tugas mk seminar - revised
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seringkali, ketika membaca sebuah komik, kita terhanyut dalam suasana
dan emosi yang dialami para tokoh di dalamnya; kita ikut merasakan penderitaan
atau kebahagiaan mereka. Hal ini cukup menarik bagi saya untuk diteliti lebih
lanjut; mengapa bisa begitu?
Komik adalah bahasa gambar. Maka, menurut saya, ada dua faktor utama
yang menentukan keberhasilan komikus dalam membawa pembacanya untuk
terhanyut dalam emosi; yaitu melalui plot cerita dan melalui gaya gambar.
Meskipun pada umumnya salah satu lebih dominan dari yang lain, sebenarnya
keduanya saling terkait; dimana jika salah satu tidak ada, maka yang lain jadi tidak
bermakna. Komik dengan gambar menawan tapi tanpa cerita yang menarik akan
cepat dilupakan orang, begitu pula dengan komik yang mempunyai cerita bagus tapi
gambarnya pas-pasan juga susah untuk dilirik orang.
Dalam penelitian ini, kami lebih memfokuskan kepada faktor gaya gambar,
terutama kepada gaya gambar manga (komik Jepang), karena kami mempunyai
banyak referensi di bidang tersebut, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan
komik Amerika, misalnya.
Kami mengamati bahwa gaya gambar yang dipakai sang komikus ternyata
memegang peranan besar dalam menimbulkan kesan-kesan tertentu, seperti sedih,
suram, semangat, dan kemarahan. Kami sangat mengagumi kemampuan tersebut,
dimana hanya dengan berbekal media monokrom yang serba terbatas, ia mampu
merepresentasikan suasana emosi yang penuh ‘warna’ dalam suatu adegan dengan
begitu baik, sehingga membuat kita -para pembaca- tersedot ke dalam emosi
tersebut.
Selain itu, tiap komikus mempunyai gaya gambar yang khas, maksudnya
gaya tersebut menyiratkan satu emosi khas yang kurang-lebih sama pada tiap
1
gambarnya. Misalnya, gaya gambar semi-realis dan penuh goresan arsir (gelap)
secara tidak langsung akan menyiratkan kesan ‘serius’, ‘gelap’, dan ‘maskulin’.
Ketika sang komikus menggambar seorang perempuan yang cantik dan lembut pun,
maka tetap akan tampak ketiga sifat di atas. Begitu pula ketika seorang komikus lain
yang bergaya gambar lucu, maka meskipun ia membuat karakter yang tampak
serius, kesannya tidak akan bias mengalahkan komikus satunya.
Seorang komikus di Jepang disebut mangaka. Ada banyak contoh manga
yang sukses di Indonesia dengan menggunakan gaya gambar yang beragam pula,
seperti Naruto (mangaka: Masashi Kishimoto), Doraemon (Fujiko F. Fujio), Bleach
(Kubo Tite), dll. Dari sekian banyak mangaka yang manga-nya (komiknya) beredar
di Indonesia, ada dua mangaka yang menarik perhatian saya, dikarenakan gaya
gambar mereka yang begitu detail, halus, dan realistis. Kekuatan mereka memang
terletak pada detail, sesuatu yang seringkali dihindari oleh komikus, karena
merupakan proses yang makan waktu dan melelahkan. Dua mangaka tersebut
adalah Takehiko Inoue (Slam Dunk, Vagabond) dan Yoshito Yamahara (Legenda
Naga).
Gaya gambar yang detail mampu memvisualisasikan suatu kejadian dengan
lebih realistis, sehingga diharapkan lebih mampu untuk menarik emosi pembaca.
Namun, ada juga golongan pembaca yang kurang menyukai gaya gambar detail,
karena dianggap terlalu ramai dan kurang nyaman di mata. Terlepas dari pro-kontra
tersebut, gaya gambar yang detail perlu untuk diteliti, sebagai bahan pertimbangan
atau referensi bagi para komikus pemula dalam mengembangkan karyanya,
terutama komikus pemula Indonesia yang akan berkiprah di jalur manga. Disnyalir,
sebagian besar mangaka amatir Indonesia sangat anti dengan kedetailan, dengan
berbagai alasan seperti malas, buang waktu, tidak sepadan dengan honor yang
didapat, dll. Jika ingin sukses seperti mangaka di Jepang, mereka harus memahami
faktor-faktor apa saja yang membuat komik Jepang sukses. Salah satunya adalah
penguasaan gaya gambar yang cukup rapi dan detail.
1.2 Pembatasan Masalah
2
1. Penelitian ini tidak membahas mengenai karya-karya selain dari yang
disebutkan kedua mangaka di atas. Dua judul karya yang dipilih berdasarkan
pengamatan awal terhadap kualitas visual, serat kepopuleran di Indonesia.
2. Penelitian ini tidak memperdebatkan tentang faktor-faktor apa saja yang
dapat membuat sebuah manga sukses, serta tidak membahas faktor utama
penentu bagus-tidaknya sebuah manga selain gaya gambar, yaitu segi plot
cerita.
3. Penelitian ini tidak menguji kebenaran nilai historis yang mungkin ada
dalam kedua manga, serta tidak menganalisis jalan cerita kedua manga
tersebut.
4. Penelitian ini dilakukan pada manga Vagabond jilid 7 dan manga Legenda
Naga jilid 15. Alasan pemilihannya dapat dilihat pada Bab III.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi perbedaan dan persamaan gaya gambar mangaka
Takehiko Inoue serta Yoshito Yamahara?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari gaya gambar masing-masing?
3. Bagi para komikus amatir Indonesia, pelajaran apa yang dapat ditarik dari
pembahasan ini?
1.4 Tujuan Pembahasan
Mengetahui persamaan, perbedaan, dan karakteristik gaya gambar antara Takehiko
Inoue dan Yoshito Yamahara, sebagai referensi dalam mengembangkan gaya
gambar bagi para komikus amatir di Indonesia.
1.4 Manfaat yang Diperoleh
3
Bagi para komikus amatir Indonesia, penelitian ini dapat menjadi referensi tentang
gaya gambar kedua mangaka serta karya yang dibahas, dan memberi pengetahuan
baru dalam memperdalam teknik menggambar mereka.
1.5 Definisi Operasional dan Definisi Konseptual
Berikut dijabarkan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Komik: Menurut Scott Mc Cloud dalam bukunya Memahami Komik (2001),
komik adalah “gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang
terjukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, untuk
menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari
pembacanya” (hal.9)
2. Manga (baca: man-ga): adalah sebutan untuk komik Jepang. Komik Jepang
dalam konteks ini adalah komik yang diterbitkan di Jepang oleh orang Jepang;
bukan dalam konteks gaya gambar yang menyerupai gaya gambar komik
Jepang.
3. Mangaka: Adalah orang yang menulis manga, dengan kata lain sebutan dalam
bahasa Jepang untuk komikus.
4. Gaya gambar: Adalah gaya khas yang dapat dilihat dalam gambar seseorang,
dan biasanya sifatnya cenderung menetap antara satu karya dengan karya
lainnya. Gaya gambar tidak dapat diukur, karena sifatnya tidak pasti, tidak
kekal, dan direpresentasikan berbeda oleh tiap orang. Namun, tetap ada
kesepakatan tertentu mengenai apa yang layak disebut gaya gambar dan apa
yang tidak, hanya kesepakatan tersebut sifatnya tidak baku dan tidak mengikat.
5. Vagabond: Adalah manga karya mangaka Takehiko Inoue yang diadaptasi dari
buku “Musashi” oleh Eiji Yohsikawa, bercerita tentang petualangan seorang
pemuda Jepang bernama Miyamoto Musashi, dalam menghadapi berbagai
rintangan untuk menjadi samurai.
6. Legenda Naga: Adalah manga karya mangaka Yoshito Yamahara yang
bercerita tentang petualangan sepasang remaja yang terlempar dari masa kini
ke masa Tiga Kerajaan, kira-kira th.400 SM. Meskipun mengambil setting
4
sejarah, namun cerita yang bergulir keluar dari pakem seajrah, sehingga
menghasilkan cerita alternatif yang sama sekali berbeda dengan versi aslinya.
Cerita asli dari Tiga Kerajaan sendiri ditulis oleh Lo Guanzhong.
1.6 Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pengumpulan data
dilakukan melalui observasi dan pemahaman data-data tertulis, termasuk karya
komik dan biografi penulis.
Data diambil dari karya kedua mangaka yang sudah diterbitkan secara resmi di
Indonesia, dari internet, serta dari buku-buku lain yang relevan.
5
BAB II
LANDASAN TEORI DAN DEFINISI
2.1. Tinjauan tentang Komik
2.1.1 Definisi Komik
Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak
yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik
dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam
berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga
berbentuk buku tersendiri. Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic
Storytelling, dimana ia mendefinisikan komik sebagai “tatanan gambar dan balon
kata yang berurutan, dalam sebuah buku komik.” Sebelumnya, di tahun 1986, dalam
buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan eknis dan struktur komik
sebagai sequential art, “susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu
atau mendramatisasi suatu ide”.
Dalam buku Understanding Comics (1993) Scott McCloud mendefinisikan seni
sequential dan komik sebagai “juxtaposed pictorial and other images in deliberate
sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in
the viewer”.
Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. sebagian
diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain lebih
mementingkan kesinambungan image dan teks, dan sebagian lain lebih menekankan
sifat kesinambungannya (sequential). Definisi komik sendiri sangat supel karena itu
berkembanglah berbagai istilah baru seperti:
Picture stories – Rodolphe Topffer (1845)
Pictorial narratives – Frans Masereel and Lynd Ward (1930s)
Picture novella – dengan nama samaran Drake Waller (1950s).
Illustories – Charles Biro (1950s)
Picto-fiction – Bill Gaine (1950s)
6
Sequential art(graphic novel) – Will Eisner (1978)
Nouvelle manga – Frederic Boilet (2001)
Untuk lingkup nusantara, terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti
diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita
bergambar atau disingkat menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus
Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Dr. Seno Gumira
Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa komikus
Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) mengiklankannya dengan kata-kata
“disadjikan setjara filmis dan kolosal” yang sangat relevan dengan novel
bergambar.
2.1.2 Istilah cerita bergambar
Akronim cerita bergambar, menurut Marcell Boneff mengikuti istilah cerpen
(cerita pendek) yang sudah lebih dulu digunakan, dan konotasinya menjadi lebih
bagus, meski terlepas dari masalah tepat tidaknya dari segi kebahasaan atau
etimologis kata-nya.
Tetapi menilik kembali pada kelahiran komik, maka adanya teks dan gambar secara
bersamaan dinilai oleh Francis Laccasin (1971) sebagai sarana pengungkapan yang
benar-benar orisinal. Kehadiran teks bukan lagi suatu keharusan karena ada unsur
motion yang bisa dipertimbangkan sebagai jati diri komik lainnya.
Karena itu di dalam istilah komik klasik indonesia, cerita bergambar, tak lagi harus
bergantung kepada cerita tertulis. Hal ini disebut Eisner sebagai graphic narration
(terutama di dalam film & komik).
2.2. Definisi Manga dan Mangaka
2.2.1 Manga
Manga merupakan kata komik dalam bahasa Jepang; di luar Jepang, kata
tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang.
Majalah-majalah manga di Jepang biasanya terdiri dari beberapa judul komik yang
masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu chapter/bab).
7
Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200
hingga 850 halaman. Sebuah judul manga yang sukses dapat terbit hingga bertahun-
tahun seperti "ジョジョの奇妙な冒険 / Jojo no Kimyō na Bōken / JoJo's Bizarre
Adventure / Misi Rahasia". Umumnya, judul-judul yang sukses dapat diangkat
untuk dijadikan dalam bentuk animasi (atau sekarang lebih dikenal dengan istilah
ANIME) contohnya adalah seperti Naruto, Bleach dan One Piece.
Beberapa manga cerita aslinya bisa diangkat berdasarkan dari novel / visual
novel, contohnya adalah "Basilisk" (tidak beredar di Indonesia) berdasarkan dari
novel "甲賀忍法帖 , Kōga Ninpōchō" oleh Futaro Yamada, yang menceritakan
pertarungan antara klan ninja Tsubagakure Iga dan klan ninja Manjidani Koga. Ada
juga yang mengangkat dari segi sejarah, seperti sejarah Tiga Kerajaan (The Three
Kingdom) seperti Legenda Naga (Ryuuroden) dan sejarah-sejarah Jepang, kadang
ada yang memakai nama yang benar benar ada, ada juga yang memakai tokoh fiktif.
Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan
dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankōbon (atau kadang
dikenal sebagai istilah volume). Komik dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas
kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak atau malas
membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki beragam
campuran cerita/judul. Dari bentuk tankōbon inilah manga biasanya diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa lain di negara-negara lain seperti Indonesia.
Untuk beberapa judul (yang sukses) bahkan telah/akan dibuat versi manusia
(Live Action, atau kadang disingkat sebagai L.A. di jepang), beberapa judul yang
telah diangkat menjadi Live Action adalah Death Note, Detektif Conan, GeGeGe no
Kintaro, Cutie Honie, Casshern, DevilMan, Saigake!! Otokojuku dan lain lain
Lebih lanjut sebagian judul juga akan dibuat remake kembali secara internasional
oleh produsen di luar negara Jepang, seperti Amerika, yang membuat film Live
Action Dragon Ball versi Hollywood (20'th Century Fox), dan kabarnya juga akan
dibuat versi live action dari Death Note oleh pihak produser barat.
2.2.3.Pembagian Manga Berdasarkan jenis pembaca
8
Manga yang khusus ditujukan untuk anak-anak disebut kodomo — untuk anak-
anak.
Manga yang khusus ditujukan untuk (Wanita) dewasa disebut josei (atau redikomi)
— wanita.
Manga yang khusus ditujukan untuk dewasa disebut seinen — pria.
Manga yang khusus ditujukan untuk perempuan disebut shōjo — remaja
perempuan.
Manga yang khusus ditujukan untuk laki-laki disebut shōnen — remaja lelaki.
Banyak dari jenis-jenis ini juga berlaku untuk anime dan permainan komputer
Jepang.
Dua penerbit manga terbesar di Jepang adalah Shogakukan dan Shueisha.
2.2.4 Mangaka
Adalah istilah bahasa Jepang untuk orang yang menggambar manga. Mangaka
memiliki padanan makna dengan komikus. Pada tahun 2006, diperkirakan terdapat
3000 mangaka profesional yang bekerja di Jepang
2.3 Definisi mengenai Gaya Gambar
Rata-rata mangaka di Jepang menggunakan gaya/style sederhana dalam
menggambar manga. Tetapi, gambar latar belakangnya hampir semua manga
digambar serealistis mungkin, biarpun gambar karakternya benar-benar sederhana.
Para mangaka menggambar sederhana khususnya pada bagian muka, dengan ciri
khas mata besar, mulut kecil dan hidung sejumput. Ada juga gaya menggambar
Lolicon maupun Shotacon.
Tidak semua manga digambarkan dengan sederhana. Beberapa mangaka
menggunakan style yang realistis, walaupun dalam beberapa elemen masih bisa
dikategorikan manga. Seperti contohnya Vagabond, karya Takehiko Inoue yang
menonjolkan penggunaan arsir, proporsi seimbang dan setting yang realistis. Tetap,
Vagabond dikategorikan manga karena gaya penggambaran mata, serta beberapa
9
bagian yang simpel. Manga juga biasa digambar dalam monochrome dan
gradasinya yang biasa disebut tone.
Untuk komik jangka panjang atau yang memiliki ratusan volume, umumnya seiring
dengan perkembangan waktu, para mangaka akan mengalami perubahan goresan
yang cukup signifikan. Contoh yang umum di Indonesia mungkin karaya Hojo
Tsukasa yang dari Cat Eyes berubah menjadi seperti dalam City Hunter. Atau karya
lain Ah ! My Goddess yang dimulai sejak 1988 dan sampai sekarang masih terus
berjalan. One Piece and Naruto pun cukup berubah bila dibandingkan pada goresan
volume volume awal.
2.4 Tinjauan Aspek Visual Manga
Gaya visual manga saat ini masih mendominasi dunia komik Indonesia, baik
itu dari segi popularitas komik yang terjual, jumlah komikus (baik profesional dan
amatir) yang menganut aliran manga, maupun dari film-film serta penjualan
merchandise. Hal ini menarik untuk dikaji lebih dalam.
Menurut Is Yuniarto (komikus profesional, dosen matakuliah komik UK
Petra), salah satu sebab utama dari maraknya manga di Indonesia dapat dilihat dari
sejarah masuknya manga di Indonesia. Banyaknya manga yang diterbitkan di
Indonesia sejak dari zaman Doraemon, Candy Candy, maupun Kungfu Boy yang
membanjiri pasar Indonesia yang berlangsung selama bertahun-tahun dengan
distribusi yang cukup teratur sehingga menyebabkan manga terbitan Elex Media
Komputindo sangat mudah diperoleh apabila dibandingkan dengan peredaran komik
Eropa/Amerika yang relatif lebih susah dan lebih mahal, kecuali Donal Bebek yang
masih bisa didapat secara teratur tiap minggunya.
Besarnya volume penjualan komik dari Elex inilah (bahkan pada bebebrapa tahun,
komik Elex sempat memonopoli pasar) maka referensi calon komikus Indonesia
menjadi menyempit, dan akhirnya manga menjadi ‘kiblat’ dunia komik Indonesia,
hingga awal tahun 2000-an. Sekitar tahun 2001, komik Amerika mulai luas beredar,
dan menjadi alternatif baru baik bagi komikus maupun penggemar komik.
10
Jika ditilik lebih jauh, gaya manga lebih dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia juga karena gaya tersebut sangat variatif dan fleksibel. Gaya manga
mencakup berbagai gaya gambar yang bermacam-macam sifatnya, mulai dari
feminin, lucu, aneh, konyol, heroik, semi-realistik, dan super-detail. Dengan akta
lain, gaya manga lebih dapat mencakup ‘keinginan’ tiap orang, baik pria maupun
wanita. Hal ini agak berlawanan dengan komik Amerika yang kental nuansa
maskulin-nya. Mungkin juga, karena faktor kemiripan budaya yang lebih dekat
antara Jepang-Indonesia daripada Jepang-Amerika, komik Jepang lebih mudah
diterima. Satu alasan lagi yang mengakibatkan manga lebih mudah diterima
(meskipun tidak mengandung unsur visual) adalah karena cerita yang ditawarkan
bervariasi, mulai dari kehidupan sehari-hari yang sangat realistis, kehidupan harian
yang agak superlatif, fantasi, horror, anak-anak, remaja, science-fiction, komedi,
cerita ringan untuk para ibu, orang tua, dan banyak lagi. Sedangkan pada komik
Amerika, meskipun temanya juga cukup banyak, namun tema superhero adalah
yang paling mendominasi.
Kepopuleran manga mengakibatkan banyaknya komikus Indonesia yang
mengadopsi gaya gambar tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya debat kusir
pada proses pembentukan komik karya "Indonesia", karena secara tidak langsung
banyak generasi komikus muda di Indonesia baik tanpa sadar maupun sadar,
terpengaruh oleh gaya aliran Jepang (manga) ini. Hal ini pun masih diperdebatkan,
namun mengingat dengan beberapa pengarang asal Korea dan Hong Kong yang
memiliki goretan yang cukup mirip dengan manga Jepang, harusnya hal ini tidak
dipermasalahkan. Menurut Beng Rahardian (praktisi komik senior yang tinggal di
jakarta, pendiri Akademi Samali), komik Indonesia adalah:
“Komik yang dirancang, digambar, dan diterbitkan oleh orang Indonesia.” Jadi,
tidak masalah gaya gambar apapun juga yang dipakai, yang penting produsennya
adalah orang Indonesia.
Di Indonesia juga terdapat komunitas-komunitas penggemar manga dan anime.
Biasanya mereka berkumpul dan berbagi dengan penggemar lain lewat internet atau
11
berkumpul di suatu tempat. Para penggemar yang bertemu di internet/forum biasa
mengadakan gathering (pertemuan) untuk saling berjumpa satu sama lain.
Gaya visual yang berkembang di Indonesia dipengaruhi oleh gaya Jepang, banyak
pengarang komik dari Indonesia yang menganut aliran manga dan ada juga yang
mencampur antara komik Amerika dan Jepang, sedangkan untuk gambar komik
yang berasal dari Indonesia sendiri kurang diminati, dan jika melihat dari toko buku
frekwensi penjualan komik manga lebih besar dibanding dengan komik dengan
gaya gambar Indonesia, banyak pengarang Indonesia yang menggunakan nama
samaran agar komiknya mampu dijual, karena masyarakat Indonesia kurang percaya
dengan komikus dalam negeri. Gaya Visual Indonesia masih belum mengalami
perkembangan yang signifikan seperti di Korea yang telah menciptakan style
tersendiri
2.5 Perbandingan antara Manga dan komik Amerika berdasarkan segi visual
Komik Jepang Komik Amerika
Warna Komik Jepang warnanya hitam
putih atau menggunakan raster,
sedangkan untuk halaman berwarna
hanya pada cover atau beberapa
halaman awal saja
Komik Amerika selalu tampil full
colour dalam semua halamannya
Ukuran Ukuran Komik Jepang kecil Ukuran komik amerika hampir
sebesar A4
Gaya gambar Gambar karakter digambar
sederhana dan latar belakangnya
digambar sedetail mungkin
Gambar karakter dan latar digambar
dengan detail dan lebih realistis
Sudut
pandang
(Angle)
Jepang mengambil sudut pandang
cenderung datar dan lebih sering
mengekspose ekspresi karakternya
Sudut pandang dari komik amerika
selalu mengambil dari beragam
sudut pandang, dalam satu halaman
bisa sangat banyak sudut pandang
12
yang diambil
Cerita Jepang sangat beragam dalam cerita,
meskipun pada awalnya Jepang
meniru Amerika, tetapi sekarang
Jepang sangat beragam dalam cerita
mulai dari superhero, romance, sci-
fi, horror, fiksi, advanture, dll, cerita
dari Jepang masih memiliki cerita
ending
Amerika sedikit monoton dalam hal
cerita, sebagian besar ceritanya
mengenai superheroes, hal ini
disebabkan penghasilan utama
berasal dari genre superheroes
tersebut, selain itu karakter
superheroes tersbut sudah menjadi
sejarah tersendiri sehimgga oleh
Amerika lebih dilestarikan. Selain
itu cerita dari komik Amerika jarang
ditemui ending, sehingga cerita
tanpa akhir
Ekspresi Ekspresi dari komik Jepang
diperkuat digambarkan lewat latar
belakangnya, dikenal juga tenbyo,
menggambar dengan titik – titik
untuk latar belakang
Ekspresi tampak langsung dari raut
muka karakter sehingga sangat
realistis
Panel Panelnya sangat bervariasi dan arah
membaca seperti huruf Z
Panelnya langsung sehingga
pembaca hanya perlu membaca dari
atas sampai bawah
2.6 Asal-usul ditemukannya gaya manga di Jepang
(Dikutip dari majalah Concept vol. 04 edisi 20 hal.11 , edisi khusus Komik)
Suiho Tagawa mengeluarkan Private Second Class Norakuro (1931), yang mengangkat
kisah seekor anjing militer. Lulusan Japan School of Art ini kemudian dikenal sebagai
13
pionir industri manga di Jepang. Dalam perkembangannya, visual manga dipengaruhi
oleh dua peristiwa besar, Gerakan Meiji dan Perang Dunia II. Pendudukan Amerika atas
Jepang di tahun 1945-1952 cukup mempengaruhi peredaran komik dan tayangan asal
Amerika seperti Disney di Jepang. Jadi bisa dikatakan perkembangan manga adalah
simbiosis antara perkembangan estetika dan kebudayaan Jepang yang berinteraksi
dengan pengaruh-pengaruh barat yang menimbulkan adanya inovasi dan
transnasionalisasi.
Manga modern muncul setelah Perang Dunia II, dimana militeristik dan
ultranasional membentuk infrastruktur politik dan ekonomi di Jepang. Meski saat itu
ada kebijakan militer Amerika Serikat mensensor kesenian yang memuja militer
Jepang, publikasi manga tidak terpengaruh. Tahun 1947, Konstitusi Jepang
membekukan segala bentuk sensor. Hal ini menghasilkan ledakan kreativitas artistik.
Dua seri manga pun terbit – Tetsuwa Atomu (biasa disebut Astro Boy) karya Osamu
Tezuka dan Sazae-San (1946) karya Machiko Hasegawa – dan memengaruhi
perkembangan manga selanjutnya. Pengaruh Amerika sangat tampak dalam dua komik
di atas. Komik pertama dari segi visualnya dimana Astro Boy memiliki mata besar
dipengaruhi oleh kartun asal Amerika Serikat di zaman itu, Betty Boop (1930) karya
Max Fleischer serta Mickey Mouse (1928) karya Walt Disney dan Ub Iwerks serta
Bambi (1942).
Tezuka kemudian dianggap sebagai penemu gaya mata besar di dunia animasi
Jepang. Komik kedua, mencuri perhatian lewat isi ceritanya. Tokoh Sazae-San
diceritakan tak seperti wanita Jepang kebanyakan yang memakai kimono atau sangat
patuh pada suaminya. Ia berani menjadi dirinya sendiri dan berpakaian ala barat.
2.7 Perkembangan gaya gambar/visual manga dewasa ini di dunia internasional
Manga, dewasa ini, sudah cukup dikenal di dunia internasional. Di Amerika Serikat,
kartun Naruto diputar oleh stasiun terkenal (Fox Kids atau sejenisnya), dan penjualan
komiknya cukup bagus. Dragon Ball tercatat sebagai komik terlaris di Amerika. Dan saat
14
ini, telah muncul karakter dari komik Amerika yang ‘berbau’ manga, dengan mata besar
dan hidung setitik. Di Asia sendiri, muncul istilah-istilah khas dari tiap wilayah untuk
menyebut manga karya mereka sendiri.
Di China: manhua
Di Korea: manhwa
Di India: mantra
3. Profil Mangaka
3.1 Profil Takehiko Inoue (井上雄彦 )
Lahir: 12 Januari 1967
Ia adalah salah satu mangaka Jepang yang paling terkenal. Karyanya biasa muncul dalam
majalah manga untuk remaja lelaki.
Karir
Debutnya dalam majalah manga terjadi pada 1988 melalui Purple Maple yang muncul
dalam majalah Shonen Jump. Debut buku manganya adalah Chameleon Jail pada 1989.
Karyanya yang paling terkenal adalah Slam Dunk, yang telah menjadi pengaruh besar di
Jepang, dan kemudian juga hingga ke luar negeri.
Karya berikutnya adalah Buzzer Beater yang dapat ditemukan di Internet. Manga ini ada di
situs webnya, dan tampil dalam bahasa Jepang dan bahasa Inggris.
Saat ini dia sedang mengerjakan dua manga yaitu Vagabond dan Real. Keduanya telah
menjadi bagian dari manga-manga yang paling banyak diterbitkan di Jepang.
Karya
Chameleon Jail
Slam Dunk
Buzzer Beater
Vagabond (yang meraih Penghargaan Kebudayaan Osamu Tezuka pada 2002)
Real.
3.2 Sekilas mengenai manga “Vagabond”
3.2.1 Sinopsis
15
Vagabond menggambarkan perjalanan hidup seorang pemuda yang bernama Shimmen
Takezo yang kemudian berubah nama menjadi Miyamoto Musashi, dari seorang
prajurit rendahan menjadi samurai terbaik di sejarah Jepang. Komik ini sebenarnya
termasuk ke dalam jenis komik sejarah, karena diadaptasi dari novel karya Eiji
Yoshikawa, yang diklaim memang merupakan catatan sejarah nyata.
3.2.2 Gaya visualisasi
Walaupun sama-sama super-detail, Vagabond agak berbeda dengan Legenda Naga.
Vagabond menggunakan teknik arsir yang intens, sehingga hampir tiap panelnya terbilang
‘berat’. Apalagi komik ini berkesan “rumit,gelap dan serius”. Dari pengamatan penulis,
Vagabond levih cocok untuk pria yang beranjak dewasa, karena gaya visualnya berat dan
kelam. Kadangkala, Vagabond agak hiperbolik dalam penggambaran nuansanya, namun
tetap terasa pas.
3.2.3 Popularitas, Penjualan serta Penghargaan yang diterima
Manga ini di Indonesia diterbtkan oleh Level Comic, dan diterima pasar dengan cukup
baik. Manga ini telah memenangi 3 penghargaan di Jepang:
Kodansha Manga Award 2000
Grand Prize dari Japan Media Arts Plaza 2001
Grand Prize dari Osamu Tezuka Cultural Manga Grand Prix 2002
3.3 Profil Yoshito Yamahara
Tidak banyak info yang dapat ditarik dari mangaka ini.
Ia adalah mangaka Jepang yang dikenal lewat karyanya Ryūrōden' (龍狼伝) atau lebih
dikenal di Indonesia dengan judul Legenda Naga. Komik ini terbit pada tahun 1993 dan
hingga sekarang berhasil terbit hingga 37 episode. Komik ini terbit tidak menentu,
terkadang 1 tahun sekali atau bisa 2 tahun sekali. Legenda Naga memenangkan
penghargaan Kondansha Award pada tahun 1997
3.4 Sekilas mengenai manga “Legenda Naga”
3.4.1 Sinopsis
16
Manga Legenda Naga bercerita tentang petualangan sepasang remaja dari Jepang
bernama Shiro Amachi dan Masumi Izumi. Shiro memiliki darah China dari ibunya.
Suatu ketika, saat mereka sedang naik pesawat menuju lokasi di mana mereka akan
melewati liburan sekolah bersama teman-teman, mendadak di langit muncul naga besar
yang menerjang pesawat mereka, dan mengakibatkan Shiro dan Masumi terlempar ke
masa lalu, masa Perang Tiga Kerajaan di China (kira-kira tahun 400SM).
Kedua remaja tersebut ternyata menjadi pendekar yang diagung-agungkan orang, dan
disebut “Anak Naga” dan “Dewi Naga.” Mereka berdua bahu-membahu untuk melawan
kekejaman Chung Ta, tokoh antagonis utama serial ini.
Cerita dan setting Legenda Naga ini pada awalnya memang mirip dengan cerita asli
dari Kisah Tiga Negara karya Lo Guanzhong yang konon memang benar-benar ditulis
dari kisah dunia nyata. Namun, dalam perkembangannya, tokoh Shiro Amachi dan
Masumi Izumi malah mengaburkan peran asli dari tokoh-tokoh yang ada di Kisah Tiga
Negara (KTN), apalagi dengan kehadiran mereka, cerita asli KTN menjadi simpang siur
dan tidak historis lagi.
Gaya penceritaan Legenda Naga pada seri-seri awal memang menarik untuk diikuti,
namun menginjak jilid 25-an kisahnya menjadi agak membosankan karena terlalu fokus
pada pembuktian ‘siapa yang paling kuat’ serta terlalu banyaknya percabangan cerita
yang malah membuat bingung pembaca.
3.4.2 Gaya visualisasi
Legenda Naga memiliki tampilan yang amat detail, namun masih terkesan bersih
dan rapi. Legenda Naga tidak menggunakan arsir berat pada penggambaran tokoh-
tokohnya, hanya seperlunya saja. Pengarangnya lebih menekankan pada penggunaan
tone dan arsiran yang sangat detail pada objek pendukung dan lingkungan sekitarnya.
Lingkungan ditampilkan cukup apa adanya, tanpa unsur hiperbolik dengan maksud
memperkuat kesan-kesan tertentu.
3.4.3 Popularitas, Penjualan serta Penghargaan yang diterima
Manga ini cukup laku di Indonesia dan digemari, namun sayangnya periode terbitnya tidak
menentu, sehingga penggemar jadi malas untuk mengikuti kelanjutannya.
Legenda Naga memenangkan penghargaan Kondansha Award pada tahun 1997
17
18
BAB III
ANALISIS GAYA GAMBAR ANTARA TAKEHIKO INOUE
DAN YOSHITO YAMAHARA
Dalam penelitian ini kami memfokuskan pembahasan pada manga Vagabond jilid 7
dan manga Legenda Naga jilid 15, dengan alasan karena kedua manga tersebut ditulis pada
kisaran waktu yang cukup dekat. Vagabond jilid 7 terbit di Jepang sekitar tahun 1999,
sedangkan Legenda Naga jilid 15 terbit tahun sekitar 1998.
Perlu diketahui bahwa rentang waktu satu tahun dalam bidang membuat komik bukanlah
waktu yang panjang. Hal ini disebabkan membuat komik adalah proses yang panjang dan
melelahkan, rata-rata setiap buku komik (tankoubon) yang diterbitkan di Jepang berjarak
setengah hingga satu tahun antar jilidnya.
Alasan lain dipilihnya nomor jilid tersebut adalah karena Legenda Naga seri pertama
terbit lebih dulu, sekitar tahun 1993, sedangkan Vagabond seri pertama terbit tahun 1998.
Kami menganggap, lebih baik memilih seri Vagabond yang tidak terlalu awal sehingga
memberi kesempatan bagi Takehiko Inoue untuk mengembangkan goresannya, tapi kami
juga harus memperhatikan saat-saat dimana Legenda Naga masih terbit dengan teratur,
yaitu hingga kisaran seri-20an yang terbit di tahun 2000-an. Lalu, setelah kami
pertimbangkan lagi, maka kami memilih untuk membahas dari Vagabond seri 7 dan
Legenda Naga seri 15.
4.1 Analisis Proporsi Tubuh Manusia
4.1.1 Manga Legenda Naga
Proposi Tubuh:
Secara umum terlihat berlebihan. Hal ini terlihat terutama pada bagian bahu. Secara
keseluruhan, kepala dan badan (bahu) tidak proporsional. Kepala terlihat amat kecil
jika dibandingkan dengan lebar bahu.
Proporsi Wajah:
19
Gaya manga terlihat dengan mata yang masih lebar. Jarak antara dahi dan mata lebih
sempit daripada jarak bagian bawah, dengan hidung sebagai separator/ pembagi,
bagian rahang lebih panjang. Dari samping, mata tidak realis, menghadap ke
samping. Rambut tidak jatuh alami atau kurang realis. Sorot mata yang dibuat amat
tajam dan cenderung berlebihan.
Meskipun banyak menampilkan karakter maskulin, namun tokoh wanita dalam
komik ini tetap terlihat cantik, dengan mata yang bulat, hitam dan besar.
Arsiran:
Teknik arsiran banyak menggunakan 1 arah, 1 garis.
Penggunaan arsiran banyak digunakan untuk bentuk penegasan yang cenderung
berlebihan
Efek:
Efek berupa kata selain dipertegas dengan arsiran garis yang ramai juga diperkuat
dengan kata, seperti wuss, sett, brett. Kesan efek yang berlebihan.
Gambar gerakan:
Monoton dengan style-nya. Kurang dieksplorasi. Dapat dilihat angle yang terjadi
perulangan. Kurang realis.
4.1.2 Manga Vagabond
Proporsi Tubuh:
Tubuh proposional dan realis. Penggambaran yang kaku cenderung menampilkan
visualisasi yang terkesan lebih macho (lebih memakai sudut)
Proporsi Wajah:
Gaya lebih realis, wajah proposional. Mata realis. Penggambaran sudut bibir yang
lebih sedikit memanjang dari proporsi wajah. Jatuhnya rambut cukup realis. Tampak
samping, wajah proposional dan mata yang realis begitu pula dengan bentuk hidung.
20
Arsiran:
Penggambaran (colouring) lebih gelap. Menggunakan arsiran lebih beragam, arsiran
silang (hatch). Dan penggunaan tekstur yang detail pada background.
Efek:
Efek tidak berlebihan, cenderung mengandalkan kekuatan colouring yang dark. Efek
kata minim, masih menggunakan bahasa jepang untuk meminimalisasi perusakan
gambar dengan penghapusan bahasa Jepang pada gambar oleh editor Indonesia.
Gambar gerakan
Cenderung monoton, banyak mengambil close up ke daerah wajah. Penekanan
ekspresi wajah pada kesan tegas dan macho. Gerakan-gerakan yang digambarkan
kadangkala susah untuk diikuti oleh pembaca.
4.2 Analisis Penggambaran Background
4.2.1 Manga Vagabond
Gambar background :
Sebagian besar setting Vagabond adalah keadaan alam dari masa Jepang kuno,
sehingga di dalamnya banyak ditampilkan gambar-gambar rumah kuno Jepang,
hutan, atau apapun yang menggambarkan alam/luar ruang. Secara umum, goresan
pena pada Vagabond sedikit lebih tebal dan lebih ‘luwes’ dari Legenda Naga,
sehingga menghasilkan suasana alam yang ‘kuat’ dan ‘natural.’
Gambar-gambar tersebut memerlukan tingkat kedetailan yang tinggi untuk
memberikan kesan nyata, namun Takehiko Inoue berhasil membuat hampir semua
detail dari elemen-elemen alam tersebut tampak begitu nyata walaupun dalam sketsa
hitam putih.
Detail dalam arsitektur rumah Jepang sangat bagus dari ukuran, material kayu,
hingga atap.
21
Dalam menggambar pohon, Takehiko Inoue banyak menerapkan teknik percikan
kuas yang halus, terutama pada bagian semak-semak. Detail pada daun-daunan juga
sangat diperhatikan dengan baik; tekstur tulang daun digambar dengan teliti pada
beberapa panel close-up.
Detail cahaya dan efek visual pada background tampak dramatis dan nyata, namun
agak gelap jika dibandingkan dengan Legenda Naga.
Dalam kedua manga, ditampilkan adegan dimana waktu itu turun hujan. Takehiko
Inoue dapat menyajikan hujan dengan apik, sedikit lebih baik dari Legenda Naga.
Secara keseluruhan, Takehiko Inoue telah berhasil menggabungkan segala elemen
alam sehingga tampak menyatu, natural, sudut pandang yang bagus serta didukung
dengan gaya menggambar yang tegas dan cukup realis sehingga cocok untuk
mengangkat karakter dengan tema pertarungan.
4.2.2 Manga Legenda Naga
Gambar background :
Setting Legenda Naga juga menonjolkan keadaan alam namun tidak sedominan
Vagabond, dalam Legenda Naga terdapat setting luar ruang dan dalam ruang yang
hampir seimbang. Jadi, background pada Legenda Naga terkesan lebih ‘putih.’
Kedua manga yang dibahas berasal dari setting waktu hampir sama, yaitu pada masa
lampau (China dan Jepang Kuno). Dan ciri khas yang paling menonjol dari setting
masa kuno adalah banyaknya ornamen-ornamen pada bangunan, busana, serta benda-
benda lainnya. Vagabond kurang menonjolkan segi ornamental ini, lebih
menekankan pada sisi naturalis (Legenda Naga lebih menekankan pada background
berupa lingkungan buatan manusia, sedangkan Vagabond lebih menekankan pada
alam).
Goresan pena pada Legenda Naga terlihat dibuat dengan sangat rapi dan hati-hati, hal
ini dapat disimak pada panel-panel yang menampilkan kapal perang; kapal-kapal
tersebut mempunyai goresan yang sangat halus.
Detail dalam arsitektur dan interior digambarkan dengan detail yang cukup serta
perspektif yang bagus.
22
Detail cahaya dan efek visual pada background tampak nyata namun kurang
dramatis. Hal ini mungkin disebabkan karena Legenda Naga lebih menekankan pada
permaninan tone (gradasi abu-abu) daripada permainan kontras hitam-putih seperti
dalam Vagabond. Mengenai jatuhnya bayangan, kedua manga telah
menggambarkannya dengan sangat baik, paling tidak, tak ada bayangan yang terlihat
‘aneh’, berada di tempat yang tak seharusnya. Namun tetap harus diakui bahwa detail
pencahayaan pada Vagabond lebih baik daripada Legenda Naga, karena dalam
Vagabond, background dalam panel-panelnya sebagian besar merupakan gambar,
bukan tone, sehingga arah cahaya lebih stabil dari panel ke panel dan tampak lebih
natural.
Secara keseluruhan, Yoshito Yamahara cukup berhasil memadu padankan elemen-
elemen tersebut, namun gaya menggambarnya kurang tegas sehingga kurang cocok
untuk mengangkat tema perang.
Pembanding Vagabond Legnda Naga
Arsitektur dan Interior Natural, minim ornamen
Penuh ornamen, terlihat
sedikit ‘mekanis’ (garis-
garisnya terlalu lurus dan
rapi)
Tumbuhan
Sangat Bagus, detail serat
kayu dan tulang daun
dapat terlihat.
Bagus, tiap helai daun
digambar dengan sungguh-
sungguh
Cahaya Natural
Arah datangnya cahaya
disesuaikan dengan efek
pada panel tersebut
Efek hujan
Sangat realistis, garis-garis
hujan tidak dibuat persis
sejajar
Cukup realistis, garis-garis
hujan dibuat dengan rapi
walau terlihat lebih kaku
dari Vagabond (cukup
sejajar)
Keseluruhan Sangat Bagus bagus
23
4.3 Analisis Komposisi Panel
4.3.1 Manga Vagabond
Hal pertama yang menarik perhatian penulis adalah jarak vertikal antar kolom
(jarak atas-bawah) yang cukup lebar. Jarak ini lebih lebar dari milik Legenda Naga.
Jarak antar kolom ini disebut juga closure. Dengan closure yang lebar seperti ini,
dapat mengurangi kepenatan mata ketika membaca panel-panel Vagabond penuh
detail. Selain itu, closure atas-bawah yang lebar juga membantu kita memfokuskan
pandangan pada tiap panel, dan mengurangi kemungkinan kita salah membaca urutan
panel (karena secara otomatis mata akan tertarik ke closure kiri-kanan yang jauh
lebih sempit jaraknya).
Komposisi panel (disebut juga panellling) dalam Vagabond cenderung datar-
datar saja. Pada adegan-adegan pertarungan pun, panel yang ditampilkan tetap
horizontal-vertikal. Memang ada panel-panel diagonal, namun penggunaannya
jarang.
Begitu pula dengan efek-efek panel seperti variasi garis atau gambar yang
menembus panel; kedua hal tersebut sangat jarang ditemui di Vagabond. Elemen
yang biasanya menembus garis panel hanya efek suara.
Secara umum, panelling dalam Vagabond sudah cukup baik, namun penulis
beberapa kali ‘kehilangan arah’ waktu membacanya. Panelling dalam Vagabond bisa
dikatakan cukup unik, karena tanpa menggunakan efek diagonal dalam
menggambarkan pertarungan, (panel diagonal dapat menimbulkan kesan gerakan
dinamis) sang mangaka tetap dapat menyalurkan ketegangan dan aksi pertarungan
dengan lancar.
4.3.2 Manga Legenda Naga
Panelling dalam manga ini lancar untuk dibaca, namun kadangkala terlalu
‘penuh’ (crowded) dengan jumlah panel yang mencapai 6-7 panel (misalnya hal 35
24
dan 129). Biasanya, batas maksimal panel dalam satu halaman untuk format manga
adalah 7 panel. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kedetailan dan
banyaknya tulisan yang ada. Semakin detail, maka jumlah panel lebih baik 4-5 panel
saja, dan teks yang ada tidak terlalu panjang. Apalagi jarak closure atas-bawah tidak
terlalu lebar.
Kelebihan panelling Legenda Naga terletak pada alurnya yang lancar serta
penggunaan panel-panel diagonal serta variasinya, ada gambar yang menembus
panel. Variasi seperti ini cenderung lebih disukai oleh penikmat cerita-cerita action
populer (yang mana jumlahnya lebih banyak daripada penikmat action murni seperti
Vagabond). Panelling di manga ini juga lebih banyak menggunakan efek, khususnya
speed line (efek garis-garis pada background untuk menunjukkan seolah-olah fokus
utama objek bergerak dengan cepat).
4.4 Analisis Pemilihan Sudut Pandang (angle)
4.4.1 Manga Vagabond
Manga ini menawarkan sudut pandang yang berkualitas tinggi dan digambar
dengan teknik yang baik pula, sehingga karakter yang digambar terlihat makin
mengagumkan. Contohnya bisa dilihat pada halaman 36,42, serta 180-181 jilid 7.
mengenai sudut pandang, sebenarnya kedua komik menawarkan sudut pandang yang
menarik serta mampu menyampaikan pesan dengan tepat dalam penggambaran tiap
adegannya, tapi Vagabond lebih unggul dalam hal keunikan pemilihan sudut pandang
serta ketepatan penggambarannya.
4.4.2 Manga Legenda Naga
Pemilihan sudut pandang dalam komik ini sebenarnya sudah cukup bagus,
namun kadangkala penggambarannya tidak tepat pada bagian-bagian tertentu,
sehingga malah terlihat aneh. Hal ini beberapa kali terjadi pada bagian anggota wajah
seperti mata, mulut, hidung, alis; mereka semua tampak proporsional jika
dibandingkan satu sama lain, namun ketika digabungkan dengan bentuk wajahnya,
keduanya terlihat seperti tidak saling melekat (berada pada bidang yang berbeda).
25
Contohnya dapat dilihat pada halaman 129. Selain itu, pengambilan sudut pandang
yang dipilih cenderung terlihat datar.
4.5 Analisis Keseimbangan Bidang Positif-Negatif
Bidang postif-negatif adalah perbandingan antara bidang yang tampak
cenderung terang (positif) dan cenderung gelap (negatif) per halaman dalam manga.
Dalam buku ini kami menarik kesimpulan didasarkan pada rata-rata perbandingan
dari tiap-tiap halaman pada masing-masing buku.
4.5.1 Manga Vagabond
Dalam manga ini, keseimbangan antara bidang positif-negatifnya cenderung
mengarah ke negatif, dimana dalam manga ini tampilan yang ada cenderung gelap.
Bidang negatif tersebut terbentuk dari arsiran yang berat serta penggunaan blok
hitam, atau tone yang sangat gelap. Tampilan seperti ini memang mendukung kesan
serius yang ingin ditampilkan, namun dapat membuat mata pembaca cepat lelah.
4.5.2 Manga Legenda Naga
Dalam manga ini, keseimbangan antara bidang positif-negatifnya masih terlihat
seimbang. Hal ini ditunjukkan melalui penggunaan tone warna abu-abu terang
hingga sedang, arsiran tipis dan sejajar, serta goresan garis yang tipis dan teratur.
Keseimbangan ini tentu lebih nyaman dilihat mata, namun juga memiliki
kekurangan yaitu kurang mampu memunculkan kesan action yang kuat, karena
goresan-goresannya sangat rapi.
4.6 Analisis Teknik Penggunaan Arsir
4.6.1 Manga Vagabond
Takehiko Inoue menggunakan arsiran dengan pena yang menghasilkan garis-
garis dengan ketebalan agak bervariasi, namun tetap terkesan tebal. Dalam manga
ini, arsir mempunyai peranan penting dalam menimbulkan suasana serius dan
kelam. Arsir tidak hanya berfungsi sebagai pengganti bayangan semata, namun juga
untuk mempertegas suasana.
26
Penggunaan arsir dalam manga ini cukup seimbang baik pada karakter maupun
background, sehingga karakter terlihat menyatu dengan background. Teknik ini
mampu menghasilkan kesan natural yang kuat (karena intensitas cahaya – yang
direpresentasikan melalui arsiran – antara background dan foreground hampir
sama); namun di sisi lain membuat para pembaca kadang agak kesulitan untuk
membedakan yang mana foreground (sang karakter) dan mana background.
4.6.2 Manga Legenda Naga
Dalam Legenda Naga, arsir memang digunakan, namun tidak se-intens dan
seberat Vagabond. Arsir dalam Legenda Naga tampak tipis, dan lebih ditujukan
untuk memberi kesan ‘kedalaman’ benda, dan kurang ditujukan untuk membangun
suasana serius dan kelam (hal ini hanya tamapk pada beberapa panel saja, yang
memang dimaksudkan untuk tampil serius dan kelam). Yoshito Yamahara lebih
memilih menggunakan perpaduan antara tone dan arsir dalam menciptakan kesan 3
dimensi pada wajah para karakternya.
Arsiran lebih tampak pada background daripada pada karakter-karakternya. Hal ini
mungkin dimaksudkan supaya pembaca dapat menemukan kontras antara karakter
dan background-nya dengan mudah.
4.7 Analisis Ciri Khas Lainnya
4.7.1 Manga Vagabond
Ragam wajah manusia yang ditampilkan lebih unik dan lebih realistis
dibandingkan Legenda Naga. Hal ini dapat dilihat pada tokoh Hozoin In’ei,
Kamiisumi Ise no Kami Hidetsuna, serta ibu Hon’iden Matahachi.
4.7.2 Manga Legenda Naga
Sekilas, kita dapat mengamati bahwa gaya gambar Yoshito Yamahara tampak
mirip di beberapa bagian dengan gaya gambar Tony Wong. Hal ini tampak dari
efek jurus-jurus silat yang ditampilkan (dalam jilid 15, bisa disimak ketika rekan
Mao Ton memutar tombak untuk menyerang Shiro yang berada di dalam
penjara; putaran tersebut menggunakan efek yang sering ada di komik silat
27
Hong Kong. Selain itu, ciri ini bisa dilihat dari bentuk mata, wajah, bibir, dan
hidung yang mirip komik Hong Kong). Dapat dikatakan bahwa, Legenda Naga
merupakan perpaduan antara gaya manga Jepang dan komik silat Hong Kong.
28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa yang telah kami lakukan, maka kami mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Manga Vagabond secara umum lebih unggul dari manga Legenda Naga dari segi
visual. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan keunggulan Vagabond dalam segi
penggambaran proporsi tubuh manusia, background, serta penggunaan arsir.
Kedua manga seimbang dalam hal komposisi panel dan keseimbangan bidang positif-
negatif.
Penilaian kami ternyata cocok dengan jumlah penghargaan yang diterima masing-
masing manga; Vagabond dengan 3 penghargaan lebih unggul daripada Legenda Naga
yang hanya memenangi 1 penghargaan.
Namun, hasil penelitian kami tidaklah mutak dan mengikat bagi semua orang,
karena bagaimanapun juga, gaya visual sebuah manga adalah objek yang bersifat
kualitatif, dan dapat diinterpretasikan berbeda-beda sesuai selera masing-masing orang.
5.2 Saran
Kami sangat kagum akan ketekunan dan usaha yang dilakukan kedua mangaka, dan
kami merasa tak perlu memberikan bermacam-macam saran karena kami sendiri masih
dalam tingkatan yang sangat jauh dari mereka. Kami hanya akan menyampaikan untuk
terus berkarya bagi kedua komikus, Takehiko Inoue dan Yoshito Yamahara.
Bagi teman-teman pecinta komik, kedua manga yang dibahas ini adalah manga
berkualitas yang sayang apabila dilewatkan. Jika bisa, sempatkanlah untuk menyimak
kedua manga ini, karena selain gambar visualnya bagus, ceritanya juga menarik untuk
diikuti.
29
Bagi para komikus amatir, semoga analisa kami dapat berguna bagi pengembangan
kemampuan Anda, serta mendorong Anda untuk belajar dari para mangaka senior yang
kami sebutkan di sini.
5.3 Penutup
Akhir kata, kami dari kelompok Donal Bebek mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak Constantinus T. Handoko dan bapak Lasiman selaku dosen
pengampu matakuliah ini. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
30