nilai kontribusi Neuroticism, Extraversion, Openness To Experience,

Conscientiousness dan Agreeableness terhadap perilaku altruisme

relawan bencana

f. Nilai F dan signifikansi nilai F Neuroticism, Extraversion, Openness To

Experience, Conscientiousness dan Agreeableness terhadap perilaku

altruisme pada relawan bencana. Apabila signifikansi nilai F pada

penelitian lebih kecil dari 0,005 (sig F < 0,05) maka hasil penelitian

dianggap signifikan dan sebaliknya.

Page 116: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

96

g. Nilai koefisien pengaruh (b)

h. Nilai t dan nilai signifikansi t apabila didapatkan signifikansi nilai t pada

penelitian lebih kecil 0,005 (sig t < 0,05) maka hasil penelitian dianggap

signifikan dan sebaliknya.

i. Nilai konstanta (a)

j. Persamaan regresi berganda: Y=a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 b5X5

H. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melakukan beberapa langkah-langkah untuk

menunjang kelancaran penelitian ini hingga akhir. Adapun langkah yang

dilakukan yakni:

1. Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengambilan data awal mengenai

das sollen dan dan das sein terkait penelitian yang akan dilakukan. Setelah

itu, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa relawan bencana dan

mengumpulkan literatur untuk memperkuat hasil fenomena penelitian.

Setelah itu, peneliti mulai menyusun literatur dan data lapangan yang telah

diperoleh.

Proses selanjutnya yaitu peneliti mulai menyusun bab satu yang di

dalamnya terdapat latar belakang penelitian, rumusan masalah dan tujuan

serta manfaat penelitian yang akan dilaksanakan berdasarkan temuan-

temuan data lapangan dan literatur yang diperoleh. Setelah itu, peneliti

melanjutkan mengerjakan bab dua yang di dalamnya terdapat tinjauan

Page 117: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

97

pustaka mengenai teori-teori terkait variabel penelitian. Kemudian, peneliti

mengerjakan bab tiga yang di dalamnya terdapat metode penelitian yang

akan digunakan selama penelitian.

2. Tahap Penelitian (Pengumpulan Data)

Pada tahap ini, peneliti telah selesai melakukan seminar proposal

sehingga langkah selanjutnya peneliti mulai mempersiapkan alat ukur yang

akan digunakan dalam pengambilan data penelitian. Sebelum itu, peneliti

melakukan adaptasi alat ukur yang kemudian melakukan uji validitas isi

sebelum alat ukur yang dilakukan disebar kepada calon responden yakni

relawan daerah bencana. Setelah itu, peneliti peneliti menyebarkan alat ukur

yang telah diperbaiki menggunakan google form dan mendapatkan sekitar

277 calon responden. Kemudian, dari pengumpulan data yang dilakukan

peneliti melakukan uji validitas konstruk kepada 214 responden.

3. Tahap Pengolahan Data

Peneliti mengolah data responden yang telah diterima yakni sebanyak

242 relawan. Peneliti melakukan uji asumsi menggunakan bantuan SPSS 20

for windows yang dilaksanakan pada awal agustus. Uji asumsi yang

dilakukan peneliti untuk mengetahui hasil data yang diperoleh. Hasil analisis

data yang telah dilakukan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam

menyusun bab empat dan lima. Peneliti memerlukan waktu selama delapan

bulan yakni dimulai pada bulan Februari hingga September melalui

bimbingan intensif.

Page 118: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

98

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Demografi Responden

Subjek dalam penelitian ini merupakan relawan bencana baik laki-laki

maupun perempuan di Sulawesi Selatan yang minimal telah berkontribusi dalam

medan bencana sebanyak dua kali. Adapun total responden dalam penelitian ini

sebanyak 242 relawan bencana yang dipaparkan gambaran secara umum

subjek penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Kelamin

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari beberapa laki-laki dan perempuan.

Adapun hasil yang didapatkan ialah sebanyak 170 (70,2%) relawan berjenis

kelamin laki-laki dan sebanyak 72 (29,8%) relawan bencana berjenis kelamin

perempuan dari 242 total responden yang ada.

Gambar 4.1 Diagram Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Usia

Subjek dalam penelitian ini memiliki usia yang berbeda-beda mulai dari

18 tahun hingga usia yang lebih dari 33 tahun. Adapun keseluruhan subjek

yang memiliki usia antara 18 sampai dengan 22 tahun sebanyak 103 orang

170

72

Laki-Laki Perempuan

98

Page 119: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

99

(42,4%), subjek yang memiliki usia antara 23 hingga 27 tahun sebanyak 89

orang (36,8%), usia dari 28 sampai dengan 32 tahun sebanyak 25 orang

(10,3%) dan subjek yang usianya sama atau di atas dari 33 tahun sebanyak

25 orang (10,3%).

Gambar 4.2 Diagram Subjek Berdasarkan Usia

3. Domisili

Subjek dalam penelitian ini menetap dari berbagai daerah di Sulawesi

Selatan, sehingga dikelompokkan menjadi dua yakni subjek yang menetap di

Makassar dan di luar Makassar. Adapun hasil yang ditemukan ialah

sebanyak 78 (32,2%) subjek yang tinggal di daerah Makassar dan sebanyak

164 (67,8%) responden yang menetap diluar Makassar.

Gambar 4.3 Diagram Subjek Berdasarkan Domisili

103 89

25 25

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

78

162

Makassar Luar Makassar

Page 120: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

100

4. Suku

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari beberapa suku. Adapun dari suku

Makassar sebanyak 49 subjek (20,2%), suku Bugis terdiri dari 112 subjek

(46,3%), suku Mandar sebanyak 4 subjek (1,7%), suku Toraja 24 orang

(9,9%) dan suku lainnya (3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4 Ternate,

1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1 Pamona, 2

NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4 Wajo, 1

Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) diluar dari keempat suku yang ada

dan turut berkontribusi dalam penelitian ini sebanyak 53 orang (21,9%)

Gambar 4.5 Diagram Subjek Berdasarkan Suku

5. Pekerjaan

Subjek dalam penelitian ini memiliki latar pekerjaan yang berbeda.

Adapun hasil yang diperoleh ialah sebanyak 119 (49.2%) subjek berlatar

belakang sebagai mahasiswa, 25 (10,3%) subjek bekerja sebagai

wiraswasta, 23(9,5%) subjek yang memiliki latar belakang sebagai karyawan.

Pada responden yang memiliki pekerjaan yang lain (3 IRT, 7 Honorer, 4

Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2 petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2

Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1 Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter,

4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru, 9 tidak ada, 4 pelajar ) diluar dari ketiga jenis

49

112

4

24

53

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 121: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

101

pekerjaan di atas sebanyak 75 orang (31%). Berikut digambarkan hasil yang

didapatkan dalam bentuk diagram.

Gambar 4.6 Diagram Subjek Berdasarkan Pekerjaan

6. Tahun Menjadi Relawan

Subjek dalam penelitian ini menjadi relawan sejak beberapa waktu yang

lalu. Adapun hasil yang didapatkan bahwa subjek yang menjadi relawan dari

2016-2020 sebanyak 137 orang (56,6%), subjek yang menjadi relawan sejak

20011-2015 sebanyak 62 orang (25,6%), subjek yang menjadi relawan sejak

2006-2010 sebanyak 26 orang (10,7%), 11 subjek (4,5%) yang telah menjadi

relawan semenjak tahun 2001-2005 dan terdapat 6 subjek (2,5%) yang telah

menjadi relawan dari tahun 2000 an. Adapun hasil yang didapatkan tersebut

telah dijabarkan dalam bentuk diagram berikut.

Gambar 4.7 Diagram Subjek Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan

119

25 23

75

Mahasiswa Wiraswasta Karyawan Lainnya

137

62 26 11 6

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 <2000

Page 122: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

102

7. Berapa Kali Menjadi Relawan

Subjek dalam penelitian ini merupakan relawan yang telah beberapa kali

berkontribusi dalam medan bencana. Sesuai dari hasil yang didapatkan dari

242 responden yang diperoleh sebanyak 175 (72,3,%) relawan yang telah

berkontribusi sebanyak 2 sampai 5 kali dalam medan bencana, 40 (16,5%)

subjek yang telah menjadi relawan di medan bencana sebanyak 6 sampai 10

kali, 4 (1,4%%) relawan yang telah berkontribusi sebanyak 11 sampai 15 kali

dalam medan bencana, 4 (1,4%) relawan yang telah berkontribusi sebanyak

16 sampai 20 kali dalam medan bencana dan sebanyak 19 (7,9%) relawan

yang telah berkontribusi lebih dari 21 kali dalam medan bencana, Berikut

hasil yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk diagram.

Gambar 4.8 Diagram Subjek Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan

B. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Hasil analisis deskriptif variabel penelitian ini diolah dengan menggunakan

bantuan aplikasi SPSS 20 for Windows. Analisis ini dilakukan untuk

mendeskripsikan hasil data penelitian yang diperoleh. Adapun pengkategorian

yang digunakan dalam menganalisis data terdiri dari lima kategori yakni sangat

175

40 4 4 19

2-5 kali 6-10 kali 11-15 kali 16-20 kali >21 kali

Page 123: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

103

tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Berikut tabel untuk

menentukan kategorisasi skor.

Tabel 4.1 Kategorisasi Skor

Kategorisasi Penormaan Rumus Kategorisasi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD)

Tinggi ( ̅ + 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 1.5 SD)

Sedang ( ̅ – 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 0.5 SD)

Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) < ≤ ( ̅ – 0.5 SD)

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X

1. Deskriptif Altruisme Pada Relawan Bencana

Hasil analisis deskriptif yang diperoleh melalui program SPSS 20.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Altruisme

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Altruisme 242 26 98 62.47 13.162

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel altruisme

dengan jumlah responden sebanyak 242 ini memiliki nilai minimum atau nilai

skor yang paling rendah didapatkan ialah sebesar 26 dan nilai maximum

atau nilai skor yang paling tinggi didapatkan ialah sebesar 98. Adapun nilai

mean yang diperoleh ialah 62.47 dan standar deviasi yakni 13.162. Pada

analisis data ini peneliti menggunakan 5 kategorisasi yakni sangat tinggi,

tinggi,sedang, rendah dan sangat rendah dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Kategorisasi Altruisme

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frekuensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 82.21 22

Tinggi ( ̅ + 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 1.5 SD) 69.05 < ≤ 82.21 44

Sedang ( ̅ – 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 0.5 SD) 55.89 < ≤ 69.05 97

Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) < ≤ ( ̅ – 0.5 SD) 42.73 < ≤ 55.89 79

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X 42.73 > X 0

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Page 124: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

104

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diketahui bahwa pada

variabel dari 242 responden terdapat 22 responden yang memiliki skor

sangat tinggi dengan persentase 9.1%%, terdapat 44 responden yang

termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 18.2%. Selain

itu, dapat pula dilihat bahwa terdapat 97 responden dengan kategori

sedang sehingga memiliki persentase sebesar 40.1%. kemudian dapat

diketahui pula sebanyak 79 responden dengan kategori rendah dengan

persentase sebesar 32.6% dan tidak didapatkan responden yang memiliki

kategori sangat rendah. Berdasarkan hasil data yang telah dilakukan maka

dapat diketahui bahwa kebanyakan responden memperoleh kategori

sedang untuk variabel altruisme.

Gambar 4.9.Diagram berdasarkan tingkat skor altruisme

2. Deskriptif Big Five Personality

Analisis data untuk Big Five Personality dilakukan dengan

menjabarkan deskriptif masing-masing dimensi diantaranya:

a. Deskriptif Big Five Personality Dimensi Extraversion

Berikut hasil analisis deskriptif yang diperoleh melalui program SPSS 20

for Windows.

22

44

97

79

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah SangatRendah

Page 125: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

105

Tabel 4.4 Hasil Analisis Dimensi Extraversion

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Extraversion 242 10 46 31.72 4.890

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa variabel Big Five

Personality dimensi Extraversion dengan jumlah responden sebanyak

242 ini memiliki nilai minimum atau nilai skor yang paling rendah

sebesar 10 dan nilai maximum atau nilai skor yang paling tinggi yang

didapatkan ialah sebesar 46. Adapun nilai mean yang diperoleh ialah

31.72 dan standar deviasi yakni 4.890.

Tabel 4.5 Hasil Kategorisasi Extraversion

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frekuensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 39.06 10

Tinggi ( ̅ + 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 1.5 SD) 34.17 < ≤ 39.06 61

Sedang ( ̅ – 0.5 SD) < ≤ ( ̅ + 0.5 SD) 29.27 < ≤ 34.17 100

Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) < ≤ ( ̅ – 0.5 SD) 24.38 < ≤ 29.27 71

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X 24.38 > X 0

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diketahui bahwa pada

variabel Big Five Personality dimensi Extraversion dari 242 responden

terdapat 10 responden yang memiliki skor tinggi dengan persentase

4.1%%, terdapat 61 responden yang termasuk dalam kategori tinggi

dengan persentase sebesar 25.2%. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa

terdapat 100 responden dengan kategori sedang sehingga memiliki

persentase sebesar 41.3%. Kemudian dapat diketahui pula sebanyak

71 responden dengan kategori rendah dengan persentase sebesar 29.3%

dan tidak didapatkan responden yang memiliki kategori sangat rendah

Page 126: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

106

pada dimensi ini. Sehingga berdasarkan hasil data yang telah diperoleh

maka dapat diketahui bahwa kebanyakan responden memperoleh

kategori sedang untuk variabel Big Five Personality dimensi

Extraversion.

b. Deskriptif Big Five Personality Dimensi Agreeableness

Berikut hasil analisis deskriptif yang diperoleh melalui program

SPSS 20 for Windows.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Dimensi Agreeableness

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Agreeableness 242 9 29 20.02 3.646

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa variabel Big Five

Personality dimensi Agreeableness dengan jumlah responden sebanyak

242 ini memiliki nilai minimum atau nilai skor yang paling rendah

sebesar 9 dan nilai maximum atau nilai skor yang paling tinggi yang

didapatkan ialah sebesar 29. Adapun nilai mean yang diperoleh ialah

20.02 dan standar deviasi yakni 3.646. Pada analisis data ini peneliti

menggunakan 5 kategorisasi yakni sangat tinggi, tinggi,sedang, rendah

dan sangat rendah dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Kategorisasi Agreeableness

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frekuensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 22.5 15

Tinggi ( ̅ + 0.5 SD) < ≤ ( ̅ +1.5 SD) 21.83 < ≤ 22.5 73

Sedang ( ̅ – 0.5 SD) < ≤ ( ̅ +0.5 SD) 18.19< X≤ 21.83 77

Rendah ( ̅ –1.5 SD )< ≤ ( ̅ –0.5 SD) 14.54< ≤18.19 60

Sangat Rendah ( ̅ –1.5 SD )>X 14.54 > X 17

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Page 127: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

107

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diperoleh hasil bahwa

pada variabel Big Five Personality dimensi Agreeableness dari 242

responden terdapat 15 responden yang memiliki skor sangat tinggi

dengan persentase 6.2%%, terdapat 73 responden yang termasuk

dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 30.2%. Selain itu,

dapat pula dilihat bahwa terdapat 77 responden dengan kategori

sedang sehingga memiliki persentase sebesar 31.8%. Kemudian dapat

diketahui pula sebanyak 60 responden dengan kategori rendah dengan

persentase sebesar 24.8% dan terdapat 17 responden yang memiliki

kategori sangat rendah dengan persentase sebesar 7%. Sehingga,

berdasarkan hasil data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa

kebanyakan responden memperoleh kategori tinggi untuk variabel Big

Five Personality dimensi Agreeableness.

c. Deskriptif Big Five Personality Dimensi Conscientiousness

Tabel 4.8 Hasil Analisis Dimensi Conscientiousness

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

Conscientiousness 242 23 45 32.74 4.467

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui variabel Big Five Personality

dimensi Conscientiousness dengan jumlah responden sebanyak 242 ini

memiliki nilai minimum sebesar 23 dan nilai maximum sebesar 45.

Adapun nilai mean yang diperoleh ialah 32.74 dan standar deviasi yakni

4.467. Pada analisis data peneliti menggunakan 5 kategorisasi yakni

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah

Page 128: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

108

Tabel 4.9 Hasil Kategorisasi Conscientiousness

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frekuensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 39.45 19

Tinggi ( ̅ +0.5 SD)< ≤ ( ̅ +1.5 SD) 34.98 < ≤ 39.45 134

Sedang ( ̅ –0.5 SD)< ≤ ( ̅ +0.5 SD) 30.5 < ≤ 34.98 74

Rendah ( ̅ – 1.5 SD) < ≤ ( ̅ –0.5 SD) 26.03 < ≤ 30.5 0

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X 26.03 > X 15

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diperoleh hasil bahwa

pada variabel Big Five Personality dimensi Conscientiousness dari 242

responden terdapat 19 responden yang memiliki skor sangat tinggi

dengan persentase 7.9%, terdapat 134 responden yang termasuk

dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 55.4%. Selain itu,

dapat pula dilihat bahwa terdapat 74 responden dengan kategori

sedang sehingga memiliki persentase sebesar 30.6%. Kemudian dapat

diketahui bahwa tidak terdapat responden dengan kategori rendah dan

terdapat 15 responden yang memiliki kategori sangat rendah dengan

persentase sebesar 6.2%. Sehingga, berdasarkan hasil data yang telah

diperoleh dapat diketahui bahwa kebanyakan responden memperoleh

kategori tinggi untuk variabel Big Five Personality dimensi

Conscientiousness

d. Deskriptif Big Five Personality Dimensi Neuroticism

Berikut hasil analisis deskriptif yang diperoleh melalui program SPSS 20

Tabel 4.10 Hasil Analisis Dimensi Neuroticism

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Neuroticism 242 7 34 20.74 3.623

Page 129: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

109

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa variabel Big Five

Personality dimensi Neuroticism dengan jumlah responden sebanyak

242 ini memiliki nilai minimum atau nilai skor yang paling rendah

sebesar 7 dan nilai maximum atau nilai skor yang paling tinggi yang

didapatkan ialah sebesar 34. Adapun nilai mean yang diperoleh ialah

20.74 dan standar deviasi yakni 3.623. Pada analisis data ini peneliti

menggunakan 5 kategorisasi yakni sangat tinggi, tinggi,sedang, rendah

dan sangat rendah dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.11 Hasil Kategorisasi Neuroticism

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frekuensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 26.17 7

Tinggi ( ̅ +0.5 SD) < ≤ ( ̅ +1.5 SD) 22.55 < ≤ 26.17 64

Sedang ( ̅ –0.5 SD) < ≤ ( ̅+ 0.5 SD) 18.93 < ≤ 22.5 109

Rendah ( ̅ –1.5 SD) < ≤ ( ̅ –0.5 SD) 15.31 < ≤ 18.93 48

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X 15.31 > X 14

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diperoleh hasil bahwa

pada variabel Big Five Personality dimensi Neuroticism dari 242

responden terdapat 7 responden yang memiliki skor sangat tinggi

dengan persentase 2.9%, terdapat 64 responden yang termasuk dalam

kategori tinggi dengan persentase sebesar 26.4%. Selain itu, dapat pula

dilihat bahwa terdapat 109 responden dengan kategori sedang sehingga

memiliki persentase sebesar 45%. Kemudian dapat diketahui pula

sebanyak 48 responden dengan kategori rendah dengan persentase

sebesar 19.8% dan terdapat 14 responden yang memiliki kategori

sangat rendah dengan persentase sebesar 5.8%. Sehingga,

Page 130: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

110

berdasarkan hasil data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa

kebanyakan responden memperoleh kategori sedang untuk variabel Big

Five Personality dimensi Neuroticisms.

e. Deskriptif Big Five Personality Dimensi Openness To Experience

Berikut hasil analisis deskriptif yang diperoleh melalui program SPSS 20

for Windows.

Tabel 4.12 Hasil Analisis Dimensi Openness To Experience

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Openness To Experience

242 12 30 20.20 2.729

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel Big Five

Personality dimensi Openness To Experience dengan jumlah responden

sebanyak 242 ini memiliki nilai minimum atau nilai skor yang paling

rendah sebesar 12 dan nilai maximum atau nilai skor yang paling tinggi

yang didapatkan ialah sebesar 30. Adapun nilai mean yang diperoleh

ialah 20.20 dan standar deviasi yakni 2.729. Pada analisis data ini

peneliti menggunakan 5 kategorisasi yakni sangat tinggi, tinggi,sedang,

rendah dan sangat rendah dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.13 Hasil Kategorisasi Openness To Experience

Kategorisasi Penormaan

Rumus Kategorisasi Hasil

Kategorisasi Frek

Uensi

Sangat Tinggi X > ( ̅ + 1.5 SD) X > 24.3 16

Tinggi ( ̅ +0.5 SD) < ≤ ( ̅ +1.5 SD) 21.57 < ≤ 24.3 115

Sedang ( ̅ –0.5 SD)< ≤ ( ̅ +0.5 SD) 18.83 < ≤ 21.57 97

Rendah ( ̅ –1.5 SD) < ≤ ( ̅–0.5 SD) 16.11 < ≤ 18.83 0

Sangat Rendah ( ̅ – 1.5 SD ) > X 16.11 > X 14

Ket: x̅ = mean ; sd = standar deviasi

Page 131: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

111

Hasil analisis menggunakan rumus di atas diperoleh hasil bahwa

pada variabel Big Five Personality dimensi Openness To Experience

dari 242 responden terdapat 16 responden yang memiliki skor sangat

tinggi dengan persentase 6.6%, terdapat 115 responden yang termasuk

dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 47.5%. Selain itu,

dapat pula dilihat bahwa terdapat 97 responden dengan kategori

sedang sehingga memiliki persentase sebesar 40.1%. Kemudian dapat

diketahui pula tidak terdapat responden yang memiliki kategori rendah

dan terdapat 14 responden yang memiliki kategori sangat rendah

dengan persentase sebesar 5.8%. Sehingga, berdasarkan hasil data

yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa kebanyakan responden

memperoleh kategori tinggi untuk variabel Big Five Personality dimensi

Openness To Experience.

B. Deskriptif Variabel Berdasarkan Demografi

1. Deskriptif Altruisme Berdasarkan Demografi

Gambar 4.9 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan diagram pada bagian di atas maka dapat diketahui bahwa

laki-laki yang memperoleh nilai sangat tinggi sebanyak 16 responden, 27

16 27

72 55

0 6 17 25 24

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Laki-Laki Perempuan

Page 132: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

112

responden laki-laki yang memperoleh nilai tinggi, 72 responden yang

memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa pada

kategori rendah sebanyak 55 responden laki-laki dan tidak terdapat

responden laki-laki yang mendapatkan kategori sangat rendah

Berdasarkan diagram pada bagian di atas maka dapat diketahui bahwa

perempuan yang memperoleh nilai sangat tinggi sebanyak 6 responden, 17

responden perempuan yang memperoleh nilai tinggi, 15 responden yang

memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa pada

kategori rendah sebanyak 24 responden dan tidak terdapat responden

perempuan yang mendapatkan kategori sangat rendah

Gambar 4.10 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Usia

Hasil analisis total skor Altruisme berdasarkan usia pada diagram di

atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun terdapat 8

responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 18

responden yang memperoleh skor tinggi, 41 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, terdapat 36 responden yang memperoleh nilai

rendah dan tidak terdapat responden yang memperoleh skor sangat rendah.

Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

8 18

41 36

0 9

16

37 27

0 3 4 12

6 0 2 6 7 10

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 133: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

113

Pada usia 23-27 tahun terdapat 9 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 16 responden memiliki skor tinggi, 37 responden dengan

kategori sedang, 27 responden dengan skor rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa terdapat 3 responden yang memperoleh

skor sangat tinggi, 4 responden dengan skor tinggi, 12 responden dengan

kategori sedang, 6 responden dengan skor rendah serta tidak terdapat

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor sedang

Altruisme berdasarkan usia pada diagram di atas dapat diketahui bahwa

pada usia di atas 33 tahun terdapat 2 responden yang memperoleh skor

yang sangat tinggi, terdapat 6 responden yang memperoleh skor tinggi, 7

responden yang berada pada kategori sedang. Sedangkan, terdapat 10

responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden

yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada

usia di atas 33 tahun responden paling banyak memperoleh skor rendah.

Gambar 4.11 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Domisili

9 16

29 24

0 13

28

68 55

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat RendahMakassar Luar Makassar

Page 134: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

114

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait altruisme

berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil bahwa terdapat 9

responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi, 16 responden

tinggi, 29 responden sedang, 24 responden yang memperoleh nilai yang

rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor kategori sangat

rendah yang berdomisili di Makassar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait altruisme

berdasarkan responden yang berdomisili di luar Makassar maka didapatkan

hasil bahwa terdapat 13 responden yang memperoleh kategori skor sangat

tinggi, 28 responden dengan kategori tinggi, 68 responden dengan kategori

sedang, 55 responden yang memperoleh nilai yang rendah dan tidak

terdapat responden yang memiliki skor kategori sangat rendah yang

berdomisili di luar Makassar. . Sehingga dapat disimpulkan bahwa

responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Gambar 4.12 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang altruisme berdasarkan suku maka dapat

diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 3 responden yang

3 8

24 14

0

13 20

41 38

0 0 1 1 2 0 3 6 10 5

0 3 9

21 20

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 135: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

115

memperoleh skor sangat tinggi, 8 responden yang memperoleh skor tinggi,

24 responden dengan kategori sedang, 14 responden dengan kategori

rendah dan tidak terdapat responden dengan kategori sangat rendah.

Sehingga dapat diketahui bahwa pada suku Makassar paling banyak

responden memperoleh skor sedang.

Pada suku Bugis terdapat 13 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 20 responden dengan skor tinggi, 41 responden dengan skor sedang,

38 responden yang memperoleh skor rendah dan tidak terdapat responden

yang berasal dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada hasil analisis altruisme berdasarkan suku Mandar dapat diketahui

bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam kategori sangat tinggi,

1 responden dengan kategori tinggi, 1 responden dengan kategori sedang, 2

responden dengan kategori rendah dan tidak terdapat responden yang

bersuku Mandar memiliki kategori sangat rendah

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa 3 responden

yang memperoleh skor sangat tinggi, 6 responden yang memperoleh kategori

tinggi, 10 responden yang memperoleh nilai sedang, 5 responden yang

memiliki kategori rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki kategori

sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian, diperoleh hasil bahwa

responden berdasarkan suku toraja paling banyak memperoleh skor sedang.

Page 136: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

116

Hasil dari suku lainnya (3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4

Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1

Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4

Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) memperoleh hasil bahwa

terdapat 3 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 9 responden

dengan kategori tinggi, 21 responden memperoleh skor sedang, 20

responden memperoleh skor rendah dan tidak terdapat responden

memperoleh skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

suku lainnya responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Gambar 4.13 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai altruisme terkait

pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 8 mahasiswa

dengan kategori sangat tinggi, 20 responden dengan skor tinggi, 44

responden memperoleh skor sedang, 47 responden dengan skor rendah dan

tidak terdapat responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa altruisme berdasarkan pekerjaan sebagai

mahasiswa responden paling banyak mendapatkan skor rendah.

8

20

44 47

0 1 7 9 8

0 2 2

11 8

0

11 15

33

16

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Mahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 137: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

117

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa altruisme berdasarkan pekerjaan wiraswasta terdapat 1

responden yang memiliki skor sangat tinggi, 7 responden dengan kategori

tinggi, 9 responden dengan kategori sedang, 8 responden dengan skor

rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor sangat rendah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak

memiliki skor sedang pada altruisme terkait pekerjaan sebagai wiraswasta.

Pada hasil altruisme berkaitan dengan pekerjaan sebagai karyawan

diketahui bahwa 2 responden yang memiliki skor sangat tinggi. 2 responden

dengan skor tinggi, 11 responden memiliki kategori sedang dan 11

responden dengan kategori rendah serta tidak terdapat responden yang

memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa altruisme

berdasarkan jenis pekerjaan sebagai karyawan responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada hasil lainnya (3 IRT, 7 Honorer, 4 Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2

petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2 Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1

Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter, 4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru,

9 tidak ada, 4 pelajar) menjelaskan bahwa terdapat 11 responden

memperoleh nilai skor sangat tinggi, 15 responden memiliki skor tinggi, 33

responden sedang, 16 responden rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki skor yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa pada

altruisme berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling banyak

mendapatkan skor rendah.

Page 138: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

118

Gambar 4.14 Diagram Deskriptif Altruisme Berdasarkan Tahun Relawan

Hasil uraian altruisme berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

2016-2020 diketahui bahwa terdapat 10 responden yang memiliki skor

sangat tinggi, 18 responden dengan kategori tinggi, 59 responden yang

memiliki skor sedang dan 50 skor yang memiliki nilai rendah serta tidak

terdapat responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak

memiliki skor sedang.

Relawan pada tahun 2011-2015 diketahui bahwa 6 responden dengan

skor sangat tinggi, 15 responden memperoleh nilai tinggi, 22 responden

dengan kategori sedang, 19 responden dengan skor rendah dan tidak

terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada uraian altruisme berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2011-2015 responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

bahwa sebanyak 5 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 7

responden dengan skor tinggi, 8 responden yang memperoleh kategori

10 18

59 50

0 6 15

22 19

0 5 7 8 6 0 1 2 4 4 0 0 2 4 0 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 139: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

119

sedang, 6 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa sebanyak 1 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 2

responden dengan skor tinggi, 4 responden yang memperoleh kategori

sedang, 4 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa altruisme berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor sedang

dan rendah.

Altruisme berdasarkan relawan sejak tahun >2000 diketahui bahwa

tidak ada responden dengan skor sangat tinggi, 2 responden nilai tinggi, 4

responden dengan kategori sedang, tidak ada responden dengan skor

rendah dan tidak terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian altruisme berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak >2000 responden paling banyak memiliki skor sedang.

Gambar 4.15 diagram deskriptif altruisme berdasarkan berapa kali menjadi relawan

12

28

67 68

0 6 8

19 7

0 0 0 2 2 0 1 1 2 0 0 3 7 7 2 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 140: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

120

Hasil uraian altruisme berdasarkan 2-5 kali menjadi relawan

diketahui bahwa terdapat 12 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 28

responden dengan kategori tinggi, 67 responden yang memiliki skor sedang

dan 68 skor yang memiliki nilai rendah serta tidak terdapat responden yang

memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden

yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak memiliki skor rendah.

Uraian altruisme berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui bahwa 6

responden dengan skor sangat tinggi, 8 responden memperoleh nilai tinggi,

19 responden dengan kategori sedang, 7 responden dengan skor rendah dan

tidak terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada uraian altruisme berdasarkan 6-10 kali menjadi

relawan responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, tidak ada

responden dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori

sedang, 2 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

sebanyak 1 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 1 responden

dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori sedang, tidak

ada responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden

Page 141: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

121

yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa altruisme berdasarkan tahun menjadi relawan

sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Altruisme berdasarkan responden lebih dari 21 kali menjadi relawan

diketahui bahwa 3 responden dengan skor sangat tinggi, 7 responden

memperoleh nilai tinggi, 7 responden dengan kategori sedang, 2 responden

dengan skor rendah dan tidak terdapat responden dengan skor sangat

rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian altruisme

berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi relawan responden paling banyak

memiliki skor tinggi dan sedang.

2. Deskripsi Big Five Personality Berdasarkan Demografi

a. Deskripsi Big Five Personality : Extraversion

Gambar 4.16 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil diagram mengenai extraversion berdasarkan jenis kelamin dapat

diketahui bahwa laki-laki yang memperoleh nilai sangat tinggi sebanyak 6

responden, 41 responden laki-laki yang memperoleh nilai tinggi, 75

responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula

bahwa pada kategori rendah sebanyak 46 responden laki-laki dan tidak

terdapat responden laki-laki yang mendapatkan kategori sangat rendah

8

41

75

46

0 2 20 25 25

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Laki-Laki Perempuan

Page 142: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

122

Berdasarkan diagram pada bagian di atas maka dapat diketahui bahwa

perempuan yang memperoleh nilai sangat tinggi sebanyak 2 responden, 20

responden perempuan yang memperoleh nilai tinggi, 25 responden yang

memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa pada

kategori rendah sebanyak 25 responden dan tidak terdapat responden

perempuan yang mendapatkan kategori sangat rendah

Gambar 4.17 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Usia

Hasil analisis total skor extraversion berdasarkan usia pada diagram di

atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun terdapat 3

responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 26

responden yang memperoleh skor tinggi, 44 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, terdapat 30 responden yang memperoleh nilai

rendah dan tidak terdapat responden yang memperoleh skor sangat rendah.

Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada usia 23-27 tahun terdapat 6 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 22 responden memiliki skor tinggi, 37 responden dengan

kategori sedang, 24 responden dengan skor rendah dan tidak terdapat

3

26

44

30

0 6

22

37

24

0 0 6 9 10

0 1 7 10 7

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 143: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

123

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa tidak terdapat responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 6 responden dengan skor tinggi, 9 responden

dengan kategori sedang, 10 responden dengan skor rendah serta tidak

terdapat responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat

diketahui bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor

rendah

Extraversion berdasarkan usia pada diagram di atas dapat diketahui

bahwa pada usia di atas 33 tahun terdapat 1 responden yang memperoleh

skor yang sangat tinggi, terdapat 7 responden yang memperoleh skor tinggi,

10 responden yang berada pada kategori sedang. Sedangkan, terdapat 7

responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden

yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada

usia di atas 33 tahun responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Gambar 4.18 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Domisili

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait.

extraversion berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil bahwa

5 21 25 27

0 5

40

75

44

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Luar Makassar

Page 144: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

124

terdapat 5 responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi, 21

responden tinggi, 25 responden sedang, 27 responden yang memperoleh

nilai yang rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor kategori

sangat rendah yang berdomisili di Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait.

Extraversion berdasarkan responden yang berdomisili di luar Makassar

maka didapatkan hasil bahwa terdapat 5 responden yang memperoleh

kategori skor sangat tinggi, 40 responden dengan kategori tinggi, 75

responden dengan kategori sedang, 44 responden yang memperoleh nilai

yang rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor kategori

sangat rendah yang berdomisili di luar Makassar. . Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Gambar 4.19 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang Extraversion berdasarkan suku maka dapat

diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 2 responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 11 responden yang memperoleh skor tinggi,

21 responden dengan kategori sedang, 15 responden dengan kategori

2

11

21 15

0 7

27

51

27

0 0 1 1 2 0 0 6 9 9

0 1

16 18 18

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 145: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

125

rendah dan tidak terdapat responden dengan kategori sangat rendah.

Sehingga dapat diketahui bahwa pada suku Makassar paling banyak

responden memperoleh skor sedang.

Pada suku Bugis terdapat 7 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 27 responden dengan skor tinggi, 51 responden dengan skor sedang,

27 responden yang memperoleh skor rendah dan tidak terdapat responden

yang berasal dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada hasil analisis extraversion berdasarkan suku Mandar dapat

diketahui bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam kategori

sangat tinggi, 1 responden dengan kategori tinggi, 1 responden dengan

kategori sedang, 2 responden dengan kategori rendah dan tidak terdapat

responden yang bersuku Mandar memiliki kategori sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada suku Mandar responden paling banyak

memiliki kategori extraversion yang rendah

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat

responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 6 responden yang

memperoleh kategori tinggi, 9 responden yang memperoleh nilai sedang, 9

responden yang memiliki kategori rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki kategori sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian,

diperoleh hasil bahwa responden berdasarkan suku toraja paling banyak

memperoleh skor sedang dan rendah pada dimensi extraversion.

Page 146: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

126

Hasil dari suku lainnya (terdiri dari 3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3

Gorontalo, 4 Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1

Melayu, 1 Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1

Kalabahi, 4 Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) memperoleh

hasil bahwa terdapat 1 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 16

responden dengan kategori tinggi, 18 responden memperoleh skor sedang,

18 responden memperoleh skor rendah dan tidak terdapat responden

memperoleh skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

suku lainnya responden paling banyak memperoleh skor sedang dan rendah

pada dimensi extraversion.

Gambar 4.20 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai Extraversion terkait

pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 2 mahasiswa

dengan kategori sangat tinggi, 27 responden dengan skor tinggi, 59

responden memperoleh skor sedang, 31 responden dengan skor rendah dan

tidak terdapat responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Extraversion berdasarkan pekerjaan sebagai

mahasiswa responden paling banyak mendapatkan skor sedang.

2

27

59

31

0 2 3 11 9

0 0

11 8 4 0 6

20 22 27

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat RendahMahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 147: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

127

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa extraversion berdasarkan pekerjaan wiraswasta terdapat 2

responden yang memiliki skor sangat tinggi, 3 responden dengan kategori

tinggi, 11 responden dengan kategori sedang, 9 responden dengan skor

rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor sangat rendah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak

memiliki skor sedang pada extraversion terkait pekerjaan sebagai

wiraswasta.

Pada hasil extraversion berkaitan dengan pekerjaan sebagai karyawan

diketahui bahwa tidak ada responden yang memiliki skor sangat tinggi. 11

responden dengan skor tinggi, 8 responden memiliki kategori sedang dan 4

responden dengan kategori rendah serta tidak terdapat responden yang

memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

extraversion berdasarkan jenis pekerjaan sebagai karyawan responden

paling banyak memperoleh skor tinggi.

Pada hasil lainnya (3 IRT, 7 Honorer, 4 Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2

petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2 Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1

Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter, 4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru,

9 tidak ada dan 4 pelajar) menjelaskan bahwa terdapat 6 responden

memperoleh nilai skor sangat tinggi, 20 responden memiliki skor tinggi, 22

responden sedang, 27 responden rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki skor yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa pada

Page 148: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

128

Extraversion berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling banyak

mendapatkan skor rendah.

Gambar 4.21 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Tahun Menjadi

Relawan

Hasil uraian Extraversion berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

2016-2020 diketahui bahwa terdapat 5 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 27 responden dengan kategori tinggi, 61 responden yang memiliki skor

sedang dan 44 skor yang memiliki nilai rendah serta tidak terdapat

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak memiliki skor

sedang.

Relawan pada tahun 2011-2015 diketahui bahwa 3 responden dengan

skor sangat tinggi, 19 responden memperoleh nilai tinggi, 24 responden

dengan kategori sedang, 16 responden dengan skor rendah dan tidak

terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada uraian extraversion berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2011-2015 responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

5

27

61

44

0 3

19 24

16

0 1 8 11

6 0 0

5 2 4 0 1 2 2 1 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 149: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

129

bahwa sebanyak 1 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 8

responden dengan skor tinggi, 11 responden yang memperoleh kategori

sedang, 6 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 5

responden dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori

sedang, 4 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa Extraversion berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Extraversion berdasarkan relawan sejak tahun >2000 diketahui bahwa

ada 1 responden dengan skor sangat tinggi, 2 responden memperoleh nilai

tinggi, 2 responden dengan kategori sedang, 1 responden dengan skor

rendah dan tidak terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian Extraversion berdasarkan tahun

menjadi relawan sejak > 2000 responden paling banyak memiliki skor tinggi

dan sedang.

Page 150: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

130

Gambar 4.22 Diagram Deskripsi Extraversion Berdasarkan Berapa Kali

Menjadi Relawan

Hasil uraian extraversion berdasarkan 2-5 kali menjadi relawan

diketahui bahwa terdapat 9 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 46

responden dengan kategori tinggi, 73 responden yang memiliki skor sedang

dan 47 skor yang memiliki nilai rendah serta tidak terdapat responden yang

memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden

yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak memiliki skor sedang.

Uraian extraversion berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui bahwa 1

responden dengan skor sangat tinggi, 8 responden memperoleh nilai tinggi,

17 responden dengan kategori sedang, 14 responden dengan skor rendah

dan tidak terdapat responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada uraian Extraversion berdasarkan 6-10 kali menjadi

relawan responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, tidak ada

responden dengan skor tinggi, 1 responden yang memperoleh kategori

9

46

73

47

0 1 8

17 14

0 0 0 1 3 0 0 1 2 1 0 0 6 7 6

0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 151: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

131

sedang, 3 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 1 responden

dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori sedang, 1

responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa Extraversion berdasarkan menjadi relawan sebanyak 16-

20 kali responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Extraversion berdasarkan responden lebih dari 21 kali menjadi relawan

diketahui bahwa tidak ada responden dengan skor sangat tinggi, 6

responden memperoleh nilai tinggi, 7 responden dengan kategori sedang, 6

responden dengan skor rendah dan tidak terdapat responden dengan skor

sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

Extraversion berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi relawan responden

paling banyak memiliki skor tinggi dan sedang.

b. Deskripsi Big Five Personality Berdasarkan Agreeableness

Gambar 4.23 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan

Jenis Kelamin

9

55 52 45

9 6 18 25 15 8

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Laki-Laki Perempuan

Page 152: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

132

Hasil analisis diagram mengenai agreeableness berdasarkan jenis

kelamin dapat diketahui bahwa laki-laki yang memperoleh nilai sangat tinggi

sebanyak 9 responden, 55 responden laki-laki yang memperoleh nilai tinggi,

52 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula

bahwa pada kategori rendah sebanyak 44 responden laki-laki dan terdapat 9

responden laki-laki yang mendapatkan kategori sangat rendah

Hasil analisis diagram mengenai agreeableness berdasarkan jenis

kelamin dapat diketahui bahwa perempuan yang memperoleh nilai sangat

tinggi sebanyak 6 responden, 18 responden perempuan yang memperoleh

nilai tinggi, 25 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat

diketahui pula bahwa pada kategori rendah sebanyak 15 responden dan

terdapat 8 responden perempuan yang mendapatkan kategori sangat

rendah.

Gambar 4.24 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Usia

Hasil analisis total skor Agreeableness berdasarkan usia pada diagram

di atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun terdapat 9

responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 31

responden yang memperoleh skor tinggi, 28 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, terdapat 28 responden yang memperoleh nilai

9

31 28 28

7 4

31 28

19

7 0

4

12 9

0 2 7 9

4 3

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 153: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

133

rendah dan 7 responden yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat

diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling banyak memperoleh

skor sedang.

Pada usia 23-27 tahun terdapat 4 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 31 responden memiliki skor tinggi, 28 responden dengan

kategori sedang, 19 responden dengan skor rendah dan terdapat 7

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa tidak terdapat responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 4 responden dengan skor tinggi, 12

responden dengan kategori sedang, 9 responden dengan skor rendah serta

tidak terdapat responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat

diketahui bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor

sedang.

Agreeableness berdasarkan usia pada diagram di atas dapat diketahui

bahwa pada usia di atas 33 tahun terdapat 2 responden yang memperoleh

skor yang sangat tinggi, terdapat 7 responden yang memperoleh skor tinggi,

9 responden yang berada pada kategori sedang. Sedangkan, terdapat 4

responden yang memperoleh nilai rendah dan 3 responden yang

memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia di

atas 33 tahun responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Page 154: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

134

Gambar 4.25 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Domisili

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait

Agreeableness berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil

bahwa terdapat 5 responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi,

21 responden tinggi, 25 responden sedang, 27 responden yang memperoleh

nilai yang rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor kategori

sangat rendah yang berdomisili di Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait

agreeableness berdasarkan responden yang berdomisili di luar Makassar

maka didapatkan hasil bahwa terdapat 5 responden yang memperoleh

kategori skor sangat tinggi, 40 responden dengan kategori tinggi, 75

responden dengan kategori sedang, 44 responden yang memperoleh nilai

yang rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki skor kategori

sangat rendah yang berdomisili di luar Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori sedang.

5 29 19 16 9 10

44 58

44

8

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Luar Makassar

Page 155: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

135

Gambar 4.26 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang Agreeableness berdasarkan suku maka

dapat diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 5 responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 19 responden yang memperoleh skor tinggi,

13 responden dengan kategori sedang, 7 responden dengan kategori rendah

dan 7 responden dengan kategori sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada suku Makassar paling banyak responden memperoleh skor

tinggi pada dimensi agreeableness.

Pada suku Bugis terdapat 8 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 25 responden dengan skor tinggi, 37 responden dengan skor sedang,

33 responden yang memperoleh skor rendah dan 9 responden yang berasal

dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak memperoleh

skor sedang pada dimensi agreeableness.

Pada hasil analisis Agreeableness berdasarkan suku Mandar dapat

diketahui bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam kategori

sangat tinggi, 2 responden dengan kategori tinggi, 1 responden dengan

kategori sedang, 1 responden dengan kategori rendah dan tidak terdapat

5

19 13

7 5 8

25

37 33

9

0 2 1 1 0 1 5

12 6

0 1

22

14 13

3

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 156: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

136

responden yang bersuku Mandar memiliki kategori sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada suku Mandar responden paling banyak

memiliki kategori agreeableness yang tinggi.

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa 1 responden

yang memperoleh skor sangat tinggi, 5 responden yang memperoleh kategori

tinggi, 12 responden yang memperoleh nilai sedang, 6 responden yang

memiliki kategori rendah dan tidak terdapat responden yang memiliki kategori

sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian, diperoleh hasil bahwa

responden berdasarkan suku toraja paling banyak memperoleh skor tinggi

pada dimensi agreeableness.

Hasil dari suku lainnya (3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4

Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1

Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4

Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) memperoleh hasil bahwa

terdapat 1 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 22 responden

dengan kategori tinggi, 14 responden memperoleh skor sedang, 13

responden memperoleh skor rendah dan terdapat 3 responden memperoleh

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku lainnya

responden paling banyak memperoleh skor tinggi pada dimensi

agreeableness.

Page 157: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

137

Gambar 4.27 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai agreeableness terkait

pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 11 mahasiswa

dengan kategori sangat tinggi, 37 responden dengan skor tinggi, 34

responden memperoleh skor sedang, 29 responden dengan skor rendah dan

8 responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa agreeableness berdasarkan pekerjaan sebagai

mahasiswa responden paling banyak mendapatkan skor tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa agreeableness berdasarkan pekerjaan wiraswasta terdapat

1 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 6 responden dengan kategori

tinggi, 9 responden dengan kategori sedang, 8 responden dengan skor

rendah dan terdapat 1 responden yang memiliki skor sangat rendah. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki skor

sedang pada Agreeableness terkait pekerjaan sebagai wiraswasta.

Pada hasil agreeableness berkaitan dengan pekerjaan sebagai

karyawan diketahui bahwa 2 responden yang memiliki skor sangat tinggi 7

responden dengan skor tinggi, 9 responden memiliki kategori sedang dan 4

11

37 34

29

8

1 6

9 8

1 2 7 9

4 1 1

23 25 19

7

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Mahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 158: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

138

responden dengan kategori rendah serta terdapat 1 responden yang memiliki

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Agreeableness

berdasarkan jenis pekerjaan sebagai karyawan responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada hasil lainnya (3 IRT, 7 Honorer, 4 Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2

petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2 Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1

Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter, 4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru,

9 tidak ada, 4 pelajar) menjelaskan bahwa terdapat 1 responden memperoleh

nilai skor sangat tinggi, 23 responden memiliki skor tinggi, 25 responden

sedang, 19 responden rendah dan terdapat 7 responden yang memiliki skor

yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa pada Agreeableness

berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling banyak mendapatkan skor

sedang.

Gambar 4.28 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Tahun

Menjadi Relawan

Hasil uraian Agreeableness berdasarkan tahun menjadi relawan

sejak 2016-2020 diketahui bahwa terdapat 11 responden yang memiliki skor

sangat tinggi, 42 responden dengan kategori tinggi, 41 responden yang

memiliki skor sedang dan 32 skor yang memiliki nilai rendah serta 11

11

42 41

32

11

2

21 19 18

2 2 3 11 8

2 0 6 3 2 0 0 1 3 0 2

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 159: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

139

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak memiliki skor

tinggi.

Relawan pada tahun 2011-2015 diketahui bahwa 2 responden dengan

skor sangat tinggi, 21 responden memperoleh nilai tinggi, 19 responden

dengan kategori sedang, 18 responden dengan skor rendah dan 2 responden

dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

agreeableness berdasarkan tahun menjadi relawan sejak 2011-2015

responden paling banyak memiliki skor tinggi.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

bahwa sebanyak 2 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 3

responden dengan skor tinggi, 11 responden yang memperoleh kategori

sedang, 8 responden yang memperoleh nilai rendah dan terdapat 2

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 6

responden dengan skor tinggi, 3 responden yang memperoleh kategori

sedang, 3 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa agreeableness berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Page 160: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

140

Agreeableness berdasarkan relawan sejak tahun >2000 diketahui

bahwa tidak ada responden dengan skor sangat tinggi, 1 responden

memperoleh nilai tinggi, 3 responden dengan kategori sedang, tidak ada

responden dengan skor rendah dan terdapat 2 responden dengan skor

sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

Agreeableness berdasarkan tahun menjadi relawan sejak >2000 responden

paling banyak memiliki skor sedang.

Gambar 4.29 Diagram Deskripsi Agreeableness Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan

Hasil uraian agreeableness berdasarkan 2-5 kali menjadi relawan

diketahui bahwa terdapat 10 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 62

responden dengan kategori tinggi, 43 responden yang memiliki skor sedang

dan 47 skor yang memiliki nilai rendah serta terdapat 13 responden yang

memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden

yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak memiliki skor tinggi.

Uraian agreeableness berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui bahwa 4

responden dengan skor sangat tinggi, 4 responden memperoleh nilai tinggi,

20 responden dengan kategori sedang, 9 responden dengan skor rendah dan

terdapat 3 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

10

62

43 47

13 4 4

20 9 3 0 2 1 1 0 0 1 2 1 0 1 4

11 2 1

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 161: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

141

disimpulkan bahwa pada uraian agreeableness berdasarkan 6-10 kali

menjadi relawan responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, ada 2

responden dengan skor tinggi, 1 responden yang memperoleh kategori

sedang, 1 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 1 responden

dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori sedang, ada 1

responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa Agreeableness berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Agreeableness berdasarkan responden lebih dari 21 kali menjadi

relawan diketahui bahwa 1 responden dengan skor sangat tinggi, 4

responden memperoleh nilai tinggi, 11 responden dengan kategori sedang,

2 responden dengan skor rendah dan terdapat 1 responden dengan skor

sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

Agreeableness berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi relawan responden

paling banyak memiliki skor tinggi dan sedang

Page 162: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

142

c. Deskripsi Big Five Personality Berdasarkan Conscientiousness

Gambar 4.30 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil analisis diagram mengenai conscientiousness berdasarkan jenis

kelamin dapat diketahui bahwa laki-laki yang memperoleh nilai sangat tinggi

sebanyak 16 responden, 91 responden laki-laki yang memperoleh nilai tinggi,

52 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula

bahwa tidak terdapat responden laki-laki yang memiliki kategori rendah dan

terdapat 11 responden laki-laki yang mendapatkan kategori sangat rendah

Hasil analisis diagram mengenai conscientiousness berdasarkan jenis

kelamin dapat diketahui bahwa perempuan yang memperoleh nilai sangat

tinggi sebanyak 6 responden, 18 responden perempuan yang memperoleh

nilai tinggi, 25 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat

diketahui pula bahwa tidak terdapat responden yang memiliki kategori rendah

dan terdapat 4 responden perempuan yang mendapatkan kategori sangat

rendah.

16

91

52

0 11 6

18 25

0 4

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat RendahLaki-Laki Perempuan

Page 163: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

143

Gambar 4.31 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Usia

Hasil analisis total skor conscientiousness berdasarkan usia pada

diagram di atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun

terdapat 8 responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 56

responden yang memperoleh skor tinggi, 31 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, terdapat tidak terdapat responden yang

memperoleh nilai rendah dan 8 responden yang memperoleh skor sangat

rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling

banyak memperoleh skor tinggi.

Pada usia 23-27 tahun terdapat 7 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 47 responden memiliki skor tinggi, 29 responden dengan

kategori sedang, tidak terdapat responden dengan skor rendah dan 6

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden yang memperoleh

skor sangat tinggi, 16 responden dengan skor tinggi, 6 responden dengan

kategori sedang, tidak ada responden dengan skor rendah serta terdapat 1

8

56

31

0 8 7

47

29

0 6 2

16 6

0 1 2

15 8

0 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 164: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

144

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Conscientiousness berdasarkan usia pada diagram di atas dapat

diketahui bahwa pada usia di atas 33 tahun terdapat 2 responden yang

memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 16 responden yang

memperoleh skor tinggi, 6 responden yang berada pada kategori sedang.

Sedangkan, terdapat tidak responden yang memperoleh nilai rendah dan

sangat rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia di atas 33 tahun

keatas responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Gambar 4.32 Diagram Deskripsi Conscientiousnes Berdasarkan Domisili

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait

conscientiousness berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil

bahwa terdapat 6 responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi,

42 responden tinggi, 26 responden sedang, tidak terdapat responden yang

memperoleh nilai yang rendah dan terdapat 4 responden yang memiliki skor

kategori sangat rendah yang berdomisili di Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori tinggi.

6

42 26

0 4 13

92

48

0 11

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Luar Makassar

Page 165: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

145

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait

conscientiousness berdasarkan responden yang berdomisili di luar

Makassar maka didapatkan hasil bahwa terdapat 13 responden yang

memperoleh kategori skor sangat tinggi, 92 responden dengan kategori

tinggi, 48 responden dengan kategori sedang, tidak terdapat responden

yang memperoleh nilai yang rendah dan 11 responden yang memiliki skor

kategori sangat rendah yang berdomisili di luar Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori tinggi.

Gambar 4.33 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang conscientiousness berdasarkan suku maka

dapat diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 3 responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 22 responden yang memperoleh skor tinggi,

20 responden dengan kategori sedang, tidak terdapat responden dengan

kategori rendah dan 4 responden dengan kategori sangat rendah. Sehingga

dapat diketahui bahwa pada suku Makassar paling banyak responden

memperoleh skor tinggi pada dimensi conscientiousness.

Pada suku Bugis terdapat 12 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 63 responden dengan skor tinggi, 32 responden dengan skor sedang,

3

22 20

0 4 12

63

32

0 5 0 3 1 0 0 2 14

6 0 2 2

32

15

0 4

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 166: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

146

tidak terdapat responden yang memperoleh skor rendah dan 5 responden

yang berasal dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak

memperoleh skor tinggi pada dimensi conscientiousness. .

Pada hasil analisis conscientiousness berdasarkan suku Mandar dapat

diketahui bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam kategori

sangat tinggi, 3 responden dengan kategori tinggi, 1 responden dengan

kategori sedang, tidak terdapat responden dengan kategori rendah dan tidak

terdapat responden yang bersuku Mandar memiliki kategori sangat rendah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku Mandar responden paling

banyak memiliki kategori conscientiousness yang tinggi.

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa 2 responden

yang memperoleh skor sangat tinggi, 14 responden yang memperoleh

kategori tinggi, 6 responden yang memperoleh nilai sedang, tidak ada

responden yang memiliki kategori rendah dan terdapat 2 responden yang

memiliki kategori sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian,

diperoleh hasil bahwa responden berdasarkan suku toraja paling banyak

memperoleh skor tinggi pada dimensi conscientiousness..

Hasil dari suku lainnya (3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4

Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1

Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4

Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) memperoleh hasil bahwa

terdapat 2 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 32 responden

Page 167: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

147

dengan kategori tinggi, 15 responden memperoleh skor sedang, tidak ada

responden memperoleh skor rendah dan terdapat 4 responden memperoleh

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku lainnya

responden paling banyak memperoleh skor tinggi pada dimensi

conscientiousness.

Gambar 4.34 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai conscientiousness

terkait pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 7

mahasiswa dengan kategori sangat tinggi, 62 responden dengan skor tinggi,

40 responden memperoleh skor sedang, tidak ada responden dengan skor

rendah dan 10 responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa conscientiousness berdasarkan pekerjaan sebagai

mahasiswa responden paling banyak mendapatkan skor tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa conscientiousness berdasarkan pekerjaan wiraswasta

terdapat 2 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 17 responden dengan

kategori tinggi, 5 responden dengan kategori sedang, tidak ada responden

dengan skor rendah dan terdapat 1 responden yang memiliki skor sangat

7

62

40

0 10

2 17

5 0 1 3 9 10 0 1 7

46

19

0 3

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Mahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 168: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

148

rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling

banyak memiliki skor tinggi pada conscientiousness terkait pekerjaan sebagai

wiraswasta.

Pada hasil conscientiousness berkaitan dengan pekerjaan sebagai

karyawan diketahui bahwa 3 responden yang memiliki skor sangat tinggi 9

responden dengan skor tinggi, 10 responden memiliki kategori sedang dan

tidak ada responden dengan kategori rendah serta terdapat 1 responden

yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

Conscientiousness berdasarkan jenis pekerjaan sebagai karyawan

responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Pada hasil lainnya menjelaskan bahwa terdapat 7 responden

memperoleh nilai skor sangat tinggi, 46 responden memiliki skor tinggi, 19

responden sedang, tidak ada responden rendah dan terdapat 3 responden

yang memiliki skor yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa

pada Conscientiousness berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling

banyak mendapatkan skor tinggi.

Gambar 4.35 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Tahun

Menjadi Relawan

9

68

48

0 12 6

41

13 0 2 2

15 8

0 1 0 7 4 0 0 2 3 1 0 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 169: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

149

Hasil uraian conscientiousness berdasarkan tahun menjadi relawan

sejak 2016-2020 diketahui bahwa terdapat 9 responden yang memiliki skor

sangat tinggi, 68 responden dengan kategori tinggi, 48 responden yang

memiliki skor sedang tidak ada responden yang memiliki nilai rendah serta

terdapat 12 responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak

memiliki skor tinggi.

Conscientiousness berdasarkan relawan pada tahun 2011-2015

diketahui bahwa 6 responden dengan skor sangat tinggi, 41 responden

memperoleh nilai tinggi, 13 responden dengan kategori sedang, tidak ada

responden dengan skor rendah dan terdapat 2 responden dengan skor

sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

conscientiousness berdasarkan tahun menjadi relawan sejak 2011-2015

responden paling banyak memiliki skor tinggi.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

bahwa sebanyak 2 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 15

responden dengan skor tinggi, 8 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak ada responden yang memperoleh nilai rendah dan terdapat 1

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 7

Page 170: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

150

responden dengan skor tinggi, 4 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak responden yang memperoleh nilai rendah dan skor sangat

rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

Conscientiousness berdasarkan tahun menjadi relawan sejak 2005-2001

responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Conscientiousness berdasarkan relawan sejak tahun >2000 diketahui

bahwa 2 responden dengan skor sangat tinggi, 3 responden memperoleh

nilai tinggi, 1 responden dengan kategori sedang, tidak ada responden

dengan skor rendah dan tidak terdapat responden dengan skor sangat

rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian conscientiousness

berdasarkan tahun menjadi relawan sejak >2000 responden paling banyak

memiliki skor tinggi.

Gambar 4.36 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan Berapa Kali Menjadi Relawan

Hasil uraian Conscientiousness berdasarkan 2-5 kali menjadi relawan

diketahui bahwa terdapat 14 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 98

responden dengan kategori tinggi, 52 responden yang memiliki skor sedang

dan tidak ada responden yang memiliki nilai rendah serta terdapat 11

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan

14

98

52

0 11 4 20 13

0 3 0 1 3 0 0 0 3 1 0 0 1 12 5 0 1

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 171: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

151

bahwa responden yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak

memiliki skor tinggi.

Uraian conscientiousness berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui

bahwa 4 responden dengan skor sangat tinggi, 20 responden memperoleh

nilai tinggi, 13 responden dengan kategori sedang, tidak ada responden

dengan skor rendah dan 3 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian conscientiousness berdasarkan 6-10

kali menjadi relawan responden paling banyak memiliki skor tinggi.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, ada 1

responden dengan skor tinggi, 3 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak ada responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak

terdapat responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 3 responden

dengan skor tinggi, 1 responden yang memperoleh kategori sedang, tidak

ada responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden

yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa Conscientiousness berdasarkan menjadi relawan

sebanyak 16-20 kali responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Page 172: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

152

Conscientiousness berdasarkan responden lebih dari 21 kali menjadi

relawan diketahui bahwa 1 responden dengan skor sangat tinggi, 12

responden memperoleh nilai tinggi, 5 responden dengan kategori sedang,

tidak ada responden dengan skor rendah dan terdapat 1 responden dengan

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

conscientiousness berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi relawan

responden paling banyak memiliki skor tinggi.

d. Deskripsi Big Five Personality Berdasarkan Neuroticism

Gambar 4.37 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil analisis diagram mengenai neuroticism berdasarkan jenis kelamin

dapat diketahui bahwa laki-laki yang memperoleh nilai sangat tinggi

sebanyak 3 responden, 36 responden laki-laki yang memperoleh nilai tinggi,

78 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat diketahui pula

bahwa terdapat 41 responden laki-laki yang memiliki kategori rendah dan 12

responden laki-laki yang mendapatkan kategori sangat rendah.

Hasil analisis diagram mengenai neuroticism berdasarkan jenis kelamin

dapat diketahui bahwa perempuan yang memperoleh nilai sangat tinggi

sebanyak 4 responden, 28 responden perempuan yang memperoleh nilai

tinggi, 31 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat

3

36

78

41

12 4

28 31

7 2

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Laki-Laki Perempuan

Page 173: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

153

diketahui pula bahwa terdapat 7 responden yang memiliki kategori rendah

dan 2 responden perempuan yang mendapatkan kategori sangat rendah.

Gambar 4.38 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Usia

Hasil analisis total skor neuroticism berdasarkan usia pada diagram di

atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun terdapat 2

responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 30

responden yang memperoleh skor tinggi, 48 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, terdapat terdapat 17 responden yang

memperoleh nilai rendah dan 6 responden yang memperoleh skor sangat

rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling

banyak memperoleh skor sedang.

Pada usia 23-27 tahun terdapat 5 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 25 responden memiliki skor tinggi, 41 responden dengan

kategori sedang, terdapat 13 responden dengan skor rendah dan 5

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor sedang.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa tidak terdapat responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 3 responden dengan skor tinggi, 11

2

30

48

17 6 5

25

41

13 5 0

6 9 8 2 0 3

11 10 1

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 174: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

154

responden dengan kategori sedang, 10 responden dengan skor rendah serta

terdapat 1 responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat

diketahui bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor

sedang.

Neuroticism berdasarkan usia pada diagram di atas dapat diketahui

bahwa pada usia di atas 33 tahun tidak terdapat responden yang

memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 3 responden yang

memperoleh skor tinggi, 11 responden yang berada pada kategori sedang.

Sedangkan, terdapat terdapat 10 responden yang memperoleh nilai rendah

dan 1 responden dengan kategori sangat rendah. Jadi, dapat diketahui

bahwa pada usia di atas 33 tahun keatas responden paling banyak

memperoleh skor rendah.

Gambar 4.39 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Domisili

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait

Neuroticism berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil

bahwa terdapat 2 responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi,

20 responden tinggi, 37 responden kategori sedang, 15 responden yang

2

20

37

15 4 5

44

72

33

10

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat RendahMakassar Luar Makassar

Page 175: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

155

memperoleh nilai yang rendah dan terdapat 4 responden yang memiliki skor

kategori sangat rendah yang berdomisili di Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori sedang.

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait Neuroticism

berdasarkan responden yang berdomisili di luar Makassar maka didapatkan

hasil bahwa terdapat 5 responden yang memperoleh kategori skor sangat

tinggi, 44 responden dengan kategori tinggi, 72 responden dengan kategori

sedang, 33 responden yang memperoleh nilai yang rendah dan 10

responden yang memiliki skor kategori sangat rendah yang berdomisili di

luar Makassar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden paling

banyak memiliki kategori sedang.

Gambar 4.40 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang neuroticism berdasarkan suku maka dapat

diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 1 responden yang

memperoleh skor sangat tinggi, 13 responden yang memperoleh skor tinggi,

20 responden dengan kategori sedang, terdapat 12 responden dengan

kategori rendah dan 3 responden dengan kategori sangat rendah. Sehingga

1

13 20

12 3 4

25

49

26

8 0 1 3 0 0 0

9 10 4 1 2

16

27

6 2

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 176: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

156

dapat diketahui bahwa pada suku Makassar paling banyak responden

memperoleh skor sedang pada dimensi neuroticism .

Pada suku Bugis terdapat 4 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 25 responden dengan skor tinggi, 49 responden dengan skor sedang,

terdapat 26 responden yang memperoleh skor rendah dan 8 responden yang

berasal dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak memperoleh

skor sedang pada dimensi Neuroticism .

Pada hasil analisis neuroticism berdasarkan suku Mandar dapat

diketahui bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam kategori

sangat tinggi, 1 responden dengan kategori tinggi, 3 responden dengan

kategori sedang, tidak terdapat responden dengan kategori rendah dan tidak

terdapat responden yang bersuku Mandar memiliki kategori sangat rendah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku Mandar responden paling

banyak memiliki kategori neuroticism yang sedang.

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat

responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 9 responden yang

memperoleh kategori tinggi, 10 responden yang memperoleh nilai sedang, 4

responden yang memiliki kategori rendah dan terdapat 1 responden yang

memiliki kategori sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian,

diperoleh hasil bahwa responden berdasarkan suku toraja paling banyak

memperoleh skor sedang pada dimensi Neuroticism .

Page 177: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

157

Hasil dari suku lainnya(3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4

Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1

Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4

Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores, 1 Kei) memperoleh hasil bahwa

terdapat 2 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 16 responden

dengan kategori tinggi, 27 responden memperoleh skor sedang, 6 responden

memperoleh skor rendah dan terdapat 2 responden memperoleh skor sangat

rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku lainnya responden

paling banyak memperoleh skor sedang pada dimensi neuroticism .

Gambar 4.41 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai neuroticism terkait

pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 2 mahasiswa

dengan kategori sangat tinggi, 35 responden dengan skor tinggi, 58

responden memperoleh skor sedang, 19 responden dengan skor rendah dan

5 responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa neuroticism berdasarkan pekerjaan sebagai mahasiswa

responden paling banyak mendapatkan skor sedang.

2

35

58

19

5 1 5 12

4 3 0 3 11 7 2 4

21 28

18

4

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Mahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 178: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

158

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa neuroticism berdasarkan pekerjaan wiraswasta terdapat 1

responden yang memiliki skor sangat tinggi, 5 responden dengan kategori

tinggi, 12 responden dengan kategori sedang, 4 responden dengan skor

rendah dan terdapat 3 responden yang memiliki skor sangat rendah. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki skor

sedang pada Neuroticism terkait pekerjaan sebagai wiraswasta.

Pada hasil neuroticism berkaitan dengan pekerjaan sebagai karyawan

diketahui bahwa tidak ada responden yang memiliki skor sangat tinggi 3

responden dengan skor tinggi, 11 responden memiliki kategori sedang dan 7

responden dengan kategori rendah serta terdapat 2 responden yang memiliki

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Neuroticism

berdasarkan jenis pekerjaan sebagai karyawan responden paling banyak

memperoleh skor sedang.

Pada hasil lainnya (3 IRT, 7 Honorer, 4 Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2

petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2 Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1

Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter, 4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru,

9 tidak ada, 4 pelajar) menjelaskan bahwa terdapat 4 responden memperoleh

nilai skor sangat tinggi, 21 responden memiliki skor tinggi, 28 responden

sedang, ada 18 responden rendah dan terdapat 4 responden yang memiliki

skor yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa pada neuroticism

`berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling banyak mendapatkan skor

sedang.

Page 179: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

159

Gambar 4.42 Diagram Deskripsi Neuroticism Berdasarkan Tahun Menjadi Relawan

Hasil uraian Neuroticism berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

2016-2020 diketahui bahwa terdapat 5 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 42 responden dengan kategori tinggi, 67 responden yang memiliki skor

sedang dan 15 skor yang memiliki nilai rendah serta terdapat 8 responden

yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak memiliki skor sedang.

Relawan pada tahun 2011-2015 diketahui bahwa 2 responden dengan

skor sangat tinggi, 16 responden memperoleh nilai tinggi, 28 responden

dengan kategori sedang, 14 responden dengan skor rendah dan terdapat 2

responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pada uraian Neuroticism berdasarkan tahun menjadi relawan sejak 2011-

2015 responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

bahwa tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 2

responden dengan skor tinggi, 11 responden yang memperoleh kategori

5

42

67

15 8

2

16 28

14 2 0 2

11 10 3 0 3 2 6

0 0 1 1 3 1

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 180: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

160

sedang, 10 responden yang memperoleh nilai rendah dan terdapat 3

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 3

responden dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori

sedang, 6 responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa neuroticism berdasarkan tahun menjadi

relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor rendah.

Neuroticism berdasarkan relawan sejak tahun >2000 diketahui bahwa

tidak ada responden dengan skor sangat tinggi, 1 responden memperoleh

nilai tinggi, 1 responden dengan kategori sedang, 3 responden dengan skor

rendah dan terdapat 1 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian neuroticism berdasarkan tahun

menjadi relawan sejak >2000 responden paling banyak memiliki skor

rendah.

Gambar 4.43 Diagram Deskripsi Conscientiousness Berdasarkan

Berapa Kali Menjadi Relawan

7

48

79

30

11 0

7 21

11 1 0 2 2 0 0 0 1 1 2 0 0 6 6 5 2

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 181: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

161

Hasil uraian Neuroticism berdasarkan 2-5 kali menjadi relawan

diketahui bahwa terdapat 7 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 48

responden dengan kategori tinggi, 79 responden yang memiliki skor sedang

dan 30 responden yang memiliki nilai rendah serta terdapat 11 responden

yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

responden yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak memiliki skor

sedang.

Uraian neuroticism berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui bahwa tidak

ada responden dengan skor sangat tinggi, 7 responden memperoleh nilai

tinggi, 21 responden dengan kategori sedang, 11 responden dengan skor

rendah dan terdapat 1 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian neuroticism berdasarkan 6-10 kali

menjadi relawan responden paling banyak memiliki skor sedang.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, ada 2

responden dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak ada responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak

terdapat responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 1 responden

dengan skor tinggi, 1 responden yang memperoleh kategori sedang, 2

Page 182: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

162

responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden yang

memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa Neuroticism berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

2005-2001 responden paling banyak memperoleh skor tinggi dan sedang.

Neuroticism berdasarkan responden lebih dari 21 kali menjadi relawan

diketahui bahwa tidak ada responden dengan skor sangat tinggi, 6

responden memperoleh nilai tinggi, 6 responden dengan kategori sedang, 5

responden dengan skor rendah dan terdapat 2 responden dengan skor

sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uraian

Neuroticism berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi relawan responden

paling banyak memiliki skor tinggi dan sedang.

e. Deskripsi Big Five Personality Berdasarkan Openness To Experience

Gambar 4.44 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan

Jenis Kelamin

Hasil analisis diagram mengenai openness to experience berdasarkan

jenis kelamin dapat diketahui bahwa laki-laki yang memperoleh nilai sangat

tinggi sebanyak 15 responden, 81 responden laki-laki yang memperoleh

nilai tinggi, 64 responden yang memperoleh nilai sedang. Selain itu, dapat

diketahui pula bahwa tidak terdapat responden laki-laki yang memiliki

15

81 64

0 10

1

34 33

0 4

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Laki-Laki Perempuan

Page 183: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

163

kategori rendah dan 10 responden laki-laki yang mendapatkan kategori

sangat rendah

Hasil analisis diagram mengena openness to experience berdasarkan

jenis kelamin dapat diketahui bahwa perempuan yang memperoleh nilai

sangat tinggi sebanyak 1 responden, 34 responden perempuan yang

memperoleh nilai tinggi, 33 responden yang memperoleh nilai sedang.

Selain itu, dapat diketahui pula bahwa tidak terdapat responden yang

memiliki kategori rendah dan 4 responden perempuan yang mendapatkan

kategori sangat rendah.

Gambar 4.45 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Umur

Hasil analisis total skor Openness To Experience berdasarkan usia

pada diagram di atas dapat diketahui bahwa pada rentan usia 18-22 tahun

terdapat 5 responden yang memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 49

responden yang memperoleh skor tinggi, 44 responden yang berada pada

kategori sedang. Sedangkan, tidak terdapat responden yang memperoleh

nilai rendah dan 5 responden yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi,

dapat diketahui bahwa pada usia 18-22 responden paling banyak

memperoleh skor tinggi.

5

49 44

0 5 5

42 37

0 5 3

10 10 0 2 3

14 6

0 2

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

18-22 Tahun 23-27 Tahun 28-32 Tahun >33 Tahun

Page 184: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

164

Pada usia 23-27 tahun terdapat 5 responden yang memperoleh skor

sangat tinggi, 42 responden memiliki skor tinggi, 37 responden dengan

kategori sedang, tidak terdapat responden dengan skor rendah dan 5

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 23-27 responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Hasil uraian diagram batang di atas menunjukkan deskripsi skor pada

usia 28-32 dapat diketahui bahwa terdapat 3 responden yang memperoleh

skor sangat tinggi, 10 responden dengan skor tinggi, 10 responden dengan

kategori sedang, tidak terdapat responden dengan skor rendah serta terdapat

2 responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat diketahui

bahwa pada usia 28-32 responden paling banyak memperoleh skor sedang

dan tinggi.

Openness To Experience berdasarkan usia pada diagram di atas dapat

diketahui bahwa pada usia di atas 33 tahun terdapat 3 responden yang

memperoleh skor yang sangat tinggi, terdapat 14 responden yang

memperoleh skor tinggi, 6 responden yang berada pada kategori sedang.

Sedangkan, tidak terdapat responden yang memperoleh nilai rendah dan 2

responden dengan kategori sangat rendah. Jadi, dapat diketahui bahwa

pada usia di atas 33 tahun keatas responden paling banyak memperoleh

skor tinggi.

Page 185: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

165

Gambar 4.46 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Domisili

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait openness to

experience berdasarkan domisili di Makassar maka didapatkan hasil bahwa

terdapat 10 responden yang memperoleh kategori skor sangat tinggi, 42

responden tinggi, 22 responden kategori sedang, tidak terdapat responden

yang memperoleh nilai yang rendah dan sebanyak 4 responden yang

memiliki skor kategori sangat rendah yang berdomisili di Makassar.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki

kategori tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diagram yang diperoleh terkait Openness

To Experience berdasarkan responden yang berdomisili di luar Makassar

maka didapatkan hasil bahwa terdapat 6 responden yang memperoleh

kategori skor sangat tinggi, 73 responden dengan kategori tinggi, 75

responden dengan kategori sedang, tidak terdapat responden yang

memperoleh nilai yang rendah dan 10 responden yang memiliki skor

kategori sangat rendah yang berdomisili di luar Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kategori tinggi.

10

42

22

0 4 6

73 75

0 10

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Luar Makassar

Page 186: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

166

Gambar 4.47 Diagram Deskripsi Openness To Experiece Berdasarkan Suku

Pada hasil diagram batang openness to experience berdasarkan suku

maka dapat diketahui bahwa pada suku Makassar terdapat 2 responden

yang memperoleh skor sangat tinggi, 26 responden yang memperoleh skor

tinggi, 19 responden dengan kategori sedang, tidak terdapat responden

dengan kategori rendah dan 2 responden dengan kategori sangat rendah.

Sehingga dapat diketahui bahwa pada suku Makassar paling banyak

responden memperoleh skor tinggi pada dimensi openness to experience.

Pada suku Bugis terdapat 8 responden yang memiliki skor sangat tinggi,

49 responden dengan skor tinggi, 49 responden dengan skor sedang, tidak

terdapat responden yang memperoleh skor rendah dan 6 responden yang

berasal dari suku Bugis yang memperoleh skor sangat rendah. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa pada suku Bugis responden paling banyak memperoleh

skor tinggi dan sedang pada dimensi openness to experience.

Pada hasil analisis openness to experience berdasarkan suku Mandar

dapat diketahui bahwa tidak terdapat responden yang termasuk dalam

kategori sangat tinggi, 1 responden dengan kategori tinggi, 3 responden

dengan kategori sedang, tidak terdapat responden dengan kategori rendah

2

26 19

0 2 8

49 49

0 6

0 1 3 0 0 2

14 7

0 1 4

25 19

0 5

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Makassar Bugis Mandar Toraja Lainnya

Page 187: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

167

dan tidak terdapat responden yang bersuku Mandar memiliki kategori sangat

rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku Mandar responden

paling banyak memiliki kategori openness to experience yang sedang.

Hasil diagram batang Toraja menunjukkan hasil bahwa terdapat 2

responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 14 responden yang

memperoleh kategori tinggi, 7 responden yang memperoleh nilai sedang,

tidak ada responden yang memiliki kategori rendah dan terdapat 1 responden

yang memiliki kategori sangat rendah berasal dari Toraja. Dengan demikian,

diperoleh hasil bahwa responden berdasarkan suku toraja paling banyak

memperoleh skor tinggi pada dimensi openness to experience.

Hasil dari suku lainnya (3 Massenrempulu, 8 Jawa, 3 Gorontalo, 4

Ternate, 1 Kabana, 1 Rahampu, 5 Maluku, 4 Wotu, 3 Ambon, 1 Melayu, 1

Pamona, 2 NTT, 1 Aceh, 2 Bima, 1 Saluan, 1 Kaili, 1 Duri, 1 Kalabahi, 4

Wajo, 1 Minangkabau, 2 Buton, 2 Flores dan 1 Kei) memperoleh hasil bahwa

terdapat 4 responden yang memperoleh skor sangat tinggi, 25 responden

dengan kategori tinggi, 19 responden memperoleh skor sedang, tidak ada

responden memperoleh skor rendah dan terdapat 5 responden memperoleh

skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suku lainnya

responden paling banyak memperoleh skor tinggi pada dimensi Openness To

Experience.

Page 188: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

168

Gambar 4.48 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil diagram batang mengenai openness to experience

terkait pekerjaan sebagai mahasiswa menjelaskan bahwa terdapat 5

mahasiswa dengan kategori sangat tinggi, 53 responden dengan skor tinggi,

57 responden memperoleh skor sedang, tidak ada responden dengan skor

rendah dan 4 responden dengan kategori sangat rendah. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa openness to experience berdasarkan pekerjaan

sebagai mahasiswa responden paling banyak mendapatkan skor sedang.

Berdasarkan hasil analisis diagram batang yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa openness to experience berdasarkan pekerjaan wiraswasta

terdapat 1 responden yang memiliki skor sangat tinggi, 17 responden dengan

kategori tinggi, 4 responden dengan kategori sedang, 4 tidak ada responden

dengan skor rendah dan terdapat 3 responden yang memiliki skor sangat

rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden paling

banyak memiliki skor tinggi pada openness to experience terkait pekerjaan

sebagai wiraswasta.

Pada hasil openness to experience berkaitan dengan pekerjaan

sebagai karyawan diketahui bahwa 2 responden yang memiliki skor sangat

5

53 57

0 4 1

17

4 0 3 2 11 9

0 1 8

34 27

0 6

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Mahasiswa Wirswasta Karyawan Lainnya

Page 189: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

169

tinggi 11 responden dengan skor tinggi, 9 responden memiliki kategori

sedang dan tidak ada responden dengan kategori rendah serta terdapat 1

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa openness to experience berdasarkan jenis pekerjaan sebagai

karyawan responden paling banyak memperoleh skor tinggi.

Pada hasil lainnya (3 IRT, 7 Honorer, 4 Staff, 6 PNS, 8 Freelance, 2

petani, 3 Surveyor, 5 Relawan, 3 Dosen, 2 Buruh, 1 Pelindo, 1 Pemadam 1

Kebakaran, 4 Pekerja Serabutan, 1 Dokter, 4 Perawat, 2 Konsultan, 5 Guru,

9 tidak ada, 4 pelajar) menjelaskan bahwa terdapat 8 responden memperoleh

nilai skor sangat tinggi, 34 responden memiliki skor tinggi, 37 responden

sedang, tidak ada responden rendah dan terdapat 6 responden yang memiliki

skor yang sangat rendah. Sehingga dapat diketahui bahwa pada openness to

experience berdasarkan pekerjaan lainnya responden paling banyak

mendapatkan skor tinggi.

Gambar 4.49 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan

Tahun Menjadi Relawan

Hasil uraian openness to experience berdasarkan tahun menjadi relawan

sejak 2016-2020 diketahui bahwa terdapat 6 responden yang memiliki skor

sangat tinggi, 62 responden dengan kategori tinggi, 60 responden yang

6

62 60

0 9 4

33 24

0 1 4 12 8

0 2 1 4 4 0 2 1 4 1 0 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2020-2016 2015-2011 2010-2006 2005-2001 >2000

Page 190: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

170

memiliki skor sedang dan tidak ada responden yang memiliki nilai rendah

serta terdapat 9 responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa relawan sejak 2016-2020 responden paling banyak

memiliki skor tinggi.

Relawan pada tahun 2011-2015 diketahui bahwa 4 responden dengan

skor sangat tinggi, 33 responden memperoleh nilai tinggi, 24 responden

dengan kategori sedang, tidak ada responden dengan skor rendah dan

terdapat 1 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada uraian Openness To Experience berdasarkan

tahun menjadi relawan sejak 2011-2015 responden paling banyak memiliki

skor tinggi.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2010-2006 menjelaskan

bahwa sebanyak 4 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 12

responden dengan skor tinggi, 8 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak ada responden yang memperoleh nilai rendah dan terdapat 2

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan pada tahun 2005-2001 menjelaskan

bahwa sebanyak 1 responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 4

responden dengan skor tinggi, 4 responden yang memperoleh kategori

sedang, tidak ada responden yang memperoleh nilai rendah dan terdapat 2

responden yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut

Page 191: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

171

maka dapat disimpulkan bahwa openness to experience berdasarkan tahun

menjadi relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh

skor sedang dan tinggi.

Openness To Experience berdasarkan relawan sejak tahun >2000

diketahui bahwa terdapat 1 responden dengan skor sangat tinggi, 4

responden memperoleh nilai tinggi, 1 responden dengan kategori sedang,

tidak ada responden dengan skor rendah dan tidak terdapat responden

dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

uraian openness to experience berdasarkan tahun menjadi relawan sejak

>2000 responden paling banyak memiliki skor tinggi.

Gambar 4.50 Diagram Deskripsi Openness To Experience Berdasarkan

Berapa Kali Menjadi Relawan

Hasil uraian Openness To Experience berdasarkan 2-5 kali menjadi

relawan diketahui bahwa terdapat 12 responden yang memiliki skor sangat

tinggi, 80 responden dengan kategori tinggi, 73 responden yang memiliki skor

sedang dan tidak ada responden yang memiliki nilai rendah serta terdapat 10

responden yang memiliki skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa responden yang pernah 2-5 kali menjadi relawan paling banyak

memiliki skor tinggi.

12

80 73

0 10 3

19 15 0 3 0 2 1 0 1 0 2 2 0 0 1

12 6 0 0

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

2-5 6-10 11-15 16-20 >21

Page 192: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

172

Uraian openness to experience berdasarkan 6-10 kali relawan diketahui

bahwa 3 responden dengan skor sangat tinggi, 19 responden memperoleh

nilai tinggi, 15 responden dengan kategori sedang, tidak ada responden

dengan skor rendah dan 3 responden dengan skor sangat rendah. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada uraian openness to experience berdasarkan

6-10 kali menjadi relawan responden paling banyak memiliki skor tinggi.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 11-15 kali menjelaskan bahwa

tidak terdapat responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 2 responden

dengan skor tinggi, 1 responden yang memperoleh kategori sedang, tidak

ada responden yang memperoleh nilai rendah dan 1 responden yang

memiliki nilai skor sangat rendah.

Berdasarkan uraian diagram batang di atas menjelaskan bahwa

responden yang menjadi relawan sebanyak 16-20 kali menjelaskan bahwa

tidak ada responden yang memperoleh nilai sangat tinggi, 2 responden

dengan skor tinggi, 2 responden yang memperoleh kategori sedang, tidak

ada responden yang memperoleh nilai rendah dan tidak terdapat responden

yang memiliki nilai skor sangat rendah. Berdasarkan hal tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa Openness To Experience berdasarkan tahun

menjadi relawan sejak 2005-2001 responden paling banyak memperoleh

skor tinggi dan sedang.

Openness To Experience berdasarkan responden lebih dari 21 kali

menjadi relawan diketahui bahwa 1 responden dengan skor sangat tinggi,

Page 193: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

173

12 responden memperoleh nilai tinggi, 6 responden dengan kategori

sedang, tidak ada responden dengan skor rendah dan tidak terdapat

responden dengan skor sangat rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pada uraian openness to experience berdasarkan lebih dari 21 kali menjadi

relawan responden paling banyak memiliki skor tinggi.

C. Uji Asumsi

Pada penelitian ini uji asumsi yang dilakukan ialah uji normalitas, uji

linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Berikut dijabarkan

hasil uji asumsi yang diperoleh peneliti:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui hasil data yang diperoleh

dapat terdistribusi secara normal atau tidak dengan menggunakan aplikasi

SPSS 20.0 for windows dengan melihat nilai one sample Kolmogorov

Smirnov. Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak

maka menggunakan syarat apabila nilai signifikansi yang diperoleh > 0.05

maka data yang didapatkan terdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai

signifikansi < 0.05 maka data yang diperoleh tidak terdistribusi normal,

(Santoso, 2010).

Tabel 4.14 Hasil Analisis Uji Normalitas

Variabel *Kolmogorov **Sig Keterangan

Big Five Personality

terhadap Altruisme 0.242 0.200 Terdistribusi normal

Keterangan: *Kolmogorov = Nilai signifikansi uji normalitas kolmogorov smirnov **Sig = Nilai signifikansi P>0.05

Page 194: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

174

Tabel analisis di atas menunjukkan hasil uji normalitas pada penelitian ini

pada data Big Five Personality dan altuisme yang dapat diketahui bahwa

hasil analisis data tersebut menunjukkan nilai Kolmogorov-smirnov sebesar

0.242 dengan nilai signifikansi sebesar 0.200. Nilai Kolmogorov-smirnov

yang diperoleh tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 (sig > 0.045)

dengan demikian data dalam penelitian ini terdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independen atau untuk mengetahui apakah garis

antara X dan Y membentuk garis linear atau tidak. Uji linearitas dapat

dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS 20.0 for windows. Data dapat

dikatakan memiliki korelasi signifikan apabila hasil analisis yang diperoleh

memiliki nilai signifikansi deviation from linearity lebih besar dari taraf

signifikansi 0.05. Sebaliknya, data dikatakan tidak memiliki korelasi yang

signifikan apabila diperoleh nilai signifikansi deviation from linearity lebih

kecil dari taraf signifikansi 0.05. Hasil analisis yang didapatkan ialah:

Tabel 4.15 Hasil Analisis Uji Linearitas

Variabel Linearity

Keterangan *F **Sig F

Altruisme dan Openness To Experience

22.361 0.000 Linear

Altruisme dan Conscientiousness 42.329 0.000 Linear

Altruisme dan Extraversion 10.499 0.001 Linear

Altruisme dan Agreeableness 27.697 0.000 Linear

Altruisme dan Neuroticism 9.615 0.002 Linear *F = Nilai koefisien linearity **Sig.F = Nilai signifikansi P < 0..05

Page 195: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

175

Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat diketahui bahwa tabel

diatas merupakan hasil uji linearitas dimana hasil yang berdasarkan data

altruisme dan Openness To Experience memiliki nilai F sebesar 22.361

dengan taraf signifikansi F sebesar 0.000. Nilai signifikansi F tersebut lebih

kecil dari taraf signifikansi 0.05 (0.000<0.005) yang berarti bahwa kedua

variable tersebut linear. Pada hasil analisis data altruisme dan

Conscientiousness memiliki nilai F sebesar 42.329 dengan signifikansi nilai

F sebesar 0.000. Nilai tersebut lebih lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05

(0.000<0.05) yang menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut linear.

Kemudian, pada data Altruisme dan Extraversion memiliki nilai F sebesar

10.499 dengan signifikansi nilai F sebesar 0.001. Nilai tersebut lebih lebih

kecil dari taraf signifikansi 0.05 (0.001<0.05) yang dengan kata lain kedua

variabel tersebut linear. Pada data altruisme dan Agreeableness diketahui

bahwa nilai F sebesar 27.697dengan signifikansi nilai F sebesar 0.000. Nilai

tersebut lebih lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05 (0.000<0.05) yang

dengan kata lain kedua variabel tersebut linear. Sedangkan pada data

altruisme dan Neuroticism diketahui memiliki nilai F sebesar 9.615 dengan

signifikansi nilai F sebesar 0.001. Nilai tersebut lebih lebih kecil dari taraf

signifikansi 0.05 (0.001<0.05) yang menunjukkan bahwa kedua variabel

tersebut linear.

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat nilai korelasi antar

variabel independen dalam model regresi berganda, (Sugiyono, 2014). Jika

Page 196: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

176

variabel independen yang diteliti memiliki nilai korelasi yang tinggi maka

hubungan antara variabel dependen dan variabel independen akan

terganggu. Untuk mengetahui apakah dalam hasil data yang diperoleh

terjadi multikolinearitas atau tidak maka peneliti menggunakan aplikasi

SPSS 20.0 for windows dengan melihat nilai Tolerance dan nilai VIF

(Variance Inflation Factor). Apabila nilai Tolerance mendekati angka 1 dan

nilai VIF disekitar angka 1 serta tidak lebih dari 10 , maka dapat dikatakan

tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.16 Hasil Analisis Uji Multikolinearitas

Variabel Collinearity Statistic

Keterangan Tolerance* Nilai VIF**

Openness To Experience 0.762 1.313 Tidak terjadi multikolinearitas

Conscientiousness 0.656 1.524 Tidak terjadi multikolinearitas

Extraversion 0.847 1.181 Tidak terjadi multikolinearitas

Agreeableness 0.668 1.497 Tidak terjadi multikolinearitas

Neuroticism 0.802 1.247 Tidak terjadi multikolinearitas

Keterangan: * Tolerance = Nilai tolerance>0.10 **VIF = Nilai variance inflation factor <10.00

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh di atas dapat diketahui bahwa

seluruh dimensi big five personality yang meliputi openness to experience,

conscientiousness, extraversion, agreeableness, neuroticism tidak terjadi

multikolinearitas hal tersebut dibuktikan dengan nilai Tolerance mendekati

angka 1 dan nilai VIF disekitar angka 1 serta tidak lebih dari 10.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan

antara prediksi dan residu bersifat acak atau tidak. Suatu model regresi yang

baik apabila tidak terdapat korelasi antar variabel prediktor. Selain itu, uji

Page 197: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

177

heteroskedastisitas juga dilakukan untuk menguji apakah terdapat

kesamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya dengan

menggunakan melihat scatterplot dengan memplotkan ZPRED (nilai

prediksi) dengan pola ZRESID (nilai residual) menggunakan bantuan

program SPSS 20.0 for windows. Hasil output akan terlihat membentuk pola

tertentu atau tidak. Suatu output yang baik apabila tidak terjadi

heteroskedastisitas dan output yang dihasilkan tidak membentuk pola

tertentu.

4.51 Hasil Uji Heteriskedastistas Menggunakan Scatterplot

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh peneliti maka

tabel diatas menunjukkan bahwa Scatterplot menyebar secara acak dan

tidak membentuk suatu pola tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastistas.

Page 198: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

178

D. Uji Hipotesis

Apabila telah dilakukan uji prasyarat dan telah memenuhi syarat uji

normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Maka

selanjutnya akan dilakukan analisis regresi berganda untuk uji hipotesis dan

untuk mengetahui sumbangan efektif bersama maupun masing-masing tipologi

kepribadian Big Five Personality terhadap altruisme. Berikut hipotesis dalam

penelitian ini yakni:

1. H0 : Tipe kepribadian big five personality tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

H1 : Tipe kepribadian big five personality dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

2. H0 : Tipe kepribadian openness to experience tidak dapat menjadi

prediktor terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian openness to experience dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

3. H0 : Tipe kepribadian conscientiousness tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian conscientiousness dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme.

4. H0 : Tipe kepribadian extraversion tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian extraversion dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

Page 199: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

179

5. H0 : Tipe kepribadian agreeableness tidak dapat menjadi prediktor

terhadap perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian agreeableness dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

6. H0 : Tipe kepribadian neuroticism tidak dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme

H1 : Tipe kepribadian neuroticism dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme.

Berikut merupakan hasil analisis terhadap hipotesis-hipotesis penelitian:

a. Kontribusi Big Five Personality Terhadap Altruisme

Kontribusi Big Five Personality secara bersama terhadap altruisme

dapat diketahui melalui uraian tabel berikut:

Tabel 4.17 Hasil Analisis Kontribusi Big Five Personality Terhadap Altruisme

Variabel R Square* Kontribusi F** Sig*** Keterangan

Big Five Personality Terhadap Altruisme

0.226 22,6% 13.820 0.00 Signifikan

Keterangan: *R Square : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka didapatkan hasil

bahwa nilai R Square yang diperoleh yakni sebesar 0.226 dari nilai tersebut

diketahui kontribusi big five personality terhadap perilaku altruisme pada

relawan bencana sebesar 22.6% adapun 77,4% lainnya merupakan

sumbangsih dari variabel lain di luar dari variabel penelitian yang diteliti.

Page 200: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

180

Adapun nilai F yang diperoleh yakni sebesar 13.820 dan nilai

signifikansi F sebesar 0.00 dimana nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari

taraf signifikansi 5% (p = 0.00 ; p < 0.05). Sehingga hipotesis nihil yang

menyatakan bahwa big five personality tidak dapat menjadi prediktor

terhadap altruisme relawan daerah bencana, ditolak dan hipotesis penelitan

yang menyatakan bahwa big five personality dapat menjadi prediktor

terhadap altruisme relawan daerah bencana, diterima. Dengan demikian,

dapat katakan bahwa big five personality dapat menjadi prediktor terhadap

perilaku altruisme pada relawan daerah bencana.

b. Kontribusi Extraversion Terhadap Altruisme

Kontribusi extraversion terhadap altruisme dapat diketahui melalui

uraian tabel berikut:

Tabel 4.18 Hasil Analisis Kontribusi Extraversion Terhadap Altruisme

Variabel *R Square Kontribusi **F ***Sig Keterangan

Extraversion Terhadap Altruisme

0.041

4,1 % 10.149 0.02 Signifikan

Keterangan: *R Square : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan maka diketahui

nilai R Square yang diperoleh yakni sebesar 0.041 dari nilai tersebut

diketahui kontribusi extraversion sebagai prediktor perilaku altruisme pada

relawan bencana sebesar 4,1%. Adapun nilai F yang diperoleh yakni

sebesar 10.146 dan nilai signifikansi F sebesar 0.02 dimana nilai signifikansi

tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p = 0.02 ; p < 0.05). Sehingga

hipotesis nihil yang menyatakan bahwa extraversion tidak dapat menjadi

Page 201: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

181

prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana, ditolak dan hipotesis

penelitian yang menyatakan bahwa extraversion dapat menjadi prediktor

terhadap altruisme relawan daerah bencana, diterima. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa extraversion mampu menjadi predikor terhadap

altruisme pada relawan daerah bencana.

c. Kontribusi Agreeableness Terhadap Altruisme

Kontribusi agreeableness terhadap altruisme dapat diketahui melalui

uraian tabel berikut:

Tabel 4.19 Hasil Analisis Kontribusi Agreeableness Terhadap Altruisme

Variabel *R Square Kontribusi **F ***Sig Keterangan

Agreeableness

Terhadap Altruisme

.084

8,4% 22.998 0.00 Signifikan

Keterangan: *R Square Change : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan maka

didapatkan hasil bahwa nilai R Square sebesar 0.084, dari nilai tersebut

dapat diketahui kontribusi agreeableness sebagai prediktor perilaku

altruisme pada relawan bencana sebesar 8,4%. Adapun nilai F yang

diperoleh yakni sebesar 22.998 dan nilai signifikansi F sebesar 0.00 dimana

nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p = 0.00 ; p <

0.05). Sehingga hipotesis nihil yang menyatakan bahwa agreeableness tidak

dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana, ditolak

dan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa agreeableness dapat

menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana, diterima.

Page 202: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

182

Sehingga dapat disimpulkan bahwa agreeableness mampu menjadi

prediktor terhadap altruisme pada relawan daerah bencana.

d. Kontribusi Conscientiousness Terhadap Altruisme

Kontribusi conscientiousness terhadap altruisme dapat diketahui melalui

uraian tabel berikut:

Tabel 4.20 Hasil Analisis Kontribusi Conscientiousness Terhadap Altruisme

Variabel R Square Kontribusi F Sig Keterangan

Conscientiousness Terhadap Altruisme

.083 8,3% 24.846 0.00 Signifikan

Keterangan: *R Square : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan maka

didapatkan hasil bahwa nilai R Square sebesar 0.083, dari nilai tersebut

dapat diketahui kontribusi conscientiousness sebagai prediktor perilaku

altruisme pada relawan bencana sebesar 8,3%. Adapun nilai F yang

diperoleh yakni sebesar 24.846 dan nilai signifikansi F sebesar 0.00 dimana

nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p = 0.00 ; p <

0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan bahwa

conscientiousness tidak dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan

daerah bencana, ditolak dan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa

conscientiousness dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan

daerah bencana, diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

conscientiousness mampu menjadi prediktor terhadap perilaku altruisme

pada relawan daerah bencana.

Page 203: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

183

e. Kontribusi Neuroticism Terhadap Altruisme

Kontribusi neuroticism terhadap altruism diketahui melalui uraian berikut:

Tabel 4.21 Hasil Analisis Kontribusi Neuroticism Terhadap Altruisme

Variabel R Square* F* Sig*** Keterangan

Neuroticism Terhadap Altruisme

.004 1.140 0.287 Tidak

Signifikan Keterangan: *R Square : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan maka

didapatkan hasil bahwa nilai R Square sebesar 0.083, dari nilai tersebut

dapat diketahui kontribusi neuroticism sebagai prediktor perilaku altruisme

pada relawan bencana sebesar 0,4%. Adapun nilai F yang diperoleh yakni

sebesar 1.140 nilai signifikansi F sebesar 0.287 dimana nilai signifikansi

tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 5% (p = 0.287 ; p > 0.05). Dengan

demikian, hipotesis nihil yang menyatakan bahwa neuroticism tidak dapat

menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana, diterima dan

hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa neuroticism dapat menjadi

prediktor terhadap altruisme relawan daerah bencana, ditolak. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa neuroticism tidak dapat menjadi

prediktor terhadap perilaku altruisme pada relawan daerah bencana.

Page 204: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

184

f. Kontribusi Openness To Experience Terhadap Altruisme

Kontribusi openness to experience terhadap altruisme dapat diketahui

melalui uraian tabel berikut:

Tabel 4.22 Hasil Analisis Kontribusi Openness To Experience Terhadap

Altruisme

Variabel R Square* Kontribusi F** Sig*** Keterangan

Openness To Experience Terhadap Altruisme

0.015 1,5% 4.628 0.032 Signifikan

Keterangan: *R Square : Koefisien determinan **Nilai F : Nilai uji koefisien regresi stimulant *** Sig : nilai signifikansi F, p < 0.05

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan maka

didapatkan hasil bahwa nilai R Square sebesar 0,226 dari nilai tersebut

dapat diketahui kontribusi openness to experience sebagai prediktor perilaku

altruisme pada relawan bencana sebesar 1,5%. Adapun nilai F yang

diperoleh yakni sebesar 4.628 dan nilai signifikansi F sebesar 0.032 dimana

nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p = 0.032 ; p <

0.05). Sehingga hipotesis nihil yang menyatakan bahwa openness to

experience tidak dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah

bencana, ditolak dan hipotesis yang menyatakan bahwa openness to

experience dapat menjadi prediktor terhadap altruisme relawan daerah

bencana, diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa openness to

experience mampu menjadi prediktor terhadap perilaku altruisme pada

relawan daerah bencana.

Page 205: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

185

Selanjutnya, peneliti akan menentukan koefisien pengaruh dari dimensi

big five personality terhadap altruisme yang dapat diketahui melalui hasil

analisis yang telah dilakukan sebelumnya, yakni sebagai berikut:

Tabel 4.23 Hasil Analisis koefisien pengaruh Big Five Personality

Dimensi Big Five Personality Constant* B** Nilai t

Extraversion terhadap altruisme

26.594

0.205 1.225

Agreeableness terhadap altruisme

-0.333 -1.318

Conscientiousness terhadap altruisme

0.835 4.012

Neuroticism terhadap altruisme -0.244 -1.049

Openness To Experience terhadap altruisme

0.681 2.151

Keterangan: *Constant = Nilai Kostanta **B = Koefisien Pengaruh ***Sig t = Nilai Signifikansi t, p < 0,05

Berdasarkan tabel hasil analisis di atas maka diketahui bahwa nilai

konstanta sebesar 26.594. Adapun nilai koefisien pengaruh dimensi

extraversion terhadap altruisme yakni sebesar 0.205 dengan arah pengaruh

yang positif, yang berarti semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi

pula altruisme. Untuk agreeableness, diperoleh koefesien pengaruh

sebesar 0.333, dengan arah negatif, yang berarti semakin tinggi

agreeeableness maka semakin rendah altruisme. Pada conscientiousness

diperoleh koefisien pengaruh sebesar 0.835 dengan arah pengaruh positif,

berarti semakin tinggi conscientiousness maka semakin tinggi pula

altruisme. Sedangkan pada neuroticism diperoleh nilai koefisien pengaruh

sebesar 0.244 dan untuk openness to experience diperoleh nilai koefisien

Page 206: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

186

pengaruh sebesar 0.681 dengan arah pengaruh positif, yang berarti semakin

tinggi openness to experience maka semakin tinggi pula altruisme.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh maka dapat dibuat

persamaan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4+ b5X5

Altruisme = 26.594 + 0.205 (Extraversion) -0.33 (Agreeableness) + 0.835

(Conscientiousnes) - 0.244 (Neuroticism) + 0.681 (Openness To

Experience).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan didapatkan dimensi yang

tidak signifikan yakni pada dimensi Neuroticism yang tidak signifikan

terhadap altruisme, maka besar nilai kontribusinya diabaikan sehingga tidak

dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi linear. Dengan demikian

persamaan regresi yang diperoleh yakni:

Y = a + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4

Altruisme = 26.594 + 0.205 (Extraversion) - 0.33 (Agreeableness) + 0.835

(Conscientiousness ) + 0.681 (Openness To Experience).

E. Pembahasan

1. Gambaran Altruisme Pada Relawan Bencana

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh peneliti maka didapatkan

bahwa tingkat altruisme yang dimiliki relawan bencana berbeda-beda. Hal

tersebut dapat diketahui melalui hasil analisis deskriptif yang diperoleh

dimana dari 242 relawan bencana yang diteliti terdapat 22 relawan bencana

Page 207: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

187

atau 9.1% yang memiliki altruisme sangat tinggi, 44 (18.2%) relawan

bencana dengan kategori tinggi, 97(40.1%) relawan bencana dengan

kategori sedang, 79 (32,6%) memiliki altruisme yang rendah dan tidak

terdapat relawan bencana yang memiliki altruisme sangat rendah.

Kebervariasian altruisme juga didapatkan pada penelitian yang

dilakukan oleh Sulawati (2017) yang juga menemukan adanya

kebervariasian altruisme pada 25 Relawan Organisasi AbdA Ditinjau dari

Tingkat EQ dan SQ. Pada penelitian tersebut didapatkan tingkat perilaku

altruisme relawan AbdA yang berbeda-beda yakni relawan dengan

altruisme tinggi sebanyak 5 relawan (14%), 21 (60%) lainnya memiliki tingkat

altruis sedang, dan 9 relawan (26%) sisanya memiliki sifat altruis yang

rendah.

Pada penelitian lain juga didapatkan kebervarisian pada altruisme

dimana Putri, J.D., & Mardhiyah, S.A (2018) yang meneliti tentang Peran

Religiusitas Terhadap Altruisme 80 Relawan Walhi Sulsel menemukan hasil

bahwa kategorisasi altruisme pada penelitian ini didominasi oleh frekuensi

kategori tinggi sebanyak 58 orang (72,50%) dan 22 orang (27,50%) berada

pada kategori sedang dan tidak terdapat relawan Walhi dengan kategori

rendah. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nursanti, I.,

Victoria, E., & Cakrangadinata (2014) mengenai studi deskriptif altruisme

pada mahasiswa Psikologi Universitas “ ” Bandung pada 325 mahasiswa

didapatkan hasil sebanyak 145 mahasiswa yang memiliki skor tinggi atau

44,5% dan 180 mahasiswa memiliki skor rendah atau sebanyak 55,4%.

Page 208: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

188

Penelitian yang dilakukan oleh Neli, U.S & Sukmawati (2019) mengenai

Altruistic Behavior of Students in SMA N 1 Kampung Dalam Padang

Pariaman Regency and The Implication in Guidance and Counseling pada

240 siswa di Padang juga memiliki kebervariasian tingkat altruisme dimana

terdapat 64 siswa (26,67%) kategori sangat tinggi, tinggi sebanyak 146

siswa dengan persentase( 60,83%), sedang 30 siswa (12,30%) dan tidak

terdapat siswa di SMA N 1 Padang yang memiliki altruisme sangat rendah.

Kebervariasian yang ditemukan pada penelitian ini diprediksi karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam altruisme misalkan faktor empati

yang dimiliki seseorang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pujiyanti, A

(2018) mengenai Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme Pada

Siswa Siswi Sma Negeri 1 Setu Bekasi pada 70 orang siswa menemukan

hasil bahwa empati mampu memberikan kontribusi terhadap altruisme

sebesar 50,4 % sedangkan sisanya sebesar 49,6 %. Penelitian Fatmawati,

A (2014) mengenai hubungan antara empati dan perilaku altruistic pada 65

Karang Taruna di desa Pakang yang menemukan hasil bahwa empati

mampu memberikan kontribusi sebesar 34,1% pada altruisme Karang

Taruna desa Pakang. Penelitian lain terkait empati mampu memengaruhi

altruisme juga dilakukan oleh Ramadhan, S.R (2019) mengenai pengaruh

empati terhadap tingkat altruisme pada 121 mahasiswa fakultas Psikologi di

Gresik dan menemukan bahwa empati mampu memengaruhi altruisme

dengan kontribusi pengaruh sebesar 55,8% pada mahasiswa fakultas

Psikologi di Gresik.

Page 209: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

189

Empati yang memengaruhi altruisme juga sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg (dalam Gunarsah, S., & Gunarsah,

Y. S. 2008) yang menegaskan bahwa empati sebagai unsur utama dalam

perkembangan moral seseorang. Empati merupakan kemampuan

seseorang untuk turut dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Empati sangat erat kaitannya dalam memengaruhi altruisme karena untuk

menerapkan perilaku menolong terhadap orang lain tanpa pamrih maka

diperlukan kepekaan yang baik untuk bisa merasakan apa yang dialami oleh

orang lain.

Faktor lain yang diduga juga dapat memengaruhi altruisme yakni

religiusitas dimana diperkuat melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh

Putri, J.D., & Mardhiyah, S.A (2018) yang meneliti tentang Peran Religiusitas

Terhadap Altruisme 80 Relawan Walhi Sulsel yang menemukan hasil bahwa

religiusitas mampu memengaruhi altruisme sebesar 28% pada relawan walhi

Sulsel. Penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa religiusitas juga

memengaruhi altruisme yakni pada penelitian yang dilakukan oleh Gatot, I

(2015) mengenai hubungan tingkat religiusitas dengan perilaku altruistic

pada 75 santri di Ponpes Futuhiyyah di Demak menemukan bahwa terdapat

hubungan positif antara religiusitas dan altruisme dimana semakin tinggi

religiusitas seseorang maka semakin tinggi pula altruisme yang dimilikinya

begitupun sebaliknya. Senada dengan penelitian Salsabila, N.G (2017)

mengenai hubungan antara religiusitas dengan altruisme pada 70 relawan

gerakan inspirasi di Bandung, pada penelitian tersebut ditemukan hasil

Page 210: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

190

bahwa religiusitas mampu memberikan pengaruh terhadap altruisme dengan

kontribusi sebesar 26,5%.

Pada altruisme relawan bencana ditemui beberapa relawan dengan titik

ekstrim karena memiliki altruisme sangat tinggi, hal tersebut dapat terjadi

karena sesuaikan dengan aspek altruisme yang di dalamnya terdapat

keinginan membantu. Titik ekstrim sangat tinggi yang dimiliki responden

dapat disebabkan karena besarnya keinginan membantu orang lain dalam

diri seorang relawan yang dimana keinginan membantu merupakan konstruk

yang membangun perilaku altruisme. Titik ekstrim relawan yang memiliki

altruisme sangat tinggi juga diprediksi dapat disebabkan karena tingginya

perasaan sukarela dalam menolong orang lain. Selain itu, sangat tingginya

altruisme relawan juga dapat dipicu karena setiap melakukan suatu hal

relawan tidak bekerja berdasarkan kepentingan pribadi melainkan karena

kepentingan orang lain yang hendak ditolong jauh lebih besar daripada

kepentingan pribadi relawan itu sendiri sehingga menyebabkan perilaku

menolong sebagian relawan cenderung sangat tinggi.

2. Analisis Dimensi Big Five Personality Sebagai Prediktor Altruisme

Pada Relawan Bencana.

a. Openness To Experience Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada

Relawan Bencana

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diketahui bahwa

openness to experience memiliki hasil yang signifikan karena nilai

signifikan pada taraf signifikansi 5% (0.032 < 0.05), sehingga dapat

Page 211: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

191

dikatakan bahwa openness to experience dapat memengaruhi altruisme

pada relawan bencana. Besarnya pengaruh atau kontribusi dimensi

openness to experience terhadap altruisme sebesar 22,6% sedangkan

87,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam

penelitian ini.

Goldberg (1981) menjelaskan bahwa openness to experience

merupakan kemampuan individu untuk terbuka terhadap hal-hal baru

dan penuh dengan ide. Individu yang memiliki kecenderungan openness

to experience yang tinggi maka akan cenderung menjadikan

pengalaman sebagai sesuatu yang mendalam dan akan lebih kreatif.

Selain itu, individu yang memiliki kecenderungan openness to

experience tinggi juga sangat menghargai pengalaman baru yang

diperoleh sehingga akan merasa senang ketika mengetahui sesuatu

yang baru. Sedangkan individu yang memiliki openness to experience

yang rendah cenderung hanya tertarik pada satu hal dan tidak memiliki

jiwa seni.

Adapun hal yang menyebabkan openness to experience

berpengaruh terhadap altruisme pada relawan daerah bencana

diprediksi karena apabila relawan diperhadapkan pada situasi bencana

atau musibah orang lain maka akan memunculkan reaksi emosi dimana

individu mampu berpandangan terbuka terhadap situsi yang terjadi

sehingga distress yang dirasakan dapat dikelola dengan baik. Apabila

distress mampu dikelolah dengan baik maka pengambilan keputusan

Page 212: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

192

untuk bertindak sebagai penolong jauh lebih stabil dan ganjaran yang

diperoleh dapat bernilai positif bagi individu. Selain itu, pengaruh ini juga

disebabkan oleh tipe kepribadian openness to experience yang tinggi

maka menyebabkan kreativitas pada seseorang juga meningkat. Dengan

demikian, apabila kreativitas meningkat maka akan memunculkan

beragam cara dalam mengambil keputusan terbaik dalam memecahkan

suatu masalah termasuk dalam menolong. Apabila dalam pengambilan

keputusan dalam bertindak memberikan ganjaran atau konsekuensi

yang baik ketika menolong, maka akan menyebabkan altruisme atau

perilaku menolong tanpa pamrih juga akan meningkat. Sebaliknya

apabila relawan memiliki kecenderungan openness to experience yang

rendah maka relawan akan kurang mampu melihat segala sesuatu yang

terjadi lebih luas sehingga pengambilan keputusan dalam menolong juga

dirasa tidak maksimal karena hanya cenderung pada satu hal,

cenderung cuek dan tidak mampu berpikir secara kreatif untuk bisa

menolong orang lain sehingga dapat menurunkan perilaku altruisme.

Temuan demografi hasil penelitian menunjukkan bahwa relawan

laki-laki menunjukkan openness to experience lebih tinggi daripada

perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nurmitasari & Astuti, R ( 2017) mengenai tingkat berpikir kreatif pada 3

siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan pada bangun datar ditinjau

berdasarkan jenis kelamin, dimana ditemukan bahwa laki-laki lebih

kreatif daripada perempuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Page 213: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

193

Temuan ini juga didukung oleh hasil penelitian Handayani dan Sugiarti

(2002) mengenai konsep dan teknik penelitian gender pada mahasiswa

di Malang menemukan bahwa laki-laki cenderung logis dan tidak

emosional daripada perempuan yang cenderung emosional, subjektif

dan tidak agresif dalam menangani suatu hal. Sedangkan dalam

penelitian Lin et.al (2012) menemukan bahwa laki-laki memiliki

kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada perempuan.

Temuan hasil demografi dimana menunjukkan suku etnis Bugis

yang berdomisili di daerah Makassar memiliki kecenderungan openness

to experience lebih tinggi daripada suku lainnya yang berada diluar

Makassar, hal ini sejalan dengan penelitian Putra, A.M., Bahtiar., & Upe,

A (2018) yang menjelaskan mengenai falsafah hidup orang bugis yaitu

“Rebba sipatokkong, mali siparappe, sirui menre tessurui nok, malilu

sipakainge maingepi mupaja” yang artinya rebah saling menegakkan,

hanyut saling mendamparkan, saling menarik ke atas dan tidak saling

menekan kebawah, terlupa saling mengingatkan, nanti sadar atau

tertolong barulah berhenti. Filosofi tersebut memberi pesan agar orang

selalu berpijak dengan teguh dan berdiri kokoh dalam mengarungi

kehidupan. Saling tolong-menolong ketika menghadapi rintangan dan

saling mengingatkan untuk menuju jalan yang benar. Pedoman hidup

seperti itulah yang dipegang teguh beberapa masyarakat suku Bugis di

Makassar sehingga menerapkan perilaku menolong baik ketika

Page 214: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

194

mendapati orang lain yang memiliki identitas yang sama dengannya

maupun yang berbeda.

Temuan demografi berdasarkan usia juga sejalan pada penelitian ini

dimana ditemukan bahwa semakin bertambah usia maka Openness To

Experience juga akan semakin meningkat begitupun dengan temuan

hasil dimana semakin lama dan semakin sering relawan menolong di

daerah bencana maka Openness To Experience juga semakin tinggi.

Hal ini diprediksi karena pada tahap perkembangan kognitif seseorang

ketika dewasa awal hingga dewasa menengah sudah mampu berpikir

secara konkret dan formal, pengalaman-pengalaman yang didapatkan

sebelumnya dijadikan sebagai proses belajar sehingga pemecahan

masalah pun semakin beragam dan pengambilan keputusan semakin

tegas, (Jahja, Y,2011). Hal ini juga sejalan dengan teori yang

diungkapkan oleh Sears, D.O., Freedman, J.L., & Peplau (1999) bahwa

salah satu perspektif menolong ialah menekankan pada proses belajar.

Proses belajar tersebut dapat dipelajari melalui norma masyarakat

tentang tindakan menolong. Proses belajar sendiri berkaitan dengan

teori belajar sosial dimana Bandura (dalam Hall & Lindzey, 1993)

menjelaskan bahwa dalam teori ini tingkah laku manusia merupakan

hasil dari proses belajar dari lingkungan. Tingkah laku dalam hal ini

merupakan perilaku menolong tanpa pamrih disebabkan karena adanya

proses belajar melalui observasi terhadap model yang dilakukan oleh

orang lain dan diperkuat oleh konsekuensi positif yang diperoleh.

Page 215: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

195

Dijelaskan lebih lanjut bahwa individu mampu mempelajari cara

menolong karena adanya penguatan atau peneguhan dimana Skinner

(dalam Wade,C., & Tavris, C) juga menjelaskan bahwa reinforcement

positif (penguatan atau peneguhan) merupakan proses dimana

konsekuensi menyenangkan membuat sebuah respons perilaku untuk

dapat muncul kembali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan

hasil penelitian dan literatur yang mendukung openness to experience

memengaruhi altruisme relawan daerah bencana disebabkan karena

konstruksi dari hasil belajar dan pengalaman-pengalaman yang

diperoleh yang mematangan pengambilan keputusan dan pemecahan

masalah relawan yang dalam hal ini adalah membantu orang lain di

daerah bencana tanpa pamrih.

b. Conscientiousness Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada

Relawan Bencana

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat

diuraikan bahwa conscientiousness memiliki hasil yang signifikan dan

positif terhadap altruisme relawan bencana, sehingga dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi conscientiousness yang dimiliki maka semakin

tinggi pula altruisme pada relawan bencana, begitupun sebaliknya.

Besarnya pengaruh atau kontribusi dimensi conscientiousness

terhadap altruisme sebesar 8,3% sedangkan 91,7% lainnya dipengaruhi

oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Goldberg

(1981) menjelaskan bahwa conscientiousness merupakan salah satu

Page 216: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

196

dari lima dimensi yang ada dalam big five personality yang menekankan

perilaku individu yang berorientasi pada tugas-tugas, tujuan dan kontrol

sosial yang dimana apabila individu memiliki conscientiousness tinggi

maka akan cenderung bekerja keras, bertanggung jawab, tekun, dan

senang apabila telah menyelesaikan berbagai hal. Sebaliknya, apabila

individu conscientiousness rendah maka akan kurang perhatian. Oleh

karena itu, conscientiousness memiliki pengaruh terhadap altruisme

karena individu dengan kecenderungan conscientiousness biasanya

pekerja keras dan bertanggung jawab terhadap tugas maupun hal-hal

yang dialami oleh orang lain.

Dengan demikian, hasil penelitian yang diperoleh disebabkan

karena dinamika altruisme yang dilalui seseorang berbeda-beda

misalkan saja dalam penelitian yang dikemukakan oleh Purwanto, A.S

(2012) bahwa situasi dan kondisi mengantarkan seseorang ke dalam

suatu reaksi emosi dan distress diri yang dimana hal tersebut melibatkan

kepribadian yang memengaruhinya. Seperti yang diketahui bahwa

kepribadian selalu mengacu pada pola pemikiran, emosi dan perilaku

sehingga dengan demikian kepribadian conscientiousness sering

dikaitkan dengan besarnya rasa tanggung jawab dalam diri seseorang,

mampu bersikap kooperatif dan mampu bekerja sama sehingga hal

tersebut mampu menghantarkan relawan pada pola kepribadian yang

akurat sehingga dan menghasilkan keputusan yang kuat serta tindakan

yang tepat dalam penanganan cepat tanggap relawan pada saat

Page 217: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

197

menghadapi situasi bencana. Dari hal tersebut, relawan mampu

menerima ganjaran positif dimana seperti hasil wawancara yang

diperoleh bahwa ganjaran menolong korban bencana salah satunya

adalah adanya pengalaman dan perasaan puas yang diperoleh yang

menyebabkan perilaku menolong pada relawan dapat berulang dan

pada akhirnya meningkatkan altruisme. Hal inilah yang menyebabkan

apabila conscientiousness tinggi maka altruisme relawan juga akan

meningkat, karena adanya proses pengambilan keputusan yang kuat

dan akurat dalam upaya cepat tanggap relawan dalam bertindak dengan

tepat menolong orang lain. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sweikert, R., dkk (2014) mengenai

Conscientiousness Moderates The Influence Of A Help-Eliciting Prime

On Prososial Behavior yang menemukan bahwa Conscientiousness

mampu menjadi moderator dalam memengaruhi pikiran-pikiran yang

dapat menimbulkan perilaku menolong. Hal ini disebabkan karena

individu yang memiliki conscientiousness tinggi merupakan individu yang

dapat menepati janji, suka membantu dan memiliki rasa tanggung jawab

yang kuat sehingga memunculkan kecenderungan untuk membantu

orang lain dengan mengorbankan dirinya. Hal ini memiliki

berkesinambungan antara aspek altruisme mengenai situasional dimana

individu merasa memiliki peran untuk membantu orang lain disekitarnya.

Temuan ini apabila ditinjau berdasarkan temuan hasil demografi

juga menunjukkan hal yang sejalan dengan hasil penelitian yang

Page 218: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

198

diperoleh, dimana pada temuan ini diketahui laki-laki memiliki

conscientiousness lebih tinggi daripada perempuan. Temuan ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan Swargini & Puspita, D.P (2012)

yang menemukan bahwa laki-laki dengan kecenderungan

conscientiousness tinggi maka akan lebih mampu bertanggung jawab

mengenai tugas-tugas yang mengacu pada adrenalin dan tugas-tugas

heroik. Sedangkan perempuan lebih dominan pada tugas pengasuhan

dan perawatan. Seperti yang diketahui bahwa menolong di daerah

bencana merupakan hal yang berisiko yang dapat memicu adrenalin

relawan untuk menolong sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil yang diperoleh.

Apabila hasil penelitian ini juga ditinjau berdasarkan demografi

umur maka juga ditemukan bahwa semakin bertambah usia maka

kecenderungan conscientiousnes juga akan semakin tinggi begitupun

dengan demografi usia yang ditemukan berdasarkan variabel altruisme

dimana ditemukan bahwa semakin bertambah usia dan semakin sering

menjadi relawan maka altruisme relawan bencana juga semakin tinggi.

Hal ini dikarenakan pada teori perkembangan kognitif pada usia dewasa

awal hingga dewasa akhir dinilai telah mampu berpikir formal yang

melibatkan kombinasi antara logika, emosi dan pengalaman untuk

menyelesaikan suatu masalah. Dengan demikian, relawan yang dalam

penelitian ini terdiri dari usia 18 hingga 65 tahun secara teoritis

mengenai perkembangan kognitif dianggap telah memiliki rasa tanggung

Page 219: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

199

jawab dan mampu mengambil keputusan dalam mengambil langkah

untuk menolong orang lain, (Jahja, 2011). Lacey (dalam Widyarini, 2009)

juga menjelaskan bahwa membangun pola pikir dan rasa tanggung

jawab terhadap apa yang dialami orang lain dapat memberikan potensi

yang jauh lebih luhur dalam menolong orang lain, karena aspek

situasional mampu menyebabkan individu dapat melihat penderitaan

yang dialami oleh orang lain. conscientiousness yang signifikan terhadap

altruisme ini juga sejalan dengan teori social responsibility norm yang

diungkapkan oleh Baron, Byrne & Branscombe (2006) dimana individu

merasa bertanggung jawab untuk menolong orang lain yang

membutuhkan dan mengerahkan segala upaya terbaik yang dimilikinya.

Hal ini dapat disebut dengan social responsibility norm atau tanggung

jawab sosial. Seperti yang diketahui bahwa kepribadian

conscientiousness juga meliputi rasa tanggung jawab terhadap apa yang

dialami sehingga menyebabkan adanya kesesuaian kepribadian

conscientiousness terhadap altruisme karena relawan bencana merasa

memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kondisi yang dialami oleh

orang lain sehingga berangkat dari perasaan tersebut relawan dapat

membantu orang lain.

c. Extraversion Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan

Bencana

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka diperoleh

hasil yang signifikan dan positif pada penelitian ini, sehingga dapat

Page 220: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

200

disimpulkan bahwa dimensi extraversion dapat memengaruhi altruisme

pada relawan bencana yang dimana semakin tinggi extraversion relawan

maka semakin tinggi pula altruisme pada relawan daerah bencana.

Adapun kontribusi dimensi Extraversion terhadap altruisme sebesar

4,1%. Pengaruh ini didasari pada dinamika pembentukan altruisme pada

relawan yang dimana melibatkan reaksi emosi yang mengakibatkan

distress diri sehingga memerlukan pengambilan keputusan untuk segera

bertindak dalam menangani situasi bencana. Proses tersebut melibatkan

faktor kepribadian, salah satunya adalah kepribadian ekstraversion.

Goldberg (1981) menjelaskan bahwa extraversion merupakan suatu

kemampuan individu berperilaku dalam suatu kelompok yang dimana

apabila relawan memiliki extraversion yang tinggi maka akan

mengarahkan individu menjadi ramah, hangat, mudah bergaul dan

bersahabat dengan lingkungan. Pun sebaliknya, apabila extraversion

yang dimiliki seseorang rendah maka akan menyebabkan individu

cenderung menampilkan perilaku yang tidak ramah, menyukai

kesendirian dan pemalu, (Goldberg, 1981).

Penelitian Ariffin (2005) mendukung hasil yang ditemukan bahwa

individu yang memiliki altruisme tinggi akan memberikan respon positif

feeling berupa kasih sayang, empati dan memiliki motivasi menolong

orang lain. Sedangkan individu yang memiliki altruisme rendah

cenderung hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Berdasarkan

hal tersebut maka dapat diketahui bahwa relawan yang memiliki

Page 221: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

201

kecenderungan Extraversion tinggi juga akan memiliki altruisme yang

tinggi, hal ini disebabkan karena orang yang memiliki extraversion tinggi

memiliki emosi positif seperti percaya diri, bersikap optimis, rasional dan

mampu mengatasi masalah dalam pengambilan keputusan. Sehingga

apabila diperhadapkan pada situasi dan kondisi bencana, relawan

dengan kecenderungan extraversion mudah untuk mempertimbangkan

dan mengambil keputusan secara matang untuk menolong orang lain.

Hal tersebutlah yang dapat mencerminkan indikator-indikator dalam

altruisme yakni menolong tanpa pamrih. Sedangkan apabila relawan

memiliki kecenderungan extraversion rendah maka altruismenya juga

rendah. Hal ini disebabkan karena individu dengan kecenderungan ini

akan mudah tertekan dan tertutup, (Goldberg, 1981) sehingga sulit

membuat keputusan dalam bertindak utamanya dalam menolong orang

lain karena reaksi emosi dan distress diri yang tidak mampu untuk

diungkapkan, (Bekker, Van & Dollard, 2002). Hal ini juga sejalan dengan

penelitian Carlo dkk (2005) mengenai The interplay of traits and motives

on volunteering : agreeableness, extraversion and prososial value

motivation yang melakukan penelitian terhadap 796 relawan di Lincoln

menemukan bahwa tipe kepribadian extraversion signifikan terhadap

nilai prososial dimana motivasi individu didorong oleh orang lain untuk

terlibat dalam tindakan membantu orang lain dan memiliki motivasi

dalam menanggapi kebutuhan orang lain.

Page 222: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

202

Extraversion memengaruhi altruisme secara signifikan juga

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahini, R (2016)

mengenai pengaruh tipe kepribadian dengan perilaku prososial pada 159

remaja di Malang yang dimana pada penelitian tersebut menemukan

bahwa semakin tinggi extraversion yang dimiliki seseorang maka

semakin tinggi pula perilaku prososialnya, dengan kontribusi sebesar

13,3 dan juga didukung penelitian lain yang dilakukan oleh Hadori, M

(2014) mengenai perilaku prososial terhadap telaah konseptual

mengenai altruisme dalam perspektif psikologi dimana ditemukan bahwa

perilaku altruisme merupakan konstruk dari prososial sehingga kedua

penelitian tersebut saling mendukung hasil penelitian yang telah

didapatkan dimana extraversion memengaruhi altruisme secara

signifikan karena apabila extraversion tinggi maka prososial juga tinggi

hal itu disebabkan karena individu dengan kecenderungan extraversion

akan mudah bersahabat dengan dirinya maupun dengan lingkungannya

sehingga individu memiliki prososial yang tinggi karena adanya perilaku

altruisme.

Hasil penelitian yang ditemukan juga sejalan dengan hasil demografi

yang didapatkan dimana terdapat perbedaan tingkat altruisme pada laki-

laki dan perempuan berdasarkan kecenderungan kepribadian

extraversion dimana ditemukan bahwa perempuan cenderung lebih

tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Amini &

Saripa (2016) yang menemukan bahwa pelajar perempuan lebih mampu

Page 223: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

203

menunjukkan perilaku menolong daripada laki-laki.Hal ini dikarenakan

perempuan cenderung memiliki perasaan peka, suka berbagi dan

memiliki kebersamaan yang tinggi daripada laki-laki. Hal ini juga sejalan

dengan teori perkembangan kognitif dimana Miller (dalam Santrock,

2012) yang menemukan bahwa wanita sepanjang hidupnya mampu

berpartisipasi aktif dalam mengembangkan dan menolong orang lain

daripada laki-laki. Hasil analisis yang ditemukan juga memiliki

keterkaitan dengan teori pertukaran sosial dalam penerapannya

terhadap orang lain. West & Turner (2008) menjelaskan bahwa salah

satu dampak yang diterima dari adanya pertukaran sosial yang dilakukan

oleh seseorang terhadap orang lain adalah adanya timbal balik yang

diperoleh berupa pertemanan, cinta dan perasaan bahagia. Hal ini

sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh bahwa relawan yang

menolong korban bencana cenderung merasakan perasaan puas karena

merasa memiliki kemampuan untuk menolong orang lain. Selain itu,

relawan juga mengatakan bahwa ketika dirinya mengalami kesulitan

maka ada saja yang menolongnya dari sesama relawan.

d. Agreeableness Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan

Bencana

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka

diperoleh hasil yang signifikan dan negatif pada penelitian ini, sehingga

dapat diketahui bahwa dimensi agreeableness dapat memengaruhi

altruisme pada relawan bencana. Dimana semakin tinggi agreeableness

Page 224: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

204

maka semakin rendah altruisme relawan bencana, begitupun sebaliknya.

Adapun kontribusi dimensi agreeableness terhadap altruisme sebesar

8,4%. agreeableness merupakan kualitas orientasi personal yang

dimiliki seseorang terhadap orang lain Berdasarkan rasa kasih yang

dimiliki sampai dengan bagaimana seseorang menunjukkan sikap tidak

menyenangkan pada orang lain baik melalui pikiran maupun tindakan

yang dilakukan, Apabila seseorang dengan agreeableness yang tinggi

maka individu akan cenderung mudah untuk memaafkan, suka untuk

membantu orang lain dan penyayang. Pun sebaliknya, apabila

seseorang memiliki agreeableness yang rendah maka individu akan

cenderung lebih agresif dalam bertindak,(Goldberg,1981).

Hasil yang diperoleh diprediksi karena dinamika perilaku altruisme

dan kepribadian relawan yang dimana apabila relawan memiliki

kecenderungan agreeableness tinggi maka akan cenderung menerima

semua informasi-informasi terkait medan bencana termasuk informasi-

informasi yang bersifat negatif seperti situasi kehilangan keluarga, harta

benda dan ketidak berdardayaan korban yang dapat menyebabkan

relawan mengalami distress diri berupa cemas, ragu-ragu dalam

menolong bahkan perasaan takut mendapatkan dampak dari bencana.

Informasi-informasi demikian yang menyebabkan pengambilan

keputusan yang tidak efektif sehingga tindakan menolong orang lain

yang dilakukan memperoleh ganjaran yang dirasa tidak maksimal

sehingga nilai-nilai altruisme menjadi berkurang. Adapun hasil penelitian

Page 225: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

205

yang diperoleh dimana semakin tinggi tingkat agreeableness seseorang

maka semakin rendah perilaku altruisme pada relawan daerah bencana

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami, S.A., &

Novika (2018) mengenai tipe kepribadian berdasarkan big five

personality dimana ditemukan bahwa tipe kepribadian agreeableness

yang tinggi cenderung mudah percaya dan menerima semua informasi

sehingga mudah mengalami kebimbangan karir. Hal ini juga sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adiyono, Purnomo, R., &

Adawiyah, W.R (2017) bahwa agreeableness berpengaruh negatif

terhadap kesuksesan karir begitupun dengan penelitian yang dilakukan

oleh Seibert & Kraimer (2001) yang juga menemukan Agreeableness

berpengaruh negatif terhadap kepuasan karir, hal ini dikarenakan

individu dengan agreeableness tinggi cenderung relatif memperoleh

kepuasan karir yang rendah karena karakteristik yang melekat pada

individu yang cenderung patuh atau penurut, menerima, mengalah dan

menghindari konflik

Adapun hasil temuan demografi mengenai jenis kelamin yang juga

diprediksi turut memengaruhi tingkat altruisme pada relawan yakni

bahwa laki-laki lebih tinggi tingkat agreeableness daripada perempuan,

hasil ini didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Susanto,

E.M., & Liang D. Myang (2012) yang mendapati bahwa perempuan lebih

berorientasi pada hubungan sosial dan mudah memaafkan daripada laki-

laki dalam suatu bidang pekerjaan. Hal ini apabila ditinjau lebih lanjut

Page 226: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

206

maka akan memberikan dampak negatif dalam bidang pekerjaan karena

orang lain akan kurang berhati-hati dan menyepelekan suatu kesalahan

karena kata maaf mudah didapatkan dan orang lain akan menjadi

semena-mena dalam bertindak dan menjauhkannya dari perilaku altruis.

Sedangkan apabila ditinjau dari etnis budaya Makassar yang menganut

ideology “Sipakatau” yang dimaknai bahwa seseorang dikelilingi oleh

orang lain baik status sosialnya tinggi atau rendah tetap harus

menunjukan rasa hormat. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yusuf A.M (2017) mengenai hegemoni

budaya dalam praktik politik dan kekuasaan di Belawa yang

mengemukakan bahwa etnis Bugis menampilkan tindakan-tindakan yang

apabila dilihat sepintas seperti getaran emosional yang kecil namun bisa

menjadi sebuah ledakan emosi yang besar. Dari hal tersebut maka

dapat diketahui bahwa meskipun etnis suku Makassar saling

menghormati satu sama lain, namun sangat sensitif dalam menanggapi

segala sesuatu termasuk dalam hal menolong sehingga terkadang

semakin tinggi rasa hormat seseorang maka kepatuhannya juga akan

meningkat sehingga mengakibatkan individu mudah menuruti ajakan

yang bersifat negatif, seperti mematuhi idiom yang mengatakan bahwa

menolong hanya akan membuat individu bermasalah karena telah ikut

campur dalam permasalahan orang lain.

Page 227: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

207

e. Neuroticism Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan

Bencana

Berdasarkan hasil analisis terhadap dimensi neuroticism yang telah

dilakukan maka didapatkan hasil yang tidak signifikan Neuroticism

terhadap altruisme relawan bencana karena nilai signifikan pada taraf

signifikansi 5% ( 0.287 > 0.05) dan nilai R Square yang diperoleh

sebesar 0.04. Hasil tersebut menunjukkan bahwa neuroticism tidak

memiliki pengaruh terhadap altruisme sehingga hipotesis yang

menyatakan bahwa terdapat pengaruh neuroticism terhadap perilaku

altruisme relawan ditolak dengan kata lain neuroticism tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap altruisme relawan bencana.

Goldberg (1981) menjelaskan bahwa neuroticism sering dikaitkan

dengan kestabilan emosi dimana apabila neuroticism yang dimiliki

seseorang tinggi maka individu akan mudah merasa tersinggung, panic,

cemas atau sedih berlebihan. Sedangkan, individu yang memiliki

neuroticism rendah akan cenderung berperilaku kasar, cemas dan

mudah depresi berlebihan. neuroticism tidak memiliki pengaruh

terhadap altruisme relawan bencana disebabkan karena apabila reaksi

emosi neuroticism terlalu tinggi maka akan menyebabkan distress

berupa mudah merasa tersinggung, panic, cemas atau sedih berlebihan

dan apabila reaksi emosi terhadap situasi bencana memiliki

kecenderungan neuroticism yang rendah maka dapat menyebabkan

distress berupa kasar, cemas dan mudah depresi berlebihan hal inilah

Page 228: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

208

yang menyebabkan relawan ketika mengambil suatu keputusan menjadi

tidak stabil dalam bertindak menolong orang lain di medan bencana,

(Goldberg, 1981). Tinggi dan rendahnya kecenderungan altruisme tetap

tidak mencerminkan sifat altruisme karena penjelasan di atas merupakan

emosi negatif. Namun, perlu diketahui bahwa Feist & Feist (1990)

mengemukakan bahwa individu dengan neuroticism sangat tinggi

maupun sangat rendah bukan berarti tidak pernah menolong hanya saja

perlu diketahui bahwa menolong itu terdapat dua motif yakni altruisme

dan egois. Hal tersebutlah yang membuktikan bahwa meskipun orang

yang dengan kecenderungan neuroticism tinggi atau rendah itu

menolong namun motif atau dorongan untuk menolong berbeda dengan

motif individu yang altruis, sehingga menyebabkan neuroticism tidak

berpengaruh altruisme pada relawan bencana.

Hasil temuan yang diperoleh juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Magalhaes, E., Costa, M.J., & Costa, P (2012) yang

menemukan bahwa tidak terdapat asosiasi antara neuroticism dan

empati karena pada individu yang memiliki kecenderungan neuroticism

sering dikaitkan dengan sifat-sifat kecemasan , ketidakamanan dalam

hubungan dan kesulitan terhubung dengan dunia luar. Sedangkan pada

penelitian Hapsari (2016) mengenai empati terhadap motivasi kerja pada

81 guru di Jakarta menemukan bahwa individu yang memiliki rasa

empati yang tinggi akan mampu berperilaku altruisme dalam

kesehariannya karena individu mampu merasakan keadaan orang lain.

Page 229: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

209

Hasil dari kedua penelitian tersebut dapat diketahui bahwa prediksi

neuroticism tidak signifikan terhadap altruisme disebabkan karena

individu tidak mampu untuk terhubung dengan dunia luar sedangkan

untuk memupuk altruisme individu diharapkan mampu merasakan

keadaan orang lain melalui perasaan empati.

Hasil penelitian yang didapatkan juga senada dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nugrahini, R (2016) mengenai pengaruh

tipe kepribadian dengan perilaku prososial pada 159 remaja di Malang,

yang menemukan bahwa individu dengan tipe kepribadian neuroticism

menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap perilaku prososial

dikarenakan trait pada neuroticism menyebabkan individu cenderung

menarik diri dan enggan berbagi dengan orang lain. Sementara pada

penelitian Hadori, M (2014) mengenai perilaku prososial terhadap telaah

konseptual mengenai altruisme dalam perspektif psikologi menemukan

bahwa tindakan altruistic merupakan salah satu bentuk konkret dari

prososial sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa apabila

seseorang berkepribadian neuroticism maka individu akan kesulitan

berbagi kepada orang lain dan juga akan kesulitan mengaktualisasikan

perilaku altruistic yang dimana perilaku altruistic sendiri merupakan

bentuk konkret dari prososial.

Berdasarkan temuan demografi mengenai etnis suku Makassar

terkait dengan kecenderungan neuroticism juga sejalan dengan temuan

penelitian Warda (2010) mengenai representasi identitas budaya

Page 230: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

210

Makassar dalam pemberitaan situs panyingkul Makassar dimana

menemukan hasil bahwa suku etnis Makassar seringkali dipersepsikan

sebagai orang yang emosional, kasar dan cepat marah atau lebih

dikenal dengan idiom “Pa’bambangan Na Tolo”. Hal tersebut

menggambarkan kesensitifan beberapa individu dari suku etnis

Makassar dalam menanggapi suatu hal yang dimana hal tersebut

sejalan dengan trait neuroticism yang dimana menjelaskan mengenai

kestabilan emosi negatif sehingga sifat-sifat seperti ini sulit

menggambarkan perilaku altruisme. Sedangkan apabila ditinjau dari

temuan hasil demografi terkait usia maka ditemukan bahwa rentan umur

21-25 memiliki kecenderungan neuroticism yang tinggi. Hal ini apabila

ditinjau dari teori perkembangan kognitif menjelaskan bahwa, pada

tahap ini individu sudah mulai mampu menemukan kebervariasian

pemecahan masalah dan bentuk pengambilan keputusan yang beragam,

bahkan mampu menentukan cara bersikap dalam kelompoknya dalam

hal ini suku Makassar, entah individu bersikap baik maupun memilih

untuk bersikap kasar dalam menanggapi segala sesuatu untuk diterima

dalam suatu kelompok. Apabila seluruh temuan ini dikaitkan dengan

dengan kepribadian neuroticism terhadap perilaku menolong maka dapat

ditarik sebuah kesimpulan bahwa hal yang menyebabkan neuroticism

tidak berpengaruh terhadap altruisme karena salah satu dinamika

perilaku altruisme melibatkan adanya pengambilan keputusan yang

dimana individu dengan kecenderungan Neuroticism tinggi atau rendah

Page 231: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

211

akan mengambil keputusan dalam keadaan cemas, gugup kasar atau

adanya motif lain yang memengaruhi keadaan individu dalam menolong

orang lain ketika situasi bencana. Sehingga dengan demikian hal

tersebutlah yang menyebabkan Neuroticism tidak berpengaruh terhadap

perilaku altruisme pada relawan daerah bencana.

b. Limitasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan

yang dirasakan peneliti. Adapun keterbatasan-keterbatasan yang dimaksudkan

dalam penelitian ini yaitu persebaran data demografi yang diperoleh tidak

merata, seperti data laki-laki dan perempuan tidak seimbang karena jumlah data

laki-laki yang diperoleh jauh lebih banyak daripada jumlah data perempuan

sehingga diprediksi menyebabkan hasil analisis data menjadi berpengaruh.

Kebanyakan dalam penelitian ini menggunakan sampel relawan laki-laki

sehingga nampaknya pada penelitian ini lebih menggambarkan big five

personality terhadap altruisme relawan laki-laki sehingga diperlukan elaborasi

lebih lanjut terhadap relawan perempuan.

Page 232: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

212

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa skor

altruisme pada relawan daerah bencana berada dalam kategori sedang. Hasil

analisis juga disimpulkan bahwa:

1. Big Five Personality mampu menjadi prediktor terhadap perilaku altruisme

pada relawan daerah bencana dengan kontribusi sebesar 22,6%

2. Openness To Experience dapat menjadi prediktor dan berkontribusi secara

positif terhadap perilaku altruisme pada relawan bencana dengan kontribusi

sebesar 1,5% dimana semakin tinggi openness to experience maka semakin

tinggi pula altruisme pada relawan bencana.

3. Conscientiousness mampu menjadi prediktor dan berkontribusi secara positif

terhadap perilaku altruisme pada relawan bencana dengan kontribusi

sebesar 8,3%, dimana semakin tinggi conscientiousness maka semakin

tinggi pula altruisme pada relawan bencana.

4. Extraversion mampu menjadi prediktor dan berkontribusi secara positif

terhadap perilaku altruisme pada relawan bencana dengan kontribusi

sebesar 4,1% dimana semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pula

altruisme pada relawan daerah bencana.

5. Agreeableness mampu menjadi prediktor dan berkontribusi secara negatif

terhadap perilaku altruisme pada relawan bencana dengan kontribusi

213

Page 233: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

213

sebesar 8,4%, sehingga semakin tinggi agreeableness maka semakin

rendah altruisme pada relawan daerah bencana.

6. Neuroticism tidak mampu menjadi prediktor terhadap perilaku altruisme

pada relawan daerah bencana

B. Saran

Temuan dari penelitian ini yakni big five personality dapat memprediksi

altruisme pada relawan daerah bencana, dimana openness to experience,

conscientiousness, extraversion berpengaruh positif terhadap altruisme.

agreeableness berpengaruh negatif terhadap altruisme, sedangkan neuroticism

tidak berpengaruh terhadap altruisme. Lalu berdasarkan temuan tersebut

peneliti menyarankan beberapa hal, yakni:

1. Bagi Relawan Daerah bencana

a. Adanya perbedaan tipologi kepribadian yang memengaruhi altruisme

relawan hendaknya di sikapi dengan kemampuan untuk saling

menyesuaikan satu sama lain sesama relawan daerah bencana. Agar

para relawan dengan tipe kepribadian yang berbeda tersebut, dapat

saling bekerjasama dalam melakukan aksi kemanusiaan di daerah

bencana.

b. Adanya perbedaan kepribadian masing-masing relawan yang ditemukan

dalam hasil penelitian ini yang dapat memicu perbedaan pendapat,

pikiran, perasaan dan tindakan maka disarankan kepada relawan untuk

saling menoleransi perbedaan tersebut agar mampu meminimanisir

Page 234: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

214

segala bentuk konflik yang dapat terjadi ketika membantu dalam daerah

bencana.

2. Bagi Organisasi Relawan

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi kelompok

organisasi yang menaungi relawan apabila hendak melakukan

perekrutan relawan yang berjiwa altruisme, disarankan untuk

mempertimbangkan tipe-tipe kepribadian dalam tipologi kepribadian big

five yang mampu memengaruhi perilaku altruisme relawan. Dalam hal ini

sekiranya organisasi relawan lebih mempertimbangkan relawan dengan

kecenderungan kepribadian openness to experience, conscientiousness,

extraversion dan agreeableness.

b. Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa adanya keberagaman

kepribadiaan relawan yang altruis. Oleh karena itu, disarankan kepada

organisasi relawan yang menaungi beberapa relawan untuk

mengelompokkan relawan berdasarkan kepribadiannya sehingga dapat

melakukan pengelolaan relawan untuk mengoptimalkan fungsi dan

tugas relawan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

3. Bagi Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa medan bencana tidak

terlepas dari adanya masyarakat yang ikut terdampak atau terlibat apabila

terjadi bencana, sehingga dalam hal ini relawan pun akan bersentuhan

langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu disarankan agar masyarakat

dapat memberikan dukungan kepada relawan yang terlibat dalam medan

Page 235: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

215

bencana baik dukungan moril maupun materil, agar relawan dapat

berkontribusi maksimal menjalankan fungsi kerelawanannya sesuai dengan

karakter tipe kepribadiannya masing-masing.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Adapun saran untuk peneliti yang memiliki ketertarikan untuk meneliti hal

ini lebih lanjut yaitu:

a. Dalam penelitian ini, peneliti lebih cenderung menggunakan relawan laki-

laki lebih dominan daripada relawan perempuan. Oleh karena itu, peneliti

selanjutnya diharapkan dapat mengelaborasi kedua jenis kelamin

tersebut agar jumlah keduanya bisa relatif seimbang atau melakukan

penelitian lebih lanjut terhadap relawan perempuan.

b. Penelitian ini hanya dilakukan dalam ruang lingkup daerah Sulawesi

Selatan. Untuk dapat melihat bagaimana big five personality

memengaruhi altruisme relawan pada daerah lain tidak diteliti lebih lanjut

dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat

melakukan penelitian ini pada wilayah selain daripada daerah Sulawesi

Selatan.

c. Penelitian ini mengenai altruisme yang dikaitkan dengan tipe kepribadian

big five personality. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengelaborasi

lebih jauh mengenai altruisme dengan mengaitkannya pada variabel

selain big five personality.

Page 236: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

216

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., & Sutanto, T. E. (2015). Statistika Tanpa Stres. Jakarta: Trans Media

Pustaka. Ahmad, J. (2018). Altruistik Tanggung Jawab Sosial Koorporate Dalam Organisasi.

Malaysia: Penerbit VSM Akhzalini, H.A. (2016). Kontribusi Agreeableness Dan Empati Bagi Sikap Prososial.

Psychology Forum UMM. 19 (20), 176-182.

Arifin, B. S. (2015). Psikologi Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia.

Azwar, S. (2015). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2016). Konstruksi Tes Kemampuan Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A., & Byrne, D. R. (2004). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta:

Erlangga.

Baron, Robert, A., & Byrne. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Baroroh, A. (2008). Trik-Trik Analisis Statistik Dengan SPSS 15. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

BBC, N. (2019, Desember). BBC News Indonesia. Retrieved Januari 2020, from Tsunami Aceh, 15 Tahun Kemudian: Saya Yakin Putra Saya Masih Hidup dan Usianya Sekarang 21 Tahun".

Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Bir. (2018, 3 11). Satu Penyelam Penyelamat Lion Air JT-610 Meninggal Dunia . Dipetik 4 2020, 23, dari CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181103111015-20-343684/satu-penyelam-penyelamat-lion-air-jt-610-meninggal-dunia

BNPB. (2014). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Indonesia.

BNPB. (2017). http://bnpb.cloud/dibi/tabel1b. Retrieved Oktober 31, 2019, from Badan Penanggulangan Bencana.

BNPB. (2019). Rencana Strategis Tahun 2018-2023 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

216

Page 237: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

217

Caprara, G.V., Eisenberg, N., & Alessandri, G (2011). Prososiality: The Contribution Of Traits, Values And Self- Efficacy. Journal of Personality And Sosial Psychology. 15(6), 1289-1303.

Carlo, G., Okun M.A., George, K., & Guzman, M.R. (2005). The Interplay of traits

and motives on volunteering : agreeableness, extraversion and prososial value motivation. University Of Nebraka, 38(2), 1294-1305.

Claudia, L., & Prasetiyo, W. (2018, Februari). Kumparan. Retrieved January 2020, from 5 Banjir Bandang Terparah yang Terjadi di Indonesia.

Daftar Relawan. (2019). Dipetik Februari 23, 2020, dari Indorelawan: indorelawan.org

Damanik, C. (2018). Kompas.com. Retrieved Januari 06, 2020, from Afni, Relawan yang Meninggal Sehari-hari Bertugas Antar Air Bersih ke Korban Gempa Lombok.

Dariyo, A. (2005). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.

Dayakinsi, Tri, & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Dewanti, D. A. (2019). Studi Deskriptif Tentang Perilaku Altruisme Berdasarkan Tipe Kepribadian Pada Peserta Didik Smp Negeri 2 Berbah. Jurnal Lumbung Pustaka , 2 (1), 20-34.

Dewi, D. S., & Mujiati, N. W. (2015). Pengaruh The Big Five Personality Personality Dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan di Karma Jimbaran Villa. E-Jurnal Manajemen , 4 (4), 1028-1046.

Dewi, S. R., & Hidayati, F. (2015). Self-Compassion Dan Altruisme Pada Perawat Rawat Inap RSUD Kota Salatiga. Jurnal Empati , 4 (1), 168-172.

Don. (2019, Februari 23). Sindo News. Retrieved Januari 06, 2020, from Ini Yang Dilakukan Organisasi dan Komunitas Peduli Bencana.

Effendi, T. (2019, September 25). Setiap 40 Detik, Satu Orang Bunuh Diri. Retrieved Oktober 31, 2019, from Kompasiana.

Fajri, I. (2018). Statistika Untuk Penelitian Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Prenamedia Group.

Fakriyah, F., & Aulia, P. (2019). Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Altruisme Siswa Sma Yang Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Padang , 3 (11), 1-12.

Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories Of Personality. New York: McGraw-Hill.

223

Page 238: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

218

Fitria, F. (2019). Pengaruh Kecerdasan Emosi, Religiusitas dan Jenis Kelamin Terhadap Altruisme Pada Relawan Sosial Muda. Journal Psikologi UIN Syarif Hidayatullah , 1 (2), 1-13.

Fuad. (2020). Relawan Terkini. Dipetik Februari 23, 2020, dari Masyarakat Relawan Indonesia: Relawan.id

Greaves, H., & Pummer, T. (2019). Effective Altruisme: Philosophical Issues. United Kingdom: Oxford University Press.

Gula, R. M. (2009). Etika Pastoral Dilengkapi dengan Kode Etik. In R. M. Gula, Altruisme (W. Chang, Trans., p. 84). Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Gunarsah, S., & Gunarsah, Y. S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hadori, M. (2014). Perilaku Prososial; Telaah Konseptual Tentang Altruisme Dalam

Perspektif Psikologi. Jurnal Pengembangan Pemikiran dan Kebudayaan, 8(1), 7-18.

Harjo, I. L. (2018). Perbedaan Altruisme Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Relawan

di Sanggar Alang-Alang Surabaya. Jurnal Penelitian Psikologi , 5 (2), 1-17.

Heryanto, G. (2019). Literasi Politik: Dinamika Konsolidasi Demokrasi Indonesia Pasca Reformasi. Yogyakarta: IRCiSoD.

Ilham, R. M., & Mubarak, A. (2018). Kontribusi Trait Kepribadian Big Five Personality Personality Terhadap Resiliensi Pada Atlet Tuna Daksa Non Bawaan di NPCI kota Bandung. Prosiding Psikologi , 4 (1), 117-132.

Isjoni, S., & Natuna, D. (2019). Kontribusi Altruisme Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Guru SMA Kecamatan Rokan Hilir. Jurnal Pendidikan , 2 (2), 122-127.

Istiawan. (14, 3 7). Dua Relawan Kelud di Ngantang Meninggal saat Bertugas. Dipetik 4 23, 2020, dari Okezone.com: https://news.okezone.com/read/2014/03/07/520/951535/dua-relawan-kelud-di-ngantang-meninggal-saat-bertugas

Iswara, A. J. (2019 , Januari 05). Jumlah Relawan Indonesia Tertinggi di Dunia. Dipetik Februari 2, 2020, dari Good News From Indonesia: Goodnewsfromindonesia.id

Ivancevich, J. M., Konopaske, R., & Matteson, M. (2016). Perilaku Dan Manajemen Organisasi, Edisi 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Page 239: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

219

Joshua, D. P., & Nursetiawati, S. (2019). Socioeconomic Status And Family Environment in Adolescent Altruistic Behavior South Jakarta. Jurnal Magister Psikologi , 11 (1), 1-11.

Karaag, J. F. (2009). Berbagi Nyawa. Banjar: Pustaka Marwa.

Laila, K. N., & Asmarany, A. I. (2015). Altruisme Pada Relawan Perempuan Yang Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Jalanan Bina Insan. Jurnal Psikologi, 8 (1), 1-7.

Leephaijaroen. (2015). Effect of the Big-Five Personality Traits and Organizational Commitments on Organizational Citizenship Behavior of Support Staff at Ubon Ratchathani Rajabhat University, Thailand. Kasetsart Journal of Sosial Sciences , 1 (8), 1-9.

Magalhaes, E., Costa, M.J., & Costa, P. (2012). Empathy Of Medical Students And

Personality: Evidence From The Five-Factor.University Of Minho,1 (8), 1-6.

Martawijaya, A. (2016). Model Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Makassar:

Masagena.

Mesa, N. M., Aspin, & Rudin, A. (2020). Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Perilaku Altruisme Siswa. Jurnal Bening , 4 (1), 36-44.

Misbach, I. H. (2010). Dahsyatnya Sidik Jari: Menguak Bakat & Potensi Untuk Merancang Masa Depan Melalui Fingerprint Analysis. Jakarta: Visi Media.

Morison. (2020, 04 10). 161 Tenaga Medis di DKI Positif Covid-19, 2 Orang Meninggal. Dipetik 03 17, 2020, dari Kompas.com: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/10/19365291/update-161-tenaga-medis-di-dki-positif-covid-19-2-orang-meninggal

Mubtadin, A. (2016). Pengaruh Pola Asuh Demokratis Terhadap Perilaku Altruisme Pada Prodi Keperawatan SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Kab. Malang. Jurnal Psikologi Malang , 1 (2), 120-138.

Murwani, S. (2019). Pengaruh Personal Value, Kompetensi Dan Altruisme Terhadap Peningkatan Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Kristen Mojowarno. Jurnal Pengembangan Sumber Daya Manusia Airlangga , 4 (2), 107-121.

Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Neli, U. S., & Sukmawati, I. (2019). Altruistic Behavior of Students in SMA N 1 Kampung Dalam Padang Pariaman Regency and The Implication in Guidance and Counseling. Jurnal Neo Konseling , 1 (4), 1-8.

Page 240: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

220

Novitasari, E. P. (2005). Pengaruh Big Five Personality Personality Terhadap Subjective Well-Being Pada Remaja Yang Menggunakan Twitter. Jurnal Psikologi , 4 (4), 1-23.

Nugrahini, R. (2016). Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality dengan Perilaku Prososial Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 1 (8), 1-14.

Nurdin, I., & Hartati, S. (2019). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media Sahabat Cendekia.

Nursanti, I., & Cakrangidinata. (2014). Studi Deskriptif Mengenai Altruisme Pada Mahasiswa Psikologi Universitas “ ” Bandung. Jurnal Psikologi Bandung , 3 (2), 129-135.

Perianto, J. (2015). Validitas Alat Ukur Psikologi: Aplikasi Praktis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Permadi, A. (2018, Februari 15). Tanjakan Emen: Mengapa Banyak Orang Hanya Menonton, Tidak Menolong Korban Kecelakaan. Retrieved Oktober 31, 2019, from BBC Indonesia.

Permatahati, I. S. (2016). Pengaruh Altruistic Behavior Terhadap Psychological Well Being Pada. Jurnal Psikologi Forum UMM , 19 (20), 586-591.

Pervin, A. L., Cervone, Daniel, & John, O. P. (2010). Psikologi Kepribadian: Teori dan Penelitian Edisi Keenam. Jakarta: Kencana.

Pevlin, L. (2005). Personality: Theory and Research. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Post, S. G., Underwood, L., Schloss, J. P., & Hurlbut, W. B. (2002). Altruisme And Altruistic Love: Science, Philosophy, Religion In Dialogue. New York: Oxford

University Press.

Pujiyanti, A. (2019). Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme Pada Siswa Siswi Sma Negeri 1 Setu Bekasi. Jurnal Psikologi , 1 (4), 1-18.

Putri, J. D., & Mardhiyah, S. A. (2018). Peran Religiusitas Terhadap Altruisme Relawan Walhi Sumsel. Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember , 14 (2), 185-199.

Putri, J. D., & Mardhiyah, S. A. (2018). Peran Religiusitas Terhadap Altruisme Relawan Walhi Sumsel. Jurnal Insight Fakultas Psikologi, 14 (2), 186-199.

Ramadhani, Y. (2018, Oktober 09). Palu, Sigi dan Donggala Masih Butuh Banyak Relawan. Retrieved Oktober 31, 2019, from Tirta.Id.

Page 241: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

221

Reza, M. (2017). Perilaku Altruisme Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Berdasarkan Masa Studi. Jurnal Psikologi , 2 (4), 1-15.

Robbitha, R. A., & Herani, I. (2018). Peran Emosi Positif Dan Emosi Negatif Terhadap Altruisme Donor Organ Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Di Kota Malang. Jurnal Psikovidya , 22 (2), 126-134.

Salsabila, N.G (2017). Hubungan Antara Religiusitas Dan Altruisme Para Relawan

Dalam Gerakan Kelas Inspirasi. Pustakawan Satu Unissula, 23 (2), 1-14. Santrock, J.W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta:

Erlangga.

Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Sasmita, A., & Wibowo, U. B, (2019). Pengaruh Altruisme Terhadap Extra-Role Behavior Pada Taruna Siaga Bencana (Tagana) Di Kabupaten Banyumas. Jurnal Psycho Idea , 17 (3), 77-86.

Schroeder, D. A. (1995). The Psychology is Kelping And Altruisme Problems And Puzzles. USA: Mc Graw Hill.

Scott, N., & Jonathan. (2007). Altruisme. New York: Open University Press.

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1994). Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Setiawan, M. B., & Sugiarti, L. R. (2019). Altruisme Ditinjau Dari Empati Siswa SMK. Jurnal Psikologi Semarang , 2 (1), 39-49.

Soetjiningsih, C. H. (2012). Seri Psikologi Perkembangan Anak Sejak Pembuahan

Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Kencana

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam & Bencana Anthropogene. Yogyakarta:

Kanisius.

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam & Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius.

Sulawati, S. T. (2017). Perilaku Altruis Relawan Organisasi AbdA di Tinjau dari Tingkat EQ dan SQ. Jurnal Psikologi Integratif , 5 (2), 142-156.

Page 242: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

222

Suryani, & Hendryadi. (2016). Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Pada Penelitian Bidang Ekonomi dan Manajemen Islam. Jakarta: Prenada media Group.

Sutopo, Y., & Slamet, A. (2017). Statistika Inferensial. Yogyakarta: ANDI.

Sweikert, R., Dkk. (2014). Conscientiousness Moderates The Influence Of A Help-

Eliciting Prime On Prososial Behavior. Authors And Scientific Research Publishing Inc, 5 (2), 1954-1961.

Tama, I. P., & Hardiningtyas, D. (2017). Psikologi Industri: Dalam Perspektif Sistem Industri. Malang: UB Press.

Thalib, S. B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.

Jakarta, Kencana.

Umiati, M. (2019). A Descriptive Of Altruisme Of The Eight Student Of SMP Negeri 5 Banjarmasin. Jurnal Pelayanan Bimbingan Dan Konseling , 2 (2), 51-59.

Widianingrum, E. (2016). Hubungan Antara Religiusitas Dan Kepribadian Big Five Personality Dengan Altruisme Pada Relawan Lembaga Swadaya Masyarakat HIV & AIDS di Provinsi D.I Yogyakarta. Institutional Repository, 7 (2), 112-135.

Widyahastuti, R. (2016). Pengaruh Kepribadian (Big Five Personality Personality) Terhadap Multitasking. Jurnal Psikologi , 2 (1), 1-21.

Widyarini, N. (2009). Psikologi Populer: Kenali Perkembangan Diri. Jakarta: PT. Alex

Komputindo

Yandri, H., Fikri, M. K., & Juliawati, D. (2019). Penerapan Perilaku Altruistik Dalam Pelayanan Konseling Individu Oleh Guru Bimbingan Konseling Di Sekolah. Jurnal Ilmu Pendidikan , 15 (01), 53-64.

Zahra, S. A. (2015). Pengaruh Kematangan Emosi dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Makassar. Jurnal Psikologi , 2 (5), 15-26.

Zhao, L. (2012). Exploring Religiosity’s Effects On Altruistic Behaviour. Sosial Research Report, 1 (2), 1-14

Page 243: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

223

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 244: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

224

LAMPIRAN 1: CONTOH SKALA PENELITIAN

Page 245: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

225

1. Copy Writing

2. Pengantar Skala

Page 246: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

226

SKALA I

Page 247: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

227

SKALA II

Page 248: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

228

LAMPIRAN 2: CONTOH INPUT DATA

Page 249: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

229

Responden Jenis

Kelamin Usia

Asal Domisili

Suku Agama Pekerjaan Sejak Kapan Menjadi

Relawan? Berapa Kali Sebagai Relawan Bencana

1 1 2 2 5 2 1 2 2

2 1 3 2 2 1 2 3 3

3 1 2 2 5 1 1 2 1

4 2 1 1 1 1 1 1 1

5 2 2 1 1 2 3 2 1

6 1 3 1 1 1 4 2 1

7 1 3 2 2 1 1 1 2

8 2 1 1 5 2 1 1 1

9 2 2 2 2 1 1 2 1

10 2 2 1 5 1 1 2 1

11 1 4 2 2 1 4 5 2

12 2 2 2 2 1 4 2 2

13 1 4 2 5 1 4 3 2

14 2 2 2 5 1 1 3 1

15 1 1 2 2 1 1 2 1

16 2 2 2 2 1 1 2 1

17 2 1 2 2 1 1 1 1

18 2 1 2 2 1 1 1 1

19 1 1 2 2 2 1 1 1

20 1 1 2 1 1 1 1 1

21 1 2 2 2 1 1 2 2

22 1 2 2 2 1 4 2 1

23 1 4 1 1 1 3 4 2

Page 250: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

230

LAMPIRAN 3 HASIL UJI RELIABILITAS DAN UJI VALIDITAS

Page 251: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

231

Uji Reliabilitas 1. Altruisme

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.888 20

2. Big Five Personality

a. Extraversion Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.712 10

b. Agreeableness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.627 9

c. Conscientiousness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.726 9

d. Neuroticism

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.663 7

e. Openness To Experience

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.607 6

Page 252: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

232

Uji Validitas Logis Identitas SME

1. SME 1

Nama : Hasniar AR, S.Psi., M.Si

Pekerjaan : Dosen Universitas Bosowa

2. SME 2

Nama : Titin Florentina, S.Psi., M.Psi, Psikolog

Pekerjaan : Dosen Universitas Bosowa

3. SME 3

Nama : Syahrul Alim, S.Psi., M.A

Pekerjaan : Dosen Universitas Bosowa

SkalaSelf-Report Altruisme

No. Item

Hasil SME Review Item Menurut Saran SME Keterangan

1. Jangan menggunakan “orang asing” tapi

“korban bencana”

Tidak bermasalah bagi saya untuk membantu

mendorong mobil orang asing yang sedang

mogok

Revisi

Page 253: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

233

2. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

3. “perubahan” diganti menjadi “menghibur” Saya mampu membuat perubahan meskipun

pada orang yang baru saya temui

Revisi

4. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

5. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

6. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

7. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

8. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

9. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

10. Orang asing diganti menjadi “yang tidak saya

lihat”

Saya menunda lift dan membuka pintu untuk

orang yang tidak saya lihat

Revisi

11. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

12. Kata “mobil” diganti menjadi “kendaraan

saya”

Saya member tumpangan kepada orang asing

di kendaraan saya

Revisi

13. Saya tidak mengambil uang kembalian saat

belanja untuk disumbangkan kepada korban

Saya tidak mengambil uang kembalian saat

belanja untuk disumbangkan kepada korban

Revisi

Page 254: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

234

bencana bencana

14. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

15. Saya membeli barang yang ditawarkan untuk

kepentingan donasi korban bencana

Saya membeli barang yang ditawarkan untuk

kepentingan donasi korban bencana

Revisi

16. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

17. Kata tetangga diganti menjadi “menjadi”,

hilangkan kata “tanpa dibayar” karena

sukarela sudah mencerminkan

Saya secara sukarela merawat hewan

peliharaan dan menjaga anak-anak

Revisi

18. Tambahkan kata “anak kecil” Saya memberikan bantuan kepada orang

cacat/orang tua/anak kecil yang akan

menyebrang jalan

Revisi

19. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

20. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

Page 255: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

235

Skala IPIP

No. Item

Hasil SME Review Item Menurut Saran SME Keterangan

1. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

2. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

3. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

4. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

5. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

6. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

7. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

8. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

9. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

10. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

11. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

12. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

13. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

14. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

Page 256: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

236

15. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

16. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

17. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

18. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

19. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

20. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

21. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

22. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

23. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

24. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

25. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

26. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

27. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

28. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

29. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

30. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

Page 257: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

237

31. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

32. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

33. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

34. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

35. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

36. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

37. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

38. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

39. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

40. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

41. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

42. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

43. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

44. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

45. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

46. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

Page 258: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

238

47. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

48. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

49. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

50. Sudah Bagus Sudah Bagus Baik

Uji Validitas Tampang

a. Review umum

Reviewer

Hasil Review

Layout/tata letak Jenis & Ukuran huruf Bentuk skala

Putra Baik Baik Bagus

Ardiansyah Baik Baik Bagus

Anto Baik baik Bagus

b. Review Khusus

Review Hasil Review

Konten Bahasa

Putra bagus Kurang mengerti kata “abstrak”, selebihnya sudah jelas

Ardiansyah Baik Jelas

Anto bagus Jelas

Page 259: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

239

Uji Validitas Konstruk A. Altruisme

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

1. 1 0.35 0.08 4.37 Valid

2. 4 0.35 0.09 4.17 Valid

3. 5 0.86 0.12 7.27 Valid

4. 6 0.57 0.09 6.03 Valid

5. 8 0.21 0.08 2.71 Valid

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

1. 2 0.63 0.07 9.56 Valid

2. 3 0.55 0.07 8.12 Valid

3. 10 0.26 0.07 3.58 Valid

4. 19 0.86 0.06 13.97 Valid

5. 20 0.83 0.06 13.32 Valid

Page 260: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

240

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

1. 7 0.54 0.07 7.37 Valid

2. 9 0.60 0.07 8.26 Valid

3. 16 0.79 0.07 11.23 Valid

4. 17 0.50 0.07 6.85 Valid

5. 18 0.69 0.07 9.79 Valid

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

1. 11 0.59 0.07 8.61 Valid

2. 12 0.72 0.07 10.13 Valid

3. 13 0.58 0.07 8.41 Valid

4. 14 0.72 0.07 10.85 Valid

5. 15 0.73 0.07 10.32 Valid 2. Big Five Personality

Page 261: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

241

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

1. 1 0.67 0.07 9.55 Valid

2. 6 0.48 0.07 6.57 Valid

3. 11 0.59 0.07 8.58 Valid

4. 16 0.20 0.08 2.71 Valid

5. 21 0.68 0.07 10.26 Valid

6. 26 0.36 0.07 4.85 Valid

7. 31 0.50 0.07 6.81 Valid

8. 36 0.36 0.07 4.93 Valid

9. 41 0.48 0.07 6.85 Valid

10. 46 0.57 0.07 7.75 Valid

Page 262: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

242

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

11. 2 0.24 0.07 3.26 Valid

12. 7 0.42 0.07 5.74 Valid

13. 12 0.29 0.08 3.81 Valid

14. 17 0.44 0.08 5.76 Valid

15. 22 0.17 0.08 2.27 Valid

16. 27 0.52 0.07 7.45 Valid

17. 32 0.22 0.08 2.85 Valid

18. 37 0.61 0.07 8.79 Valid

19. 42 -0.72 0.07 -10.81 Tidak Valid

20. 47 0.73 0.07 10.70 Valid

Page 263: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

243

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

21. 3 0.38 0.07 5.26 Valid

22. 8 0.34 0.07 4.60 Valid

23. 13 0.51 0.08 7.36 Valid

24. 18 0.35 0.08 4.77 Valid

25. 23 0.65 0.08 9.80 Valid

26. 28 0.27 0.07 3.65 Valid

27. 33 0.68 0.08 10.04 Valid

28. 38 0.50 0.07 6.82 Valid

29. 43 0.74 0.07 11.28 Valid

30. 48 -0.59 0.07 -8.42 Tidak Valid

Page 264: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

244

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

31. 4 0.46 0.07 6.78 Valid

32. 9 0.30 0.07 4.25 Valid

33. 14 0.34 0.07 4.80 Valid

34. 19 0.10 0.07 1.30 Valid

35. 24 0.56 0.07 8.37 Valid

36. 29 -0.86 0.06 -14.58 Tidak Valid

37. 34 0.62 0.08 9.51 Valid

38. 39 -0.51 0.07 -7.51 Tidak Valid

39. 44 0.84 0.06 14.17 Valid

40. 49 -0.56 0.07 -8.42 Tidak Valid

Page 265: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

245

No. Aitem Factor Loading Error T-Value Keterangan

41. 5 0.18 0.07 6.78 Valid

42. 10 0.34 0.07 4.25 Valid

43. 15 0.55 0.06 4.80 Valid

44. 20 -0.01 0.07 1.30 Tidak Valid

45. 25 0.75 0.06 8.37 Valid

46. 30 0.26 0.07 -14.58 Valid

47. 35 0.58 0.06 9.51 Valid

48. 40 0.02 0.07 -7.51 Tidak Valid

49. 45 0.34 0.07 14.17 Valid

50. 50 -0.98 0.06 -8.42 Tidak Valid

Page 266: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

246

LAMPIRAN 4 : HASIL UJI ASUMSI

Page 267: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

247

1. Hasil Analisis Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Unstandardized Residual

.052 242 .200* .991 242 .129

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

2. Hasil Analisis Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ALTRUISME * EKSTRAVESTION

Between Groups

(Combined) 6902.080 25 276.083 1.711 .023

Linearity 1693.925 1 1693.925 10.499 .001

Deviation from Linearity

5208.155 24 217.006 1.345 .138

Within Groups 34850.156 216 161.343

Total 41752.236 241

Page 268: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

248

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ALTRUISME * AGREEABLENESS

Between Groups

(Combined) 6627.377 16 414.211 2.653 .001

Linearity 4323.750 1 4323.750 27.697 .000

Deviation from Linearity

2303.627 15 153.575 .984 .473

Within Groups 35124.859 225 156.110

Total 41752.236 241

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ALTRUISME * CONSCIENTIOUSNESS

Between Groups

(Combined) 10160.694 20 508.035 3.554 .000

Linearity 6050.786 1 6050.786 42.329 .000

Deviation from Linearity

4109.908 19 216.311 1.513 .082

Within Groups 31591.541 221 142.948

Total 41752.236 241

Page 269: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

249

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ALTRUISME * NEUROTICISM

Between Groups

(Combined) 4825.544 14 344.682 2.119 .012

Linearity 1564.132 1 1564.132 9.615 .002

Deviation from Linearity

3261.413 13 250.878 1.542 .104

Within Groups 36926.691 227 162.673

Total 41752.236 241

ANOVA Table

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

ALTRUISME * OPENNESS

Between Groups

(Combined) 5409.903 17 318.230 1.961 .015

Linearity 3627.841 1 3627.841 22.361 .000

Deviation from Linearity

1782.062 16 111.379 .686 .806

Within Groups 36342.333 224 162.243

Total 41752.236 241

Page 270: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

250

3. Hasil Analisis Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

Extraversion .847 1.181

Agreeableness .668 1.497

Consciustousness .656 1.524

Neuroticism .802 1.247

Opennesss .762 1.313

a. Dependent Variable: Altruisme

4. Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas

Page 271: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

251

LAMPIRAN 5 : HASIL UJI HIPOTESIS

Page 272: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

252

Tipe Kepribadian Sebagai Prediktor Perilaku Altruisme Pada Relawan Daerah Bencana

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables Removed

Method

1

Opennesss, Neuroticism, Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness b

. Enter

a. Dependent Variable: Altruisme b. All requested variables entered.

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .476a .226 .210 11.698

a. Predictors: (Constant), Opennesss, Neuroticism, Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness

ANOVAa

Model Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

1

Regression 9456.082 5 1891.216 13.820 .000b

Residual 32296.154 236 136.848

Total 41752.236 241

a. Dependent Variable: Altruisme b. Predictors: (Constant), Opennesss, Neuroticism, Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness

Page 273: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

253

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 26.594 14.550 1.828 .069

Extraversion .205 .167 .076 1.225 .222

Agreeableness -.333 .253 -.092 -1.318 .189

Conscientiousness

.835 .208 .284 4.012 .000

Neuroticism -.244 .232 -.067 -1.049 .295

Opennesss .681 .316 .141 2.151 .032

a. Dependent Variable: Altruisme

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .201a .041 .037 12.919 .041 10.149 1 240 .002 2 .353b .125 .117 12.365 .084 22.998 1 239 .000 3 .456c .208 .198 11.791 .083 24.846 1 238 .000 4 .460d .211 .198 11.787 .004 1.140 1 237 .287 5 .476e .226 .210 11.698 .015 4.628 1 236 .032

a. Predictors: (Constant), Extraversion b. Predictors: (Constant), Extraversion, Agreeableness c. Predictors: (Constant), Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness d. Predictors: (Constant), Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness , Neuroticism e. Predictors: (Constant), Extraversion, Agreeableness , Conscientiousness , Neuroticism, Opennesss

Page 274: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

254

LAMPIRAN 6 : PENERJEMAH

Page 275: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

255

Page 276: TIPE KEPRIBADIAN SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU ALTRUISME …

256